1. Bahwa hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara selalu mendasarkan diri
MAHA ESA. Dasar filosofis tersebut membawa implikasi pada diri hakim bahwa
lebih dari itu dan yang lebih esensial bahwa hakim juga bertanggung jawab kepada
2. Bahwa dalam suatu Negara Hukum (rechtstaat) yang Demokratis, tuntutan kekuasaan
kehakiman yang merdeka (independen), berwibawa, bersih, dan jujur, harus dapat
diwujudkan dalam kenyataan, walaupun sulit tujuan tersebut harus tetap diwujudkan,
karena sering terjadi apa yang dirasakan oleh masyarakat justru sebaliknya (tidak
bersih dan jujur tersebut perlu diberdayakan mekanisme kontrol, baik secara internal
perhatian yang tinggi terhadap hukum dan penegakan hukum untuk melakukan
penegakan supremasi hukum dan mengupayakan pulihnya kembali citra dan wibawa
1
masyarakat/publik dan dinilai belum mempertimbangkan secara maksimal penerapan
hukum dan ilmu pengetahuan hukum dalam proses pengambilan putusan, sehingga
5. Bahwa putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Putusan No.
B. TUJUAN EKSAMINASI
1. Menguji apakah putusan pengadilan sudah sesuai dengan kaedah hukum subtantif dan
kaedah hukum objektif, serta berdasarkan ilmu pengetahuan hukum dan hukum acara
perdata;
Perdata David Nusa Widjaya dan Tarunodjojo Nusa sebagai Para Penggugat melawan
3. Mengetahui sejauh mana pertimbangan hukumnya, apakah sesuai atau tidak dengan
kaedah hukum subtantif dan kaedah hukum objektif serta prinsip-prinsip legal justice,
4. Mendorong dan memberdayakan partisipasi publik untuk terlibat lebih jauh dalam
menguji proses penyelesaian suatu perkara dan putusan atas perkara itu yang dinilai
melakukan penilaian dan pengujian terhadap suatu proses peradilan, dan putusan
dirasakan dan dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan rasa keadilan
2
masyarakat;
C. MAJELIS EKSAMINASI
1. Bahwa untuk mengeksaminasi dan menilai secara luas hal-hal yang saling berkaitan
2. Bahwa untuk menjamin agar hasil pengujian dan penilaian yang dilakukan oleh
ilmiah, maka susunan anggota Majelis Eksaminasi tersebut terdiri dari orang-orang
yang memiliki perhatian yang besar terhadap hukum dan penegakan hukum serta
yang memiliki basis keilmuan bidang hukum dan atau berpengalaman dalam praktik
penegakan hukum;
(BPPN) membentuk Majelis Eksaminasi yang terdiri dari kalangan akademisi hukum
dari perguruan tinggi, praktisi hukum dan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM/Ornop/NGO), yaitu:
3
a. Eliyana , S.H.
b. J. Djohansjah, S.H.,M.H.
4. Bahwa meskipun Majelis Eksaminasi terdiri dari kalangan mantan hakim, mantan
jaksa, akademisi hukum dari perguruan tinggi, dan praktisi hukum, namun mereka
terhadap perkara yang di eksaminasi, tidak sedang aktif di lembaga peradilan dan
5. Bahwa dengan demikian adalah keliru sekali, kalau dibentuknya Majelis Eksaminasi
publik yang independen, serta merta dianggap hanya mencari-cari kelemahan atas
proses peradilan dan kinerja lembaga pengadilan. Majelis Eksaminasi publik yang
suatu proses peradilan yang baik dan lembaga pengadilan yang berwibawa dan
dalam perkara perdata David Nusa Widjaya dan Tarunodjojo Nusa melawan Badan
4
BAGIAN PERTAMA PENGANTAR
A. PENDAHULUAN
tersebut berawal dari merosotnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika. gejolak
kurs tersebut membuat banyak bank merugi, terutama mereka yang mempunyai pinjaman
dalam mata uang asing. Bank-bank yang tidak melindungi nilai kurs pinjaman valuta
asingnya, jumlahnya sangat banyak. Mereka rugi besar. Akumalasi kerugian bank akibat
sulitnya likuiditas.
1. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing semakin tak terkendali. Kondisi
ini semakin diperburuk dengan adanya penarikan rupiah besar-besaran pada sejumlah
bank untuk membeli Dolar Amerika Serikat. Bebarapa bank mulai mengalami saldo
debet, alias rekeningnya di Bank Indonesia minus. Akibat berikutnya, hampir seluruh
sementara dibantu.
sakit oleh bank yang sehat. Jika upaya ini tidak berhasil, bank-bank jeblok itu
kecil.
5
Sesungguhnya langkah yang ditempuh pemerintah dihadapkan pada pilihan yang
dilematis, yaitu:
Pemerintah mengambil kedua pilihan di atas, dengan jalan menutup bank yang
masyarakat terhadap perbankan nasional, uang deposan pada bank-bank yang ditutup,
ditalangi. Bagi bank-bank yang masih bisa diselamatkan diberikan bantuan likuiditas
Pemerintah, bersama pemegang saham bank beku operasi (BBO) dan bank beku
6
tunai kepada BPPN.
3. Pengkonversian BLBI pada bank-bank take over (BTO) menjadi penyertaan modal
sementara (PMS).
pengawasan dalam penyehatan dan restrukturisasi Bank Servitia kepada BPPN. Namun
program penyehatan terhadap Bank Servitia ini tidak berjalan dengan baik sampai
tanggal 13 Maret 1999 yang mengkategorikan Bank Servitia sebagai Bank Beku
kepada BPPN untuk penyelesaian yang konsisten dengan kebijakan dan prosedur sesuai
Dalam kurun waktu 17 Maret 1999 sampai dengan 17 Oktober 2000 dilakukanlah
dalam hal ini diwakili oleh David Nusa Widajaya sebagai Direktur Utama dan
Tarunodjojo Nusa sebagai salah satu direksi menandatangani Akta No. 28 tentang
Merasa tidak puas dengan isi perjanjian APU-Sevitia akhirnya, David Nusa Widjaya dan
Pemegang Saham dan Pengakuan Utang (BBKU) PT Bank Umum Servitia Tbk tanggal
7
17 Oktober 2000 mengajukan gugatan pada tanggal 2 Juni 2003 kepada Badan
kemudian lebih dikenal dengan APU. Ada indikasi gugatan perdata ini merupakan akal-
akalan dari bos PT. Bank Umum Servitia Tbk. tersebut untuk lari dari
Jakarta Selatan, sebenarnya bos Bank Servitia itu sedang dalam tuntutan kasus korupsi
dana BLBI sebesar Rp. 1,2 triliun di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Dalam putusannya
PN Jakarta Barat menjatuhkan 1 (satu) tahun penjara. Atas keputusan tersebut Jaksa
memperberat vonis David menjadi 4 (empat) tahun penjara. Terhitung sejak tanggal
tanggal 2 Juni 2003 David Nusa Widjaya dinyatakan buron oleh kajaksaan. Hingga
akhirnya di tingkat kasasi, Mahkamah Agung menyatakan David Nusa Widjaya bersalah
melakukan tindak pidana korupsi sehubungan dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI) yang diberikan kepada Bank Servitia dan menjatuhkan Vonis 8 (delapan) tahun
penjara, dan diharuskan membayar denda sebesar Rp.30 juta serta uang pengganti
Rp.1,29 trilyun.
