Anda di halaman 1dari 181

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN

MAKANAN CEPAT SAJI PADA MAHASISWA


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2012

SKRIPSI

DISUSUN OLEH
IKA SUSWANTI
NIM: 108101000044

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/ 2013M
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
JURUSAN GIZI

Skripsi, 11 Januari 2013


Ika Suswanti, NIM: 108101000044
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2012

xix + 122 halaman, 29 tabel, 2 bagan, 1 gambar, 1 lampiran


ABSTRAK
Makanan cepat saji merupakan makanan cepat saji yang dalam proses
memasaknya tidak membutuhkan waktu yang lama, Makanan cepat saji merupakan
makanan yang digemari oleh remaja khususnya mahasiswa. Makanan cepat saji mudah
ditemukan dan bisa dikonsumsi dalam kondisi apapun. Resiko gangguan kesehatan dari
makanan cepat saji dapat diperoleh dari segi makanan yang memiliki kalori cukup tinggi
namun rendah zat gizi lain, kandungan bahan tambahan pangan yang digunakan, serta
penggunaan kemasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi
cross sectional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner atau
daftar pertanyaan mengenai karakteristik siswa dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan makanan yaitu, jenis kelamin, pengetahuan, status gizi, pendapatan, faktor
makanan (rasa, tekstur, warna, bumbu, bentuk, harga), jumlah keluarga dan perpindahan
penduduk. Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FKIK UIN
Jakarta tahun 2012 yang berjumlah 1345 mahasiswa dengan jumlah sampel 181 orang.
Hasil penelitian menunjukan jumlah responden yang melakukan pemilihan
makanan cepat saji dengan baik lebih tinggi yaitu sebesar (60,8%) dibandingkan dengan
responden yang melakukan pemilihan makanan cepat saji kurang baik (39,2%). Hal ini
berarti sebagian besar mahasiswa memiliki kesadaran akan pentingnya memilih
makanan yang sehat namun sesuai selera. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa
tidak ada hubungan antara jenis kelamin, pengetahuan, pendapatan, rasa, tekstur, bentuk,
bumbu, harga, jumlah keluarga dan perpindahan penduduk terhadap pemilihan makanan
cepat saji, Namun terdapat hubungan antara status kesehatan (P-value 0,001) dan warna
(P-value 0,03). Pemilihan makanan pada mahasiswa FKIK lebih mengarah pada
kesadaran akan keamanan pangan, namun rendah perhatiannya dalam hal kandungan
gizi dari makanan cepat saji tersebut. Oleh karena itu, akan lebih baik jika keduanya
mendapat perhatian yang sama. Perhatian akan kandungan gizi bisa mengurangi resiko
terjadinya penyakit degenerative di kemudian hari.
( Daftar Bacaan 62 (1989 2012) )
Kata kunci: makanan cepat saji, pemilihan makanan, mahasiswa

ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
NUTRITION DEPARTMENT

Thesis, January 2013


Ika Suswanti, NIM: 108101000044

Determine of The Factors Associated With The Selection of Fast Food at the
Faculty Of Medicine And Health Sciences UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.

xix+ 122 pages, 29 tables, 2 charts, 1 figure, 1 appendix

ABSTRACT
Fast food in the cooking process does not require a long time, fast food is the
food most liked by teenagers, especially students that are still in their late teens.
Penchant for fast food because fast food is easy to find and can be consumed in any
condition. Actually, fast food is not always harmful to health, it depends on the ability of
one's own food choices. The risk of health problems from fast food can be obtained in
terms of the food itself that has high calories but low in other nutrients, food additives
ingredients used, and the use of packaging. The purpose of this study was to determine
the factors associated with the selection of Fast Food In Faculty of Medicine and Health
Sciences UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.
This research is a quantitative study using a cross-sectional study design. The
instrument used in this study is a questionnaire or a list of questions about the
characteristics of students and the factors that influence the choice of food that is, sex,
knowledge, nutrition status, income, dietary factors (taste, texture, color, flavor, shape,
price), family size and population displacement. The population in this study were all
students FKIK UIN Jakarta in 2012 which amounted to 1345 students with a sample of
181 people.
The results showed the number of respondents who did the selection of fast food
with the amount of either higher (60.8%) compared with those who did the selection of
fast food is not good (39.2%). This means that most of the students have an awareness of
the importance of choosing healthy foods, but according to taste. In this study the result
that there is no relationship between gender, knowledge, income, taste, texture, shape,
flavor, price, number of families and people movement against fast food selection, but
there is a relationship between health status (P-value 0.001) and color (P-value 0.03) for
the selection of fast food. The selection of food at a student lead FKIK more awareness
of food safety, but low concern in terms of nutritional content of fast food is. Therefore,
it would be better if they receive the same attention. Attention will be able nutrients
reduce the risk of degenerative diseases later in life.

