Laporan Kasus Ameloblastoma
Laporan Kasus Ameloblastoma
AMELOBLASTOMA
Oleh :
Arif Budiman
Pembimbing :
MAKASSAR
2015
1
AMELOBLASTOMA
Abstrak
Ameloblastoma atau adamantinoma adalah tumor yang berasal dari sel ameloblast atau
adamantoblast, berupa sel yang tidak berdiferensiasi membentuk email. Tumor yang multikistik
ini tumbuh sangat lambat, bersifat lokal invasif dan seringkali tidak disadari oleh pasien sampai
ditemukan adanya pembesaran pada rahang, penyebarannya lokal invasif dan destruktif serta
mengadakan proliferasi ke dalam stroma jaringan ikat. Tumor ini mempunyai kecenderungan
untuk kambuh apabila tindakan operasi tidak adekuat. Sifat yang mudah kambuh dan
penyebarannya yang ekspansif dan infiltratif ini memberikan kesan malignansi dan oleh karena
sifat penyebarannya maupun kekambuhannya secara lokal maka tumor ini sering disebut sebagai
locally malignancy.7
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan terapi antara lain tipe solid/multikistik,
tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.5
Dari pemeriksaan klinis, radiologis dan patologi anatomi dapat didiagnosa bahwa tumor
tersebut ameloblastoma.
Pada pasien ini pilihan terapi adalah Hemimandibulektomi sinistra dan Rekontruksi
mandibula menggunakan titanium mandibular plate . Pemilihan tindakan ini karena
Hemimandibulektomi merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang
mungkin saja melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus dilakukan
pembuangan kondilus.
Kata Kunci : Ameloblastoma, Mandibula, locally malignancy, Hemimandibulektomi
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2
2.1 Anatomi Mandibula.................................................................................... 2
2.2 Definisi Ameloblastoma............................................................................. 6
2.3 Prevalensi Ameloblastoma.......................................................................... 7
2.4 Etiologi dan Patogenesis............................................................................. 8
2.5 Gambaran Klinis......................................................................................... 9
2.6 Tipe Ameloblastoma............................................................................... 11
2.6.1 Tipe Solid atau Multikistik atau Konvensional................................... 12
2.6.2 Tipe Unikistik...................................................................................... 13
2.6.3 Tipe Periferal / Ekstraosseus............................................................... 15
2.7 Gambaran Histopatologis........................................................................ 16
2.7.1 Tipe Folikular...................................................................................... 17
2.7.2 Tipe Pleksiform................................................................................... 18
2.7.3 Tipe Achantomatous............................................................................ 19
2.7.4 Tipe Sel Granular................................................................................ 20
2.7.5 Tipe Sel Basal...................................................................................... 20
2.8 Gambaran Radiologis............................................................................... 22
2.8.1 Multiokular.......................................................................................... 22
2.8.2 Uniokular............................................................................................ 23
2.9 Pengaruh terhadap Struktur-Struktur Sekelilingnya........................... 27
2.10 Diagnosis.................................................................................................. 27
3
2.11 Differential Diagnosis............................................................................. 32
2.12 Komplikasi............................................................................................... 33
2.13 Terapi....................................................................................................... 35
2.13.1 Enuklesi............................................................................................. 35
2.13.2 Cryosurgery....................................................................................... 36
2.13.3 Eksisi Blok........................................................................................ 36
2.13.4 Osteotomi Peripheral......................................................................... 37
2.13.5 Kauterisasi......................................................................................... 38
2.13.6 Reseksi Tumor................................................................................... 38
2.14 Prognosis.................................................................................................. 41
BAB III. LAPORAN KASUS ........................................................................ 43
BAB IV. PEMBAHASAN.............................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 53
4
DAFTAR GAMBAR
5
BAB I
PENDAHULUAN
1
, sama halnya dengan karsinoma sel basal. Kedua lesi ini mempunyai
banyak kesamaan histologis dan tingkah laku. Mereka secara umum tidak
bermetastase tetapi tumbuh secara lambat, persisten, dan sulit untuk dieradikasi.3
2
Secara klinis dan histologi, jaringan gigi pada awalnya merupakan
jaringan sangat sederhana, kemudian berubah. Jaringan ini terdiri dari beragam sel
pembentuk, dan melalui serangkaian perubahan morfologi baik secara fisiologi
ataupun biomekanik berkembang menjadi suatu jaringan yang berbeda. Perubahan
secara penuh sulit untuk dijelaskan karena jaringan ini merupakan perubahan yang
berasal dari jaringan penghubung antara ektodermal dan mesodermal.5
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pada daerah
muka, terdapat barisan gigi. Mandibula dibentuk oleh dua bagian simetris, yang
mengadakan fusi dalam tahun pertama kehidupan
5
Tulang rahang manusia disusun oleh dua tulang utama yaitu tulang
maksilla dan mandibula. Pada kedua permukaan tulang ini terdapat susunan
gigi geligi yang membantu proses pencernaan makanan (mastikasi).
Mandibula merupakan sebuah tulang berbentuk huruf U dan tulang ini
merupakan satu-satunya tulang pada rangka wajah yang mempunyai
pergerakan, yaitu melalui sendi temporomandibular (TMJ).
Mandibula terdiri dari sebuah corpus dan dua buah ramus, pertemuan
antara corpus dan ramus mandibula membentuk angulus mandibula. Sudut
angulus mandibula berkisar antara 110-140.
1. Mandibula
Bagian atas korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus
alveolaris, yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah
korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan
korpus mandibula, kurang lebih 1 inci dari simfisis, didapatkan foramen mentalis
yang dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus
mandibula cekung dan didapatkan linea milohiodea yang merupakan pertemuan
antara tepi belakang ramus mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan
mudah diraba pada 2-3 jari di bawah lobulus aurikularis.18
Prosesus koronoideus yang tipis dan tajam merupakan tempat insersio
m.temporalis. Prosesus kondiloideus membentuk persendian dengan fossa
artikularis permukaan infratemporalis dari skuama os temporalis. Kartilago
artikuler melapisi bagian superior dan anterior dari prosesus kondiloideus,
sedangkan bagian posterior tidak. Permukaan lateral dari prosesus kondiloideus
ditutupi oleh kelenjar parotis dan terletak di depan tragus. Antara prosesus
koronoideus dan prosesus kondiloideus membentuk sulkus mandibula dimana
lewat vasa dan nervus. Kira-kira ditengah dari permukaan medial ramus
mandibula didapatkan foramen mandibula. Melalui foramen ini masuk kedalam
kanal yang mengarah ke bawah depan di dalam jaringan tulang, dimana dilalui
oleh vasa pem buluh darah dan saluran limfe.18
6
Mandibula mendapat nutrisi dari a.alveolaris inferior cabang pertama dari
a.maksillaris yang masuk melalui foramen mandibularis, bersama vena dan
n.alveolaris. A.alveolaris inferior memberi cabang-cabang ke gigi-gigi bawah
serta gusi sekitarnya, kemudian di foramen mentalis keluar sebagai a.mentalis.
Sebelum keluar dari foramen mentalis bercabang insisivus yang berjalan ke depan
di dalam tulang. A.mentalis beranastomosis dengan a.fasialis, a.submentalis,
a.labii inferior. A.submentalis dan a.labii inferior merupakan cabang dari
a.facialis. a.mentalis memberi nutrisi ke dagu. Sedangkan aliran balik dari
mandibula melalui v.alveolaris inferior ke v.fasialis posterior. V.mentalis
mengalirkan darah ke v.submentalis yang selanjutnya mengalirkan darah ke
v.fasialis anterior. V. fasialis posterior dan v.fasialis comunis mengalirkan darah ke
v.jugularis interna.18
Aliran limfe mandibula menuju ke limfe node submandibularis yang
selanjutnya menuju ke rantai jugularis interna. N.alveolaris inferior cabang dari
n.mandibularis berjalan bersama arteri dan vena alveolaris inferior masuk melalui
foramen mandibularis berjalan di kanalis mandibularis memberi cabang sensoris
ke gigi bawah, dan keluar di foramen sebagai n.mentalis, merupakan saraf
sensoris daerah dagu dan bibir bawah. 18
Ada 4 pasang otot yang disebut sebagai otot pengunyah, yaitu m.masseter,
m. temporalis, m.pterigoideus lateralis dan m.pterigoideus medialis. Sedangkan
m.digastrikus, walaupun tidak termasuk otot-otot pengunyah, namun mempunyai
fungsi yang penting pada mandibula. Bila otot digastrikus kanan dan kiri
berkontraksi mandibula bergerak ke bawah dan tertarik ke belakang dan gigi-gigi
terbuka. Saat mandibula terstabilisasi m.digastrikus dan m.suprahyoid
mengangkat os hyoid, keadaan ini penting untuk proses menelan. 18
Gerakan mandibula pada waktu mengunyah mempunyai 2 arah, yaitu:18
Rotasi melalui sumbu horisontal yang melalui senteral dari kondilus
Sliding atau gerakan ke arah lateral dari mandibula pada persendian
temporomandibuler.
