Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN MYASTHENIA GRAVIS

A. Anatomi Fisiologi
1. Pembagian Susunan Saraf
Susunan Saraf Pusat (SSP)
a. Medula Spinalis
b. Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang penting karena meruapan pusat
komputer dari semua alat tubuh. Bagian dari saraf sentral yang terletak didalam
rongga tenggkorak (karanium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak
terbagi menjadi:
1) Otak Besar (Serebrum)
a) Mengingat pengalaman pengalaman yang lalu
b) Pusat persyarafan yang menagani, aktifitas mental, akal, intelegensi,
keinginan, dan memori
c) Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil

2) Otak Kecil (Serebelum)


a) Keseimbangan dan rangsangan pendengaran ke otak
b) Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor sensasi umum medula
spinalis dan nervus vagus kelopak mata, rahang atas dan bawah serta otot
pengunyah
c) Menerima informasi tentang gerakan yang sedang dan yang akan
dikerjakan dan mengatur gerakan sisi badan.

3) Batang Otak, terdiri dari:


a) Diensefalon
b) Mensensepalon
c) Pons Varoli
d) Medula Oblongata
Susunan Sarf Perifer (SST)
a. Susunan Saraf Somatik
b. Susunan Saraf Otonom
1
- Susunan Saraf Impatis
- Susunan Saraf Parasimpatis

2. Jenis Jenis Sel Saraf


Neuron
Akson
Meningen
Durameter
Arakhnoid
Piameter
c. Saraf Otak
Nervus Olfaktorius
Nervus Optikus
Nervus Okulomotoris
Nervus Troklearis
Nervus Trigeminus
- N. Oftalmikus
- N. Maksilaris
- N. Mandibularis
Nervus Abdusen
Nervus Fasialis
Nervus Auditorius
Nervus Glossofaringeus
Nervus Vagus
Nervus Asesorius
Nervus Hipoglosus
(Anatomi Fisiologi Keperawatan)

II. DEFINISI
Myasthenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi tranmisi neuromuscular
pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter).
Myasthenia gravis adalah gangguan autoimun yang merusak komunikasi antara syaraf
dan otot, mengakibatkan peristiwa kelemahan otot.

2
Myasthenia gravis adalah penyakit autoimun yang diperoleh klinis ditandai dengan
kelemahan otot rangka dan fatigability pada tenaga.
Myasthenia gravis merupakan penyakit yang berpotensi melemahkan yang disertai
dengan risiko.
Myastenia gravis merupakan penyakit neuromuskular yang menyebabkan kelemahan
otot.
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular
pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang. (Brunner dan Suddarth, 2001)
Myastenia gravis adalah kelemahan otot yang serius adalah salah satu penyakit
neuromuskular yang menggabungkan kelelahan cepat otot otot valuntar dengan
penyembuhan yang sangat lama. (Brunner dan Suddart, 2001)

III. ETIOLOGI
Kelainan primer pada MG dihubungkan dengan gangguan transmisi pada
neuromuscular junction,yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung
akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan
asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah
dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan
ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada
membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan
demikian terjadilah kontraksi otot. Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada
MG tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada MG terdapat kekurangan ACh atau kelebihan
kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan.

IV. PATOFISIOLOGI
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermeilin yang
berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak. Nervus ini mengirim keluar
aksonnya dalam nervus spinalis atau kranialis menuju perifer. Nervus yang bersangkutan
bercabang berkali kali dan mampu merangsang 2000 serat otot rangka. Kombinasi saraf
motorik dengan serabut otot yang dipersyarafi disebut unit motorik. Walaupun masing
masing neuron motorik mempersarafi banyaj serabut otot, namun masing masing otot
dipersarafi oleh neuron motorik tunggal.

