Anda di halaman 1dari 11

PASANGAN HIDUP ANTARA PILIHAN SENDIRI DAN ORANG TUA

oleh:
Imam arifaillah syaiful huda
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Cinta adalah fitrah manusia. Cinta juga salah satu bentuk kesempurnaan penciptaan yang Allah
berikan kepada manusia. Allah menghiasi hati manusia dengan perasaan cinta pada banyak hal.
Salah satunya cinta seorang lelaki kepada seorang wanita, demikian juga sebaliknya. Rasa cinta
bisa menjadi anugerah jika luapkan sesuai dengan bingkai nilai-nilai ilahiyah. Namun, perasaan
cinta dapat membawa manusia ke jurang kenistaan bila diumbar demi kesenangan semata dan
dikendalikan nafsu liar.
Islam sebagai syariat yang sempurna, memberi koridor bagi penyaluran fitrah ini. Apalagi cinta
yang kuat adalah salah satu energi yang bisa melanggengkan hubungan seorang pria dan wanita
dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Karena itu, seorang baik pria dan wanita tidak asal
dapat dalam memilih pasangan untuk dijadikan pendamping hidupnya.
Masalah jodoh atau pasangan hidup. Sebenarnya siapa yang punya hak untuk menentukan jodoh
kita sebagai anak? semua tahu, kalo Allah sudah menentukan jodoh kita tapi Allah memberikan
kesempatan kepada kita untuk memilih, siapa yang akan kita pilih untuk menjadi pasangan hidup
kita walaupun pada akhirnya Allah juga yang akan menentukan hasil akhirnya. Jodoh itu misteri
Allah, tidak seorangpun yang akan tahu.
Kita hanya bisa berusaha mencari yang terbaik, dalam hal ini tentunya yang terbaik menurut
agama, bukan menurut nafsu ataupun keegoisan kita sebagai manusia biasa. Kadang terpikir,
kalau memang di berikan kesempatan untuk memilih dan menentukan pasangan hidup, kenapa
selalu ada saja pihak-pihak yang berusaha ikut campur dalam masalah ini. Setiap anak yang
menghormati dan berbakti kepada orang tua, tentunya sangat berharap kalau orang tua bisa
mengerti dan memberikan kepercayaan kepada mereka sebagai anak untuk memilih pasangan
hidup. Saya yakin semua orang tua ingin melihat anaknya bahagia dan tidak ingin melihat
mereka hidup sengsara. Banyak orang tua yang tidak menyetujui pilihan sang anak, hanya karena
calon pasangan hidupnya menurut mereka tidak akan bisa membahagiakan anak mereka. Entah
karena kurang materi, status sosial ataupun pendidikan yang lebih rendah dari sang anak.
Mungkin itu yang terbaik menurut versi pihak orang tua.
Dengan demikian perlunya pembahasan yang mendalam mengenai permasalahan pemilihan
pasangan hidup antara anak dan oarang tua. Dalam makalah ini akan mebahas solusi yang di
anggap baik dan benar dalam menghadapi permasalahan di atas.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana seruan Agama Islam dalam memilih pasangan hidup?
1.2.2 Apa kreteria pemilihan pasangan hidup menurut islam?
1.2.3 Seberapa pentingkah restu orang tua bagi kita ?
1.2.4 Apa dampak dari tidak didapatkannya restu orang tua ketika menikah?
1.2.5 Bagaimana solusi supaya tidak terjadi kontraversi antara orang tua dan anak dalam memilih
pasangan hidup?
1.2.6 upaya apa yang perlu dilakukan agar kita segera mendapatkan jodoh?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Seruan Agama Islam dalam Memilih Pasangan Hidup


Kita Diseru Untuk Memilih Pasangan Hidup
Firman Allah di dalam surah An-Nisa' ayat 1-4:



Wahai sekalian manusia! Bertaqwalah kepada Tuhan kamu yang telah menjadikan kamu
(bermula) dari diri yang satu (Adam), dan yang menjadikan daripada (Adam) itu pasangannya
(isterinya - Hawa), dan juga yang membiakkan dari keduanya - zuriat keturunan - lelaki dan
perempuan yang ramai.Dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu selalu meminta dengan
menyebut-yebut namaNya, serta peliharalah hubungan (silaturrahim) kaum kerabat; kerana
sesungguhnya Allah sentiasa memerhati (mengawas) kamu.

Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang telah baligh) itu harta mereka, dan janganlah
kamu tukar-gantikan yang baik dengan yang buruk; dan janganlah kamu makan harta mereka
(dengan menghimpunkannya) dengan harta kamu; kerana sesungguhnya (yang demikian) itu
adalah dosa yang besar.


Dan jika kamu takut tidak berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim (apabila kamu
berkahwin dengan mereka), maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu berkenan dari
perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu bimbang tidak akan
berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu) maka (berkahwinlah dengan) seorang saja, atau
(pakailah) hamba-hamba perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat
(untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman.


