Anda di halaman 1dari 14

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pengaruh kadar lengas tanah terhadap laju transpirasi tanaman
Transpirasi merupakan proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan tanaman
seperti stomata. Selain stomata, hilangnya air tanaman juga dapat terjadi melalui jaringan
tanaman yang lain tetapi kemungkinanya sangat kecil dibandingkan melalui stomata. Oleh
karena itu, perhitungan besarnya jumlah air yang hilang dari jaringan tanaman umumnya
difokuskan pada uap air yang hilang melalui stomata (Lakitan, 1993 cit Zulfa, 2012 ).
Kadar lengas merupakan kandungan air pada pori meso tanah yang dapat diserap dan
dimanfaatkan oleh tanaman untuk segala proses fisiologisnya. Sebgain tumbuhan terestrial
mengutamakan kandungan air tanahs ebagai satu-satunya sumer air untuk metabolisme. Hal
ini menyebabkan ketergantungan tanamana pada kondisi kelembaban tanah tempat
tumbuh (Beanginga, et al, 2018).
Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman. Pemberian air terhadap tanaman
hendaknya sesuai dengan kebutuhan air tanaman yang sesungguhnya, karena kekurangan
maupun kelebihan pemberian air memberikan pengaruh kurang baik bagi tanaman itu sendiri.
Air digunakan oleh tanaman sebagai bahan baku proses fotosintesis, sebagai pelarut,
reagensia untuk bermacam-macam reaksi, serta sebagai pemelihara turgor tanaman (Leopold
dan Kriedemann, 2003 cit Maryani, 2012). Selain itu, air juga dipakai tanaman di dalam
jaringan struktural dan protoplasma. Sekitar 99 % air yang diserap tanaman hilang ke atmosfir
karena proses transpirasi yang berlangsung melalui stomata. Apabila tanaman tersebut
kehilangan air dan tidak segera mendapatkan air dari dalam tanah, maka jaringan-jaringan sel
akan kehilangan turgiditasnya sehingga tanaman menjadi layu yang berkepanjangan dan akan
berakhir dengan kematian tanaman tersebut (Yulius et al., 1997).
Tabel 1. Rerata hasil pengamatan pengaruh kadar lengas terhadap laju transpirasi dengan
metode gravimetri
Rerata
Rerata
Laju
Kadar
Perlakuan Transpirasi
Lengas
(gram/ luas
(%)
daun (dm2)/jam)
Cukup Air 28.67 0.38
Agak Kering 4.23 0.17
Kering 3.73 0.3

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat rerata laju transpirasi. Pada perlakuan cukup air
didapatkan hasil rerata kadar lengas sebesar 28,67%, perlakuan agak kering didapatkan hasil
sebesar 4,23%, perlakuan kering didapatkan hasil sebesar 3,73. Sedangkan rerata laju transpirasi
pada perlakuan cukup air didapatkan hasil sebesar 0,38, perlakuan agak kering didapatkan hasil
sebesar 0,17, perlakuan kering didapatkan hasil sebesar 0,3.

Laju Transpirasi metode Gravimetri


0.7
Laju transpirasi gram (gram/dm2/jam)

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2 y = 0.0058x + 0.2126
R² = 0.6068
0.1
p-value = 0.315
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
-0.1
-0.2
Kadar Lengas (%)

Grafik 1. Pengaruh Kadar Lengas dengan Laju Transpirasi Menggunakan Metode Gravimetri
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa peningkatan kadar lengas menggunakan
metode gravimetri berkaitan dengan laju transpirasi yang cukup erat dengan nilai R2 0,6068 .R2
menunjukkan tingkat keterkaitan suatu kejadian sebab akibat, nilai R yang lebih besar dari 0.5
dan semakin mendekati satu menandakan hubungan sebab akibat yang erat antara dua faktor.
Nilai P percobaan ini kurang dari alpha (0.5) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima bahwa
kadarlengas berpengaruh pada laju respirasi.

