Anda di halaman 1dari 71

EKOLOGI TANAH

Bahan kajian MK. Manajemen Agroekosistem FPUB Junil 2010


Diabstraksikan oleh
Prof Dr Ir Soemarno MS
Dosen Jur Tanah FPUB

Pendahuluan
Soil ecology is the study of the interactions
among soil organisms, and between biotic and
abiotic aspects of the soil environment. It is
particularly concerned with the cycling of
nutrients, formation and stabilization of the pore
structure, the spread and vitality of pathogens,
and the biodiversity of this rich biological
community.

Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan


ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu
faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu, air,
kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik
adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan,
tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat
dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu
populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi
dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Tanah: Sifat dan Karakteristik

Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum)


adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan
bahan organik. Tanah sangat vital peranannya bagi semua
kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan
tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai
penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga
menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernafas dan
tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai
mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah
menjadi lahan untuk hidup dan bergerak. Ilmu yang
mempelajari berbagai aspek mengenai tanah dikenal sebagai
ilmu tanah.
Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting
sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah
sendiri juga dapat tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda
pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan udara
merupakan bagian dari tanah.
Tanah berasal dari pelapukan batuan dengan bantuan
organisme, membentuk tubuh unik yang menutupi batuan.
Proses pembentukan tanah dikenal sebagai ''pedogenesis''.
Proses yang unik ini membentuk tanah sebagai tubuh alam
yang terdiri atas lapisan-lapisan atau disebut sebagai horizon
tanah. Setiap horizon menceritakan mengenai asal dan proses-
proses fisika, kimia, dan biologi yang telah dilalui tubuh tanah
tersebut.
Hans Jenny (1899-1992), seorang pakar tanah asal
Swiss yang bekerja di Amerika Serikat, menyebutkan bahwa
tanah terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami
modifikasi/pelapukan akibat dinamika faktor iklim, organisme
(termasuk manusia), dan relief permukaan bumi (topografi)
seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan dinamika
kelima faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis tanah dan
dapat dilakukan klasifikasi tanah.
Tubuh tanah (solum) tidak lain adalah batuan yang
melapuk dan mengalami proses pembentukan lanjutan. Usia
tanah yang ditemukan saat ini tidak ada yang lebih tua
daripada periode Tersier dan kebanyakan terbentuk dari masa
Pleistosen. Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan
organik dan mineral. Tanah non-organik atau tanah mineral
terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral.
Sebaliknya, tanah organik (organosol / humosol) terbentuk dari
pemadatan terhadap bahan organik yang terdegradasi.
Tanah organik berwarna hitam dan merupakan
pembentuk utama lahan gambut dan kelak dapat menjadi batu
bara. Tanah organik cenderung memiliki keasaman tinggi
karena mengandung beberapa asam organik (substansi humik)
hasil dekomposisi berbagai bahan organik. Kelompok tanah ini
biasanya miskin mineral, pasokan mineral berasal dari aliran air
atau hasil dekomposisi jaringan makhluk hidup. Tanah organik
dapat ditanami karena memiliki sifat fisik gembur (porus,
sarang) sehingga mampu menyimpan cukup air namun karena
memiliki keasaman tinggi sebagian besar tanaman pangan
akan memberikan hasil terbatas dan di bawah capaian
optimum.
Tanah non-organik didominasi oleh mineral. Mineral ini
membentuk partikel pembentuk tanah. Tekstur tanah demikian
ditentukan oleh komposisi tiga partikel pembentuk tanah: pasir,
debu, dan liat. Tanah berpasir didominasi oleh pasir, tanah
berliat didominasi oleh liat. Tanah dengan komposisi pasir,
debu, dan liat yang seimbang dikenal sebagai tanah lempung.
Warna tanah merupakan ciri utama yang paling mudah
diingat orang. Warna tanah sangat bervariasi, mulai dari hitam
kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain
itu, tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan
warna yang kontras sebagai akibat proses kimia (pengasaman)
atau pencucian (leaching). Tanah berwarna hitam atau gelap
seringkali menandakan kehadiran bahan organik yang tinggi,
baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan
di rawa-rawa. Warna gelap juga dapat disebabkan oleh
kehadiran Mangan, belerang, dan nitrogen. Warna tanah
kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan
besi teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda terjadi karena
pengaruh kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana
aerobik / oksidatif menghasilkan warna yang seragam atau
perubahan warna bertahap, sedangkan suasana anaerobik /
reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol atau
warna yang terkonsentrasi.
Struktur tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang
terbentuk dari komposisi antara agregat (butir) tanah dan ruang
antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fasa: fasa padatan, fasa
cair, dan fasa gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang
antaragregat. Struktur tanah tergantung dari imbangan ketiga
faktor penyusun ini. Ruang antaragregat disebut sebagai porus
(jamak pori). Struktur tanah baik bagi perakaran apabila pori
berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori berukuran
kecil (mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang) memiliki
agregat yang cukup besar dengan makropori dan mikropori
yang seimbang. Tanah menjadi semakin liat apabila berlebihan
lempung sehingga kekurangan makropori.

Mikrohabitat dalam struktur tanah


Di setiap tempat seperti dalam tanah, udara
maupun air selalu dijumpai mikroba. Umumnya jumlah
mikroba dalam tanah lebih banyak daripada dalam air
ataupun udara. Umumnya bahan organik dan senyawa
anorganik lebih tinggi dalam tanah sehingga cocok untuk
pertumbuhan mikroba heterotrof maupun autotrof.
Keberadaan mikroba di dalam tanah terutama
dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika tanah. Komponen
penyusun tanah yang terdiri atas pasir, debu, liat dan
bahan organik maupun bahan penyemen lain akan
membentuk struktur tanah. Struktur tanah akan
menentukan keberadaan oksigen dan lengas dalam
tanah. Dalam hal ini akan terbentuk lingkungan mikro
dalam suatu struktur tanah. Mikroba akan membentuk
mikrokoloni dalam struktur tanah tersebut, dengan tempat
pertumbuhan yang sesuai dengan sifat mikroba dan
lingkungan yang diperlukan. Dalam suatu struktur tanah
dapat dijumpai berbagai mikrokoloni seperti mikroba
heterotrof pengguna bahan organik maupun bakteri
autotrof,dan bakteri aerob maupun anaerob. Untuk
kehidupannya, setiap jenis mikroba mempunyai
kemampuan untuk merubah satu senyawa menjadi
senyawa lain dalam rangka mendapatkan energi dan
nutrien. Dengan demikian adanya mikroba dalam tanah
menyebabkan terjadinya daur unsur-unsur seperti karbon,
nitrogen, fosfor dan unsur lain di alam.

Sumber:
http://sumarsih07.files.wordpress.com/2008/11/vi-
mikroba-dan-kesuburan-tanah.pdf ...... diunduh
23/6/2011

Lingkungan rhizosfer
Akar tanaman merupakan habitat yang baik bagi
pertumbuhan mikroba. Interaksi antara bakteri dan akar
tanaman akan meningkatkan ketersediaan hara bagi
keduanya. Permukaan akar tanaman disebut rhizoplane.
Sedangkan rhizosfer adalah selapis tanah yang
menyelimuti permukaan akar tanaman yang masih
dipengaruhi oleh aktivitas akar. Tebal tipisnya lapisan
rhizosfer antar setiap tanaman.
Rhizosfer merupakan habitat yang sangat baik bagi
pertumbuhan mikroba oleh karena akar tanaman
menyediakan berbagai bahan organik yang umumnya
menstimulir pertumbuhan mikroba. Bahan organik yang
dikeluarkan oleh akar dapat
1. Eksudat akar: bahan yang dikeluarkan dari
aktivitas sel akar hidup seperti gula, asam
amino, asam organik, asam lemak dan sterol,
factor tumbuh, nukleotida, flavonon, enzim , dan
miscellaneous.
2. Sekresi akar: bahan yang dipompakan secara
aktif keluar dari akar.
3. Lisat akar: bahan yang dikeluarkan secara pasif
saat autolisis sel akar.
4. Musigel : bahan sekresi akar, sisa sel
epidermis, sel tudung akar yang bercampur
dengan sisa sel mikroba, produk metabolit,
koloid organik dan koloid anorganik.

Enzim utama yang dihasilkan oleh akar adalah


oksidoreduktase, hidrolase, liase, dan transferase.
Sedang enzim yang dihasilkan oleh mikroba di rhizosfer
adalah selulase, dehidrogenase, urease, fosfatase dan
sulfatase.
Dengan adanya berbagai senyawa yang
menstimulir pertumbuhan mikroba, menyebabkan jumlah
mikroba di lingkungan rhizosfer sangat tinggi.
Perbandingan jumlah mikroba dalam rhizosfer (R) dengan
tanah bukan rhizosfer (S) yang disebut nisbah R/S, sering
digunakan sebagai indeks kesuburan tanah. Semakin
subur tanah, maka indeks R/S semakin kecil, yang
menandakan nutrisi dalam tanah bukan rhizosfer juga
tercukupi (subur). Sebaliknya semakin tidak subur tanah,
maka indeks R/S semakin besar, yang menandakan
nutrisi cukup hanya di lingkungan rhizosfer yang berasal
dari bahan organik yang dikeluarkan akar, sedang di
tanah non-rhizosfer nutrisi tidak mencukupi (tidak subur).
Nilai R/S umumnya berkisar antara 5-20.
Mikroba rhizosfer dapat memberi keuntungan bagi
tanaman, oleh karena:
1. Mikroba dapat melarutkan dan menyediakan
mineral seperti N,P, Fe dan unsur lain.
2. Mikroba dapat menghasilkan vitamin, asam
amino, auxin dan giberelin yang dapat
menstimulir pertumbuhan tanaman.
3. Mikroba yang patogenik dengan menghasilkan
antibiotik.

Pseudomonadaceae merupakan kelompok bakteri


rhizosfer (rhizobacteria) yang dapat menghasilkan
senyawa yang dapat menstimulir pertumbuhan tanaman.
Contoh spesies yang telah banyak diteliti dapat
merangsang pertumbuhan tanaman adalah Pseudomonas
fluorescens.
Pembentukan Tanah.

Tanah merupakan tubuh-alamiah yang tersusun atas


lapisan (horison tanah) yang beragam ketebalannya, berbeda
dengan bahan induk dalam hal sifat-sifat morfologi, fisika,
kimia, dan karakteristik mineraloginya. Tanah terdiri dari partikel
pecahan batuan yang telah diubah oleh proses kimia dan
lingkungan yang meliputi pelapukan dan erosi. Tanah berbeda
dari batuan induknya karena interaksi antara, hidrosfer
atmosfer litosfer, dan biosfer. Ini adalah campuran dari
konstituen mineral dan organik yang dalam keadaan padat, gas
dan air.
Partikel tanah tampak longgar, membentuk struktur
tanah yang penuh dengan ruang pori. Pori-pori mengandung
larutan tanah (cair) dan udara (gas). Oleh karena itu, tanah
sering diperlakukan sebagai system. Kebanyakan memiliki
kepadatan antara 1 dan 2 g / cm .
Tanah dapat berasal dari batuan induk (batuan beku,
batu sedimen tua, batuan metamorfosa) yang melapuk atau
dari bahan-bahan yang lebih lunak dan lepas seperti abu
volkan, bahan endapan baru dan lain-lain. Melalui proses
pelapukan, permukaan batuan yang keras menjadi hancur dan
berubah menjadi bahan lunak (longgar) yang disebut dengan
regolit. Selanjutnya melalui proses pembentukan tanah, bagian
atas regolit berubah menjadi tanah. Proses pelapukan
mencakup beberapa hal yaitu pelapukan secara fisik, biologik-
meknik dan kimia..
Faktor pembentukan tanah, atau pedogenesis, adalah
efek gabungan proses fisik, kimia, biologi, dan antropogenik
pada bahan induk tanah. Genesis tanah melibatkan proses
yang mengembangkan lapisan atau horizon dalam profil tanah.
Proses ini melibatkan penambahan, kehilangan, transformasi
dan translokasi bahan yang membentuk tanah. Mineral yang
berasal dari batuan lapuk mengalami perubahan yang
menyebabkan pembentukan mineral sekunder dan senyawa
lainnya yang larut dalam air, konstituen tersebut dipindahkan
(translokasi) dari satu bagian tanah ke daerah lain oleh air dan
aktivitas organisme. Perubahan dan pergerakan material di
dalam tanah menyebabkan terbentuknya horison tanah yang
khas.
Pelapukan batuan induk menghasilkan bahan induk
tanah. Contoh perkembangan tanah dari bahan induknya
terjadi pada aliran lava baru-baru ini di wilayah hangat di
bawah hujan lebat dan sangat sering. Dalam iklim seperti itu,
tumbuhan sangat cepat berkembang pada lava basaltik,
meskipun kandungan bahan organiknya sangat sedikit.
Tumbuhan didukung oleh batuan yang porus yang
mengandung air dan unsure hara. Akar tanaman tumbuh
berkembang, seringkali bersimbiosis dengan dengan mikoriza,
secara bertahap merimbak marterial lava dan bahan organik
tanah akan terakumulasi.
Lima faktor pembentuk tanah adalah : bahan induk,
iklim regional, topografi, potensi biotik dan waktu.
Bahan yang membentuk tanah disebut bahan induk
tanah. Bahan ini meliputi: lapukan batuan dasar primer; bahan
sekunder diangkut dari lokasi lain, misalnya colluvium dan
aluvium; deposit yang sudah ada tetapi campuran atau diubah
dengan cara lain - formasi tanah tua, bahan organik termasuk
gambut atau humus alpine; dan bahan antropogenik, seperti
timbunan sampah atau tambang. Beberapa tanah langsung
dari pemecahan bebatuan yang mendasarinya mereka
kembangkan di tempatnya, tanah ini sering disebut "tanah
residu", dan memiliki sifat kimia umum yang sama seperti
batuan induknya.
Kebanyakan tanah berasal dari bahan-bahan yang telah
diangkut dari lokasi lain oleh angin, air dan gravitasi. Beberapa
di antaranya telah mengalami perpindahan dari jarak yang
jauh, atau hanya beberapa meter. Bahan yang tertiup angin
disebut loess
Pelapukan merupakan tahap pertama dalam mengubah
bahan induk menjadi bahan tanah. Pada tanah yang terbentuk
dari batuan dasar, dapat terbentuk lapisan tebal bahan lapuk
disebut saprolit. Saprolit adalah hasil proses pelapukan yang
meliputi: hidrolisis (penggantian kation mineral dengan ion
hidrogen), khelasi dari senyawa organik, hidrasi (penyerapan
air dengan mineral), solusi mineral dengan air, dan proses fisik
yang mencakup pembekuan dan pencairan atau pembasahan
dan pengeringan. Komposisi mineralogi dan kimia dari bahan
batuan dasar utama, ditambah sifat-sifat fisik, termasuk ukuran
butir dan derajat konsolidasi, laju dan jenis pelapukan,
semuanya mempengaruhi sifat-sifat bahan tanah yang
dihasilkannya.
Proses pembentukan tanah diawali dari pelapukan
batuan induknya, pelapukan fisik dan pelapukan kimia. Dari
proses pelapukan ini, batuan induk akan menjadi lebih lunak,
longgar dan berubah komposisinya. Pada tahap ini batuan
yang lapuk belum dikatakan sebagai tanah, tetapi sebagai
bahan induk tanah (regolith) karena masih menunjukkan
struktur batuan induk. Proses pelapukan terus berlangsung
hingga akhirnya bahan induk tanah berubah menjadi tanah.
Proses pelapukan ini menjadi awal terbentuknya tanah.
Sehingga faktor yang mendorong pelapukan juga berperan
dalam pembentukan tanah.
Curah hujan dan sinar matahari berperan penting dalam
proses pelapukan fisik, kedua faktor tersebut merupakan
komponen iklim. Sehingga dapat disimpulkan bahwa salah satu
faktor pembentuk tanah adalah iklim. Ada beberapa faktor lain
yang memengaruhi proses pembentukan tanah, yaitu
organisme, bahan induk, topografi, dan waktu. Faktor-faktor
tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.