(Reading List 62 (1989-2012))

Keywords : fast food, food choice, student

iii
iv
v
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Identitas Diri

Nama : Ika Suswanti

Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Juni 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Kedungwuluh, RT 07/RW 03 no.197

Padaherang, Ciamis, Jawa Barat

Hp : 085718591334

Email : icha.ydoet@gmail.com

Pendidikan Formal

Tahun 1994-1995 : TK Nurul Huda

Tahun 1995-2001 :SDN 1 Kedungwuluh

Tahun 2001-2004 : SMPN 1 Padaherang

Tahun 2004-2007 : SMAN 1 Banjarsari

Tahun 2008-2012 : FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

vi
LEMBAR PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya Persembahkan


terUntuk Ibu dan Ayah saya terCinta serta
Sahabat dan orang-orang Baik yang membantu
mewujudkan mimpi-mimpi saya

Mulailah segala sesuatu dengan selalu berprasangka baik


kepada Allah
Karenanya merupakan salah satu syarat terkabulnya
doa..
Dalam setiap harapan pastikan itu selalu bersamaNya
Manusia hanya cukup ber- Usaha, Doa, Yakin dan
Pasrah
Dengan izin-Nya, segala sesuatu diluar logika manusia
akan terjadi sesuai kehendak-Nya
Karena Dialah yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk
hamba-Nya

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
maha segalanya, yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012 .
Shalawat dan salam penyusun haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang
membawa umatnya dari alam kejahiliyaan menuju alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk,
bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya
penyusun mengucap rasa syukur sebagai implementasi dari rasa terima kasih kepada :
1. Ibu dan Ayah tercinta yang memberikan bantuan doa, moril maupun materil
yang tak terhingga dan selalu menjadi sumber inspirasi dan kekuatan bagi saya.
Kakak dan Adik-adiku, kak Asri Nirmala, Nurasisyiyah, Abdi Maulana dan si
kecil penyemangat hidupku M. Insan Kamil. terima kasih atas segala dukungan
dan doa yang selalu ada dalam setiap fase hidupku.
2. Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Febriati, Msi, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta staf serta segenap Bapak/Ibu Dosen Jurusan
Kesehatan Masyarakat, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat
berguna bagi penyusun.
4. Bapak M.Farid Hamzens Msi, selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan waktu, pikiran, arahan serta semangat dan motivasi kepada
penyusun dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah membalas
kebaikan dan budi mulia Bapak.
5. Ibu Yuli Amran, MKM, selaku dosen pembimbing II dan dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan waktu, pikiran, arahan serta semangat dan

viii
motivasi kepada penyusun dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Semoga
Allah membalas kebaikan dan budi mulia ibu.
6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, Skn, Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, dan Ibu Itje ,
atas kesediaannya menjadi dosen penguji. Terima kasih atas bimbingan, arahan,
dan saran yang berharga bagi penulis.
7. Seluruh Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
angkatan 2009-2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang sudah bersedia
untuk menjadi responden penelitian penyusun, terima kasih atas bantuan dan
kerja samanya. Terlebih kepada Yusna & Danie Farmasi 2010, Angga PSPD
2010, Indah Keperawatan 2011, Faulia Keperawatan 2009, Ilham Keperawatan
2010 dan adik-adik jurusan Kesehatan masyarakat atas bantuannya membantu
penyusun untuk terkumpulnya kuesioner. Semoga kalian semua juga
dimudahkan dalam setiap urusannya.
8. Sahabat-sahabat terhebat saya Melda Santi (sahabat sekaligus rekan
seperjuangan saya terima kasih atas segala bantuannya ya mel..), Nurmalita Sani,
Dimiyati Syahidah, Rima Zeinnamira, Resti Ratnawati, Oki Oktaviani (terima
kasih atas semua pengalaman, canda, tawa, senang, susah yang membuat cerita
di kehidupan penyusun yang nggak akan pernah terlupakan) serta semua teman-
teman jurusan Kesehatan Masyarakat angkatan 2008 yang sedang sama-sama
berjuang dan saling mengingatkan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis juga menyadari kekurangan-
kekurangan yang sangat mungkin terjadi dalam penulisan kesempurnaan skripsi
ini. Meskipun demikian semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan bagi
pembacanya. Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan taufik dan hidayah-
Nya kepada kita semua. Aamiin.