Dan berikanlah kepada perempuan-perempuan itu maskawin-maskawin mereka sebagai
pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka dengan suka hatinya memberikan kepada kamu
sebagian dari maskawinnya maka makanlah (gunakanlah) pemberian (yang halal) itu sebagai
nikmat yang lazat, lagi baik kesudahannya.
Perintah Allah agar kita memilih jodoh masing-masing dan berkawin demi mencari keridhaan-
Nya dikuatkan lagi oleh hadis ini:
"Wanita itu dikawini kerana empat perkara: kerana hartanya, kerana keturunannya, kerana
kecantikannya, kerana agamanya. Maka pilihlah agamanya..."
2.2 Kreteria Pemilihan Pasangan Hidup Menurut Islam
Dalam menentukan kriteria calon pasangan, Islam memberikan dua sisi yang perlu
diperhatikan.Pertama, sisi yang terkait dengan agama, nasab, harta, maupun kecantikan. Kedua,
sisi lain yang lebih terkait dengan selera pribadi, seperti masalah suku, status sosial, corak
pemikiran, kepribadian, serta hal-hal yang terkait dengan masalah fisik, termasuk masalah
kesehatan dan seterusnya.
a. Masalah yang Pertama
Masalah yang pertama adalah masalah yang terkait dengan standar umum.Yaitu masalah agama,
keturunan, harta, dan kecantikan.Masalah ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW dalam
haditsnya yang cukup masyhur.Dari Abi Hurairah RA bahwa Rasulullah SAWbersabda,Wanita
itu dinikahi karena empat hal : karena agamanya, nasabnya, hartanya, dan kecantikannya.
Perhatikanlah agamanya, maka kamu akan selamat. (HR. Bukhari, Muslim).Khusus masalah
agama, Rasulullah SAW memang memberikan penekanan yang lebih, sebab memilih wanita
yang sisi keagamaannya sudah matang jauh lebih menguntungkan ketimbang istri yang
kemampuan agamanya masih setengah-setengah. Sebab, dengan kondisi yang masih setengah-
setengah itu, berarti suami masih harus bekerja ekstra keras untuk mendidiknya. Itupun kalau
suami punya kemampuan agama yang lebih.Tetapi kalau kemampuannya pas-pasan, maka mau
tidak mau suami harus menyekolahkan kembali istrinya agar memiliki kemampuan dari sisi
agama yang baik.Tentu saja yang dimaksud dengan sisi keagamaan bukan berhenti pada luasnya
pemahaman agama atau fikrah saja, tetapi juga mencakup sisi kerohaniannya (ruhiyah) yang
idealnya adalah tipe seorang yang punya hubungan kuat dengan Allah SWT. Secara rinci bisa
dicontohkan antara lain :
Aqidahnya kuat
Ibadahnya rajin.
Akhlaqnya mulia
Pakaiannya dan dandanannya memenuhi standar busana muslimah
Menjaga kohormatan dirinya dengan tidak bercampur baur dan ikhtilath dengan lawan jenis
yang bukan mahram
Tidak bepergian tanpa mahram atau pulang larut malam
Fasih membaca Al-Quran Al-Karim
Ilmu pengetahuan agamanya mendalam
Aktifitas hariannya mencerminkan wanita shalilhah
Berbakti kepada orangtuanya serta rukun dengan saudaranya
Pandai menjaga lisannya.
Pandai mengatur waktunya serta selalu menjaga amanah yang diberikan kepadanya
Selalu menjaga diri dari dosa-dosa meskipun kecil
Pemahaman syariahnya tidak terbata-bata
Berhusnuzhan kepada orang lain, ramah, dan simpatik.
Sedangkan dari sisi nasab atau keturunan, merupakan anjuran bagi seorang muslim untuk
memilih wanita yang berasal dari keluarga yang taat beragama, baik status sosialnya, dan
terpandang di tengah masyarakat. Dengan mendapatkan istri dari nasab yang baik itu, diharapkan
nantinya akan lahir keturunan yang baik pula. Sebab, mendapatkan keturunan yang baik itu
memang bagian dari perintah agama, seperti yang Allah SWT firmankan di dalam Al-Quran Al-
Karim.
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka.Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS.
An-Nisa : 9).
Sebaliknya, bila istri berasal dari keturunan yang kurang baik nasab keluarga, seperti kalangan
penjahat, pemabuk, atau keluarga yang pecah berantakan, maka semua itu sedikit banyak akan
berpengaruh kepada jiwa dan kepribadian istri. Padahal nantinya peranan istri adalah menjadi
pendidik bagi anak. Apa yang dirasakan oleh seorang ibu pastilah akan langsung tercetak begitu
saja kepada anak.
Pertimbangan memilih istri dari keturunan yang baik ini bukan berarti menjatuhkan vonis untuk
mengharamkan menikah dengan wanita yang kebetulan keluarganya kurang baik. Sebab, bukan
hal yang mustahil bahwa sebuah keluarga akan kembali ke jalan Islam yang terang dan baik.
Namun masalahnya adalah pada seberapa jauh keburukan nasab keluarga itu akan berpengaruh
kepada calon istri. Selain itu juga pada status kurang baik yang akan tetap disandang terus di
tengah masyarakat yang pada kasus tertentu sulit dihilangkan begitu saja. Tidak jarang butuh
waktu yang lama untuk menghilangkan cap yang terlanjur diberikan masyarakat.
Maka bila masih ada pilihan lain yang lebih baik dari sisi keturunan, seseorang berhak untuk
memilih istri yang secara garis keturunan lebih baik nasabnya.