Mengunyah merupakan suatu proses terdiri dari 3 siklus, yaitu :
a. Fase membuka.
7
b. Fase memotong, menghancurkan, menggiling. Otot-otot mengalami
kontraksi isotonic atau relaksasi. Kontraksi isometric dari elevator hanya
terjadi bila gigi atas dan bawah rapat atau bila terdapat bahan yang keras
diantaranya akhir fase menutup.
c. Fase menutup
Pada akhir fase menutup dan fase oklusi didapatkan kenaikan tonus pada
otot elevator.
Setelah makanan menjadi lembut berupa suatu bolus dilanjutkan dengan
proses menelan. Untuk fungsi buka, katub mulut, mengunyah dan menelan yang
baik dibutuhkan:18
Tulang mandibula yang utuh dan rigid
Oklusi yang ideal
Otot-otot pengunyah beserta persarafan serta
Persendian temporomandibular (TMJ) yang utuh.
2. Maksilla
8
Permukaan anterior maksilla terdapat penonjolan yang dinamakan
spina nasalis anterior. Pada bagian inferior, prosessus alveolaris maksilla
merupakan tempat melekatnya gigi. Akar gigi membentuk eminensia
mirip gelombang vertikal pada permukaan anterior maksilla, akar
kaninus merupakan penonjolan yang paling nampak. Fossa medial dan
lateral yang dangkal dari eminensia caninus dinamakan fossa insisivus
dan fossa kanina. Pada bagian superior, maksillaris menebal pada
cekungan inferior yang membentuk tepi infraorbital. Di bawah tepi
tersebut terdapat foramen infraorbitalis, yang dilalui oleh nervus
infraorbitalis dan pembuluh darah.
9
Definisi ameloblastoma (amel, yang berarti enamel dan blastos, yang
berarti kuman) adalah tumor, jarang jinak epitel odontogenik (ameloblasts, atau
bagian luar, pada gigi selama pengembangan) jauh lebih sering muncul di
mandibula daripada maxilla. Ini diakui pada tahun 1827 oleh Cusack. Jenis
neoplasma odontogenik ditunjuk sebagai adamantinoma pada 1885.
Ameloblastoma mandibula adalah ameloblastoma yang terdapat di mandibula.13,15
Tumor ini jarang ganas atau metastasis (yaitu, mereka jarang menyebar ke
bagian lain dari tubuh), dan kemajuan perlahan, lesi yang dihasilkan dapat
menyebabkan kelainan yang parah dari wajah dan rahang. Selain itu, karena
pertumbuhan sel yang abnormal mudah infiltrat dan menghancurkan jaringan
sekitar tulang, bedah eksisi luas diperlukan untuk mengobati gangguan ini.
Jadi ameloblastoma adalah suatu tumor berasal dari sel sel embrional dan
terbentuk dari sel sel berpontesial bagi pembentukan enamel. Tumor ini
biasanya tumbuh dengan lambat, secara histologis jinak tetapi secara klinis
10
merupakan neoplasma malignan, terjadi lebih sering pada badan atau ramus
mandibula dibanding pada maksila dan dapat berkapsul atau tidak berkapsul.8
11
Kedua jenis kelamin memegang kontribusi yang sama. Ada pula yang
menyebutkan bahwa distribusi jenis kelamin pria dibandingkan wanita sekitar
1:1,45.5
Gambar 2.2 Lokasi Ameloblastoma yang Paling Sering Terjadi. Lesi terjadi paling sering pada
usia 20-30 tahun, pasien dengan usia muda yang bebas karies. 85% ameloblastoma terjadi
pada mandibula dan hanya 15% terjadi pada maksila.
(Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United
Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2006.)
12
sebagian menduga akibat virus. Ameloblastoma merupakan tumor
odontogenik dengan gambaran histologi yang sangat bervariasi dan kondisi
biologis yang sulit ditebak. Shafer dkk (1983) mengemukakan kemungkinan
ameloblastoma berasal dari sumber-sumber, sisa sel organ enamel (Hertwigs
sheat, epitel rest of mallassez), gangguan pertumbuhan organ enamel, epitel
dinding kista odontogenik terutama kista dentigerous dan sel epitel basal
permukaan rongga mulut. Menurut Nodit dan Barnes kemungkinan yang
menjadi faktor etiologi adalah hilangnya alel gen supresor. 11
PATOGENESIS
13
komponen epitel menyebabkan kondensasi pada ektomesenkim yang
tertutup dan formasi papilla dental. Sel-sel pada papilla dental kemudian
membentuk pulpa gigi dan dentin. Sama saja, kondensasi ektomesenkim
yang mengelilingi organ enamel membawa pada pembentukan sakkus
dental. Sel-sel pada sakkus dental membentuk semen dan ligamen
periodontal.
- Tahap bell : histodiferensiasi awal dan morfodiferensiasi akhir terjadi.
Organ enamel sekarang membentuk bell yang elongasi dan memiliki
empat tipe sel epitel yang berbeda yaitu epitel enamel dalam, stratum
intermedium, retikulum stellata, dan epitel enamel luar.
a. Epitel enamel dalam menginduksi sel-sel dari papilla dental untuk
berdiferensiasi menjadi odontoblas, yang membentuk dentin. Dentin,
menginduksi epitel enamel dalam untuk berdiferensiasi menjadi
ameloblast, yang menyandarkan matriks enamel pada dentin. Induksi
resiprokal penting untuk membentuk gigi.
b. Stratum intermedium terdiri atas beberapa lapisan sel skuamosa
antara epitel enamel dalam dan retikulum stellata. Lapisan ini
penting untuk pembentukan enamel karena lapisan ini tidak terdapat
pada germinal gigi yang memperlihatkan area gigi tanpa enamel.
c. Retikulum stellata meluas dengan jumlah cairan intraseluler yang
bertambah. Retikulum stellata kemudian kolaps sebelum terjadi
pembetukan enamel, menyebabkan ameloblast lebih dekat dengan
kapiler nutrien.
d. Epitel enamel luar yang tumbuh halus, menjadi terlipat. Pada
lipatannya, mesenkim dari sakkus dentalis membentuk papilla
dengan lup kapiler yang menyediakan suplai nutrien untuk aktivitas
metabolik dari organ enamel avaskuler. Organ enamel juga
membentuk serabut epitel Hertwig yang menentukan bentuk akar
dan menginisiasi formasi dentin dalam akar.
- Aposisi : deposisi matriks dari struktur gigi yang keras terjadi kemudian.
Struktur ini kemudian mengalami kalsifikasi, erupsi, dan akhirnya atrisi.
14
- Garis epitel dari kista dentigerous
- Sisa lamina dental dan organ enamel
- Lamina basalis mukosa oral
Gambar 2.3 Kemungkinan Sumber Penyebab Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143
Lesi ini dapat terlihat lebih awal pada pemeriksaan gigi secara rutin, dan
biasanya penderita merasakan adanya asimetri wajah secara bertahap.
Ameloblastoma tumbuh secara perlahan selama bertahun-tahun, dan tidak ditemui
sampai dilakukan pemeriksaan radiografi oral secara rutin. Pada tahap yang sangat
awal, riwayat pasien asimtomatis (tanpa gejala). Pasien tidak mengalami keluhan
rasa sakit, parestesi, fistula, formation ulcer, atau mobilitas gigi. Apabila lesi
membesar, dengan pemeriksaan palpasi terasa sensasi seperti tulang yang tipis.
15
Jika telah meluas merusak tulang, maka abses terasa fluktuasi, kadang-kadang
erosi dapat terjadi melalui kortikal plate yang berdekatan dengan daerah invasi,
dan berlanjut ke jaringan lunak yang berdekatan.7
Pada tahap awal, tulang keras dan mukosa diatasnya berwarna normal.
Pada tahap berikutnya, tulang menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang
menonjol terasa lunak pada penekanan dan dapat memiliki gambaran berlobul
pada radiografi. Dengan pembesarannya, maka tumor tersebut dapat
mengekspansi tulang kortikal yang luas dan memutuskan batasan tulang serta
menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi menyadari adanya pembengkakan yang
progresif, biasanya pada bagian bukal mandibula, juga dapat mengalami perluasan
ke permukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada kista odontogenik.