Profil Tanah

Secara ekologis tanah tersusun oleh tiga kelompok


material, yaitu material hidup (faktor biotik) berupa biota (jasad-
jasad hayati), faktor abiotik berupa bahan organik, faktor abiotik
berupa pasir (sand), debu, (silt), dan liat (clay). Umumnya
sekitar 5% penyusun tanah berupa biomass (bioti dan abioti),
berperan sangat penting karena mempengaruhi sifat kimia,
fisika dan biologi tanah.
Ekologi tanah mempelajari hubungan antara biota tanah
dan lingkungan, serta hubungan antara lingkungan serta biota
tanah. Secara berkesinambungan hubungan ini dapat saling
menguntungkan satu sama lain, dan dapat pula merugikan satu
sama lain.
Organisme Tanah.
Organisme tanah atau disebut juga biota tanah
merupakan semua makhluk hidup baik hewan (fauna) maupun
tumbuhan (flora) yang seluruh atau sebagian dari fase
hidupnya berada dalam sistem tanah.

Organisme tanah dapat menguntungkan


petani karena mereka memperbaiki
kesuburan tanah dan dapat membantu
ketersediaan hara bagi tanaman dan
membantu pengendalian hama penyakit.
Organisme tanah memerlukan makanan,
oksigen, air, dan habitat yang layak untuk
tumbuh.
Petani dapat memperkaya organisme tanah
dengan jalan menyediakan penutup tanah
organic yang cukup, menambah bahan
organik ke dalam tanah, memelihara
drainase tanah yang baik, dan menghindari
pengolahan tanah yang berlebihan.
Di bawah permukaan tanah terdapat satu
dunia lain yang penuh dengan jasad hidup
atau organisme tanah. Organisme tanah ini
berfungsi sebegai tenaga kerja bagi para
petani karena mereka membantu
menyediakan ketersediaan hara yang
dibutuhkan tanaman dan memperbaiki
struktur tanah.

Pengelompokan Organisme Tanah

Ada beberapa jenis organisme tanah, diantaranya


adalah:
1. Pemecah bahan organik seperti slaters (spesies Isopoda),
tungau (mites), kumbang, dan collembola yang memecah-
mecah bahan organic yang besar menjadi bagian-bagian
kecil.
2. Pembusuk (decomposer) bahan organik seperti jamur dan
bakteri yang memecahkan bahan-bahan cellular.
3. Organisme bersimbiosis hidup pada/di dalam akar tanaman
dan membantu tanaman untuk mendapatkan hara dari
dalam tanah. Mycorrhiza bersimbiosis dengan tanaman dan
membantu tanaman untuk mendapatkan hara posfor,
sedangkan rhizobium membantu tanaman untuk
mendapatkan nitrogen.
4. Pengikat hara yang hidup bebas seperti alga dan
azotobakter mengikat hara di dalam tanah.
5. Pembangun struktur tanah seperti akar tanaman, cacing
tanah, ulat-ulat, dan jamur semuanya membantu mengikat
partikel-partikel tanah sehingga struktur tanah menjadi
stabil dan tahan terhadap erosi.
6. Patogen seperti jenis jamur tertentu, bakteri dan nematoda
dapat menyerang jaringan tanaman.
7. Predator atau pemangsa, termasuk protozoa, nematoda
parasite dan jenis jamur tertentu, semuanya memangsa
organisme tanah yang lain sebsagai sumber makanan
mereka.
8. Occupant / penghuni adalah jenis organisme tanah yang
menggunakan tanah sebagai tempat tinggal sementara
pada tahap siklus hidup tertentu, seperti ulat (larvae) dan
telur cacing.

Klasifikasi organism tanah

Micro-organisme Microflora <5 m Bacteria


Fungi

Microfauna <100 m Protozoa


Nematodes

Macro- Meso- 100 m - 2 Springtails


organisme organisms mm Mites

Macro- 2 - 20 mm Earthworms
organisms Millipedes
Woodlice
Snails and slugs

Tumbuhan Algae 10 m

Roots > 10 m
Catatan: Partikel liat lebih kecil dari 2 m.
Sumber Swift, Heal and Anderson, 1979.

Berdasarkan peranannya, organisme tanah dibagi


menjadi tiga kelompok, yaitu: (a) organisme yang
menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, (b) organisme yang merugikan tanaman, dan (c)
organisme yang tidak menguntungkan dan tidak merugikan.
Contoh organisme tanah yang menguntungkan:
1. Organisme tanah yang dapat menyumbangkan
nitrogen ke tanah dan tanaman, yaitu: bakteri
pemfiksasi nitrogen (Rhizobium, Azosphirillum,
Azotobacter, dll),
2. Organisme tanah yang dapat melarutkan fosfat,
yaitu: bakteri pelarut fosfat (Pseudomonas) dan
fungi pelarut fosfat,
3. Organisme tanah yang dapat meningkatkan
ketersediaan hara bagi tanaman, yaitu: cacing
tanah.

Salah satu organisme tanah yang umum dijumpai


adalah cacing tanah. Cacing tanah mempunyai arti penting
bagi lahan pertanian. Lahan yang banyak mengandung cacing
tanah akan menjadi subur. Cacing tanah juga dapat
menigkatkan daya serap air permukaan. Secara singkat dapat
dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan memper-
tahankan struktur tanah agar tetap gembur. Biota tanah lain
yang umum dijumpai adalah Arthropoda. Arthropoda
merupakan fauna tanah yang macam dan jumlahnya cukup
banyak, yang paling menonjol adalah springtail dan kutu.
Fauna tanah ini mempunyai kerangka luar yang dihubungkan
dengan kaki, sebagian besar mempunyai semacam sistem
peredaran darah dan jantung.
Aktivitas biota tanah dapat meningkatkan kesuburan
tanah. Aktivitas biota tanah dapat diukur dengan mengukur
besar respirasi di dalam tanah. Respirasi yaitu suatu proses
pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber energi
melalui proses kimia dengan menggunakan oksigen. Dari
respirasi akan dihasilkan energi kimia ATP untak kegiatan
kehidupan, seperti sintesis (anabolisme), gerak, pertumbuhan.

Pentingnya Organisme Tanah

Beberapa fungsi penting dari organism tanah (biota)


adalah:

Fungsi-fungsi Organisme yang terlibat


Memelihara struktur Bioturbating invertebrates and plant roots;
tanah mycorrhizae and some other micro-
organisms
Regulasi proses Most bioturbating invertebrates and plant
hidrologis roots
Pertukaran gas dan Mostly micro-organisms and plant roots;
sequestration karbon some C protected in large compact
(akumulasi dalam biogenic invertebrate aggregates
tanah)
Detoksifikasi tanah Mostly micro-organisms
Siklus unsure hara Mostly micro-organisms and plant roots;
some soil- and litter-feeding invertebrates
Dekomposisi bahan Various saprophytic and litter-feeding
organic invertebrates (detritivores); fungi; bacteria;
actinomycetes and other micro-organisms
Mengendalikan Plants; mycorrhizae and other fungi;
gangguan hama- nematodes; bacteria and various other
parasit-penyakit micro-organisms; collembolan; earthworms;
various predators
Sumber makanan dan Plant roots; various insects (crickets; beetle
obat-obatan larvae; ants; termites); earthworms;
vertebrates; micro-organisms and their by-
products
Hubungan Symbiotic Rhizobia; mycorrhizae; actinomycetes;
dan asymbiotic dengan diazotrophic bacteria and various other
tanaman dan akarnya rhizosphere micro-organisms; ants
Mengontrol Direct effects: plant roots; rhizobia;
pertumbuhan tanaman mycorrhizae; actinomycetes; pathogens;
(positive dan negative) phytoparasitic nematodes; rhizophagous
insects; plant-growth promoting rhizosphere
micro-organisms; biocontrol agents Indirect
effects: most soil biota

Mikroba tanah sangat penting bagi pertumbuhan


tanaman. Mereka memperbanyak diri dan aktif membantu
penyediaan unsure hara bagi tanaman melalui proses
simbiosis dengan jalan melepaskan unsur hara yang terikat
menjadi bentuk yang tersedia bagi akar tanaman. Mikroba
tanah ini juga mempunyai peran aktif melindungi tanaman
melawan penyakit soil-borne diseases.
Pentingnya organism tanah (Sumber:
http://xtekh.aabiotekh.com/nutri_cycle.htm .....
duiakses 27/6/2011)

Mendaur ulang bahan organik tanah


Organisme tanah mendaur ulang (recycle) bahan
organik dengan cara memakan bahan tanaman dan hewan
yang mati, kotoran hewan dan organisme tanah yang lain.
Mereka memecah bahan organik menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil sehingga dapat dibusukkan oleh jasad renik seperti
jamur dan bakteri. Ketika mereka memakan bahan organik,
sisa makanan dan kotoran mereka dapat membantu perbaikan
struktur dan kesuburan tanah.

Decomposition of organic matter is largely a


biological process that occurs naturally. Its
speed is determined by three major factors: soil
organisms, the physical environment and the
quality of the organic matter (Brussaard, 1994).
In the decomposition process, different products
are released: carbon dioxide (CO2), energy,
water, plant nutrients and resynthesized organic
carbon compounds. Successive decomposition of
dead material and modified organic matter
results in the formation of a more complex
organic matter called humus. This process is
called humification. Humus affects soil
properties. As it slowly decomposes, it colours
the soil darker; increases soil aggregation and
aggregate stability; increases the CEC (the
ability to attract and retain nutrients); and
contributes N, P and other nutrients.

Siklus bahan organic tanah (Sumber:


http://www.fao.org/docrep/009/a0100e/a0100e00.gif .....
diunduh 27/4/2011)

Organisme tanah membantu meningkatkan


ketersediaan hara bagi tanaman.
Ketika organisme tanah memakan bahan organik atau
makanan yang lain, sebagian hara yang tersedia disimpan
didalam tubuh mereka dan hara yang tidak diperlukan,
dikeluarkan didalam kotoran mereka (sebagai contoh,
phosphor dan nitrogen). Hara di dalam kotoran orgnisma tanah
ini dapat diserap oleh akar tanaman.
Sebagian organisme tanah membina hubungan
simbiosis dengan akar tanaman dan dapat membantu akar
tanaman menyerap lebih banyak unsur hara dibandingkan
kalau tidak ada kerjasama dengan organisme tanah. Sebagai
contoh adalah mycorrhiza, yang membantu tanaman untuk
menyerap lebih banyak posfor, sedangkan rhizobia membantu
tanaman untuk menyerap lebih banyak nitrogen.

Organisme tanah memperbaiki struktur tanah


Bahan sekresi dari organisme tanah dapat mengikat
partikel-partikel tanah menjadi agregate yang lebih besar.
Contohnya, bakteri mengeluarkan kotoran yang berbentuk dan
bersifat seperti perekat (organic gum). Jamur-jamuran
memproduksi bahan berupa benang-benang halus yang
disebut hifa. Zat perekat dari bakteri dan hifa jamur dapat
mengikat partikel-partikel tanah secara kuat sehingga agregate
tanah yang besar pun tidak mudah pecah walaupun basah.
Agregate tanah yang besar tersebut dapat menyimpan air
tanah dalam pori-pori halus di antara partikel-partikel tanah
untuk digunakan oleh tanaman. Dalam keadaan air berlebihan,
air dapat dengan mudah mengalir keluar melalui pori-pori besar
diantara agregateagregate tanah yang besar.
Organisme tanah yang lebih besar dapat memperbaiki
struktur tanah dengan cara membuat saluran-saluran (lubang-
lubang) di dalam tanah (contohnya lubang cacing), dan
membantu mengaduk-aduk dan mencampur baurkan partikel-
partikel tanah, sehingga aerasi (aliran udara) tanah menjadi
lebih baik. Pembuatan saluran-saluran dan lubang-lubang ini
memperbaiki infiltrasi dan pergerakan air didalam tanah, serta
drainase.
Struktur tanah (Sumber: http://www.nanik.al-
unib.net/2011/02/struktur-tanah/ .. diunduh 26/5/2011)

Soil organisms are responsible for soil structure.