b. Masalah yang Kedua


Masalah kedua terkait dengan selera subjektif seseorang terhadap calon pasangan hidupnya.
Sebenarnya hal ini bukan termasuk hal yang wajib diperhatikan, namun Islam memberikan hak
kepada seseorang untuk memilih pasangan hidup berdasarkan subjektifitas selera setiap individu
maupun keluarga dan lingkungannya. Intinya, meskipun dari sisi yang pertama tadi sudah
dianggap cukup, bukan berarti dari sisi yang kedua bisa langsung sesuai.Sebab masalah selera
subjektif adalah hal yang tidak bisa disepelekan begitu saja. Karena terkait dengan hak setiap
individu dan hubungannya dengan orang lain.Sebagai contoh adalah kecenderungan dasar yang
ada pada tiap masyarakat untuk menikah dengan orang yang sama sukunya atau sama rasnya.
Kecenderungan ini tidak ada kaitannya dengan masalah fanatisme darah dan warna kulit,
melainkan sudah menjadi bagian dari kecenderungan umum di sepanjang zaman. Dan Islam bisa
menerima kecenderungan ini meski tidak juga menghidup-hidupkannya. Sebab bila sebuah
rumah tangga didirikan dari dua orang yang berangkat dari latar belakang budaya yang berbeda,
meski masih seagama, tetap saja akan timbul hal-hal yang secara watak dan karakter sulit
dihilangkan.
Contoh lainnya adalah selera seseorang untuk mendapatkan pasangan yang punya karakter dan
sifat tertentu. Ini merupakan keinginan yang wajar dan patut dihargai. Misalnya seorang wanita
menginginkan punya suami yang lembut atau yang macho, merupakan bagian dari selera
seseorang. Atau sebaliknya, seorang laki-laki menginginkan punya istri yang bertipe wanita
pekerja atau yang tipe ibu rumah tangga. Ini juga merupakan selera masing-masing orang yang
menjadi haknya dalam memilih. Islam memberikan hak ini sepenuhnya dan dalam batas yang
wajar dan manusiawi memang merupakan sebuah realitas yang tidak terhindarkan.