Tabel 2. Rerata hasil pengamatan pengaruh kadar lengas terhadap laju transpirasi dengan
metode kobal klorid
Rerata Rerata
Kadar Waktu
Perlakuan
Lengas Transpirasi
(%) (menit)
Cukup Air 28.67 2.61
Agak Kering 4.23 17.71
Kering 3.73 47.46

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat rerata laju transpirasi. Pada perlakuan cukup air
didapatkan hasil rerata kadar lengas sebesar 28,67%, perlakuan agak kering didapatkan hasil
sebesar 4,23%, perlakuan kering didapatkan hasil sebesar 3,73%. Sedangkan rerata laju
transpirasi pada perlakuan cukup air didapatkan hasil sebesar 2,61, perlakuan agak kering
didapatkan hasil sebesar 17,71, perlakuan kering didapatkan hasil sebesar 47,46.

Laju transpirasi metode Kobal Klorid


60

50
Waktu Transpirasi (menit)

40
y = -1.2352x + 37.527
R² = 0.6046
30 p-value = 0.032

20

10

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Kadar Lengas (%)

Grafik 2. Grafik Pengaruh Kadar Lengas terhadap Laju Transpirasi dengan Metode Kobal Klorid
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa peningkatan kadar lengas menggunakan
metode gravimetri berkaitan dengan laju transpirasi yang cukup erat dengan nilai R2 0,6068.
Dengan didapatkan hasil p-value sebesar 0,032.