Jakarta, Januari 2013

Penulis

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ..... i


ABSTRAK ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
LEMBAR PENGESAHAN ...... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
LEMBAR PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR .. viii
DAFTAR ISI ............ x
DAFTAR TABEL ........ xv
DAFTAR BAGAN .. xviii
DAFTAR GAMBAR xix
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang.......................... 1
B. Rumusan Masalah 8
C. Pertanyaan Penelitian ... 10
D. Tujuan............................... 11
1. Tujuan Umum .. 11
2. Tujuan Khusus... 11
E. Manfaat.. 12
1. Manfaat Bagi Remaja. 12
2. Manfaat Bagi Peneliti lain..... 12
F. Ruang Lingkup Kegiatan 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .. 14
A. Makanan Cepat Saji. 14
1. Penggunaan Kemasan.. 16
2. Kandungan Gizi Makanan Cepat Saji 25
3. Bahan Tambahan Makanan ... 26
4. Pemilihan Makanan. 32
B. Fakor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Makanan Cepat Saji... 33

x
1. Pengetahuan ...... 33
2. Usia........ 34
3. Jenis kelamin.............. 34
4. Pendapatan ........ 35
5. Keterampilan Memasak. 36
6. Status Gizi . 37
7. Faktor Makanan 37
8. Musim dan Tingkatan sosial 42
9. Mobilitas ....... 42
10. Pekerjaan dan Jumlah Keluarga. 43
11. Perpindahan penduduk/tempat tinggal .. 45
C. Kerangka Teori . 45
BAB III KERANGKA KONSEP ........ 47
A. Kerangka Konsep....... 47
B. Definisi Operasional ......... 50
C. Hipotesis Penelitian.... 52
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ......... 53
A. Desain Penelitian............ 53
B. Lokasi dan Waktu Penelitian......... 53
C. Populasi dan Sampel.......... 53
D. Pengumpulan Data.... 55
E. Pengukuran Data ......... 56
F. Pengolahan Data................ 58
G. Analisa Data .. 59
BAB V HASIL. 61
A. Gambaran Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN 61
Jakarta
B. Analisis Univariat 64
1. Gambaran Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas 64
Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012...

xi
2. Gambaran Jenis Kelamin .. 65
3. Gambaran Pengetahuan.......... 65
4. Gambaran Status Gizi 66
5. Gambaran Rasa . 67
6. Gambaran Tekstur . 67
7. Gambaran Warna... 68
8. Gambaran Bentuk . 69
9. Gambaran Bumbu . 70
10. Gambaran Harga ... 70
11. Gambaran Perpindahan Tempat Tinggal 71
12. Gambaran Uang Saku 72
C. Analisis Bivariat 73
1. Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan Makanan Cepat 73
Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012................................
2. Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan Makanan Cepat 74
Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
3. Analisis Hubungan Antara Status Gizi Dengan Pemilihan Makanan Cepat 75
Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012....
4. Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji 76
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
5. Analisis Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji 77
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
6. Analisis Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji 79
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012

xii
7. Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji 80
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
8. Analisis Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji 81
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
9. Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji 82
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
10. Analisis Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal Dengan Pemilihan 83
Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun
2012
11. Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan Makanan Cepat 85
Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian ..... 87
B. Pemilihan Makanan Cepat Saji . 88
C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pemilihan Makanan 92
Cepat Saji...
1. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji 92
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
2. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada 96
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012....
3. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada 99
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012

xiii
4. Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada 103
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
5. Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada 107
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
6. Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada 110
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
7. Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada 111
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
8. Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada 114
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012....
9. Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada 115
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
10. Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada 116
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012
11. Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal Dengan Pemilihan Makanan 117
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012...
BAB VII PENUTUP .
A. Simpulan . 120
B. Saran 121
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Hal
Tabel
2.1 Beberapa definisi yang dikaitkan dengan makanan cepat saji 15
2.2 Jenis Bahan Pengawet Yang Diperbolehkan 28
2.3 Jenis bahan pewarna yang diperbolehkan 29
5.1 Jumlah dan Distribusi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 61
2012
5.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Keterlibatan Responden dalam 62
Pemilihan Makanan Cepat Saji
5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Makanan Cepat Saji Yang Sering di 63
Konsumsi
5.4 Distribusi Frekuensi Kategori Pemilihan Makanan Cepat Saji 64
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Jakarta Tahun 2012
5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Mahasiswa Fakultas 65
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012
5.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pada Mahasiswa Fakultas 66
Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012
5.7 Distribusi Frekuensi Status Gizi Pada Mahasiswa Fakultas 66
Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012
5.8 Distribusi Frekuensi Variabel Rasa Dalam Memilih Makanan 67
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN
Jakarta Tahun 2012
5.9 Distribusi Frekuensi Variabel Tekstur Dalam Memilih Makanan 68
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN
Jakarta Tahun 2012
5.10 Distribusi Frekuensi Variabel Warna Dalam Memilih Makanan 68
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN

xv
Jakarta Tahun 2012
5.11 Distribusi Frekuensi Variabel Bentuk Dalam Memilih Makanan 69
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN
Jakarta Tahun 2012
5.12 Distribusi Frekuensi Variabel Bumbu Dalam Memilih Makanan 70
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN
Jakarta Tahun 2012
5.13 Distribusi Frekuensi Variabel Harga Dalam Memilih Makanan 71
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN
Jakarta Tahun 2012
5.14 Distribusi Perpindahan tempat tinggal Pada Mahasiswa Fakultas 71
Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012
5.15 Distribusi Uang Saku Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan 72
Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012
5.16 Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan 73
Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2012
5.17 Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan 74
Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2012
5.18 Analisis Hubungan Antara Status Gizi Dengan Pemilihan 75
Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2012
5.19 Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan Makanan 76
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012
5.20 Analisis Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan Makanan 78
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012
5.21 Analisis Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan Makanan 79

xvi
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012
5.22 Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan Makanan 80
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012
5.23 Analisis Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan Makanan 81
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012
5.24 Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan Makanan 82
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012
5.25 Analisis Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal Dengan 84
Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012
5.26 Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan 85
Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2012

xvii
DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman


2.1 Kerangka Teori 46
3.1 Kerangka Konsep 49

xviii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Hal
2.1 Ukuran yang tepat dalam memakai pengawet dan pewarna 29
yang aman

xix
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan satu fase yang penting dari proses pertumbuhan

dan perkembangan manusia karena masa remaja merupakan masa transisi antara

masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri sekunder,

tercapainya fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif

(Soetjiningsih, 2007). Kondisi seseorang pada masa dewasa banyak ditentukan

oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja. Keadaan gizi remaja

umumnya dipengaruhi oleh perilaku konsumsi makanan yang berakibat pada

tingkat konsumsi zat gizi.

Perilaku konsumsi makanan yang salah pada masa remaja menyebabkan

ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan

(Thamrin dkk, 2008). Hal inilah yang dapat menyebabkan kondisi remaja

mengarah kepada kelebihan gizi maupun kekurangan gizi. Kekurangan gizi

maupun kelebihan gizi pada masa remaja merupakan dampak dari suatu perilaku

makan yang salah dan merupakan masalah utama yang harus segera

ditanggulangi karena fase remaja merupakan fase akhir dari proses pertumbuhan

dan perkembangan manusia (Husaini dalam Siagian, 2004). Dampak dari

perilaku makan yang salah pada masa remaja akan berpengaruh pada kesehatan

dalam fase kehidupan selanjutnya setelah dewasa dan berusia lanjut.

Perilaku makan yang salah yang tampak saat ini yaitu munculnya

anggapan bahwa mengonsumsi makanan cepat saji merupakan sebuah tren di

1
2

kalangan remaja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Health Education

Authority (2002) dalam Sihaloho (2012), usia 15 34 tahun adalah konsumen

terbanyak yang memilih mengonsumsi makanan cepat saji, keadaan tersebut

dapat dipakai sebagai cermin dalam tatanan masyarakat Indonesia, bahwa

rentang usia tersebut adalah golongan pelajar dan pekerja muda. Golongan usia

ini memiliki aktivitas yang tinggi dari usia lainnya, makin tingginya aktivitas

mengakibatkan seseorang melakukan pemilihan makanan, mengonsumsi

makanan secara praktis tapi tetap beragam merupakan salah satu pilihan yang

dianggap mampu mengatasi rasa lapar pada kondisi tertentu, hal tersebut

mendorong seseorang untuk mengonsumsi makanan cepat saji. Kegemaran

terhadap makanan cepat saji disebabkan karena makanan cepat saji mudah

ditemukan dan bisa dikonsumsi dalam kondisi apapun.

Ada beberapa pengertian yang dikaitkan dengan makanan cepat saji yaitu

diantaranya tergolong fast food, junk food, instan food, street food. Makanan

cepat seperti fast food merupakan makanan cepat saji yang dalam proses

memasaknya tidak membutuhkan waktu yang lama, makanan yang tergolong

dalam kategori ini seperti fried chiken, gorengan, mie instan, humberger, pizza

dll. Apabila junk food biasanya berupa makanan makanan ringan atau snack yang

terbuat dari umbi-umbian, kentang, atau jagung yang dibuat chips atau serupa

kripik dalam bentuk makanan kemasan, makanan ini dengan kandungan kalori

tinggi, kandungan gula/ lemak/ garam tinggi dan nilai gizi yang rendah dalam hal

protein, serat, vitamin dan kandungan mineral (Kaushik, at all. 2011) misalnya

chips/keripik, coklat, es krim, makanan ringan dll. Instan food merupakan


3

makanan yang mengalami pengolahan khusus yang siap untuk disajikan dalam

sekali makan atau terdispersi dalam cairan dengan waktu memasak yang singkat

seperti mie instan, corn flakes, bubuk sup, bubur instan, spagety (Kaushik, at all.