Melihat Langsung Calon yang Terpilih


Seorang muslim apabila berkehendak untuk menikah dan mengarahkan niatnya untuk meminang
seorang perempuan tertentu, diperbolehkan melihat perempuan tersebut sebelum ia mulai
melangkah ke jenjang perkawinan, supaya dia dapat menghadapi perkawinannya itu dengan jelas
dan terang, dan supaya tidak tertipu. Sehingga dengan demikian, dia akan dapat selamat dari
berbuat salah dan jatuh ke dalam sesuatu yang tidak diinginkan.
Ini adalah justru karena mata merupakan duta hati dan kemungkinan besar bertemunya mata
dengan mata itu menjadi sebab dapat bertemunya hati dan berlarutnya jiwa.
Dari Abu Hurairah RA berkata, Saya pernah di tempat kediaman Nabi, kemudian tiba-tiba ada
seorang laki-laki datang memberitahu, bahwa dia akan kawin dengan seorang perempuan dari
Anshar, maka Nabi bertanya, Sudahkah kau lihat dia?Ia mengatakan, Belum! Kemudian Nabi
mengatakan, Pergilah dan lihatlah dia, karena dalam mata orang-orang Anshar itu ada sesuatu.
(Riwayat Muslim).
Dari Mughirah bin Syubah bahwa dia pernah meminang seorang perempuan. Kemudian Nabi
SAW mengatakan kepadanya, Lihatlah dia!Karena melihat itu lebih dapat menjamin untuk
mengekalkan kamu berdua. Kemudian Mughirah pergi kepada dua orangtua perempuan
tersebut, dan memberitahukan apa yang diomongkan di atas, tetapi tampaknya kedua
orangtuanya itu tidak suka. Si perempuan tersebut mendengar dari dalam biliknya, kemudian ia
mengatakan, Kalau Rasulullah menyuruh kamu supaya melihat aku, maka lihatlah. Kata
Mughirah, Saya lantas melihatnya dan kemudian mengawininya. (Riwayat Ahmad, Ibnu
Majah, Tarmizi dan ad-Darimi).
Dalam hadits ini Rasulullah tidak menentukan batas ukuran yang boleh dilihat, baik kepada
Mughirah maupun kepada lain-lainnya. Justru itu sebagian ulama ada yang berpendapat, yang
boleh dilihat yaitu muka dan dua tapak tangan, tetapi muka dan dua tapak tangan yang boleh
dilihat itu tidak ada syahwat pada waktu tidak bermaksud meminang. Dan selama peminangan
itu dikecualikan, maka sudah seharusnya si laki-laki tersebut boleh melihat lebih banyak dari hal-
hal yang biasa. Dalam hal ini Rasulullah SAW pernah bersabda dalam salah satu haditsnya,
Apabila salah seorang di antara kamu hendak meminang seorang perempuan, kemudian dia
dapat melihat sebagian apa yang kiranya dapat menarik untuk mengawininya, maka
kerjakanlah. (Riwayat Abu Daud).
Batasan untuk Melihat
Sementara ulama ada yang sangat ekstrim dalam memberikan kebebasan batas yang boleh
dilihat, dan sementara ada juga yang ekstrim dengan mempersempit dan keras. Tetapi yang lebih
baik ialah tengah-tengah. Justru itu sebagian ahli penyelidik memberikan batas, bahwa seorang
laki-laki di zaman kita sekarang ini boleh melihat perempuan yang hendak dipinang dengan
berpakaian yang boleh dilihat oleh ayah dan mahram-mahramnya yang lain.
Selanjutnya mereka berkata, bahwa si laki-laki itu boleh pergi bersama wanita tersebut dengan
syarat disertai oleh ayah atau salah seorang mahramnya dengan pakaian menurut ukuran syara
ke tempat yang boleh dikunjungi untuk mengetahui kecerdikannya, perasaannya, dan
kepribadiannya. Semua ini termasuk kata sebagian yang disebut dalam hadits Nabi di atas yang
mengatakan, Kemudian dia dapat melihat sebagian apa yang kiranya dapat menarik dia
untuk mengawininya.
Dibolehkan juga si laki-laki melihat perempuan dengan sepengetahuan keluarganya; atau
samasekali tidak sepengetahuan dia atau keluarganya, selama melihatnya itu bertujuan untuk
meminang. Seperti apa yang dikatakan Jabir bin Abdullah tentang isterinya, Saya bersembunyi
di balik pohon untuk melihat dia.
Bahkan dari hadits Mughirah di atas, kita tahu bahwa seorang ayah tidak boleh menghalang-
halangi anak gadisnya untuk dilihat oleh orang yang berminat hendak meminang dengan dalih
tradisi. Sebab yang harus diikuti ialah tradisi agama, bukan agama harus mengikuti tradisi
manusia.
Namun di balik itu, seorang ayah dan laki-laki yang hendak meminang maupun perempuan yang
hendak dipinang, tidak diperkenankan memperluas mahramnya, seperti yang biasa dilakukan
oleh penggemar-penggemar kebudayaan Barat dan tradisi-tradisi Barat. Ekstrimis kanan maupun
kiri adalah suatu hal yang amat ditentang oleh jiwa Islam.

