Anda di halaman 1dari 72

Terjadinya Hujan

Judul Cerpen Terjadinya Hujan

Cerpen Karangan: Pradipta Alamsah Reksaputra

Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat)

Lolos moderasi pada: 13 November 2016

Setiap elemen yang berada di dunia ini yaitu, air, angin, api dan tanah memiliki penjaganya

masing-masing. Diantaranya adalah, Aira sang penjaga air dan Fusha sang penjaga api.

Konon pada zaman dahulu kala, Fusha sang penjaga api sedang mencari kayu bakar. Hari itu

Fusha mencari kayu bakar di hutan bakau. Hingga tanpa disadari ia ke luar dari hutan bakau

menuju suatu danau.

Di tengah pencariannya, tiba-tiba terdengar suara wanita.

Hai, kamu yang berada di sana sedang apa? Wanita itu menyahut pria yang sedang mencari

kayu bakar tersebut.

Sahutan itu membuat syaraf Fusha bereaksi untuk menoleh ke sumber suara. Di depan mata

Fusha sekarang terlihat sesosok wanita cantik, berambut lurus dan panjang, memakai gaun polos

berwarna putih kebiru-biruan. Disaat itulah pertama kalinya penjaga api dan penjaga air saling

bertemu.

Saya sedang mencari kayu bakar untuk apiku, balas Fusha.


Api? wanita itu sedikit bingung.

Seolah tersihir dengan kecantikannya memaksakan Fusha memperkenalkan dirinya, Perkenalkan

nama saya Fusha, sang penjaga api. Fusha melanjutkan, Api melambangkan semangat dan

keberanian. Kayu bakar diperlukan agar menjaga api tetap ada.

Oh jadi begitu, perkenalkan nama saya Aira, saya adalah penjaga air. Air merupakan simbol

ketenangan dan kedamaian. Aira memperkenalkan dirinya.

Setelah Fusha sudah cukup untuk mengumpulkan kayu bakar yang ia perlukan. Fusha pulang ke

tempat asalnya. Mereka belum menyadari bahwa mereka saling mencintai sejak pandangan

pertama.

Keesokan harinya Fusha masih penasaran dengan sesosok penjaga air yang kemarin ia temui.

Hasrat ingin mengenal Aira lebih jauh membuat Fusha mencari kayu bakar di tempat yang sama,

berharap dapat menemui penjaga air itu lagi. Sesampainya disana, Fusha pun melihat Aira sudah
menunggu di tepi danau tersebut. Begitupula keesokan harinya, mereka bertemu lagi. Dengan

senang hati Aira membantu mencarikan kayu bakar bersama Fusha.

Begitu seterusnya dengan alasan yang sama, mencari kayu bakar.

Hingga suatu hari Fusha bertemu dengan Aira tanpa ada alasan apapun, hanya ingin menemuinya

saja. Disaat itu juga mereka berdua menyadari bahwa mereka saling mencintai satu sama lain.

Akan tetapi, jari Fusha padam dan jari Aira menguap ketika mereka hendak berpegangan tangan.

Setelah kejadian itu, mereka menyadari sesuatu lagi. Walaupun mereka saling mencintai, mereka

tidak akan bisa bersatu. Jika dipaksakan, mereka berdua akan sama-sama lenyap dari dunia ini.

Sungguh sangat menyedihkan bagi mereka berdua.

Apalah arti cinta jika kita tidak bisa bersama! Ucap Fusha kecewa, Dunia ini tidak adil!

Mendengar hal itu Aira berusaha menenangkan Fusha, Aku pun sedih kita tidak bisa bersama.

Tetapi tenangkan dirimu Fusha.

Ah, aku akan membakar dunia ini! Ucap Fusha sambil pergi meninggalkan Aira.

Tunggu Fusha. Aira berusaha menahan Fusha, tetapi tidak bisa.

Fusha membakar bagian demi bagian dunia ini. Dunia sebagian menjadi kering karena tindakan

Fusha. Melihat kekeringan yang disebabkan oleh kekasihnya, Aira pun tidak tahan lagi lalu

menangis.

Tangisan Aira lah yang sekarang disebut dengan hujan. Tindakan Fusha disebut proses penguapan.

Sehingga tindakan Fusha dan tangisan Aira disebut dengan siklus hujan. Hingga saat ini pun Fusha

masih belum menyadari dan mengerti bahwa cinta itu sesungguhnya tidak harus memiliki.

Cerpen Karangan: Pradipta Alamsah Reksaputra

Blog: pradiptaar.wordpress com

Cerita Terjadinya Hujan merupakan cerita pendek karangan Pradipta Alamsah Reksaputra,

kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru

buatannya.

Dunia Transparan

Judul Cerpen Dunia Transparan

Cerpen Karangan: Nadesta Nazarius

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat), Cerpen Liburan, Cerpen Misteri

Lolos moderasi pada: 7 November 2016


Hah?? Ke Samarinda, Bu? ucapku terbelalak.

Iya, kampung halaman ibu. Kamu udah lama nggak bermain ke sana, kan?

Iya, bu.. tapi, malas, ah gerutuku sambil terus memainkan gadget. Ibu tersenyum simpul

memandangiku penuh arti.

Tapi, ibu sudah beli tiketnya, lho. Memangnya harus dibatalkan? Rugi dong? Lagi pula, kamu kan

sekalian liburan, ibu mengelus pelan kepalaku yang hanya mengendus kesal mendengar

perkataan ibu. Kak Riko yang kuliah saja, boleh berlibur kemana saja dia mau, kenapa aku nggak?

Tiga tahun lalu juga ibu bilang sudah membeli tiketnya, eh, ternyata belum huh, ibu

pembohong, ucapku pelan sambil terus menatap gadgetku. Ibu langsung menyodorkan sebuah

tiket penerbangan menuju Samarinda dan jelas-jelas namaku telah tertulis di situ. Ibu langsung

tersenyum puas.

Huh.. iya, ibu menang deh..! seruku jengkel di sertai tawa khasnya.

Akhirnya..!! seru Fabri senang. Tak pernah terpikirkan olehku, liburanku kali ini akan kuhabiskan

dengan sepupuku yang super ribut itu. Ia kembali berteriak memintaku agar cepat-cepat

membereskan barang-barang. Mobil ayah pun sudah siap mengantar kami ke bandara. Satu hal

yang kalian perlu tahu, ibu nggak jadi ke Samarinda. Huh, betapa malangnya aku ini.

Hati-hati ya, jaga diri kalian baik-baik! seru ibu disertai lambaian dari luar jendela. Aku hanya

mengangguk perlahan. Sepanjang perjalanan menuju Bandara Soekarno-Hatta, ayah memberi

tahu kami nanti Tante Sarah sendirilah yang akan menjemput dan memberi tahu bahwa sekarang

rumah Tante Sarah telah pindah di Samarinda Seberang. Akhirnya, sampailah kami di bandara.

Setelah mengucapkan selamat tinggal, akhirnya kami pun berangkat ke Samarinda. Pesawat

melesat di angkasa disertai bunyi gemuruhnya. Fabri langsung terlelap dalam mimpi-mimpi, entah

buruk ataupun indah. 1 jam, 2 jam, akhirnya kami telah tiba di Bandara Sepinggan Balikpapan.

Maklumlah, di Samarinda belum ada bandara besar.

Huft, akhirnya Samarinda!! Yuhuuu! seru Fabri saat ke luar dari pintu bandara. Huh, malu-

maluin. Jelas-jelas, kami masih di Balikpapan. Kami segera mencari Tante Sarah, dan berhasil

menemukannya di sudut bandara. Fabri langsung berlari menuju pelukannya, begitu pula aku.

Wah, kalian sudah besar-besar, ya. Tante kangen banget sama kalian. Ucap Tante Sarah, disertai

canda ria dari kami berdua. Entah kenapa, saat melihat Tante Sarah, aku menjadi sangat bahagia.

Kami langsung memasuki mobil dan menemukan 2 toples amplang. Tanpa izin, tanpa ragu, dan

tanpa pandang bulu, kami langsung menyerbunya. Tante Sarah tersenyum melihat tingkah laku

kami.
Amplang emang enak, ya celoteh Fabri dengan mulut penuh amplang.

Iyalah, jelas gitu loh, buatan Samarinda pamer Tante Sarah, tertawa. Aku pun hanya diam

ditemani sebuah toples amplang. Sekitar 1 jam, kami tiba di tempat yang bernama Bukit

Soeharto. Terbayang sudah sebuah cerita angker dari sana. Ada sesosok wanita korban kecelakaan

yang tewas secara tragis, sering menampakan diri dari balik pohon-pohon yang menjulang tinggi.

Suasana yang teduh, sunyi dan sepi menemani perjalanan kami melewati Bukit Soeharto. Sampai

akhirnya, kami berhasil ke luar dari Bukit Soeharto. Fabri kembali tertidur di kursi belakang

dengan sisa-sisa amplang menempel pada pipinya.

Aland? Nggak tidur? Masih satu jam lagi, lho, Tanya Tante Sarah tersenyum. Aku menggeleng

pelan. Kupandangi sebuah gantungan manik-manik. Pasti buatan nenek. Nenek merupakan

pengerajin manik-manik seperti itu. Maklumlah, nenek keturunan Suku Dayak. Tak lama, aku pun

tertidur. Serasa baru lima menit, suara Fabri terdengar nyaring di telingaku.

Aland! Aland! Kita udah sampai di Samarinda! serunya gembira. Aku yang baru terbangun,

langsung terheran-heran.

Lho? Udah sampai? Kok cepat banget, ya? ucapku pelan.

Hah? Cepat? Kamu kan tidur, Aland, jadi serasa cepat, gimana sih kamu ini?? ujar Fabri

cengengesan. Aku manggaruk-garuk kepalaku yang nggak gatal sambil tersenyum. Tak lama,

akhirnya kami tiba di rumah nenek. Tepatnya di Jalan Ciptomangunkusumo, Samarinda Seberang.

Wajah muram ku telah berganti. Tampak jelas, nenek yang tengah menunggu kedatangan kami di

depan rumah. Kami berlarian menuju nenek yang tersenyum lebar melihat kami.

Nenek!! Fabri kangen! seru Fabri seperti anak kecil.

Hai, nenek!! seruku. Nenek tersenyum melihat kami. Matanya berkaca-kaca. Mungkin, ia rindu

sekali pada kami. Kami pun di ajak masuk. Kami memasuki kamar, dan sialnya, aku sekamar

dengan Fabri. Terbayang lagi kenangan buruk saat aku sekamar dengannya. Saat kami bermain

dalam kamar, tak sengaja Fabri menyenggolku, aku pun terjatuh dan mulutku mengenai ujung

meja. Akibatnya, gusiku berdarah. Betapa sedihnya.

Setelah itu, aku bergegas mandi. Sedangkan Fabri tidak, ia langsung tidur. Betapa baunya ia nanti

ketika tidur di sampingku. Malam pertama di Samarinda kulalui dengan baik. Besoknya, aku dan

Fabri disuruh nenek mencari rotan di sekitar hutan di belakang rumah. Mungkin untuk membuat

kerajinan. Sambil membawa parang dan tali raffia, kami siap berangkat.

Nenek, nenek.. masa baru hari pertama di Samarinda langsung disuruh cari rotan, sih??

Bukannya diajak liburan kemana gitu. Serasa jadi anak pedalaman, deh keluh Fabri.

Iya nih, Samarinda kan banyak tempat hiburannya. Keluhku lagi.

Oh, iya, nanti ketepian Mahakam, yuk. Kita berdua aja. Jangan bilang-bilang nenek, nanti gak

dibolehin. Sekalian coba jalan kaki di Jembatan Mahakam. Ajak Fabri tiba-tiba.
Wah, boleh juga tuh. Beli durian juga, ya ucapku mengiyakan. Fabri mengangguk senang. Tepian

Mahakam memang banyak yang menjual durian. Memang mahal, tapi enak. Telah lama kami

berkelana di sekitar hutan, tapi nggak ketemu juga. Kami memutuskan mencari lebih kedalam

lagi. Kami terkejut saat menemui seseorang di hutan. Bertubuh anak kecil, tapi wajahnya seperi

orang dewasa. Ia tersenyum ke arah kami berdua. Karena merasa orang itu tetangga nenek, aku

juga balik tersenyum.

Mau kemana? tanyanya ramah. Kami terdiam sejenak. Merasa aneh melihat orang dewasa

setinggi itu. Tingginya sekitar pinggang kami. Pendek sekali.

Kami mau mencari rotan jawab Fabri. Orang itu tersenyum lalu menunjuk kearah barat daya.

Seperti memberi petunjuk. Tanpa kata, ia pun pergi meninggalkan kami.

Fab, kamu kenal orang tadi, nggak? tanyaku heran.

Nggak tuh, temannya Tante Sarah mungkin sahutnya. Kami coba mencari ke arah yang tadi ia

tunjukan dan menemukan rotan disana. Kami pun membawanya pulang. Sesampainya kami di

rumah nenek, kami langsung memberikan rotan pada nenek. Nenek pun berterima kasih dan

langsung masuk kedalam rumah. Aku dan Fabri langsung berlomba lari menuju Jembatan

Mahakam.

Ayo, Aland!! Buruan! seru Fabri dari jauh. Huh, mentang-mentang juara 1 lomba lari tingkat

provinsi, main seenaknya aja lari tanpa tungguin aku di belakangnya.

Hoiii..!! tunggu! seruku. Ia pun berhenti dan menunggu.

Kamu kelamaan! Nanti ketahuan nenek! ucap Fabri marah-marah.

Kamu kecepatan, tahu!? Sabar, dong! ucapku dengan nada kesal. Kami akhirnya berjalan saja.

Akhirnya, sampai juga kami di Jembatan Mahakam. Kupandangi Sungai Mahakam yang luas.

Terlihat jelas sebuah Masjid besar. Seingatku, namanya adalah Islamic Center. Begitu megah

dilihat dari sini. Kapal-kapal batubara berlalu-lalang. Banyak juga perahu-parahu kecil milik warga

setempat. Pemandangan yang sangat jarang di temui di Jakarta. Entah apa yang kupikirkan, aku

kembali teringat akan orang tadi. Siapa dia? Darimana? Dan kenapa tubuhnya kecil? Pertanyaan-

pertanyaan itu selalu terngiang di benakku.

Aland, kita kemana dulu? tanya Fabri sambil menepuk bahuku.

Hah? Apa? ucapku. Suara Fabri nggak terdengar jelas. Suara-suara gemuruh dari para

pengendara yang padat berlalu-lintas mengusik pendengaranku.

Kita mau kemana dulu?? ia membesarkan suaranya.

Oh, ke Tepian aja dulu. Nyantai-nyantai.. ucapku tersenyum. Ia pun mengangguk. Kami

menelusuri Jembatan Mahakam yang cukup panjang itu. Mataku tertuju pada tiang-tiang kokoh di

samping kiri dan kananku ini, besar, kuat dan tebal. Itu kesan pertamaku. Akhirnya, kami sampai

di Tepian. Terlihat banyak tempat-tempat berteduh, dan banyak lapangan di sini. Ada juga patung

Pesut Mahakam yang langka itu.


Kita jadi beli durian, nggak? Tanya Fabri.

Durian?? astaga! Lupa bawa uang!! seruku panik. Fabri menggeleng-gelengkan kepala. Aku

hanya nyengir.

Yasudah, nggak usah deh. Emang kamu ceroboh ucapnya seraya duduk di bawah sebuah pohon

yang rindang. Aku cengengesan sambil terus meminta maaf. Fabri pun mengangguk-angguk saja.

Yah, batal makan, nih.

Hari menjelang siang, kami hanya menikmati pemandangan di Tepian Mahakam. Kami pun

memutuskan untuk pulang. Pasti nenek dan Tante Sarah bingung mencari kami.

Darimana kalian? Tante Sarah berdiri di depan pagar menunggu kami. Air liurku langsung

tertelan. Jelas, Tante Sarah sedang marah.

Jalan-jalan, tante. Habis kami bosan jawab Fabri tertunduk.

Baru hari pertama kok bosan sih? Memangnya kalian nggak capek kemarin pergi jauh dari Jakarta

kesini?? tanya Tante Sarah bingung. Aku dan Fabri diam saja. Tante Sarah pun mempersilahkan

kami masuk. Di dalam, nenek tengah duduk di ruang tv. Nenek menoleh ke arah kami lalu

tersenyum. Tak ada kesal ataupun amarah pada raut wajahnya. Nenek malah menyuruh kami

mengambil cemilan di meja.

Wah, gula galit sama lempok durian! seruku dan Fabri bersamaan. Kami langsung memakannya.

Tante Sarah geleng-geleng kepala dan nenek hanya tertawa kecil. Terlintas kembali di benakku

tentang orang kecil yang kami temui saat mencari rotan.

Nek, tadi di hutan, kami ketemu sama orang kecil, lho, masa tingginya cuma sepinggang trus

wajahnya kayak orang dewasa, padahal badannya kayak anak kecil, gitu celotehku. Nenek dan

Tante Sarah terpaku mendengar perkataanku. Fabri mengangguk mengiyakan.

Kalian ketemu sama orang kerdil?? Kok bisa?? tanya Tante Sarah panik. Kami berdua

berpandangan, bingung. Nenek malah terlihat tenang, lalu menjelaskan.

Apakah ada di antara kalian ada yang pernah mendengar kata Gunung Lipan? Tanya nenek

tersenyum. Aku menggeleng pelan, begitu pula Fabri.

Gunung Lipan adalah tempat kita tinggal ini, memang jarang terdengar nama itu, hanya orangtua

di atas usia 70 tahuan yang mengetahuinya. Ucap nenek.

..lalu apa hubungannya dengan orang kerdil itu, nek? tanya Fabri bingung.

Gunung Lipan sebenarnya adalah sebuah perkampungan para makhluk halus yang kebanyakan

bertubuh kerdil. Mungkin orang yang kalian temui itu adalah orang kerdil itu. Dulu, setiap setahun

sekali diadakan Pelas Kampung dengan memberikan sesaji, untuk mereka. Tujuannya adalah agar

manusia biasa yang tinggal disini tidak diganggu oleh mahluk-mahluk gaib yang juga tinggal

bersama kita disini. Namun, sekarang hal tersebut sudah tidak dilaksanakan lagi. Entah mengapa,

nenek juga tidak tahu. Jelas nenek.

Hah!? Makhluk halus!? Kok bisa!?? seruku panik. Fabri mematung di sebelahku. Wajahnya pucat

pasi.
Biasanya orang kerdil itu berbaur dengan warga asli di sini, berarti kalian beruntung. Belum tentu

warga asli sini bertemu mereka, eh, ternyata kalian bertemu dengannya ucap nenek tersenyum di

sertai tawa Tante Sarah yang melihat reaksi kami berdua.

Ketemu makhluk halus kok beruntung sih, nek!? seru Fabri panik.

Iya! Nenek ini! seruku juga. Nenek malah tertawa. Apalagi Tante Sarah, tawanya makin lebar.

Huft, memang nggak sia-sia datang ke Samarinda, banyak sekali dunia transparan yang nggak

kelihatan dari luar, tapi mengasyikan untuk dijelajahi.

Putri Duyung Yang Berubah Wujud

Judul Cerpen Putri Duyung Yang Berubah Wujud

Cerpen Karangan: Tegar Diar Rohman

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat), Cerpen Fantasi (Fiksi)

Lolos moderasi pada: 22 October 2016

Putri duyung adalah cerita dongeng yang mempunyai beperapa versi. Suatu hari ada seorang ibu

yang membuang anak perempuanya yang bernama arum, zaman itu masih zaman kuno. Bayi itu

ditemukan oleh seorang penyihir jahat dan ia merubah bayi perempuan itu menjadi putri duyung

5 tahun kemudian arum menjadi anak anak, suatu hari ia dikasih kalung oleh penyihir jahat, suatu

hari ia main bersama duyng duyung lain lalu tiba tiba ada 3 hiu yang kelaparan, hiu itu hampir

memakan arum tapi tiba tiba kalung pemberian penyihir itu bersinar dan membuat ombak besar

dan membuat hiu hiu itu langsung lari ketakutan

Yee arum hebat arum hebat!! kata si teman teman duyung arum

Zaman kuno mulai berakhir, ketika itu sudah tahun 1503 secara tidak sengaja ia bertemu dengan

manusia yang tampan, ia adalah anak dari raja alexsander gheraha yang bernama jordan gheraha,

putra ke-2 raja alexsander, lalu arum bertemu lagi dengan jordan tapi saat itu badai besar dan

kapal tenggelam tapi jordan selamat lalu arum pergi agar identintas tidak diketahui oleh jordan

Suatu hari arum meminta kepada penyihir agar menjadikannya seorang manusia

Kamu bisa menjadi manusia dengan satu syarat yaitu mengembalikan kalung pemberianku

apakah kamu bersedia? kata penyihir sambil tertawa kata arum Iya aku bersedia lalu arum

menjadi manusia dan menuju ke kerajaan, lalu arum bertemu dengan pangeran jordan, langsung

pangeran jatuh cinta dengan arum

Maukah kau menjadi pendamping hidupku? dengan malu malu arum mengatakan Iya pangeran

aku bersedia menjadi pendamping hidupmu tapi ternyata pangeran jordan sudah dijodohkan

dengan sinta alexsa dan satu bulan kemudian ada peperangan besar antara kerajaan alexsander

gheraha melawan kerajaan selatan di situ arum tertembak dan mengetahui hal itu jordan lari dan
memeluk arum Aku cinta kamu arum kata sih pangeran sambil menangis. Akhirnya pangeran

jordan juga tertembak dan mati bersamaan, sejak hari itu kerajaan terus memperingati hari

kematian arum dan pangeran jordan.

Tamat

Cerpen Karangan: Tegar Diar Rohman

Cerita Putri Duyung Yang Berubah Wujud merupakan cerita pendek karangan Tegar Diar

Rohman, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen

terbaru buatannya.

Peri Gigi

Judul Cerpen Peri Gigi

Cerpen Karangan: Gufita Siti Amalia

Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat)

Lolos moderasi pada: 28 September 2016

Kata orang-orang peri gigi itu beneran adanya. Kenapa? Karena suatu hari gigi Belinda copot,

Belinda sangat kesal sekali, rasanya sakit dan perih. Malah giginya berdarah. Belinda menangis,

tapi untungnya ada Mama yang menyuruh Belinda bersabar.

Ma, kenapa sih mesti copot segala? protes Belinda.

Itu karena sudah waktunya copot. Belinda kan sudah berumur 7 tahun.

Tapi kan Belinda masih kecil, harusnya nanti saja kalau Belinda sudah besar.

Hehehe, Belinda kan anak yang tangguh jadi harus kuat, walaupun copot satu nanti tumbuh lagi

kok. Ujar Mama.

Oh iya Ma, giginya harus kemanain?

Buang aja.

Belinda pun menuruti perintah Mamanya, ia bergegas menuju ke dapur untuk membuang giginya

yang copot. Namun tiba-tiba Belinda teringat ucapan teman-temannya. Jika gigi kita copot, kita

harus menyimpannya di balik bantal saat hendak tidur, karena nanti datang peri gigi yang akan

mengambil gigi tersebut.

Belinda tersenyum dan mengangguk, lalu gigi tersebut digenggamnya kembali dan menaruhnya di

kantong celana yang dipakainya.

Udah dibuang belum giginya? tanya Mama.

Ng udah Ma. Belinda berbohong kepada Mamanya, karena Belinda ingin menyimpan gigi

tersebut di balik bantal agar bisa membuktikan jika peri gigi itu benar adanya.
Kok Belinda kelihatannya gugup? selidik Mama

Hah? Gugup? Enggak kok Ma.

Malam harinya, pada pukul 8 malam Belinda bergegas untuk tidur, sebelumnya ia gosok gigi dan

cuci muka terlebih dahulu.

Belinda mengeluarkan gigi dari kantong celananya, dan tersenyum puas, karena malam ini Belinda

benar-benar akan bertemu dengan peri gigi.

Gigi tersebut segera disimpannya di balik bantal, dan Belinda mulai tertidur. Tetapi Belinda tidak

bisa tidur, ia berpikir, jika ia tertidur, berarti ia tidak akan bertemu peri gigi.

Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam. Belinda mencoba untuk tidak tertidur, agar bertemu

peri gigi yang akan mengambil gigi Belinda yang copot. Namun lama kelamaan Belinda terus saja

menguap tandanya mengantuk, Belinda pun tertidur.

Dalam tidurnya, Belinda bermimpi bertemu dengan peri gigi yang hendak mengambil gigi dari

balik bantalnya, ia kegirangan, namun Belinda tiba-tiba terkejut, karena peri gigi yang cantik itu

berubah menjadi peri gigi yang menyeramkan, lalu Belinda tak bisa berbicara apa-apa saking

kagetnya, dan peri gigi itu tertawa.

Hahahaha, kenapa giginya hanya satu?

Ka kamu siapa? tanya Belinda terbata-bata.

Aku peri gigi. Peri yang suka mengambil gigi anak-anak seperti kamu. Tapi aku hanya ingin semua

gigi milikmu. Ayo berikan! Berikan!

Tidak tidakkk Belinda menutup mulutnya rapat-rapat.

Ayo berikan!

Tidaaaaaakkk

Tiba-tiba Belinda pun terbangun dari tidurnya, nafasnya naik turun seperti sudah berlari.

Lalu Mama menghampiri Belinda. Kenapa? tanya Mama dengan cemasnya sambil memeluk

Belinda.

Belinda takut Ma.

Sudah-sudah, itu hanya mimpi buruk, mending sekarang Belinda tidur lagi ya? bujuk Mama.

Belinda mengangguk. Mama pun kembali ke kamarnya.

Aduh tadi itu Belinda mimpi buruk, eh eh tapi beneran gak ya, jika peri gigi itu jahat? Soalnya di

mimpi barusan, peri giginya serem. Aduh Belinda gak mau tidur ah, takutnya peri gigi itu muncul

lagi di dalam mimpi Belinda. Belinda berbicara sendiri.

Kemudian Belinda, ingin melihat giginya, apakah ada atau tidak. Ia pun segera membuka

bantalnya dan ternyata gigi tersebut sudah tidak ada. Belinda pun sedikit ketakutan. Namun ia

tercengang karena menemukan sepucuk surat dari kertas yang berwarna merah muda, dan

bertuliskan.
Dear Belinda.