Biologically created structure improves water
holding capacity, equally preventing leaching of
nutrients as the nutrients are bound in the bodies
of the organisms. Chemical fertiliser, to the
contrary, is highly water soluble and leaches very
easily. Soils with a healthy micro biological
population prevent soil erosion. Soil particles are
glued together in a porous granule structures,
micro-aggregate, so even heavy rainfall can not
displace them.
Genesis struktur tanah (Sumber:
http://ghort.nl/images/thumbs/korrelstruct.jpg)

Organisme tanah dapat membantu mengendalikan


gangguan hama dan penyakit
Organisme tanah yang memakan organisme lain yang
lebih kecil dapat menekan serangan hama penyakit dengan
cara mengontrol jenis dan jumlah organisme di dalam tanah.

Pengelolaan lahan pertanian yang dapat


memperkaya organisme tanah
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan para petani
untuk meningkatkan kegiatan organisme tanah di lahan
mereka, diantaranya adalah:

Menyediakan makanan.
Petani dapat menyediakan bahan makanan untuk
organisme tanah dengan cara memelihara tanaman penutup
tanah dan menambah bahan organik seperti mulsa, kompos,
merang, pupuk hijau, dan pupuk kandang ke dalam tanah yang
mereka kelola.
Bahan organic menjadi makanan organism tanah
(Sumber:
http://2.bp.blogspot.com/_AJnRBYfjyYo/TS0F2qc0SmI/A
AAAAAAACdY/qXqR9vs5_sU/s1600/soil-life.jpg .....
diunduh 23/5/2011)

Menyediakan cukup oksigen (aerasi tanah yang


baik).
Seperti mahluk hidup yang lain, organisme tanah
membutuhkan cukup oksigen untuk hidup. Petani dapat
menjamin ketersediaan oksigen yang cukup untuk organisme
tanah dengan cara mencegah pemadatan tanah. Pemadatan
tanah dapat mengurangi pori-pori tanah sehingga ketersedian
udara menjadi lebih sedikit. Pemadatan tanah dapat terjadi
apabila tanah diinjak-injak oleh hewan dan manusia atau dilalui
mesin-mesin berat secara berlebihan (trampling), terutama
pada saat tanah sedang basah.

Menyediakan air.
Organisme tanah juga membutuhkan air dalam jumlah
tertentu. Tetapi kalau terlalu banyak air (dalam tanah yang
jenuh), mereka bisa mati karena kekurangan oksigen. Petani
dapat mengatur ketersediaan air didalam tanah dengan cara
memperbaiki struktur tanah. Aggergate tanah yang lebih besar
dapat menyimpan air di dalam pori-pori halus, dan dapat
mengeluarkan kelebihan air melalui pori-pori besar. Drainase
yang cukup di lahan yang banjir juga dapat memperbaiki
kondisi tanah untuk habitat organisme tanah.

Melindungi habitat biota.


Petani dapat mendukung kehidupan organisme tanah
dengan cara melindungi habitat mereka. Pemeliharaan
tanaman penutup tanah adalah cara yang terbaik untuk
melindungi habitat organisme tanah dari bahaya kekeringan.
Penggunaan mulsa juga dapat melindungi habitat mereka.
Penggunaan mulsa organik dapat juga berfungsi sebagai
sumber makanan bagi organisme tanah. Musa plastik dapat
mengurangi resiko penyakit dan hama tertentu karena mulsa
tersebut cenderung meningkatkan suhu permukaan tanah dan
dapat menghambat pergerakan hama dari tanah ke tanaman.
Tetapi mulsa plastik tidak dapat meningkatkan bahan organik
tanah sehingga pendauran ulang unsur hara tidak terjadi. Cara
yang lain adalah dengan pengolahan tanah yang tepat guna.
Pengolahan tanah yang berlebihan dapat merusak pori-pori
tanah dimana organisme tanah hidup.

Cacing Tanah

Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti


penting, misalnya bagi lahan pertanian. Lahan yang banyak
mengandung cacing tanah akan menjadi subur, sebab kotoran
cacing tanah yang bercampur dengan tanah telah siap untuk
diserap akar tumbuh-tumbuhan. Cacing tanah juga dapat
menigkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang yang
dibuat oleh cacing tanah meningkatkan konsentrasi udara
dalam tanah. Disamping itu pada saat musim hujan lubang
tersebut akan melipatgandakan kemampuan tanah menyerap
air. Secara singkat dapat dikatakan cacing tanah berperan
memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah agar tetap
gembur.
Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab,
subur dan suhunya tidak terlalu dingin. Untuk pertumbuhannya
yang baik, cacing ini memerlukan tanah yang sedikit asam
sampai netral atau pH 6-7,2. Kulit cacing tanah memerlukan
kelembabancukup tinggi agar dapat berfungsi normal dan tidak
rusak yaitu berkisar 15% - 30%. Suhu yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan antara 15oC-25oC
(Anonimous, 2010b).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekologis cacing
tanah meliputi : (a) kemasaman (pH) tanah, (b) kelengasan
tanah, (c) temperatur, (d) aerasi dan CO2, (e) bahan organik,
(f) jenis tanah, dan (g) suplai nutrisi (Hanafiah, dkk, 2007).
Sebanyak 85 % dari berat tubuh cacing tanah berupa air,
sehingga sangatlah penting untuk menjaga media
pemeliharaan tetap lembab (kelembaban optimum berkisar
antara 15 - 30 %). Tubuh cacing mempunyai mekanisme untuk
menjaga keseimbangan air dengan mempertahankan
kelembaban di permukan tubuh dan mencegah kehilangan air
yang berlebihan. Cacing yang terdehidrasi akan kehilangan
sebagian besar berat tubuhnya dan tetap hidup walaupun
kehilangan 70 - 75 % kandungan air tubuh. Kekeringan yang
berkepanjangan memaksa cacing tanah untuk bermigrasi ke
lingkungan yang lebih cocok. Kelembaban sangat diperlukan
untuk menjaga agar kulit cacing tanah berfungsi normal. Bila
udara terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk
menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam lubang
dalam tanah, berhenti mencari makan dan akhirnya akan mati.
Bila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu banyak air, cacing
tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran
udaranya (aerasinya) baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah
mengambil oksigen dari udara bebas untuk pernafasannya
melalui kulit. Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15% sampai
30% (Anonimous, 2010a).
Cacing tanah keluar permukaan hanya pada saat-saat
tertentu. Pada siang hari, cacing tanah tidak pernah keluar
kepermukaan tanah, kecuali jika saat itu terjadi hujan yang
cukup menggenangi liangnya. Cacing tanah takut keluar pada
siang hari karena tidak kuat terpapar panas matahari terlalu
lama. Pemanasan yang terlalu lama menyebabkan banyak
cairan tubuhnya yang akan menguap. Cairan tubuh cacing
tanah penting untuk menjaga tekanan osmotik koloidal tubuh
dan bahan membuat lendir. Lendir yang melapisi permukaan
tubuh salah satunya berfungsi memudahkan proses difusi
udara melalui permukaan kulit. Cacing tanah akan keluar
terutama pada pagi hari sesudah hujan. Hal ini dilakukan
karena sesaat setelah hujan, biasanya liang mereka terendam
air sehingga aerasi dalam liang tidak bagus sehingga mereka
keluar dalam rangka menghindari keadaan kesulitan bernafas
dalam liang. Cacing tanah juga tidak kuat bila terendam air
terlalu lama sehingga cendrung menghindar dari genangan air
yang dalam. Dalam keadaan normal mereka akan pergi
kepermukaan tanah pada malam hari. Pada malam suhu udara
tidak panas dan kelembaban udara tinggi sehingga cacing
tanah bisa bebas keluar untuk beraktivitas. Dalam keadaan
terlalu dingin atau sangat kering cacing tanah segera masuk
kedalam liang, beberapa cacing sering terdapat meligkar
bersama-sama dengan diatasnya terdapat lapisan tanah yang
bercampur dengan lendir. Lendir dalam hal ini berfungsi
sebagai isolator yang mempertahankan suhu tubuh cacing
tanah agar tidak terlalu jauh terpengaruh oleh suhu lingkungan.
Posisi melingkar dalam liang memperkecil kontak kulit dengan
udara sehingga memperkecil pengaruh dari suhu udara luar
(Anonimous, 2010c).

Peranan Cacing Pada Perubahan Sifat Fisik Tanah


Aktivitas cacing tanah yang mempengaruhi struktur
tanah meliputi : (1) pencernaan tanah, perombakan bahan
organik, pengadukannya dengan tanah, dan produksi
kotorannya yang diletakkan dipermukaan atau di dalam tanah,
(2) penggalian tanah dan transportasi tanah bawah ke atas
atau sebaliknya, (3) selama proses (1) dan (2) juga terjadi
pembentukan agregat tanah tahan air, perbaikan status aerase
tanah dan daya tahan memegang air (Hanafiah, dkk, 2007).
Cacing penghancur serasah (epigeic) merupakan
kelompok cacing yang hidup di lapisan serasah yang letaknya
di atas permukaan tanah, tubuhnya berwarna gelap, tugasnya
menghancurkan seresah sehingga ukurannya menjadi lebih
kecil. Cacing penggali tanah (anecic dan endogeic) merupakan
cacing jenis penggali tanah yang hidup aktif dalam tanah,
walaupun makanannya berupa bahan organik di permukaan
tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam tanah.
Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur
serasah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah,
dan meninggalkan liang dalam tanah Kelompok cacing ini
membuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan
tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara
lainnya dari pada tanah sekitarnya (Hairiah, dkk, 1986).
Cacing mampu menggali lubang di sekitar permukaan
tanah sampai kedalaman dua meter dan aktivitasnya
meningkatkan kadar oksigen tanah sampai 30 persen,
memperbesar pori-pori tanah, memudahkan pergerakan akar
tanaman, serta meningkatkan kemampuan tanah untuk
menyerap dan menyimpan air. Zat-zat organik dan fraksi liat
yang dihasilkan cacing bisa memperbaiki daya ikat antar
partikel tanah sehingga menekan terjadinya proses
pengikisan/erosi hingga 40 persen (Kartini, 2008).

Arthropoda Tanah
Arthropoda merupakan fauna tanah yang macam dan
jumlahnya cukup banyak, yang paling menonjol adalah
springtail dan kutu. Fauna tanah ini mempunyai kerangka luar
yang dihubungkan dengan kaki, sebagian besar mempunyai
semacam sistem peredaran darah dan jantung (Hanafiah, dkk,
2007).
Arthropoda adalah filum yang paling besar dalam dunia
hewan dan mencakup serangga, laba-laba, udang, lipan dan
hewan sejenis lainnya. Arthropoda adalah nama lain hewan
berbuku-buku. Empat dari lima bagian (yang hidup hari ini) dari
spesies hewan adalah arthropoda, dengan jumlah di atas satu
juta spesies modern yang ditemukan dan rekor fosil yang
mencapai awal Cambrian. Arthropoda biasa ditemukan di laut,
air tawar, darat, dan lingkungan udara, serta termasuk berbagai
bentuk simbiotis dan parasit. Hampir dari 90% dari seluruh
jenis hewan yang diketahui orang adalah Arthropoda.
Arthropoda dianggap berkerabat dekat dengan Annelida,
contohnya adalah Peripetus di Afrika Selatan (Anonimous,
2010d).
Keanekaragaman jenis arthropoda tanah secara
meruang-mewaktu berhubungan dengan keadaan
faktor lingkungan abiotik pada setiap komunitas
tumbuhan yaitu ketebalan serasah, kandungan bahan
organik, pH tanah dan suhu udara (Subahar dan
Adianto, 2008).