Ketika menembus mukosa, permukaan tumor dapat menjadi memar dan
mengalami ulserasi akibat penguyahan. Pada tahap lebih lanjut,kemungkinan ada
rasa sakit didalam atau sekitar gigi dan gigi tetangga dapat goyang bahkan
tanggal.8
16
terlibat. Perkembangan tumor tidak menimbulkan rasa sakit kecuali ada
penekanan saraf atau terjadi komplikasi infeksi sekunder. Terkadang pasien
membiarkan ameloblastoma bertahan selama beberapa tahun tanpa perawatan dan
pada kasus-kasus tersebut ekspansi dapat menimbulkan ulkus namun tipe ulseratif
dari pertumbuhan karsinoma yang tidak terjadi. Pada tahap lanjut, ukurannya
bertambah besar dapat menyebabkan gangguan penguyahan dan penelanan.
Perlu menjadi perhatian, bahwa trauma seringkali dihubungkan dengan
perkembangan ameloblastoma. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tumor ini
sering kali diawali oleh pencabutan gigi, kistektomi atau beberapa peristiwa
traumatik lainnya. Seperti kasus-kasus tumor lainnya pencabutan gigi sering
mempengaruhi tumor (tumor yang menyebabkan hilangnya gigi) selain dari
penyebabnya sendiri.2
Tumor ini pada saat pertama kali adalah padat tetapi kemudian menjadi
kista pada pengeluaran sel-sel stelatenya. Ameloblastoma merupakan tumor jinak
tetapi karena sifat invasinya dan sering kambuh maka tumor ini menjadi tumor
yang lebih serius dan ditakutkan akan potensial komplikasinya jika tidak
disingkirkan secara lengkap. Tetapi sudah dinyatakan bahwa sangat sedikit kasus
metastasisnya yang telah dilaporkan.8
17
Gambar 2.4 Ameloblastoma Subtipe Klinis A. Tipe multikistik B. Tipe Unikistik C. Tipe Periferal
(Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed.
Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)
18
dengan margin jaringan normal disekeliling tumor). Pemeriksaan rutin jangka
panjang bahkan seumur hidup diindikasikan untuk tipe ini.9
Gambar 2.5Adanya Tampilan Multilokular Ameloblastoma besar pada sudut mandibula, dengan
ekspansi ekstensif (panah solid) dan resorpsi gigi yang bersebelahan panah terbuka).
(Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United
Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2006.)
19
diagnosis ameloblastoma ditegakkan setelah pemeriksaan mikroskopik dari
spesimen struktur unikistik yang dibatasi epithelium ameloblastic. Lesi ini
biasanya berkembang dari perubahan neoplastik dari kista atau sisa epitel dental
lamina.12
Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti dengan
regio parasimfisis dan anterior maksila. Tipe unikistik ini kurang agresif dan
menyarankan enukleasi simple sebagai terapinya. Studi menunjukan secara klinis
enukleasi simple pada ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya menunjukan
angka rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan demikian enukleasi simple
merupakan terapi yang tidak sesuai untuk lesi ini dan terapi yang lebih radikal
dengan osteotomi periferal atau terapi krio dengan cairan nitrogen atau keduanya
lebih sesuai untuk tumor ini.11
Terapi bedah konservatif seperti kuretase telah digunakan untuk
menangani ameloblastoma unikistik. Bila epitelium ameloblastic telah penetrasi
kejaringan ikat di sebelahnya, terapi bedah yang lebih ekstensif terhadap tulang di
sekitarnya harus dilakukan. Tingkat rekurensi rata-rata 14%.Follow up jangka
panjang dibutuhkan dalam kasus ini.9
20
Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstra osseus
ameloblastoma atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva
atau mukosa alveolar. Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu
jaringan ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan tulang di bawahnya. Periferal
ameloblastoma ini umumnya tidak sakit, sessile, kaku, pertumbuhan eksofitik
yang biasanya halus atau granular.5
Ameloblastoma jenis ini tidak umum dan menyerang orang tua dengan
rata-rata umur 51 tahun dan 65% tumor ini terjadi pada regio anterior. Tumor ini
mungkin muncul dari sisa-sisa epitel odontogenik dibawah mukosa oral atau dari
sel basal epitel permukaan. Secara histologis, lesi ini memiliki ciri-ciri yang sama
dengan bentuk intraosseous dari tumor, dengan pola plexiform dan folikular yang
paling umum. Ameloblastoma periferal memiliki pulau-pulau ameloblastoma
yang menyerupai lamina propria di bawah epitel permukaan.12
Tumor ini diyakini mewakili 2% sampai 10% dari seluruh kasus
ameloblastoma yang didiagnosis. Tumor ini pernah dilaporkan terjadi pada semua
rentang umur dari 9 sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa tumor ini
terjadi kebanyakan pada pria daripada wanita dengan perbandingan 1,9 dengan 1.
70% dari ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula,dari bagian
ramus dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena.12
Ameloblastoma periferal biasanya muncul sebagai nodul keras bertangkai
pada gingiva atau mukosa alveolar, berukuran 0,5 2 cm, tanpa ulserasi dan rasa
sakit. Ciri-cirinya tidak spesifik, dan sebagian besar lesi secara klinis menyerupai
fibroma. Pada beberapa kasus, permukaan tulang alveolar mengalami sedikit
erosi, namun keterlibatan tulang yang signifikan tidak terjadi. Tumor jenis ini
tidak seagresif 2 tipe ameloblastoma sebelumnya. Tingkat rekurensi rata-rata 8%
dan tingkat prognosisnya cukup baik.12
21
Gambar 2.7 Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143)
2.7 Gambaran Histopatologis
Sejumlah pola histologis digambarkan dalam ameloblastoma. Beberapa
diantaranya memperlihatkan tipe histologis tunggal, yang lainnya dapat
menunjukkan beberapa pola histologis didalam lesi yang sama. Yang umum untuk
semua tipe ini adalah polarisasi sel-sel sekitar dibentuk seperti sarang yang
berproliferasi kedalam pola yang serupa dengan ameloblas dari organ enamel.
Ameloblastoma terlihat seperti kumpulan sel yang memiliki kemampuan untuk
mengeluarkan nukleus dari inti dan membrannya. Proses ini dikenal dengan nama
"Reverse Polarization"16
Secara kasar, ameloblas terdiri dari jaringan kaku yang berwarna keabu-
abuan yang memperlihatkan daerah kistik yang mengandung cairan kuning yang
bening. Ameloblastoma secara dekat menyerupai organ enamel, walaupun kasus-
kasus yang berbeda dapat dibedakan dari kemiripan mereka untuk tahap-tahap
odontogenesis yang berbeda. 16
Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola histologi
bergantung pada arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO
membagi ameloblastoma secara histologis terdiri dari follikular, pleksiform,
acanthomatous, sel granular dan tipe sel basal. 1,5
22
yaitu sebuah lapisan periferal dari sel-sel kolumnar atau kuboidal dan sebuah
massa sentral dari sel yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum stellata.
Pada tipe folikular jaringan epitel terdapat pada bagian tengah. Di bagian
terluarnya berbentuk kolumnar atau palisaded ameloblas, sedangkan dibagian
tengah terkadang berbentuk menyerupai sel microcysts. Bagian sentral dari pulau
epitel mengandung suatu jalinan sel-sel yang rumit dan longgar yang menyerupai
stelate retikulum dari organ enamel. Di sekeliling sel-sel ini adalah lapisan sel-sel
kolumnar tinggi dan tunggal dengan nukleusnya berpolarisai jauh dari membran
dasar.Degenerasi dari jaringan yang berbentuk seperti retikulum stellata itu akan
menghasilkan pembentukan kista. Degenerasi kistik umumnya terjadi dibagian
sentral pulau-pulau epitel, meninggalkan ruang yang jelas dan dibatasi oleh sel-sel
stelate padat. Kelompok sel-sel epitel dipisahkan oleh sejumlah steoma jaringan
fibrosa. 5
23
well-formed desmosomal junctions, simulating spindle cell layers. (1). Selsel yang
menyusunnya rata-rata berbentuk cuboid dan basaloid. Sel-sel tumor yang
menyerupai ameloblas tersusun dalam massa yang tidak teratur atau lebih sering
sebagai suatu jaringan dari untaian sel-sel yang berhubungan. Masing-masing
massa atau untaian ini dibatasi oleh lapisan sel-sel kolumnar dan diantara lapisan
ini kemungkinan dijumpai sel-sel yang menyerupai stalata retikulum. Namun
demikian, jaringan yang menyerupai stalata retikulum terlihat kurang menonjol
pada tipe ameloblastoma pleksiform dibanding pada ameloblastoma tipe folikuler
dan ketika dijumpai secara keseluruhan tersusun pada bagian perifer daerah
degenerasi kistik. 5
24
Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik adanya squamous
metaplasia dari retikulum stelata yang berada diantara pulau-pulau tumor,
terkadang terdapat pembentukan keratin pada bagian sentral dari pulau-pulau
tumor. Terkadang, epitel pearls atau keratin pearls dapat dijumpai. Kista kecil
terbentuk di tengah sarang sellular. Stroma terdiri dari jaringan ikat yang fibrous
dan padat. Pada tipe ini terdapat diferensiasi skuamosa dari epithelium
odontogenik. Terjadi kompresi retikulum stelata menjadi massa squamoid dengan
metaplasia skuamosa dan keratinisasi pada pusat pulau tumor. 5
Gambar 2.10 Tipe Acanthomatous (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997:
140.)