Terimakasih ya Belinda, Peri sudah mengambil gigi di balik bantal. Semoga Belinda senang dengan

kedatangan peri gigi ke rumah Belinda, namun peri minta maaf jika Belinda bermimpi buruk, itu

karena peri lupa menaburi benih-benih mimpi indah di tempat tidur Belinda, tapi Belinda jangan

berkecil hati karena nanti peri akan mengganti mimpi-mimpi tersebut dengan mimpi yang lebih

indah dan ceria.

Salam

Peri Gigi

Belinda pun tersenyum kegirangan dan matanya bulat membesar, lalu ia berjanji akan

menceritakan kejadian ini kepada teman-temannya di sekolah, dan menyimpan surat merah muda

tersebut ke dalam laci mejanya sebagai kenang-kenangan dari peri gigi.

Kemudian Belinda kembali tertidur, dan saat Belinda tertidur, Belinda bermimpi indah. Mungkin itu

janji peri gigi yang akan memberikan mimpi indah kepada Belinda.

Putri Sofia

Judul Cerpen Putri Sofia

Cerpen Karangan: Dayu Swasti Kharisma

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat), Cerpen Fantasi (Fiksi)

Lolos moderasi pada: 8 September 2016

Alkisah, hiduplah seorang putri raja dari Kerajaan Berlian. Dinamakan demikian karena kerajaan

tersebut kaya akan tambang berlian. Sebagian besar penduduknya pun mencari nafkah dari

menambang berlian dan dijual ke negeri tetangga, seperti negeri Emas, negeri Perak, dan negeri

Timah. Seluruh rakyat negeri Berlian amat mencintai putri raja mereka, Putri Sofia. Putri Sofia

cantik jelita dan berhati lembut. Kebaikan dan kecantikan Putri Sofia pun sampai ke telinga-telinga

pangeran dari negeri lain.

Suatu hari, Pangeran Julian dari negeri Emas menyatakan keinginannya pada ayahnya, untuk

meminang Putri Sofia.

Ayah, aku ingin meminang Putri Sofia dari kerajaan Berlian, Kata Pangeran Julian di sela-sela

latihan memanahnya.

Hmm, Ayah tahu, kau pasti sudah mendengar mengenai kebaikan dan kecantikannya kan? Tanya

Sang Raja. Pangeran Julian mengangguk yakin.

Aku sangat mengidamkan calon istri seperti itu Ayah,

Tapi kau belum pernah melihatnya. Bagaimana kalau dia cacat? Tanya Sang Raja menguji

putranya.
Ah, dia tidak mungkin cacat. Aku sangat yakin Putri Sofia adalah sosok yang sangat sempurna!

Kata Pangeran Julian sembari mengarahkan anak panahnya ke buah apel yang ditancapkan ke

sebatang pohon besar berjarak 50 meter dari mereka berdiri. Tepat sasaran!

Seandainya dia cacat, apakah kau masih ingin menikahinya? Tanya Ayahnya lagi. Pangeran Julian

hanya terdiam. Dalam hati ia menginginkan calon istri yang sempurna, bukan yang cacat. Jika

Putri Sofia cacat, maka ia akan mundur dan mencari putri raja dari kerajaan lain yang lebih baik

dari putri Sofia.

Sementara itu pangeran Adam dari Kerajaan Perak pun diam-diam tertarik pada Putri Sofia, yang

menurut kabar yang ia dengar, cantik jelita dan berhati lembut. Namun ia hanya memendam

keinginannya dan berkata dalam hati, Putri Sofia sangat cantik baik fisik dan hatinya, namun aku

hanya Pangeran yang berasal dari kerajaan biasa, tidak sekaya kerajaan Putri Sofia, tentu aku tak

pantas bersanding dengannya, Kata Pangeran Adam dengan rendah hati.

Apakah kau tidak menginginkan Putri Sofia? Tanya Sang Raja pada Pangeran Adam yang sedang

latihan berkuda bersama ayahnya. Pangeran Adam sangat mahir berkuda.

Tentu aku menginginkannya Ayah, tapi masih banyak pangeran dari negeri lain yang jauh lebih

baik dariku, Kata Pangeran Adam.

Kau tampan dan pintar. Kau juga rendah hati, kau sangat pantas untuk Putri Sofia, Kata Sang

Raja membesarkan hati putranya. Namun Pangeran Adam diam saja dan berusaha melupakan

keinginannya untuk bersanding dengan Putri Sofia.

Di negeri Timah, Pangeran Kevin yang suka bermalas-malasan pun mengutarakan keinginannya

pada ayahnya untuk memperistri Putri Sofia.

Kau tak pantas untuknya. Kau sangat pemalas. Aku bahkan tak ingin kau menggantikanku

memimpin kerajaan ini, Kata Sang Raja pada putera semata wayangnya. Pangeran Kevin

terbelalak.

Aku janji akan berubah Ayah. Ayolah, aku ini anakmu satu-satunya. Penuhilah keinginanku. Rayu

Pangeran Kevin.

Sepertinya hari yang ditunggu-tunggu oleh pangeran-pangeran di berbagai negeri pun tiba. Raja

negeri Berlian hendak mencarikan calon suami untuk Putrinya yang tercinta.

Syaratnya, Pangeran itu tak hanya tampan secara fisik saja, tapi juga pintar dan berhati tulus,

Kata Putri Sofia pada Ayahnya.

Raja negeri Berlian pun menyampaikan undangan pada pangeran-pangeran di seluruh negeri yang

merasa dirinya tampan, pintar dan berhati tulus untuk datang ke kompetisi pencarian jodoh di

negeri Berlian. Karena hampir semua Pangeran telah mendengar mengenai Putri Sofia, mereka

datang berbondong-bondong ke negeri Berlian hendak berlomba memenangkan hati Putri Sofia.

Istana negeri Berlian sangat megah, karena negeri Berlian adalah negeri yang paling kaya dari

semua negeri yang pernah ada. Tembok besar yang mengelilingi istana itu dihiasi butiran-butiran
berlian yang berkilat-kilat tertimpa matahari. Kastilnya pun sangat besar dan megah berdiri di

tengah-tengah danau yang luas seakan-akan istana itu mengapung di atas air. Jalan-jalan di

negeri itu dikelilingi pepohonan dan bunga-bunga yang sangat indah seperti di negeri dongeng.

Untuk menuju istana, semua pangeran harus menggunakan perahu megah untuk menyebrangi

danau.

Selamat datang Pangeran dari seluruh penjuru negeri, Sapa juru bicara Raja saat keseratus

pangeran itu telah berada di ruang tamu istana yang luas dan indah. Pasti kalian semua datang

dengan harapan besar ingin memenangkan hati Putri Sofia. negeri kami sangat menghargai

kedatangan pangeran-pangeran yang terhormat. Tapi Putri Sofia hanya akan memilih satu orang di

antara kalian, yang tampan, pintar dan berhati tulus.

Akulah orangnya, Gumam Pangeran Julian. Aku tampan, pintar, dan tulus.

Pasti aku yang menang, Kata Pangeran Kevin. Aku sesuai yang diinginkan Putri Sofia.

Hampir semua pangeran menyatakan dirinya sebagai yang diinginkan Putri Sofia. Seleksi pertama,

ke 100 pangeran itu harus mengerjakan 100 soal pengetahuan dan teka-teki untuk menilai

kecerdasan mereka. 50 Pangeran dengan nilai terendah harus pulang ke negerinya.

Soal ini sangat mudah, Kata Pangeran dari negeri besi. Aku tak perlu berpikir banyak untuk

menyelesaikannya.

Ini soal termudah yang pernah aku kerjakan, Kata Pangeran Kevin sambil memainkan pena bulu

angsanya. Akulah yang akan memperoleh nilai tertinggi.

Huh, semua pangeran di sini berlagak pintar, Kata Pangeran Julian pada Pangeran Adam yang

duduk di sebelahnya. Mereka semua pura-pura menganggap soal ini mudah. Padahal aku telah

melihat puluhan kening yang berkerut! Pangeran Adam hanya menanggapi ucapan Pangeran

Julian dengan tersenyum. Pangeran Julian sadar bila Pangeran Adam yang sedari tadi ia ajak

bicara tidak lagi mengerjakan soalnya. Tentu orang ini sangat bodoh, pikir pangeran Julian.

Kenapa kau tidak mengerjakan? Apakah terlalu susah? Tanyanya dan ia mengintip sejenak ke

perkamen rekannya itu dan langsung kaget setelah mengetahui keseratus soal itu telah berhasil

dipecahkan seluruhnya oleh Pangeran Adam.

Kau ternyata jenius, Pangeran Perak! Seru Pangeran Julian terpukau. Semula ia menyangka

saingannya itu bodoh karena jarang sekali berbicara. Ia buru-buru menyelesaikan soalnya yang

baru tiba di nomor 70.

Akhirnya tersingkirlah ke-50 pangeran dengan nilai terendah, termasuk pangeran dari kerajaan

besi. Pangeran dari negeri emas, perak dan timah termasuk yang lulus. Bahkan juru bicara istana

mengumumkan 1 orang di antara ke-50 pangeran itu bisa memecahkan 100 soal dengan tepat.

Selamat kepada Pangeran Adam, dari negeri Perak. Kau satu-satunya orang yang berhasil

memecahkan semua soal ini. Kau terbukti jenius, tapi itu belum cukup. Kesempatan masih terbuka

lebar bagi yang gagal. Masih ada 2 ujian yang harus kalian lalui lagi. Diam-diam Putri Sofia

mengintip ke-50 pangeran itu. Pandangannya tertuju pada Pangeran Adam. Pemuda itu tinggi dan
tampan. Ia juga jenius karena berhasil memecahkan soal kerajaan yang susah. Tapi Putri Sofia

belum tahu seperti apa kepribadian Pangeran Adam yang sesungguhnya.

Saatnya istirahat. Keesokan harinya mereka harus bersiap menghadapi tantangan selanjutnya

yang akan menyingkirkan 40 orang dari mereka. Masing-masing pangeran itu diberikan kamar

istana yang indah dan nyaman, bahkan jauh lebih nyaman dari kamar di istana mereka.

Permisi yang mulia Terdengar suara seorang wanita di balik pintu kamar pangeran Julian.

Masuk.

Ijinkan hamba membersihkan kamar ini sebelum anda tidur, yang mulia, Ucap pelayan itu.

Baiklah. Hey, omong-omong, kenapa Putri Sofia tidak pernah menampakkan diri? Tanya

pangeran Julian.

Ehm Sesaat pelayan kerajaan itu ragu. Maaf pangeran, sebaiknya Anda pulang saja ke negeri

anda dan carilah putri lain untuk menjadi istri anda. Ucap pelayan itu.

Ada apa ini sebenarnya? Pangeran Julian kaget mendengar ucapan pelayan itu.

Putri Sofia

Ada apa dengan Putri Sofia?

Ia cacat, yang mulia. Mendengar ini, Pangeran Julian seakan disambar petir. Putri Sofia memang

cantik dan baik hati, sebelum ia terjatuh ke jurang sebulan yang lalu. Saat ini, Putri Sofia hanya

memiliki satu kaki. Wajahnya pun rusak sebelah akibat kecelakaan itu.

Apa?! Oh tidak

Sebaiknya anda pulang, yang mulia. Carilah

Tidak! Aku tidak akan pulang. Aku akan memenangkan semua kompetisi ini. Seluruh negeri akan

mengingatku sebagai pangeran terbaik sejagad.

Lalu bagaimana dengan Putri Sofia, yang mulia?

Setelah menang aku akan pulang ke negeriku. Aku tidak akan menikahi orang cacat itu hey!

Kau akan tutup mulut kan? Tutup mulut dari semua yang telah kuucapkan? Pelayan itu

mengangguk.

Jika kau membocorkannya, hidupmu tak akan pernah bahagia lagi! Ancam Pangeran Julian kasar.

Yang mulia tak perlu khawatir. Ini hanya antar kita berdua, Ucap pelayan itu.

Pagi tiba. Setelah sarapan, 50 pangeran dari negeri berbeda itu segera bersiap mengukuti

kompetesi selanjutnya. Namun tampaknya banyak di antara mereka yang tak sesemangat

kemarin.

Sebenarnya aku ingin pulang saja ke negeriku, Kata pangeran Kevin.

Yah, bodoh sekali kita menyusahkan diri merebutkan seorang putri raja yang cacat, Ucap

seorang pangeran dari negeri laut. Tapi biarlah, aku ingin terkenal sebagai pangeran yang

memenangkan kompetisi ini!

Jadi kalian semua sudah tahu kalau putri Sofia itu cacat? Bisik Pangeran Julian. Pangeran-

pangeran itu mengangguk. Dari mana kalian tahu?


Seorang pelayan yang mengatakannya, Ucap seorang pangeran. Pangeran Julian heran. Ada apa

ini? Kenapa semua pelayan di kerajaan ini berkhianat?

Seperti apapun keadaan fisik Putri Sofia, itu tidak penting, Ucap suara seorang pangeran. Semua

mata memandang ke arahnya. Ternyata suara Pangeran Adam yang biasanya selalu diam.

Kebersihan dan kebaikan hati jauh lebih penting.

Hey orang bodoh, Maki pangeran Kevin. Aku yakin kau sebetulnya tak ingin menikah dengan

orang cacat, iya kan?!

Aku ingin menikah dengan putri yang berhati lembut dan bersih, tak peduli seperti apa fisiknya,

Ucap Pangeran Adam.

Mudah saja kau berucap begitu, Kata pangeran dari kerajaan Elang. Kau belum pernah

melihatnya secara langsung kan? Pangeran Adam tak berminat lagi berdebat dengan rekan-

rekannya. Ia memilih kembali diam.

Baiklah, sebelumnya, perkenalkan. Aku adalah instruktur berkuda Putri Sofia. Ucap seorang

gadis cantik berseragam penunggang kuda lengkap dengan helm di kepalanya. Rambutnya yang

panjang menyembul di belakang dari helm itu. Sebagian wajahya tersembunyi di balik helm yang

ia kenakan. Semua pangeran menghentikan aktivitas mereka dan memperhatikan gadis itu.

Telah kami sediakan untuk yang mulia kuda-kuda untuk berlomba. Silakan kenakan helm yang

mulia dan pilih seekor kuda yang menurut yang mulia paling baik. Ucap instruktur itu. Hampir

semua pangeran terpukau melihat gaya anggunnya.

Sayang dia bukan putri raja! Gumam salah seorang pangeran. Yang lain mengangguk setuju.

Kita akan mengarungi tebing dan jalanan yang penuh rintangan. yang mulia hanya perlu sedikit

lebih cepat dariku untuk memenangkan kompetisi ini. Katanya. Lakukan sekarang! Perintahnya

tegas karena sebagian besar pangeran hanya melamun sambil menatap ke arahnya. Dengan

kaget, pangeran-pangeran itu pun melaksanakan perintah sang instruktur.

Perlombaan ini terasa amat berat karena medan yang curam dan terjal. Banyak kuda-kuda mereka

yang enggan melanjutkan perjalanan hingga terpaksa mereka turun dan menuntun kuda mereka.

Instruktur berkuda Putri Sofia memimpin jauh di depan. Ia sangat mahir menunggang kudanya

menaiki jalanan yang menanjak. Medan keras sepertinya tak jadi soal untuknya. Ia tertawa

melihat pangeran-pangeran manja itu mulai menyerah satu-persatu.

Kalah pun tak akan rugi bagiku! Ucap seorang pangeran yang langsung putar balik ke arah

istana. Ia menyerah. Rupanya jejaknya diikuti oleh banyak pangeran lainnya.

Pangeran Adam berusaha keras menaklukan medan yang tak bersahabat itu. Ia beruntung karena

ia sudah berada 20 meter di belakang gadis instruktur berkuda itu. Namun di tengah perjalanan ia

mendengar teriakan salah sorang pangeran yang rupanya terperosok jatuh ke jurang. Pangeran

Adam segera mengehentikan langkah kudanya dan berlari ke arah suara.


Jangan pedulikan suara itu! Kau sudah hampir menang! Teriak sang instruktur. Namun Pangeran

Adam tak menghiraukannya.

Tolong aku.. Kata Pangeran Kevin yang kini hanya berpegangan ke tangkai dahan pohon yang

mulai rapuh. Dengan sigap Pangeran Adam menarik tangannya.

Terima kasih, hampir saja aku mati sia-sia demi orang cacat itu, Ucap Pangeran Kevin setelah ia

berhasil memanjat ke tempat yang aman.

Tutup mulutmu atau aku akan melemparkanmu ke jurang lagi, Ancam Pangeran Adam kesal.

Pangeran Kevin terdiam takut dan pura-pura menyeka darah yang menetes-netes dari lengannya.

Pangeran Adam merobek paksa lengan bajunya dan mengikat luka itu kuat-kuat.

Kau sudah hampir menang kawan. Kenapa kau mau menolongku? Pangeran Adam tak

menjawab. Apa benar kau masih menginginkan Putri Sofia? Tanya Pangeran Kevin.

Ya. Aku menginginkannya.

Meski ia?

Meski ia cacat fisik, tapi hatinya tidak cacat sepertimu. Jadi aku tetap menginginkannya. Aku tak

mau buang waktu lagi di sini, Pangeran Adam bergegas menuju kudanya diikuti oleh Pangeran

Kevin yang tidak lagi banyak bicara.

Katika kedua pangeran itu sampai di puncak bukit, sudah ada instruktur berkuda dan Pangeran

Julian di sana.

Haha, akhirnya aku bisa mengalahkanmu. Lihat, bajumu sampai robek. Sedangkan aku? Tak

sehelai rambut pun yang berkurang. Pangeran Julian berucap puas. Kenapa kau mau menolong si

bodoh itu? Ah, nampaknya aku yang lebih jenius darimu, Pangeran Perak.

Raut wajah Pangeran Adam menunjukkan seolah-olah ia tidak mendengar semua omong kosong

Pangeran Julian.

Hanya 3 dari 50? Wow, tampaknya ini pertandingan yang terakhir. Ucap gadis itu sambil tertawa.

Wajahnya celingukkan ke mana-mana. Aku tak tahu bagaimana bocah-bocah manja itu bisa

memimpin kerajaan mereka nantinya!

Tibalah hari terakhir kompetisi yang paling menentukan. Ketiga pangeran beserta pegawai

kerajaan berdiri di tepi danau dengan alat lukis lengkap. Karena tugas mereka selanjutnya adalah

melukis wajah Putri Sofia. Ketiga pangeran bingung hendak melukis seperti apa. Mereka belum

pernah bertemu Putri Sofia.

Perlu diketahui, pemenang dari kompetisi terakhir ini akan menandatangani keputusan mutlak

untuk menikah dengan Putri Sofia. Mendengar ucapan juru bicara kerajaan ini, Pangeran Julian

merasa isi perutnya bergolak. Oh tidak, ia harus kalah. Ia tidak boleh menang! Bagaimana

mungkin ia mau menikahi seorang putri yang berkaki satu dan berwajah buruk rupa? Pangeran

Kevin pun berniat melukis asal saja supaya ia kalah.

Yang mulia tidak perlu khawatir. Anda hanya perlu melukis Putri Sofia sebagaimana yang ada di

benak Anda. Suasana kemudian hening saat ketiga pangeran itu berusaha keras melukis orang
yang belum pernah mereka temui. Pangeran Adam tersenyum memandangi lukisannya yang

hampir jadi. Ia menggambarkan sesuai yang ada di benaknya sebelum ia tahu perihal kecacatan

Putri Sofia. Seorang putri raja yang sempurna.

Waktu habis. Sang instruktur berkuda Putri Sofia ikut hadir menyaksikan hasil lukisan ketiga

pangeran itu. Semua menggambarkan putri yang berkaki satu dengan bekas luka di wajah

jelitanya. Semua, kecuali lukisan Pangeran Adam. Lukisannya menggambarkan seorang Putri yang

cantik sempurna tanpa cacat sedikitpun.

Hey, kenapa instruktur itu ada di sini? Apa dia juga instruktur lukis Putri Sofia? Bisik Pangeran

Kevin pada Pangeran Adam. Instruktur berkuda itu menggunakan seragam prajurit yang biasa

dikenakan laki-laki.

Ia memang cantik dan serba bisa. Tapi ia sangat sombong melebihi kaum bangsawan! Kukira ia

tidak memiliki darah biru! Ucap Pangeran Julian sambil melipat kedua lengannya dan memandang

sebal ke arah instruktur itu.

Tak lama kemudian, instruktur itu menghampiri mereka satu persatu. Hmm, bisa kau jelaskan

mengapa kau menggambarkan Putri Sofia seperti ini? Tanya sang instruktur pada Pangeran Kevin.

Yah, yang kudengar Putri Sofia cacat. Ia berkaki satu dan wajahnya berbekas luka. Jawab

Pangeran Kevin jujur.

Dari kerajaan mana kau berasal?

Kerajaan Timah. Jawab Pangeran Kevin. Sang instruktur berlalu ke Pangeran Julian.

Bisa jelaskan lukisan ini? Tanyanya ketika ia melihat lukisan buruk rupa itu.

Aku melukis seperti apa yang seharusnya kulukis, Ucap Pangeran Julian dengan malas.

Maksudmu?

Putri Sofia cacat, dan seperti inilah gambaran yang pantas untuknya. Instruktur itu mengamati

baik-baik lukisan Pangeran Julian yang menggambarkan Putri raja cacat dan berwajah buruk rupa.

Tidak seperti lukisan pangeran Kevin yang menggambarkan bekas luka di wajah jelita, wajah Putri

Sofia di lukisan ini jauh lebih buruk.

Kau menghina putri kesayangan kami! Kecam instruktur itu.

Ini kenyataan, bukan hinaan! Coba kau perlihatkan Putri Sofia di depanku! Aku yakin lukisankulah

yang paling mirip! Sesaat sang instruktur hendak menghajar Pangeran Julian karena

kelancangannya. Namun ia menahan diri. Ia segera menuju ke lukisan Pangeran Adam.

Gadis itu terpukau. Lukisan yang satu ini berbeda dengan dua lukisan sebelumnya. Putri Sofia di

lukisan ini amat cantik jelita, sempurna tanpa cacat.

Mengapa mengapa kau melukis seperti.. seperti ini? Tanya sang instruktur terbata-bata. Ia

amat terpukau dengan lukisan itu.

Aku belum pernah bertemu dengan Putri Sofia. Sedikitpun aku tak tahu seperti apa rupanya.

Namun sebelum aku tiba di kerajaan ini, di benakku Putri Sofia adalah Putri yang cantik jelita dan

berhati lembut bak bidadari. Bila kemudian ada kabar yang mengatakan ia cacat, bagiku itu tak
akan banyak mempengaruhi kebaikan hatinya. Ia tetaplah Putri Sofia yang sempurna seperti

ketika aku belum mengetahu kecacatannya, Kata Pangeran Adam jujur. Pangeran Julian dan

Pangeran Kevin kehabisan kata-kata memandangnya.

Kau.. kau dari mana kau berasal? Tanya sang instruktur terpukau.

Aku Pangeran Adam dari Kerajaan Perak? Pangeran Adam bingung hendak memanggil apa

orang di depannya karena ia tak tahu namanya. Maaf nona instruktur, nama anda adalah?

Oh, ya, Kenalkan. Aku adalah Putri Sofia. Ucap gadis itu. Ia melepas topi yang menutupi

sebagian wajahnya. Tiba-tiba saja udara seakan hilang karena ketiga pangeran itu tak sanggup

bernafas karena kaget luar biasa. Di hadapan mereka bukan lagi nona instruktur yang galak dan

sombong, melainkan Putri Sofia yang setelah melepas topinya, mulai terpancar kecantikan dan

keanggunannya. Wajahnya sejernih air dan seindah pualam. Rambutnya yang kemerahan tergerai

panjang. Wajah Pangeran Julian merah karena malu mengingat semua kebodohannya selama ini.

Mengapa kau membohongi kami lewat kabar kecacatanmu, Tuan Putri? Tanya Pangeran Kevin.

Kelak seandainya terjadi sesuatu yang menyebabkan aku cacat, aku akan tahu apakah suamiku

akan meninggalkanku atau tidak.

Tapi tapi kenapa anda berbuat demikian, yang mulia? Tanya Pangeran Adam masih takjub.

Karena dengan begini, aku bisa membedakan siapa di antara kalian yang sombong, tamak, dan

dan berhati tulus. Ucap Putri Sofia sambil memandangi wajah tampan Pangeran Adam.

Pangeran Julian dan Pangeran Kevin mengutuk diri mereka sendiri karena tidak tulus dan

mengharapkan ketenaran sewaktu datang ke istana Kerajaan Berlian. Mereka sadar, bahwa

mereka telah memanen apa yang mereka tanam, kesombongan berbuahkan kekalahan.

Yah, akhirnya seperti dongeng anak-anak, Kerajaan Berlian bersatu dengan Kerajaan Perak

menjadi Kerajaan Perlian singkatan dari perak dan berlian. Raja mereka kini, Raja Adam, raja arif

bijaksana, hidup bersama istrinya yang jelita dan berhati lembut, Ratu Sofia.

Peternak dan Kucingnya

Judul Cerpen Peternak dan Kucingnya

Cerpen Karangan: Jaka Ahmad

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat)

Lolos moderasi pada: 28 August 2016

Pada suatu masa, hiduplah seorang peternak kuda dari suatu kerajaan China. Ia menjalani

kehidupan dalam kesendirian, kecuali dengan banyak sekali kuda-kuda sehat yang sangat subur,

membuatnya memiliki banyak sekali kuda untuk dijual. Dari sanalah, ia dapat menjalani dan

menafkahi hidupnya sendiri, yakni dari pundi-pundi emas dari setiap kuda yang ia jual. Selain

kuda, peternak itu juga memelihara seekor kucing berbulu putih sempurna yang sangat cantik,

bernama Mao.
Namun sayang, kehidupannya yang terlihat baik-baik saja, acap kali terusik oleh oknum prajurit-

prajurit jahat yang sering meminta secara paksa kuda-kuda yang ia jual. Tentu saja, hal semacam

ini tidak boleh dilakukan prajurit kerajaan manapun. Tapi, memang kelompok oknum prajurit ini

sering kali bertindak seperti preman di belakang prajurit lainnya. Mereka meresahkan penduduk

desa, namun tak ada yang berani melawan.

Padahal, si peternak tahu, jika saja Jendral atau petinggi kerajaan mengetahui hal ini, pasti

prajurit-prajurit itu akan dihukum berat. Namun, seperti yang telah disinggung, ia memilih diam

saja karena sering diancam oleh para prajurit.

Jika kau katakan hal ini pada siapapun, kami takkan segan-segan menghancurkanmu dan segala

ternakmu! Kata salah satu prajurit, di suatu hari. Setelah si peternak mengancam untuk

mengadu.