3
Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut otot
disebut sinaps atau taut neuromuskular. Asetilkolin disimpan dan disintesis dalam akson
terminal (bouton). Membran pascasinaps mengandung reseptor asetilkolin yang dapat
membangkitkan lempeng akhir motorik dan sebalikya dapat menghasilkan potensial aksi otot.
Apabila implus saraf mencapai taut neuromuskular, membrana akson parasimpatik terminal
terdepolirisasi, menyebabakan pelepasan asetilkolin kedalam membran parasimpatik.
Asetilkolin menyeberangi celah sinaptik secara difusi dan menyatu dengan bagian reseptor
asetilkolin dalam membran pascasinaptik. Masuknya ion Na secara mendadak dan keluarnya
ion K menyebabkan depolarisasi ujung lempeng
Ketika EPP mencapai puncak EPP akan menghasilkan potensial aksi dalam
membran otot tidak bertaut yang menyebar sepanjang sarkonema. Potensial aksi ini
merangkai serangkaian reaksi yang menyebabkan kontraksi serabut otot. Begitu terjadi
transmisi melalui penghubung neuromuskular, asetilkolin akan dirusak oleh enzin
asetilkonlinetrase. Dalam MG konduksi neuromuskularnya terganggu. Jumlah reseptor
asetilkolin normal menjadi menurun. (Keperawatan medikal bedah, 2001)

V. MANIFESTASI KLINIS
Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudahmengalami
kelelahan, yang umumnya memburuk setelah aktivitas dan berkurang setelah istirahat.
Berbagai gejala yang muncul sesuai denagn otot yang terpenagaruh, sebagai berikut:
Apabila otot simetri yang terkena, umumnya dihubungkan dengan saraf kranial. Karena
otot otot okular terkena, maka gejala awal yang muncul diplopia (penglihata ganda)
dan ptosis (jatuhnya kelopak mata). Ekspresi wajah pasien seperti sedang tidur terlihat seperti
patung hal ini dikarenakan otot wajah terkena
Pengaruh terhadapa laring menyebabkan disfonia (gangguan suara) dalam pembentukan
bunyi suara hidung atau kesukaran dalam pengucapan kata kata. Kelemahan pada otot otot
bulbar menyebabkan masalah mengunyah dan menelan dan adanya bahaya tersedak dan
aspirasi.
Sekitar 15% sampai 20% keluhan pada tangan dan otot otot lengan, pada otot kaki
mengalami kelemahan yang membuat pasien jatuh.
Kelemahan diafragma dan otot otot interkostal menyebabkan gawat nafas, yang
merupakan keadaan darurat akut. (Keperawatan medikal bedah, 2001)

VI. KOMPLIKASI
4
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi bila otot yang
mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat menyebabkan gagal
pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan respirator untuk membantu pernapasan
selama krisis berlangsung. Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi
makanan, dan pneumonia.
Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat penyakit
sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi, pemakaian kortikosteroid
yang ditappering secara cepat, aktivitas berlebih (terutama pada cuaca yang panas),
kehamilan, dan stress emosional.
Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi
Bullous death

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Tes darah dikerjakan untuk menebtukan kadar antibody tertentu didalam
serum(mis, AChR-binding antibodies, AChR-modulating antibodies, antistriational
antibodies). Tingginya kadar dari antibody dibawah ini dapat mengindikasikan adanya
MG.
2. Pemeriksaan Neurologis melibatkan pemeriksaan otot dan reflex. MG dapat
menyebabkan pergerakan mata abnormal, ketidakmampuanuntuk menggerakkan mata
secara normal, dan kelopak mata turun. Untuk memeriksa kekuatan otot lengan dan
tungkai, pasien diminta untuk mempertahankan posisint melawan resistansi selama
beberapa periode. Kelemahan yang terjadi pada pemeriksaan ini disebut fatigabilitas.
3. Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya
pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG
4. Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG. Enzim
acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot distimulasi, mencegah
terjadinya perpanjangan respon otot terhadap suatu rangsangan saraf tunggal.
Edrophonium Chloride merupakan obat yang memblokir aksi dari enzim
acetylcholinesterase.
5. Electromyography (EMG) menggunakan elektroda untuk merangsang otot dan
mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang semakin melemah menandakan adanya
MG.
VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS
5
Myasthenia gravis merupakan gangguan neuromuskuler yang paling dapat diatasi.
Pemilihan metode terapi tergantung beberapa faktor seperti umur, kesehatan secara umum,
keparahan penyakit, dan derajat perkembangan penyakit.
Pengobatan
1. Anticholinesterase seperti neostigmine (Prostigmin) dan pyridostigmine
(Mestinon) biasanya diresepkan. Obat ini mencegah destruksi ACh dan meningkatkan
akumulasi Ach pada neuromuscular junctions, memperbaiki kemampuan kontraksi
otot. Efek samping itermasuk liur berlebihan, kontraksi otot involunter (fasciculation),
nyeri abdomen, mual, dan diare. Obat yang disebut kaolin dapat digunakan sebagai
anticholinesterase untuk mengurangi efek samping pada gastrointestinal.
2. Corticosteroids (e.g., prednisone) menekan antibody yang memblokir AChR pada
neuromuscular junction dan dapat digunakan bersamaan dengan anticholinesterase.
Kortikosteroid memperbaiki keadaan dalam beberapa minggu dan jika pemulihan sudah
stabil, dosis sebaiknya dikurangi secara perlahan (tapering off) Dosis rendah dapat
digunakan tidak terbatas untuk mengatasi MG, namun, efek samping seperti, ulkus
gaster, osteoporosis, peningkatan berat badan, gula darah meningkat, dan peningkatan
resiko infeksi mungkin muncul pada pemakaian jangka panjang
3. Immunosuppressants seperti azathioprine (Imuran) dan cyclophosphamide
(Neosar) dapat digunakan untuk menangani MG umum jika pengobatan lain gagal
mengurangi gejala. Efek Samping dapat berat dan termasuk penurunan sel darah putih,
disfungsi liver, mual, muntah, dan rambut gugur. Immunosuppressants tidak digunakan
untuk menangani MG congenital karena kondisi ini bukan terjadi disebabkan oleh
disfungsi sistem imun.