Mikroba Tanah

Di tanah terdapat milyaran mikrobia misalnya bakteri,


fungi, alga, protozoa, dan virus. Tanah merupakan lingkungan
hidup yang amat kompleks. Kotoran dan jasad hewan serta
jaringan tumbuhan akan terkubur dalam tanah. Semuanya
memberi konstribusi dalam menyuburkan tanah. Proses
penyuburan tanah ini dibantu oleh mikrobia. Tanpa mikrobia,
semua jasad tidak akan hancur. Salut untuk mikrobia tanah
yang mampu menyeimbangkan kelangsungan hidup di bumi.
Jumlah dan jenis mikrobia dalam tanah bergantung pada
jumlah dan jenis, kelembaban, tingkat aerasi, suhu, pH, dan
pengolahan dapat menambah jumlah mikrobia tanah.
Mikrobia tanah berupa bakteri melalui metode hitungan
mikroskopik langsung berjumlah milyaran setiap gram tanah,
sedangkan hitungan agar cawan diperoleh jutaan. Bakteri
umumnya bersifat heterotrof. Contohnya Actinomycetes yang
mencakup jenis-jenis Nocardia, Streptomyces, dan
Micromonospora. Organisme ini yang menyebabkan bau khas
tanah. Actinomycetes berperan menambah kesuburan tanah
dengan mengurai senyawa-senyawa kompleks dan mampu
membentuk senyawa antibiotik namun jumlahnya sedikit.
Antibiotik ini terdapat di sekitar sel-sel Actinomycetes saja.
Sedangkan Cyanobacteria berperan dalam transformasi batu-
batuan menjadi tanah dan asam-asam yang terbentuk dalam
proses metabolisme dapat melarutkan mineral-mineral
bebatuan.
Fungi berjumlah antara ratusan sampai ribuan per gram
tanah. Fungi berperan dalam meningkatkan struktur fisik tanah
dan dekomposisi bahan-bahan organik kompleks dari jaringan
tumbuhan seperti selulosa, lignin, dan pektin. Contohnya
Penicillium, Mucor, Rhizopus, Fusarium, Cladosporium,
Aspergillus, dan Trichomonas. Populasi alga lebih sedikit
dibanding fungi dan bakteri. Alga berperan dalam
mengakumulasi bahan-bahan organik akibat aktivitas
fotosintetik dan bila berasosiasi dengan fungi akan merombak
bebatuan menjadi tanah. Misalnya Chlorophyta (alga hijau) dan
Chrysophyta (diatom). Rhizosfer merupakan tempat pertemuan
antara tanah dengan akar tumbuhan. Jumlah mikrobia di
daerah perakaran lebih banyak dibanding tanah yang tidak
terdapat perakaran, karena di daerah perakaran terdapat
nutrien-nutrien seperti asam amino dan vitamin yang
disekresikan oleh jaringan akar.
Tanah dapat menyuburkan dirinya sendiri karena
keberadaan mikroba tanah. Ungkapan ini tidak berlebihan
apabila kita mengamati kehidupan mikroba di dalam tanah
yang bermanfaat memperbaiki kesuburan tanah. Saat ini sudah
dikenali sekitar dua juta mikroba tanah. Dari sekian mikroba
yang ditemukan, ada yang memiliki aktivitas pendukung
kesuburan tanaman -- sebagai pelarut P, pengikat N bebas,
penghasil faktor tumbuh, perombak bahan organik. Juga ada
mikroba yang menghasilkan biopestisida, perombak bahan
kimia agro (pestisida), mikroba resisten logam berat
(pengakumulasi dan pereduksi), mikroba perombak sianida,
dan mikroba agen denitrifikasi-nitrifikasi.
Tanah adalah habitat yang sangat kaya akan
keragaman mikroorganisme seperti bakteri, aktinomicetes,
fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah-tanah pertanian yang
subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah.
Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas
mikroba-mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah
memiliki peranan yang menguntungan bagi pertanian. Mikroba
tanah antara lain berperan dalam mendegradasi limbah-limbah
organik pertanian, re-cycling hara tanaman, fiksasi biologis
nitrogen dari udara, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan
tanaman, biokontrol patogen tanaman, membantu penyerapan
unsur hara tanaman, dan membentuk simbiosis
menguntungan.
Tiga unsur hara esensial bagi tanaman, yaitu Nitrogen
(N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas
mikroba tanah. Hara N sebenarnya tersedia melimpah di udara.
Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara
tidak dapat langsung diserap oleh tanaman. Tidak ada satupun
tanaman yang dapat menyerap N dari udara. N harus
difiksasi/ditambat oleh mikroba tanah dan diubah bentuknya
menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang
bersimbiosis dengan tanaman dan ada pula yang hidup bebas
di sekitar perakaran tanaman.
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan
unsur hara tanaman adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan
kalium (K). Tanah-tanah yang lama diberi pupuk superfosfat
(TSP/SP 36) umumnya kandungan P-nya cukup tinggi (jenuh).
Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena
terikat pada mineral liat tanah yang sukar larut. Di sinilah
peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan
P dari mineral liat tanah dan menyediakannya bagi tanaman.
Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain:
Aspergillus sp, Penicillium sp, Zerowilia lipolitika,
Pseudomonas sp. Mikroba yang berkemampuan tinggi
melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam
melarutkan K.
Beberapa mikroba tanah juga mampu menghasilkan
hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan
tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap
oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau
lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan
hormon tanaman, antara lain: Pseudomonas sp dan
Azotobacter sp.
Mikroba-mikroba tanah yang bermanfaat untuk
melarutkan unsur hara, membantu penyerapan unsur hara,
maupun merangsang pertumbuhan tanaman diformulasikan
dalam bahan pembawa khusus dan digunakan sebagai
biofertilizer untuk pertanian.
Hasil-hasil temuan bioteknologi terbaru, mikroba
antagonis seperti penyakit tular tanah dapat diubah secara
alamiah menjadi mikroba yang mempunyai kemampuan
menyediakan unsurunsur hara bagi tanaman dan melawan
penyakit, karena berperan sebagai produser antibiotik alias
dokter tanaman untuk penyakit tular tanah. Mikroba tersebut
diperoleh dengan cara isolasi dari alam yang kemudian
diperbanyak di laboratorium dan kemudian dapat dipakai
sebagai bahan pupuk hayati.
Misalnya Trichoderma dan Gliocladium, kedua mikroba
ini berperan pentiong dalam ketersediaan nutrisi tanaman
dalam tanah. Bio-aktifator yang berisi mikroba Trichoderma dan
Gliocladium sangat bermanfaat bagi tanaman, khususnya
dalam proses:
1. Mempercepat pematangan pupuk kandang dan
meningkatkan kesuburan tanah.
2. Meningkatkan ketegaran bibit tanaman
3. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
serangan penyakit layu (Fusarium sp) dan layu
bakteri (pseukdomonas sp) serta penyakit busuk
daun (Phytophthora sp), terutama pada tanaman
tomat, cabai, kubis dan kentang.
4. Mencegah terjadinya serangan penyakit rebah
kecambah (Pythium sp) dan Rhizoctonia, dan akar
gada (Plasmodiophora sp) pada pesemaian.
Fungsi Ekosistem Tanah
Respirasi Tanah

Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat


aktivitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi
(mikroorganisme) tanah merupakan cara yang pertama kali
digunakan untuk menentukan tingkat aktifitas mikroorganisme
tanah. Pengukuran respirasi telah mempunyai korelasi yang
baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas
mikroorganisme tanah seperti bahan organik tanah,
transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata jumlah
mikroorganisrne (Iswandi, 1989).
Penetapan respirasi tanah didasarkan pada penetapan :
(1). Jumlah CO2 yang dihasilkan, dan (2) Jumlah O2 yang
digunakan oleh mikroba tanah. Pengukuran respirasi ini
berkorelasi baik dengan peubah kesuburan tanah yang
berkaitar dengan. aktifitas mikroba seperti: (1) Kandungan
bahan organic; (2) Transformasi N atau P, (3) Hasil antara, (4)
pH, dan (5) Rata-rata jumlah mikroorganisme (Andre, 2010).
Respirasi tanah merupakan suatu proses yang terjadi
karena adanya kehidupan mikrobia yang melakukan aktifitas
hidup dan berkembang biak dalam suatu masa tanah. Mikrobia
dalam setiap aktifitasnya membutuhkan O2 atau mengeluarkan
CO2 yang dijadikan dasar untuk pengukuran respirasi tanah.
Laju respirasi maksimum terjadi setelah beberapa hari atau
beberapa minggu populasi maksimum mikrobia dalam tanah,
karena banyaknya populasi mikrobia mempengaruhi keluaran
CO2 atau jumlah O2 yang dibutuhkan mikrobia. Oleh karena
itu, pengukuran respirasi tanah lebih mencerminkan aktifitas
metabolik mikrobia daripada jumlah, tipe, atau perkembangan
mikrobia tanah (Ragil, 2009).
Adapun cara penetapan tanah di laboratorium lebih
disukai. Prosedur di laboratorium meliputi penetapan
pemakaian O2 atau jumlah CO2 yang dihasilkan dari sejumlah
contoh tanah yang diinkubasi dalam keadaan yang diatur di
laboratorium. Dua macam inkubasi di laboratorium adalah : 1)
Inkubasi dalam keadaan yang stabil (steady-stato), 2) Keadaan
yang berfluktuasi Untuk keadaan yang stabil, kadar air,
temperatur, kecepatan, aerasi, dan pengaturan ruangan harus
dilakukan dengan sebaik mungkin.
Peningkatan respirasi terjadi bila ada pembasahan dan
pengeringan, fluktuasi aerasi tanah selama inkubasi. Oleh
karena itu, peningkatan respirasi dapat disebabkan oleh
perubahan lingkungan yang luar biasa. Hal ini bisa tidak
mencerminkan keadaan aktivitas mikroba dalam keadaan
lapang, cara steady-stato telah digunakan untuk mempelajari
dekomposisi bahan organik, dalam penelitian potensi aktivitas
mikroba dalam tanah dan dalam perekembangan penelitian
(Iswandi, 1989).
Respirasi Tanah merupakan pencerminan populasi dan
aktifitas mikroba tanah. Metode respirasi tanah masih sering
digunakan karena cukup peka, konsisten, sederhana dan tidak
memerlukan alat yang canggih dan mahal. Pengukuran
respirasi tanah ditentukan berdasarkan keluaran CO2 atau
jumlah O2 yang dibutuhkan oleh mikrobia. Laju respirasi
maksimum biasanya terjadi setelah beberapa hari atau
beberapa hari atau beberapa minggu populasi maksimum
mikrobia. Oleh karena itu pengukuran respirasi tanah lebih
mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada jumlah,
tipe atau perkembangan mikrobia tanah. Respirasi
mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat aktivitas
mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme)
tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk
menentukan tingkat aktifitas mikroorganisme tanah.
Pengukuran respirasi telah mempunyai korelasi yang baik
dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas
mikroorganisme tanah seperti bahan organik tanah,
transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata jumlah
mikroorganisrne (Iswandi, 1989).

CO2 yang Dilepaskan Akar Tanaman

Tanah merupakan media tumbuh bagi tanaman yang di


dalamnya terdapat akar tanaman dan berbagai macam
mikroorganisme. Mikroorganisme dalam tanah biasanya
terkonsentrasi pada daerah sekitar perakaran karena akar
mengeluarkan beerbagai sekresi yang disebut dengan eksudat.
Akar tanaman dan mikroorganisme tanah berinteraksi dalam
penyerapan unsur hara yang terjadi di rizosfer. Interaksi yang
terjadi setiap panjang akar dan umur tanaman berbeda-beda
sehingga pemberian unsur hara tambahan yang akan diberikan
harus dilakukan pada kondisi yang tepat. Aktivitas
mikroorganisme dapat diketahui dengan mengukur respirasi
dan biomassa karbon mikroorganisme (C-organik) tanah
(Annisa, 2008).
Respirasi dapat digolongkan menjadi dua jenis
berdasarkan ketersediaan O2 di udara, yaitu respirasi aerob
dan respirasi anaerob. Respirasi aerob merupakan proses
respirasi yang membutuhkan O2, sebaliknya respirasi anaerob
merupakan proses repirasi yang berlangsung tanpa
membutuhkan O2. Respirasi banyak memberikan manfaat
bagi tumbuhan. Manfaat tersebut terlihat dalam proses
respirasi dimana terjadi proses pemecahan senyawa organik,
dari proses pemecahan tersebut maka dihasilkanlah senyawa-
senyawa antara yang penting sebagai pembentuk tubuh
meliputi asam amino untuk protein; nukleotida untuk asam
nukleat; dan prazat karbon untuk pigmen profirin (seperti
klorofil dan sitokrom), lemak, sterol, karotenoid, pigmen
flavonoid seperti antosianin, dan senyawa aromatik tertentu
lainnya, seperti lignin.
Primary Production Processes in Soils:
Roots and Rhizosphere Associates

Rhizosphere adalah daerah-sempit dalam tanah


yang secara langsung dipengaruhi sekresi akar dan
mikroba tanah yang berhubungan dengannya. Tanah
yang bukan baguian dari rizosfir lasimnya disebut dengan
istilah bulk soil. The rhizosphere contains many bacteria
that feed on sloughed-off plant cells, termed
rhizodeposition, and the proteins and sugars released by
roots. Protozoa and nematodes that graze on bacteria are
also more abundant in the rhizosphere. Thus, much of the
nutrient cycling and disease suppression needed by
plants occurs immediately adjacent to roots.

Distribusi mikroba dalam Rizosfer (Sumber:


http://heartspring.net/images/rhizosphere_mi
cro_organisms.jpg ..... diunduh 26/6/2011)

Akar merupakan organ tumbuhan yang tugas utamanya


adalah menyerap air dan unsure hara dari dalam tanah. Selain
itu ternyata akar juga mampu melepaskan beragam senyawa
organic dan anorganik ke lingkungan akar. Perubahan sifat
kimia tanah yang berhubungan dengan adanya eksudat akar ini
dan produk mikroba yang terkait merupakan factor penting
yang mempengaruhi populasi mikroba, ketersediaan hara,
kel;arutan unsur toksik dalam rizosfir, dan dengan demikian
mempengaruhi kemampuan tanaman untuk berinteraksi
dengankondisi kimia tanah yang buruk.
Deposisi senyawa organic rizosfir termasuk lysates,
yang dibebaskan oleh autolysis sel dan jaringan yang mati,
eksudat akar, yang dilepaskan sevara pasif (difusat) atau
secara aktif (sekresi) dari sel-sel akar yang masih hidup.

Model mekanisme yang terlibat dalam pelepasan eksudat akar.

Sumber: http://www-
mykopat.slu.se/Newwebsite/kurser/SUMMER05/READI
NG/Roemheld/NeumannRoemheld2.pdf ..... diunduh
26/6/2011

Root exudates detected in higher plants

Kelompok Komponen tunggalnya


senyawa
Sugars Arabinose, glucose, fructose, galactose, maltose,
raffinose, rhamnose, ribose, sucrose, xylose
Amino acids all 20 proteinogenic amino acids, aminobutyric acid,
and amides homoserine, cysrathionine, mugineic acid
phytosiderophores (mugineic acid, deoxy-mugineic
acid, hydroxymugineic acid, epi-hydroxymugineic
acid, avenic acid, distichonic acid A)
Aliphatic Formic, acetic, butyric, popionic, malic, citric, isocitric,
acids oxalic, fumaric, malonic, succinic, maleic, tartaric,
oxaloacetic, pyruvic, oxoglutaric, maleic, glycolic,
shikimic ,cis-aconitic, trans-aconitic, valeric, gluconic
Aromatic p-hydroxybenzoic, caffeic, p-coumaric, ferulic, gallic,
acids gentisic, protocatechuic, salicylic, sinapic, syringic
Miscellaneous Flavonols, flavones, flavanones, anthocyanins,
phenolics isoflavonoids
Fatty acids Linoleic, linolenic, oleic, palmitic, stearic
Sterols Campestrol, cholesterol, sitosterol, stigmasterol
Enzymes Amylase, invertase, cellobiase, desoxyruibonuclease,
ribonuclease, acid phosphatase, phytase,
pyrophosphatase apyrase, peroxidase, protease.
Micellaneous Vitamins, plant growth regulators (auxins, cytokinins,
gibberellins), alkyl sulphides, ethanol, H+,K+ Nitrate,
Phosphate, HCO3

Sumber: J. Rioval, and A.D.Hanson, 1993. Evidence for


a large and sustained glycolytic flux to lactate in
anoxic roots of some members of the halophytic genus
Limonium. Plant Physiol. 101: 553.
Peranan eksudat akar sebagai signaling
molecules untuk merangsang mycorrhizae atau
sebagai sumber phytohormone bagi bakteri tanah
(Marschner, 1995). (Sumber:
http://edu.griggbrothers.com/uploads/1/Rootgrap
hic_Page_1.jpg .. diunduh 27/6/2011)
Mekanisme eksklusi Al dasn detoksifikasinya di ujung akar.