Karena hal ini, sang peternak tak berani mengadukannya. Ia pun hidup dalam bayang-bayang

ketakutan pada para prajurit selama lebih dari dua tahun. Setiap hari, ia tetap memberi pakan

pada kuda-kudanya, kadang menjual kudanya dengan harga selayak mungkin, tapi kadang ia

harus rela memberi kudanya secara gratis. Semua itu ia lakukan karena dipaksa oleh para oknum

prajurit.

Akan tetapi, pernah sewaktu-waktu si peternak melawan. Karena Mao peliharaannya ditendang

oleh salah satu prajurit, ia hampir menyerang salah satu prajurit dengan garpu rumput. Ketika

para prajurit memaksa peternak untuk memberikan kuda terbaiknya waktu itu, Mao langsung

melompat dan mencakar tangan berotot salah satu prajurit, dan mendesis hebat.

Karena merasa terganggu, si prajurit lantas menendang si kucing begitu saja, dan membuat

peternak marah. Ia mengambil garpu rumput, mengarahkannya pada salah satu prajurit, dan

berteriak Jangan sentuh kucingku!

Tapi prajurit itu berhasil menghindar. Ketika itu terjadi, rombongan prajurit lain seakan gelisah.

Mereka memandang keluar peternakan, dan salah satunya berkata Ini bisa memancing keributan!

Ayo pergi dari sini!

Dan salah satunya berkata Kami akan kembali lagi nanti!

Mereka pun, dengan nampak penuh kekhawatiran, ke luar dari peternakan menuju kota. Mereka

juga menundukkan kepala mereka, ketika melewati salah satu prajurit bertubuh sangat besar yang

sedang berjaga di desa. Peternak berpikir, mereka sengaja menutupi wajah mereka agar prajurit

berbadan besar tak mengenal mereka. Mungkin sebelumnya, mereka punya masalah atau
semacamnya. Tapi peternak merasa lega, ia setidaktidaknya belum harus memberikan kuda

terbaiknya. Ia berharap dan berdoa, agar dapat menjual kuda terbaiknya secepat mungkin.

Ia sadar Mao menghilang. Setelah para prajurit tak terlihat lagi, ia mencari Mao kucingnya.

Ternyata kucing berbulu putihnya itu berjalan ke luar. Peternak, dengan tenang dan penasaran,

mengikuti Mao dengan kesunyian. Mao melompat tinggi pada sebuah tembok, dan peternak

memanggilnya, tapi sang kucing tak bergeming.. Tembok itu tipis dan tinggi, Mao melompat

melalui tumpukkan kotak bekas pakaian tak terpakai di depannya. Peternak memanggil lagi, tapi

Mao tetap melanjutkan jalannya.

Kemana Mao pergi? Tanya peternak pada dirinya sendiri.

Karena penasaran, ia pun mengikuti Mao. Ternyata Mao tak hanya berjalan melewati tembok tipis

dan rawan itu saja. Ia juga melakukan hal berbahaya lainnya, seperti berjalan tanpa takut di

hadapan seekor anjing pemburu yang dirantai, melompati kubangan lumpur yang cukup luas

baginya, bahkan memanjat sebuah pohon tinggi. Ia mengambil sesuatu di atas sana, dan ia

menatap peternak dengan menggigit sebuah pesawat kertas. Dengan sedikit keraguan, ia

melompat dari ketinggian. Mao hanya bermain dan mencakar kertas itu, dan ketika ia merasa

bosan, ia meninggalkannya.

Peternak pun berpikir, dan berbicara pada dirinya lagi, Bodohnya kucingku, melintasi jalan

berbahaya hanya untuk kertas tak berharga. Ia pun membawa kucingnya kembali ke rumah.

Kemunculan bulan menandakan malam. Peternak masih memikirkan kejadian tadi siang. Kejadian

di mana kucingnya sudi melewati tembok tipis, berjalan di hadapan seekor anjing, melewati

kubangan lumpur, dan melompat naik-turun pohon tinggi hanya untuk kertas tak berguna. Akan

tetapi, semakin ia memikirkannya, sesuatu yang berbeda melintas di kepalanya. Di detik

kemudian, ia baru tersadar, ternyata dirinyalah yang selama ini sangat bodoh. Mao kucingnya

melewati perjalanan menyusahkan untuk secercah kertas tak berguna. Walaupun harus melewati

rintangan dan keraguan, tetapi ia tetap melakukannya. Sedangkan dirinya, sebagai manusia, tak

mau memerjuangkan hal yang penting untuknya sendiri, dan lebih memilih diam dalam rasa

kepengecutannya.

Ketika pikiran itu melintas di kepalanya, peternak berdiri dari tidurnya, dan ia berjalan ke luar

rumah. Ia ke luar desa dan seorang prajurit penjaga malam bertanya, Apa yang kau lakukan

malam-malam begini?

Aku ingin memerjuangkan hakku. Kata peternak, lantang.

Hak apa yang kau maksud? Tanya prajurit.


Aku, peternak miskin di desa, sering ditindas oleh oknum prajurit yang meminta kuda-kuda yang

kujual secara paksa. Aku ingin mengadukannya pada Raja!

Mendengar itu, wajah prajurit itu menjadi merah dan terlihat sangat marah. Untuk sesaat,

peternak ketakutan dan berpikir prajurit itu salah satu dari mereka yang sering merampok

kudanya. Namun setelahnya, ia baru tersadar ternyata prajurit itu adalah Jendral terkenal

kerajaan. Ia sempat tak mengenalinya karena gelapnya hari. Jendral itu bernama Zhang Fei, yang

mempunyai kumis tipis di kedua atas bibirnya.

Jendral itu berteriak Akan kubantu kau mengadukan semuanya pada Raja! Dan mereka akan

mendapat balasan setimpal!

Esok harinya, Raja dan Jendral mencari tahu siapa-siapa oknum prajurit yang dimaksud. Setelah

terbukti bersalah, mereka dipecat dan dihukum berat oleh kerajaan. Namun peternak, yang

merasa hukuman mereka terlalu berat, dengan rendah hatinya berkata, Maaf yang mulia, jika

anda tidak keberatan, bolehkah hukuman mereka diganti saja?

Apa usulmu? Tanya Raja, tersenyum.

Jika boleh, buat saja mereka bekerja di kerajaan sebagai pesuruh dengan bayaran yang

disesuaikan.

Raja yang seakan kecewa, berkata Hatimu terlalu baik peternak, tapi karena aku sangat

menyukai kebaikanmu, akan kuikuti saranmu. Dan Raja berbicara lantang pada para prajurit,

Mulai sekarang! Dan untuk dosa dua tahun kalian! Kalian akan bekerja untuk membantu ternak

peternak yang baik ini dengan kerajaan yang akan membayar kalian secukupnya.

Semua setuju dalam pengampunan itu, air mata terima kasih dan penyesalan para prajurit

tercucur deras. Mereka memeluk lutut peternak yang merasa tak enak.

Mulai hari itu, para oknum prajurit yang menyesal semenyesalnya, bekerja untuk peternakan si

peternak. Membuat si peternak berhubungan jauh lebih baik dengan para mantan prajurit. Mereka

hidup dalam keakraban, bekerja untuk membangun hubungan yang dulu rusak, dan juga sebuah

peternakan kuda.

Dua tahun berselang, dan masa hukuman mereka selesai. Namun, para mantan prajurit

memutuskan untuk tetap bekerja pada peternak. Mereka berjanji akan membuat peternakan

menjadi besar dan terkenal, bahkan di seluruh penjuru negeri.

Malin Kundang (Bukan) Anak Durhaka


Judul Cerpen Malin Kundang (Bukan) Anak Durhaka

Cerpen Karangan: William Andri

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat), Cerpen Keluarga, Cerpen Sedih

Lolos moderasi pada: 25 July 2016

Di jalan raya. Malin Kundang memacu kencang mobil sport, keluaran terbaru pabrikan asal Italia

miliknya. Tak dihiraukannya, kiri kanan kendaraan yang lalu lalang mendekati kendaraannya.

Matanya hanya fokus ke depan. Bahkan, traffic light pun diabaikannya. Akibatnya, polisi pun tak

sungkan mengejarnya. Namun, kendaraan polisi, yang tergolong mobil butut, keluaran Jepang,

jelas kalah kelas dengan mobil yang dikendarai Malin. Alhasil. Apa yang dilakukan polisi hanya sia-

sia belaka. Dan justru merugikan, karena banyak pelanggar lalu lintas yang terlewatkan.

Malin tetap melaju kencang. Tak dihiraukannya speedometer yang menari-nari di angka 100 lebih.

Begitu pula kepada beberapa pejalan kaki di pinggir jalan yang memakinya. Pikirannya melayang,

tatapannya setengah kosong. Wajah sang ibu terus menghantui pikirannya. Rasa bersalah terus

bergentayangan di hatinya.

Tak disangkanya, ibunya pergi menemuinya di perusahaan IT terbesar di negeri ini, yang

dipimpinnya. Lalu pergi begitu saja. Tanpa usaha untuk menemuianya, Tidak. Tidak. Tidak. Ini

gara-gara Resepsionis bodoh itu.

Pagi itu. Bahkan, pagi-pagi sekali. Seusai azan Subuh menyongsong. Ibu Malin sudah berpakaian

rapi. Ia bergegas untuk pergi menemui Malin Kundang yang telah lama tak pulang. Hampir 5

tahun. Ya, lima tahun tak pernah ditatapnya lagi wajah anak satu-satunya, dan kesayangannya itu.

Anak satu-satunya yang dicintainya. Dan harta paling berharga. Lebih berharga dari emas 24 karat

sekalipun.

Hanya secarik amplop, berisi surat dan uang kiriman yang mampu menghubungkannya dengan

sang anak. Amplop yang setiap sebulan sekali diterimanya. Senyuman selalu tersungging di

wajahnya, saat menerima amplop itu. Bukan karena uang. Tapi karena itu menjadi pertanda

bahwa Malin Kundang baik-baik saja. Bahkan, uang kiriman itu, sebisa mungkin tidak

digunakannya. Terlebih hasil kerja membantu mengurus sawah, dari salah satu orang kaya di

desa, sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, yang hanya perlu makan nasi dua kali

sehari, yakni siang dan malam hari. Toh, pada saat siang pun, Majikan, pemilik sawah, hampir

selalu menyempatkan diri mengantarkan makanan untuknya.

Majikan selalu memperlakukannya dengan sangat baik. Begitu pun kepada Malin. Sewaktu masih

hidup bersamanya, Malin pun diberikan pekerjaan untuk membantu bersih-bersih pekarangan

rumah Majikan. Seperti dirinya. Malin pun diperlakukan dengan amat sangat baik. Diberikan gaji

setiap bulan. Tak pernah menunggak. Tak pernah telah sehari pun. Nasibnya dan Malin tak semiris
nasib buruh-buruh yang rutin berdemo, saat tanggal 1 Mei. Menuntut pembayaran dan kenaikan

gaji. Orang-orang kerap menyebutnya May Day. Lebih dari itu, seperti dirinya, makan siang pun

selalu disiapkan buat Malin, seusai bekerja.

Ia dan Malin pun merasa sangat-sangat bersyukur dengan kondisi ini. Terlebih sejak kepergian

Sang Ayah, yang pergi entah ke mana. Tak ada kabar, tak ada surat, apalagi kiriman uang, seperti

yang Malin lakukan. Lelaki sialan, kata-kata itu selalu keluar dari mulutnya, setiap mengingat

wajah lelaki yang pernah dicintainya itu. Jadilah rasa bersyukur tak terkira, terlebih melihat sang

anak baik-baik saja, dan sukses pula.

Kini. Ia tak tahan lagi. Ia ingin melihat wajah sang anak. Sepucuk surat tak mampu memuaskan

dahaga kerinduannya. Ia ingin pergi ke ibu kota, tempat Malin berada. Izin untuk tidak bekerja

telah diterimanya dari Majikan. Bahkan, lebih dari itu. Sang Majikan meminta salah seorang sopir

pribadinya untuk mengantar Ibu Malin sampai ke tujuan yang diinginkannya.

Jadilah sang ibu pergi ke ibu kota untuk menemui sang anak. Malin. Tunggu ibu, Nak. Ibu ingin

bertemu kamu, gumamnya dalam hati.

Senyum manis tersungging di wajahnya. Di sepanjang jalan untuk menemui Malin Kundang. Sang

anak tercinta.

Sepertinya senang banget Bu, mau ketemu Malin.

Ucapan sang sopir sedikit membuyarkan lamunan Ibu Malin, yang terus membayangkan wajah

sang anak. Heehehe. Iya Pak. Sudah lama tidak bertemu kan, jawabnya singkat.

Sepanjang perjalanan. Ibu Malin menggenggam erat secarik surat, kiriman terakhir yang

diterimanya dari sang anak. Ia ingin menunjukkan bahwa kiriman yang diberikan Malin, selalu

diterimannya dengan rasa bahagia.

Sudah sampai, Bu.

Lagi-lagi, sang sopir membuyarkan lamunannya. Tapi, Waahhhh. Ini perusahaan Malin?

Iya Bu. Sesuai dengan alamat,

Mata Ibu Malin terbelalak. Dilihatnya gedung pencakar langit menjulang tinggi. Wajahnya

mendongak ke atas. Berusaha menatap bagian paling atas dari gedung. Namun, gumpalan awan

sedikit menutupi wujud paling atas gedung tersebut.


Kami sudah sukses anakku, kata-kata itu mendadak meluncur dari mulut Ibu Malin. Matanya

berkaca-kaca. Ia tidak menyangka, kesuksesan luar biasa dari sang anak. Perusahaan yang

dipimpinya, ternyata bukan perusahaan biasa-biasa saja. Ini tercermin dari gedung yang tengah

ditatapnya.

Mari ibu, kita masuk ke dalam. Kita temui Malin, ujar sang sopir.

Ibu Malin berjalan ke arah bagian depan dari gedung ini. Di sana tampak Resepsionis tengah

menanti. Namun, matanya tetap mendongak ke atas.

Selamat pagi. Ada yang bisa dibantu, ujar Resepsionis.

Kami ingin bertemu Malin, jawab sang sopir.

Saya ibunya, ungkap Ibu Malin dengan senyum penuh harap.

Maaf, apa sudah ada janji sebelumnya, kata Resepsionis.

Belum, jawab ibu Malin. Tapi Tapi Dia anak kandung saya, Mbak.

Maaf ibu. Tidak bisa kalau tidak ada janji sebelumnya. Lagi pula Pak Malin lagi sibuk, saat ini.

Saya mohon. Saya hanya ingin bertemu anak saya. Sebentar saja. Tidak lama.

Ibu Malin memaksa masuk. Batin dan tubuhnya memberontak. Sang sopir mencoba menghalangi.

Meski hatinya tak kuasa untuk menghalangi langkah seorang ibu yang ingin menemui anaknya

tercinta. Ibu. Sudah ibu. Maling sedang tidak bisa menemui ibu.

Pak Satpam. Pak Satpam. Tolong usir ibu ini. Dia sudah membuat keributan, Resepsionis

memerintahkan Satpam untuk menyeret Ibu Malin Kundang ke luar.

Mata orang-orang tertuju ke Ibu Malin. Sang Sopir terus berusaha mengajak Ibu Malin untuk ke

luar. Satpam berusaha menyeret Ibu Malin keluar. Jangan tarik-tarik, Pak, teriak Sang Sopir.

Mallliinnnn. Keluar Nak. Ini ibumu datang, ungkap Ibu Malin dengan iba. Keluar anakku. Ini ibu,

Nak.

Apa Bapak tidak dengar. Ini ibunya Malin, Pak, Sang Sopir berusaha meyakinkan, Pak Satpam.

Dia jauh-jauh dari kampung, hanya untuk menemui anaknya. Coba bayangkan, kalau Bapak di

posisi ibu ini.

Pak Satpam hanya terdiam. Dia terus berusaha menyeret Ibu Malin dan Sang Sopir keluar gedung.

Malin terus memacu kencang mobilnya. Yang ada di pikirannya, hanyalah ibunya. Kenangan masa

lalu, saat masih di kampung terbayang. Semasa belum sesukses sekarang, ia selalu

menyempatkan diri untuk membantu ibunya. Dari pagi hingga siang hari ia bekerja di rumah

Majikan. Setelah itu. Dia pulang membantu menyiapkan segala keperluan untuk makan malam.

Untuk disantap bersama dengan ibunya.

Meski jauh dari kemapaman. Malin. Sama seperti ibunya, ia tetap merasa hidup dalam

kebahagiaan. Malin memandang ibunya adalah sosok yang sempurna. Ibu yang baik hati. Pekerja

keras. Tak pantang menyerah, meski telah ditinggalkan oleh lelaki yang pernah dicintainya.

Ayahnya sendiri.

Meskipun ibunya sudah tua, Malin memandang senyum ibunya tetaplah sempurna. Dibanding

wanita manapun di bumi ini. Bahkan, senyum anak Majikan, yang dianggap kembang desa, tetap

saja tidak mampu meluluhkan hatinya.

Suatu ketika Majikan berusaha menjodohkannya dengan sang anak. Malin pun menolak. Menolak

dengan halus tentunya. Ia tentu tidak ingin melukai hati Majikan yang sudah sangat baik

dengannya. Majikan pun menerima penolakan Malin, dan menghargai keputusannya untuk

memprioritaskan kebahagiaan ibunya, sebelum membahagiakan wanita lain di dunia ini.

Kalau begitu lebih baik kamu pergi merantau. Jauh dari desa ini. Mungkin akan ada kesuksesan

yang akan membanggakan ibumu, dan membahagiakannya, di luar sana.

Malin hanya terdiam mendengar nasihat Majikannya. Semalaman ia berpikir keras. Pergi merantau

sama saja dengan pergi dari kampung halaman. Sama saja pergi meninggalkan ibunya. Wanita

yang dicintainya. Wanita yang sudah dengan tulus merawat, menjaga, dan membesarkannya.

Dengan merantau, sama saja dengan menelantarkan ibunya, Tapi Majikan bilang dia dan

keluarganya akan memastikan ibu baik-baik saja, tukas Malin.

Ia bukan tidak percaya dengan Majikan. Tapi dia tidak percaya, dan takut tidak bisa meraih

kesuksesan di luar sana. Namun, akhirnya diputuskannya. Meski dihantui rasa takut. Keinginan

untuk membahagiakan ibunya lebih kuat, ketimbang rasa takut itu. Uang pemberian Majikan lebih

dari cukup untuk memulai perjalanan baru dalam hidupnya. Sebuah perjalanan demi

membahagiakan kehidupan ibunya.

Aku pasti sukses di luar sana, ucapnya dengan tekad membara. Ini demi ibu.
Sepanjang jalan, pikiran Malin terus mengawang. Kalau bukan karena tekad untuk

membahagiakan ibunya, Malin tidak akan sukses seperti saat ini. Kalau bukan karena ibunya yang

rajin bekerja di tempat Majikan, ia tidak akan pula dipercaya oleh Majikan. Dan karena itu pula,

Malin punya kesempatan untuk hijrah ke ibu kota.

Ini salah Resepsionis sialan itu.

Tidak. Tidak. Ini salahku.

Aku sudah durhaka kepada ibuku.

Air mata Malin menetes. Laju kendaraannya tak terkendali. Speedometer hampir menunjukkan ke

angkat 200-an. Tiba-tiba sebuah mobil melintas di hadapannya. Malin membanting setir ke arah

kanan untuk menghindari mobil yang melaju dari arah sebaliknya.

Bbbraaakkkkk

Mobil Malin terpental. Jatuh. Lalu terbalik. Kantung udara sedikit menyelamatkan tubuhnya.

Namun, kepala Malin mengeluarkan darah yang bercucur deras. Malin berusaha keluar dari mobil.

Beberapa orang di pinggir jalan berusaha membantunya. Sebagian lagi hanya terdiam. Terpaku

melihat puing-puing mobil mewah yang berserakan di jalanan.

Dua orang keluar dari dalam mobil yang nyaris Malin tabrak. Malin Malin Kamu tidak kenapa-

kenapa.

Mata Malin terasa berkunang-kunang. Tatapannya samar-samar. Namun, dia tahu pasti suara yang

menyapanya itu.

Malin. Bangun Malin.

Iya. Malin tahu pasti itu suara siapa. Suara indah yang selalu mewarnai kehidupannya. Suara dari

orang yang sangat dicintainya. Dan satu-satunya. Ibu Malin bukan anak durhaka ibu. Maafkan

Malin ibu. Maaf. Maaf. Maaf. Iya, itu suara ibunya.

Iya, anakku. Ibu tahu. Ibu tahu itu. Karena kamu tidak seperti ayahmu yang melupakan dan

meninggalkan ibu, jawab Ibu Malin. Kamu selalu ingat dengan ibu, Malin.

Ibu sayang kamu Malin. Kamu satu-satunya orang yang berharga bagi ibu, kata Ibu Malin, sambil

memeluk tubuh anaknya dan menahan luka yang bercucuran di kepalanya. Ibu sayang Malin.

Terima kasih, Ibu,


Malin juga sayang ibu.

Kithmir Dan Maxalmena

Judul Cerpen Kithmir Dan Maxalmena

Cerpen Karangan: Algi Azhari

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat), Cerpen Sedih

Lolos moderasi pada: 26 June 2016

Sinar Matahari mulai sepenggalah naik. Perlahan menyingkap eloknya mozaik alam semesta raya.

Namun sesosok pemuda nampak bermandi peluh, perlahan dia menyingkap kain bajunya untuk

mengelap bulir keringat yang membasahi dahi dan wajahnya. Namanya adalah Maxelmena,

pemuda tulen Yordania berkebangsaan Romawi. Dia bersama keenam kawannya yaitu Martinus,

Kastunus, Bairunus, Danimus, Yathbunus dan Thamlika. Mereka adalah kawanan tak terpisahkan.

Semua orang di Kota menyematkan nama Laskar Ganjil kepada Maxelmena dan keenam orang

kawannya. Selain karena jumlah mereka yang ganjil, yaitu 7 orang, juga karena tabiat mereka

yang ganjil. Mereka termasyhur dengan tabiat ganjil mereka, yaitu menentang adat istiadat

dan tidak mau menerima para Dewa dan Dewi yang menjadi sesembahan Masyarakat yang sudah

turun temurun sejak zaman leluhur. Laskar Ganjil itu hanya mau menyembah Zat Maha Satu,

Tuhan Maha Tunggal. Oleh karena itu mereka termasyhur dengan sebutan Laskar Ganjil.

Karena tabiat mereka, semua warga mengasingkan mereka. Seakan Maxelmena dan 6 orang

kawannya adalah itik buruk rupa dalam kawanan angsa. Tiada orang yang mau mempekerjakan

Laskar Ganjil. Tiada juga yang mau melakukan jual beli, bahkan hanya mengobrol pun enggan.

Oleh karena itu Laskar Ganjil memenuhi kebutuhan sandang dan pangan mereka dengan

menjelajahi hutan mencari hasil alam. Sejak pagi buta Laskar Ganjil beranjak menuju hutan

mencari hasil alakadarnya untuk hidup mereka. Mereka mempersiapkan peralatan yang

diperlukan, untuk memotong kayu, berburu atau sekedar memotong tanaman liar yang ada di

hutan.

Mereka berangkat mulai pagi buta, hingga sinar Mentari sepenggalah naik mereka masih berkutat

dengan lebatnya hutan rimba untuk mencari kebutuhan ala kadarnya. Namun hari itu, Maxelmena

mengalami peristiwa janggal, ketika berkutat mencari bahan makanan di hutan, dia menemukan

seekor anak anjing berbulu hitam. Anak anjing itu terlihat kusam tak terurus, tubuhnya kurus

kering sembari menjulurkan lidahnya terlihat sangat lapar. Sementara sebelah kakinya pincang,

nampaknya terluka oleh bekas sabetan senjata seorang pemburu.

Iba melihat anak anjing itu, Maxelmena pun mengulurkan makanan dengan tangannya kepada

anak anjing yang malang tersebut. Anjing tersebut mendekat dan menjilati makanan yang
dipegangnya. Dengan perlahan Maxelmena mengeluarkan sebuah kain yang ada di saku bajunya,

dia pun mengikatkan kain tersebut ke kaki si anjing yang terluka. Setelah membalut lukanya, Max

pun berkata.

Baiklah, kawan! mulai hari ini aku beri nama kamu Kithmir! sekarang kamu akan menjadi anjing

penjagaku! ucap Max sembari mengelus bulu anjing tersebut.

Nampaknya kita bernasib sama kawan, terasing oleh semua penghuni jagat ini! ucap Max

dengan tersenyum mengingat kesamaan nasib dia dan Kithmir yang terasing di luas dan kejamnya

penghuni jagat raya.

Masa itu adalah masa kelam dan kebodohan merajalela. Masyarakat lebih percaya kepada Mitos

dan Takhyul ketimbang nalar akal sehat. Orang ketika itu percaya bahwa Anjing Hitam bisa

digunakan dalam acara ritual persembahan kepada Dewa-Dewi. Sehingga banyak orang yang

berburu anjing hitam hanya untuk mendapat keping uang logam dari para bangsawan atau

pendeta kaum Pagan Romawi. Untuk kemudian anjing hitam tersebut dijadikan korban

persembahan. Begitu juga yang terjadi dengan Induknya Kithmir, dibunuh oleh para pemburu

hanya untuk dikorbankan. Beruntung Kithmir berhasil lolos, namun kakinya terluka oleh sabetan

senjata para pemburu tersebut.

Berhari-hari Kithmir terlunta-lunta dengan kaki terluka. Dia tidak bisa berburu makanan karena

kakinya yang luka. Dia hanya bisa mengais makanan dari tanah dan debu, berupa cacing ataupun

serangga tanah. Tubuhnya mulai kurus kering, dia pun cuma bisa menjilati luka di kakinya. Kithmir

hanya bisa mengaung-aung keatas langit mengadu kepada Tuhan memohon pertolongan.

Lolongan Kithmir terdengar memilukan, lolongan kesedihan seekor anak anjing yang kehilangan

induknya hanya karena keserakahan dan kezaliman manusia. Dalam lolongan tersebut seakan dia

meminta Tuhan untuk mencabut nyawanya saja. Dalam keadaan yang hampir mati seperti itu,

datanglah Maxalmena yang menyelamatkan nyawanya. Max juga yang memberikan dia makan,

mengobati lukanya dan memberi dia nama Kithmir.

Bagi Kithmir, seolah Tuhan telah mengirimkan Maxalmena untuk menolongnya, dia pun menjilati

Maxalmena seolah mengucapkan Terima Kasih kepada Max karena telah menyelamatkannya.