B. POSISI KASUS
pengawasan dalam penyehatan dan restrukturisasi Bank Servitia kepada BPPN. Namun
program penyehatan terhadap Bank Servitia ini tidak berjalan dengan baik sampai
8
mengkategorikan Bank Servitia sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU). Dengan
penyelesaian yang konsisten dengan kebijakan dan prosedur sesuai dengan peraturan
penyelesaian asset dan pengembalian uang Negara. David dan Tarunodjojo dianggap oleh
BI sebagai pemegang saham pengendali Bank Servitia, dan selanjutnya mereka dituntut
penyelesaian kewajiban BBKU, termasuk Bank Servitia, kepada BPPN. Pada tanggal 22
September 1999, David dan Tarunodjojo membuat suatu kesepakatan awal dengan
BPPN, di mana David dan Tarunodjojo mengakui keberadaan utang mereka kepada
BPPN, yang jumlahnya akan ditetapkan kemudian oleh BPPN. Pada tanggal 3 Juli
2000, BPPN mengirim surat kepada David dan Tarunodjojo, yang berisi syarat-syarat dan
dibayar David dan Tarunodjojo kepada BPPN. Pada tanggal 17 Oktober 2000, David
dan Tarunodjojo menandatangani Akta Perjanjian PKPS dan Pengakuan Utang BBKU
(APU) dengan BPPN, di hadapan Notaris Martin Roestamy, S.H. APU ini memuat
JKPS yang harus dibayar oleh David dan Tarunodjojo kepada BPPN. Menurut David
dan Tarunodjojo, mereka sebenarnya sangat berkeberatan atas JKPS yang ditetapkan
BPPN di dalam APU tersebut. Menurut David dan Tarunodjojo, JKPS tersebut tidak
didukung dengan alasan-alasan yang jelas dan berada di luar kemampuan finansial
mereka. David dan Tarunodjojo mau menanda-tangani APU tersebut, menurut mereka,
karena adanya komitmen (gentlemen agreement) dari BPPN untuk melakukan audit
ulang atas JKPS [walaupun hal ini dibantah oleh BPPN dalam persidangan]. Pada
9
tanggal 2 Juni 2003, David dan Tarunodjojo mengajukan gugatan pembatalan APU ke
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Pengadilan) yang menurut mereka, BPPN tidak
memenuhi komitmennya kepada mereka untuk melakukan audit ulang atas JKPS. Selain
BPPN gugatan juga diajukan kepada notaris, Martin Roestamay, S.H. sebagai turut
Tergugat.
David juga menjabat sebagai Direktur Utama Bank Servitia. Mahkamah Agung
tindak pidana korupsi sehubungan dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
yang diberikan kepada Bank Servitia. David dihukum 8 tahun penjara, dan diharuskan
membayar denda sebesar Rp.30 juta serta uang pengganti Rp.1,29 trilyun. Akan tetapi
hingga eksaminasi publik dilaksanakan David belum dapat dieksekusi, karena tidak
diketahui keberadaannya.
sebagai berikut:
1. Gugatan Para Penggugat sudah jelas dan terang sebagai gugatan Perbuatan Melawan
Hukum (PMH), karena APU dibuat dan ditandatangani dengan melanggar hukum;
3. Gugatan diajukan dengan itikad baik, justru Tergugat yang beritikad buruk dengan
Pokok Perkara
1. Para Penggugat pribadi bukan pemegang saham Bank Servitia yang bertanggung
jawab dalam penandatanganan PKPS dan APU, karena pada saat pembekuan Bank
10
Servitia, 13 Maret 1999 pemegang saham Bank Servitia adalah :
2. PKPS dan APU tidak memenuhi asas kesetaraan dalam berkontrak, karena PKPS
dan APU ditetapkan secara sepihak tidak didukung oleh bukti-bukti hukum, tidak
1. Gugatan Para Penggugat tidak jelas dan kabur, karena dalam positanya Para
Penggugat menggunakan ketentuan pasal 1320 dan pasal 1338 KUHPer, tetapi dalam
2. Gugatan tidak berdasar hukum, karena: APU merupakan akta otentik yang dibuat
secara sah:
3. Gugatan diajukan dengan secara licik dan diajukan dengan itikad buruk untuk
