PENDAHULUAN
Sampai saat ini semua orang mempercayai bahwa bumi merupakan satu-
satunya planet yang didalamnya terdapat makhluk hidup. Untuk itu sangat wajar
apabila di dalam bumi tersebut terdapat suatu proses ataupun fenomena geologi
yang memberikan dampak bagi kehidupan organisme di dalamnya baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam memahami proses-proses tersebut para
ilmuwan telah melakukan berbagai penelitian-penelitian ilmiah yang akhirnya
menghasilkan berbagai teori-teori tentang perkembangan bumi. Dalam ilmu
geologi waktu dan ruang yang dibahas memiliki dimensi yang sangat luas. Waktu
yang dibahas dalam skala jutaan tahun dan ruang dalam skala ratusan kilometer
atau lebih. Untuk itu sangat tidak mungkin apabila kita akan meneliti secara
langsung berbagai proses yang ada. Hal tersebut mendorong para ilmuwan untuk
melakukan penelitian berdasarkan proses yang terjadi saat ini dan
menghubungkannya dengan proses yang terjadi di masa lampau yang kemudian
menghasilkan berbagai teori atau konsep. Begitu pula dengan teori tektonik
lempeng. Teori tersebut merupakan perkembangan dari teori Pengapungan Benua
yang di ajukan oleh Alfred Wegener. Dalam penelitiannya Alfred Wegener telah
menemukan berbagai bukti yang membuat dia mempunyai kesimpulan bahwa
benua tidak diam pada satu tempat saja, meskipun pada akhirnya dia tidak dapat
menjelaskan mekanismenya.
1.2.2 Bagaimana pandangan terhadap teori mantle plumes dan hot spot?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan rifting?
1.2.5 Apa yang dimaksud dengan kerak basin dan range structure?
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
PEMEKARAN BENUA
Anggapan lama pernah ada pada abad-abad yang lampau bahwa bumi
adalah sesuatu yang rigid atau kaku sementara benua-benua berada pada
kedudukannya yang tetap tidak berpindah-pindah. Setelah ditemukannya benua
Amerika dan dilakukan pemetaan pantai di Amerika dan Eropa ternyata terdapat
kesesuaian morfologi dari pantai-pantai yang dipisahkan oleh Samudera Atlantik.
Hal ini menjadi titik tolak dari konsep-konsep yang menerangkan bahwa benua-
benua tidak tetap akan tetapi selalu bergerak. Konsep-konsep ini dibagi menjadi
tiga menurut perkembangannya (Van Krevelen, 1993) :
3. Tektonik Lempeng
Konsep paling mutakhir yang dianut oleh para ilmuwan sekarang yaitu
Teori Tektonik Lempeng. Teori ini lahir pada pertengahan tahun enampuluhan.
Teori ini terutama didukung oleh adanya Pemekaran Tengah Samudera (Sea Floor
Spreading) dan bermula di Pematang Tengah Samudera (Mid Oceanic Ridge :
MOR) yang diajukan oleh Hess (1962).
Contoh katastrofik geologi adalah peristiwa Erupsi Toba. Proses tektonik
yang terjadi dalam erupsi Toba disertai dengan proses magmatisme atau
volkanisme akibat turutnya magma bergerak oleh deformasi kerak bumi. Proses
tersebut menyebabkan intrusi magma dan ekstrusi magma. Intrusi dan ekstrusi
magma ini menghasilkan pasokan magma yang sangat besar terangkat dan bagian
puncak gunung Toba mulai retak sehingga terjadi kontak antara permukaan
dengan magma yang bertekanan tinggi. Lalu terjadilah pelepasan tekanan sangat
tinggi dari magma yang naik ke permukaan dan menghasilkan letusan/erupsi
leburan magma silikat asam yang sangat dahsyat atau yang disebut dengan
katastrofik. Karena materi letusan yang sangat besar sehingga terjadi pengosongan
kantong magma. Hal ini menyebabkan runtuhnya puncak gunung Toba menjadi
sebuah kawah atau cauldron.
Pada awalnya ada dua benua besar di bumi ini yaitu Laurasia dan
Gondwana kemudian kedua benua ini bersatu sehingga hanya ada satu benua
besar (supercontinent) yang disebut Pangaea dan satu samudera luas atau yang
disebut Panthalassa (270 jt th yll). Dari supercontinent ini kemudian terpecah lagi
menjadi Gondwana dan Laurasia (150 jt th yll) dan akhirnya terbagi-bagi menjadi
lima benua seperti yang dikenal dan ditempati oleh manusia sekarang. Terpecah-
pecahnya benua ini menghasilkan dua sabuk gunung api yaitu Sirkum Pasifik dan
Sirkum Mediteranean yang keduanya melewati Indonesia.
4. Keberadaan busur kepulauan dan juga busur gunung api serta palung Samudera
yang memanjang di tepi-tepi benua merupakan fenomena yang dapat dijelaskan
oleh Teori Tektonik Lempeng yaitu dengan adanya proses penunjaman (subduksi).