Baginya Maxalmena adalah Pahlawan layaknya Hercules. Mulai hari itu, Kithmir berjanji dalam

hatinya akan melindungi majikannya Maxalmena, meski dia harus beradu dengan seekor singa

sekalipun untuk menyelamatkan tuannya. Sejak saat itu, Kithmir selalu setia menjadi anjing

penjaga bagi tuannya yaitu Maxalmena.

Sementara untuk Maxalmena, meski semua orang semakin mencibirnya dengan sebutan Pemuda

Pembawa Sial karena memelihara Kithmir yang notabene seekor anjing hitam, dia tidak perduli.

Bagi dia cibiran semua manusia di jagat raya ini adalah hal yang biasa. Baginya itu tidak

mempengaruhi rutinitasnya dalam berkegiatan sehari-hari.


Pada suatu hari, seorang Raja Romawi bernama Dikyanus geram mendengar pembangkangan oleh

Laskar Ganjil. Dia pun memerintahkan kepada para prajurit bersenjata lengkap untuk menangkap

dan membunuh mereka untuk dijadikan pelajaran bagi masyarakat yang membangkang. Maka

berangkatlah legiun pasukan Romawi untuk memburu Laskar Ganjil.

Mendengar Legiun Pasukan Romawi memburunya, Max dan 6 orang kawannya berniat melarikan

diri dari mereka. Mereka pun berangkat pada tengah malam dari kota menuju hutan rimba.

Dengan membawa barang-barang alakadarnya untuk kebutuhan bertahan hidup, mereka berlari

menembus pekatnya malam menerobos rimbunnya tanaman rimba.

Hingga dirasa sudah cukup jauh dari cengkraman Pasukan Romawi. Laskar Ganjil pun

menghentikan langkahnya untuk beristirahat. Di dekat mereka, terlihat mulut gua yang

menganga. Melihat ada gua, mereka pun berlindung di dalam gua untuk sekedar beristirahat

melepas lelah dan penat setelah sekian lama berlari dari kejararan Pasukan Romawi.

Maxalmena pun memerintahkan anjing penjaganya Kithmir untuk menjaga dia dan kawannya dari

hewan melata ataupun hewan lainnya. Sementara Maxalmena dan 6 orang kawannya pun

beristirahat di dalam gua. Kithmir pun dengan setia menjaga majikannya.

Kithmir si Anjing Penjaga dengan setia mengikuti perintah majikannya Maxalmena untuk menjaga

Laskar Ganjil dari hewan pengerat dan pengganggu seperti Tikus, kalajengking dll. Tidak sejengkal

pun dia meninggalkan majikannya selain untuk mencari makanan.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, tahun pun berganti hingga

entah sudah berapa lama berlalu. Namun Maxalmena, Martinus, Kastunus, Bairunus, Danimus,

Yathbunus dan Thamlika tidak juga terbangun dari tidurnya.

Tapi Kithmir si Anjing Penjaga tetap setia menjaga majikannya. Meski kini dia sudah menjadi

anjing tua yang rapuh, dia tetap tidak beranjak dari gua tersebut menjaga majikannya.

Suatu waktu, Kithmir yang tubuhnya sudah mulai tua dan rapuh, berbaring di dekat tubuh

majikannya yang tertidur hingga waktu yang lama belum juga terbangun. Dengan mata dan

telinga yang terjaga tetap waspada, Kithmir mengawasi sekeliling dari hewan pengganggu.

Ekornya tetap mengibas-ngibas untuk menjaga dirinya tetap terjaga, tetapi usia sudah

menggerogoti tubuh Kithmir yang sudah tua dan rapuh. Perlahan matanya mulai menutup,

berulang kali Kithmir menggelengkan kepala dan telinganya agar tetap terjaga, tapi dia tidak bisa

menahan rasa untuk menutup kedua matanya. Kithmir pun menutup kedua matanya, perlahan

kibasan ekornya juga mulai berhenti. Seakan Kithmir beranjak memasuki alam tidur panjang.

Tidur panjang yang abadi.

Rupanya sang Malaikat Maut datang menjemput Kithmir sembari tersenyum dengan lembut

mengelus bulu Kithmir yang terlihat mulai lusuh dan kusam, tak terurus karena setia menjaga

majikannya. Perlahan Sang Malaikat Maut mengangkat Ruh Kithmir yang tertidur panjang.
Kemudian Sang Malaikat Maut dengan lembut berbisik:

Tugasmu sudah usai sebagai Penjaga Tuanmu, Kithmir! Kini kau bisa beristirahat dengan

tenang!? ucap Malaikat tersebut sembari terbang membawa Ruh Kithmir ke alam Surga.

Tengkup Paya

Judul Cerpen Tengkup Paya

Cerpen Karangan: Fayi Amatullah Azhara

Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat), Cerpen Nasihat

Lolos moderasi pada: 18 June 2016

Di pagi yang indah, para jam weker terbangun dari tidurnya. Sementara Fidy, dia masih tertidur

lelap. Sudah berkali-kali jam wekernya membangunkannya, tetapi Fidy, dia tetap belum beranjak

dari tempat tidurnya itu. Karena matahari sudah mulai meninggi, ini saatnya ibu yang akan

berurusan dengan Fidy. Fidy!! Bangun!!! Ibu memanggil Fidy dari luar kamarnya. Tetap saja, Fidy

juga tidak bangun-bangun. Emosi ibu mulai meninggi, ibu langsung masuk kamarnya Fidy dan

membangunkan Fidy dengan cara merintikkan air ke wajah Fidy. Lalu, setelah Fidy terbangun, Fidy

disuruh oleh ibu untuk bersiap-siap dan segera ke ruang makan.

Saat Fidy sudah siap, Fidy segera ke ruang makan. Ibu dan ayah mengatakan pada Fidy bahwa

pagi ini mereka akan pergi kampung. Fidy menolaknya. Tetapi, karena tidak ada yang akan

menjagakan Fidy di rumahnya, jadi Fidy terpaksa ikut dengan kedua orangtuanya. Saatnya pun

untuk berangkat. Fidy juga tidak lupa untuk membawa ketiga jam wekernya. Sampainya di

kampung, Fidy mengucapkan salam kepada neneknya. Neneknya mempersilahkan Fidy dan

keluarganya masuk ke rumah. Di dalam rumah, nenek berjanji pada Fidy bahwa nenek akan

membawa Fidy ke sebuah tempat.

Hari ini telah datang. Ini saatnya nenek membawa Fidy ke sebuah tempat itu. Di tempat itu, nenek

menceritakan suatu kisah legenda. Nenek menceritakan kisah TENGKUP PAYA. Nenek mulai

bercerita..

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang anak yang sangat durhaka pada orangtuanya. Nak, ibu

pergi ke sawah dulu ya nak. Pamit ibu kepada anaknya dengan lembut. Ya pergi aja! harusnya

pergi dari tadi tau! Bentak anaknya pada ibunya. ibunya memulai langkah sedikit demi sedikit ke

luar rumah. Sang anak durhaka bergumam dalam hatinya ih, ibu ini. Teman-teman aku semua

selendangnya pada bagus-bagus, sementara aku, hanya punya sarung usang begini. Huh, ibu

tidak becus. Sore sudah tiba, sang ibu juga sudah pulang dari sawah. Nak, ini ibu ada sedikit

beras. Setidaknya ini sudah cukup untuk kita berdua kata ibu kepada anaknya. Sang anak

melempar beras itu dari tangan sang ibu dan ia marah-marah pada ibunya. Karena sudah

menyerah, sang ibu menyerahkan semua kepada tuhan. Tiba-tiba, tanah mulai retak dan terbelah.
Sang anak durhaka perlahan-lahan mulai dimakan oleh bumi. Anak durhaka itu menjerit-jerit

meminta tolong pada ibunya. Tapi, apa boleh buat. Bumi telah menelannya, dan tanah itu masih

kering sampai sekarang.

Selesailah kisah nenek. Setelah mendengar kisah nenek, Fidy berjanji tidak akan nakal lagi, dan

sifat Fidy berubah menjadi baik.

TAMAT

Kalian bisa melihat peninggalan tanahnya di daerah kuantan singingi (KUANSING) Riau, tanahnya

masih kering sampai sekarang

Cerpen Karangan: Fayi Amatullah Azhara

Facebook: Fayi Amatullah

Hallo, namaku Fayi Amatullah azhara. Sekarang aku duduk di kelas 5 SD. Aku bersekolah di SDIT

AL-FITYAH-pekanbaru-Riau. Kalau kalian ingin berkenalan lebih dekat;

E-mail:fayiamatullah[-at-]gmail.com

Line (ID): fayipowel

Instagram: Fayi_scout

(Follow ya) hehehe

Cinta Dalam Naungan Guci

Judul Cerpen Cinta Dalam Naungan Guci

Cerpen Karangan: Andi Halmina

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat)

Lolos moderasi pada: 18 May 2016

Mentari pagi nampak cerah, burung-burung beterbangan dari tempat ke tempat lainnya dan

mengeluarkan suara yang merdu dari lereng ke lereng gunung, tiupan angin semilir seakan

menjadi bumbu pelengkap. Di sebuah bangku nampak seorang gadis cantik bernama Maria puteri

dari seorang bangsawan yang berkuasa beberapa daerah yang terletak di Bantaeng. Karena

kecantikannya tak ada duanya di kalangan bangsawan, sehingga banyak raja yang datang

melamarnya. Tapi Maria tidak mau dijodohkan dengan seorang raja mana pun.

Pada suatu hari Maria keliling daerah dengan menunggangi kuda tapi tiba-tiba saja kuda yang

ditungganinya lari kencang tidak bisa dihentikan untung saja ada seorang pemuda yang tampan

dan gagah berani, Pemuda tersebut bernama Abdullah dia langsung menghentikan kuda tersebut

Maria pun merasa terselamatkan dari kecelakaan tersebut dari saat itu Maria dan Abdullah sering
ketemu kedekatan mereka terjalin begitu dekat namun kedekatan mereka tidak ada restu dari

orangtua Maria yang seorang bangsawan yang masih juga keturunan belanda.

Pada suatu hari Abdullah mengajak murid-muridnya dalam jumlah yang banyak untuk ke rumah

Maria dengan membawa parabbana -Pemain Rebana- namun kedatangan Abdullah melamar Maria

ditolak mentah-mentah dan disuruh pulang oleh orangtua Maria yaitu Menir Busheing. Ayah Maria

menganggap Abdullah hanyalah rakyat jelata yang cuma guru pengajian yang bisanya dakwah dan

ngaji dan tak pantas bersanding dengan puterinya. Dari saat itu Maria dan Abdullah dilarang

bertemu tapi cinta di antara mereka belum berakhir sampai di sini. Tepat jam tiga sore Maria nekat

lari dari rumahnya untuk menemui pujaan hatinya yang sekian lama terpisahkan karena tidak ada

restu dari orangtuanya dan akhirnya mereka ketemu dari sekian bulan terpisah.

Maria nekat menikah tanpa restu dari orangtuanya dia tidak ingin menikah dengan raja mana pun

karena Maria tidak ingin mengikuti jejak orangtuanya sewenang-wenang dan suka menindas

rakyat. Mereka pergi ke sebuah gunung yang menjadi tempat kesenangannya untuk

menghabiskan waktu bersama. Panorama di atas gunung cukup mampu membuat setiap yang

menikmati bisa lupa pada suasana hati yang lagi kalut. Gunung ini bernama Daun-daun karena di

atas gunung itu pepohonannya masih menghijau karena belum dirabah oleh penduduk sekitarnya.

Setelah beberapa bulan mereka dalam hutan lahirlah seorang putra dan putri yang diberi nama

Tomas dan Chaeting berita kelahiran mereka pun didengar oleh Menir Busheing hingga pada suatu

hari ada beberapa orang utusan dari sang raja datang menemui mereka.

Hai Abdullah kau disuruh menghadap oleh Menir Busheing, kata prajurit kepada Abdullah.

Buat apa menir memanggilku? Jawab Abdullah.

Hai Abdullah apa kau mau atau tidak mau menghadap menir, bantah prajurit.

Emangnya ada apa Menir memanggilku, jawab Abdullah.

Kau disuruh menghadap sekalian membawa istri dan anakmu, kata prajurit dengan nada

menjelaskan

Katakan pada Menir aku tidak mau aku sudah tahu apa maksud dia memanggilku, pergi sana

bilang saja begitu sama tuanmu, Kata Abdullah kepada prajurit itu

Utusan Menir Busheing segera pergi dari rumah Abdullah dan Maria, mereka segera melaporkan

kejadian yang dialaminya dengan sangat marah menir itu berkata.

Kalian bodoh hanya menghadapkan Abdullah dan Maria kalian tidak becus! Ayo pergi sana ke

rumah mereka bawa Abdullah, Maria serta anaknya ke mari dengan suka rela ataupun kalian harus

paksa titik, Kata menir dengan sangat marah.

Si Prajurit segera mengajak beberapa temannya untuk ke rumah Abdullah. Semenjak Thomas dan

Chaeting sudah lahir orangtuanya sering mengalami kesulitan karena Menir Busheing ingin
membunuh menantu dan cucunya. Pada suatu hari amat panas. Angin berhembus lunak lembut.

Ketika itu tengah hari tepat sedang buntar bayang-bayang Burung-burung beterbangan dari pohon

ke pohon sambil bersiul-siul dan berbunyi dengan suka dan riangnya. Ada pula yang melompat-

lompat di atas rumput mencari tempat perlindungan untuk melepaskan lelah pulang dari mencari

mangsanya.

Pada sebuah bangku dekat sebuah sungai yang mengalir deras dengan air yang jernih yaitu sungai

Bialloe. Dekat rumahnya Abdullah berkata sambil memangku anak perempuannya yaitu Chaeting

apakah ini pertanda buruk. Lama kelamaan setelah Abdullah berucap datanglah segerombolan

Prajurit Menir Busheing yang ingin menangkap Abdullah beserta keluarganya. Abdullah dan Maria

membawa anaknya lari ke Gunung yang tinggi dan mereka tidak merasa lelah asalkan kedua

anaknya selamat dari incaran belanda.

Waktu ashar sudah tiba, amat cerah hari petang itu langit sedang berawan, hening jernih sangat

bagusnya matahari bersinar dengan terang. Satu pun tak ada yang mengalaminya, lereng bukit

dan puncak pohon-pohonan bagai disapu rupanya, tetapi lembah dan tempat kerendahan buram

cahayanya demikianlah pula sebuah pondok kecil yang tidak jauh dari bukit tinggi itu. Abdullah

beserta istri dan anaknya mendekati pondok kecil itu setelah mereka tiba di pondok itu tiba-tiba

mereka melihat seorang kakek yang berpakaian Passapu -serban. Abdullah menghampiri kakek itu

sambil minta tolong agar kekek itu mau menolongnya.

Kek aku mau minta tolong agar kakek berkenan menolong kami terutama menyelamatkan kedua

anak kami, Ucap Abdullah dengan nada cemas.

Apa Nak, apa kalian memanggilku? jawab kakek tua itu.

Iya Kek, kami mau minta tolong anak kami Thomas dan Chaeting diincar oleh Belanda mereka

ingin dibunuh oleh kakeknya sendiri yaitu orangtuaku sendiri Kek, Ucap Maria dengan sedih.

Kenapa mereka ingin dibunuh? Tanya Kakek tua itu.

Karena Ayahku tidak merestui hubungan kami berdua Kek sehingga dia marah dan ingin

membunuh kami semua! Iya Kek kami berdua menikah tanpa restu dari orangtuaku karena saya

tidak ingin mengikuti jejaknya yang selalu menindas rakyat, Jawab Maria dengan sedih. Pada

akhirnya Kakek itu setuju dan bersedia menyelamatkan Thomas dan Chaeting yang tergolong

masih bayi Kakek itu mengambil sebuah Guci besar dan sebuah Botol di dalam Gubuknya.

Kita harus memasukkan mereka berdua ke dalam Guci ini walaupun kelihatannya tidak masuk

akal dan mustahil tapi itu yang harus kita lakukan untuk mengelabui mereka, Kata Kakek itu

dengan nada menjelaskan.

Tapi bagaimana caranya Kek? Tanya Maria.

Kalian tenang saja serahkan saja sama Kakek, Jawab Kakek.


Kakek itu memasukkan Thomas dan Chaeting ke dalam sebuah Guci. Setelah mereka dimasukkan

ke dalam Guci Kakek itu menulis nama pada sebuah Botol Thomas And Chaeting, serta

menggambar sebuah pohon, gunung, dan jalan pada Guci tersebut lalu Guci dan Botol itu

dikecilkan sebesar cangkir. Dari belakang Maria bertanya kepada kakek tersebut.

Bagaimana mereka bisa keluar Kek? Tanya Maria yang dari tadi nampak penasaran.

Nanti setelah mereka dewasa dan sudah tidak dikenal lagi oleh orang Belanda, baru Kakek datang

mengeluarkannya dari Guci, Jawab kakek.

Baiklah Kek kalau begitu, Ucap Abdullah dengan ihklas.

Biarlah mereka hidup dalam Guci tanpa bayang-bayang orang Belanda, kata Kakek.

Kata kakek tua itu, kalau kelak ada yang menemukan Guci dan Botol tersebut mereka akan tahu

bahwa ada kisah antara Guru pengajian yang hanya rakyat biasa dengan seorang puteri Belada

yang tidak mendapatkan restu dari orangtuanya. Maria dan Abdullah duduk sambil merenungkan

nasib anaknya tapi apa daya, segerombolan prajurit datang menangkap dan membawanya ke

tiang gantungan mereka dibunuh dengan sadis oleh orang belanda. Hanya karena tidak merestui

anaknya menikah dengan rakyat biasa Menir Busheing tega membunuh anak kandungnya sendiri.

Demi cinta Maria dan Abdullah rela mati bersama, di tiang gantungan.

Sekian

Nenek Sukarni Dan Putri Kerajaan

Judul Cerpen Nenek Sukarni Dan Putri Kerajaan

Cerpen Karangan: Wildan Musthofa

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat), Cerpen Fantasi (Fiksi)

Lolos moderasi pada: 10 May 2016

Pada suatu hari di sebuah desa, terdapat seseorang nenek yang sedang mencuci baju di pinggir

sungai. Nenek tersebut bernama Sukarni. Sukarni bekerja sebagai petani ladang jagung dan

singkong. Di siang yang terik, Sukarni sedang beristirahat di bawah pohon beringin. Tak lama

kemudian ada seorang pemuda yang sedang membawa kotak yang cukup besar dan menghampiri

nenek Sukarni.

Nek.. Bolehkah saya meminta sedikit air? Sang pemuda itu meminta air karena kehausan.

Iya boleh. Jawab Nenek Sukarni sembari memberi kendi yang berisi air.

Apa yang kamu bawa itu? Sang nenek mulai bertanya.

Oh ini ada kotak Nek. Jawab pemuda tersebut.

Isinya apa? Sang nenek bertanya kembali.

Isinya ada sebuah bayi.. Nenek mau membelinya? Sang pemuda menawarkan seorang bayi.
Bayi? Apa jenis kelaminnya? Nenek Sukarni bertanya lagi karena merasa heran.

Perempuan Nek. Jawab pemuda tersebut.

Karena sang nenek hidup sendirian selama bertahun tahun, ia pun membeli bayi tersebut.

Oke saya ingin membeli bayi tersebut.

Sang pemuda itu pun membuka kotak dan mengeluarkan bayi yang berada di dalam kotak

tersebut.

Nih Nek bayinya. Ucap pemuda sambil memberi bayi.

Sang nenek pun merasa bahagia karena setelah lama ia tinggal sendirian, ia pun hidup bersama

anak perempuan yang ia beli dari seseorang. Sang pemuda tersebut pun kembali melanjutkan

pekerjaannya yaitu melaut. Nenek itu sangat menyayangi dan mencintai anaknya. Mereka pun

hidup bersama. Anak perempuan itu tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik, baik, dan sopan.

Kecantikan anak nenek Sukarni menjadi bahan pembicaraan warga sekitar. Dan lama kelamaan

berita kecantikan anak Sukarni itu pun menyebar luas sampai raja yang berada di sekitar wilayah

tersebut mengetahuinya dan ingin melihat langsung bagaimana wajah anak tersebut.

Tolong panggilkan anak Sukarni ke sini bersama Ibunya. Raja memerintahkan stafnya.

Baik yang mulia. Jawab staf kerajaan dengan tegas.

Tak lama kemudian staf kerajaan pun kembali lagi untuk memberitahu sang raja kalau mereka

sudah dalam perjalanan.

Yang mulia, Nenek Sukarni dan anaknya sudah dalam perjalanan. Ucap staf kerajaan.

Terima kasih.. Lanjutkan tugasmu. Jawab raja.

Baik yang mulia. staf kerajaan pun pergi untuk memantau Sukarni dan anaknya.

Tak lama kemudian staf kerajaan pun kembali memberi laporan.

Lapor yang mulia, Nenek Sukarni dan anaknya sudah di halaman utama. Ucap staf kerajaan.

Bawa mereka ke hadapanku. Jawab sang raja.

Baik yang mulia. Jawab staf kerajaan.

Staf kerajaan pun membawa nenek Sukarni dan anaknya ke ruang singgasana.

Sukarni.. Apa benar ini anakmu? Tanya sang raja.

Benar yang mulia. Jawab nenek Sukarni.

Oh.. Jadi ini gadis yang menjadi bahan pembicaraan orang-orang. Ucap sang raja.

Dari mana kau dapat anak ini? Bukankah suamimu sudah meninggal 30 tahun yang lalu? Sang

raja merasa heran.

Sebenarnya anak ini aku beli dari seorang pemuda yang menawarkan bayi. Karena aku selalu

hidup sendirian.. Aku pun membeli bayi tersebut karena aku ingin merasakan hidup bersama

seseorang. Jelas nenek Sukarni.


Apa ini?!! kau dapat karena membeli dari seorang pemuda.. Itu sudah melanggar peraturan!!

Sang raja mulai marah.

Maafkan aku yang mulia. Nenek Sukarni meminta maaf.

Yang mulia tolong maafkan Ibuku. Anak nenek Sukarani memohon agar sang raja memaafkan

ibunya.

Diam kau!! Untuk hukumannya anak ini harus dihukum mati!! Sang raja menjatuhkan hukuman

untuk anak nenek Sukarni.

Tolong jangan hukum mati anakku. Nenek Sukarni memohon pada raja.

Ayah, tolong jangan hukum mati dia.. Karena kelak dia akan menjadi istriku. Ucap sang

pangeran.

Menjadi istrimu?!! Ayah tidak sudi jika perempuan ini menjadi bagian dari kerajaan!! Jawab sang

raja.

Tak lama kemudian anak nenek Sukarni itu pun dibawa ke halaman utama untuk dihukum mati.

Pengawal!! Bawa anak Nenek Sukarni ke halaman utama untuk dihukum mati!!! Sang raja

memerintahkan pengawalnya.

Warga yang tahu bahwa gadis yang menjadi kembang desa akan dihukum mati, langsung pergi ke

kerajaan untuk melihat eksekusi mati. Anak nenek Sukarni diikat di atas tiang setinggi 500 meter.

Para eksekutor pun sudah siap dan pada hitungan ketiga, tali itu pun putus dan anak nenek

Sukarni langsung jatuh. Dengan sigap sang pangeran langsung ke halaman utama kerajaan dan

menangkap anak nenek Sukarni tersebut. Semua orang yang menyaksikan pun langsung terkejut

termasuk raja dan nenek Sukarni. Sang pangeran pun merangkul anak nenek Sukarni ke dalam

kerajaan. Ketika sedang merangkul, pangeran melihat seperti ada kotoran di lehernya. Pangeran

pun membersihkan kotoran tersebut namun anehnya kotoran tersebut tidak bisa hilang. Ternyata

kotoran itu adalah tanda lahir. Tanda lahir itu sama dengan anak raja yang menghilang 17 tahun

lalu.

Ayah coba lihat ini.. Ada tanda lahir di lehernya. Tanda lahir ini sama dengan adikku yang

menghilang 17 tahun yang lalu. Sang pangeran memberitahu sang raja.

Apa? Tak mungkin. Raja terkejut.

Iya.. Benar Yah coba lihat. Pangeran membuktikannya.

Ternyata benar kau anakku. Ucap sang raja.

Aku? Aku anak raja? Anak nenek Sukarni merasa tidak percaya.

Iya.. Kamu adalah anakku yang hilang 17 tahun lalu. Jelas sang raja.

Nenek Sukarni, terima kasih telah merawat anakku. Mungkin tanpamu anakku tidak akan

kembali. Sang raja berterima kasih kepada nenek Sukarni.

Sama-sama. Aku juga senang bisa merawat anak secantik dia. Ucap nenek Sukarni.
Warga pun sangat senang atas kembalinya putri raja yang sudah lama hilang. Untuk merayakan

kepulangan putri kerajaan, sang raja pun menggelar pesta dan karnaval selama 7 hari 7 malam.

TAMAT

Putri Kaca Mayang

Judul Cerpen Putri Kaca Mayang

Cerpen Karangan: Putri A. Nanda Pribadi

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat)

Lolos moderasi pada: 29 April 2016

Pada zaman dahulu kala, di tepi Sungai Siak, berdirilah sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan

Gasib. Di kerajaan ini, seluruh penduduk hidup damai dan sejahtera karena Kerajaan Gasib

dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana, didampingi seorang ratu yang sangat anggun dan

cerdas, juga dibantu seorang panglima yang gagah berani, Panglima Gimpam namanya. Kerajaan

Gasib juga memiliki seorang putri bernama Puteri Kaca Mayang, yang kecantikan dan keluhuran

budinya terkenal hingga seluruh penjuru negeri, bahkan ke negara-negara tetangga. Banyak raja

dari negeri tetangga yang ingin meminang Puteri Kaca Mayang, namun tak satu pun yang

diterimanya karena ia belum ingin menikah dan masih ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat

yang lebih tinggi. Pada suatu hari, Puteri Kaca Mayang dan kedua orangtuanya sedang berbincang-

bincang di istana kerajaan.

Wahai, anakku. Tidakkah engkau ingin menerima salah satu pinangan dari raja-raja negeri

tetangga tersebut? tanya Raja Gasib. Benar, anakku. Ku rasa, sekarang adalah waktu yang tepat

bagimu untuk mulai membina rumah tangga. Aku tak sabar ingin segera menimang cucu dari putri

semata wayangku, timpal sang Ratu.

