Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup penting di
Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Komoditas kelapa
sawit, berupa bahan mentah maupun hasil olahannya. Menduduki peringkat ketiga
penyumbang devisa non-migas terbesar bagi Negara.
Minyak yang berasal dari kelapa sawit terdiri atas dua macam. Pertama, minyak yang

berasal dari daging buah ( mesocarp ) yang dihasilkan dari perebusan dan pemerasan (press).

Minyak jenis ini dikenal sebagai minyak sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO). Kedua,
minyak yang berasal dari inti sawit, dikenal sebagai minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil
(PKO).
Crude Palm Oil (CPO) adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam
lemak. CPO dapat digunakan sebagai bahan makanan antara lain, minyak goreng, margarin,
bahan tambahan coklat dan pembuatan asam lemak. Kosmetik, shampo, lotion, Sebagai
sumber provitamin A yang dapat mencegah kebutaan (defisiensi Vitamin A) dan pemusnahan
radikal bebas yang selanjutnya juga bermanfaat untuk mencegah kanker, antioksidan alam dan
juga sebagai sumber vitamin E (Pardamean, 2008). Untuk memperoleh hasil produksi CPO

dengan kualitas yang baik serta dengan rendemen minyak yang tinggi adalah dengan cara
penentuan tingkat kematangan yang tepat, biaya panen, cara panen, frekuensi panen dan

sistem pengangkutan yang digunakan. Dan dilakukan proses pengolahan untuk pemurnian
minyak. Sebab mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik, sering sekali
minyak mengalami kerusakan.
Salah satu kerusakan yang terjadi pada CPO ditandai dengan adanya kandungan asam
lemak bebas, yang dapat menimbulkan bau dan cita rasa minyak yang tidak enak. Asam lemak
bebas sendiri merupakan asam asam lemak yang terdiri dari oleat, linoleat, stearat dan lain
lain, yang tidak berikatan dengan molekul gliserin. Asam lemak bebas adalah hasil reaksi
antara lemak dan air baik dalam temperatur pemanasan maupun tanpa pemanasan.

1
Menyadari akan kerugian yang ditimbulkan oleh asam lemak bebas terhadap mutu CPO
maka penulis tertarik untuk mengambil judul makalah ini yaitu pengaruh asam lemak bebas
terhadap kualitas minyak kepala sawit.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana kadar Asam Lemak Bebas yang seharusnya dalam minyak kelapa sawit ?
2. Bagaimana pengaruh ALB terhadap kualitas minyak kelapa sawit?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui berapa kadar Asam Lemak Bebas yang seharusnya dalam minyak
kelapa sawit.
2. Untuk mengetahui pengaruh ALB terhadap kualitas minyak kelapa sawit.

1.4 Metodologi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1 Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaesis Guineses Jacq) merupakan tumbuhan tropis berkeping
satu golongan palma yang termasuk dalam family palawija. Nama genus Elaeis berasal dari
bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guinensis berasal dari kata
Guinea, yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit
pertama kali di pantai Guinea. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklimk
tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22o 32o C.
Kelapa sawit biasanya mulai berbuah pada umur 3-4 tahun dan buahnya menjadi masak
5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari
perubahan warna kulit buahnya, dari hijau pada buah muda menjadi merah jingga waktu buah
telah masak. Pada saat itu, kandungan minyak pada daging buahnya telah maksimal. Jika
terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dari tangkai tandannya. Hal ini disebut dengan
istilah membrondol.
Tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan di Indonesia ada banyak jenisnya. Varietas
tanaman tersebut dapat dibedakan berdasarkan tebal tipisnya tempurung (cangkang) dan
kandungan minyak dalam buah maka kelapa sawit dapat dibedakan dalam 3 tipe yakni :
1. Dura
Tempurung (cangkang) pada buah sekitar 25-45%, sangat tebal antara 2-8 mm dan tidak
terdapat lingkaran sabut pada bagian luar cangkang. Daging buah relative tipis sekitar 20-
65% dan kandungan minyak pada buah rendah.

2. Psifera
Jenis psifera memiliki tempurung yang tipis, biji yang kecil, daging buah yang tebal, tidak
mempunyai cangkang, intinya kecil namun kandungan minyak dalam buah tinggi.
Tanaman ini tidak bisa digunakan unutk penggunaan komersil tapi jenis ini sering disebut
sebagai tanaman betina yang steril. Melalui persilangan antara jenis dura dan psifera
dihasilkan jenis ketiga yaitu jenis tenera.
3. Tenera
Merupakan persilangan antara Dura sebagai pohon itu dengan Psifera sebagai pohon
bapak. Tenera bertempurung tipis dan inti yang besar dan kandungan minyak dalam buah
tinggi. Ukuran daging buah sekitar 60-90%, ketebalan cangkang antara 0,5-4 mm (Risza
S, 1993).