Transpirasi merupakan kenaikan transportasi air dalam pembuluh xilem yang


diakibatkan oleh penguapan air tanaman ke udara pada permukaan daun (Kim, et al, 2018).
Air tanah yang diserap dialirkan kedalam xylem hingga mencapai daun. Air kemudian keluar
melalui pori xilem dan masuk ke dalam jaringan seludnag pembuluh dan sel di sekitar xilem.
Transportasi air antar sel di daun memalui plasmodesmata dan dinding sel. Air yang ada
dalam dinding sel ini mudah menguap ke dalam ruang antar sel. Ruang antar sek yang besar
pada jaringan bunga karang di daun menampung uap air ini. Uap air tidak dapat secara
langsung keluar dari dalam daun karena adnya lapisan kutikula yang tidak tembus air. Bagian
daun yang bebas dari kutikula adalah sel penjaga dan bukaan stomata. Melalui bukaan inilah
air bisa berdifusi keluar tumbuhan. Transpirasi dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu
perbedaan konsentrasi uap air anatar ruang antar sel dan resistensi difusi jalur ini. Semakin
besar perbedaan uap air dalam jaringan dan diluar jaringan maka laju transpirasi akan semkain
cepat resistensi/penghambatan transpirasi
Transpirasi memiliki beberapa fungsi antara lain mengeluarkan kelebihan air jaringan,
menstabilkan suhu tanaman,(Taiz dan Zeigerm, 2002), Percobaan 5 menyimulasikan
pengaruh kadar lengas pada laju transpirasi tanaman kedelai. Mekanismenya dimulai dengan
perlakuan tanaman untuk kadar lengas yang berbeda. Tanaman tanah kering agak kering, dan
lembab kemudian diuji transpirasinya pada tempat dengan kondisi lingkungan yang masa.
Laju transpirasi belum dapat diukur secara langsung sheingga pengukuran diambil dari
kecepatan tanaman mengeluarkan air sehingga dapat mengubah warna kertas kobalt klorid
dari biru menjadi pink. Kertas koblat klorir dengan luas tertentu ini kemudian dibakukan agar
dapat dicari rerata laju transpirasi untuk setiap perlakuan.
Kadar lengas merupakan sumber air utama tanaman. Kadar lengas yang ideal akan
mendukung keseimbangan cairan jaringan tanaman sehingga proses metabolisme berlangsung
dengan lancar. Flusktuasi kadar lengas akan mengakibatkan stress pada tanaman sehingg
mudah terkena hama dan penyakit.
Kadar lengas yang berlebihan memiliki dampak yang buruk bagi zona perakaran
tanaman hal ini menyebabkan aerasi akar kurang sehingga akar mudah busuk dan penyerapan
air terganggu, tanaman akan kekurangan air fungsional lalu transpirasi berkurang dan
akhirnya mati. Keadaan kekeringan juga akan menyebabkan laju transpirasi berkurang, cairan
sel mengental dan stress membuat metabolisme tanaman tidak efektif. Apabila tidak ada air
tersedia cukup lama, tanaman akan memasuki tahap layu permanen dan akhirnya mati.
Berdasarkan literatur, kadar lengas tanah memang memiliki hubungan sebab akibat
dengan laju transpirasi tanaman, karean transpirasi juga merupakan dampak daru tertatruknya
air terdiri dari dari hasil fotosintess (Taiz dan Zeiger, 2002). Air yang akan di transpirasikan
oleh tanaman berasal dari cairan ynga dierap tanah dan diedarkan memalui xylem.
Ketersediaan air ini harus stabil dan berkelanjutan agar metabolisme berlangsung normal.
Tranpirasi yang termasuk dalam bagian metabolisme ini juga dipengaruhi secara langung oleh
pasokan air dari akar.
B. Pengaruh kadar lengas tanah terhadap kadar air nisbi
Kadar air nisbi (KAN) adalah ukuran yang menunjukkan kandungan air rata-rata yang
terdapat padasuatu organ tanaman misalnya daun. Kadar air nisbi merupakan kadar air aktual
tanaman jika dibandingkan dengan kadar air saat jenuh. Kadar air nisbi berfungsi untuk
mengetahui kadar air aktual pada tanaman sehingga akan diketahui intensitas air yang ada
pada tanaman apakah dalam keadaan berlebih atau keadaan cekaman kekeringan.Jika dalam
keadaan berlebih berarti proses transpirasinya harus digiatkan kembali, tetapi jika dalam