25
Hartman melaporkan 20 kasus dari ameloblastoma tipe sel granular dan
menekankan bahwa tipe sel granular ini cenderung merupakan lesi agresif
ditandai dengan kecenderungan untuk rekurensi bila tidak dilakukan tindakan
bedah yang tepat pada saat operasi pertama. Sebagai tambahan, beberapa kasus
dari tumor ini dilaporkan pernah terjadi metastasis.5
Gambar 2.11 Tipe Sel Granular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
ContemporaryOral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997:
140.)
2.7.5 Tipe Sel Basal
Ameloblastoma tipe sel basal atau primordial ini mirip karsinoma sel basal
padankulit. Sel epithelial tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya
tersusun dalam lembaran-lembaran, lebih banyak dari tumor jenis lainnya.Tumor
ini merupakan tipe yang paling jarang dijumpai. Retikulum stellata tidak terdapat
pada bagian pusat sarang.5
Gambar 2.12 Tipe Sel Basal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary
Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
26
Tipe yang paling umum adalah jenis folikular dan pleksiform, tampak
seperti tiang yang tinggi, membentuk lapisan periferal disekeliling neoplastik.
Secara mikroskopis ameloblastoma tersusun dari jaringan epitelium, terpisah oleh
jaringan fibrous dan dihubungkan oleh jaringan penghubung (jaringan Stroma).5
27
Dengan radiografi, lokasi ameloblastoma merupakan faktor utama dalam
menentukan diagnosa. Serangkaian pemeriksaan radiografi dibutuhkan, mulai dari
Panoramik, Computed Tomografi (CT) dan Magnetics Resonance Imaging (MRI),
sangat membantu dal am mendiagnosa awal.6
2.8.1 Multiokular
Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang terpisah
oleh septa tulang yang memperluas membentuk massa tumor. Gambaran
multiokular ditandai dengan lesi yang besar dan memberikan gambaran seperti
soap bubble. Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena lesi tidak
menunjukkan garis batasan yang jelas dengan tulang yang normal. Resopsi akar
jarang terjadi tapi kadang-kadang dapat dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh
dengan cepat.6
28
Gambar 2.13 Multiokular
Ameloblastoma(http://www.radpod.org/2007/08/01/ameloblastoma/)
2.8.2 Uniokular
Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau
gambaran yang patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun
keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan
mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat dilihat
dari gambaran rontgen.6
Gambar 2.14 Ameloblastoma Tipe Uniokular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki
GP.Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri :
Mosby,1997: 136-143.)
29
cairan tersebut, tetapi pada banyak hal perbedaan tersebut begitu ringan yang
menjadi tidak bernilai diagnostik.6
Gambar 2.15 (a).Lesi unilokuler di Regio Caninus meluas ke premolar. (b) Hasil
CTs, lesi berada pada lokasi gigi caninus meluas sampai premolar satu dan
kedua. (1)
(a) (b)
Gambar 2.16 (a) Gambaran Ameloblastoma multilokular dengan Panoramik Foto,
memperlihatkan kelainan di regio caninus pada pasien anak. (b) Ameloblastoma
pada regio molar rahang bawah .(5)
Gambaran pada rahang bawah biasanya terlihat pada regio molar kedua dan
ketiga, biasanya terdeteksi setelah ameloblastoma mencapai ukuran tertentu. Hal
ini disebabkan karena adanya pengaruh struktur tulang. Selain itu terdapat pula
gambaran seperti busa menyerupai dua ruang besar, radiolusen bulat, jelas dan
30
tegas, tampak berdampingan dengan salah satu terletak di anterior dan lainnya di
inferior, disertai gambaran difuse pada akar gigi molar.13
Tulang kortikal tampak sangat tipis dengan akar-akar terlihat sebagian
menembus pada sarang lebah (busa) tersebut. Pada penderita usia muda, jaringan
tampak menyerupai kista primordial dan folikuler. 13
Sedangkan pada orang dewasa, bekas epitel dapat berasal dari ekstraksi
gigi. Hal ini terlihat pada awal usia tumor, sehingga pemeriksaan histologi harus
dilakukan setelah pembersihan / ekstirpasi sama dengan prosedur pengambilan
kista. 12
Gambaran ameloblastoma, dengan variasi bentuk, dapat terlihat sebagai
berikut :6,7,12
1. Terdapat rongga seperti kista, radiolusen difuse bulat dengan batas jelas dan
tegas, menyerupai busa atau sarang lebah.
2. Mempunyai rongga monolokuler atau multilokuler yang dilapisi epithelial,
kadang- kadang tampak berdampingan, dapat menyebabkan resorpsi eksternal
gigi-gigi yang berdekatan, dan merupakan suatu ciri-ciri umum
ameloblastoma.
(a) (b)
Gambar 2.17 (a) Ameloblastoma Multilokuler menyerupai busa
sabun
atau sarang lebah. (b) dan Unilokuler di regio anterior. (1)
3. Dapat menghancurkan kortex, menyerang jaringan lunak, dan meluas
kesekitarnya.
4. Dapat menyerupai kista dentigerus/ sisa kista yang dilapisi epithelial.
31
(a) (b)
Gambar 2.18 (a) Gambaran Multilokular Radiolusen,di posterior mandibula,
tampak ekspansi meluas ke ramus, dan molar kedua mengalami disposisi,
masuk jauh kearah mandibula. (b) Ameloblastoma yang menyerupai kista
dentigerus. (1)
4. Dapat terjadi di gigi molar rahang bawah, pada ruangan yang tidak bergigi
.
Gambar 2.19 (a) Tampak radiolusen meluas diregio molar ketiga,
gigi
terdorong hingga dasar ramus, dan menekan kanalis. (b ) Foto
Postero-Anterior memperlihatkan kerusakan tulang, sedemikian
besar,
meliputi ramus pada sisi bukal dan lingual. (1)
32
Ameloblastoma secara radiografi menyerupai kista dentigerous telah
dilaporkan oleh Chan(1933), Bailey(1951) dan yang lainnya. Suatu rongga kista
pada mandibula dimana mahkota molar kedua yang tidak erupsi. Bentuk bulat
rongga tersebut, batas yang teratur dan posisinya yang berhubungan dengan gigi
yang tidak erupsi diduga sebagai suatu kista dentigerous, tetapi pada pemeriksaan
mikroskopis, kandungan rongga tersebut terbukti sebagai ameloblastoma.14
2.10 Diagnosa
Dari pemeriksaan klinis, radiologis dan patologi anatomi dapat didiagnosa
bahwa tumor tersebut ameloblastoma. Biasanya tidak sulit untuk mendiagnosa
pertumbuhan tumor ini dengan bantuan rontgenogram dan dari data klinis,
kelenjar limfe tidak terlibat.7
Dalam menentukan diagnosis, dilakukan pengumpulan data yang
mencakup riwayat penyakit, juga riwayat medis dan sosial pasien. Persepsi pasien
terhadap durasi lesi sangat penting karena lesi yang tumbuh lama menunjukan
proses perkembangan atau jinak.3
Gejala yang terkait rasa sakit dan peka terhadap palpasi adalah tanda
proses inflamasi atau infeksi, meskipun keganasan juga dapat menimbulkan gejala
33
tersebut, terutama pada tahap akhir penyakit. Gejala lain seperti paresthesia atau
rasa baal dapat berhubungan dengan tekanan pada syaraf karena massa tumor.12
Perubahan pada lesi seperti pembesaran secara bertahap dapat merupakan
tanda neoplasia, sementara massa yang fluktuatif merupakan proses reaktif.