Perbandingan penampang dari ketiga jenis buah kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 1.

3
Gambar 1. Perbandingan penampang bagian dari Dura, Tenera, Psifera yang menunjukkan
bagian dari ukuran serat, cangkang dan inti

Cara panen buah sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Panen
yang mempunyai sasaran untuk mencapai kandungan minyak yang paling maksimal.
Pemanenan pada keadaan buah lewat matang akan meningkatkan Asam Lemak Bebas
atau Free Fatty Acid (ALB atau FFA). Hal itu tentu akan merugikan sebab pada buah yang
terlalu masak sebagian kandungan minyaknya berubah menjadi ALB sehingga akan
menurunkan mutu minyak. Lagi pula, buah yang terlalu masak lebih mudah terserang hama
dan penyakit. Sebaliknya, pemanenan pada buah yang mentah akan menurunkan kandungan
minyak, walaupun ALB-nya rendah (Haro N. D, 2006)

2.2 Minyak Kelapa Sawit


Buah kelapa sawit merupakan buah yang kaya dengan minyak. Dalam tandan buah
sawit yang dipanen, terdiri dari kulit dan tandan (29%), biji atau inti sawit (11%), dan daging
buah (60%). Hal ini merupakan karakteristik unik dan unggul dari buah kelapa sawit jika
dibandingkan dengan jenis tanaman penghasil minyak lainnya, karena kelapa sawit bisa
menghasilkan dua (2) jenis minyak dari buah yang sama. Proses pengepresan (i) daging buah
sawit akan menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil, CPO) dan (ii) inti sawit akan
menghasilkan minyak inti sawit kasar (crude palm kernel oil, CPKO); sebagaimana terlihat
pada Gambar 2.
4
Kedua jenis minyak ini; CPO dan CPKO bisa diproses dan diolah menjadi aneka jenis produk
turunannya. Lebih lanjut, CPO dan CPKO mempunyai karakteristik kimia, fisik dan gizi unik
yang berbeda. CPO kaya dengan asam palmitat C16) sedangkan CPKO kaya dengan asam
laurat (C12) dan asam miristat (C14). Pada prakteknya, dibandingkan CPKO, CPO lebih
banyak diproses lanjut menjadi minyak goreng, yang sering disebut sebagai minyak sawit.
Dengan rekam jejak keamanan penggunaan yang sudah teruji lama, minyak sawit
banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, pada berbagai produk yang sangat luas dan
beragam; baik produk pangan, maupun produk non-pangan. Dalam bidang pangan, minyak
sawit banyak digunakan sebagai minyak goreng, shortening, margarin, vanaspati, cocoa butter
substitutes, dan berbagai ingridien pangan lainnyanya. Aplikasi dalam bidang non-pangan
juga terus berkembang, terutama sebagai oleokimia, biodiesel, dan berbagai ingridien untuk
berbagai industri non-pangan, misalnya untuk industri farmasi.

2.3 Kandungan Minyak Sawit


Minyak sawit memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati
lainnya. Dari aspek ekonomi, harganya relatif murah, selain itu komponen yang terkandung di
dalam minyak sawit lebih banyak dan beragam. Dari aspek kesehatan yaitu kandungan
kolestrolnya rendah. Saat ini, banyak pabrik yang memproduksi minyak goreng yang berasal
dari kelapa sawit dengan kandungan kolestrol yang rendah. Produk turunan Minyak kelapa