2.3 Pentingnya Restu Orang Tua


Seberapa pentingnya peran orang tua dalam setiap langkah yang kita lakukan. Tentu kita tidak
bisa memungkiri bahwa keberadaan kita sekarang pun adalah karena orang tua juga. Dari mulai
di dalam kandungan, orang tua telah menjadi bagian penting dalam kehidupan kita. Mereka
menjadi sebuah tonggak kehidupan kita. Orang tua telah memberikan separuh nafasnya untuk
kehidupan kita, mereka juga yang memberikan sebelah nyawanya untuk kehidupan kita.
Mereka yang rela bertaruh apapun yang mereka miliki hanya untuk kita, termasuk nyawanya
sekalipun.
Jika kita menjalin hubungan dengan lawan jenis dan entah karena alasan apa, orang tua kita tidak
memberikan celah untuk hubungan itu. Apakah kita harus lari dari orang tua kita, demi mengejar
cinta kita ataukah harus setia mengabdi pada orang tua kita yang telah membesarkan kita ??
Pertanyaan yang sulit untuk di jawab. Hal ini bagaikan sebuah dilema bagi kita. Sebagai seorang
anak yang memiliki cinta, tentu kita akan berusaha untuk mengejar cinta kita dan
memperjuangkannya sampai kita benar-benar tidak dapat lagi untuk itu. Tapi naluri sebagai
orang tua juga tak bisa berhenti berfikir, bayangkan jika hal tersebut terjadi pada anak kita
sendiri, andaikan kita menjadi orang tua. Tentu kita sebagai orang tua akan sangat terluka dan
kecewa kalau buah hati kita memilih jalan lari hanya demi kepuasannya.
Seperti contoh, bahwa sebagai anak hanya terbebani tanggung jawab atas diri sendiri, tapi setelah
naik kelas 1 tingkat dari status kita sebagi anak, yaitu sebagai orang tua, maka tanggung jawab
kita pun naik kelas 1 tingkat. Kita juga punya tanggung jawab terhadap kebutuhan fisik
mereka, namun juga kebutuhan batiniah mereka. Salah satunya seperti hal diatas. Jika anak
menghadapi masalah seperti masalah di atas, maka sebagai orang tua lah yang nantinya akan
menjadi tumbal tangung jawab atas apapun keputusan yang anak-anak ambil. Maka itu, jadilah
anak yang bijak dalam mengambil setiap kaputusan dalam hidup, terutama keputusan yang
sangat besar, yang nantinya akan menyeret orang tua ke dalam pertanggung jawaban di
kemudian hari.
Seberapa pentingkah restu orang tua bagi kita? Restu orang tua adalah hal yang sangat penting.
Tanpa orang tua mungkin bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Meskipun kadang-kadang
terjadi sedikit perbedaan antara anak dan orang tua, itu adalah hal yang wajar, karena manusia itu
pada dasarnya tidak ada yang benar-benar cocok. Senakal apapun anak, sesungguhnya orang tua
tidak akan membenci anak sampai kapanpun. Kasih sayang orang tua tidaklah terbatas. Dan kita
percaya itu.
Sudah terbukti kasih sayang orang tua tidaklah sebanding dengan kasih sayang manusia
manapun. Ada kalanya sikap anak yang labil waktu masih muda, sering menentang apa yang
orang tua katakan, tapi sadarilah orang tua juga pernah muda, terkadang beliau-beliau melarang
akan sesuatu hal, itu pasti demi kebaikan anak. Coba fikirkan baik-baik, misalnya orang tua
melarang pulang malam (bagi anak perempuan), kenapa?itu karena orang tua khawatir terjadi
apa-apa di jalan. Bukan mereka tidak mengeti kondisi anak tapi karena mereka sayang. Mereka
peduli. Suatu saat seorang pun akan menjadi orang tua akan merasakan hal yang sama dengan
orang tua kita saat ini.
Anak-anak sering sekali dimarahi orang tua dan berusaha melawan perkataan orang tua karena
tahu bahwa mereka marah itu karena ada sikap yang salah dan berusaha meluruskan sikap anak
agar lebih baik. Senakal-nakalnya seorang anak, tidak ada orang tua yang rela meninggalkan
anaknya. Coba bandingkan dengan suami, pacar, teman atau sahabat, mereka akan meninggalkan
saat mereka merasa tidak nyaman lagi.
Kita harusnya sangat bersyukur karena orang tua kita sangat perhatian dengan anak-anaknya.
Kelak suatu hari nanti kita ingin punya pasangan yang sayang dengan orang tua kita. Ingatlah
bahwa restu orang tua adalah restu Sang Pencipta. Doa orang tua adalah doa yang paling mujarab
untuk keberhasilan kita. Kejam dan sekeras apapun orang tua kita, jangan pernah membenci.
Karena beliau-beliaulah kita hadir di dunia ini, kita tidak bisa jadi sekarang ini. Berbaktilah
terhadap orang tua mu semasa masih ada, janga sampai kita menyesal dikemudian hari tidak bisa
berbakti. Karena bagaimanapun kasih sayang orang tua tak terhingga nilainya.
2.4 Akibat dari Tidak Didapatkannya Restu Orang Tua Ketika Menikah
Sebuah pernikahan dianggap sah secara agama apabila syarat dan rukunnya telah terpenuhi, yaitu
wali, dua orang saksi, serta calon suami dan istri. Dalam hukum negara, persyaratan itu ditambah
dengan pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA). Wali dan dua orang saksi
disyaratkan harus beragama Islam, baligh, berakal, merdeka, dan laki-laki.
Apabila sebuah pernikahan tidak memenuhi syarat dan rukun itu tidak terpenuhi, maka
dinyatakan tidak sah. Lalu, bagaimana dengan pernikahan yang tidak mendapat restu dari
orangtua? Pada dasarnya, jika sudah memenuhi syarat dan rukun, pernikahan dianggap sah.
Namun yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah dampak positif dan negatif setelah pernikahan
itu.
Kalau kita memperhatikan firman Allah SWT dan hadis rasulullah SAW, tidak ada yang
menerangkan tentang kesuksesan dan keberhasilan seseorang tanpa restu (ridlo) dari kedua
orangtua. Semuanya menerangkan kewajiban taat dan hormat kepada orangtua, yang akan
menghantarkan kesuksesan kita dunia dan akhirat.
Hal itu bisa dilihat dalam Al-Qur'an surat Al-Isra' ayat 23 yang artinya, "Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik
pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu. Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia".
Dalam sebuah hadis, diriwayatkan ada seorang sahabat bertanya pada Rasulullah SAW,
"Perbuatan mana yang paling dicintai oleh Allah SWT?" Rasulullah menjawab, "Sholat pada
waktunya."Lalu apa, ya Rasul?"Rasul menjawab, "birrul walidain (berbuat baik pada kedua
orang tua)"."Lalu, apalagi?" Jawab Rasul, "berjuang di jalan Allah SWT." (H.R. Al-Bukhari).
Senada dengan hadis tersebut seorang sahabat pernah bertanya pada Rasulullah SAW tentang
dosa besar. Jawab Rasul, "menyekutukan Allah SWT, uququl walidain (menentang kedua