keadaan kekeringan berarti kegiatan pengairan atau penyiraman yang harus diigiatkan
kembali. Tinggi atau rendahnya kadar air nisbi pada tanaman dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain:
a. Suhu atau temperatur udara. Semakin tinggi suhu udara maka nilai kadar air nisbinya
semakin tinggi. Suhu yang tinggi dapat meningkatkan laju transpirasi sehingga kadar air
nisbinya meningkat.
b. Kelembaban udara. Kelembaban udara yang rendah dapat berpengaruh pada laju
transpirasi yang tinggi sehingga kadar air nisbi pada tanaman akan meningkat.
c. Radiasi matahari. Semakin lama penyinaran (radiasi) matahari maka akan
meningkatkan
suhu lingkungan. Semakin tinggi suhu maka akan berpengaruh pada kadar air nisbi
tanaman yang berbanding lurus dengan laju transpirasi.
d. Kadar air (lengas) dalam tanah. Kadar lengas tanah sering disebut sebagai kandungan
air (moisture) yang terdapat dalam pori tanah. Satuan untuk menyatakan kadar lengas
tanah dapat berupa persen berat atau persen volume. Semakin banyak air yang diserap
oleh tanaman maka semakin besar pula kadar air nisbi tanaman tersebut. Besarnya kadar
lengas dalam tanah ini sangat tergantung pada intensitas penyiraman. Kadar lengas
merupakan salah satu sifat fisika tanah untuk mengetahui kemampuan penyerapan air
dan ketersediaan hara pada setiap jenis tanaman (Walker dan Paul, 2002).
Salah satu kelemahan utama menggunakan KAN untuk menilai status air tanaman
adalah persyaratan waktu yang cukup lama. Kedua metode untuk mengestimasi KAN yang
ditinjau disini meniadakan kebutuhan oven untuk pengeringan dan penentuan bobot kering
oven.
Transpirasi mempunyai beberapa manfaat bagi tumbuhan antara lain sebagai berikut:
a. Meningkatkan daya isap daun pada penyerapan air.
b. Mengurangi jumlah air dalam tumbuhan jika terjadi penyerapan yang berlebihan.
c. Mempercepat laju pengangkutan dan penyerapan unsur hara melalui pembuluh xylem.
d. Menjaga turgiditas sel tumbuhan agar tetap pada kondisi optimal.
e. Sebagai salah satu cara untuk menjaga stabilitas suhu.
f. Pengangkutan air ke daun dan difusi air antar sel.
g. Pengangkutan asimilat.
h. Pengaturan bukaan stomata
Transpirasi juga merupakan proses yang membahayakan kehidupan tumbuhan, karena
jika transpirasi melampaui penyerapan oleh akar, tumbuhan akanmengalami kekurangan air.
Jika kandungan air melampaui batas minimum dapat menyebabkan kematian. Transpirasi
yang besar juga memaksa tumbuhan melakukan penyerapan yang banyak, untuk itu
diperlukan energi yang tidak sedikit. Selain itu, transpirasi dapat membahayakan tanaman jika
lengas tanah terbatas, penyerapan air tidak mampu mengimbangi laju transpirasi, Ψw sel
turun, Ψp menurun, tanaman layu, layu permanent, mati, hasil tanaman menurun. Sering
terjadi di daerah kering, perlu irigasi, meningkatkan lengas tanah, pada kisaran layu tetap –
kapasitas lapangan.
Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor
internal yang mempengaruhi laju transpirasi diantaranya adalah morfologis/anatomis suatu
daun, rasio permukaan terhadap volume, kerusakan fisik, dan umur panen. Sedangkan faktor
eksternal yang mempengaruhi laju transpirasi adalah suhu, RH, pergerakan udara, dan
tekanan atmosfir. Apabila suatu tanaman mengalami traspirasi yang berlebihan maka akan
menyebabkan terjadinya pengurangan berat sehingga tanaman menjadi layu. Untuk
menghindari keadaan tersebut, dapat dilakukan pengendalian laju transpirasi dengan cara
pelapisan penyimpanan dingin atau memodifikasi atmosfir (Siti, 2012 cit Trisnawati et al.,
2013 ). Kadar air nisbi dipengaruhi oleh kader lengas tanah, usia fisiologis tanaman,
kelembaban udara, suhu lingkungan, intensitas cahaya matahari,
Berdasarkan data yang telah diperoleh, didapatkan grafik sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil pengaruh kadar lengas terhadap kadar air nisbi