5
sawit digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarine, butter, vanaspati (vegetable ghee),
shortening, ice creams, bahan untuk membuat kue-kue, instan noodle, sugar confactionary,
filled milk (Fauzi, 2012).
Kadar kolesterol dalam minyak sawit relatif lebih rendah dibandingkan dengan minyak
nabati lainnya yang terdiri dari sisosterol, compesterol, sigmasterol, dan kolesterol. Dalam
CPO, kadar sterol berkisar 360 - 620 ppm dengan kadar kolesterolnya hanya sekitar 10 ppm
atau sebesar 0.001% dalam CPO. Bahkan, dari hasil penelitian dinyatakan bahwa kandungan
kolesterol dalam satu butir telur setara dengan kandungan kolesterol dalam 29 liter minyak
sawit. Minyak sawit dapat dikatakan sebagai minyak goreng nonkolesterol (kadar
kolesterolnya rendah).
Selain kandungan kolesterol dalam minya swit yang rendah juga mengandung asam
lemak tak jenuh yang dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Minyak
kelapa sawit juga mengandung karoten (sumber provitamin A) yang berfungsi sebagai bahan
obat anti kanker dan karoten deterofenol untuk bahan pengawet yang meningkatkan
kemantapan minyak terhadap oksidasi (mencegah bau tengik). Kandungan lainnya adalah
tokoferol sebagai sumber vitamin E yang dapat melindungi kulit dari oksidasi dan
oleokemikal seperti asam lemak, metil ester, lemak alkohol, asam amino, dan gliserol yang
dapat digunakan sebagai bahan baku minyak makan (margarin, minyak goreng, butter, dan
minyak untuk pembuatan kue) (Ares Wan, 2012).
Minyak kelapa sawit memiliki nilai kalori sebesar 9 kkal, dimana nilai kalori unuk
protein dan karbohidrat masing-masing 4 kkal. Minyak kelapa sawit merupakan sumber
minyak yang kaya vitamin A, dimana kandungan betakaroten mencapai 1000 mg/kg.
Kandungan alami provitamin A pada minyak kelapa sawit cukup tinggi, yaitu sekitar 900 IU/g
sehingga jauh lebih tinggi dari kandungan provitamin A pada minyak ikan (sekitar 600 IU/g).
(Iyung Pahan, 2007 : 20).
Secara alami, minyak sawit merupakan sumber vitamin E yang potensial, tertutama
dalam bentuk tokoferol dan tokotrienol. Tokoferol dan tokotrienol dari minyak sawit dapat
berperan sebagai antioksidan alami, menangkap radikal bebas dan karena itu berperan
melindungi sel-sel dari proses kerusakan. Telah banyak penelitian dilakukan untuk
membuktikan bahwa tokoferol dan tokotrienol bisa melindungi sel-sel dari proses penuaan
dan penyakit degeneratif seperti atherosclerosis dan kanker.

6
2.4 Karakteristik Kualitas Minyak Kelapa Sawit
Mutu minyak kelapa sawit bisa diukur dengan angka-angka dari minyak sawit itu
sendiri. Beberapa kriteria yang bisa digunakan untuk mengukur kualitas minyak sawit harus
dipahami benar oleh produsen jika ingin produknya diterima oleh konsumen, terutama
konsumen luar negeri. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2901-2006
mengenai mutu kelapa sawit diperoleh keterangan sebagai berikut :

Tabel 1. Standar Nasional mutu minyak kelapa sawit


No Karakteristik Batasan
1. Kadar Asam Lemak Bebas (%) <5,00
2. Kadar Air (%) <0,50
3. Kadar Kotoran (%) <0,50
(SNI,2006)

Berikut ini adalah pengertian dari beberapa karakteristik mutu CPO :


1. ALB adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisis lemak. ALB tinggi adalah suatu ukuran
tentang ketidakberesan dalam panen dan pengolahan
2. Kadar air adalah bahan yang menguap yang terdapat dalam minyak sawit pada pemanasan
105 oC. Kadar air tinggi di atas 0,1% membantu hidrolisis.
3. Kadar kotoran adalah bahan-bahan tak larut dalam minyak, yang dapat disaring setelah
minyak dilarutkan dalam suatu pelarut pada kepekatan 10%. (Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2003).
Untuk memperoleh minyak sawit yang sesuai standar serta mutu yang baik, maka perlu
diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produksi. Faktor-faktor tersebut dapat
langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pasca panen, atau kesalahan selama proses
pengangkutan dan pemrosesan. Namun faktor yang paling utama yaitu kandungan ALB dalam
minyak kelapa sawit. ALB adalah faktor mutu yang paling cepat berubah selama proses
terjadi, ALB dalam konsentrasi tinggi yang terikut minyak kelapa sawit sangat merugikan.
Tingginya ALB ini mengakibatkan rendeman minyak turun, sehingga perlu dilakukan usaha
pencegahan terhadap bentuknya ALB dalam minyak kelapa sawit (Ketaren, 1986).