Berkurangnya rasa nyeri adalah tanda proses inflamasi atau infeksi yang berada
dalam proses penyembuhan, sementara munculnyarasa nyeri pada massa yang
sebelumnya asimptomatik dapat merupakan indikasi adanya transformasi menjadi
keganasan.12
Pemeriksaan untuk menentukan diagnosa:
a. Pemeriksaan klinis
Pada tahap yang sangat awal, riwayat pasien asimtomatis. Tumor tumbuh
secara perlahan selama bertahun-tahun dan ditemukan pada rontgen foto. Pada
tahap berikutnya, tulang menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang
menonjol terasa lunak pada penekanan. Dengan pembesarannya, maka tumor
tersebut dapat mengekspansi tulang kortikal yang luas dan memutuskan batasan
tulang serta menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi menyadari adanya
pembengkakan, biasanya pada bagian bukal mandibula dan dapat mengalami
perluasan kepermukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada kista
odontogenik. Sisi yang paling sering dikenai adalah sudut mandibula dengan
pertumbuhan yang meluas ke ramus dan ke dalam badan mandibula. Secara ekstra
oral dapat terlihat adanya pembengkakan wajah dan asimetri wajah. Sisi asimetri
tergantung pada tulang-tulang yang terlibat. Perkembangan tumor tidak
menimbulkan rasa sakit kecuali ada penekanan pada saraf atau terjadi komplikasi
infeksi sekunder. Ukuran tumor yang bertambah besar dapat menyebabkan
gangguan pengunyahan dan penelanan.3
Pada pemeriksaan ekstraoral dan intraoral terdapat beberapa parameter lesi yang
dievaluasi meliputi :9
- Lokasi
- Ukuran
- Karakter (makula, ulcer, massa)
- Warna, termasuk penilaian homogenitas warna
34
- Morfologi permukaan (halus, pebbly, granular, verrucous)
- Batas tepi (halus, irregular, tidak jelas, berbatas tegas)
- Konsistensi terhadap palpasi
- Gejala lokal
- Distribusi lesi jika multiple atau konfluen
35
Gambar 2.21 : Gambaran Klinis Intra Oral Ameloblastoma
Sumber : Belal, M. S.Dental News, Volume V, Number I, 1998
b. Pemeriksaan radiologis
Tampak radiolusen unilokular atau multilokular dengan tepi berbatas
tegas. Tumor ini juga dapat memperlihatkan tepi kortikal yang berlekuk, suatu
gambaran multilokular dan resobsi akar gigi yang berkontak dengan lesi tanpa
pergeseran gigi yang parah dibanding pada kista. Tulang yang terlibat digantikan
oleh berbagai daerah radiolusen yang berbatas jelas dan lesi memberi suatu bentuk
36
seperti sarang lebah atau gelembung sabun. Kemungkinan juga ada radiolusen
berbatas jelas yang menunjukkan suatu ruang tunggal.8
Pada pasien dengan pembengkakan di rahang, langkah pertama dalam
diagnosis adalah radiografi panoramik. Namun, jika pembengkakan yang keras
dan fixed dengan jaringan yang berdekatan, CT-scan disarankan. Meskipun dosis
radiasi jauh lebih tinggi di CT-scan, perlunya mengidentifikasi kontur lesi, isinya
dan ekstensinya ke dalam, membuatnya lebih dipilih untuk diagnosis. Foto polos
tidak menunjukkan interfaces antara tumor dan soft tissues yang normal, hanya
interface antara tumor dan tulang yang normal yang dapat dilihat. Aksial view
dalam gambar CT-scan dengan kontras dan koronal juga aksial view dalam
magnetic resonance imaging (MRI) jelas menunjukkan kedua jenis interface.
Meskipun tidak ada perbedaan yang cukup antara MRI dan CT untuk mendeteksi
komponen kistik tumor, untuk memvisualisasikan proyeksi papiler ke dalam
rongga kistik, MRI sedikit lebih unggul. MRI sangat penting untuk mengetahui
gambaran yang tepat dari suatu ameloblastoma maksilaris yang advanced dan
dengan demikian dapat menentukan prognosis dari operasi.6
i. Radiografi:
Dental foto: periapikal dan oklusal foto, Panoramik, PA, lateral dan
submento vertex. 6
ii. CT Scan:
Penampilan pada tomografi pada dasarnya adalah gambaran seperti
lapisan-lapisan tipis, kecuali pada batas luar dan hubungannya
dengan struktur-struktur disekelilingnya tampak lebih jelas dan
akurat .Gambaran CT dapat mendeteksi perforasi kortex luar dan
perluasan ke jaringan lunak sekitarnya. Pada gambaran resonansi
magnet (MRI), tampak resolusi lebih baik, tentang sifat dan
tingkat invasi tersebut, sehingga menjadi sangat penting dalam
penilaian evaluasi setelah operasi ameloblastoma. 6
37
Kandungan tumor ini dapat keras atau lunak, tetapi biasanya ada suatu
cairan mucoid berwarna kopi atau kekuning-kuningan. Kolesterin jarang
dijumpai. Secara makroskopis ada dua tipe yaitu tipe solid (padat) dan tipe kistik.
Tipe yang padat terdiri dari massa lunak jaringan yang berwarna putih keabu-
abuan atau abu-abu kekuning-kuningan. Tipe kistik memiliki lapisan yang lebih
tebal seperti jaringan ikat dibanding kista sederhana. Daerah-daerah kistik
biasanya dipisahkan oleh stroma jaringan fibrous tetapi terkadang septum tulang
juga dapat dijumpai. Mikroskopis terdiri atas jaringan tumor dengan sel-sel epitel
tersusun seperti pagar mengelilingi jaringan stroma yang mengandung sel-sel
stelate retikulum, sebagian menunjukkan degenerasi kistik.12
i. Insisi Biopsi
Insisi Biopsi meliputi pengambilan sebagian lesi yang relative ekstensif
untuk pemeriksaan histopatologis dan penegakan diagnosis. Insisi biops
idiindikasikan pada lesi yang lebih besar dari 1-2 cm dan untuk lesi besar yang
berkapsul atau neoplasma yang berpotensi keganasan.14
Dengan insisi biopsi karakteristik dari suatu neoplasma dapa tditentukan
dengan baik, seperti diferensasi dan kemampuan invasi.Teknik insisi biopsi
meliputi anestesi lokal terlebih dahulu, kemudianbagian wedge-shaped dari bagian
yang paling reprentatif dari lesi diambil,umumnya dari perifer lesi yang meluas ke
jaringan normal.14
ii. Fine-Needle Aspiration Biopsi (FNAB)
Merupakan metode untuk mengevaluasi lesi subkutan atau yang
terletaklebih dalam lagi. Prosedur ini paling banyak dipakai dalam menentukan
sifatmassa pada kelenjar saliva dan leher.13.
PEMERIKSAAN SITOLOGI
Berdasarkan sebuah laporan kasus yang meneliti 40 kasus
ameloblastoma ditemukan bahwa diagnosis FNA preoperatif merupakan
pemeriksaan yang sangat penting untuk mengetahui jenis operasi yang
dibutuhkan. Selain pada lokasi intraosseus, ameloblastoma sangat
38
memungkinkan untuk dioperasi karena tumor sering menyebabkan gejala
penipisan pada korteks yang terlibat.13
39
Gambar 8 : FNA dari ameloblastoma maligna 16
40
karakteristik tersebut saja sudah mengindikasikan sebuah myxoma. Selain itu
myxoma tidak seekspansif ameloblastoma dan cenderung tumbuh di sepanjang
tulang.Septum pada ossifying fibroma biasanya lebar, granular, dan
berbataskurang jelas. Selain itu terdapat trabekula kecil yang irregular. 7
2.12 Komplikasi
Harus diperhatikan kecenderungan neoplasma yang dapat menyerang
tulang/jaringan yang berdekatan, sehingga terjadi perluasan kejaringan atau organ
penting pada daerah wajah dan leher. Dengan CT dan MRI, dapat menentukan
tingkat tumor secara akurat.7
Ameloblastoma yang besar dapat membuat hilangnya fungsi rahang dan
kesulitan menelan makanan. Selanjutnya, kurangnya nutrisi dapat menyebabkan
hipoproteinemi. Pasien juga berisiko perdarahan karena ulserasi dan dapat
menunjukkan gejala anemia.2
Dua faktor yang diasumsikan menjadi penyebab hipoproteinemi pada
ameloblastoma kistik yang besar: dinding kista bertindak sebagai membran
semipermeabel; dan kebocoran cairan intrakistik secara langsung melalui lubang
pada dinding kista. Beberapa penulis mengemukakan bahwa kista odontogenik
berkualitas membran semipermeabel dan memiliki kemampuan untuk mentransfer
protein secara positif. Kadar albumin cairan kista odontogenik hampir sama
dengan serum albumin. Hal ini mungkin berdasarkan berat molekul albumin yang
lebih kecil dari globulin; sehingga mudah berpindah melalui membran.