Penatalaksanaan Lainnya
1. Plasmapheresis, atau pertukaran plasma, digunakan untuk memodifikasi malfungsi
pada sistem imun. Ini dapat digunakan pada gejala yang memburuk (eksaserbasi) atau
persiapan operasi thymectomy. Biasanya, 2 hinga 3 liter plasma dibuang dan diganti
pada setiap penangananm dimana memerlukan beberapa jam. Kebanyak pasien
menjalani beberapa sesi selama metode plasmapheresis berjalan. Plasmapheresis
memperbaiki gejala MG dalam beberapa hari dan perbaikan bertahan hingga 6-8 minggu.
Resiko termasuk tekanan darah rendah, pusing, penglihatan kabur, dan pembentukan
bekuan darah (thrombosis).
6
2. Thymectomy merupakan operasi pembuangan kelenjar thymus. Biasanya dilakukan
pada pasien dengan tumor pada thymus (thymoma) dan pasien yang lebih muda dari
umur 55 tahun dengan MG menyeluruh. Manfaat thymectomy berkembang secara
perlahan dan kebanyakan perbaikan terjadi selama bertahun-tahun setelah prosedur ini
dilakukan.
Penatalaksanaan miastenia gravis ditentukan dengan meningkatkan fungsi
pengobatan pada obat antikolinesterase dan menurunkan serta mengeluarkan sirkulasi
antibody.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


I. PENGKAJIAN
a. Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
b. Keluhan utama : Kelemahan otot
c. Riwayat kesehatan : Diagnosa miasenia didasarkan pada riwayat dan pesentasi
klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan pasial
setelah istirahat sangatlah menunukkan miastenia gravis, pasien mugkin mengeluh
kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya
jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti
tentang kelemahan otot.
B1(Breathing)
Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut
B2(Bleeding)
Hipotensi atau hipertensi, takikardi atau bradikardi
B3(Brain)
Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak
mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
B4(Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat
berkemih.
B5(Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan
peristaltic usus turun.
B6(Bone)
Gangguan aktifitas atau mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

II. RENCANA KEPERAWATAN


7
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji frekuensi nafas, Manifestasi distres pernafan
kedalaman, dan bunyi nafas tergantung pada indikasi derajat
keterlibatan paru dan status
kesehatan umum
2. Catat adanya atau derajat Disfungsi pernafasan adalah
dispnea. Misalnya keluhan variabel yang tergantung pada
lapar udara. tahap proses kronis selain proses
akut yang menimbulkan
perawatan di rumah sakit.
Misalnya infeksi, reaksi alergi

3. Berikan oksigen Memaksimalkan bernafas


tambahan Untuk memobilisasi sekresi
4. Terapi fisik dada dan penghisapan untuk
(drainase postural) mengeluarkan sekret

Kelemahan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan otot otot volunter

INTERVENSI RASIONAL
Kaji faktor faktor penyebab Untuk menentukan tindakan
keperawatan pada pasien
Kaji derajata mobilitas 0-4 Pasien mampu mandiri (nilai
0), memerlukan bantuan dengan
alat (nilai 1), dengan pengawasan
dan pengajaran (nilai 2),
memerlukan bantuan peralatan
terus menerus (nilai 3),
tergantung sepenunya dengan
asuhan (nilai 4)
Memaksimalkan kekuatan otot