KAN
Perlakuan penyiraman Rerata
Ul. 1 Ul. 2 Ul. 3
Cukup Air 0.76 0.69 0.73 0.73
Agak Kering 0.46 0.56 0.76 0.59
Kering 0.10 0.11 0.09 0.10

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil pengaruh lengas terhadap kadar air nisbi
dengan perlakuan penyiraman cukup air pada ulangan 1 0,76, ulangan 2 0,69, ulangan 3 0,73,
agak kering pada ulangan 1 0,6, agak kering 0,56, ulangan 3 0,76, kering pada ulangan 1 0,10,
ulangan 2 0,11, ulangan 3 0,09. Sedangkan rerata didapatkan hasil secara berurutan yaitu 0,73,
0,59, 0,10.
Hubungan Kadar Lengas dengan KAN
0.80
0.70
Kadar Air Nisbi 0.60
0.50
y = 0.0157x + 0.2827
0.40 R² = 0.4598
0.30 p-value=0.0773

0.20
0.10
0.00
0 5 10 15 20 25 30 35
Kadar Lengas (%)

Grafik 3. Grafik pengaruh kadar lengas terhadap kadar air nisbi


Berdasarkan grafik tersebut, diketahui bahwa p-valuenya sebesar 0,0773 sedangkan
alpha sebesar 0,5. Dengan kata lain, p-value kurang dari alpha sehingga data tersebut
signifikan. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa kadar lengas berpengaruh terhadap Kadar Air
Nisbi (KAN), peningkatan kadar lengas mengakibatkan peningkatan Kadar Air Nisbi (KAN)
dengan nilai R2 = 0.4598.
Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman. Air digunakan oleh tanaman sebagai
bahan baku proses fotosintesis, sebagai pelarut, reagensia untuk bermacam-macam reaksi,
serta sebagai pemelihara turgor tanaman (Leopold dan Kriedemann, 2003 cit Maryani, 2012).
Transpirasi dapat membahayakan tanaman jika lengas tanah terbatas, penyerapan air tidak
mampu mengimbangi laju transpirasi, Ψw sel turun, Ψp menurun, sehingga tanaman layu,
bahkan layu permanent, dan akhirnya tanaman mati. Hal tersebut dapat menurunkan hasil
produksi tanaman. Hal tersebut sering terjadi di daerah kering, seningga diperlukan irigasi
untuk meningkatkan lengas tanah agaar tanaman tetap pada kisaran layu tetap hingga
kapasitas lapangan (Jumin, 1992).
Hasil praktikum tersebut sesuai dengan penelitian menurut Setiawan et al., 2012 yang
menyatakan bahwa semakin penurunan kadar lengas akan mengakibatkan menurunnya nilai
kadar air nisbi (KAN). Dengan kata lain, semakin banyak kadar lengas, maka semakin besar
pula kadar air nisbi suatu tanaman. Kadar lengas tanah sering disebut sebagai kandungan
air (moisture) yang terdapat dalam pori tanah. Besarnya kadar lengas dalam tanah ini sangat
tergantung pada intensitas penyiraman.
C. Pengaruh kadar lengas tanah terhadap kerapatan stomata pada daun
Stomata merupakan bukaan pada permukaan daun yang dijaga oleh dua sel penjaga yang
proses buka tutupnya dipengaruhi oleh kandungan dalam cairan sel(Taiz dan Zeiger, 2002).
Berdasarkan Lakitan (1993), stomata berfungsi untuk menjalankan proses laju transpirasi,
asimilasi, dan respirasi. Terjadinya pembukaan stomata disebabkan karena tekanan turgor dari
kedua sel penjaga yang mengalami peningkatan, sehingga menyebabkan air masuk kedalam sel
penjaga. Stomata juga akan membuka ketika terjadinya akumulasi antara ion kalium (K+)
dengan sel penjaga yang mengakibatkan peningkatan ion yang terlarut dalam cairan sel. Namun,
disisi lain terjadi penurunan potensi tekanan osmotik pada sel penjaga. Pada umumnya senyawa
yang berperan terhadap menurunkan dan menutup stomata adalah asam absisat (ABA). Asam
abisat akan memberikan indikasi ketika stomata munutup. Membuka dan menutupnya stomata
dapat disebabkani oleh faktor internal seperti jam biologis yang mempengaruhi aktivitas biologis
tanaman dan faktor eksternal seperti intensitas cahaya matahari, asam absisat, dan konsentrasi
CO2 (Haryanti dan Meirana, 2009). Saat dimana transpirasi mulai terjadi, maka stomata mulai
melakukan pembukaan. dalam pembukaan stomata, rangsangan seperti cahaya, konsentrasi
karbon rendah, kelembaban tinggi mendorong proses pembukaan stomata (Yoo et al., 2009).
Terjadinya pembukaan dan penutupan sel akan disesuaikan dengan kebutuhan dari tanaman
terhadap transpirasi. Namun, beberapa sel juga akan berfungsi terhadap perubahan osmotik pada
bagian sel penutup stomata. Oleh sebab itu pembukaan dan penutupan stomata diatur dengan
keratapan dari stomata tersebut (Haryanti, 2013). Menurut Setiawan dkk, (2013), pada kondisi
KAN dan PAD rendah terjadinya kehilangan turgiditas tanaman terutama pada daun yang berada
didekat stomata sehingga menyebabkan terjadi penutupan stomata. Terjadinya penutupan
stomata adalah tahap awal bagi tanaman pada kondisi adaptisnya terhadap transpirasi, sehingga
berpengaruh juga terhadap kondutivitas stomata.

Stomata ini membuka dan menutup bergantung pada kadar air tanaman serta lingkungan.
Keadaan yang terlalu lembab/kandungan iar tanaman tinggi, maka stomata akan terus menerus
terbuka. Hal ini terjadi pada tanaman air seperti teratai. Penguapan ini dibutuhkan agar jaringan
tidak kelebihan air. Stomata dipermukaan atas daun (epistomatous) merupakan akibat dari
rendahnya tekanan seleksi gen untuk mengendalikan bukaan stomata pada tanaman air. Hal ini
karena tanaman air tidak memiliki kerugian yang signifikan jika stomata terbuka
permanen(Shtein, Popper, dan Harpaz-Saad,2017). Mekanisme ini jarang ditemukan pada
tanaman darat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata
yaitu:

a) Faktor eksternal :
1) Intensitas cahaya matahari, konsentrasi CO2 dan asam absisat (ABA). Cahaya
matahari merangsang sel penutup menyerap ion K+ dan air,sehingga stomata membuka pada
pagi hari. Konsentrasi CO2 yang rendah di dalam daun juga menyebabkan stomata membuka.