2011). Sementara makanan jajanan street food merupakan makanan dan

minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau

disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang

disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Kepmenkes, 2003) seperti

cilok, siomay, otak-otak, cakwe dll.

Mengonsumsi makanan cepat saji tidak membahayakan kesehatan jika

seseorang dapat membatasi makanan cepat saji serta memperhatikan keamanan

pangan dari makanan yang dikonsumsinya. Namun sayangnya dengan ditengah

berkembangnya industri makanan cepat saji, terdapat kecurangan produsen

dalam menghasilkan makanan cepat saji sehingga hal tersebutlah yang dapat

membahayakan konsumen makanan cepat saji. Oleh karena itu seseorang perlu

memiliki kemampuan untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang

sesuai selera namun sesuai dengan syarat kesehatan.

Umunya remaja kurang menyadari bahwa konsumsi makanan yang cepat

saji memiliki dampak negatif bagi kesehatan tubuh, resiko gangguan kesehatan

dari makanan cepat saji tersebut dapat diperoleh dari segi makanan itu sendiri

yang memiliki kalori cukup tinggi namun rendah zat gizi lain, kandungan bahan

tambahan pangan yang digunakan, serta dalam penyajiannya makanan cepat saji

dapat dikonsumsi langsung ditempat atau disajikan dalam kemasan. Namun,

biasanya remaja lebih menyukai makanan cepat saji yang di kemas dalam
4

kemasan untuk kepraktisan, padahal kemasan yang digunakan sebagai pengemas

juga perlu diwaspadai sebagai resiko dari makanan yang disajikan dengan cara

dikemas.

Makanan cepat saji biasanya merupakan penyebab utama remaja malas

makan karena memiliki kalori yang cukup tinggi sehingga selalu merasa kenyang

namun kandungan nutrisinya terbatas. Kandungan kalori yang cukup tinggi

merupakan salah satu faktor penyebab obesitas. Selain itu, makanan cepat saji

menyebabkan remaja mengalami kekurangan zat gizi lain seperti protein, vitamin

dan serat karena kandungannya yang rendah (Muwakhilda, 2008). Bahan

tambahan pangan yang terkandung pada makanan juga merupakan salah satu

hal yang harus diperhatikan karena pada umumnya makanan cepat saji tersebut

mengandung zat-zat tambahan makanan seperti pemanis, pewarna, pengawet dan

penguat rasa (Ramayulisdkk, 2008). Penggunaan bahan tambahan pangan dalam

produk pangan yang tidak mempunyai risiko terhadap kesehatan manusia dapat

dibenarkan karena hal tersebut memang lazim dilakukan. Namun, penggunaan

bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan seperti menambahkan

bahan kimia berbahaya pada makanan atau penggunaan bahan tambahan pangan

secara berlebihan sehingga melampaui ambang batas maksimal tidak dibenarkan

karena dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia yang

mengonsumsi pangan tersebut. Penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak

sesuai dengan fungsi yang seharusnya dapat menyebabkan keracunan, gangguan

fungsi hati, gangguan saluran pernafasan, sakit ginjal, gangguan paru-paru,

gangguan fungsi hati, gangguan pencernaan, kanker atau bahkan kematian.


5

Dari hasil analisis sampel yang dilakukan BPOM pada tahun 2001 hingga

2003, masih terdapat pangan olahan yang menggunakan bahan kimia berbahaya,

seperti: rhodamin, boraks, dan formalin. Hasil analisis sampel pangan yang

mengandung rhodamin B (dari 315 sampel, 155 sampel mengandung rhodamin-

B /49%), boraks (dari 1222 sampel, 129 sampel mengandung boraks /11%) serta

formalin dari 242 sampel 80 sampel mengandung formalin / 33%). Dimana jenis

pangan tersebut diantaranya mie basah, makanan ringan, kerupuk, dan terasi

(BPOM, 2004).

Disamping mengandung kalori tinggi dan rendah zat gizi lain, serta

mengadung bahan tambahan pangan, kemasan makanan pun merupakan salah

satu faktor resiko makanan yang di kemas dalam kemasan dianggap memiliki

dampak negatif bagi tubuh. Dari sisi food safety kemasan makanan bukan

sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi.