Ameloblastoma bersifat odontogenik juga dan formasi kista sering ditemukan
pada pasien dengan kelainan tersebut. Dalam kondisi ini, mungkin protein diserap
melalui dinding kista dan ditransfer ke dalam rongga kista. 2
2.13 Terapi
Terapi tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksitulang yang
luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radiasi tampaknya merupakan
kontraindikasi akan bahaya merangsang osteoradionekrosis atau kondisi
malignant. Hanya dalam kasus tertentu di mana operasi mungkin tidak dapat
41
dilakukan karena destruktif, penggunaan radioterapi dapat disubtansikan.Pada
beberapa literatur juga ditemukan indikasi untuk dielektro kauterisasi, bedah krio
dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan terapi. Pemeriksaan kembali
(follow up pasca operasi) penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada
lima tahun pertama pasca operasi.5
Terapi untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai
jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Hasilnya kemudian dirujuk untuk
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dan biopsi, hal ini akan menentukan terapi
yang selanjutnya dilakukan. Setelah eksisi, harus dilanjutkan dengan
elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.5
Terapi bedah ameloblastomas dapat dibagi menjadi tiga tahap:10
1. Eksisi tumor
2. Rekonstruksi
3. Rehabilitasi
Pendapat mengenai terapi yang paling memadai untuk ameloblastoma
bervariasi dan mencakup faktor-faktor seperti kemungkinan terapi akhir,
kemungkinan mengendalikan penyakit dengan operasi nanti jika didiagnosis
kambuh, usia pasien, derajat gangguan fungsi dan pertumbuhan dan kemungkinan
pemeriksaan follow-up.1
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harusdiinstruksikan
untuk mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah
operasi. Sebuah ameloblastoma yang dilakukan eksisi, memiliki tingkat rekurensi
sebesar 50%-90%. Hal ini sangat sulit diprediksi tergantung dari jenis
ameloblastoma yang menyerang. Ameloblastoma mempunyai reputasi untuk
mengalami kekambuhan kembali setelah disingkirkan. Hal ini disebabkan sifat
lesi tersebut menginvasi secara lokal pada penyingkiran yang tidak adekuat. 6
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untukmengobati
ameloblastoma antara lain:6
42
2.13.1 Enukleasi
Enukleasi merupakan penyingkiran tumor dengan mengikisnya dari
jaringan normal yang ada disekelilingnya. Lesi unikistik, khususnya yang lebih
kecil hanya memerlukan enukleasi dan seharusnya tidak dirawat secara
berlebihan. 6
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan.Weder
(1950) pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretasemerupakan
prosedur yang paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus
rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari
pengobatan yang berbeda mungkinmemberikan hasil yang salah. Kuretase tumor
dapat meninggalkan tulangyang sudah diinvasi oleh sel tumor. 6
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka.
Kadang-kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada
periosteum, maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi
biasanya dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang konveks dari kuret dengan
tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke samping dan
tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah
ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak
biasanya tidak diperlukan terapi khusus. Jika devitalisasi diperlukan, terapi
endodontik sebelum operasi dapat dilakukan. 6
Dalam hal terapi ameloblastoma disebutkan oleh Abdulai (2011), bahwa
enukleasi hanya memiliki manfaat yang terbatas dalam terapinya. Pada anak-anak,
bagaimanapun, terutama pada mereka yang menderita jenis unilokular, enukleasi
dapat digunakan untuk 'menambah waktu' mandibula agar mencapai pertumbuhan
lebih lanjut sebelum melakukan terapi yang lebih tepat.1
Tulang kompak dari batas bawah mandibula mungkin akan terkikis, tetapi
tidak mungkin untuk diinvasi, maka jika diinginkan atas dasar klinis umum dan
bedah untuk menyelamatkan bagian tulang ini, lalu sebagai resiko yang
diperhitungkan, margin klinis dan radiologis lesi dapat dianggap sebagai margin
yang sebenarnya.1
43
Penggunaan metode ini lebih disukai, terutama pada anak-anak, karena
pertumbuhan rahang bawah belum lengkap dan saat bentuk mandibula perlu
dipertahankan atau saat fasilitas atau keahlian untuk rekonstruksi tidak tersedia.
Untuk sukses, bagaimanapun, terdapat kebutuhan untuk memastikan follow-up
yang baik dan teratur untuk mendeteksi dan menangani kekambuhan lebih awal.1
2.13.2Cryosurgery
Adalah pembedahan yang dilakukan dengan cara memaparkan temperatur
dingin yang ekstrem ke jaringan yang telah diseleksi menggunakan alat yang
mengandung nitrogen cair. Tujuan cryosurgery adalah untuk mengeliminasi sel-
sel yang abnormal.11
Efek pendinginan yang ekstrem: konsentrasi cairan intraseluler meningkat,
kadar air intraseluler berkurang, sel mengkerut, membran sel rusak, terbentuk
kristal es di intraseluler maupun di ekstraseluler.17
Aparatus terdiri atas sebuah kontainer yang terisi dengan gas
cairbertekanan tinggi. Gas cair dapat berupa gas nitrogen dengan temperatur-
1960C; atau gas karbondioksida, gas N2O2, dan gas freon dengan suhu
yangberkisar antara -200C sampai -900C. Probe terhubung dengan kontainer
melalui tabung. Probe diarahkan ke jaringan abnormal. Waktu yang dibutuhkan
untuk merusak jaringan abnormal tergantung dengan suhu,ukuran lesi, dan tipe
jaringan.17
44
Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang dapat direseksi di bawah tepiyang
terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada outline osteotomi,dengan bur leher
panjang Henahan. Osteotom digunakan untuk melengkapi pemotongan. Sesudah
itu, segmen tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi yang aman dari tulang
yang normal dan tanpa merusak border tulang.11
Setelah meletakkan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk
mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan
tumor saja tetapi juga sebagian tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang
terlibat tumor dibuang bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak
diekstraksi secara terpisah.11
Gambar 2.22 Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed.Saint
Louis;The C.V. Mosby Company,1969: 993)
45
tidak secara keseluruhan diinvasi oleh proses tumor. Daerah ini tahan dan kuat
karena terdiri dari tulang kortikal yang padat. Regenerasi tulang akan dimulai dari
daerah tersebut meskipun hanya suatu rim tipis dan tulang yang tersisa.8
2.13.5 Kauterisasi
Kauterisasi merupakan pengeringan atau elektrokoagulasi lesi, termasuk
sejumlah jaringan normal disekelilingnya. Kauterisasi tidak umum digunakan
sebagai bentuk terapi primer, namun merupakan terapi yang lebih efektif
dibanding kuretase.14
46
Gambar 2.23 Pola Insisi pada Hemimandibulektomi (Keith DA. Atlas of Oral
andMaxillofacial Surgery.Philadelphia;W.B.Saunder Company, 1992: 243).
47
Gambar 2.24 Tipe Umum dari Reseksi Mandibula A. Dengan keterlibatan
kondilus B.Tanpa pembuangan kondilus (Keith DA. Atlas of Oral and
Maxillofacial Surgery. Philadelphia; W.B. Saunders Company, 1992: 244)
48
pembedahan reseksi mandibula karena ameloblastoma di serinya, saat Anand et al
(9) melaporkan 3 kematian dari 48 operasi. 2
Ameloblastoma diterapi dengan kuretase, enukleasi ditambah kuret, atau
dengan operasi radikal. Membandingkan hasil jangka panjang untuk 78
ameloblastoma, Nakamura dll melaporkan bahwa tingkat kekambuhan 7,1%
setelah operasi radikal dan 33,3% setelah terapi konservatif. Mereka
merekomendasikan wide resection rahang sebagai terapi terbaik untuk
ameloblastoma. Dalam seri mereka dari 26 ameloblastomas, Sampson dan Pogrel
menunjukkan bahwa hampir 31% dari tumor kambuh setelah operasi konservatif.
Dalam penelitian kami, kami diperlakukan 3 pasien dengan kuretase enukleasi dan
tulang dan 1 pasien dengan reseksi hemimandibular. Dalam 3 tahun follow up,
belum ada kekambuhan dari tumor.6
Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasnya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson.
Pemisahan bibir melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi
paranasal dan infraorbital menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek
lateral dari maksila dan dari ethmoid.