menghindari kewajiban;
Pokok Perkara:
1. Para Penggugat sebagai Direktur Utama dan Dir pemasaran PT. CMK dan CMD
menguasai 80% saham Bank Servitia memenuhi criteria sebagai pemegang saham
PP 47/2001 (PP BPPN) Tergugat merpakan badan khusus yang dibentuk dalam
11
rangka memulihkan kepercayan masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya
tanggal 22/2/1999), Informasi dari BI, dan penelitian dan didukung Pasal 43 ayat (1)
3. APU tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian (pasal 1320 KUHPer), karena tidak
4. APU tidak memenuhi asas kebebasan berkontrak (pasal 1320 jo pasal 1338
KUHPer), karena APU ditetapkan sepihak tanpa melibatkan Para Penggugat, yang
berlakunya itikad baik secara terbatas artinya sejalan dengan ketentuan pasal 1338
6. APU Bank Servitia telah secara sah dibuat berdasarkan persyaratan psl 1320
KUHPer, karena:
dengan ditanda tanganinya APU oleh Para Penggugat dihadapan Notaris, terbukti
12
- andai ada komitmen pelaksanaan APU tidak tergantung pada dilaksanakan
atau tidaknya audit ulang, karena sepenuhnya merupakan hak Tergugat (Psl 3 btr
3.2 APU) 4. APU telah memenuhi asas kebebasan berkontrak (psl 1320 jo psl
adanya cukup waktu bagi Para Penggugat untuk menandatangani atau tidak
secara hukum Tergugat mempunyai kedudukan yang lebih kuat dari Para
berdasar UU;
semakin sempit dilihat dari berbagai segi antara lain kepentingan umum,
Doktrin (Asikin Kusumah Atmaja) antara lain: sebelum penerapan pasal 1338
inconcreto
harus diteliti dulu apakah ada keseimbangan dan keserasian antara para pihak
13
pada keadan sebelum perjanjian. Kalau salah satu pihak telah menerima uang atau
1. Surat Kuasa Tergugat Konpensi/ Penggugat Rekonpensi tidak sesuai dengan UU No.
Pokok Perkara
Karena APU cacat hukum, maka tidak ada kewajiban Para Tergugat Rekonpensi
(PTR) untuk membayar kewajiban pembayaran utang berdasarkan APU; APU adalah
perjanjian cacat hukum karena tidak adanya kesepakatan para pihak dan terjadi
umum sebagai pengertian klasik, karena keadan yang disalahgunakan telah ada sebelum
Dengan adanya bukti sebelum APU dibuat sudah ada kesepakatan awal antara
Para Penggugat dengan Tergugat, maka unsur keadaan yang disalahgunakan telah ada
sebelum tercapainya kata sepakat tidak terpenuhi, karenanya terbukti dalam pembuatan
APU telah memenuhi asas kebebasan berkontrak dan tidak ada penyalahgunaan keadaan.
Pengembalian atas pembayaran harus ditolak, karena tidak ada dasar hukum atau
1. Surat Kuasa Tergugat Konpensi /Penggugat Rekonpensi telah sah dan telah diberi
14
2. Gugatan Penggugat rekonpensi/Tergugat Konpensi tidak bertentangan dengan
belum bias dilaksanakan; Tuntutan ganti rugi sudah jelas dan terperinci:
Pokok Perkara
c. PTR telah lalai melakukan kewajibannya atas bunga dan bunga denda;
d. PTR telah lalai menyerahkan agunan dan lalai mengharuskan PTR membayar
nilai agunan;
Akhirnya, pada tanggal 2 Desember 2003, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, yang terdiri dari IDG. Putrajadnya, S.H. sebagai hakim ketua, Sodarjatno, S.H.,
dan Sri Mulyani Yustina, S.H. masing-masing sebagai anggota, menjatuhkan putusan
akhir dalam perkara ini, dengan amar yang pada pokoknya menyatakan:
Dalam Konpensi
dan tidak mempunyai kekuatan hukum Akta PKPS dan APU PT.Bank Servitia, Tbk No.
dan Tarunodjojo) uang pembayaran sejumlah Rp.325 juta dalam waktu 14 hari setelah
putusan berkekuatan hukum tetap; - menghukum Turut Tergugat (Martin Roestamy, SH)
15
untuk tunduk pada putusan ini.