Ibu, Ayah, maafkan jika Ananda lancang. Namun hati Ananda masih menyimpan harapan untuk

mengenyam pendidikan yang lebih tinggi lagi, bukan untuk menikah terlebih dahulu, Ananda ingin

membuat kerajaan kita maju, jelas Puteri Kaca Mayang. Baiklah, Ananda. Jika memang itu

keputusanmu, Ibu dan Ayah akan mendukung dengan sepenuh hati, ujar sang Raja memaklumi.

Sementara itu, di Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Raja Aceh yang dikenal angkuh dan pemarah,

sedang terjadi cekcok karena kedua istrinya terus berebut mencuri perhatiannya

Kakanda, seminggu yang lalu saat aku melancong ke Batavia, aku melihat sebuah toko yang

menawarkan berlian dengan harga murah, kira-kira hanya setara dengan 200 keping emas.

Bolehkah aku membelinya sebagai tambahan perhiasanku? pinta sang istri tua dengan nada

mendayu-dayu.

Kakanda, sepertinya aku membutuhkan sebuah kereta kencana baru untukku pribadi, bukannya
berbagi dengan si nenek tua itu! ujar sang istri muda sambil melirik sinis ke istri tua.

Apa?! Nenek tua?! Seenaknya kau mengatai aku seperti itu! bentak istri tua seraya menjambak

kerudung istri muda.

Istri muda pun tak tinggal diam. Ia pun balas menjambak kerudung istri tua.

Hentikan! Kepalaku sudah cukup pusing untuk mengatasi semua masalah di negeri ini, janganlah

kalian berdua menambah sakit kepalaku! Sekali lagi aku melihat kalian bertengkar, aku tak segan

mengusir kalian berdua dari istana ini! ujar sang Raja dengan penuh amarah.

Mm..maafkan kami, Kakanda, ujar istri tua dan istri muda bersamaan dengan rasa takut.

Keduanya segera berjabat tangan. Panglima! Panglima! Raja Aceh berteriak memanggil panglima

kerajaan.

Kedua panglima tersebut segera berlari menghampiri Rajanya.

Ampun, Baginda. Apa gerangan Baginda memanggil kami? tanya panglima pertama.

Aku menginginkan Puteri Kaca Mayang dari Kerajaan Gasib untuk menjadi istriku yang ketiga.

Tolong sampaikan pinanganku ke Kerajaan Gasib, ujar sang Raja.

Apakah Baginda yakin dengan keputusan tersebut? tanya panglima kedua ragu-ragu.

Ya, Panglima. Aku sangat yakin dengan keputusanku. Pergilah kalian ke Kerajaan Gasib sekarang

juga! perintah Raja Aceh. Baik, Baginda. Kami akan ke sana sekarang juga, jawab kedua

panglima seraya mengangguk.

Tak lama kemudian, kedua panglima Aceh tiba di Kerajaan Gasib. Mereka melihat Ratu Gasib dari

kejauhan dan seraya menghampiri sang Ratu.

Baginda, kedua panglima menyapa sang Ratu.

Siapa kalian? Apa gerangan kalian datang ke mari? tanya sang Ratu terkejut setelah ia

membalikkan badannya ke arah kedua panglima. Nampaknya, sedari tadi ia tidak mengetahui

akan kedatangan panglima tersebut.

Ampun, Baginda. Kami panglima dari Kerajaan Aceh. Kami berdua datang ke mari diutus oleh

Raja Aceh. Kami ingin bertemu Baginda Raja Gasib, jawab panglima pertama.

Mengapa ia mengutus kalian ke mari? tanya Ratu Gasib bingung.

Raja kami ingin meminang putri Baginda, Puteri Kaca Mayang, jawab panglima kedua.

Benar, Baginda, panglima pertama mengiyakan.

Maaf, Panglima. Kami belum bisa menerima pinangan dari raja kalian. Putriku belum siap untuk

menikah. Sampaikan permohonan maaf dari kami kepada raja kalian, jelas sang Ratu sambil

menghela napas.

Baiklah, Baginda. Kami akan kembali ke Aceh untuk menyampaikan jawaban Baginda, ujar

panglima kedua.

Kedua panglima Aceh kembali ke kerajaan mereka dengan perasaan kecewa. Mereka takut Raja
Aceh murka karena pinangannya ditolak. Sesampainya di kerajaan, mereka segera menemui raja

mereka untuk menyampaikan kabar tersebut.

Selamat datang, Panglimaku. Bagaimana kabar pinanganku? tanya Raja tak sabar.

Mm-mo.. mohon maaf, Baginda. Pihak Kerajaan Gasib menolak pinangan Baginda, jawab

panglima kedua dengan wajah ketakutan.

Apa?! Raja berteriak dengan sangat emosi. Teriakan sang Raja ternyata terdengar oleh kedua

istrinya. Mereka segera berlari mendekati suaminya yang tampak sangat murka itu.

Aaada apa, Kakanda? Apa sebab dikau murka? tanya istri tua keheranan.

Ya, Kakanda. Apakah nenek tua ini memancing emosimu lagi? tanya istri muda sambil melirik

istri tua.

Apa katamu?! Dasar perempuan tak tahu diri! istri tua marah dan mendorong istri muda.

Keduanya pun bertengkar dan Raja Aceh segera memerintahkan kedua panglimanya untuk

memisahkan istri-istrinya. Setelah itu, ia kembali berbicara dengan kedua panglimanya.

Tidak mungkin Raja Gasib menolak pinanganku! ucap Raja Aceh sambil berpikir.

Nnnnamun begitulah kenyatannya, Baginda, jawab panglima pertama terbata-bata.

Kurang ajar kau, Gasib! Aku tak akan tinggal diam, akan ku balas perbuatanmu! tegas Raja Aceh

murka dan penuh dendam.

Karena telah mengenal sifat pendendam Raja Aceh, maka Raja Gasib segera menyiapkan pasukan

perang untuk menghadapi serangan Kerajaan Aceh. Ia pun memanggil panglima setianya untuk

menghadap.

Panglima Gimpam, ke marilah! panggil sang Raja.

Baik, Baginda. Apa gerangan baginda memanggil hamba? tanya panglima.

Aku ingin kau menyiapkan pasukan perang kerajaan kita, jawab Raja Gasib.

Baiklah, Baginda. Namun, jika boleh hamba tahu, mengapa Baginda menyuruh hamba

menyiapkan pasukan perang? tanya panglima ingin tahu.

Aku takut jika sewaktu-waktu Raja Aceh menyerang kerajaan kita, karena aku menolak

pinangannya terhadap putriku. Kini, kau ku perintahkan untuk memimpin pasukan di Kuala Gasib,

jelas sang Raja.

Baiklah, Baginda. Hamba akan segera melaksanakan perintah Baginda, ujar panglima menuruti

titah rajanya.

Ternyata, yang dikhawatirkan oleh Raja Gasib menjadi kenyataan. Tak lama setelah itu, Raja Aceh

beserta pasukannya telah mengetahui persiapan Kerajaan Gasib dan mereka telah mengetahui
bahwa Kuala Gasib, yang merupakan jalur utama menuju negeri itu dipimpin oleh Panglima

Gimpam yang gagah berani.

Hahaha. Ternyata Kerajaan Gasib telah menyiapkan pasukannya untuk melawan kita! Tak akan ku

biarkan mereka menang! ujar Raja Aceh.

Maaf, Baginda. Ternyata, Kuala Gasib telah dijaga oleh Panglima Gimpam, ucap panglima

pertama.

Apa?! Jadi, lewat jalan mana kita bisa menuju ke kerajaan Gasib? tanya sang Raja Aceh.

Lebih baik kita bertanya pada penduduk kerajaan Gasib, Baginda, panglima kedua mengusulkan.

Ya, Panglima. Kau benar. Ayo, kita segera menyiapkan pasukan dan langsung pergi ke Kerajaan

Gasib! ajak sang Raja. Raja Aceh dan pasukannya pergi ke Kerajaan Gasib. Di tengah perjalanan,

mereka bertemu dengan salah satu penduduk Kerajaan Gasib.

Sepertinya, itu penduduk Kerajaan Gasib, Baginda, kata panglima kedua sambil menunjuk ke

arah penduduk tersebut.

Ya, benar. Mari kita segera ke sana! perintah sang Raja.

Hai, anak muda. Apakah benar kau penduduk negeri Gasib? tanya sang Raja kepada pemuda itu.

Bb..enar, Tuan. Siapakah gerangan tuan-tuan ini? Dan hendak ke mana? tanya pemuda itu

terbata-bata.

Kami dari Kerajaan Aceh hendak menuju ke negeri kalian. Tolong tunjukkan kami jalan darat

menuju Kerajaan Gasib! kata panglima kedua.

Hamba ttt.ttiddak ttahuu, Tutuan, jawab si pemuda ketakutan dan tergagap-gagap seraya

berbohong.

Benarkah itu? Bagaimana dengan ini? ujar sang Raja sambil mengibaskan segepok uang di

hadapan pemuda itu.

Bbbbaiklah, Tuan. Ke arah sana. ujarnya seraya menunjukkan arah jalan kepada rombongan

kerajaan Aceh. Akhirnya, Raja Aceh beserta pasukannya sampai di Kerajaan Gasib tanpa melewati

penjagaan Panglima Gimpam. Ia langsung menghancurkan seisi negeri tersebut.

Hahahaha. Akhirnya kita sampai di sini tanpa melewati penjagaan Panglima Gimpam. Hahaha.

Semua pasukanku, ayo serang! perintah sang Raja. Penduduk Gasib yang melihat Pasukan Aceh

menghancurkan negerinya segera melapor kepada Raja Gasib.

Baginda, pasukan Kerajaan Aceh telah memporak-porandakan negeri kita dan kini mereka

menyerang halaman istana, ujar penduduk ketakutan.

Benarkah itu? tanya Raja Gasib.

Di samping itu, Puteri Kaca Mayang disekap dan Ratu Gasib dibunuh oleh panglima Aceh.
Ayah, tolong aku.. jerit sang Putri.

Diam, kau! bentak panglima pertama.

Putriku.. Aaargh! teriak sang Ratu kesakitan. Panglima kedua telah menancapkan sebilah pisau

di tubuh Ratu Gasib. Ia pun tak dapat tertolong. Tubuhnya terjatuh ke tanah kerana kehilangan

banyak darah. Kedua penglima Aceh segera melarikan diri. Melihat hal itu, Raja Gasib segera

menghampiri mayat istrinya seraya memeluknya.

Putriku.. Istriku.. jerit sang Raja histeris. Panglima Gimpam datang dari Kuala Gasib dan terkejut

melihat seisi istana porak-poranda dan melihat Ratu Gasib yang bersimbah darah.

Hah! Apa-apaan ini? Mengapa kerajaan bisa jadi porak-poranda?! Mengapa Ratu Gasib meninggal

dunia?! tanyanya terkejut. Ini akibat pasukan kerajaan Aceh, wahai, Panglima. Mereka menculik

Puteri Kaca Mayang dan membunuh Baginda Ratu, ujar salah satu penduduk.

Apa?! Kurang ajar sekali Raja Aceh itu, akan ku balas kekalahan ini! Aku harus bisa membawa

Puteri Kaca Mayang kembali ke sini! ucapnya marah.

Benar, Panglima. Sebaiknya panglima secepatnya menuju ke sana agar kondisinya tidak semakin

parah! pinta salah seorang penduduk itu.

Baiklah, aku akan segera ke sana. Tolong jaga kerajaan ini selama aku pergi! pesan Panglima

Gimpam.

Saat tiba di gerbang Kerajaan Aceh, Panglima Gimpam disambut oleh kedua Panglima Aceh.

Mereka menghadang Panglima Gimpam dan menantang Panglima Gimpam berkelahi. Jika

Panglima Gimpam menang, maka ia boleh menjemput Puteri Kaca Mayang. Namun jika ia kalah,

maka ia harus kembali ke Kerajaan Gasib dengan tangan kosong dan Puteri Kaca Mayang harus

tinggal di Kerajaan Aceh untuk selamanya.

Akhirnya, sampai juga aku di sini, Panglima Gimpam bergumam.

Hahaha, ternyata kau telah sampai, Gimpam, ujar panglima kedua yang tiba-tiba muncul dari

belakang Panglima Gimpam. Ya, aku ke sini untuk membalaskan dendamku atas meninggalnya

Yang Mulia Ratu Gasib. Aku ingin membawa pulang Puteri Kaca Mayang kembali ke kerajaan

Gasib! ucap Panglima Gimpam.

Hahaha, baiklah. Kau bisa membawa pulang Puteri Kaca Mayang, asalkan kau berani bertarung

dengan kami berdua. Taruhannya Puteri Kaca Mayang. Jjika kau menang kau bisa membawanya

kembali, namun jika kau kalah, ia harus tinggal di sini selamanya! jelas panglima pertama.

Benar, tapi aku yakin kau takkan menang. Hahaha.. ujar panglima mengiyakan sambil

meremehkan Panglima Gimpam.

Baiklah, aku sanggupi tantangan kalian. Apa pun akan ku lakukan demi Puteri Kaca Mayang,

balas Panglima Gimpam menerima tantangan dari kedua Panglima Aceh.


Panglima Gimpam dan kedua Panglima Aceh pun berkelahi. Kedua Panglima Aceh mengalami

kekalahan. Mereka tidak sanggup melawan Panglima Gimpam. Panglima pertama lari terbirit-birit

bersembunyi. Sementara itu, panglima kedua tak dapat tertolong nyawanya. Ia pun meninggal

dunia.

Bagaimana? Sudah jelas bukan, siapa yang memenangkan pertarungan ini? tanya Panglima

Gimpam.

Hm ku akui kesaktianmu, Gimpam. Panglima, bawa Puteri Kaca Mayang ke mari! perintah Raja

Aceh. Mendengar perintah dari rajanya, panglima pertama segera membawa Puteri Kaca Mayang

ke hadapan sang Raja.

Panglima, apakah kau datang untuk menjemputku? tanya Puteri Kaca Mayang.

Ya, Puteri. Aku datang untuk menjemputmu, jawab Panglima Gimpam seraya berlutut memberi

hormat.

Hahaha, kembalilah kalian ke Kerajaan Gasib! Aku terpaksa merelakan kau, Puteri Kaca Mayang.

Jika sewaktu-waktu kau berubah pikiran, kembalilah ke mari! Hahaha.. ujar Raja Aceh sambil

tertawa licik.

Tidak akan! Aku tidak akan membiarkan Puteri Kaca Mayang kembali ke sini! Puteri, ayo kita

pulang! ajak Panglima Gimpam. Puteri Kaca Mayang dan Panglima Gimpam segera meninggalkan

Kerajaan Aceh. Di tengah perjalanan, ternyata penyakit Puteri Kaca Mayang kambuh. Napasnya

terasa sangat sesak. Saat itu juga, angin sedang bertiup dengan kencangnya. Puteri Kaca Mayang

pun meminta Panglima Gimpam untuk beristirahat sejenak.

Panglima, angin i..ini sa..ngat ken-cang. Aku ttak bbissa ber..napas lagi.. bbb-isaa.. kkah..

kita.. bber-hen..ti sse-jjenak? pinta sang Puteri.

Bb..baiklah, Puteri. Kita istirahat sebentar, jawab Panglima Gimpam cemas.

Te-tee..ri..ma.. kasih.. pang-li..ma. A..ku rasa u-murku t-tak lama la..gi.. sam-paikan..

per..mohonan maa-maafku ke-pa..da A..yaah, ujar sang Puteri semakin terbata-bata.

Puteri, bertahanlah! Tak lama lagi kita akan tiba di Kerajaan Gasib, ucap Panglima Gimpam risau.

Mmm..maafkan.. a-aku.. pangli..ma tt-te..rima ka..sih.. kau mau mene-maa..ni.. ak-aku sampai

ak..hir ha..yat..ku. ujar sang Puteri seraya menghembuskan napasnya yang terakhir.

Puteriiii!!! teriak Panglima Gimpam histeris.

Seandainya kau tahu, setulusnya aku menyayangimu, Puteri.. bisiknya lirih.

Akhirnya, Panglima Gimpam membawa jasad Puteri Kaca Mayang yang telah meninggal.

Sesampainya di kerajaan Gasib, jasad Puteri Kaca Mayang disambut dengan kepiluan dari seisi

penghuni istana.

Baginda, hamba datang membawa jenazah Puteri Kaca Mayang. Ia meninggal di tengah
perjalanan kembali ke sini, ucap Panglima Gimpam sedih.

Benarkah?! Tak mungkin! Tak mungkin putriku telah meninggal dunia! ujar Raja Gasib tak

percaya.

Maafkan hamba, Baginda. Namun, itulah kenyataannya, Panglima meyakinkan.

Innalillahi wainnailaihi rajiun. Padahal padahal.. aku baru berniat menjodohkanmu dengannya,

ucap sang Raja berlinang air mata.

Ini takdir, Baginda, jawab sang Panglima.

Baiklah. Kita harus segera memakamkannya, sekarang juga! perintah Raja Gasib.

Setelah Puteri Kaca Mayang dimakamkan, Raja Gasib dilanda rasa pilu yang berat karena

kehilangan putri semata wayangnya. Ia pun memutuskan untuk menyepi ke Gunung Ledang.

Wahai, Panglima. Kemarilah sebentar! panggil sang Raja.

Baik, Baginda, Panglima menuruti.

Ku serahkan mahkota Kerajaan Gasib padamu. Kau berhak menggantikanku sebagai pemimpin

kerajaan ini. ucap sang Raja seraya pergi meninggalkan kerajaan.

Terima kasih, Baginda. Tapi, aku tak pantas memakai mahkota ini, jawab Panglima dan ia pun

segera bangkit dari singgasana.

Akhirnya, Panglima Gimpam menggantikan posisi Raja Gasib. Namun karena kesetiaannya kepada

sang raja, ia pun ikut meninggalkan kerajaan itu dan membuka perkampungan baru yang diberi

nama Pekanbaharu. Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, nama Pekanbaharu lama-kelamaan

berubah menjadi Pekanbaru.

Cerpen Karangan: Putri A. Nanda Pribadi

Facebook: facebook.com/putriadenanda

Twitter: @putriadenanda

Seorang mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Borneo Tarakan.

RyA

Judul Cerpen RyA

Cerpen Karangan: Na

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat), Cerpen Kehidupan

Lolos moderasi pada: 4 April 2016

Mungkin kalian sudah sering mendengar kisah ini. Namun tak sekali pun kisah ini terealisasikan

dalam kehidupan nyata. Ku ingatkan, kisah ini bukan kisah fiksi. Kisah ini didasarkan pada sejarah.

Jadi, jangan pernah remehkan sepenggal kisah klise ini. Seperti kata Bung Karno Jangan Sekali-

kali Melupakan Sejarah atau biasa kita singkat Jas Merah.


Aku akan menceritakan padamu sepenggal kisah. Terserah jika kau menganggapnya sebuah

dongeng pengantar tidur. Kisah ini terjadi di masa lampau. Dimana negara-negara di dunia masih

berbentuk dinasti. Atau harus ku sebut berbentuk monarki. Raja dinobatkan berdasar keturunan.

Jadi bagi rakyat jelata, jangan pernah bermimpi menjadi raja. Karena akan sangat menyakitkan

mengetahui mimpi itu mustahil terwujud. Kecuali bagi kaum hawa. Silahkan bermimpi keturunan

kerajaan jatuh hati padamu. Mungkin kau bisa dijadikan selir atau bahkan ibu dari raja setelahnya.

Bila dibanding dengan negara demokrasi, kerajaan seharusnya memiliki potensi lebih besar

terjadinya konflik. Apalagi jika yang naik tahta adalah orang yang tidak tepat. Menjadi raja hanya

karena ayahnya seorang raja. Namun jika aku boleh berpendapat, pada faktanya negara

demokrasi juga mengalami hal serupa. Memang kepala negara dipilih oleh rakyat. Namun,

bukankah para calon kepala negara haruslah diusulkan oleh partai politik? Jadi bagi yang bukan

anggota partai politik, jangan harap bisa menjadi seorang pemimpin negara. Pun dalam

persaingan mendapat suara terbanyak, para calon dan komplotannya bisa saja menghalalkan

segala cara, meski harus dibumbui dengan sedikit kecurangan.

Kembali ke topik sebelumnya. Ku ingatkan, kisah ini terjadi di masa lampau. Dimana teknologi tak

sepesat saat ini. Tersebutlah seorang raja, raja yang adil. Raja yang begitu memerhatikan

rakyatnya. Atas dasar kecintaannya pada negeri, ia banyak membangun fasilitas umum: rumah

sakit, tempat beribadat, tempat menimba ilmu, dan tempat-tempat lain, yang membuat rakyat

bersujud syukur pada Tuhan karena karunia yang tak terkira. Raja yang Adil. Yang demi

kesejahteraan rakyatnya, ia rela tidur di lantai tanpa alas dan hanya makan sekali sehari. Raja

yang Adil. Atas dasar kecintaannya pada negara, ia siap menjadi komandan yang terjun ke medan

laga. Raja yang Adil. Yang mengeluarkan kebijakan dan hukum demi kepentingan rakyat. Tanpa

sedikit pun pengaruh alasan pribadi.

Raja yang Adil. Yang memutuskan suatu perkara dengan bijaksana. Tanpa menimbulkan kerugian

suatu pihak. Raja yang Adil. Yang memimpin negerinya berlandaskan spritualitas, iman, dan

takwa. Pada masanya lahir tokoh-tokoh besar, yang amat berpengaruh di dunia hingga kini.

Kearifannya dalam memimpin negeri, menjadikan negeri yang adil, makmur, aman, damai,

sejahtera. Berawal dari kata Adil negara mencapai masa keemasan, berada pada puncak

kejayaan. Pendidikan, kebudayaaan, kesejahteraan, berkembang pesat, aku yakin itu bahkan lebih

pesat dari saat ini.

Kalau kalian bertanya: Siapa gerangan yang ku sebut sebagai Raja yang Adil itu? Tentu jumlah

Raja yang Adil lebih dari satu di dunia ini. Jika kalian penggemar sejarah, tentu tak sulit

menemukan siapa saja yang ku sebut sebagai Raja yang Adil. Sederhana saja, Raja yang Adil ialah

Raja yang dapat membuat negerinya berada pada puncak kejayaan pada masa ia berkuasa.

Perlukah aku sebutkan contohnya? Ku rasa tidak, jika kalian tidak tahu, kalian tentu dapat
bertanya atau mencari dari beberapa sumber referensi. Di zaman modern ini tentu tak sulit

mencari sesuatu, bukan begitu? Dan jika kalian tak tahu dan tak mau bertanya atau mencari, itu

artinya kalian memiliki tingkat keingintahuan yang rendah. Sudah tak perlu ku jelaskan lagi kalau

para ilmuwan, filsuf, atau penemu, berasal dari sebuah keingintahuan.

Kembali pada Sang Raja. Raja yang Adil mampu membuat negerinya berada pada puncak

kejayaan pada masa ia berkuasa. Namun mengapa jejak kejayaannya kini tak berbekas?

Keadilannya seolah sirna dari muka bumi. Tak lain karena kejayaan yang ia peroleh, mendorong

keturunannya hidup bermewah-mewahan. Mereka yang merasa anak pejabat menganggap mereka

memiliki segalanya. Mereka tak pernah mau tahu seberapa besar jerih payah para leluhur demi

meraih kejayaan yang kini mereka nikmati. Mereka tak pernah belajar bagaimana menjaga dan

memajukan negara seperti nenek moyang mereka dahulu. Hingga suatu ketika, ketika serangan

demi serangan datang dari luar dalam dinasti. Mengambil alih pemerintahan dalam negeri. Para

penerus terlewat bodoh hingga kehilangan kekuasaannya. Mau saja dimanfaatkan asal diri

terselamatkan. Kerajaan melemah. Tanah yang dulu dijaga dengan tumpahan darah, kini hancur

lebur tanpa perlawanan berarti.

Negara yang dulu diagung-agungkan, negeri yang dulu terkenal akan kemakmurannya, kini tinggal

puing-puing reruntuhan. Kejayaan di masa silam terganti kehinaan masa mendatang. Namun

kejayaan itu tak sepenuhnya sirna. Melainkan terpatri dalam catatan sejarah. Hingga para

sejarawan menemukan dan mengabadikannya. Raja yang Adil kini tinggallah sepenggal kisah.

Cerita yang dianggap dongeng oleh mayoritas manusia. Yang biasa dilagukan ketika malam oleh

orangtua pada puteranya.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun pun ikut berganti. Bumi terus berotasi tak lupa

berevolusi terhadap Sang Surya. Berabad-abad telah berlalu. Ilmu Pengetahuan terus berkembang

hingga sekarang. Negara-negara mayoritas berbentuk republik demokrasi. Namun Raja yang Adil

kini tak lagi menampakkan wujudnya. Keadilan seolah lenyap dari muka bumi. Karena kejujuran

disepelekan. Kesejahteraan bersama diabaikan. Para tikus-tikus koruptor berkeliaran memakan

uang yang bukan haknya. Kepentingan pribadi diutamakan, lalu bagaimana dengan kepentingan

bersama?

Akankah Raja yang Adil terlahir kembali? Di tengah-tengah maraknya globalisasi dan modernisme.

Tidak harus berwujud seorang raja. Bisa jadi ia seorang presiden. Tak harus berupa kepala negara,

kepala daerah pun dapat menjadi Raja yang Adil. Atau mungkin ketua organisasi, atau kepala

keluarga. Bahkan menjadi pemimpin untuk diri sendiri pun bisa jadi. Asal kejujuran, keadilan, dan

kepedulian terpatri dalam hati. Berusaha memimpin diri menggapai kebenaran dan cita.

Mungkinkah jiwa Raja yang Adil bersemayam dalam diri kita? Atau mungkin anak-anak kita?
Akankah Raja yang Adil terlahir kembali di kalangan umat muslim? Akankah Raja yang Adil terlahir

kembali di tanah tumpah darah, Indonesia?

Si Pahit Lidah (Rawa Batu Menangis)

Judul Cerpen Si Pahit Lidah (Rawa Batu Menangis)

Cerpen Karangan: Nabilah

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat)

Lolos moderasi pada: 31 March 2016

Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang Raja dengan Permaisuri-nya yang dikaruniai seorang

putri yang sangat cantik nan anggun, rambutnya selalu terurai hitam panjang, sang Putri sangat

suka mengenakan bando dari rangkain bunga. Setiap hari ia selalu membuatnya sendiri terkadang

pula ketika sang Putri sedang sibuk, dayang-dayangnya yang merangkaikan bunga-bunga itu

menjadi bando.