2) Karbon dioksida, tekanan parsial CO2 yang rendah dalam daun akan menyebabkan pH
sel menjadi tinggi. Pada pH yang tnggi 6-7 akan merangsang penguraian pati menjadi gula,
sehingga stomata terbuka.

3) Air, apabila tumbuhan mengalami kekurangan air, maka potensial air pada daun akan
turun, termasuk sel penutupmya sehingga stomata akan tertutup.

4) Cahaya, dengan adanya cahaya maka fotosintesis akan berjalan, sehingga CO2 dalam
daun akan berkurang dan stomata terbuka.

5) Suhu, naiknya suhu akan meningkatkan laju respirasi sehingga kadar CO2 dalam daun
meningkat, pH akan turun dan stomata tertutup.

6) Angin, angin berpengaruh terhadap membuka dan menutupnya stomata secara tidak
langsung. Dalam keadaaan angin yang bertiup kencang pengeluaran air melalui transpirasi
seringkali melebihi kemampuan tumbuhan untuk menggantinya. Akibatnya daun dapat
mengalami kekurangan air sehingga turgornya turun dan stomata akan tertutup.

b) Faktor internal (jam biologis) : Jam biologis memicu serapan ion pada pagi hari

sehingga stomata membuka, sedangkan malam hari terjadi pembasan ion yang

menyebabkan stomata menutup.

Tabel 4. Rerata hasil pengamatan kadar lengas terhadap kerapatan dan lebar bukaan stomata
Rerata
Rerata
Rerata Lebar
Kerapatan
Perlakuan Kadar bukaan
stomata
Lengas (%) stomata
(jumlah/mm2)
(µm)
Cukup air 28.67 130.67 0.15
Agak kering 4.23 160 0.009
Kering 3.37 0 0

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil rerata kadar lengas pada perlakuan cukup air
sebesar 28,67%, pada perlakuan agak kering sebesar 4,23%, pada perlakuan kering sebesar
3,37%. Sedangkan pada rerata kerapatan stomata didapatkan hasil cukup air sebesar 130,67, pada
perlakuan agak kering sebesar 160, pada perlakuan kering sebesar 0. Pada rerata lebar bukaan
stomata didapatkan hasil perlakuan cukup air sebesar 0,15 µm, pada perlakuan agak kering
sebesar 0,009 µm, pada perlakuan kering sebesar 0 µm.

Pengaruh kadar lengas terhadap kerapatan stomata


180

160
Kerapatan Stomata (jumlah mm-2)

y = 2.2021x + 70.265
140 R² = 0.1379
p-value=0.357
120

100
Kerapatan stomata
80
Linear (Kerapatan
60 stomata)

40

20

0
0 10 20 30 40
Kadar Lengas (%)

Grafik 4. Grafik pengaruh kadar lengas terhadap kerapatan stomata


Pengaruh kadar lengas terhadap lebar bukaan
stomata
0.2
0.18
0.16
Lebar bukaan stomata (µm)

0.14
0.12
y = 0.006x - 0.0181
0.1 R² = 0.9994 Lebar Bukaan stomata
p-value = 0.000308
0.08
Linear (Lebar bukaan
0.06 stomata)
0.04
0.02
0
0 10 20 30 40
Kadar lengas (%)

Grafik 5. Grafik pengaruh kadar lengas terhadap kerapatan stomata


Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa nilai p-value hubungan kadar lengas
dengan lebar bukaan stomata yaitu 0,357 yang menandakan bahwa lebih besar daripada alfa
5%, maka Ho diterima. Hal ini memiliki makna yaitu pengaruh kadar lengas terhadap lebar
bukaan stomata tidak signifikan. Nilai R2 dari grafik di atas adalah 0,1379 yang mendekati
angka 0 berarti hubungan antara kadar lengas dengan lebar bukaan stomata tidak erat. Sedangkan
p-value pada grafik pengaruh kadar lengas terhadap kerapatan stomata yaitu 0,000308 yang
menandakan bahwa lebih kecil daripada alfa 5%. Nilai R2 pada grafik tersebut adalah 0,9994.