Sumber: http://www-
mykopat.slu.se/Newwebsite/kurser/SUMMER05/READI
NG/Roemheld/NeumannRoemheld2.pdf ..... diuinduh
26/6/2011

Model for mechanisms involved in aluminium (Al)


exclusion and detoxification at the root apex.
A Enhanced solubilization of mononuclear Al species
from Al oxides and Al silicates in the soil matrix at
pH < 5.0.
B Al-induced stimulation of carboxylate exudation via
anion channels, charge-balanced by concomitant
release of K+.
C Formation of Al-carboxylate complexes in the
apoplasm; restricted root uptake and lower toxicity
of complexed Al.
D Al complexation in the mucilage layer
(polygalacturonates) and with Al-binding
polypeptides. Increased accumulation of Al-
chelating carboxylates in the mucilage layer due to
limited diffusion.
Proposed role of organic acid metabolism (citrate) in
genotypcal differences of rice in adaptation to high
levels of soil bicarbonate and low Zn availability (H.
Marschner, Mechanisms of manganese acquisition by
roots from soils. In: R. Graham, R.J. Hannam, and N.C.
Uren (eds., pp. 191, Manganese in soils and plants.
Kluwer Academic
Publishers, Norwell, Mass. USA (1988).).
Model mobilisasi Fe dan unsure mikro lainnya (Zn, Mn, Cu)
dalam rizosfer tanaman gramine

Sumber: http://www-
mykopat.slu.se/Newwebsite/kurser/SUMMER05/READI
NG/Roemheld/NeumannRoemheld2.pdf .. diunduh
27/6/2011)
Model for root-induced mobilization of iron and other
micronutrients (Zn, Mn, Cu) in the rhizosphere of
graminaceous (strategy II) plants (Marschner, 1995).
Enhanced biosynthesis of mugineic acids
(phytosiderophores, PS) in the root tissue
A Biosynthesis of PS
B Exudation of PS anions by vesicle transport or
via anion channels, charge-balanced by
concomitant release of K+.
C PS-induced mobilization of FeIII (MnII, ZnII,
CuII) in the rhizosphere by ligand exchange.
D Uptake of Metal-PS complexes by specific
transporters in the plasma membrane.
E Ligand exchange between microbial (M)
siderophores (SID) with PS in the rhizosphere.
F Alternative uptake of microelements mobilized
by PS after chelate splitting.
Model defisiensi Fe yang dipicu oleh perubahan fisiologi
akar dan kimiawi rizosfer

Sumber: http://www-
mykopat.slu.se/Newwebsite/kurser/SUMMER05/READI
NG/Roemheld/NeumannRoemheld2.pdf .. diunduh
27/6/2011)

Model for iron (Fe) deficiency-induced changes in root


physiology and rhizosphere chemistry associated with
Fe acquisition in strategy I plants (Marschner, 1995).
A Stimulation of proton extrusion by enhanced
activity of the plasmalemma ATPase --- FeIII
solubilization in the rhizosphere.
B Enhanced exudation of reductants and chelators
(carboxylates, phenolics) mediated by diffusion or
anion channels --- Fe solubilization by FeIII
complexation and FeIII reduction.
C Enhanced activity of plasma membrane (PM)-bound
FeIII reductase further stimulated by rhizosphere
acidification (A). Reduction of FeIII chelates,
liberation of FeII.
D Uptake of FeII by a PM-bound FeII transporter.
Model defisiensi P yang dipicu oleh perubahan fisiologis yang
berkaitan dengan pelepasan eksudat akar yang memobilisasi P.

Sumber: http://www-
ykopat.slu.se/Newwebsite/kurser/SUMMER05/
READING/Roemheld/NeumannRoemheld2.pdf ..
diunduh 27/6/2011)
Model for phosphorus (P) deficiency-induced physiological
changes associated with the release of P-mobilizing root
exudates in cluster roots of white lupin. Solid lines indicate
stimulation, and dotted lines inhibition of biochemical
reaction sequences or metabolic pathways in response to P
deficiency. SS = Sucrose synthase; FK = Fructokinase; PGM
= Phosphoglucomutase; PEP = Phosphoenolpyruvate; PEPC
= PEP-carboxylase; MDH = Malate dehydrogenase; ME =
Malic enzyme; CS = Citrate synthase; PDC = Pyruvate
decarboxylase; ALDH = alcohol dehydrogenase; E-4-P =
Erythrose-4-phosphate; DAHP =
Dihydroxyacetonephosphate; APase = Acid phosphatase.
Secondary Production:
Activities and Functions of Heterotrophic
Organisms--Microbes
Secondary Production:
Activities and Functions of Heterotrophic
Organisms--The Soil Fauna
Dekomposisi dan Siklus Hara
Dekomposisi bahan organik
Karbon didaur secara aktif antara CO 2 anorganik
dan macam-macam bahan organik penyusun sel hidup.
Metabolisme ototrof jasad fotosintetik dan
khemolitotrof menghasilkan produksi primer dari
perubahan CO2 anorganik menjadi C-organik.
Metabolisme respirasi dan fermentasi mikroba
heterotrof mengembalikan CO2 anorganik ke atmosfer.
Proses perubahan dari C-organik menjadi anorganik
pada dasarnya adalah upaya mikroba dan jasad lain
untuk memperoleh energi.
Pada proses peruraian bahan organik dalam
tanah ditemukan beberapa tahap proses. Hewan-hewan
tanah termasuk cacing tanah memegang peranan
penting pada penghancuran bahan organik pada tahap
awal proses. Bahan organik yang masih segar akan
dihancurkan secara fisik atau dipotong-potong
sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Perubahan
selanjutnya dikerjakan oleh mikroba. Ensim-ensim yang
dihasilkan oleh mikroba merubah senyawa organik
secara kimia, hal ini ditandai pada bahan organik yang
sedang mengalami proses peruraian maka kandungan
zat organic yang mudah terurai akan menurun dengan
cepat.
Unsur karbon menyusun kurang lebih 45-50
persen dari bobot kering tanaman dan binatang.
Apabila bahan tersebut dirombak oleh mikroba, O 2 akan
digunakan untuk mengoksidasi senyawa organik dan
akan dibebaskan CO2. Selama proses peruraian,
mikroba akan mengasimilasi sebagian C, N, P, S, dan
unsur lain untuk sintesis sel, jumlahnya berkisar antara
10-70 % tergantung kepada sifat-sifat tanah dan jenis-
jenis mikroba yang aktif. Setiap 10 bagian C diperlukan
1 bagian N (nisbah C/N=10) untuk membentuk plasma
sel. Dengan demikian C-organik yang dibebaskan
dalam bentuk CO2 dalam keadaan aerobik hanya 60-80
% dari seluruh kandungan karbon yang ada. Hasil
perombakan mikroba proses aerobik meliputi CO2, NH4,
NO3, SO4, H2PO4. Pada proses anaerobik dihasilkan
asam-asam organik, CH4, CO2, NH3, H2S, dan zat-zat
lain yang berupa senyawa tidak teroksidasi sempurna,
serta akan terbentuk biomassa tanah yang baru
maupun humus sebagai hasil dekomposisi yang relatif
stabil. Secara total, reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:

(CH2O)x + O2 CO2 + H2O + hasil antara + nutrien+


humus +sel + energi
Bahan organik

Hubungan Antara Air, Tanah, Dan Organisme Dalam


Dekomposisi Bahan Organik Tanah

Untuk hidupnya, manusia perlu berbagai macam


tumbuhan untuk berbagai keperluannya, begitu pula hewan
bahkan mikroorganisme yang memiliki berbagai fungsi di tubuh
manusia. Sementara itu, kebutuhan abiotik pun juga sangat
beragam seperti air, mineral, batu, pasir, tanah, udara, dan
sebagainya. Contoh-contoh tersebut baru menunjukkan
hubungan secara langsung. Hubungan secara tidak langsung
akan dapat menunjukkan betapa makhluk hidup tidak dapat
berdiri sendiri dan saling terkait. Sebagai contoh,
mikroorganisme pendekomposisi sampah. Jika mikroorganisme
tersebut tidak ada, siklus berbagai unsur di alam akan
terhambat, dan akhirnya akan menimbulkan
ketidakseimbangan ekosistem.
Dekomposasi atau pembusukan adalah proses ketika
makhluk-makhluk pembusuk seperti jamur dan mikroorganisme
mengurai tumbuhan dan hewan yang mati dan mendaur ulang
material-material serta nutrisi-nutrisi yang berguna. Seresah
yaitu tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai
sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan atau kebun. Serasah
yang telah membusuk (mengalami dekomposisi) berubah
menjadi humus (bunga tanah), dan akhirnya menjadi tanah.
Lapisan serasah juga merupakan dunia kecil di atas tanah,
yang menyediakan tempat hidup bagi berbagai makhluk
terutama para dekomposer. Berbagai jenis kumbang tanah,
lipan, kaki seribu, cacing tanah, kapang dan jamur serta bakteri
bekerja keras menguraikan bahan-bahan organik yang
menumpuk, sehingga menjadi unsur-unsur yang dapat
dimanfaatkan kembali oleh makhluk hidup lainnya.
Siklus Karbon

Siklus karbon adalah siklus biogeokimia dimana karbon


dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer
Bumi (objek astronomis lainnya bisa jadi memiliki siklus karbon
yang hampir sama meskipun hingga kini belum diketahui).
Dalam siklus ini terdapat empat reservoir karbon utama yang
dihubungkan oleh jalur pertukaran. Reservoir-reservoir tersebut
adalah atmosfer, biosfer teresterial (biasanya termasuk pula
freshwater system dan material non-hayati organik seperti
karbon tanah (soil carbon)), lautan (termasuk karbon anorganik
terlarut dan biota laut hayati dan non-hayati), dan sedimen
(termasuk bahan bakar fosil). Pergerakan tahuan karbon,
pertukaran karbon antar reservoir, terjadi karena proses-proses
kimia, fisika, geologi, dan biologi yang bermaca-macam. Lautan
mengadung kolam aktif karbon terbesar dekat permukaan
Bumi, namun demikian laut dalam bagian dari kolam ini
mengalami pertukaran yang lambat dengan atmosfer.

Siklus karbon di alam (Sumber:


http://www.rsc.org/Education/Teachers/Resources/jesei/
oceans/fig1.gif .. diunduh 25/6/2011)
Dinamika reaksi karbon dalam tanah

Perombakan bahan organic tanah (Sumber:


http://www.soils.wisc.edu/courses/SS325/som.gif
.. diunduh 25/6/2011)

Jalur perombakan aerobik bahan organic tanah.


(Sumber:
http://www.agnet.org/images/library/bc53003f4.jp
g .. diunduh 26/6/2011)

Jalur perombakan anaerobik bahan organic tanah.


(Sumber:
http://www.agnet.org/images/library/bc53003f4.jp
g .. diunduh 26/6/2011)
Jalur perombakan respirasi fakultatif bahan organik tanah.
(Sumber:
http://www.agnet.org/images/library/bc53003f4.jp
g .. diunduh 26/6/2011)

Jalur perombakan bahan organik tanah pembentukan


substansi humat . (Sumber:
http://www.agnet.org/images/library/bc53003f4.jp
g .. diunduh 26/6/2011)

Mikroba yang terlibat dalam perombakan bahan organic tanah:


Mikroba tanah dalam Perombakan karbon (Sumber:
http://www.new-
ag.msu.edu/Portals/0/images/NANimages06/7-
26CarmenFig1.gif ..... diunduh 25/6/2011)
Peranan bahan organic tanah dalam siklus karbon.
Sumber:
http://saret.ifas.ufl.edu/publications/bsbc/chap4.h
tm ..... diunduh 25/6/2011)
Siklus Nitrogen