2.5 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)


2.5.1 Asam Lemak

7
Asam lemak adalah asam organic yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak,
baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat yang
mempunyai rantai karbon panjang. Asam lemak ini ada yang jenuh dan tidak jenuh. Asam
lemak dengan rantai karbon jenuh adalah rantai karbin yang tidak mengandung ikatan
rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap diesbut rantai karbon tidak jenuh.
Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah atom karbon genap, dengan rumus
umum CnH2nO2 dengan n=4,6,8 dan seterusnya sampai 13. Asam lemak jenuh yang umum
dikenal misalnya asam butirat (C3H7COOH), asam kaproat (C5H11COOH), asam kaprilat
(C7H15COOH), asam palmitat (C15H31COOH), asam stearat (C17H35COOH). Sedangkan asam
lemak tidak jenuh yaitu asam oleat (C 17H33COOH), asam linoleat (C17H31COOH), dan asam
linolenat (C17H29COOH).
Asam lemak tidak jenuh dapat mengandung satu ikatan rangkap atau lebih. Misalnya
asam oleat mengandung satu ikatan rangkap. Pada asam lemak jenuh yang mempunyai rantai
karbon pendek (misalnya butirat dan kaproat) mempunyai titik lebur yang rendah. Ini berarti
kedua asam tersebut berupa zat cair pada suhu kamar. Makin panjang rantai karbon, makin
tinggi titik leburnya. Asam palmitat dan stearat berupa zat padat pada suhu kamar dengan titik
lebur masing-masing 64 dan 69,4C.
Apabila dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai
titik lebur lebih rendah. Asam oleat mempunyai rantai karbon sama panjang dengan stearat,
akan tetapi pada suhu kamar asam oleat berupa zat cair. Disamping itu makin banyak jumlah
ikatan rangkap, makin rendah titik leburnya.
Asam butirat larut dalam air. Kelarutan asam lemak dalam air berkurang dengan
bertambah panjangnya rantai karbon. Asam kaproat larut sedikit dalam air, sedangkan asam
palmitat, stearat, oleat dan linoleat tidak larut dalam air. Asam linolenat mempunyai kelarutan
dalam air sangat kecil. Umumnya asam lemak larut dalam eter atau alkohol panas (Anna
Poedjiadi, 1994).
Komposisi asam lemak minyak sawit (Lihat Tabel 2) terdiri dari sekitar 40% asam oleat
(asam lemak tidak jenuh tunggal), 10% asam linoleat (asam lemak tidak jenuh ganda), 44%
asam palmitat (asam lemak jenuh) dan 4,5% asam stearat (asam lemak jenuh). Jadi secara
umum, minyak sawit mempunyai komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan
proporsi yang seimbang.
Tabel 2. Komposisi asam lemak pada minyak sawit
Asam Lemak *) % terhadap asam lemak total

8
Kisaran Rata-rata
Asam Laurat (C12:0) 0.1 1.0 0.2
Asam Miristat (C14:0) 0.9 1.5 1.1
Asam Palmitat (C16:0) 41.8 45.8 44.0
Asam Palmitoleat (C16:1) 0.1 0.3 0.1
Asam Stearate (C18:0) 4.2 5.1 4.5
Asam Oleat (C18:1) 37.3 40.8 39.2
Asam Linoleiat (C18:2) 9.1 11.0 10.1
Asam Linolenat (C18:3) 0.0 0.6 0.4
Asam Arakidonat (C20:0) 0.2 0.7 0.4

*) Asam Lemak dinyatakan dengan notasi Cm:n, dimana m adalah panjang rantai karbon,
dan n adalah jumlah ikatan rangkap.

Karena kondisi inilah (Tabel 2) maka minyak sawit tidak menempati posisi yang special
(khusus); dan tidak bisa dikaregorisasikan sebanyak minyak jenuh atau pun minyak tidak
jenuh. Secara fisik, minyak sawit bersifat semi-solid, dan bisa difraksinasi untuk mendapatkan
berbagai jenis minyak; baik minyak yang lebih jenuh maupun minyak yang lebih tidak jenuh,
yang secara ideal bisa diaplikasikan untuk keperluan tertentu.