8
3. Penggunaan medikasi 30 Untuk membantu mengurangi
menit sebelum makan ptosis
4. Berikan perawatan mata

Bersih jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sputum, penurunan energi,
keletihan, kerusakan neuromuskular

INTERVENSI RASIONAL
1. Anjurkan pasien untuk Menurunkan resiko aspirasi
mengosongan mulut dari atau masuknya seseatu benda
benda/zat tertentu jika fase asing ke faring
aura terjadi dan untuk
mengindari rahang
mengatup jika kejang tanpa
ditandai gejala awal Meningkatkan aliran drainase
2. Letakkan pasien pada (sekret), mencegah lidah jatuh
posisi miring, permukaan dan menyumbat jalan nafas
datar, miringkan kepala
selama serangan kejang Ekspansi dada
3. Tanggalkan pakaian pada
daerah leher/dada dan Untuk membuka rahang,
abdomen mencegah tergigitnya lidah,
4. Masukan spatel lidah/jalan memfasilitasi saat melakukan
napas buatan atau gulungan penghisapan lendir atau
benda lunak sesuai dengan memberi sokongan pada
indikasi pernafasan jika diperlukan. Jalan
nafas buatan mungkin
diindikasikan setelah meredanya
aktifitas kejang, jika pasien
tersebut tidak sadar dan tidak
dapat mempertahankan posisi
lidah yang aman
Menurunkan resiko aspirasi
5. Lakukan penghisapan atau asfiksia
sesuai indikasi Dapat meneurunkan hipoksia
6. Berikan tambahan oksigen selebral sebagaian dari sirkulasi
yang menurun atau oksigen
sekunder terhadap spasme
vaskuler selama serangan kejang

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, intubasi, paralis
otot

INTERVENSI RASIONAL

9
1. Lakukan perawatan mulut Perawatan mulut dapat
sebelum dan sesudah makan meningkatkan asupan oral
2. Baringkan pasien tegak Posisi ini mengurangi aspirasi
dengan kepala sedikit fleksi
mendekati waktu makan
3. Istirahat sebelum makan Untuk menurunkan
kelemahan otot
4. Kurangi gangguan pada saat Untuk mempertahankan
makan konsentrasi pasien saat menelan

5. Berikan makanan yang Untuk memudahkan pasien


lunak dalam bentuk kuah menelan
atau bentuk saus
6. Berikan penghargaan kecil Penghargaan positif
terhadap kemampuan yang meningkatkan keyakinan dalam
telah dicapai pasien menelan
7. Tingkatkan asupan makanan Karenan pada pagi hari otot
pada pagi hari otot menjadi kuat
8. Kolaborasi dengan tim gizi Untuk mengembangkan
rencana makan dan cairan

Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik,


rencana pengobatan, tindakan terhadap ketidak mampuan yang permanen, dan ancaman
kematian

INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan informasi tentang:1. Mengetahui apa yang
Sifat kondisi diharapkan dari tindakan medis
Tujuan pengobatan yang dapat mempermudah
diprogramkan penyesuaian pasien dan
Pemeriksaan diagnostik membantu menurunkan ansietas

10
yang berhubungan dengan
tindakan medis tersebut
2. Bantu pasien untuk
2. Mengidentifikasi rasa takut
mengungkapkan yang spesifik membantu
ketakutannya meminimalkan perasaan
berlebihan terhadap suatu
ancaman

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E Marilyn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta
Effendi, Christantie, Niluh Gede Yasmin Asih. Keperawatan Medikal Bedak Klien Dengan
Gangguan Sistem Respirasi. 2004. EGC : Jakarta
Egram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1. EGC : Jakarta
Kim, Ja Mi, dkk. 1995. Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta
Mubarak, Iqbal Wahid, Nurul Chayati. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. EGC : Jakarta
Smeltzer, C Suzanne, Brenda G Bare. 2001. Keperawatan Mediakl Medah Brunner dan Suddarth
Ed. . EGC : Jakarta
Smeltzer, C Suzanne, Brenda G Bare. 2001. Keperawatan Mediakl Medah Brunner dan Suddarth Ed.
8. EGC : Jakarta
Syaifuddin. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat Ed. 2. EGC : Jakarta

11
12

Anda mungkin juga menyukai