orangtua)". (H.R. Al-Bukhari)
Menurut sahabat Ibn Abbas, ada tiga hal yang tidak bisa dipisahkan dalam pelaksanaannya, yaitu
(1) taat kepada Allah dan Rasulnya (2) mendirikan sholat dan berzakat (3) bersyukur kepada
Allah SWT dan kedua orangtua.
Ayat dan hadis di atas menunjukkan begitu pentingnya taat kepada kedua orangtua, serta
menunjukkan bahwa kedudukan orangtua sangat tingi di hadapan Allah SWT. Bahkan secara
tegas Rasulullah SAW bersabda, "Ridlallah fi ridla al-walidaini wa sukhtullah fi sukht al-
walidaini (Ridlanya Allah tergantung ridlanya kedua orangtua serta murkanya Allah tergantung
Murka kedua orangtua)" (HR. At-Tirmidzi).
Pernikahan yang tidak mendapat restu/ ridlo dari kedua orangtua, akan menuai kesulitan dalam
kehidupan. Restu orang tua adalah segala-galanya bagi sang anak. Kalau orangtua tidak merestui
namun seorang anak tetap memaksa, itu berarti telah membuat susah hati orang tua. Kalau
seorang anak membuat susah hati kedua orang tua, berarti seorang anak termasuk durhaka
kepada kedua orangtua.
Sahabat Ali bin Abi Tholib pernah bertanya tentang kriteria durhaka kepada kedua orangtua,
Rasulullah menjawab, "barang siapa yang membuat susah hati kedua orangtua berarti berani
(durhaka) kepada mereka". Kalau sudah berani pada kedua orangtua, jangan harap mendapatkan
kesuksesan dunia maupun akhirat.
Diriwayatkan, sahabat Alqomah dalam akhir hayatnya kesulitan untuk mengucapkan dua kalimat
syahadat sebelum mendapatkan ampunan dari ibunya. Allah akhirnya memuluskan jalannya
menjemput maut saat ia telah mendapat maaf dari sang ibu.
Dalam hadis juga disebutkan "setiap dosa azabnya akan diakhirkan oleh Allah SWT sampai hari
kiamat kecuali orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya (HR. Ibn Majah)
Sosok orang tua,hendaknya mempertimbangkan atas larangan menikah anaknya yang sudah
saling cinta. Jika orangtua terlalu mengekang, dikhawatirkan justru mereka memberontak, dan
terjadilah perzinahan. Karena jika terjadi perzinahan maka orang tua pun ikut menanggung
dosanya, paling tidak malu di tengah-tengah masyarakat. Allah SWT berfirman dalam al-Qur'an
surat at-Tahrim ayat 6 yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
2.5 Solusi supaya tidak terjadi kontravensi antara orang tua dan anak dalam memilih pasangan
hidup.
Setiap anak adam itu banyak salahnya, dan sebaik-baik orang yang banyak salahnya itu mereka
yang banyak taubatnya. (HR. Tirmidzi: 2499, dan di-hasan-kan oleh Al Albani)
Kedua: Jangan kita lupakan pula, bahwa kita terlahir di dunia, -dari bayi yang tidak tahu apa-apa,
hingga dewasa sehingga kaya ilmu-, adalah atas jasa orang tua kita. Oleh karena itulah Islam
sangat menekankan masalah berbakti kepada orang tua, membahagiakan mereka, dan tidak
durhaka pada mereka. Bahkan Nabi -ShallallahuAlaihi Wasallam- bersabda:Keridhaan Allah
itu terletak pada keridhaan kedua orang tua, dan (sebaliknya) kemurkaaan Allah (juga) terletak
pada kemurkaan kedua orang tua.
Apalagi, kita juga nantinya akan menjadi orang tua bagi anak-anak kita, bukankah ketika itu, kita
juga ingin agar anak kita berbakti pada kita, membahagiakan kita, dan tidak mendurhakai kita?!
Jika kita nantinya ingin seperti ini, maka hendaklah sekarang kita melakukannya untuk orang tua
kita, karena balasan sesuatu itu sesuai dengan amalan yang kita lakukan. (fal jazau min jinsil
amal)
Ketiga: Islam sangatlah menghormati wanita, dan melindunginya dari segala sesuatu yang
merugikan dan membahayakannya. Oleh karena itulah, ia tidak boleh menikah kecuali dengan
izin dari walinya, sebagaimana sabda Nabi -Shallallahualaihi Wasallam-:
Siapapun wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal (tidak sah)
Keempat: Keputusan menikah adalah keputusan yang sangat besar dalam perjalanan hidup
seorang anak, dan konsekuensinya akan anak rasakan seumur hidup. Oleh karena itu, hendaklah
ekstra hati-hati dalam menghadapi masalah. Bertukar pendapatlah dengan orang yang paling
berhak dijadikan rujukan, yakni orang tua kita. Biasanya mereka lebih jernih dalam melihat
keadaan dari pada kita, karena mereka lebih pengalaman dalam mengarungi kehidupan, dan lebih
matang pikirannya. Tentunya keputusan yang diambil dari kesepakatan antara kita dengan
mereka, itu lebih baik dan lebih matang dari pada keputusan dari satu pihak saja.
Ditambah lagi, jika kita menjalani suatu keputusan atas restu dari orang tua, tentunya mereka
akan selalu mendoakan kebaikan bagi kita, dan tidak diragukan lagi, doa mereka akan sangat
mustajab dan menjadikan hidup kita penuh berkah, tentram, dan bahagia dunia akhirat.
Kelima: Cobalah membayangkan jika kita berada di posisi orang tua, mungkin seorang anak juga
akan mengambil langkah yang sama. Karena seringkali orang tua lebih menghargai anaknya, dari
pada kita sendiri. Oleh karena itu, mungkin orang tua merasa tidak pantas anaknya mendapatkan
orang yang kurang memenuhi standar dalam pandangannya. Disinilah pentingnya komunikasi,
tukar pendapat, dan saling memberi informasi.
Keenam: Ingat pula sabda Nabi -Shallallahu alaihi Wasallam- tentang pentingnya agama calon
kita, tentunya orang yang agamanya kuat, lebih kita dahulukan dari pada orang yang agamanya
lemah, karena orang yang agamanya kuat, akan lebih mengetahui hak dan kewajibannya sebagai
kepala rumah tangga.
Ketujuh: solusi berikut bisa menjadi alternatif dalam penyelesaian:
Adakan komunikasi yang lebih baik dan lebih terbuka dengan orang tua.
Jelaskan alasan yang mendasari langkah, dan kelebihan yang ada pada pilihan.
Jelaskan kerugian yang timbul, jika meninggalkan pilihan.
Jika satu kesempatan tidak cukup, teruslah komunikasi dalam kesempatan-kesempatan lainnya.
Mungkin orang tua ada pandangan lain, cobalah untuk menjajakinya
Jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Alloh, terutama ketika sujud dalam sholat, dan ketika
sepertiga malam terakhir, agar dimudahkan urusan, dan diberikan solusi terbaik.
Jangan lupa juga untuk sholat istikhoroh, dan memohon petunjuk Alloh,
Ingatlah selalu dan jangan sampai lupa, bahwa langkah untuk menikah adalah langkah besar
dalam kehidupan. Oleh karena itu, jangan sampai melangkah, kecuali semuanya sudah clear,
serta orang tua setuju dan merestui langkah besar ini.