2.5.2 Asam Lemak Bebas


Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu dari penguraian lemak atau
trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Kadar ALB
minyak kelapa sawit dianggap sebagai Asam Palmitat (berat molekul 256). Asam asam
lemak yang terdapat sebagai ALB dalam CPO terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai
asam lemak yang berbedabeda. Panjang rantai adalah antara 14 20 atom karbon.
Kandungan asam lemak yang terbanyak adalah asam lemak tak jenuh oleat dan linoleat.
Untuk ALB dalam CPO komponen utamanya adalah asam palmitat dan oleat. (Ponten M.
Naibaho, 1998)
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat
merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk
itu perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.
Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai saat tandan dipanen sampai tandan diolah di
pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi
hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan Asam Lemak Bebas. Reaksi ini akan dipercepat

9
dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini
berlangsung maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relative tinggi
dalam minyak sawit antara lain:
- Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu
- Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah
- Penumpukan buah yang terlalu lama
- Proses hidrolisis selama pemprosesan di pabrik

Peningkatan kadar ALB juga dapat terjadi pada proses hidrolisa di pabrik. Pada proses
tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan berlangsung pada kondisi suhu
tertentu. Air panas dan uap air pada suhu tertentu merupakan bahan pembantu dala proses
pengolahan. Akan tetapi, proses yang kurang cermat mengakibatkan efek samping yang tidak
diinginkan, mutu minyak menurun sebab air pada kondisi suhu tertentu bukan membantu
proses pengolahan tetapi malah menurunkan mutu minyak. Untuk itu, setelah akhir proses
pengolahan minyak sawit dilakukan pengeringan dengan suhu 90C. Sebagai ukuran standar
mutu dalam perdagangan untuk ALB ditetapkan sebesar 5% (Darnoko D.S, 2003).
Pemanenan pada keadaan buah lewat matang akan meningkatkan Asam Lemak Bebas
atau free fatty acid (ALB atau FFA), sehingga akan merugikan sebab pada buah yang terlalu
masak sebagian kandungan minyaknya berubah menjadi ALB sehingga akan menurunkan
mutu minyak. Lagi pula, buah yang terlalu masak lebih mudah terserang hama dan penyakit.
Sebaliknya, pemanenan pada buah yang mentah akan menurunkan kandungan minyak,
walaupuun ALB nya rendah.

10
2.6 Bilangan Asam
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan
berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai
jumlah milligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang
terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak (Ketaren, 2012).
Bilangan asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas dalam minyak dan
dinyatakan dengan mg basa per 1 gram minyak. Bilangan asam juga merupakan parameter
penting dalam penentuan kualitas minyak. Bilangan ini menunjukkan banyaknya asam lemak
bebas yang ada dalam minyak akibat terjadi reaksi hidrolisis pada minyak terutama pada saat
pengolahan. Bilangan asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar pula.
Asam lemak merupakan struktur kerangka dasar untuk kebanyakan bahan lipid.
Terkadang bilangan asam juga dinyatakan sebagai derajat asam yaitu banyaknya
mililiter KOH/NaOH 0,1 N yang diperlukan untuk menetralkan 100 gram minyak atau lemak
(Sudarmadji, 1998).

Penentuan Bilangan Asam


Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam
minyak atau lemak. Caranya adalah dengan jalan melarutkan sejumlah minyak atau lemak
dalam alkohol eter dan diberi indikator phenolptalein. Kemudian dititrasi dengan larutan KOH
0,5N sampai terjadi perubahan warna merah jambu yang tetap.

Prosedur :
Minyak atau lemak yang akan diuji ditimbang 10 20 gram di dalam erlenmeyer.
Ditambahkan 50ml alkohol 95%, kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air
sambil diaduk. Larutan ini kemudian dititar dengan KOH 0,1N dengan indikator
phenolptalein sampai terlihat warna merah jambu. Kemudian dihitung jumlah milligram KOH
yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram minyak atau lemak.

Perhitungan :
Bilangan asam = ml KOH x N KOH x 56.1

11
Berat (gram) sampel

Dari rumus di atas, faktor 56,1 adalah bobot molekul larutan KOH, jika dipergunakan
larutan NaOH untuk titrasinya, maka faktor tersebut menjadi 39,9.