Kemasan pada makanan juga mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan,

kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Namun tidak semua

kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya. Kemasan yang paling

sering kita jumpai saat ini adalah plastik, kertas dan styrofoam. Penggunaan jenis

wadah tersebut beresiko menimbulkan gangguan kesehatan karena bahan dasar

pembuatan jenis kemasan maupun pigmen warna kemasan bisa bermigrasi ke

makanan pada kondisi tertentu sehingga jika terus menerus terakumulasi dalam

tubuh akan menyebabkan kanker (Sulchan, 2007).

Berbagai faktor mempengaruhi remaja dalam pemilihan makanan yang

dikonsumsinya. Secara garis besar dikelompokan menjadi tiga determinan yaitu


6

faktor individu, makanan dan lingkungan (Sanjur, 1982 dalam Azrimaidaliza

dkk, 2008). Menurut Kristianti (2009) faktor yang membuat para remaja lebih

memilih mengonsumsi makanan capat saji antara lain kesibukan orang tua

khususnya ibu yang tidak sempat menyiapkan makanan di rumah sehingga

remaja lebih memilih membeli makanan diluar (fast food), lingkungan sosial dan

kondisi ekonomi yang mendukung dalam hal besarnya uang saku remaja. Selain

itu, penyajian fast food yang cepat dan praktis tidak membutuhkan waktu lama,

rasanya enak, sesuai selera dan seringnya mengonsumsi fast food dapat

menaikkan status sosial remaja, menaikkan gengsi dan tidak ketinggalan

globalitas.

Tren mengonsumsi makanan cepat sajipun, tidak hanya terlepas pada

masyarakat awam yang kurang memahami dampak yang ditimbulkan dari

makanan cepat saji, seseorang yang cukup mengerti akan dampak tersebut seperti

mahasiswa kesehatan cukup memiliki minat terhadap makanan cepat saji ini.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Trigan (2012) yang berkaitan dengan

pengetahuan, sikap dan tindakan mahasiswa fakultas kedokteran Universitas

Sumatera Utara terhadap makanan siap saji, diketahui bahwa sebanyak 83,6%

mahasiswa memiliki pengetahuan yang baik mengenai makanan siap saji, bila

dilihat dari sikap terhadap makanan cepat saji yaitu sebesar 62,1% memiliki

sikap yang baik, namun bila dilihat dari tindakan mengonsumsi makanan cepat

saji sebanyak 37,9% menyatakan sangat sering mengonsumsi, 33,7%

menyatakan sering dan sebanyak 28,4% menyatakan jarang mengonsumsi

makanan cepat saji dimana jenis makanan yang paling sering dikonsumsi
7

dikalangan mahasiswa itu sendiri beberapa diantaranya adalah gorengan yang

merupakan makanan paling sering dikonsumsi setiap hari dengan persentase

69,5%, mie instan sebanyak 63,2%, ayam goreng kentucky 61,1%, mie goreng

55,8% dan mie ayam dengan persentase 53,7%. Dari hasil penelitian tersebut

dapat disimpulkan bahwa dengan pengetahuan dan sikap yang baik terhadap

makanan cepat saji tidak menutup kemungkinan seseorang untuk tidak

mengonsumsi makanan cepat saji.

Perilaku pemilihan makanan yang baik adalah salah satu perilaku hidup

sehat yang merupakan bagian dari usaha preventif dan promotif yang harus ada

dalam citra diri mahasiswa kesehatan, namun sayangnya hal tersebut masih

kurang mendapat perhatian dari kalangan mahasiswa kesehatan itu sendiri.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 responden remaja

dengan rata-rata usia 19-21 tahun pada mahasiswa kesehatan di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, frekuensi

mengonsumsi fast food sejenis mie instan 80% diantaranya mengonsumsi mie

instan 1-2 kali/minggu, sementara dalam mengonsumsi junk food paling banyak

mengonsumsi roti kemasan yaitu hampir 50% diantara mengonsumsi roti

kemasan 3-4 kali/minggu. Dalam mengonsumsi street food 50% diantanya

mengonsumsi bakso dan mie ayam 1-2 kali/minggu, dan 60% diantarnya

mengonsumsi siomay 1-2 kali/minggu. Dari data tersebut dapat disimpulkan

kemungkinan dalam satu minggu mahasiswa mengonsumsi beragam makanan

cepat saji yang berbeda setiap harinya.