Siklus nitrogen adalah suatu proses konversi senyawa


yang mengandung unsur nitrogen menjadi berbagai macam
bentuk kimiawi yang lain. Transformasi ini dapat terjadi secara
biologis maupun non-biologis. Beberapa proses penting pada
siklus nitrogen, antara lain fiksasi nitrogen, mineralisasi,
nitrifikasi, denitrifikasi. Walaupun terdapat sangat banyak
molekul nitrogen di dalam atmosfir, nitrogen dalam bentuk gas
tidaklah reaktif.[1] Hanya beberapa organisme yang mampu
untuk mengkonversinya menjadi senyawa organik dengan
proses yang disebut fiksasi nitrogen.
Fiksasi nitrogen yang lain terjadi karena proses
geofisika, seperti terjadinya kilat. Kilat memiliki peran yang
sangat penting dalam kehidupan, tanpanya tidak akan ada
bentuk kehidupan di bumi. Walaupun demikian, sedikit sekali
makhluk hidup yang dapat menyerap senyawa nitrogen yang
terbentuk dari alam tersebut. Hampir seluruh makhluk hidup
mendapatkan senyawa nitrogen dari makhluk hidup yang lain.
Oleh sebab itu, reaksi fiksasi nitrogen sering disebut proses
topping-up atau fungsi penambahan pada tersedianya
cadangan senyawa nitrogen.
Vertebrata secara tidak langsung telah mengonsumsi
nitrogen melalui asupan nutrisi dalam bentuk protein maupun
asam nukleat. Di dalam tubuh, makromolekul ini dicerna
menjadi bentuk yang lebih kecil yaitu asam amino dan
komponen dari nukleotida, dan dipergunakan untuk sintesis
protein dan asam nukleat yang baru, atau senyawa lainnya.
Sekitar setengah dari 20 jenis asam amino yang ditemukan
pada protein merupakan asam amino esensial bagi vertebrata,
artinya asam amino tersebut tidak dapat dihasilkan dari asupan
nutrisi senyawa lain, sedang sisanya dapat disintesis dengan
menggunakan beberapa bahan dasar nutrisi, termasuk
senyawa intermediat dari siklus asam sitrat.
Asam amino esensial disintesis oleh organisme
invertebrata, biasanya organisme yang mempunyai lintasan
metabolisme yang panjang dan membutuhkan energi aktivasi
lebih tinggi, yang telah punah dalam perjalanan evolusi
makhluk vertebrata. Nukleotida yang diperlukan dalam sintesis
RNA maupun DNA dapat dihasilkan melalui lintasan
metabolisme, sehingga istilah "nukleotida esensial" kurang
tepat. Kandungan nitrogen pada purina dan pirimidina yang
didapat dari asam amino glutamina, asam aspartat dan glisina,
layaknya kandungan karbon dalam ribosa dan deoksiribosa
yang didapat dari glukosa.
Kelebihan asam amino yang tidak digunakan dalam
proses metabolisme akan dioksidasi guna memperoleh energi.
Biasanya kandungan atom karbon dan hidrogen lambat laun
akan membentuk CO2 atau H2O, dan kandungan atom nitrogen
akan mengalami berbagai proses hingga menjadi urea untuk
kemudian diekskresi. Setiap asam amino memiliki lintasan
metabolismenya masing-masing, lengkap dengan perangkat
enzimatiknya.
Gas nitrogen banyak terdapat di atmosfer, yaitu 80%
dari udara. Nitrogen bebas dapat ditambat/difiksasi terutama
oleh tumbuhan yang berbintil akar (misalnya jenis polongan)
dan beberapa jenis ganggang. Nitrogen bebas juga dapat
bereaksi dengan hidrogen atau oksigen dengan bantuan kilat/
petir. Tumbuhan memperoleh nitrogen dari dalam tanah berupa
amonia (NH3), ion nitrit (N02- ), dan ion nitrat (N03- ).
Beberapa bakteri yang dapat menambat nitrogen
terdapat pada akar Legum dan akar tumbuhan lain, misalnya
Marsiella crenata. Selain itu, terdapat bakteri dalam tanah
yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni
Azotobacter sp. yang bersifat aerob dan Clostridium sp. yang
bersifat anaerob. Nostoc sp. dan Anabaena sp. (ganggang biru)
juga mampu menambat nitrogen. Nitrogen yang diikat biasanya
dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh dari hasil penguraian
jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia ini akan dinitrifikasi oleh
bakteri nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga
menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar tumbuhan.
Selanjutnya oleh bakteri denitrifikan, nitrat diubah menjadi
amonia kembali, dan amonia diubah menjadi nitrogen yang
dilepaskan ke udara. Dengan cara ini siklus nitrogen akan
berulang dalam ekosistem.
SIklus nitrogen di alam (Sumber:
http://soilcarboncenter.k-
state.edu/newsletters/11_30_07_files/image004.jpg .....
diunduh 25/6/2011)

Transformasi nitrogen (N) oleh Mikroba


Unsur N adalah komponen utama protoplasma,
terdapat dalam jumlah besar dalam bentuk teroksidasi.
Bahan yang mengandung N dapat mengalami
amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi, tergantung
bentuk senyawa-N dan lingkungannya.
Beberapa reaksi redoks kunci dalam daur N di
alam semuanya dilakukan oleh mikroba. Secara
termodinamik N2 gas adalah bentuk paling stabil dan
seimbang. Jumlah N terbesar di udara sebagai gas N 2
yang merupakan sumber utama N. Untuk memecahkan
ikatan rangkap 3 N=N diperlukan energi yang besar,
berarti penggunaan N2 adalah proses yang memerlukan
energi besar. Hanya sejumlah kecil jasad yang dapat
menggunakan N2 dalam proses penambatan (fiksasi)
N2, yang menyebabkan N lebih mudah digunakan yaitu
dalam bentuk amonia dan nitrat. Oleh karena N 2 gas
merupakan sumber utama N maka penambatan N 2
secara ekologis sangat penting.
Dalam daur N secara global terjadi pemindahan
dari atmosfer ke dalam tanah. Sebagian gas N berupa
oksida (N2O), dan sebagian lain berbentuk gas NH 3.
Pemindahan antara tanah dan air terutama sebagai N-
organik, ion ammonium, dan ion nitrat.

a. Penambatan Nitrogen (N2) oleh Bakteri Tanah


Penambatan N2 dapat terjadi secara simbiotik,
nonsimbiotik, dan kimia. Nitrogenase adalah ensim
utama dalam penambatan N2 udara secara biologis.
Ensim ini mempunyai dua macam protein, yang satu
mengandung Mo dan Fe dan yang lain mengandung Fe.
Ensim ini sangat sensitif terhadap O 2 dan aktivitasnya
memerlukan tekanan O2 sangat rendah. Selain itu juga
diperlukan ATP, feredoksin, pereduksi dan mungkin
sitokrom dan koensim. Reaksinya adalah sebagai
berikut:

N2 + 6 e- 2 NH3 ( G= 15 Kkal)

Reaksi ini memerlukan energi karena G bernilai


positif. Amonia yang dibebaskan diasimilasi menjadi
asam amino yang selanjutnya disusun menjadi protein.
Dalam lingkungan tanah, penambatan N 2 terbesar
dilakukan oleh bakteri Rhizobium (Bakteri yang
bersimbiosis dalam perakaran legum). Jumlah N 2 yang
ditambat oleh bakteri ini 2-3 kali lebih besar daripada
oleh jasad nonsimbiotik. Bakteri Rhizobium yang
bersimbiosis dengan akar tanaman kedelai atau alfalfa
dapat menambat lebih dari 300 kg N/ha/th, sedang
penambat N yang hidup bebas Azotobacter hanya
mampu menambat 0.5-2.5 kg N/ha/th.
Selain Azotobacter, bakteri lain yang dapat
menambat N2 udara adalah spesies-spesies Beijerinckia,
Chromatium, Rhodopseudomonas, Rhodospirillum,
Rhodomicrobium, Chlorobium, Chloropseudomonas,
Desulfovibrio, Desulfotomaculum, Klebsiella, Bacillus,
Clostridium, Azospirillum, Pseudomonas, Vibrio, Thiobacillus,
dan Methanobacillus. Kecepatan penambatan N2 udara
oleh jasad non-simbiotik kecil, tetapi mikroba ini
distribusinya dalam tanah tersebar luas, sehingga
peranannya penting.
Kecepatan penambatan N2 udara oleh
Azotobacter dan Azospirillum lebih tinggi di daerah
rhizosfer daripada dalam tanah di luar daerah
perakaran. Hal ini disebabkan karena adanya bahan
organik dari eksudat akar.
Pada lingkungan tanah tergenang, sianobakteria
seperti Anabaena dan Nostoc merupakan jasad yang
paling penting dalam menambat N2 udara. Sebagian
sianobakteria membentuk heterosis yang memisahkan
nitrogenase yang sensitive terhadap O 2 dari ekosistem
yang menggunakan O2 (lingkungan aerobik).
Sianobakteria pada tanah sawah yang ditanami padi,
dalam keadaan optimum dapat menambat 100- 150 kg
N/ha/tahun. Sianobakteria penambat nitrogen dapat
hidup bersimbiosis dengan jasad lain, seperti dengan
jamur pada lumut kerak (Lichenes), dengan tanaman air
Azolla misalnya Anabaena azollae.

b. Amonifikasi
Berbagai tanaman, binatang, dan mikroba dapat
melakukan proses amonifikasi. Amonifikasi adalah
proses yang mengubah N-organik menjadi N-ammonia.
Bentuk senyawa N dalam jasad hidup dan sisa-sisa
organik sebagian besar terdapat dalam bentuk amino
penyusun protein. Senyawa N organik yang lain adalah
khitin, peptidoglikan, asam nukleat, selain itu juga
terdapat senyawa N-organik yang banyak dibuat dan
digunakan sebagai pupuk yaitu urea.
Proses amonifikasi dari senyawa N-organik pada
prinsipnya merupakan reaksi peruraian protein oleh
mikroba. Secara umum proses perombakan protein
dimulai dari peran ensim protease yang dihasilkan
mikroba sehingga dihasilkan asam amino. Selanjutnya
tergantung macam asam aminonya dan jenis mikroba
yang berperan maka asam-asam amino akan dapat
terdeaminasi melalui berbagai reaksi dengan hasil
akhirnya nitrogen dibebaskan sebagai ammonia. Reaksi
umumnya adalah sebagai berikut:

protease deaminasi
PROTEIN ----------------- ASAM AMINO ------------------
NH3

Urea yang mengalami proses amonifikasi akan


terhidrolisis oleh adanya ensim urease yang dihasilkan
oleh mikroba tanah. Urea yang dimasukkan ke dalam
tanah akan mengalami proses amonifikasi sebagai
berikut:

urease
CO(NH2)2 + H2O ---------------------- 2 NH3 + CO2
Dalam keadaan asam dan netral amonia berada
sebagai ion amonium. Sebagian amonia hasil
amonifikasi dibebaskan sebagai gas NH3 ke atmosfer,
sehingga lepas dari sistem tanah. Amonia dan bentuk
nitrogen lain di eko-atmosfer dapat mengalami
perubahan kimia dan fotokimia, sehingga dapat
kembali ke litosfer dan hidrosfer bersama-sama air
hujan. Ion amonium dapat diasimilasi tanaman dan
mikroba, selanjutnya diubah menjadi asam amino atau
senyawa N lain. Di dalam sel, ammonia direaksikan
oleh glutamat atau glutamin sintase atau mengalami
proses aminasi langsung dengan asam-ketokarboksilat
sehingga berubah menjadi asam amino.

c. Nitrifikasi
Dalam proses nitrifikasi, ammonia (NH3) atau ion
NH4+ dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat dengan reaksi
sebagai berikut:

NH4+ + 1,5 H2O --------------- NO2- + 2 H+ + H2O (


G = -66 Kkal)

NO2- + 0,5 O2 ------------------------- NO3- ( G = -17 Kkal)

Proses ini dilakukan oleh mikroba khemoototrof,


yang menggunakan energinya untuk asimilasi karbon
dalam bentuk CO2. Kedua langkah reaksi yang
menghasilkan energy ini dilakukan oleh jasad yang
berbeda, tetapi reaksinya berlangsung bersamaan
sehingga jarang terjadi akumulasi NO 2-. Dalam reaksi
tersebut dihasilkan ion H+, sehingga ada kemungkinan
dapat menurunkan pH lingkungan.
Di dalam tanah, genus utama pengoksidasi
ammonia menjadi nitrit adalah Nitrosomonas dan yang
dominan menghasilkan nitrat adalah Nitrobacter.
Mikroba lain yang mampu mengoksidasi ammonia
menjadi nitrit adalah Nitrospira, Nitrosococcus, dan
Nitrosolobus. Selain Nitrobacter, mikroba lain yang
mampu mengubah nitrit menjadi nitrat adalah
Nitrospira, dan Nitrococcus. Bakteri tanah yang
mengoksidasi ammonium menjadi nitrit dan nitrat
umumnya mempunyai sifat khemoautotrofik.
Kelompok bakteri ini mampu menggunakan
senyawa anorganik sebagai satu-satunya sumber
energi dan menggunakan CO 2 sebagai sumber karbon.
Selain itu terdapat mikroba heterotrof baik bakteri
maupun jamur juga berperan dalam proses nitrifikasi.

d. Reduksi Nitrat (Denitrifikasi)


Ion nitrat dapat diubah menjadi bahan organik
oleh mikroba melalui proses asimilasi reduksi nitrat.
Sekelompok mikroba heterotrof termasuk bakteri,
jamur dan algae dapat mereduksi nitrat. Proses ini
menggunakan sistem ensim nitrat dan nitrit reduktase,
membentuk ammonia yang kemudian disintesis
menjadi protein.
Pada lingkungan tanpa oksigen, ion nitrit dapat
berfungsi sebagai aseptor elektron terakhir, yang
dikenal sebagai proses respirasi nitrat atau asimilasi
nitrat.
Dalam proses desimilasi reduksi nitrat, nitrat
diubah menjadi bahan tereduksi sedang senyawa
organik dioksidasi. Pada keadaan anaerob, reaksi ini
lebih banyak menghasilkan energi dibandingkan energi
yang dihasilkan oleh reaksi fermentasi.
Ada dua tipe desimilasi reduksi nitrat.
Sekelompok mikroba fakultatif anaerob seperti
Alcaligenes, Escherichia, Aeromonas, Enterobacter, Bacillus,
Flavobacterium, Nocardia, Spirillum, Staphylococcus, dan
Vibrio mampu mereduksi nitrat menjadi nitrit dalam
keadaan anaerob. Nitrit yang dihasilkan diekskresikan,
sehingga mikroba dapat mereduksinya melalui
hidroksilamin ke ammonium. Ensim yang bekerja pada
reaksi tersebut melibatkan sistem ensim nitrat
reduktase dan nitrit reduktase.
Mikroba pereduksi nitrat seperti Paracoccus
denitrificans, Thiobacillus denitrificans dan beberapa
Pseudomonas mempunyai tahap reaksi reduksi yang
lebih lengkap sebagai berikut:

NO3- ------------- NO2- ------------- NO ----------- N2O


--------------- N2

Reaksi denitrifikasi ini dapat terjadi dalam


keadaan lingkungan anaerob pada tekanan oksigen
yang sangat rendah (reduktif). Walaupun demikian
denitrifikasi juga dapat terjadi dalam keadaan aerob
apabila terdapat mikrohabitat anion. Mikroba
denitrifikasi utama di dalam tanah ialah genera
Pseudomonas dan Alcaligenes. Mikroba lain yang juga
mampu mereduksi nitrat adalah Azospirillum, Rhizobium,
Rhodo-pseudomonas, dan Propionibacterium.
Siklus Fosfor