Terkadang bilangan asam juga dinyatakan sebagai derajat asam, yakni banyaknya mililiter
larutan KOH 0,1 N yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak yang terkandung
dalam 100 gram minyak.
Derajat asam = 100 x ml KOH x N KOH
Berat (gram) sampel (Achmad Burhanuddin, 2012).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pembentukan Asam Lemak Bebas


Asam lemak bebas terbentuk sebagai akibat dekomposisi trigliserida membentuk mono
atau digliseridakarena reaksi hidrolisis, baik secara kimiawi maupun secara enzimatik.
Kandungan tinggi rendahnya sam lemak bebas dalam minyak sawit, saat ini masih menjadi
indikator ukuran mutu konsumen komersial (refiners).
Asam lemak bebas yang rendah menunjukan bahwa minyak sawit tersebut diolah dari
buah yang baik, segar, proses produksi optimal, serta penanganan penyimpanan dan
pengelolaan transportasi ynag baik.
Kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan menyebabkan tingginya losses dan akan
menimbulkan masalah pada tahapan bleaching di dalam refinery, juga menurunkan stabilitas
produk akhir, serta mempengaruhi densiti minyak sawit. Penelitian menunjukan bahwa setiap
pertambahan 1 % asam lemak bebas menurunkan 0,2kg/m2, implikasinya sudah tentu akan
mempengaruhi tonase penjualan dan produksi CPO.
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat
sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi biasanya
bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB.
Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis

12
(enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang
terbentuk.

3.2 Kadar Asam Lemak Bebas


Kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit, biasanya hanya dibawah 1%.
Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1%, jika dicicipi akan terasa pada
permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan
bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah
kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada lemak yang mengandung asam
lemak tidak dapat menguap, dengan jumlah atom C lebih besar dari 14 (Ketaren, 1986).

3.3 Variabel Yang Sangat Berpengaruh Terhadap Asam Lemak Bebas


Beberapa variabel proses yang sangat berpengaruh terhadap perolehan asam lemak
seperti pengaruh suhu, kematangan buah, kadar pelukaan buah, pengadukan, penambahan air,
penambahan CPO dan lama penyimpanan.
1. Pengaruh Temperatur
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa kadar asam lemak yang
paling tinggi didapat pada suhu kamar (25 oC 27 oC). Enzim lipase pada buah kelapa
sawit sudah tidak aktif pada suhu pendinginan 8 oC dan pada pemanasan pada suhu 50C.
Secara umum temperatur sangat berpengaruh pada reaksi kimia, dimana kenaikan
temperatur akan menaikkan kecepatan reaksi. Sifat enzim yang inaktif pada suhu tinggi,
maka pada proses enzimatis ada batasan suhu supaya enzim dapat bekerja secara optimal.
Penurunan aktifitas enzim pada suhu tinggi diduga diakibatkan oleh denaturasi protein.

13
Juga pada suhu rendah, aktifitas enzim juga menurun yang diakibatkan oleh denaturasi
enzim.

2. Pengaruh Penambahan Air


Air mempunyai pengaruh pada reaksi yang terjadi, dan pengaruh ini pada dasarnya
adalah membantu terjadinya kontak antara substrat dengan enzim. Enzim lipase aktif pada
permukaan (interface) antara lapisan minyak dan air, sehingga dengan melakukan
pengadukan, maka kandungan air pada buah akan mampu untuk membantu terjadinya
kontak ini.
Pada proses hidrolisa ini, secara stokiometri air pada buah sudah berlebih untuk
menghasilkan asam lemak (kadar air pada buah adalah sekitar 28%), tetapi karena air ini
berada pada padatan maka perlu dilakukan pelumatan buah dan selanjutnya dilakukan
pengadukan. Pengaruh kadar air pada produk yang dicapai sangat besar, dimana kandungan
air yang sangat besar ini mengakibatkan reaksi antara asam lemak dan gliserol tidak dapat
terjadi dengan baik.

3. Pengaruh Pelukaan dan Pengadukan Buah


Enzim lipase tidak berada dalam minyak, tetapi berada dalam serat. Tingkat pelukaan
buah dan pengadukan sangat berpengaruh terhadap proses hidrolisa karena akan membantu
terjadinya kontak antara enzim dan minyak (substrat). Hal ini karena posisi enzim lipase
pada buah sawit belum diketahui secara pasti, sehingga untuk mengatasi hal ini maka buah
harus dilumat sampai halus, kemudian minyak dan seratnya dicampur kembali. Dengan
proses seperti ini terbukti bahwa kadar asam lemak yang diperoleh lebih tinggi
dibandingkan jika buah tidak dilumat sampai halus (hanya dimemarkan/dilukai).
Pengaturan kecepatan pengadukan pada reaksi ini perlu dilakukan, karena pada proses
ini pengadukan berpengaruh kepada waktu kontak antara air, substrat dan enzim.
Disamping itu, karena yang diaduk adalah campuran serat dan minyak, maka pemilihan
rancangan pengaduk sangat perlu untuk diperhatikan.