Pada suatu hari sang Putri mendengar kabar tentang seorang Ratu di negeri seberang yang

melangsungkan acara pernikahannya dengan mengenakan rangkaian bunga teratai ungu yang

dipadukan dengan bunga anggrek ungu yang dikenakan di kepalanya. Sang putri pun tertarik

dengan rangkaian bunga Ratu di negeri seberang itu. Raja yang selalu memanjakan putrinya itu

pun tak kuasa menolak permintaan putri tunggalnya itu. Raja pun dengan sendirinya datang ke

negeri seberang menemui sang Ratu yang baru kemarin melangsungkan pernikahan itu.

Sayangnya sang Ratu menolak memberikan rangkaian bunga itu meskipun Raja bersedia

membayar berapa pun yang Ratu minta.

Maafkan saya Raja, saya tahu putrimu sangat suka dengan rangkain bunga, seperti apa pun

rangkain bunga yang putrimu minta akan ku berikan khusus padanya. Tapi tidak untuk yang satu

ini, ujar Ratu. Saya bisa mengerti, lagi pula rangkaian bunga itu yang engkau kenakan di

pernikahanmu tentunya sangat berharga bagimu, jawab Raja.

Selain karena itu, engkau tentu tahu bunga-bunga ini sangat sulit didapat. Aku pun mendapatkan

dari seorang pengembara, ia datang kemari 3 hari sebelum pernikahanku. Dia kelaparan, aku

memberinya sedikit makanan dan bekal untuknya kembali mengembara, namun ia kembali datang

ke istana pada dini hari di hari pernikahanku, ia memberiku rangkaian bunga ini dan berpesan ini

khusus untukku. ucap Ratu.

Siapa pengembara itu? tanya Raja.

Dia tidak menyebutkan namanya, tapi yang ku tahu ia punya sembrani, tentu raja tahu bukan,

tidak sembarang orang bisa mengendalikan sembrani, ujar Ratu.

Baiklah Ratu terima kasih, maaf telah mengganggu, ucap Raja.


Raja pun kembali ke istananya dan menyampaikan kepada sang Putri apa yang Ratu katakan,

namun sang putri tetap tidak mau tahu ia hanya mau rangkaian bunga itu. Permaisuri pun

mengusulkan agar mengadakan sayembara dengan imbalan akan dikabulkan satu permintaan

sang pemenang sayembara. Raja pun menyetujuinya dan yang akan menilai rangkaian bunga itu

adalah sang Putri sendiri. Hingga 3 bulan, belum ada seorang pun yang memenangkan sayembara

itu. Sang Putri pun murung dan tak mau makan. Hingga suatu hari datang seorang pengembara

dengan menuntun kuda sembraninya ke istana. Ia seorang pemuda tampan dengan pedang di

punggungnya, ia menjadi pusat perhatian. Sang Raja pun mempersilahkan si pengembara itu

memasuki istananya, Raja menjamunya dengan baik.

Sang Pengembara pun menjelaskan maksud kedatangannya untuk mengikuti sayembara. Raja pun

memanggil sang Putri yang mengurung diri di kamar. Sang Pengembara pun tercengang melihat

sang Putri yang sedang melangkah menghampirinya di salembo. Sejenak sang Putri melirik ke

arah sang Pengembara yang sedari tadi duduk menatapnya. Raja pun menyampaikan pada sang

Putri maksud ia memanggilnya.

Benarkah Ayah, mana bunga itu? tanya Putri.

Kau tanyakanlah sendiri pada pemuda yang ada di hadapanmu sekarang putriku, ujar Raja.

Tuan, mana bungamu? tanya Putri.

Sesuai janjimu kan putri, kau akan mengabulkan satu permintaan bagi pemenang sayembara,

ucap Pengembara.

Tentu saja tuan pengembara. jawab Putri. Sang Pengembara pun memberikan rangkaian bunga

yang bahkan lebih indah dari bunga milik sang Ratu di negeri seberang itu. Sang Putri pun

langsung menerima bunga itu. Wajahnya nampak semakin cantik dengan rangkaian bunga itu

yang langsung ia kenakan di kepalanya.

Ini indah sekali, bahkan lebih indah dari milik sang Ratu, ujar Putri.

Ini lebih dari istimewa untukmu tuan Putri, jawab Pengembara.

Apa permintaanmu tuan? tanya Putri.

Aku ingin meminangmu tuan Putri, jawab Pengembara.

Apa?! lancang sekali kau, kau pikir kau siapa beraninya meminangku? ucap Putri.

Mendengar kalimat sang Putri, si pengembara pun mulai agak marah, sang penasihat yang melihat

raut wajah sang pengembara dari sebwrang salembo pun segera menghampiri Raja dan Permaisuri

dan membisikkan sesuatu tentang si pengembara itu.

Putriku, kau tidak boleh seperti itu, ucap Permaisuri.

Kau harus menepati janjimu, itu permintaannya, ayolah putriku, bujuk Raja.

Tidak Ayahanda, Ibunda, aku tidak mau menikah dengan kaum seperti dia, menjijikkan! ucap
Putri.

Tajam sekali ucapanmu Putri, sombong! ucap pengembara.

Putriku, jangan buat dia marah! ucap Permaisuri. Harusnya kau sadar diri, kau bukan pangeran

ataupun keluarga dari bangsawan sedangkan aku? aku adalah sang putri! ujar Putri.

Wajahmu cantik putri, tapi sayang ucapanmu tajam seperti duri, hatimu pun sekeras batu, kau

tak mau peduli dengan kaum sepertiku. Kau tak pantas menjadi pemimpin negeri ini. ucap

Pengembara. Sang Putri pun hanya memalingkan wajah. Dasar batu! ucap Pengembara. Sang

Pengembara pun berlalu pergi, tiba-tiba cuaca menjadi sangat mendung, petir pun menggelegar

habat dan sang Putri perlahan tubuhnya mulai tidak bisa digerakan dan membatu.

Ayahanda, ibunda apa yang terjadi padaku? ucap Putri.

Putriku.. ucap Raja dan Permaisuri.

Sang putri akhirnya berubah menjadi patung batu akibat kutukan si pengembara itu. Patung tuan

Putri itu selalu mengeluarkan air dari matanya seperti seseorang yang menangis. Halaman di

sekitar salembo pun menjadi banjir dan rangkaian bunga yang dikenakan sang Putri tumbuh subur

semakin banyak. Karena volume air semakin banyak akhirnya menjelma menjadi rawa dan

dijuluki, Rawa Batu Menangis

SELESAI

Cerpen Karangan: Nabilah

Facebook: Bila CahyaNur Asidiq

Cerita Si Pahit Lidah (Rawa Batu Menangis) merupakan cerita pendek karangan Nabilah, kamu

dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Tertembus Bedil

Judul Cerpen Tertembus Bedil

Cerpen Karangan: Ilyas Ibrahim Husain

Kategori: Cerpen Bahasa Daerah, Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat)

Lolos moderasi pada: 29 March 2016

Distrik limbung, Afdeling Makassar 1917.

Aku memandangi tubuhku yang telah menjadi mayit, masih ada darah segar mengalir dari bekas

bedil yang menembus tubuhku, aku masih memandangi tubuhku yang dipertontonkan layaknya

hiburan di depan para masyarakat yang telah dipertuankan paksa.


Apa yang akan terjadi pada butta ini kedepannya Daeng? I Rajamang menepuk pundakku, ku

tatap sejenak ia.

Entahlah Rajamang apa yang akan terjadi pada butta ini sepeninggal kita dan sepeninggal

sombaya Sultan Husain bertahun-tahun lalu? Aku dan I Rajamang masih terpaku memandangi

tubuh kita masing-masing yang bersimbah darah, bedil menembus jantung kami, namun bukan

bedil itu yang membuat kami sakit, namun pengkhianatan sahabat kami yang menyakitkan ruh ini.

Masih segar dalam ingatanku ketika para bangsawan kerajaan melakukan perlawanan dengan si

mata putih, saat itu kami bersama Daeng Barani Putra Arung Matoa Wajo, Daeng Manromo

saudara tiri Sultan Husain dan Daeng Mapata mantan duta kerajaan gowa untuk kerajaan bone,

kami melakukan perampokan-perampokan terhadap kaki tangan si mata putih, para penjilat, dan

regent-regent di afdeling makassar, hasil rampokan itu bukan kami nikmati sendiri tetapi

membagi-bagikan kepada tosama dan tomaradekaya terutama di distrik polobangkeng dan distrik

limbung yang saat itu hidup mengenaskan, menanggung luka lama yang digoreskan belati si mata

putih apatalagi ketika sombaya meninggal di tahun 1906.

Tolok Daeng magassing apalagi rencana kita menghadapi W.J coenen dan para pengikut si mata

putih itu? tanya I Camango pemuda yang kami kenal sebagai perampok ulung dari limbung.

Malam ini kita harus bersembunyi kembali kamu tahukan keadaan kita terdesak karena ulah

pengikut Coenen terutama sersan kadi yang bengis itu,

Seandainya Daeng Barani masih ada, kita tidak akan terdesak seperti ini, sahut Daeng Manromo.

Sudahlah Daeng, kepergian Daeng Barani jangan disia-siakan, karena sesungguhnya Daeng

Barani mate ni gollai melindungi kita semua,

Keadaan kerajaan gowa sudah tidak menentu lagi, setelah kepergian sombaya praktis terjadi

kekosongan kekuasaan yang mengakibatkan huru-hara di sana-sini, perlawanan-perlawanan

terjadi di beberapa daerah pedalaman, puncaknya ketika Daeng Barani tertembus bedil sersan

kadi, entah siapa gerangan yang membocorkan tempat tuddang sipulung malam itu.

Gawat Daeng, maega tahu ri saliweng?! sahut I Camango kepada Daeng Barani dalam bahasa

bugis, maklum Daeng Barani adalah bangsawan wajo yang berdagang sutera di staatds gemeente

makassar, beliau adalah penyandang dana terbesar dalam kelompok perlawanan ini. Daeng Barani

hanya tersenyum kepada Camango yang wajahnya pucat pasi, Tenanglah Camango, tolong

antarkan Daeng magassing dan kawan-kawan lain ke tempat lebih aman, biar saya sendiri yang

menghadapi mereka,

Tapi Daeng bagaimana kalau terjadi apa-apa dengan Daeng?

Jika malam ini karaeng alla taala memanggilku maka saya harus siap, Daeng Barani

melangkahkan kakinya meninggalkan Camango, kami semua menyusuri taman belakang


kediaman Daeng barani bersama gelapnya malam dan. Door!!! Suara letupan bedil memecah

kesunyian.

Sejak dua tahun meninggalnya Daeng Barani, kami dan beberapa sisa pengikut melakukan aksi-

aksi gerliya di daerah pedalaman, satu persatu para pembesar kerajaan yang ikut bagian dalam

gerakan ini telah berpulang ke sisi ilahi, tinggallah saya dan I Ramajang memimpin perlawanan. Di

distrik limbung adalah perlawanan terakhir kami, rumah yang kami anggap paling aman dari

incaran kaki tangan W.J coenen, rupa-rupanya perangkap yang di pasang mata-mata W.J coenen.

Kita sudah terkepung Daeng, kita sudah kala Daeng, sahut I Rajamang dengan gusar, tangannya

gemetar memegang badik, tatapannya mulai kosong seolah-olah ia telah menatap malaikat maut

yang akan mencabut nyawanya.

I Rajamang, tenanglah Rajamang mari kita melewati ini dengan penuh keikhlasan, aku sejenak

memeluk Rajamang menenangkan batinnya yang gundah.

Rajamang badik telah dicabut dari sarungnya pantang kembali sebelum tertancap di tubuh si

mata putih, sahutku dan kami berdua ke luar dari persembunyian dan menyerang belasan mata

bedil yang mengarah ke kami, Rajamang bersimbah terkena bedil ia belum roboh badik di

tangannya berhasil tertancap di tubuh tentara knil, ruhnya telah terlepas dari tubuhnya, demikian

pula denganku yang berhasil menancapkan badik di tubuh sersan kadi, aku tumbang bedil

bersarang di jantungku, mataku terbelalak melihat sosok pria I Camango, sahabatku berdiri di

samping W.J coenen mantan gubernur zuid celebes, tatapannya sinis begitu memilukan dan

memuakkan.

Terkutuklah kau Camango pengkhianat!!! seruku sebelum ruh ini terlepas dari tubuh bersimbah

darah ini.

Ketika Sang Pangeran Jatuh Cinta

Judul Cerpen Ketika Sang Pangeran Jatuh Cinta

Cerpen Karangan: Imron Rosyadi

Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat)

Lolos moderasi pada: 31 January 2016

Pada suatu hari hiduplah seorang kesatria gagah berani. Selain seorang kesatria, ia juga adalah

pangeran dari kerajaan Selaparang di pulau Lombok. Sang kesatria ini bernama Pangeran Sejati.

Sejak kecil sang pangeran sudah dididik untuk menjadi pemimpin perang pada masanya. Kini sang

pangeran telah berumur 30 tahun, ia pun dinobatkan sebagai raja oleh ayahnya di kerajaan

Selaparang. Namun, sang pangeran belum memiliki seorang istri karena ia terlalu sibuk berada di
wilayah peperangan. Pada suatu ketika, sang pangeran dan prajurit-prajuritnya akan berperang

dengan kerajaan Mataram, tiba-tiba ia melihat seorang wanita cantik dengan selendang merah

muda berada di tengah-tengah wilayah peperangan.

Hey! Pergi dari sini! Kalau tidak kau bisa mati. kata sang pangeran mengingatkan wanita

tersebut.

Tidak! Aku tidak akan pergi sebelum kalian berdamai satu sama lain. Aku sudah cukup melihat

banyak kematian dari orang-orang tak berdosa karena keegoisan kalian. jelas wanita tersebut.

Apa kau sudah gila? Inilah yang disebut dengan peperangan. kata sang pangeran.

Jika kalian tidak menghentikan perang, perang yang akan menghentikan kalian! kata wanita

tersebut seraya menatap tajam kepada sang pangeran.

Pangeran pun tampak bingung dengan perkataan wanita tersebut. Namun, tak peduli apa kata

wanita tersebut, perang pun terjadi antara dua kerajaan yang tengah memperebutkan wilayah

kekuasaan. Akan tetapi, sang pangeran tak biasanya tak fokus ketika perang sedang berlangsung.

Sang pangeran terbayang akan wajah cantik wanita yang muncul di hadapannya. Karena sang

pangeran tak fokus menghadapi perang, ia pun terkena sabetan pedang dari lawannya, sehingga

membuat sang pangeran tak berdaya. Namun, segera prajurit menyelamatkan sang pangeran

ketika ia akan tertusuk oleh tombak lawan.

Pangeran! Cepat pergi dari sini! teriak salah satu prajurit yang menyelamatkan sang pangeran,

lalu prajurit tersebut tewas tertusuk tombak pada bagian jantung. Seketika itu, pangeran-pun

melarikan diri untuk mengobati lukanya yang terkena sabetan pedang tersebut. Ketika sang

pangeran berlari, ia terjatuh dari bukit terjal ke mana ia berlari dan akhirnya sang pangeran

terperosok menuju sungai tak sadarkan diri.

Tiga hari kemudian, sang pangeran sudah sadarkan diri. Namun, sang pangeran tampak bingung

ketika ia berada di tempat yang asing baginya. Tak ada seorang pun yang ada di tempat tersebut,

tapi ia berpikir bagaimana bisa ia berada di tempat tersebut kalau seseorang tak membawanya.

Sang pangeran bangkit dari tempat tidur tersebut, namun lukanya tak mengizinkan ia untuk

beranjak. Sang pangeran semakin bingung, karena tiba-tiba lukanya tertempel dedaunan obat

yang dibalut dengan selendang yang berwarna merah muda. Sepertinya aku pernah melihat

seseorang mengenakan selendang ini. batin sang pangeran.

Akhirnya ia mengingat bahwa pemilik selendang yang membalut lukanya tersebut adalah wanita

cantik yang pada waktu itu berada di tengah-tengah peperangan. Sang pangeran pun segera

beranjak untuk mencari wanita tersebut, walaupun sang pangeran belum benar-benar sembuh.

Sang pangeran mengelilingi hutan hanya untuk mencari wanita tersebut. Mungkin saja ia berada

di sungai dimana aku terjatuh pada waktu itu. batin sang pangeran seraya berjalan menuju
sungai tersebut. Sesampainya di sungai tersebut, akhirnya ia menemukan wanita tersebut yang

tengah merenung di tepi sungai. Hey! sapa sang pangeran.

Ada apa kau datang ke mari? tanya wanita tersebut.

Aku aku hanya ingin berterima kasih karena kau telah menyelamatkan nyawaku. kata sang

pangeran seraya mendekati wanita tersebut. Bagaimana kau tahu bahwa aku yang

menyelamatkanmu? tanya lagi wanita tersebut seraya bangkit dari tempat duduknya. Aku

mengenal selendang ini. Oya, namamu siapa? tanya sang pangeran.

Aku Anja. Dewi Anja, putri raja Mataram. jawab wanita tersebut yang akhirnya membuat sang

pangeran tercengang.

Apa?! Lalu kenapa waktu itu kau ingin menghentikan perang? sang pangeran bingung.

Karena aku sudah tak sanggup lagi melihat banyak rakyat yang menderita akibat peperangan.

Aku ingin melihat rakyat hidup dalam suatu kedamaian agar mereka mendapatkan hidup yang

selayaknya. jelas Dewi Anja.

Aku sudah menduga bahwa kau adalah gadis yang baik hati. Namaku Sejati, pangeran Sejati.

Raja di kerajaan Selaparang. Kalau begitu maukah kau ikut bersamaku? kata sang pangeran.

Ikut? Untuk apa aku harus ikut bersamamu? tanya Dewi yang bingung akan perkataan sang

pangeran.

Menikahlah denganku. Dengan begitu kita akan mempersatukan kerajaan Selaparang dan

kerajaan Mataram, serta menghapus peperangan di seluruh kerajaan untuk menjadikan hidup

yang tenteram bagi rakyat. jelas sang pangeran seraya tersenyum tipis.

Aku tidak mempercayaimu! Aku tidak akan mempercayai orang yang haus akan kekuasaan. tolak

Dewi Anja.

Percayalah padaku. Aku akan melakukan apa pun yang kau kehendaki, karena aku merasa bahwa

aku telah jatuh cinta kepadamu. Menikahlah denganku Dewi. Kata sang pangeran penuh

ketulusan. Tidak! Lagi pula Ayahku tidak akan merestui jika aku menikah denganmu, karena bagi

Ayahku kau adalah musuhnya. jelas Dewi Anja.

Baiklah! Aku akan membuktikan kesungguhan cintaku padamu, serta akan membuat Ayahmu

merestui pernikahan kita. kata sang pangeran dengan tekad yang membara.

Beberapa minggu kemudian, sang pangeran mengunjungi kerajaan Mataram seorang diri.

Sesampainya di pintu masuk kerajaan, sang pangeran dihadang oleh beberapa prajurit kerajaan

Mataram. Mau apa kau datang ke mari? tanya seorang prajurit seraya mengarahkan tombak

kepada sang pangeran. Aku ingin bertemu dengan raja Mataram. tegas sang pangeran. Tidak

bisa! Mau cari mati kau rupanya! kata prajurit tersebut seraya memukul sang pangeran, namun

sang pangeran berhasil menangkis pukulan tersebut. Sang pangeran melawan prajurit-prajurit

tersebut, tapi ia berusaha untuk tidak membunuhnya. Ia hanya ingin bertemu dengan ayahanda
Dewi Anja untuk berbicara tentang pernikahannya. Raja Mataram akhirnya ke luar karena

mendengar suara berisik dari luar kerajaan. Ada apa kau datang ke mari, pangeran? tanya Raja

Mataram.

Aku datang ke mari hanya untuk berbicara denganmu wahai raja Mataram. jawab sang pangeran

seraya memberi hormat kepada raja Mataram. Baiklah kalau begitu. Masuklah! ajak raja

Mataram seraya berjalan menuju singgasananya.

Duduklah. Sekarang bicaralah. kata raja Mataram seraya duduk di atas singgasananya.

Aku datang ke mari untuk melamar putrimu. Aku telah bersalah karena mencintai putrimu wahai

raja Mataram. kata sang pangeran.

Hahahaha. Sungguh lancang kau telah berani jatuh cinta kepada putriku. Aku tidak mungkin akan

menikahkan putriku denganmu! kata raja Mataram tampak marah.

Aku mohon restuilah aku wahai raja Mataram. Sebagai tanda bukti bahwa aku benar-benar

mencintai putrimu, aku ingin mewujudkan keinginan mulia yang diharapkan oleh putrimu. jelas

sang pangeran.

Dewi Anja! Kemarilah! panggil raja Mataram.

Iya Ayahanda. Kau memanggilku?

Duduklah! Aku ingin mendengar langsung darimu. Keinginan apa yang dimaksud oleh pangeran

tersebut? tanya raja Mataram kepada putrinya. Aku hanya ingin menghapus peperangan

Ayahanda. Aku ingin melihat para rakyat hidup dalam ketenteraman yang selayaknya. jelas Dewi

Anja.

Aku bersedia memberikan seluruh kerajaanku beserta wilayahnya untuk memperluas kerajaan

Mataram. Sebagai gantinya, restuilah pernikahanku dengan putrimu wahai raja Mataram. kata

sang pangeran meyakinkan.

Baiklah kalau begitu. Aku sudah cukup melihat ketulusan cintamu kepada putriku. Aku akan

merestui pernikahan kalian, maka dari itu akan aku angkat juga dirimu sebagai raja Mataram

untuk menggantikanku. Aku sudah terlalu tua untuk menjadi raja. Jadi, satukanlah kerajaan

Selaparang dan Mataram, serta buatlah hidup rakyat menjadi makmur, dan bahagiakanlah putri

kesayanganku.

Akhirnya sang pangeran berhasil menikah dengan Dewi Anja. Kini ia hidup dalam suatu kedamaian

bersama dengan rakyat-rakyatnya. Sang pangeran dikaruniai satu orang anak laki-laki dan satu

orang anak perempuan. Sang pangeran juga tak hanya berhasil menyatukan 2 kerajaan, namun ia

berhasil menyatukan seluruh kerajaan yang ada di Lombok, sehingga namanya kini hanyalah

kerajaan Mataram. Sang pangeran dan Dewi Anja hidup bahagia selamanya karena cinta yang

mereka yakini dapat merubah hidup seseorang.


SEKIAN

Kerajaan Singhasari

Judul Cerpen Kerajaan Singhasari

Cerpen Karangan: Putri Mariamulia Utami

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat)

Lolos moderasi pada: 26 January 2016

Pada zaman dahulu ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Singhasari. Kerajaan ini dirajai

oleh Ken Arok. Ia memperoleh gelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi. Istrinya

merupakan seorang janda yang bernama Ken Dedes. Anaknya bernama Anusapati. Ken Arok dan

Ken Dedes juga dikaruniani seorang anak yang dinamai Mahisa Wongateleng. Kemudian Ken Arok

menikah lagi dengan Ken Umang. Ken Arok dan Ken Umang mempuyai 4 putra, yaitu: Panji

Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi.

Pada suatu hari Ken Arok dibunuh oleh seorang pengalasan atas perintah Anusapati, sehingga ia

hanya memerintah selama 5 tahun. ia didharmakan di Kagenengan dalam bangunan suci agama

Siwa dan Buddha, sebelah selatan Singhasari. Lalu, Diikuti oleh meninggalnya Ken Dedes.

Anusapati memerintah Singhasari sebagai pengganti ayah tirinya Lambat laun berita tentang

pembunuhan Ken Arok sampai pula ke telinga Tohjaya. Ia kemudian berusaha untuk membalas

kematian ayahnya. Ia akan merencanakan untuk menyabung ayam dengan Anusapati. Akhirnya

Tohjaya berhasil membunuh Anusapati saat mereka sedang meenyabung ayam. Anusapati

didharmakan di Candi Kidal, sebelah tenggara kota Malang.

Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya menjadi raja Singhasari. Ia memerintah selama beberapa

bulan saja. Ranggawuni, anak dari Anusapati, ingin membalas kematian ayahnya. Ia menyerang

kraton Singhasari dengan bantuan para pengikutnya. Dalam serangan ini, Tohjaya berhasil

melarikan diri. Namun, ia tidak mampu bertahan dan meninggal di Katang Lumbang akibat luka

yang dideritanya. Ranggawuni kemudian menjadi Raja di Singhasari dengan mendapat gelar Sri

Jaya Wisnuwardhana. Dalam pemerintahannya, ia didampingi oleh Mahisa Campaka, anak dari

Mahisa wongateleng atau cucu dari Ken Arok.

Mahisa Campaka menjabat sebagai Ratu Angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ranggawuni

mengangkat Kertanegara, anaknya, sebagai seoranng raja muda. Ranggawuni tetap memerintah

sebagai wali Kertanegara sampai Kertanegara tumbuh dewasa dan sanggup untuk memerintah

sendiri. Ranggawuni mendirikan sebuah pertahanan di Canggu Lor sehingga selama

pemerintahannya keadaan Singhasari aman dan tenteram. Ranggawuni telah meninggal. Ia

didharmakan sebagai Siwa di Waleri dan sebagai Buddha Amoghapasa di Jajaghu. Tidak lama

kemudian Mahisa Campaka juga meninggal. Ia didharmakan di Kumeper dan di Wudi Kuncir.
Kertanegara naik takhta jadi raja Singhasari. Gelarnya Sri Maharajadhiraja Sri Kertanegara.

Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh 3 orang Mahamantri, yaitu: Hino, Sirikan, dan Halu.

Mereka mengatur dan meneruskan perintah raja melalui menteri pelaksana. Lalu, terjadi

pemberontakan yang dipimpin oleh Bhayaraja. Pemberontakan ini dapat dipadamkan. 10 tahun

kemudian, terjadilah pemberontakan lagi yang dipimpin oleh Mahisa Rangkah. Masih beruntung

pemberontakan ini dapat diatasi oleh Singhasari.

Sementara itu Jayakatwang, raja yang sangat tunduk kepada Kertanegara berhasil dihasut oleh

patihnya. Patihnya itu mengatakan bahwa dahulu buyut Jayakatwang adalah Kertajaya. Kertajaya

dibunuh oleh buyut kertanegara, yaitu: Ken Arok. Setelah mendengar hal itu tentu saja

menjadikan Jayakatwang marah kepada Kertanegara. Ditambah lagi patihnya mengatakan bahwa

dharma seorang ksatria ialah harus menghapus malu yang diderita oleh moyangnya. Itu yang

membuat Jayakatwang semakin marah hingga membenci Kertanegara. Jayakatwang menceritakan

itu semua kepada para pengikutnya. Ia berencana merebut kekuasaan Singashari.