Transformasi fosfor oleh mikroba


Mikroba tanah dapat berperan dalam proses
penyediaan unsur hara untuk tanaman. Pada tanah-
tanah kahat unsur hara tertentu yang perlu masukan
tinggi untuk memanipulasi secara kimia agar
ketersediaannya meningkat, maka penyediaan secara
biologis dengan menggunakan mikroba menjadi sangat
penting. Kenyataan di alam, pada rhizosfer (daerah
sekitar perakaran) setiap tanaman merupakan habitat
yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Oleh
karenanya penggunaan mikroba yang hidup di rhizosfer
yang dapat meningkatkan serapan unsur hara tanaman
menjadi perhatian utama pada kajian ini. Mikroba yang
berperan dalam transformasi P dalam tanah adalah
mikoriza yang bersimbiosis dengan perakaran tanaman
dan mikroba pelarut fosfat yang hidup bebas di daerah
perakaran.

a. Mikorhiza Vesikular Arbuskular Mikoriza (VAM)

Pada keadaan tanah yang kurang


menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, telah
ditemukan adanya simbiosis tanaman dengan sejenis
jamur yang disebut mikoriza. Mikoriza terdiri atas
beberapa macam spesies, simbion untuk tanaman
pertanian pada umumnya adalah endomikoriza yang
dikenal sebagai vesicular arbuskular mikoriza (VAM).
Tanaman memerlukan mikoriza untuk pengambilan
unsure hara terutama kemampuannya untuk
meningkatkan serapan P, sehingga dapat membantu
pertumbuhan tanaman terutama pada tanah-tanah
kahat P.
Vesikular Arbuskular Mikoriza pada akar tanaman
Sumber:
http://sumarsih07.files.wordpress.com/2008/11/vi-
mikroba-dan-kesuburan-tanah.pdf ...... diunduh
23/6/2011

Ektomikoriza pada akar tanaman


Sumber:
http://sumarsih07.files.wordpress.com/2008/11/vi-
mikroba-dan-kesuburan-tanah.pdf ...... diunduh
23/6/2011

Perakaran tanaman yang terinfeksi mikoriza


mempunyai daya serap yang lebih besar terhadap air
dan unsur hara, khususnya P, apabila dibandingkan
dengan tanaman tanpa mikoriza. Hal ini disebabkan
adanya miselium jamur mikoriza yang tumbuh keluar
dari akar sehingga daya jangkau dan luas permukaan
perakaran meningkat, akibatnya dapat memperbesar
daya serap akar. Diduga bahwa hifa eksternal mikoriza
menyerap ion secara intersepsi dan melalui pertukaran
kontak langsung, sehingga penyerapan ion oleh
tanaman dengan cara tersebut menjadi lebih besar,
sedangkan penyerapan secara difusi dan aliran massa
tetap berlangsung. Dengan demikian pada
ketersediaan P yang sama, maka tanaman bermikoriza
dapat menyerap P yang lebih besar apabila
dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza.
Tanaman bermikoriza mempunyai daya serap
akar yang lebih besar sehingga mengakibatkan unsur
hara yang dapat diserap oleh tanaman juga meningkat.
Oleh karena sifat dan cara penyerapan unsur hara yang
berbeda satu sama lain, maka jumlah unsur hara yang
dapat diserap oleh adanya miselium jamur mikoriza ini
kemungkinan juga berbeda, dan hal ini dapat
menyebabkan respon mikoriza pada serapan unsur
hara tertentu sangat besar tetapi untuk unsur hara
yang lain tidak sama.
Penyerapan unsur hara oleh tanaman dapat
secara pasif dan aktif, ada yang berpendapat bahwa
pengaruh mikoriza lebih nyata pada unsur hara yang
terutama diserap tanaman secara pasif dan sifat ionnya
tidak lincah, seperti fosfor yang terutama diserap oleh
akar secara difusi. Fosfor merupakan unsur penting
penyusun ATP, dan ATP merupakan bentuk energi tinggi
yang sangat berperanan dalam penyerapan unsure
hara secara aktif, sehingga peningkatan serapan fosfor
memungkinkan peningkatan serapan unsur hara lain
yang diserap secara aktif oleh perakaran tanaman.
Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan
simbiosis mutualistik antara jamur (mykus) tanah
kelompok tertentu dan perakaran (rhiza) tumbuhan
tingkat tinggi. Berdasarkan struktur tubuhnya dan cara
infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dapat
dikelompokkan ke dalam 3 golongan besar yaitu
Endomikoriza, Ektomikoriza, dan Ektendomikoriza.
Endomikoriza lebih dikenal dengan Vesikular Arbuskular
Mikoriza atau disingkat VAM, karena pada simbiosis
dengan perakaran dapat membentuk arbuskul dan
vesikula di dalam akar tanaman. Berdasarkan struktur
arbuskul atau vesikula yang dibentuk, maka VAM dapat
digolongkan ke dalam 2 sub ordo, yaitu Gigaspoinae dan
Glominae. Sub ordo Gigaspoinae terdiri atas satu famili
Gigaspoceae yang beranggotakan 2 genus yaitu
Gigaspora sp. dan Scutellospora sp. Kedua genus ini tidak
membentuk struktur vesikula tetapi hanya membentuk
arbuskul apabila berasosiasi dengan akar tumbuhan.
Salah satu anggota sub ordo Glominae adalah Glomus sp.
Vesikular Arbuskular Mikoriza merupakan
simbiosa antara jamur tanah yang termasuk kelompok
Endogonales dengan semua tanaman yang termasuk
dalam Bryophyta, Pteridophyta, Gymnospermae dan
Angiospermae, kecuali pada family Cruciferae,
Chenopodiaceae dan Cyperaceae yang belum diketahui
adanya simbiosis dengan jamur tersebut. Simbiosis
antara tanaman dengan mikoriza terjadi dengan
adanya pemberian karbohidrat dari tanaman kepada
jamur dan pemberian unsur hara terutama P dari jamur
kepada tanaman. Oleh karena itu perkembangan
mikoriza pada akar sangat tergantung pada tingkat
fotosintesis tanaman inang. Jamur membutuhkan
senyawa carbon yang dihasilkan oleh tanaman inang,
sehingga kemampuan tanaman untuk mensuplai
senyawa carbon dari hasil fotosintesis menentukan
keberhasilan tanaman bersimbiosis dengan jamur. Akar
tanaman dapat menghasilkan senyawa yang dapat
merangsang pertumbuhan jamur VAM. Senyawa
tersebut berupa flavonoid yang disebut eupalitin (3,5-
dihidroksi-6,7-dimetoksi-4-hidroksi flavon) yang dapat
merangsang pertumbuhan hifa VAM, selain itu ada
senyawa lain yang belum teridentifikasi yang dapat
berfungsi sebagai molekul sinyal untuk terjadinya
simbiosis tanaman-VAM.
Bagian penting dari VAM adalah adanya hifa
eksternal yang dibentuk diluar akar tanaman. Hifa ini
membantu memperluas daerah penyerapan akar
tanaman. Jumlah miselium eksternal dapat mencapai
80 cm per cm panjang akar, yang perkembangannya
dipengaruhi oleh keadaan tanah terutama aerasi.
Dengan semakin luasnya daerah penyerapan akar
maka semakin besar pula daya serap akarnya,
sehingga adanya mikoriza pada perakaran tanaman
akan dapat meningkatkan penyerapan unsur hara.
Penyerapan air oleh akar juga menjadi lebih besar,
sehingga tanaman lebih tahan terhadap kekeringan.
Manfaat lain adanya mikoriza adalah dapat
meningkatkan ketahanan terhadap serangan patogen
akar, dan dapat memproduksi hormon dan zat pengatur
tumbuh yang menguntungkan bagi pertumbuhan
tanaman.
Vesikular Arbuskular Mikoriza mempunyai
struktur hifa eksternal dan hifa internal, hifa gulung,
arbuskul dan vesikula. Hifa jamur mikoriza tidak
bersekat, tumbuh diantara sel-sel korteks dan
bercabang-cabang di dalam sel tersebut. Di dalam
jaringan yang diinfeksi dibentuk hifa yang bergelung-
gelung atau bercabang-cabang yang sering disebut
arbuskul. Arbuskul merupakan cabang-cabang hifa
dikotom, struktur ini akan tampak sebagai massa
protoplasma yang berbutir-butir dan bercampur baur
dengan protoplasma sel tanaman. Arbuskul mempunyai
hifa bercabang halus yang dapat meningkatkan 2-3 kali
luas permukaan plasmolema akar, dan diduga berperan
sebagai pemindah unsur hara antara jamur dan
tanaman inang. Arbuskul dapat dibentuk dua sampai
tiga hari setelah infeksi jamur terjadi pada perakaran.
Vesikula mengandung lipida, terutama berfungsi
sebagai organ penyimpan. Apabila sel kortek rusak,
vesikula dapat dibebaskan ke dalam tanah, dan
selanjutnya dapat berkecambah dan merupakan
propagul infektif. Perakaran yang terinfeksi VAM tidak
terjadi perubahan nyata secara fisik, sehingga hanya
dapat dideteksi dengan teknik pewarnaan dan diamati
dengan mikroskop. Di dalam tanah, mikoriza dapat
membentuk spora yang tumbuh satu-satu atau
berkelompok yang disebut sporokarp. Berdasarkan tipe
sporanya, dibedakan yang dapat membentuk
klamidospora, yaitu genera Glomus, Sclerocystis, dan
Complexipes. Sedangkan yang membentuk asigospora
adalah genera Gigaspora, Acaulospora dan Entrophospora.
Pengaruh yang menguntungkan dari mikoriza
untuk pertumbuhan tanaman, yang menunjukkan
bahwa tanaman yang bermikoriza mempunyai berat
kering yang lebih besar dari tanaman yang tidak
bermikoriza. Tanaman yang bermikoriza tumbuh normal
sedangkan tanaman tanpa mikoriza menunjukkan
gejala defisiensi P. Mikoriza memperbaiki pertumbuhan
tanaman dengan jalan meningkatkan penyerapan
unsurunsur hara dari dalam tanah, terutama unsur P.
Oleh karena P merupakan hara utama untuk
pertumbuhan tanaman, maka pengaruh infeksi
mikoriza sangat nyata. Dengan demikian respon
pertumbuhan tanaman merupakan akibat langsung
ataupun tidak langsung dari perbaikan penyerapan P.
Selain itu juga didukung oleh peningkatan serapan
unsur-unsur lain, seperti N, S, Zn dan Cu.

b. Mikroba Pelarut Fosfat


Bakteri yang diketahui dapat melarutkan fosfat
adalah bermacam-macam spesies dari genera Bacillus,
Pseudomonas, Arthrobacter, Micrococcus, Streptomyces, dan
Flavobacterium. Spesies-spesies bakteri yang
mempunyai daya tinggi untuk melarutkan fosfat adalah
Pseudomonas striata, P. rathonis, Bacillus polymyxa, dan
Bacillus megaterium. Semua bakteri tersebut mempunyai
kemampuan yang stabil dalam melarutkan P tidak
tersedia dalam tanah dan batu fosfat. Kebanyakan
bakteri yang dapat melarutkan fosfat adalah bakteri
pembentuk spora. Selain bakteri, berbagai jamur yang
diketahui dapat melarutkan fosfat adalah bermacam-
macam spesies dari genera Aspergillus, Penicillium dan
khamir. Beberapa varitas dari spesies jamur Aspergillus
niger mempunyai daya tinggi untuk melarutkan fosfat.
Mikroba pelarut fosfat heterotrof dapat
menghasilkan asam-asam organik. Berbagai asam
organik tersebut terutama asam-asam hidroksi dapat
mengikat secara khelat dan membentuk kompleks yang
relatif stabil dengan kation-kation Ca2+, Mg2+, Fe3+, dan
Al3+, sehingga fosfat yang semula terikat oleh kation-
kation tersebut menjadi terlarut. Beberapa bakteri
disamping menghasilkan asam organik non-volatil juga
dapat membentuk asam volatil. Asam organik yang
dihasilkan oleh satu jenis bakteri dapat bermacam-
macam, seperti asam glukonat. Pembentukan asam
organik seperti asam-asam karboksilat yang terjadi
selama perombakan bahan organik oleh jamur dapat
menyebabkan larutnya batu fosfat. Pelarutan batu
fosfat dapat diketahui dengan meningkatnya Ca yang
terlepas dari batu fosfat. Dari metode tersebut
diketahui bahwa pelarutan batu fosfat meningkat terus
sampai hari ke 90. Peningkatan jumlah asam
karboksilat dan total keasaman organik sebanding
dengan peningkatan pelarutan batu fosfat.
Beberapa mikroba yang bersifat khemolitotrofik
juga berperan dalam proses pelarutan fosfat tidak
tersedia dalam tanah. Bakteri kelompok Nitrosomonas
dan Thiobacillus berturut-turut dapat menghasilkan
asam nitrat dan asam sulfat. Asam-asam tersebut
merupakan asam kuat yang mampu melarutkan fosfat
yang berbentuk tidak larut.
Jaring-jaring makanan dalam tanah:

The living part of the soil is just as critical to plant


growth as the physical soil structures. Soil microorganisms are
the essential link between mineral reserves and plant growth.
The cycles that help nutrients to flow from soil to plant are all
interdependent and they work only with the help of the living
organisms that constitute the soil community.