4. Pengaruh Kematangan Buah


Buah yang terdapat pada satu tandan buah kelapa sawit tidak akan matang secara
serempak. Buah yang berada pada lapisan luar biasanya lebih matang jika dibandingkan
dengan buah yang berada pada bagian yang lebih dalam. Hal ini mengakibatkan adanya

14
perbedaan persentase minyak yang terdapat pada setiap buah yang berada dalam satu
tandan.
Pada buah kelapa sawit, semakin matang buah maka kadar minyaknya akan semakin
tinggi. Dengan semakin tingginya kadar minyak pada buah maka proses hidrolisa secara
enzimatis akan semakin cepat terjadi, sehingga perolehan asam lemak akan lebih tinggi.

5. Pengaruh Lama Penyimpanan


Secara alami asam lemak bebas akan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu, baik
karena aktifitas mikroba maupun karena hidrolisa dengan bantuan katalis enzim lipase.
Namun demikian asam lemak bebas yang terbentuk dianggap sebagai hasil hidrolisa
dengan menggunakan enzim lipase yang terdapat pada buah sawit.

6. Pengaruh Penambahan CPO


Pada proses ini, kecepatan reaksi lebih rendah jika penambahan kadar CPO terhadap
campuran antara serat dan minyak semakin meningkat. Hal ini dapat terjadi karena enzim
lipase yang berada pada buah sudah jenuh atau jumlahnya terbatas, sementara jumlah
substrat sudah sangat berlebih. Kecepatan reaksi bergantung kepada konsentrasi enzim
lipase, bukan pada konsentrasi substrat. (Fauziah : 2011).

3.4 Pengaruh Pengolahan Terhadap ALB


1. Sterilisasi (Perebusan)
Seperti diketahui bahwa panas dan penyediaan air adalah salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi perkembangan asam lemak bebas. Oleh karena itu perebusan buah yang
terlampau lama dapat menyebabkan kenaikan asam lemak bebas.

2. Auto Feeder dan Penebah


Enzim enzim dan mikroorganisme adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
perkembangan asam lemak bebas. Pada penebahan yang kurang diperhatikan
kebersihannya akan selalu tumbuh jamur (terutama pada pabrik yang tidak beroperasi 24
jam). Bila penebah tidak dibersihkan sebelum pengolahan berikutnya dimulai, akan
mengakibatkan hidrolisa yang dikatalis oleh jamur jamur tersebut.

3. Pelumatan (Digester)
Di dalam alat ini buah akan dilumat dengan pisau pisau sambil pemberian panas,
sehingga perkembangan ALB tidak mungkin dapat dielakkan apalagi proses pelumatan

15
menggunakan suhu yang relatif tinggi ((80 90 0C). Sehingga sangat perlu diperhatikan
waktu pelumatan karena waktu yang panjang akan mempengaruhi kenaikan ALB.

4. Pengepresan (Screw Press)


Pada alat ini kenaikan ALB juga masih terjadi karena pengaruh panas dan waktu yang
relatif panjang.

5. Vibrating Screen
Pada alat ini waktu yang digunakan adalah relatif pendek sehingga perkembangan ALB
tidak begitu dipengaruhi, karena setelah minyak disaring dari ampas ampas dan jatuh ke
dalam tangki penampung dan segera dipompakan ke CST.

6. Continous Settling Tank (CST)


Tangki ini digunakan untuk pemisahan minyak, air dan lumpur. Karena campuran ketiga
massa ini mulai screw press sudah berbentuk suspensi dan emulsi yang pada dasarnya agak
sulit dipisahkan sehingga harus menggunakan panas yang tinggi (90 95 0C), dan waktu
yang agak panjang sehingga mempengaruhi ALB minyak.
7. Sludge Tank
Pada tangki ini juga harus menggunakan panas (90 95 0C) dengan penambahan air panas,
sehingga akan sama halnya dengan CST.

8. Sludge Separator
Karena alat ini hanya sebagai alat lintas melalui sentrifuge, sehingga waktu yang
digunakan sangat singkat maka pengaruh terhadap ALB tidak begitu nyata.

9. Vacum Drier
Temperatur dalam alat ini adalah 90 95 0C, tetapi karena dalam keadaan vacum maka
kesempatan minyak untuk terhidrolisa tidak ada karena hampir semua air yang tersedia
akan terserap oleh pompa, sehingga tidak terjadi pengaruh panas terhadap.