49
menuju kavitas nasal melalui fossa lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju
alveolar ridge. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada palatum keras. Kemudian
pemotongan lateral dinding nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong ke
nasofaring dengan mengunakan chisel dan gunting Mayo dan kemudian dilakukan
pemotongan posterior. Pembuangan spesimen dan packing kavitas maksilektomi
yang tepat diperlukan untuk mengkontrol pendarahan.11
50
dapat dipasangkan ke gigi-gigi secara fixed atau tidak, tergantung kondisi
individual pasien. Flap pipi kemudian dikembalikan dan menutup lapisan. 11
51
Obturator defenitif akan dibuat ketika penyembuhan jaringan dan
kontraksi telah selesai. Pembuatan protesa defenitif sebelum kontur jaringan stabil
memerlukan penyesuaian termasuk perubahan posisi gigi atau penyesuaian
terhadap bagian perifer protesa. 9
2. Pengunaan plat
Tujuan dari rekonstruksi mandibula adalah membangun kontinuitas
mandibula, membangun osseus alvelolar bases dan koreksi terhadap defek
jaringan lunak. Pada umumnya kehilangan mandibula yang diakibatkan karena
proses patologis akan meninggalkan jaringan lunak yang akan sembuh. Bila
dilakukan mandibulektomi akan menghasilkan defek tulang yang besar dan
jaringan lunak. Defek pada mandibula bagian lateral lebih dapat ditoleransi dan
tidak membutuhkan rekonstruksi. Kebalikannya defek pada anterior mandibula
akan menimbulkan kecacatan fungsional dan kosmetik yang parah. Waktu yang
tepat untuk melakukan rekonstruksi masih diperdebatkan.
Pada literatur disebutkan ada berbagai macam metode yang digunakan untuk
mengembalikan defek pada mandibula. Metode ini dapat diklasifikasikan dalam 3
kategori dasar yaitu bahan alloplastik, bahan alloplastik dengan tulang dan tulang
autogenous. Bahan alloplastik telah digunakan secara luas pada rekonstruksi
mandibula dalam bentuk kawat atau plat, material organik (kalsium aluminat,
kalsium apatit, kalsium sulfat) dan bahan sintetik (metilmetakrilat, proplas dan
teflon). Dari semuanya, plat rekonstruksi biasanya dibuat dari stainless steel, AO
Plates (Arbeitsgemeinschaft fur Ostheosynthefragen Plate) , vitallium dan
titanium (titorp plates). Komplikasi yang umum terjadi meliputi ekstrusi/ekspose
plat, kehilangan sekrup, dan fraktur plat.9,16
Plat rekonstruksi mandibula memiliki keuntungan dari segi:11,19
Tidak membutuhkan donor
Pengeluaran
52
Gambar 19. Plat 19
2.14 Prognosis
Prognosis dalam hal pengobatan tumor ini baik jika kita memperhatikan
angka kematian, tetapi jika kemampuan tumor untuk menyerang secara lokal dan
menghancurkan dengan pertumbuhan yang luas ke dalam jaringan dari wajah dan
rahang diperhatikan, maka harus disimpulkan bahwa itu adalah tumor yang serius
dan satu di antara metode pengobatan yang paling memadai harus dipilih.1
Rekurensi kemungkinan dapat timbul karena tidak sempurnanya tindakan
operasi, yaitu : (1) pada jaringan spongiosa, sebaiknya tindakan yang dilakukan
harus lebih cepat dengan reseksi, dan sebaiknya 1 cm jaringan sehat
disekitarnya harus turut diambil. (2) Jaringan kortikal sebaiknya direseksi secara
terpisah, (3) Mukosa yang melapisi prosesus alveolar, sebaiknya direseksi juga.5,10
Ameloblastoma memiliki tingkat rekurensi yang tinggi setelah terapi,yakni
23% pada ameloblastoma multikistik dan 14% pada ameloblastoma unikistik.
Rekurensi dapat terjadi karena ameloblastoma memiliki sel satelit yangdapat
berinvasi. Ameloblastoma menyebar dengan membentuk psudopods pada sumsum
tulang tanpa resorpsi tulang trabekular yang nyata. 6
Rekurensi juga diketahui dapat terjadi karena beberapa alasan berikut.
Pertama, adanya pulau-pulau kecil dari jaringan neoplastik di tulang cancellous
pada margin dari specimen atau implantasi dari sel tumor selama enukelasi. Yang
kedua, merupakan konsekuensi dari rekurensi jaringan lunak. 6
53
Sehingga mukosa di sekitarnya juga harus direseksi jika tumor
menginvasialveolus dan perforasi melalui tulang alveolar. Ketiga, tumor seeding.
Inisebaiknya dipertimbangkan sebagai penyebab paling penting dari rekurensi
ameloblastoma pada graft tulang. Pengambilan total massa tumor ameloblastoma
dengan mengikutsertakan jaringan tulang yang sehat disekitarnya akan
memberikan hasil yang optimal. Mengingat pola pertumbuhannya, cenderung
meluas melaui marrow space, bila pengangkatannya tidak adekuat maka tumor ini
sering kambuh, sehingga ameloblastoma memerlukan penatalaksanaan tindakan
yang radikal. 6
Dikatakan sementara tumor membesar sel-sel tumor menyerang dan
menyelusup ke dalam ruang trabekula pada tulang spongiosa, adanya invasi sel-
sel tumor ke celah-celah tulang ini menyebabkan timbulnya istilah locally
malignant oleh karena sifat khas inilah, maka enukleasi, kuret atau tehnik operasi
yang lain yang tidak mencakup bagian tulang periferal yang cukup dalam akan
mutlak bersifat rekuren. Invasi sel tumor tidak terjadi pada tulang kompakta,
massa tumor hanya menyebabkan ekspansi dan resorpsi tulang kompakta, dengan
demikian batas makroskopis tumor pada tulang kompakta sama dengan batas
miroskopisnya.7
Mengingat sifat ameloblastoma yang cenderung rekuren walaupun sudah
dilakukan enblok reseksi, kemungkinan rekurensi tetap bisa terjadi (10%). 15
Oleh karena itu penderita dianjurkan untuk kontrol setiap 3 bulan selama 5 tahun.
Bila ditemukan adanya rekurensi dapat segera dilakukan operasi ulang. Beberapa
studi menunjukkan tingkat rekurensi ameloblastoma adalah 50% - 90% paska
kuretase dan 15% setelah blok reseksi. Oleh karena itu para ahli bedah
menyatakan bahwa pembuangan ameloblastomasetidaknya 1 cm lebihnya dari
batas tumor pada radiograf. Rekurensi memakanwaktu bertahun-tahun setelah
pembedahan pertamasebelum akhirnyabermanifestasi klinis.5
BAB III
LAPORAN KASUS
54
A. Identias Pasien
a. Nama : Ny. N
b. No. RM : 640530
B. Anamnesis
55
a. Status generalis : Sakit sedang / Gizi cukup / Sadar
Karnofsky : 80 %
i. Kepala : Normocephali
b. Status Vitalis
Tanda vital : TD : 120/70 mmHg, N: 84x/menit, R:20x/menit
c. Status lokalis :
1. Intraoral
2. Extraoral
Pemeriksaan Penunjang
56
Pemeriksaan Laboratorium:
Dalambatasnorm
WBC 5,6 103 4.8-10.8
al
GOL
O
DRH
Negati
HBSAG
f
ALBUMI
4,0 g/dl 3.97-4.94 Dalam batas normal
N
57
Foto panoramik
58
Diagnosis
Ameloblastoma mandibula sinistra
Penatalaksaan
Hemimandibulektomi sinistra
Rekontruksi mandibula menggunakan titanium mandibular plate .
Laporan Operasi
1. Pasien baring terlentang dalam general anestesi
2. Prosedur desinfeksi dan drapping .
3. Buat incisi submandibula dari bagian pertengahan bibir hingga bawah
telinga kiri.