Jaring-jaring makanan dalam tanah (Sumber:


http://www.prism.gatech.edu/~gh19/b1510/ecosys
.htm ..... diunduh 25/6/2011)

Soil organisms, from bacteria and fungi to protozoans


and nematodes, on up to mites, springtails and earthworms,
perform a vast array of fertility-maintenance tasks. Organic soil
management aims at helping soil organisms maintain fertility;
conventional (non-organic) soil management merely substitutes
a simplified chemical system to provide nutrients to plants.
Once a healthy soil ecosystem is disrupted by the excessive
use of soluble synthetic fertilizers, restoring it can be a long and
costly process. In many cases, the excessive use of energy-
intensive petroleum-based fertilizers and pesticides has
destroyed the biological fertility of soil, so growers use ever-
larger amounts of these materials to sustain crop growth. Like
all living things, the creatures of the soil community need food,
water, and air to carry on their activities A basic diet of plenty of
organic material, enough moisture, and well-aerated soil will
keep their populations thriving.
Soil creatures thrive on raw organic matter with a
balanced ratio of carbon to nitrogen, about 25 to 30 parts
carbon to 1 part nitrogen. Carbon, the form of carbohydrates,
is the main course for soil organisms. Given lots of it, they grow
quickly scavenging every scrap of nitrogen from the soil system
to go with it. Thats why adding lots of high-carbon materials to
your soil can cause nitrogen deficiencies in plants. In the long
term, carbon is the ultimate fuel for all soil biological activity and
therefore of humus formation and productivity. A balance supply
of mineral nutrients is also essential for soil organisms, and
micronutrients are important to the many bacterial enzymes
involved in their biochemical transformations

Jaring-jaring makanan dalam tanah (Sumber:


http://www.ecowalkthetalk.com/blog/2010/06/14/o
rganic-gardening-importance-of-balanced-soils/
.. diunduh 25/6/2011)
Biodiversitas Tanah dan Keterkaitannya
dengan Proses-proses Soil.
Tanah merupakan suatu bagian dari ekosistem
terrestrial yang di dalamnya dihuni oleh banyak organisme
yang disebut sebagai biodiversitas tanah. Biodiversitas tanah
merupakan diversitas alpha yang sangat berperan dalam
mempertahankan sekaligus meningkatkan fungsi tanah untuk
menopang kehidupan di dalam dan di atasnya. Pemahaman
tentang biodiversitas tanah masih sangat terbatas, baik dari
segi taksonomi maupun fungsi ekologinya. Makrofauna tanah
merupakan kelompok fauna bagian dari biodiversitas tanah
yang berukuran sekitar 2 mm hingga 20 mm. Makrofauna tanah
merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan
penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi. Dalam
dekomposisi bahan organik, makrofauna tanah lebih banyak
berperan dalam proses fragmentasi (comminusi) serta
memberikan fasilitas lingkungan (mikrohabitat) yang lebih baik
bagi proses dekomposisi lebih lanjut yang dilakukan oleh
kelompok mesofauna dan mikrofauna tanah serta berbagai
jenis bakteri dan fungi. Peran makrofauna tanah lainnya adalah
dalam perombakan materi tumbuhan dan hewan yang mati,
pengangkutan materi organik dari permukaan ke dalam tanah,
perbaikan struktur tanah, dan proses pembentukan tanah.
Dengan demikian makrofauna tanah berperan aktif untuk
menjaga kesuburan tanah atau kesehatan tanah.
Organisme sebagai bioindikator kualitas tanah bersifat
sensitif terhadap perubahan, mempunyai respon spesifik dan
ditemukan melimpah di dalam tanah. Salah satu organisme
tanah adalah fauna yang termasuk dalam kelompok
makrofauna tanah (ukuran > 2 mm) terdiri dari milipida,
isopoda, insekta, moluska dan cacing tanah (Wood, 1989).
Makrofauna tanah sangat besar peranannya dalam proses
dekomposisi, aliran karbon, redistribusi unsur hara, siklus unsur
hara, bioturbasi dan pembentukan struktur tanah (Anderson,
1994). Biomasa cacing tanah telah diketahui merupakan
bioindikator yang baik untuk mendeteksi perubahan pH,
keberadaan molekul organik, kelembaban tanah dan kualitas
humus. Rayap berperan dalam pembentukan struktur tanah
dan dekomposisi bahan organik. Penentuan bioindikator
kualitas tanah diperlukan untuk mengetahui perubahan dalam
sistem tanah akibat pengelolaan yang berbeda. Perbedaan
penggunaan lahan akan mempengaruhi populasi dan
komposisi makrofauna tanah. Pengolahan tanah secara
intensif, pemupukan dan penanaman secara monokultur pada
sistem pertanian konvensional dapat menyebabkan terjadinya
penurunan secara nyata biodiversitas makrofauna tanah.
Populasi, biomasa dan diversitas makrofauna tanah
dipengaruhi oleh praktek penggelolaan lahan dan
penggunaannya. Sebaliknya, pada lahan terlantar karena
kualitas lahannya tergolong masih rendah menyebabkan hanya
makrofauna tanah tertentu yang mampu bertahan hidup,
sehingga diversitas makrofauna tanah baik yang aktif di
permukaan tanah maupun di dalam tanah juga sangat rendah.
Fauna tanah memerlukan persyaratan tertentu untuk menjamin
kelangsungan hidupnya. Struktur dan komposisi makrofauna
tanah sangat tergantung pada kondisi lingkungannya.
Makrofauna tanah lebih menyukai keadaan lembab dan masam
lemah sampai netral (Notohadiprawiro, 1998). Hakim dkk
(1986) dan Makalew (2001), menjelaskan faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi aktivitas organisme tanah yaitu,
iklim (curah hujan, suhu), tanah (kemasaman, kelembaban,
suhu tanah, hara), dan vegetasi (hutan, padang rumput) serta
cahaya matahari.
Cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi sifat-sifat tumbuhan dan hewan.
Tumbuhan dan hewan yang berbeda memiliki kebutuhan akan
cahaya, air, suhu, dan kelembapan yang berbeda. Berdasarkan
responnya terhadap cahaya, makrofauna tanah ada yang aktif
pada pagi, siang, sore, dan malam hari. Kebanyakan
makrofauna permukaaan tanah aktif di malam hari. Selain
terkait dengan penyesuaian proses metabolismenya, respon
makrofauna tanah terhadap intensitas cahaya matahari lebih
disebabkan oleh akitivitas menghindari pemangsaan dari
predator. Dengan pergerakaannya yang umumnya lambat,
maka kebanyakan jenis makrofauna tanah aktif atau muncul ke
permukaan tanah pada malam hari.
Bahan organik tanaman merupakan sumber energi
utama bagi kehidupan biota tanah, khususnya makrofauna
tanah, sehingga jenis dan komposisi bahan organik tanaman
menentukan kepadatannya. Makrofauna tanah umumnya
merupakan konsumen sekunder yang tidak dapat
memanfaatkan bahan organik kasar/seresah secara langsung,
melainkan yang sudah dihancurkan oleh jasad renik tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson J.M. 1994. Functional Attributes of Biodiversity in


Landuse System: In D.J. Greenland and I. Szabolcs
(eds). Soil Resiliense and Sustainable Land Use. CAB
International. Oxon
Andre. 2010. http://boymarpaung. wordpress. com/ 2009/ 02/
19/ sifat-biologi-tanah/ 19 Februari 2009. [Diakses pada
17 Maret 2010].
Annisa. 2008. http://www.lihatkita.co.cc/2010/01/filum-
arthropoda.html. [Diakses pada 20 Juni 2011].
Atkinson, C. F., D.D. Jones and J.J. Gauthier. 1996.
Biodegradabilities and microbial activities during
composting of municipal solid waste in bench-scale
reactors. Compost Science and Utilization. 4,4: 14-23.
Baker G.H. 1998. Recognising and responding to the
influences of agriculture and other land use practices on
soil fauna in Australia. App.Soil Ecol. 9,303-310.
Bear, F.E. 1964. Chemistry of the soil, ACS Monograph series
No. 160, P. 258.
Chefetz, B., F. Adani, P. Genevini, F. Tambone, Y. Hadar, and Y.
Chen. 1998. Humic acid transformation during
composting of municipal solid waste. Journal of
Environmental Quality 27: 794-800.
Crossley Jr. D.A., B.R.Mueller dan J.C. Perdue. 1992.
Biodiversity of microarthopds in agricultural soil:
relations to processes. Agric. Ecosyst. Environ. 40,37-
46
Day, D.L., M. Krzymien, K. Shaw, W.R. Zaremba, C. Wilson, C.
Botden, and B. Thomas. 1998. An investigation of the
chemical and physical changes occurring during
commercial composting. Compost Science and
Utilization 6 (2): 44-66.
Doran J.W. dan Parkin. 1994. Definning and assessing soil
quality, in J.W. Doran D.C. Coleman D.F. Bezdick and
B.A Stewart (eds). Defining Soil Quality for Sustainable
Enironment. SSSA Special Publication 35. SSSA.
Madison pp 3 -21
Epstein E. 1997. The science of composting. Technomic
Publishing, Inc., Lancaster, Pennsylvania, p. 83.
Finstein , M. S., F.C. Miller, P.F. Strom. 1986. Waste treatment
composting as a controlled system. pp. 363-398. In: W.
Schenborn (ed). Biotechnology. Vol. 8-Microbial
degradations. VCH Verlaqsgedellschaft (German
Chemical Society): Weinheim F.R.G.
Hairiah, K., Widianto., D. Suprayogo., R. H. Widodo., P.
Purnomosidhi., S. Rahayu., M. V. Noordwijk. 1986.
Ketebalan Serasah Sebagai Indikator Daerah Aliran
Sungai (DAS) Sehat. http://fisika.brawijaya.ac.id/bss-
ub/PDF%20FILES/BSS_199_1.pdf. [Diunduh pada 13
Juni 2011].
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A.
Dika, Go Ban Hong, H. H. Bailley. 1986. Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. Lampung : Penerbit Universitas Lampung.
Hamoda, M. F., H.A. Abu Qdais and J. Newham. 1998.
Evaluation of municipal solid waste composting kinetics.
Resources, Conservation and Recycling 23: 209-223.
Hanafiah, K. A., A. Napoleon dan N. Ghofar., 2005. Biologi
Tanah. Ekologi dan Makrobiologi Tanah. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Haug, R. T. 1993. The practical handbook of compost
engineering. Lewis publishers, Boca Raton. Florida. 717
p.
Howe, C.A. and C.S. Coker. 1992. Co-composting municipal
sewage sludge with leaves, yard wastes and other
recyclables a case study. In: Air Waste Management
Association. 85th Annual Meeting and Exhibition,
Kansas City, Missouri, 21-26 June 1992.
Iswandi, A. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. IPB. Bogor.
Kaiser, J.. 1996. Modeling composting as a microbial
ecosystem: a simulation approach. Ecological Modeling,
91 25-37.
Kartini, N. L., 2008. Cacing Tanah Indikator Kesuburan Tanah.
http://wordpress.com/2008/10/cacing-tanah-indikator-
kesuburan-tanah/. [Diakses pada 1 Juni 2011].
Komilis, D. P., R.K. Ham and J.K. Park. 2004. Emission of
volatile organic compounds during composting of
municipal solid wastes. Water Research 38: 1707-1714.
Liao, P. H., May, A. C. and Chieng S. T. 1995. Monitoring
process efficiency of full-scale in-vessel system for
composting fisheries wastes. Bioresource Technology
54: 159-163.
Makalew, A. D. N. 2001. Keanekaragaman Biota Tanah Pada
Agroekosistem Tanpa Olah Tanah (TOT). Makalah
Falsafah sains program pasca sarjana /S3. Bogor:IPB.
Mc Kinley, V. L., J.R. Vestal and A.E. Eralp. 1985. Microbial
activity in composting. Biocycle 26 (10): 47-50.
McKinley V.L., and J.R. Vestal. 1984. Biokinetic analyses of
adaptation and succession: Microbial activity in
composting municipal sewage sludge. Applied and
Environmental Microbiology. 47 (5). pp.933-941
Naylor, L. M. 1996. Composting. Environmental and Science
and Pollution series 18 (69): 193-269.
Neto, J. T. P., E.I. Stentiford dan D.D. Mara. 1987. Comparative
survival of pathogenic indicators in windrow and static
pile. pp. 276-295. In: M.de Bertoldi, M. P. Ferranti, P. L'
Hermite and F. Zucconi (eds.). Compost: Production,
Quality and Use. Elsevier Applied Science, London,
United Kingdom.
Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta :
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Pace, M.G., B.E. Miller dan K.L. Farrel-Poe. 1995. The
Composting Process October 1995. Extension, Utah
State University. AG- WM 01
Palmisano, A C dan M.A. Bartaz. 1996. pp.125-127. In:
Microbiology of solid waste. CRC Press.Inc. 2000.
Corporate Bld. N.W. Boca Raton. FL 33431 USA.
Palmisano, A. C., D.A. Maruscik, C.J. Ritchie, B.S. Schwab,
S.R. Harper and R.A. Rapaport. 1993. A novel
bioreactor simulating composting of municipal solid
waste. Journal of Microbiological Methods 56:135-140.
Primack B.R., J.Supriatna , M.Indrawan dan P. Kramadibrata.
1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta.
Reddy, K. R., T.C. Feijtel dan W.H. Patrick. 1986. Effect of soil
redox conditions on microbial oxidation of organic
matter. pp. 117-153. In: Y. Chen and Y. Avnimelech
(eds.). The Role of Organic Matter in Modern
Agriculture. Nijhoff, Dordrecht.
Rukmana R. 1999. Budidaya Cacing Tanah. Kanisius.
Yogyakarta
Sharma, V.K., M. Canditelli, F. Fortuna dan Cornacchia. 1997.
Processing of urban and agro-industrial residues by
aerobic composting: review. Energy Conversion and
Management 38 (5): 453-478.
Suin, N. M. 1997. Ekologi Hewan tanah. Jakarta : Penerbit
Bumi Aksara.
Wood M. 1989. Soil Biology. Chapman and Hall. New
York.
Warman, P. R. dan W.C. Termeer. 1996. Composting and
evaluation of racetrack manure, grass clippings and
sewage sludge. Bioresource Technology 55: 95-101.
Young, C. C dan C.H. Chou. 2003. Allelopathy, plant pathogen
and crop productivity. pp. 89-105. In: H. C. Huang and
S. N. Acharya (eds.). Advances in Plant Disease
Management. Research Signpost, Trivandrum, Kerala,
India.

Anda mungkin juga menyukai