8

Sementara dalam hal pemilihan makanan pada mahasiswa FKIK

diantaranya sebanyak 70% responden menyatakan kadang-kadang

mempertimbangkan kandungan gizi makanan, dalam hal pertimbangan terhadap

bahan tambahan pangan hampir 50% diantaranya masih kurang

mempertimbangkan keamanan penggunaan BTP dimana hampir separuh

responden menyatakan kadang-kadang masih tetap membeli makanan walaupun

memiliki warna yang mencolok, serta dalam hal pertimbangan terhadap kemasan

yang digunakan 50% diantaranya masih tetap membeli makanan yang dikemas

mengunakan plastik hitam, 60% diantaranya masih tetap membeli walaupun

makanan dikemas dengan menggunakan stryofoam, dan 60% diantaranya masih

tetap membeli walaupun makanan dikemas dengan kertas yang bertinta.

Berdasarkan studi pendahuluan tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian

pada remaja kalangan mahasiswa kesehatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Jakarta.

B. Rumusan Masalah

Tren dalam mengonsumsi makanan cepat saji tidak hanya terjadi pada

masyarakat biasa, seseorang yang mengerti akan dampak yang ditimbulkan dari

makanan cepat saji cukup memiliki minat yang tinggi pada makanan ini,

dimanan salah satunya mahasiswa kesehatan. Perilaku pemilihan makanan yang

baik adalah salah satu perilaku hidup sehat yang merupakan bagian dari usaha

preventif dan promotif yang harus ada dalam citra diri mahasiswa kesehatan,

namun sayangnya hal tersebut masih kurang mendapat perhatian dari kalangan

mahasiswa kesehatan itu sendiri.


9

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Trigan (2012) dapat

disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap yang baik terhadap makanan cepat

saji tidak menutup kemungkinan seseorang untuk tidak mengonsumsi makanan

cepat saji. Sementara berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10

responden remaja dengan rata-rata usia 19-21 tahun pada mahasiswa kesehatan

di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, frekuensi

mengonsumsi fast food sejenis mie instan 80% diantaranya mengonsumsi mie

instan 1-2 kali/minggu, sementara dalam mengonsumsi junk food paling banyak

mengonsumsi roti kemasan yaitu hampir 50% diantara mengonsumsi roti

kemasan 3-4 kali/minggu. Dalam mengonsumsi street food 50% diantanya

mengonsumsi bakso dan mie ayam 1-2 kali/minggu, dan 60% diantarnya

mengonsumsi siomay 1-2 kali/minggu. Dari data tersebut dapat disimpulkan

kemungkinan dalam satu minggu mahasiswa mengonsumsi beragam makanan

cepat saji yang berbeda setiap harinya. Dalam hal pemilihan makanan cepat saji

pada mahasiswa FKIK diantaranya sebanyak 70% responden menyatakan

kadang-kadang mempertimbangkan kandungan gizi makanan, dalam hal

pertimbangan terhadap bahan tambahan pangan hampir 50% diantaranya masih

kurang mempertimbangkan keamanan penggunaan BTP dimana hampir separuh

responden menyatakan kadang-kadang masih tetap membeli makanan walaupun

memiliki warna yang mencolok, serta dalam hal pertimbangan terhadap kemasan

yang digunakan 50% diantaranya masih tetap membeli makanan yang dikemas

mengunakan plastik hitam, 60% diantaranya masih tetap membeli walaupun

makanan dikemas dengan menggunakan steryofoam, dan 60% diantaranya masih


10

tetap membeli walaupun makanan dikemas dengan kertas yang bertinta. Oleh

karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada mahasiswa

kesehatan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

C. Pertanyaan penelitian

a. Bagaimana gambaran pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK

UIN Syarif Hidayatullah ?

b. Bagaimana gambaran faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan,

pendapatan, status kesehatan) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah ?

c. Bagaimana gambaran faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk makanan,

bumbu,harga makanan) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah?

d. Bagaimana gambaran faktor lingkungan (perpindahan penduduk) mahasiswa

FKIK UIN Syarif Hidayatullah?

e. Bagaimana hubungan faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan, uang

saku, status gizi) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa

FKIK?

f. Bagaimana hubungan faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk, bumbu,

harga makanan) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa

FKIK?

g. Bagaimana hubungan faktor lingkungan (pengaruh perpindahan penduduk)

terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK?


11

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan

Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui gambaran pemilihan pemilihan makanan cepat saji pada

mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

b. Mengetahui gambaran faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan,

uang saku, status gizi) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

c. Mengetahui gambaran faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk,

bumbu, harga makanan) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

d. Mengetahui gambaran faktor lingkungan (pengaruh perpindahan

penduduk) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

e. Mengetahui hubungan faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan,

pendapatan, status gizi) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada

mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

f. Mengetahui hubungan faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk,

bumbu, harga makanan) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada

mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

g. Mengetahui hubungan faktor lingkungan (pengaruh perpindahan tempat

tinggal) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK

UIN Syarif Hidayatullah.