Dalam Rekonpensi
bahwa mencermati pasal demi pasal dari APU-Servitia termaksud, majelis melihat isinya
melulu tentang kewajiban Para Penggugat [David dan Tarunodjojo] dan hak Tergugat
pengembalian aset negara termasuk penyelamatan BLBI yang telah dikucurkan oleh
Bank Indonesia kepada perbankan nasional khususnya Bank Umum Servitia Tbk. (
sampai dengan T/PR-26 dihubungkan dengan bukti Para Penggugat [David dan
Tarunodjojo] bertanda P-5 sampai dengan P-8b dan P-15 ternyata terkandung makna
yang tersirat bahwa sebenarnya di dalam persetujuan mengenai angka-angka dalam JKPS
yang lebih lanjut dituangkan dalam APU-Servitia, antara Para Penggugat [David dan
Tarunodjojo] dengan Tergugat [BPPN] sebelumnya telah ada komitmen yang hanya
dilakukan dalam bentuk gentlement agreement tentang akan diperbaiki dan dilakukannya
audit ulang guna mendapatkan angka-angka yang riel dan kongkrit berkenaan dengan
kewajiban para pihak Terhadap Putusan ini, BPPN kemudian mengajukan permohonan
banding kepada Pengadilan Tinggi Jakarta. Saat eksaminasi ini dilaksanakan, perkara ini
Pemegang saham Bank Umum Servitia, in casu Para Penggugat [David dan Tarunodjojo]
16
didukung pula oleh dalil jawabannya, ternyata sebenarnya dan sesungguhnya Tergugat
[BPPN] telah tidak membuka peluang dilakukannya audit ulang atas segala aset Bank
Umum Servitia, dengan mana secara nyata bahwa sebenarnya dan sesungguhnya
secara hukum dan kekuasaan yang ada padanya terhadap Para Penggugat [David dan
Menimbang, bahwa gentlemen agreement memang tidak dibuat secara tertulis, namun
adanya kemungkinan dan hubungan kausal yang nyata bahwa angka-angka dalam JKPS
yang memberatkan Para Penggugat [David dan Tarunodjojo] nyata-nyata tidak memilki
kemampuan memenuhi syarat-syarat finansial dan jaminan untuk itu, sehingga APU-
Servitia ternyata telah pula ditanda tanganinya dalam ketidak mampuan, menurut hemat
majelis indikasi adanya komitmen-komitmen di luar apa yang tersirat dan tertulis
KUHPerdata Menimbang, bahwa melihat adanya APU-Servitia dan JKPS yang telah
nyata bahwa prinsip di dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata telah terpenuhi,
namun setelah mentransfer mundur berkenaan dengan riwayat ditanda tanganinya akta-
akta tersebut, ternyata ada komitmen-komitmen yang pada akhirnya setelah APU-Servitia
dibuat dan ditanda tangani oleh Para Penggugat [David dan Tarunodjojo], ternyata
17
Menimbang bahwa mencermati situasi dan keadaan perbankan nasional selama masa
krisis moneter yang lebih lanjut menjadi krisis ekonomi yang secara nyata telah
memberikan catatan dilikuidasinya sebagian besar bank swasta nasional termasuk juga
Bank Umum Servitia, Majelis maklum bahwa keadaan Para Penggugat [David dan
Tarunodjojo] selaku pemegang saham yang bertanggung jawab atas Bank Umum Servitia
berada pada pihak yang lemah dan harus berhadapan dengan Tergugat [BPPN] sebagai
Menimbang, bahwa tidak dipenuhinya komitmen tersebut walaupun merupakan hak dan
kewenangan Tergugat, jelas telah melanggar Prinsip kebebasan berkontrak untuk itu
Pasal 1321 dan Pasal 1449 KUHPerdata harus diterapkan sebagai upaya penegakan
hukum perdata yang harus dipenuhi dan dipatuhi oleh kedua belah pihak, khususnya
18