4. Perdalam hingga mencapai tumor, buat flap keatas dan kebawah hingga
batas tumor
5. Identifikasi tumor, kesan mulai dari simpisis mandibula hingga bagian
dalam condilus, diputuskan untuk dilakukan hemimandibulektomi
sinistra , kontrol perdarahan
6. Lakukan rekonstruksi dengan memasang plate mandibula dan fiksasi
dengan tiga buah screw pada daerah simpisis dan kiwire pada arus zygoma
kiri
7. Jahit maseter pada plate, rekonstruksi jaringan lunak
8. Kontrol perdarahan dan cuci luka operasi.
9. Jahit luka operasi lapis demi lapis dengan meninggalkan 2 buah drain.
10. Tutup luka operasi.
11. Operasi selesai.
59
Dokumentasi Pasien :
Foto preoperasi
60
Gambar 1. foto pasien sebelum tindakan operasi
61
Gambar 5: penjahitan luka operasi dan tumor yang diangkat
62
Perawatan hari II :
-Terapi obat Injeksi Antibiotik dan analgetik
- Diet per NGT
- Drain 2 cc
Perawatan hari III :
-Terapi obat Injeksi Antibiotik dan analgetik
- Diet per NGT
- Drain minimal
Perawatan hari IV :
-Terapi obat Injeksi Antibiotik dan analgetik
- Diet per NGT
- Drain minimal
Perawatan hari V :
-Terapi obat Injeksi Antibiotik dan analgetik
- Diet per NGT
- Drain minimal
Perawatan hari VI :
-Terapi obat Injeksi Antibiotik dan analgetik
- Diet per NGT
- Drain aff
Perawatan hari VII :
-Terapi obat Oral
- Diet per NGT
Perawatan hari VIII :
-Terapi obat Oral
- Diet oral
- pasien dilepas jahitan hari ke-
- Pasien pulang
Foto setelah pemasangan plate : tidak ada
63
BAB IV
PEMBAHASAN
64
Pembuangan bagian anterior mandibula sampai ke regio simfisis tanpa
menyisakan border bawah mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk
wajah yang dinamakan Andy Gump Deformity.7
Microvaskular bone grafting menunjukkan angka keberhasilan yang lebih
tinggi pada defek yang ukurannya lebih dari 5 cm. Fibula flap merupakan gold
standar untuk rekonstruksi mandibula.3
Yilmaz et al. (2008) melakukan perbandingan antara vaskularisasi iliac
crest flap(24 kasus) dan vascularisasi free fibular flap (13 kasus) dan melihat
bahwa angka komplikasi lebih kecil dan hasil secara fungsional dan estetika yang
unggul dapat dicapai oleh mereka dengan flap fibula. Chana et al. (2004) dalam
seri mereka dari 10 kasus memanfaatkan vaskularisasi fibula flap dengan
penempatan secara simultan osseointegrasi implan gigi dan mengklaim itu adalah
terapi yang ideal untuk ameloblastoma yang besar. Becelli et al. (2002)
menjelaskan dua tahap dalam proses rekonstruksi yang pertama, fase rekonstruksi
bedah defek dengan free atau autogenous bone graft atau revascularized
autogenous bone graft dan dan fase selanjutnya dilakukan untuk memperoleh
restorasi prostetik dengan cara implan endossesus.7
Dengan kemajuan rekayasa biomaterial, peneliti sekarang melihat metode
lain rekonstruksi dan salah satu teknik terbaru yang menggunakan bioimplant
mengandung BMP-7 seperti yang dijelaskan oleh Clokie dan Sndor (2008).
Sepuluh pasien dengan cacat mandibula besar setelah reseksi biopsi-terbukti lesi
ameloblastoma atau osteomyelitis pada bagian mandibula atau ramus dilibatkan
dalam penelitian ini. Cacat post reseksi yang membentang dengan rigid
reconstruction plates untuk menahan segmen mandibula tersisa dalam posisi yang
tepat. Cacat ditutupi dengan bioimplant mengandung bone morphogenetic
protein-7 (BMP-7) dalam demineralized bone matrix(DBM) disuspensikan dalam
medium fase-balik untuk mempengaruhi pengiriman BMP berkelanjutan. Bukti
radiografi formasi tulang mandibula ditemukan dalam semua kasus dan pada akhir
tahun 1, rekonstruksi fungsional dan estetika dari mandibula itu selesai.7
Komplikasi post operasi pasien ini tidak ada. Tidak ada perdarahan dan
infeksi luka.
65
Perawatan pasien setelah operasi hari pertama sampai hari ke-6 obat
injeksi antibiotik dan analgetik,hari ke-7 pasien mengkonsumsi obat oral. Drain
dilepas pada hari ke-6. Selama perawatan 8 hari diet pasien per NGT secara
bertahap diet cair hingga lunak berupa bubur saring. Jahitan dilepas hari ke-7.
Pasien dipulangkan hari ke-8 tanpa NGT.
Follow up Pasien sampai sekarang pasien tidak mengeluhkan ada benjolan
baru. Tetapi wajah pasien dikeluhkan tidak simetris.
DAFTAR PUSTAKA
66
1. Abdulai, A. E. 2011. Treatment of Ameloblastoma of the Jaws in Children.
Ghana Medical Journal. Vol. 44. N0. 4. [on line].
http://www.ajol.info/index.php-/gmj/article/viewFile/68921/56984
2. Acharya, S., Joshi, A., Tayaar, A. S., & Gopalkrishnan, K. 2011. Extreme
Ameloblastoma of the Mandible with Hypoproteinemia: ACase Report and
Review of Clinicopathological Features. J Clin Exp Dent. 2011;3(4):e343-
7. [on line]
http://www.medicinaoral.com/odo/volumenes-/v3i4/jcedv3i4p343.pdf
5. Belal, M. S., Safar, S. Rajacic, N., Yassin, I. M. Schtz, P. Yassin, S. M., &
Zohaire, N. 1998. Ameloblastoma of the Mandible Treated by
Hemimandibulectomy with Immediate Autogenous Bone Graft
Reconstruction. Dental News, Volume V, Number I, 1998. [onn line].
http://www.dentalnews.com/documents/magazine/upload/98_v1_1.pdf
7. Kahairi, A., Ahmad, R. L., Islah, W., & Norra, H. 2008. Management of
Large Mandibular Ameloblastoma - A Case Report and Literature
Reviews. Archives of Orofacial Sciences (2008), 3(2): 52-55. [on line].
http://dental.usm.my/ver2/images/stories/AOS/Vol_3/Issue2/5255_kahairi.
pdf
8. Medeiros, M., Porto, G. G., Filbo, J. R., Portela, L., & Vasconcellos, R. H.
2008. Ameloblastoma in the Mandible. Brazilian Journal of
Otorhinolaryngology 74 (3) May/June 2008. [on line].
http://www.scielo.br/pdf/rboto/v74n3/en_29.pdf
67
10. Motamedi, M. H. 2000. Concepts in the Treatment of Mandibular
Ameloblastomas. [on line].
https://www2.aofoundation.org/AOFileServer-/PortalFiles?
FilePath=/Extranet/de/_att/wor/act/Dialogue/2002_1/mandibular.pdf
11. Montoro, J. R., Tavares, M. G., Melo, D. H., Franco, R., Filbo, F. V.,
Xavier, S. P., Trivellato, A. E., & Lucas, A. S. 2008. Mandibular
Ameloblastoma Treated by Bone Resection and Imediate Reconstruction.
Brazilian Journal of Otorhinolaryngology 74 (1) January/February 2008.
[on line]. http://www.scielo.br/pdf/rboto/v74n1/en_a26v74n1.pdf
12. Oliveira, L. R., Matos, B. H., Dominguete, P. R., & Zorgetto, V. A., &
Silva, A. R. 2011. Ameloblastoma: Report of Two Cases and a Brief
Literature Review. In, J. Odontostomat. 5(3):293-299, 2011. [on line].
http://ircmj.com/?page=download&file_id=302
13. Oteri, G., Ponte, F. S., Pisano, M. & Cicciu, M. 2012. Five Years Follow-
Up of Implant-Prosthetic Rehabilitation on a Patient after Mandibular
Ameloblastoma Removal and Ridge Reconstruction by Fibula Graft and
Bone Distraction.Dental Research Journal / Mar 2012 / Vol 9 / Issue 2. [on
line]. http://drj.mui.ac.ir/index.php/drj/article/download/971/187
14. Scariot, R., Silva, R. V., Felix, W., Costa, D. J., & Rebellato, N. L. 2012.
Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal, 14: 33-6, 2012.
[on line]. http://www.sbdmj.com/121/121-05.pdf
15. Siar, C. H., Nakano, K., Chelvanayagam, P. I., Nagatsuka, H., &
Kawakami, T. 2010. An Unsuspected Ameloblastoma in the Subpontic
Region of the Mandible with Consideration of Pathogenesis from the
Radiographic Course. Eur J Med Res (2010) 15: 135-138. [on line].
http://www.eurjmedres.com/content/pdf/2047-783X-15-3-135.pdf
16. Varkhede, A., Tupkari, J. V., Mandale, M. S., & Sardar, M. 2010.
Plexiform Ameloblastoma of Mandible - Case Report. J Clin Exp Dent.
2010;2(3):e146-8. [on line].
http://www.medicinaoral.com/odo-/volumenes/v2i3/jcedv2i3p146.pdf
18. Grays Anatomy of the Human Body. The Mandible (Lower Jaw)(Inferior
Maxillary Bone). Anatomical and Anthropological Society of the
University of Aberdeen, 1905, and Journal of Anatomy and Physiology,
vol. xliv.
68
19. Miloro, M. 2004. Petersons Principles of Oral and Maxillofacial Surgery
Second Edition. London: BC Decker Inc.
20. R.Syamsuhidayat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah , edisi 3.Halaman
247.
69