2.6 Upaya yang Perlu Dilakukan Agar Kita Segera Mendapatkan Jodoh
Allah SWT mempunyai tiga pilihan dalam menjodohkan manusia satu sama lain. Pilihan pertama
adalah cepat mendapatkan jodoh. Pilihan kedua, lambat mendapatkan jodoh, tapi suatu ketika
pasti mendapatkannya di dunia. Pilihan ketiga adalah menunda mendapatkan jodoh sampai di
akhirat kelak (di dunia kita tidak mendapatkan jodoh). Apapun pilihan jodoh yang ditentukan
Allah, maka hal itu adalah hal yang terbaik untuk kita. Allah SWT berfirman : Diwajibkan atas
kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS. 2 : 216).
Lalu upaya apa yang perlu dilakukan agar kita segera mendapatkan jodoh? Beberapa upaya yang
dapat dilakukan yaitu :
1. Memperbaiki diri.
Jika kita ingin mendapatkan jodoh yang sholih, maka kita harus menjadi orang yang sholihah
juga. Itulah maksud Allah dalam firman-Nya : Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki
yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita
yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita
yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang
menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga) (QS. 24 : 26).
Memperbaiki diri disini pengertiannya ada dua, lahiriah dan batiniah. Secara lahiriah kita perlu
menjadi orang yang bersih, rapi dan menjaga bau badan. Tidak perlu berdandan yang berlebihan
(tidak Islami), tapi perlu kelihatan sebagai orang yang menarik. Sebagian orang yang ingin
menikah sangat berharap mendapatkan jodoh yang sholih, tapi ia sendiri orang yang salah (tidak
sholih). Ini ibarat pungguk merindukan bulan.

2. Tidak putus asa berdoa.


Jangan pernah berputus asa untuk berdoa. Doa yang baik untuk mendapatkan jodoh adalah doa
yang terdapat dalam surah Al Furqon ayat 74 : Ya Rob kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-
isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa.
Agar doa lebih terkabul, perhatikan juga adab-adab berdoa dalam Islam. Jadi jangan berdoa
menurut versi kita sendiri. Berdoalah menurut apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya kepada
kita, niscaya doa kita akan lebih terkabul.

3. Ibadah sunnah diperbanyak.


Agar jodoh kita semakin cepat datang, kita juga perlu mendekati Allah dengan ekstra dekat.
Caranya tidak hanya mengandalkan ibadah wajib, tapi juga dengan menambah ibadah-ibadah
sunnah (nawafil), seperti sholat tahajjud, sholat dhuha, shaum, tilawah Al Quran, infaq, dan
lain-lain. Lakukan ibadah sunnah ini secara rutin setiap hari agar iman kita bertambah dan doa
kita semakin dikabulkan Allah SWT.