10. Storage Tank


Biasanya suhu penyimpanan minyak antara 45 50 0C. suhu ini diambil berdasarkan
pertimbangan bahwa minyak sawit pada suhu tersebut akan tetap cair sehingga
memudahkan pemompaan saat pengiriman. Suhu di atsa 500C akan mempunyai pengaruh
terhadap mutu minyak baik terhadap hidrolisa dan oksidasi.

Dari gambaran tersebut, untuk meminimalisasi kenaikan ALB, hal utama yang perlu

16
diperhatikan adalah:
Menghindari/ memperkecil kerusakan mekanis buah.
Waktu yang secepat mungkin antara panen dan perebusan.
Menjaga kebersihan unit unit pengolahan untuk mencegah kontaminasi mikrobia
(Novianti, 2013).

3.5 Bahaya Asam Lemak Bebas


Jaringan lemak melepaskan asam lemak bebas dan gliserol ke dalam darah, di mana
asam lemak tersebut diangkut dengan albumian ke hampir semua organ. Dilain pihak, gliserol
berjalan terutama ke dalam hati dan sedikit ke dalam ginjal; hanya jaringan-jaringan ini
tempatnya dapat digunakan. Proporsi asam lemak bebas yang lebih besar dalam sirkulasi
dikonversi menjadi badan-badan keton, yang merupakan prinsip dalam hati. Badan-badan
keton adalah bentuk energi yang lebih larut dalam air dari pada asam lemak.
Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi, dan hidrolisa enzim selama
pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar lebih besar
dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat
meracuni tubuh. Timbulnya racun dalam minyak yang dipanaskan telah banyak dipelajari.
Bila lemak tersebut diberikan pada ternak atau diinjeksikan kedalam darah, akan timbul gejala
diare, kelambatan pertumbuhan, pembesaran organ, kanker, kontrol tak sempurna pada pusat
saraf dan mempersingkat umur.
Kadar kolesterol darah yang meningkat berpengaruh tidak baik untuk jantung dan
pembuluh darah telah diketahui luas oleh masyarakat. Namun ada salah pengertian, seolah-
olah yang paling berpengaruh terhadap kenaikan kolesterol darah ini adalah kadar kolesterol
makanan. Sehingga banyak produk makanan, bahkan minyak goreng diiklankan sebagai
nonkolesterol.. Konsumsi lemak akhir-akhir ini dikaitkan dengan penyakit kanker. Hal ini
berpengaruh adalah jumlah lemak dan mungkin asam lemak tidak jenuh ganda tertentu yang
terdapat dalam minyak sayuran.
3.6 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas
Alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan
menggunakan baku basa. Alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion

17
hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral.
Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk
terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Sebagai contoh fenolftalein (pp), mempunyai
pka 9,4 (perubahan warna antara pH 8,4-10,4). Struktur fenolftalein akan mengalami perataan
ulang pada kisaran pH ini karena proton dipindahkan dari struktur fenol dari pp sehingga pH
meningkat akibatnya akan terjadi perubahan warna.

Prosedur Analisis Asam Lemak Bebas


Penetapan kadar asam lemak bebas dilakukan dengan metode alkalimetri. Prosedur
yang digunakan dalam analisa asam lemak bebas adalah sebagai berikut :

18
1. Ditimbang 10 gram minyak dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml.
2. Ditambah etanol netral sebanyak 50 ml.
3. Dipanaskan kurang lebih 40C.
4. Ditambah indikator PP 1% sebantyak 2-3 tetes.
5. Dititrasi dengan KOH 0,05 N sampai warna merah jambu atau merah muda konstan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

19
DAFTAR PUSTAKA

http://free-rawwatertreatment.blogspot.com/2011/05/asam-lemak-bebas-dari-buah-kelapa-
sawit.html (fauziah)

20
http://prosespengolahansawitdananalisaminyak.blogspot.com/2013/02/proses-pengolahan-
sawit-dan-analisa.html (osma noviannti)

http://inueds.blogspot.com/2012/10/penentuan-bilangan-asam.html (Achmad Burhanuddin,


2012).
http://seafast.ipb.ac.id/article/sepuluh_karakter_minyak_sawit.pdf (Purwiyatno Hariyadi)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1859/1/kimia-nurhaida.pdf (Nurhida Pasaribu)

http://permathic.blogspot.com/2013/08/kandungan-dan-manfaat-minyak-kelapa.html (iyung
Pahan)

21

Anda mungkin juga menyukai