Grafik di atas menjelaskan bahwa semakin tinggi kadar lengas tanah maka semakin
tinggi pula tingkat kerapatan dan lebar bukaan stomata. Hal ini disebabkan oleh hubungan
antara jumlah air yang tersedia bagi tanaman dengan tingkat kecepatan transpirasi pada
tanaman. Semakin banyak air yang tersedia untuk tanaman maka tingkat transpirasi akan
semakin cepat untuk memacu tingkat kecepatan transpirasi maka tanaman akan
memperbanyak jumlah stomata dan membuka stomata selebar mungkin agar aliran air dari
tanah hingga ke daun semakin cepat. Selain itu, membuka dan menutupnya stomata
dipengaruhi oleh tekanan turgor tanamanya. Jika pada keadaan cukup air sel penjaga akan
membesar karena banyak menyerap air yang membuat stomata membuka karena tekanan dari
sel penjaga namun jika keadaan kering air pada sel penjaga akan hilang sehingga stomata
menutup serta ada senyawa yang berperan dalam proses membuka dan menutupnya stomata
yaitu ABA yang di bentuk di akar yang berfungsi untuk memberitahu sel penjaga bahwa
ketersediaan air untuk tanaman telah menipis sehingga stomata akan menutup. Hal ini sesuai
dengan penelitian Permanasari dan Sulistyaningsih (2013) mengatakan bahwa penurunaan
lebar bukaan stomata terjadi secara linier seiring dengan penurunan kadar lengas tanah.
Lebar bukaan stomata secara nyata mulai menurun sebesar 28 dan 39 % pada kadar lengas
tanah 40 % dan 20 % kapasitas lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Benninga, H_J.F., CDU Carranza, M Pezji, P van Santen, MJ vanderPloeg, DCM Angustijn,dan
R vanderVelde.2018.The Raam regional soil moisture monitoring network in the
Netherlands.Earth Syst Sci Data 10:61-79.
Haryanti, .S dan Meirina, .T. 2009. Optimalisasi pembukaan porus stomata daun kedelai
(Glycine max (L) merril) pada pagi hari dan sore. Bioma. Vol 11 (1) : 18-20.
Haryanti, .S. 2013. Jumlah dan distribusi stomata pada daun beberapa spesies tanaman
dikotil dan monokotil. Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol 18 (2) : 21-23.
Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Maryani, A. T. 2012. Pengaruh volume pemberian air terhadap pertumbuhan bibit kelapa
sawit di pembibitan utama. Agroteknologi. Vol 1 (2) : 64-74.
Permanasari, I., dan E. Sulistyaningsih. 2013. Kajian fisiologi perbedaan kadar lengas tanah dan
konsentrasi giberelin pada kedelai (Glycine max L.). Jurnal Agroteknologi 4(1): 31-39.
Setiawan, Tohari, dan Shiddieq .D. 2012. Pengaruh cekaman kurang air terhadap beberapa
karakter fisiologis tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth). Ilmu Pertanian. Vol 15 (2)
: 85-99.
Setiawan, Tohari, dan Shiddieq .D. 2013. Pengaruh cekaman kurang air terhadap beberapa
karakter fisiologis tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth). Littri. Vol 19 (3) : 108-
111.
Shtein, I., Z.A. Popper, dan S. Harpaz-Saad.2017.Permanently open stomata of aquatic
angiosperms display modified cellulose crystallinity patterns.Plant Signalling &Behavior
12(7) : 1-5.
Taiz Taiz, L., dan E. Zeiger.2002.Plant Physiology, 3rd ed.London:Sinauer Associates.
Trisnawati, E., Dewid A., dan Abdullah S. 2013. Pembuatan kitosan dari limbah cangkang
kepiting sebagai bahan pengawet buah duku dengan variasi lama pengawetan. Jurnal
Teknik Kimia. Vol 19 (2) : 17-26.
Walker, J.P. dan R.H. Paul. 2002. Evaluation of the Ohmmapper instrument for soil
measurement. Soil Science Society of America Journal 66: 223-234.
Yoo, C. Y., H.E., P. M. Hasegawa, M. V. Mickelbart. 2009. Regulation of transpiration to
improve crop water use. Plant Science. Vol 26 (1) : 410-425.
Yulius A., Nanere J. I., Arifin, dan Samorsi S. 1997. Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerja
Sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur. Ujung Pandang.

Anda mungkin juga menyukai