Wahai pengikutku, mari kita serang Singhasari! seru raja dengan kerasnya pengikutnya.

Iya, ayo! seru komandan. Ayo, jawab pengikut Jayakatwang dengan serentak. Di samping itu

juga Jawakatwang juga bersekutu dengan Arya Wiraraja, bupati Sumenep, yang selalu mematai

Kertanegara.

Dengan perginya tentara Singhasari dan lama belum kembali ditambah dengan terjadinya

bentrokan dengan Cina merupakan kesempatan terbaik untuk menggulingkan Kertanegara.

Jayakatwang melancarkan serangan dari 2 jurusan. Sebagian kecil tentaranya membuat

kekacauan dari arah utara. Sedangkan sebagian lagi dengan diam-diam bergerak dari arah

selatan.

Saat Kertanegara melihat ada serangan dari arah utara, segeralah ia mengarahkan seluruh

tentaranya yang dipimpin oleh Raden Wijaya dan Ardharaja (anak Jayakatwang) untuk

menghadapi musuh. Dengan mudah tentara Kertanegara memukul mundur serangan dari arah

utara. Sementara tentara yang datang dari selatan tiba-tiba memasuki kota dan melakukan

serangan besar-besaran. Tentara Singhasari tidak sanggup menahan serangan tiba-tiba itu. Pada

waktu itu raja Kertanegara dan para pendeta terkemuka serta para pembesar lainnya sedang

melaksanakan upacara keagamaan dari aliran Tantrayana. Mereka makan-makan dan minum-

minum sampai menjadi mabuk. Mereka semua telah tewas di tempat.

Dengan gugurnya raja Kertanegara, kerajaan Singhasari dikuasai oleh Jayakatwang. Kertanegara

didharmakan sebagai Siwa Buddha di Candi Jawi. Lalu, di Sagala bersama-sama dengan

permaisurinya diwujudkan sebagai Wairocana-Locana dan sebagai Bairawa di Candi Singhasari.

Inilah akhir dari kerajaan Singhasari.


SELESAI

Kerajaan Singhasari

Judul Cerpen Kerajaan Singhasari

Cerpen Karangan: Putri Mariamulia Utami

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat)

Lolos moderasi pada: 26 January 2016

Pada zaman dahulu ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Singhasari. Kerajaan ini dirajai

oleh Ken Arok. Ia memperoleh gelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi. Istrinya

merupakan seorang janda yang bernama Ken Dedes. Anaknya bernama Anusapati. Ken Arok dan

Ken Dedes juga dikaruniani seorang anak yang dinamai Mahisa Wongateleng. Kemudian Ken Arok

menikah lagi dengan Ken Umang. Ken Arok dan Ken Umang mempuyai 4 putra, yaitu: Panji

Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi.

Pada suatu hari Ken Arok dibunuh oleh seorang pengalasan atas perintah Anusapati, sehingga ia

hanya memerintah selama 5 tahun. ia didharmakan di Kagenengan dalam bangunan suci agama

Siwa dan Buddha, sebelah selatan Singhasari. Lalu, Diikuti oleh meninggalnya Ken Dedes.

Anusapati memerintah Singhasari sebagai pengganti ayah tirinya Lambat laun berita tentang

pembunuhan Ken Arok sampai pula ke telinga Tohjaya. Ia kemudian berusaha untuk membalas

kematian ayahnya. Ia akan merencanakan untuk menyabung ayam dengan Anusapati. Akhirnya

Tohjaya berhasil membunuh Anusapati saat mereka sedang meenyabung ayam. Anusapati

didharmakan di Candi Kidal, sebelah tenggara kota Malang.

Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya menjadi raja Singhasari. Ia memerintah selama beberapa

bulan saja. Ranggawuni, anak dari Anusapati, ingin membalas kematian ayahnya. Ia menyerang

kraton Singhasari dengan bantuan para pengikutnya. Dalam serangan ini, Tohjaya berhasil

melarikan diri. Namun, ia tidak mampu bertahan dan meninggal di Katang Lumbang akibat luka

yang dideritanya. Ranggawuni kemudian menjadi Raja di Singhasari dengan mendapat gelar Sri

Jaya Wisnuwardhana. Dalam pemerintahannya, ia didampingi oleh Mahisa Campaka, anak dari

Mahisa wongateleng atau cucu dari Ken Arok.

Mahisa Campaka menjabat sebagai Ratu Angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ranggawuni

mengangkat Kertanegara, anaknya, sebagai seoranng raja muda. Ranggawuni tetap memerintah

sebagai wali Kertanegara sampai Kertanegara tumbuh dewasa dan sanggup untuk memerintah

sendiri. Ranggawuni mendirikan sebuah pertahanan di Canggu Lor sehingga selama

pemerintahannya keadaan Singhasari aman dan tenteram. Ranggawuni telah meninggal. Ia

didharmakan sebagai Siwa di Waleri dan sebagai Buddha Amoghapasa di Jajaghu. Tidak lama

kemudian Mahisa Campaka juga meninggal. Ia didharmakan di Kumeper dan di Wudi Kuncir.
Kertanegara naik takhta jadi raja Singhasari. Gelarnya Sri Maharajadhiraja Sri Kertanegara.

Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh 3 orang Mahamantri, yaitu: Hino, Sirikan, dan Halu.

Mereka mengatur dan meneruskan perintah raja melalui menteri pelaksana. Lalu, terjadi

pemberontakan yang dipimpin oleh Bhayaraja. Pemberontakan ini dapat dipadamkan. 10 tahun

kemudian, terjadilah pemberontakan lagi yang dipimpin oleh Mahisa Rangkah. Masih beruntung

pemberontakan ini dapat diatasi oleh Singhasari.

Sementara itu Jayakatwang, raja yang sangat tunduk kepada Kertanegara berhasil dihasut oleh

patihnya. Patihnya itu mengatakan bahwa dahulu buyut Jayakatwang adalah Kertajaya. Kertajaya

dibunuh oleh buyut kertanegara, yaitu: Ken Arok. Setelah mendengar hal itu tentu saja

menjadikan Jayakatwang marah kepada Kertanegara. Ditambah lagi patihnya mengatakan bahwa

dharma seorang ksatria ialah harus menghapus malu yang diderita oleh moyangnya. Itu yang

membuat Jayakatwang semakin marah hingga membenci Kertanegara. Jayakatwang menceritakan

itu semua kepada para pengikutnya. Ia berencana merebut kekuasaan Singashari.

Wahai pengikutku, mari kita serang Singhasari! seru raja dengan kerasnya pengikutnya.

Iya, ayo! seru komandan. Ayo, jawab pengikut Jayakatwang dengan serentak. Di samping itu

juga Jawakatwang juga bersekutu dengan Arya Wiraraja, bupati Sumenep, yang selalu mematai

Kertanegara.

Dengan perginya tentara Singhasari dan lama belum kembali ditambah dengan terjadinya

bentrokan dengan Cina merupakan kesempatan terbaik untuk menggulingkan Kertanegara.

Jayakatwang melancarkan serangan dari 2 jurusan. Sebagian kecil tentaranya membuat

kekacauan dari arah utara. Sedangkan sebagian lagi dengan diam-diam bergerak dari arah

selatan.

Saat Kertanegara melihat ada serangan dari arah utara, segeralah ia mengarahkan seluruh

tentaranya yang dipimpin oleh Raden Wijaya dan Ardharaja (anak Jayakatwang) untuk

menghadapi musuh. Dengan mudah tentara Kertanegara memukul mundur serangan dari arah

utara. Sementara tentara yang datang dari selatan tiba-tiba memasuki kota dan melakukan

serangan besar-besaran. Tentara Singhasari tidak sanggup menahan serangan tiba-tiba itu. Pada

waktu itu raja Kertanegara dan para pendeta terkemuka serta para pembesar lainnya sedang

melaksanakan upacara keagamaan dari aliran Tantrayana. Mereka makan-makan dan minum-

minum sampai menjadi mabuk. Mereka semua telah tewas di tempat.

Dengan gugurnya raja Kertanegara, kerajaan Singhasari dikuasai oleh Jayakatwang. Kertanegara

didharmakan sebagai Siwa Buddha di Candi Jawi. Lalu, di Sagala bersama-sama dengan

permaisurinya diwujudkan sebagai Wairocana-Locana dan sebagai Bairawa di Candi Singhasari.

Inilah akhir dari kerajaan Singhasari.


SELESAI

Nona Alibaba Dan Pangeran Mawar Ungu

Judul Cerpen Nona Alibaba Dan Pangeran Mawar Ungu

Cerpen Karangan: Aurellia Khadeliu Susanto

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat), Cerpen Fantasi (Fiksi)

Lolos moderasi pada: 2 January 2016

Di sebuah kota besar di Amerika, hiduplah seorang gadis cantik bernama Alibaba. Walaupun dia

bukanlah seorang putri atau keturunan raja, dia sangat cantik dibandingkan dengan anak putri

raja. Kecantikannya itu sampai ke telinga Pangeran Mawar Ungu dari kerajaan Mesir. Pangeran

Mawar Ungu adalah pangeran tertampan di kota Mesir dan konon dia sangat kaya raya. Mawar

Ungu pun mengunjungi kota Ares, kota di mana Alibaba tinggal. Raja yang mendengar berita itu

sangat kaget. Mengapa Pangeran Mawar Ungu yang kaya raya itu mau melamar gadis miskin

seperti Alibaba.

Wahai anak muda, mengapa kamu lebih memilih gadis miskin yang tak punya apa-apa

sepertinya? Tanya raja kepada pangeran Mawar Ungu.

Wahai raja yang penuh wibawa! Jangan meremehkan calon istriku! Tegas Pangeran. Sekali pun

ia miskin seperti itu, aku akan terus menerus mencintainya!

Raja terdiam. Wibawanya hancur lebur. Raja sangatlah malu kepada prajurit-prajurit Mesir,

terutama Raja Albert dan Pangeran Mawar Ungu.

Setibanya Pangeran di depan rumah Alibaba..

A..Anakku, sebaiknya kau cari calon istri yang lain saja! Kata Raja ALbert sambil gemetaran.

Gadis ini mempunyai rumah yang sangat sempit, pantas saja raja Shalom mempertanyakan niat

kita datang ke sini. Pangeran mengerutkan alis sambil mencetuskan nada marah.

Diam, Ayah! Gadis ini sudah menjadi pujaan hatiku. Tunggu sampai gadis itu keluar!

Tok, tok, tok,

Pangeran mengetuk pintu rumah Alibaba. Dengan ramah, Alibaba membuka pintu rumahnya itu.

Wajahnya putih bercahaya, matanya sipit dan sempurna, rambutnya yang panjang digerai dengan

gaun merahnya yang tampak sedikit kotor. Penampilannya sederhana, tapi wajahnya membuat

para prajurit juga ikut jatuh cinta.

Ada apa, baginda? Tanya Alibaba sambil ke luar dari rumah sempit yang ia tempati, disusul

neneknya yang sudah tua dan keriput.

Oh, nona Alibaba, maukah engkau menerima lamaranku? Akan ku jadikan kau istriku. Kata
Pangeran Mawar Ungu sambil memberikan sekotak besar perhiasan yang sangat mahal harganya.

Ambil jika kau bersedia, nona. Alibaba biasa-biasa saja, begitu juga neneknya.

Lamaran lagi? Sudah ku bilang aku tak akan menerima lamaran siapa pun, sekali pun orang itu

adalah orang yang terkenal! Tegas Alibaba sambil cemberut.

Pangeran menatap mata Alibaba sambil tersenyum, Terimalah, kalau pun kamu hanya

menganggapku sebagai sahabat.

Alibaba menatap Pangeran Mawar Ungu. Kamu serius mau menjadi sahabatku? Alibaba tampak

gembira.

Iya, Alibaba. Kata Pangeran sambil tersenyum lebar. Alibaba pun setuju. Pangeran menginap di

rumah Alibaba selama 2 tahun. Ke mana-mana, mereka selalu berdua.

2 Tahun Kemudian

Alibaba! Teriak Pangeran Mawar Ungu.

Alibaba menengok, Mawar Ungu!! Jeritnya sambil tersenyum manis.

Apakah kamu mau menjadi istriku? Tanya pangeran. Ini untuk terakhir kalinya aku bertanya

padamu, Alibaba.

Ehh.. Alibaba ragu-ragu.

Ayolah, Alibaba. Jawab. Tiba-tiba Nenek Alibaba berdiri di antara mereka berdua.

Errr.. Aku.. Alibaba pun tersenyum, Aku mau!

Saat itulah cinta Alibaba pertama kali bersemi.

Baiklah, Alibaba! Ayo kita pergi ke istana Mesir! Seru Pangeran Mawar Ungu.

Ya, itu adalah hari ke-15 bulan Februari tahun 2005. Kisah Cinta Nona Alibaba dan Pangeran

Mawar Ungu, ketika cinta si cantik dan si tampan bersemi.

TAMAT

Anak Gembala Pembohong

Ada seorang anak laki-laki penggembala domba. Setiap hari dia menggembalakan kambingnya di
padang rumput agak jauh dari desa. Si Gembala itu anak yang nakal. Dia suka berbuat usil dengan
teman-temannya.

Pada suatu hari yang panas, ia menggembala di dekat sawah. Para petani sedang menanen padi.
Mereka sibuk bekerja dan tidak sempat berbicara dengan gembala itu.

Timbul pikiran nakal pada gembala itu,

Tiba-tiba, Serigala! Ada serigala! Gembala berteriak ketakutan. Tolong! Dombaku dimakan
serigala!
Para petani cepat-cepat meninggalkan pekerjaannya, Mereka ingin menolong mengusir serigala.

Di mana serigalanya? tanya seorang petani.

Gembala tersenyum-senyum. Aku hanya bercanda saja, aku lihat kalian kerja keras sampai tidak
bisa tersenyum.

Petani hanya tersenyum masam mendengar jawaban gembala. Mereka kembali bekerja walaupun
agak kesal.

Beberapa hari kemudian, para petani itu masih sibuk memanen padi. Sang gembala menunggui
dombanya di padang rumput tak jauh dari sawah yang sedang dipanen itu.

Para petani kembali dikejutkan teriakan gembala, Serigala! Tolong! Tolong!


Seperti sebelumnya, mereka segera lari mendekat. Tapi, apa yang mereka lihat, domba-domba
sedang merumput dengan tenang. Gembala pun sedang tertawa-tawa.

Sekarang petani marah. Dasar gembala kurang kerjaan! kata seorang dari mereka. Mereka pun
pergi sambil menggerutu.

Beberapa waktu berlalu, sekarang para petani sedang sibuk menanami sawah dengan tanaman padi
yang baru. Tiba-tiba terdengar jeritan, Tolong! Tolong, Dombaku dibawa lari! Serigala!

Para petani berbicara satu sama lain, Gembala itu berulah lagi.

Bagaimana kalau benar ada serigala?

Dulu dia bohong kepada kita, biarkan saja.

Benar, kalau dombanya benar-benar diserang serigala, biar ditanggungnya sendiri.

Tak lama kemudian, para petani berjalan pulang. Mereka melalui padang rumput. Di sana sang
gembala sedang menangis. Sekelompok serigala datang menyerang, melarikan beberapa domba.
Tapi tak seorang pun datang menolongnya.

Anak Itik Buruk Rupa

Pada zaman dahulu di sebuah peternakan hidup seekor induk itik. Ia sedang mengerami telurnya.
Sudah tiba waktunya telur-telur itu menetas. Satu persatu enam ekor anak itik keluar dari telur. Induk
itik menghitung, ada enam ekor anak itik. Tapi masih ada satu telur belum menetas. Telur itu lebih
besar dari telur yang lain.

Induk itik mulai tidak sabar. Ia ingin membawa anak-anaknya mencari makanan, tapi ia harus
menunggu telur terakhir itu menetas. Induk itik sudah ingin meninggalkan telur itu, tapi telur itu mulai
pecah dan muncullah seekor anak itik.
Enam anaknya berbulu kuning, anak itik ini bulunya berwarna kelabu. Tubuhnya juga lebih besar,
lehernya lebih panjang. Anak itik yang aneh sekali.

Meskipun heran melihat anak itik yang baru menetas itu, induk itik tetap sayang kepadanya. Ia
membawa semua anaknya ke luar kandang untuk mencari makanan.

Hai, ibu itik, sapa seekor ayam. Anak-anak sudah menetas?

Tapi mengapa yang satu itu jelek sekali?

Selamat pagi, bu ayam. kata induk itik sambil berjalan terus bersama tujuh anaknya.

Beberapa merpati sedang makan. Ketika keluarga itik lewat, mereka menyapa dengan ramah.
Mereka juga bertanya mengapa anak itik itu berbeda dengan saudara-saudaranya. Induk itik balas
menyapa, tapi tidak mengatakan apa-apa tentang anaknya.

Anak itik kelabu itu makan lebih banyak dari saudaranya dan tubuhnya cepat sekali bertambah besar.
Makin ia besar, makin ia tampak berbeda dengan anak itik yang lain.

Tiap kali mereka berjalan-jalan di peternakan, hewan-hewan lain mengejek mereka. Induk itik hanya
berjalan cepat-cepat sambil menunduk. Anak-anak itik lain merasa kesal karena ikut diolok-olok
hewan lain. Mereka tidak mau bermain dengannya bahkan tidak mau dekat dengannya.

Induk itik menyayanginya seperti saudara-saudaranya, tapi anak itik tahu ibunya sedih karena ia
jelek sekali. Ia sering menangis sedih ketika ibu dan saudaranya sudah tidur.

Pada suatu hari anak itik pergi meninggalkan peternakan. Ia berjalan sampai ke sebuah kolam. Di
sana banyak burung sedang minum dan mandi.

Apakah bapak atau ibu pernah melihat anak itik berbulu kelabu seperti aku? tanya anak itik.

Aku tidak pernah melihat anak itik yang bulunya kelabu seperti kamu, kata seekor bangau.

Setahuku, anak itik bulunya kuning, kata burung kecil berbulu cokelat. Mungkin kamu bukan anak
itik.

Anak itik berjalan lagi. Tiap bertemu hewan lain, ia selalu bertanya apakah mereka pernah bertemu
anak itik berbulu kelabu seperti dia. Tak satu pun pernah bertemu dengan anak itik yang mirip
dengannya.

Anak itik menyesal sudah kabur dari peternakan, tapi ia juga tidak tahu jalan pulang. Ia berjalan saja
terus, mencari makan seadanya dan tidur di dekat semak-semak.

Pada suatu pagi, anak itik masih tidur. Seorang nenek menangkapnya dan membawanya pulang.
Nenek itu memasukkannya ke kandang ayam dan memberinya makanan.

Kau sudah kenyang, kata nenek. Sekarang bertelurlah. Tiap hari nenek itu mengambil telur ayam
di kandang. Ia juga memeriksa apakah anak itik bertelur.

Suatu hari, nenek itu melihat anak itik belum bertelur juga. Tak apa-apa kalau kamu tidak bisa
bertelur, katanya. Ayo makan lebih banyak supaya kamu gemuk.

Anak itik bertanya kepada ayam-ayam betina tetangganya di kandang. Mengapa aku tidak bisa
bertelur?

Kamu itik jantan, jawab seekor ayam cokelat sambil tertawa, Mana bisa kamu bertelur?
Nenek mau membuatmu gemuk, kamu akan dipotong dan dimasak menjadi gulai, kata seekor ayam
putih.

Anak itik ketakutan. Sejak itu ia tidak mau makan. Tubuhnya menjadi kurus dan lemah. Pada suatu
hari, setelah mengambil telur, nenek lupa menutup pintu kandang. Anak itik segera lari ke luar
kandang dan pergi lauh-jauh.

Anak itik sampai di sebuah kolam besar. Udara sangat dingin, saat itu musim gugur. Sebentar lagi
musim dingin. Beberapa jenis burung terbang ke daerah yang udaranya lebih hangat di selatan dan
tinggal di sana selama musim dingin. Anak itik tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak dapat
terbang ke selatan. Bahkan ia tidak tahu apakah itik juga terbang ke selatan.

Musim dingin tiba. Salju turun, udara sangat dingin. Kolam tempat tinggalnya membeku. Ia tidak
dapat menemukan makanan. Akhirnya ia hanya diam saja, menggigil kedinginan.

Seorang petani datang. Ia mengambil anak itik itu. Anak itik ingat kepada nenek yang mau
memasaknya. Ia ketakutan, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk melawan.

Petani itu membawanya pulang. Ia memanggil anak-anaknya. Lihat apa yang ayah temukan.,
katanya. Kasihan, ia hampir beku. Bawa dia ke tempat yang hangat dan berilah makanan.

Anak-anak petani merawatnya dengan penuh sayang. Anak itik mejadi kuat kembali, bahkan
bertambah gemuk dan sehat. Anak itik tidak berani melarikan diri karena sekarang masih musim
dingin. Ia sudah bertekat, begitu udara tidak terlalu dingin, ia akan segera kabur. Ia tidak mau menjadi
gulai itik.

Tapi ternyata ia salah sangka. Musim semi tiba. Petani dan anak-anaknya membawa anak itik ke
kolam tempat ia ditemukan hampir mati beku. Pergilah, kata petani. Mereka menunggu anak itik
masuk ke kolam lalu mereka pergi.

Anak itik berenang di kolam. Tiba-tiba sekawanan angsa datang dan mendarat di kolam. Bulu mereka
putih bersih. Leher mereka panjang dan indah.

Anak itik takut mereka akan mengejeknya. Ia berenang menjauh. Tapi seekor angsa memanggilnya,
Hai, kenapa kami tidak pernah melihatmu?
Kamu tidak tinggal di sini? tanya angsa lain

Angsa-angsa yang lain ikut memperhatikannya. Anak itik menunduk. Ia melihat bayangannya di
permukaan kolam. Betapa terkejutnya ia, bukan anak itik jelek yang dilihatnya, tapi seekor burung
putih cantik seperti angsa-angsa yang mengerumuninya. Anak itik yang buruk rupa tidak pernah
menyadari bahwa ia sebenarnya adalah seekor angsa.
dongeng cerita itik buruk rupa cerpen itik buruk rupa Dongeng itik buruk rupa cerita bebek buruk rupa
itik buruk rupa cerita bebek dongeng bebek dongeng itik anak itik buruk rupa cerita ayam dan itik itik
buruk rupa menjadi angsa kisah itik buruk rupa dongeng anak anak bebek buruk rupa cerita bebek
jelek kisah si itik buruk rupa dongeng si itik buruk rupa dongeng anak bebek cerita dongeng bebek
buruk rupa cerita rakyat itik buruk rupa

Kisah Si Kancil, Kupu-kupu dan Laba-laba

Dongeng Kali ini adalah bercerita tentang seekor laba laba dan kupu kupu. Suatu hari yang indah
kupu kupu terbang kesana kemari di sebuah taman bunga yang indah. Si kupu kupu sangat senang
sekali hinggap dari satu bunga ke bunga yang lain. Pada suatu ketika si kupu kupu bertemu dengan
seekor laba laba yang sedang membuat jaring. Di sana pun ada si kancil.

Hai Laba-laba dan Kancil. Sedang apakah kalian berdua disini? jawab Kupu-kupu dengan senang.

Aku sedang membuat sebuah jaring dan Kancil sedang makan. Ujar Laba-laba.

Sepertinya, hasil tangkapanmu malam ini pasti akan banyak. seru Kupu-kupu.

Mendengar hal tersebut, Laba-laba hanya tersenyum.

Tidak Kupu-kupu, meskipun jaringku sangat besar. Namun, terkadang tidak satupun Serangga dan
nyamuk yang hinggap di jaringku. Tapi, berbeda denganmu Kupu-kupu. Kau dapat menghisap madu
sangat banyak. Ujar Laba-laba.

Aku sangat setuju yang dikatan oleh Laba-laba. Bukan hanya Laba-laba yang sulit mendapatkan
makanan. Tetapi, aku pun mengalami hal yang sama. Terkadang, aku juga jarang sekali
mendapatkan daun dan buah-buahan yang segar. Ujar Kancil.

Kupu-kupu pun tersenyum.

Tidak teman, jika musim gugur datang. Akupun sangat kesulian untuk mendapatkan makanan. Aku
pun harus terbang jauh untuk mencari bunga yang sangat segar. Jawab Kupu-kupu.

Tiba-tiba, Kupu-kupu ingat. Bawa sebentar lagi musim panas akan datang dan bunga pun akan
berubah menjadi layu. Ia pun menceritakan kekhwatirannya kepada kedua sahabatnya tersebut.

Tidak perlu sedih Kupu-kupu. Kita arus mencari makanan setiap hari, meskipun sulit. Namun, kita
harus tetap mencarinya. Seru Kancil

Betul sekali yang dikatakan Kancil. Sambung Laba-laba.

Benar sekali, baiklah teman. aku harus melanjutkan perjalananku untuk mencari bunga-bunga yang
segar. Kalian berdua silahkan lanjutkan pekerjaan mencari makanan. Ujar Kupu-kupu.

Kupu-kupu pun menghilang di antara pepohonan. Mereka bertiga pun berpisah dan melanjutkan
aktivitas masing tanpa mengeluh. Mereka menjalani hidup dengan ceria dan bahagia.

dongeng Dongeng Si Tupai cerita anak tentang kupu dan laba dongeng tentang laba laba Kisah si
kancil

Buah dari Sahabat antara Semut dan Burung Kutilang

Zaman dahulu di sebuah hutan yang lebat hiduplah banyak binatang,


dalam hutan ada istilah hukum rimba siapa yang kuat dia yang dapat,
siapa yang kalah akan selamanya menjadi budak dari yang kuat.

Pada suatu Hari terdengar Tolong-Tolong............... teriak semut yang


tercebur dalam sungai hingga hampir tidak bisa bernafas
haep.....haep......haep..... semut dalam air.
Semut itu terus menggerakkan kaki dan tangannya, maksut untuk
berenang, tetapi apa daya kekutan air yang sangat deras hingga semut
tidak bisa berenang ke tepi, malah semut terbawa arus hingga ditengah
sungai.

Pada saat itu juga terdengar suara kutilang dan melihat semut
tenggelam, lalu burung kutilang terbang mendekati semut sambil
membawa sepucuk daun. Lalu daun itu di jatuhkan tepat diatas semut
yang ada disungai itu.