Oleh karena peristiwa Sea Floor Spreading maka suatu saat kerak samudera akan
bertemu dengan kerak benua sehingga kerak samudera yang mempunyai densitas
lebih besar akan menunjam ke arah bawah kerak benua. Dengan adanya zona
penunjaman ini maka akan terbentuk palung pada sepanjang tepi paparan benua,
dan juga akan terbentuk kepulauan sepanjang paparan benua oleh karena proses
pengangkatan. Kerak samudera yang menunjam ke bawah ini akan kembali ke
mantle atau jika bertemu dengan batuan benua yang mempunyai densitas sama
atau lebih besar maka akan terjadi mixing antara material kerak samudera dengan
benua membentuk larutan silikat pijar atau magma. (Proses mixing terjadi pada
kerak benua sehingga tidak akan lebih dalam dari 30 km di bawah permukaan
bumi). Karena sea floor spreading terus berlangsung maka magma hasil mixing
yang terbentuk akan semakin besar sehingga akan menerobos batuan-batuan di
atasnya sampai akhirnya muncul ke permukaan bumi membentuk deretan gunung
api.
Mantle plumes terdapat nukleasi batu panas pada batas inti-mantel dan
naik melalui mantel bumi kepusat vulkanik aktif yang dikenal sebagai "hot spot".
Gambar
2.1 Mantle plumes dan Hotspot
Panas dari hot Spot ini memberikan sumber magma terus-menerus yang
sebagian meleleh di atas lempeng Pasifik. Magma tersebut, -yang lebih ringan
dibanding batuan padat di sekitarnya-, kemudian naik di sepanjang mantel dan
kulit bumi dan kemudian meleleh di dasar lautan dan membentuk gunung aktif
bawah laut. Seiring dengan waktu gunung bawah laut itu bertumbuh dan
membesar akibat proses erupsi yang terjadi terus-menerus, sehingga pada
akhirnya timbul di atas muka laut, dan membentuk kepulauan vulkanik.
Bentuk rifting di bagian timur Afrika sangat terkenal, karena memiliki pola triple
junction yaitu proses bertemunya 3 jalur rifting yaitu Rifting di Afrika bagian
timur, Rifting di Laut Merah dan Rifting di Teluk Aden.
Gambar 2.3 Triple Junction Rifting (Afrika Timur, Laut Merah, Teluk Aden)
Contoh yang terkenal adalah Rio Grande Rift. Rio Grande Rift berada di wilayah
Amerika Serikat bagian barat. Bentuk morfologi Rift Rio Grande memanjang dari
daerah Leadville, Colorado - Presidio, Texas, dan Chihuahua, New Mexico,
dengan panjang lebih dari 1.000 kilometers. Gejala rifting ini terbentuk sebagai
hasil gaya ekstensional (peregangan/tarikan). Bentukan rifting seperti ini tentu
saja menghasilkan cekungan di dalamnya. Fase ekstensional ini dipercaya
berlangsung sejak Era Kenozoikum.
Para ahli lainnya mencatat kecepatan gerak rifting kontinen ini pertama
kali tercatat dalam waktu geologi sekitar umur 28-27 Ma di New Mexico, di
Colorado bagian tengah mencapai sekitar 26-25 Ma, diikuti dengan
intrusi/magmatisme sekitar umur 10-8 Ma di daerah sekitar batas Colorado-
Wyoming.
Kesamaan Rio Grande Rift dengan rifting lain di seluruh dunia (Rhine
Graben, Baikal Rift, dan East African Rift):
memiliki aliran panas yang tinggi (high heat flow)
berasosiasi dengan vulkanisme silicic (bimodal volcanism) yang
didominasi oleh batuan beku basaltik (basaltic predominantly)
adanya gejala pelemahan litosfer (lithospheric attenuation) pada kerak dan
mantle
memiliki elevasi tinggi
adanya pemunculan/pencapaian astenosfer dari bawah litosfer yang lemah
(attenuated lithosphere)
sesar-sesar normal pada bagian kerak
Rifting pasif disebabkan oleh aplikasi langsung dari kekuatan yang berlawanan
litosfer untuk membuat ekstensi. Tekanan berasal dari mantle plume, arus
konveksi dan dari zona subduksi.
Gambar 2.9 Passive Rifting
Rifting pasif terjadi karena gaya regangan (tensile force) yang terjadi
secara regional pada litosfer benua yang mengakibatkan kerusakan atau
pelemahan pada litoster benua itu sendiri, sehingga batuan mantel yang bersuhu
tinggi (panas) menekan litosfer. Model rifting pasif McKenzie (1978) diterima
secara luas sebagai cikal bakal terjadinya pengendapan dalam cekungan (basin).
Pada saat rifting pasif terbentuk, rifting terjadi terlebih dahulu dan diikuti oleh
pengkubahan (dooming). Rifting yang terjadi adalah respon pasif dari tegangan
yang terjadi secara regional. Salah satu contoh daerah yang mengalami rifting
pasif adalah Rio Grande Rift.
1. gerakan lempeng
2. gaya apung termal karena upwelling asthenospheric
3. tractions di dasar litosfer yang dihasilkan oleh convecting astenosfer
4. buoyancy (gravitasi)
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka diperluhkan kritik dan
saran agar di makalah-makalah berikut yang akan kami buat akan lebih baik dari
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Website:
https://wiranto.wordpress.com/
http://geologistudy.blogspot.com/2008/12/geofisika-geothermal.html
http://haeranbessedalawati.blogspot.com/2011/07/mantleplumes-dan-
hotspot.html
https://www.scribd.com/doc/26834877/Rifting
http://agustiawijono.blogspot.com/2012/04/pemekaran-lantai-samudera-dan-
benua.html
http://legoyaf.uns.ac.id/2010/09/02/teori-wilson/
http://www.geosci.usyd.edu.au/users/prey/Teaching/Geol3101/Rifting02/actpass.h
tml