4. Memiliki kriteria yang tidak muluk.


Mengapa jodoh sulit datang kepada kita? Salah satunya mungkin disebabkan karena kriteria
jodoh kita terlalu muluk. Kita ingin jodoh yang mapan, ganteng/cantik, berpangkat, keturunan
baik-baik dan beriman. Keinginan semacam itu sah-sah saja, tapi jika hal tersebut dijadikan
syarat untuk jodoh kita maka kita telah mempersulit diri sendiri. Itulah sebabnya Rasulullah
mengatakan jika kita tidak dapat memperoleh semuanya, maka pilihlah yang agamanya paling
baik. Hal itu berarti mungkin saja jodoh kita orang yang miskin, tidak berpangkat, bukan
keturunan orang baik, akan tetapi kita perlu menerimanya asalkan memiliki agama/akhlaq yang
baik. Jangan kita menginginkan kesempurnaan dari orang lain, padahal diri kita tidak sempurna.

5. Memperluas pergaulan.
Cara yang lain agar cepat mendapatkan jodoh adalah memperluas pergaulan. Dengan pergaulan
yang luas kita juga lebih banyak mendapatkan pilihan. Seringkali jodoh itu datang bukan dari
perkenalan langsung, tapi dari kenalan teman kita. Bahkan dari kenalan dari kenalan teman kita.
Itulah gunanya pergaulan yang luas. Ibarat seorang nelayan yang menebarkan jaringan yang luas
untuk mendapatkan ikan yang lebih banyak.

6. Meminta tolong orang lain.


Cara lain agar cepat mendapatkan jodoh adalah meminta tolong kepada orang lain yang
reputasinya baik. Orang tersebut bisa saja guru mengaji, murobbi, teman, orang tua, saudara, dan
lain-lain. Jangan malu-malu untuk meminta bantuan kepada mereka dan jangan malu-malu juga
untuk mengulangi permintaan kita secara rutin agar orang tersebut ingat bahwa kita meminta
bantuan kepadanya.

7. Menyatakan hasrat secara langsung.


Bisa juga seorang wanita mendapatkan jodoh dengan cara menyatakan langsung kepada lelaki
yang kita taksir bahwa kita siap menikah dengannya. Ini adalah cara yang masih asing dalam
budaya Indonesia. Namun cara ini sebenarnya Islami, karena pernah dilakukan Khadijah ra
kepada Nabi Muhammad saw. Khadijah ra yang lebih dahulu menyatakan hasratnya kepada Nabi
melalui perantaranya. Menurut saya, cara ini perlu dimasyarakatkan di Indonesia, sehingga tidak
ada lagi wanita yang malu-malu kucing, padahal hatinya sudah ingin sekali dilamar oleh lelaki
yang diharapkannya.

BAB III
KESIMPULAN
1. Manusia diberi kesempatan memilih pasangan hidup namun pada akhirnya Allah lah yang
menentukan, karena Allah yang lebih tahu yang terbaik untuk makhluknya
2. Dalam islam ada kriteria memilih pasangan hidup yaitu harta, nasab, kecantikan dan agama.
Namun dalam kriteria ini yang paling diutamakan adalah agamanya
3. Restu dari kedua orang tua sangat penting dalam pernikahan karena ridho orang tua juga ridho
Allah. Jika orang tua meridhoi pernikahan kita insyaallah rumah tangga kita senantiasa diberi
kebahagiaan.
4. Karena ridho orang tua adalah ridho Allah juga. jika sebuah pernikahan tidak direstui kedua
orang tua maka rumah tangga pengantin tersebut akan sulit mendapat kebahagiaan dan mungkin
akan mendapatkan malapetaka.
5. Untuk mendapatkan restu dari orang tua seharusnya seorang calon pengantin lebih sering
berkomunikasi dengan orang tuanya dan menjelaskan tetang pilihannya tersebut.
6. Agar cepat mendapatkan jodoh ada beberapa upaya yaitu rajin berdoa, menjadi lebih baik,
rajin ibadah sunnah, kriteriany tidak muluk, memperluas pergaulan, meminta bantuan orang lain
atau memintanya secara langsung kepada yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.itikbali.com/2010/10/jodoh-pilihan-ortu.html (19,1,12 -9:06)


http://mind.donnyreza.net/takdir-rezeki-jodoh-dan-kematian/
http://anugerah.hendra.or.id/category/pra-nikah/
http://syamsuri149.wordpress.com/amalandoa/
http://mtks.kotasantri.com/?mtks=artikel&mode=detil&artikel=Pra_Nikah/2001.html
Penulis: Ustadz Musyaffa Ad Darini, Lc.
Artikel UstadzKholid.Com
http://penjagaquran.blogspot.com/2011/01/hukum-pernikahan-tanpa-restu-orang-tua.html
http://cheahmad.blogspot.com/2009/08/jodoh-itu-ketentuan-tuhan-artikel.html

Anda mungkin juga menyukai