Semut yang sudah kehabisan tenaga itu cepat-cepat meraih daun itu,
walaupun semut itu sudah kehabisan tenaga, tetap semut mampu meraih
daun itu, setelah mendapatkan daun dan duduk diatasnya, semut tenang
dan mengambil nafas.

Sekarang semut sudah aman dan tidak ada diair lagi, walaupun begitu
Semut itu tetap terbawa arus karena duduk diatas daun. Melihat keadaan
itu yang nasibnya semut memperhatinkan, sekali lagi burung kutilang
memberikan pertolongan yang kedua kalinya. Daun yang ada di air itu di
ambil dengan paruhnya.

Terima kasih burung kutilang, aku sudah kamu tolong Kata Semut.
Kalau tidak ada kamu tolong mungkin saja saya sudah mati lanjut
semut.
sama-sama Mut, Sudah kewajiban kita harus tolong menolong jawab
Burung Kutilang.

Setelah mengucapkan terima kasih semut lalu berpamitan semut pulang


kerumahnya dan burung Kutilang Terbang mencari makan.
Sampai dirumah Semut menceritakan kejadian yang sudah terjadi kepada
keluarganya. Semut tidak menyangka zaman sekarang masih ada hewan
yang masih baik hati yang mau menolong sesamanya.

Setelah kejadian itu semut dalam hati akan membalas budi kebaikan
burung kutilang, dan akan membantu siapapun yang membutuhkannya.
Pada suatu hari, semut dan hewan lain sedang duduk-duduk dan
beristirahat sambil mendengarkan kicaun burung kutilang yang sangat
merdu itu. Tidak disangka saat burung kutilnag bersenang-senang diatas
pohon, dibawahnya ada seorang pemburu, yang mana pemburu itu sudah
bersiap untuk menembak burung kutilang itu.

Melihat keadaan itu segera saja semut itu berlari dan masuk dalam celana
pemburu itu.
Bersamaan dengan suara tembakan terdengar juga jeritan pemburu itu
Waduuuuuuuuh

Akibat kaget merasakan ada gigitan semut maka tembakan pemburu itu
meleset. Tembakan itu tidak mengenai burung kutilang tapi ranting yang
dijadikan duduk burung kutilang, burung kutilang kaget dan terbang
bersama-sama temannya.

Semut merasa sangat senang sekali karena sudah bisa membalas budi
kepada burung kutilang. Akhirnya burung kutilang pun menemui semut
dan mengucapkan banyak terima kasih.

Setelah kejadian itu persahabatan antara semut dan burung kutilang


semakin dekat dan baik.

Sahabat infos87, ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita
diatas, bahwa kita hidup didunia ini tidak bisa hidup sendiri karena kita
adalah makhluk sosial yang selalu butuh terhadap sesama. Perbanyaklah
persahabatan karena dengan banyak sahabat kita lebih punya banyak
kerabat.
Sekian dulu dari Infos87,,, kita berjumpa lagi,,,,,, besuk
Asal Mula Rumah Siput

Dahulu kala, siput tidak membawa rumahnya kemana-mana.


Pertama kali siput tinggal di sarang burung yang sudah ditinggalkan induk burung di atas pohon. Malam
terasa hangat dan siang terasa sejuk karena daun-daun pohon merintangi sinar matahari yang jatuh tepat
ke sarang tempat siput tinggal. Tetapi ketika musim hujan datang, daun-daun itu tidak bisa lagi
menghalangi air hujan yang jatuh. Siput menjadi basah dan kedinginan terkena air hujan.

Kemudian siput pindah ke dalam lubang yang ada di batang pohon, Jika hari panas, siput terlindung
dengan baik, bahkan jika hujan turun, siput tidak akan basah dan kedinginan. Sepertinya aku menemukan
rumah yang cocok untukku, gumam siput dalam hati.

Tetapi di suatu hari yang cerah, datanglah burung pelatuk. Tok..toktokburung pelatuk terus mematuk
batang pohon tempat rumah siput, siput menjadi terganggu dan tidak bisa tidur. Dengan hati jengkel, siput
turun dari lubang batang pohon dan mencari tempat tinggal selanjutnya. Siput menemukan sebuah lubang
di tanah, kelihatannya hangat jika malam datang, pikir siput. Siput membersihkan lubang tersebut dan
memutuskan untuk tinggal di dalamnya. Tetapi ketika malam datang, tikus-tikus datang menggali dari
segala arah merusak rumah siput. Apa mau dikata, siput pergi meninggalkan lubang itu untuk mencari
rumah baru.

Siput berjalan terus sampai di tepi pantai penuh dengan batu karang. Sela-sela batu karang dapat menjadi
rumahku, siput bersorak senang. Aku bisa berlindung dari panas matahari dan hujan, tidak akan ada
burung pelatuk yang akan mematuk batu karang ini, dan tikus-tikus tidak akan mampu menggali lubang
menembus ke batu ini.

Siput pun dapat beristirahat dengan tenang, tetapi ketika air laut pasang dan naik sampai ke atas batu
karang, siput ikut tersapu bersama dengan ombak. Sekali lagi siput harus pergi mencari rumah baru.
Ketika berjalan meninggalkan pantai, siput menemukan sebuah cangkang kosong, bentuknya cantik dan
sangat ringan. Karena lelah dan kedinginan, siput masuk ke dalam cangkang itu. Siput merasa hangat dan
nyaman lalu tidur bergelung di dalamnya.

Ketika pagi datang, siput menyadari telah menemukan rumah yang terbaik baginya. Cangkang ini sangat
cocok untuknya. Aku tidak perlu lagi cepat-cepat pulang jika hujan turun, aku tidak akan kepanasan lagi,
tidak ada yang akan menggangguku. Aku akan membawa rumah ini bersamaku kemanapun aku pergi.

Gembala Dan Sapinya Yang Hilang

Judul Cerpen Gembala Dan Sapinya Yang Hilang

Cerpen Karangan: Jeremi Okto Ricardo Marpaung

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat)

Lolos moderasi pada: 16 December 2015


Pada suatu hari, ada seorang Gembala yang pulang dari kota sehabis membeli sapi. Di tengah

perjalanan gembala itu merasa kelelahan dan akhirnya dia memutuskan untuk tidur di bawah

pohon rindang sambil memberi sapinya makan, sangking lelahnya si gembala manjadi tidur dan

membiarkan sapinya makan sendirian tanpa diikat di suatu pohon. Tiba-tiba seorang pedagang

lewat dari jalan tersebut, dan melihat sapi seseorang telah lepas tanpa berpikir panjang si

pedagang tersebut langsung mengambil sapi itu dan membawa sapi tersebut pergi.

Sang gembala pun terbangun, lalu ia langsung tersentak ia melihat sapi tidak ada lagi ia berkata di

dalam benaknya, ke mana sapi saya, tadi kan sapi saya ada di sini tapi sekarang tidak ada, lalu

ia pun menelusuri jalan tersebut dan menampak seorang pedagang membawa seekor sapi. Si

penggembala berkata, pedagang dari mana kau dapat sapimu itu,

Lalu si padangang menjawab, saya tidak mendapatnya, saya membelinya dari kota,

Lantas si penggembala pun berkata, tidak mungkin kau mendapatkannya dari pinggir jalan

tempat aku tidur tadi kan? lalu dengan muka merah dan pucat si pedangang berkata.

terserah kau saja, aku sudah mengatakannya, aku membeli ini dari kota.

Tiba-tiba seorang hakim pun lewat, ia berkata, ada apa kalian ini ribut-ribut?

Si pedagang pun berkata, yang mulia hakim, si penggembala ini menuduh saya telah mencuri

sapi, padahal saya tidak mencurinya jelas si pedagang.

Lalu sang hakim pun berkata, apakah benar yang dikatakan pedagang ini?

tidak! tegas si penggembala, dia sudah jelas-jelas mencurinya, aku tadi habis membelinya dari

kota lalu, aku beristirahat dan memberi makan sapi saya makan rumput, lalu setelah itu saya tidur

dan setelah tidur saya melihat sapi saya sudah tidak ada lalu saya menelusuri jalan ini dan melihat

si pedagang membawa seekor sapi jelas panjang lebar si penggembala.

Sang hakim pun berkata, apakah kau memberi makan sapi ini?

Dan si pedadang pun menjawab, Ya, saya memberi makan dengan gandum

Lalu sang hakim berpikir sejenak dan berkata, mari ikutlah denganku ke rumah.

Sesampainya di rumah, sang hakim pun membawa baskom berisi susu yang dicampur dengan

minyak goreng dan menyuruh sapi itu untuk minum. Sapi itu pun meminumnya dan tiba-tiba sapi

itu merasa mual dan muntah. Ternyata sapi tersebut memuntahkan rumput, lalu sang hakim pun

berkata, pedagang lihat ini, sapi ini memuntahkan rumput bukannya gandum,

iya, tuanku, aku merasa bersalah kata si pedagang, lalu si pedagang memberikan sapi itu

kepada si penggembala dan meminta maaf dengan wajah yang pucat dan merah.

TAMAT

Obeng Naga Sasa


Judul Cerpen Obeng Naga Sasa

Cerpen Karangan: Ryan Pratama

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat)

Lolos moderasi pada: 8 December 2015

Pada Zaman dahulu di daerah pedalaman Sumatra Selatan tepatnya di daerah Oku. Berdirilah

sebuah kerajaan yang sangat megah yang bernama kerajaan Padang Sinampuan, kerajaan itu

dipimpin oleh seorang raja yang amat-amat sombong, Raden Aji pangestu itulah nama raja

tersebut, Raja Aji memiliki sebuah peliharaan sebuah burung kakaktua Putih yang sangat cantik

dan tidak ada Satu orang pun yang mempunyai burung jenis ini. Suatu ketika pada malam hari di

saat Raja Aji sedang tidur tiba-tiba Burung Raja Aji hilang dicuri. Keesokan harinya Raja Aji

mengumumkan sayembara.

Bagi siapa yang bisa menemukan burung peliharaanku, maka aku akan memberikan hadiah

berupa: Bila ia laki-aki maka ia akan menikah dengan putriku dan sebuah kerajaanku yang

menguasai daerah selatan dan bila ia seorang wanita maka ia akan ku angkat menjadi anak

angkatku. Berita tersebut menyebar sampai ke mana-mana, termasuk desa terpencil yang sangat

jauh dari kerajaan, di sebuah desa tersebut tinggal seorang pemuda yang buruk rupa, Aslan Al

Mubarok adalah nama pemuda itu. Pemuda tersebut berjalan melewati hutan dalam beberapa hari

hingga sampai lah pemuda tersebut di kerajaan.

Keesokkan harinya setelah mendengar perintah dari Raja Aji, Aslan langsung mencari burung

Kakatua yang diinginkan oleh raja yang telah lama menghilang, Sehari dua hari sampai beberapa

minggu Aslan tidak juga menemukan Burung tersebut sampai Aslan sampai berputus asa untuk

mencarinya lagi, tetapi tidak sampai di situ ketika perjalanan pulang Aslan melihat Burung putih

dan cantik, jangan-jangan ini burung yang selama ini aku cari. ujar kata Aslan. Tanpa berpikir

panjang lagi Aslan langsung menangkapnya dan membawanya pulang ke kerajaan Padang

Sinampuan.

Sesampainya di kerajaan padang sinampuan Aslan menemui sang Raja dan tidak lupa ia langsung

menagih janji sang raja. Raja Aji sangat senang tetapi ia mengingkari janji yang dulu ia ucapkan,

Janji apa? Aku tidak pernah berjanji untuk menikahkan anakku kepada seorang buruk rupa

seperti kamu, Aslan sangat kecewa dan marah kepada sang raja yang sangat sombong itu

Seketika itu Aslan mengeluarkan sebuah Obeng dan menunjuk sang raja, melihat itu raja tertawa

terbahak-bahak begitu pula para mentri-mentri raja.

Raja berkata, kamu ingin melawanku dengan sebuah obeng kecil itu hahaha, ujar raja.

Mendengar itu Aslan ke luar dari kerajaan setelah agak jauh Aslan langsung melemparkan Obeng
tersebut ke arah raja sedikit demi sedikit obeng tersebut menjadi besar dan menghancurkan

kerajaan termasuk penghuninya. Obeng tersebut bernama Obeng naga sasa.

TAMAT

Pena Dari Bulu Angsa Ajaib

Judul Cerpen Pena Dari Bulu Angsa Ajaib

Cerpen Karangan: Rahardian Shandy

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat), Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Penyesalan

Lolos moderasi pada: 10 September 2015

Karmela, seorang anak yang sangat senang menulis. Ia begitu riang tiap kali ia guratkan ujung

penanya yang runcing itu ke permukaan kertas. Tiap guratannya ia bentuk menjadi huruf per

huruf dan ia susun hingga menjadi sebuah kalimat, bahkan sebuah paragraf. Kesenangannya

menulis ia dapatkan dari Ayahnya. Ayah Karmela adalah seorang penulis ulung yang telah menulis

di banyak kertas. Ayahnya adalah orang yang paling terkenal di desanya.

Semua orang desa tahu siapa Ayah Karmela. Pria kurus dengan kumis dan kacamata yang hampir

sama tebalnya. Pak Julis, begitu biasanya mereka menyapanya. Entah kenapa warga desa senang

memanggil beliau dengan sebutan Pak Julis, padahal namanya bukanlah Julis, melainkan Deri.

Mungkin panggilan Julis itu berasal dari kepanjangan juru tulis yang disingkat menjadi Julis.

Entahlah, tapi yang jelas nama itu sudah lama melekat di dalam diri Ayah Karmela.

Sesuai dengan panggilannya, Ayah Karmela adalah seorang juru tulis di desanya. Lebih tepatnya

juru tulis dalam hal surat menyurat. Banyak orang yang bisa menulis, tapi hanya sedikit orang

yang bisa membuat orang lain ingin selalu membaca dengan tulisannya.

Ingatlah, nak. Bila kamu menulis, maka menulislah dengan hati yang jujur. Niscaya orang-orang

akan senang saat membaca apa yang kamu tulis. Begitulah pesan yang selalu beliau ucapkan tiap

kali sedang mengajari Karmela menulis. Dan Karmela selalu saja tersenyum tiap kali menanggapi

kalimat itu. Walaupun sebenarnya Karmela belum mengerti maksud dari ucapan Ayahnya itu.

Kini Karmela sudah berusia 9 tahun dan ia masih senang menulis. Banyak hal yang telah Karmela

tulis. Di bukunya, Karmela menuliskan banyak cerita tentang dirinya dan Ayahnya, bahkan tak

jarang Karmela juga menulis surat untuk Ibunya yang telah lebih dulu menghadap sang Khalik

saat baru melahirkan dirinya. Ia percaya bila Ibunya dapat membaca suratnya dari surga,

walaupun ia tak pernah mengirimkannya ke surga. Dan Karmela sangat senang bila sudah menulis

di belakang rumahnya.
Di sana ada sebuah pohon yang rindang dengan batangnya yang begitu tebal dan berwarna

cokelat gelap. Karmela selalu menyempatkan waktu untuk menulis di bawah pohon itu.

Menyandarkan tubuhnya ke batang pohon yang tebal nan kokoh itu. Karmela sangat senang

menulis di sana karena di sana selalu ada teman yang menemaninya. Teman yang selalu menjaga

dan mengamatinya saat ia sedang menulis. Dan temannya itu adalah seekor angsa putih.

Angsa putih itu tak bisa bernyanyi, tak bisa bicara, dan juga tak bisa bersiul. Tapi Karmela begitu

menyayanginya. Angsa putih itu selalu saja datang tiap kali Karmela duduk di bawah pohon besar

yang rindang itu. Hewan cantik itu akan datang menghampirinya dan diam di sampingnya saat ia

sudah membuka bukunya dan mulai mengguratkan penanya di permukaan kertasnya. Angsa itu

hanya akan mengamati Karmela dari dekat tanpa mengeluarkan suara sedikitpun dan angsa itu

akan pergi saat Karmela juga pergi. Walau angsa itu tak bisa bersiul apalagi berbicara, tapi

Karmela sangat senang dengan keberadaan angsa itu yang selalu menemaninya. Karmela memang

hanya butuh seorang teman yang selalu ada di sisinya.

Ayah Karmela selalu berangkat bekerja sehabis mengantarkan Karmela ke sekolah dan baru

pulang saat adzan Isya berkumandang. Sepanjang hari Karmela selalu saja duduk di bawah pohon

yang ada di belakang rumahnya untuk menulis sambil menunggu kepulangan Ayahnya. Namun,

kesepian Karmela akhirnya enyah juga semenjak angsa putih yang cantik itu datang

menemaninya. Angsa itu terlihat putih dan bersih, bahkan ia nampak bercahaya seperti malaikat

yang dikirim Tuhan dari surga saat matahari menyinarinya. Angsa itu akan terihat cantik saat ia

mengepakkan kedua sayapnya ke udara dan menegakkan lehernya tinggi-tinggi. Maka saat itulah

Karmela akan tersenyum lebar sambil menuliskan banyak kisah tentang angsa itu di dalam

bukunya. Bahkan ia memberinya sebuah nama.

Hai, angsa yang cantik. Siapa namamu? Hmmm sepertinya kamu tak punya nama, ya? Baiklah,

bagaimana bila sekarang ini kunamai dirimu, Viola. Maka sejak saat itulah Karmela selalu

memanggil angsa itu dengan sebutan Viola.

Karmela sendiri tak tahu apa arti nama Viola itu, tapi kecantikan nama Viola setidaknya bisa

mewakili kecantikan angsa itu. Pertemanan Karmela dan Viola terus terjalin hingga Karmela kini

telah menginjak usia 12 tahun. Di usianya sekarang ini Karmela masih melakukan banyak hal yang

sama. Ia masih suka menulis di bawah pohon rindang yang ada di belakang rumahnya dan ia juga

masih suka berbicara kepada Viola. Karmela Tahu bila angsa memang tak bisa bicara, tapi ia yakin

bila angsa bisa memahami dan mengerti apa yang dibicarakan oleh manusia. Apalagi untuk seekor

angsa yang sudah lama menjalin hubungan dengan manusia, maka angsa itu akan bisa mengerti

isi hati manusia. Seperti Karmela dan Viola saat ini.

Sore itu, Karmela berjalan menuju pohon rindang yang ada di belakang rumahnya dengan langkah

yang teramat berat. Karmela menjatuhkan dirinya saat ia sudah sampai di bawah pohon yang

rindang itu. Hari ini Karmela tak seperti biasanya. Biasanya Karmela akan langsung membuka

tasnya dan mengambil buku serta penanya untuk langsung menulis, tapi hari ini berbeda. Karmela

tak menyentuh tasnya sedikitpun. Ia membiarkan tasnya terus menempel di punggungnya dan

menjadikannya bantalan untuknya bersandar di batang pohon.

Wajah karmela menekuk dan air matanya terus berlinang. Ia menangis, namun tak tersedu-sedu.

Ia menangis teramat tenang tanpa ada suara tangisan sedikitpun yang terdengar. Di sampingnya,

angsa putih yang ia beri nama Viola terdiam seolah-olah sedang mengamati dirinya. Mata bulat

yang berwarna hitam pekat milik angsa itu terus mengamati Karmela yang sedang menangis.

Viola. Mulai hari ini aku tak lagi dapat menulis. Penaku telah dirusak oleh temanku. Seraya

tersedu-sedu Karmela menunjukkan penanya yang ada di genggaman tangannya yang telah

terbelah dua kepada Viola.

Aku terlanjur menyayangi pena ini seperti aku menyayangimu. Aku tak mungkin bisa menulis lagi

tanpa pena ini. Lagi pula di desa ini tak ada yang menjual pena atau semacamnya. Lalu, aku harus

bagaimana, Viola? Karmela masih terus menangis sambil terus mengadukan semua

kegundahannya kepada Viola.

Desa tempat Karmela tinggal memang desa yang sangat tertinggal. Untuk membeli alat tulis saja

mereka harus menyeberangi sungai dengan melalui sebuah jembatan yang terbuat dari bambu.

Itu pun jaraknya berpuluh-puluh kilometer. Karmela adalah anak yang tak ingin merepotkan

orangtuanya. Tak mungkin ia meminta Ayahnya untuk pergi menempuh jarak berpuluh-puluh

kilometer dengan menggoes sebuah sepeda ontel hanya demi membeli sebuah pena. Ia tak ingin

menjadi seperti Malin Kundang yang sudah dicap sebagai anak durhaka.

Waakkk!!! Tiba-tiba saja Viola seperti sedang berteriak. Suaranya terdengar seperti terompet di

tahun baru. Nyaring dan menusuk gendang telinga. Viola berteriak hingga berkali-kali

mengepakkan kedua sayapnya. Tidak, ia tak ingin terbang. Ia seperti sedang melakukan sesuatu,

semacam berbicara tapi dalam bahasanya. Karmela yang tak mengerti apa makna dari teriakan

dan suara-suara Viola itu hanya bisa menatap Viola heran bercampur bingung. Bahkan ia lupa

dengan tangisannya.

Kau sedang apa, Viola? Apa kau sedang bernyanyi? tanya karmela dengan sebuah tatapan

bingung.

Viola masih mengeluarkan suaranya yang mirip terompet tahun baru itu sambil terus mengepak-

ngepakkan kedua sayapnya ke udara. Lalu, beberapa saat kemudian Viola mendekati Karmela dan

ia merentangkan sebelah sayapnya dan menaruhnya tepat di hadapan Karmela. Karmela sempat
tertegun sejenak karena ia tak tahu sedang apa dan ingin apa Viola ini. Namun, angsa putih itu

terus saja menggerak-gerakkan sebelah sayapnya itu di hadapan Karmela. Ia seperti meminta

sesuatu kepada Karmela. Karmela yang awalnya tak mengerti maksud dari angsa putih itu

perlahan seperti mendapatkan sesuatu. Karmela seperti dapat mengerti maksud dari angsa putih

itu. Entah, bagaimana caranya tapi ia seperti memahami keinginan angsa putih itu. Mungkin inilah

yang disebut ikatan batin.

Kamu mau aku mencabut bulumu yang putih dan cantik ini? tanya Karmela meragu.

Waakk!!! Sekali lagi angsa itu bersuara keras seperti sebuah terompet.

Baiklah, jika itu maumu maka akan ku lakukan.

Tanpa muncul rasa penasaran lebih, dengan lugunya Karmela mencabut satu buah bulu yang ada

di sayap angsa itu. Hanya satu buah sebelum akhirnya angsa itu kembali menarik sayapnya.

Waakk!!! Dan sekali lagi angsa itu bersuara keras sebelum akhirnya ia pergi dan menghilang dari

pandangan Karmela. Saat angsa itu pergi, Karmela hanya bisa memandangi penuh tanya bulu

angsa yang kini ada di tangannya. Untuk apa aku mencabuti ini? batinnya heran sebelum

akhirnya ia menyimpan bulu angsa itu ke dalam tasnya.

Hai, anakku, Karmela. Mengapa kamu bermuram durja seperti ini? Apa kamu sudah bosan

dengan kegiatan menulis?

Tidak, yah. Aku hanya sedang sedih.

Ceritalah pada Ayah.

Tidak perlu, Ayah. Ayah cukup membaca kesedihanku ini melalui tulisanku saja.

Baiklah, jika itu maumu.

Di bawah pohon yang rindang itu Karmela tengah menuangkan tentang kesedihannya ke dalam

bukunya melalui tulisan-tulisannya. Ia sedih karena sudah lama ia tak lagi melihat Viola, angsa

putih yang biasanya selalu menemaninya saat ia menulis di bawah pohon ini. Sudah dua bulan

lamanya Karmela tak lagi melihat angsa putih itu. Tepatnya setelah ia mencabut bulu angsa itu.

Apa jangan-jangan Viola marah padaku? Batinnya yang selalu saja bertanya-tanya kepada

dirinya sendiri.

Hai, Karmela. Apa kamu pernah mendengar tentang sebuah dongeng di desa ini?

Dongeng apa itu, Ayah? Karmela menghentikan kegiatan menulisnya dan ia memalingkan

wajahnya ke Ayahnya dengan raut wajah penuh tanya.

Dongeng tentang seekor angsa. Jawab Ayahnya sembari tersenyum simpul, namun tak terlihat
karena tertutup oleh kumisnya yang tebal.

Kedua alis Karmela pun saling bertemu karena keningnya yang mengerut. Ceritakanlah Ayah.

Pintanya.

Lalu, Ayahnya pun mulai menceritakan tentang sebuah dongeng turun temurun yang ada di desa

ini tentang seekor angsa ajaib. Angsa yang hanya muncul ribuan tahun sekali. Angsa yang

memiliki kekuatan, yaitu bisa mengerti dan merasakan perasaan seorang manusia. Penduduk desa

meyakini bila seorang manusia memiliki hati yang bersih dan tulus maka manusia itu bisa

berjumpa dengan angsa ajaib itu. Dan ketika manusia itu sudah begitu dekat dengan angsa itu

maka angsa itu akan memberikan sehelai bulunya untuk dicabut oleh manusia itu. Dan dalam

waktu semalam bulu yang dicabut itu akan berubah menjadi sebuah benda yang paling diinginkan

oleh manusia yang telah mencabut bulunya.

Karmela sempat tertegun sejenak saat mendengar cerita dari Ayahnya. Karmela sempat

mengalihkan pandangannya ke sebuah pena yang kini tengah digenggamnya. Sebuah pena yang

ia temukan di dalam tasnya sehari setelah ia mencabuti bulu Viola. Sebuah pena yang ia pikir

hadiah dari Ayahnya.

Lalu apa yang akan terjadi pada angsa itu setelah bulunya dicabut, yah?

Angsa itu akan mati.

Karmela kembali tertegun. Ia kembali mengalihkan pandangannya ke penanya dan kemudian

mulai menggenggam penanya erat-erat. Perlahan Karmela mulai menitikkan air matanya dan isak

tangisnya pun pecah kala itu. Karmela menangis karena ia begitu menyesali kepergian Viola. Andai

ia tahu bila Viola akan pergi untuk selamanya, ia tak akan mencabut bulunya walau hanya sehelai.

Karena baginya Viola adalah teman yang tak dapat ditukar dengan semahal apapun benda itu.

Menyadari anaknya menangis, Ayah Karmela seketika memeluk Karmela dengan kencangnya.

Tangis Karmela makin pecah seiring tenggelamnya Karmela di dalam dekapan Ayahnya.

Sudahlah, Karmela. Janganlah kamu menangis. Ini hanya sebuah dongeng. Bisakah kamu

percayai itu?

Sekian

Anda mungkin juga menyukai