12

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi remaja

a. Dapat memberikan memberi informasi terkait gambaran perilaku

pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK UIN Syarif

Hidayatullah.

b. Dapat memberikan motivasi agar mahasiswa mahasiswa FKIK UIN

Syarif Hidayatullah dapat melakukan pemilihan makanan cepat saji

dengan baik.

2. Bagi Penelitian lain

a. Dapat memberikan masukan dan referensi ilmu sebagai bahan

pembelajaran dalam memperkaya ilmu dari hasil penelitian.

b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan untuk penelitian

berikutnya dengan mengembangkan metode yang lebih luas ruang

lingkupnya.

F. Ruang Lingkup Kegiatan

Kegiatan penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Gizi

Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dilakukan

pada bulan Juni Desember 2012. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah

untuk menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi yang terkait Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pengambilan data dilakukan melalui wawancara dengan Populasi dan


13

sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa FKIK dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif dan desain studi cross sectional.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Makanan cepat saji

Produk makanan cepat saji dewasa ini beragam dan terus berkembang

sehubungan dengan pergeseran pola konsumsi masyarakat. Produk makanan

cepat saji menjadi popular karena pelayanannya yang cepat, praktis, nyaman dan

harganya yang relatif terjangkau. Bagi masyarakat kota, makanan cepat saji

merupakan jawaban akan terbatasnya waktu dimana sebagian besar mobilitas

kehidupan masyarakat kota dilakukan diluar rumah sehingga tidak punya waktu

untuk makan didalam rumah (Sudarisman, 1996 dalam Fitria, 2000).

Menurut Bertram (1975) dalam Fitria, (2000) makanan cepat saji

mengandung dua arti yang berbeda, namun keduanya sama-sama mengacu pada

penghidangan dan konsumsi makanan secara cepat. Kedua arti tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut: 1) makanan capat saji dapat diartikan sebagai

makanan yang dapat dihidangkan dan dikonsumsi dalam waktu seminimal

mungkin; 2) makanan cepat saji dapat diartikan sebagai makanan yang dapat

dikonsumsi secara cepat.

Secara umum produk makanan cepat saji dibedakan menjadi dua bentuk

yaitu produk makanan cepat saji yang berasal dari barat dan lokal. Sementara

dari jenis makanannnya produk fast food yang biasa dikonsumsi sebagai

makanan jajanan pada saat ini terdiri dari makanan utama atau biasa dikenal

dengan istilah meals, makanan kecil atau biasa disebut dengan snack dan

14
15

minuman yang biasa disebut beverages (Fardiaz &Guhardja, 1996 dalam Fitria,

2000).

Sementara menurut Kaushik, at all (2011) makanan cepat saji mengacu

pada makanan yang dapat siap untuk dimakan. Penggunaan istilah makanan

cepat saji biasa dikenal dengan sebutan fast food dan junk food. Sebagian besar

junk food adalah fast food tetapi tidak semua fast food dikatakan sebagai junk

food, terutama ketika fast food tersebut bergizi.

Tabel 2.1 Beberapa definisi yang dikaitkan dengan makanan cepat saji

Tipe makanan Definisi Jenis


Fast food Makanan cepat saji yang dijual di restoran Burgers, pizza, fried
atau toko yang dengan cepat disiapkan dan chiken.
cepat disajikan
Junk food makanan dengan kandungan kalori tinggi, Chips/keripik,
kandungan gula/ lemak / garam tinggi dan coklat, es krim,
nilai gizi yang rendah dalam hal protein, makanan ringan dll.
serat, vitamin dan kandungan mineral.
Instan food Makanan yang mengalami pengolahan Mie instan, corn
khusus yang siap untuk disajikan dalam flakes, bubuk sup,
sekali makan atauterdispersi dalam cairan bubur instan,
dengan waktu memasak yang singkat spagety.
Street food Makanan siap saji yang dijual oleh penjaja Siomay, batagor,
di jalan-jalan atau vendor/tempat umum. cilok, otak-otak,
cakwe dll.
Sumber : Modifikasi Kaushik, at all. 2011 dalam Journal Indian Pediatrics
16

Makanan cepat saji merupakan makanan yang paling digemari oleh

remaja khususnya mahasiswa yang masih tergolong pada remaja akhir. Hal

tersebut karena makanan cepat mudah ditemukan dan bisa dikonsumsi dalam

kondisi apapun. Sebenarnya makanan cepat saji tidak selalu membahayakan bagi

kesehatan, hal tersebut dapat tergantung dari kemampuan pemilihan makanan

yang dimiliki seseorang. Mengkonsumsi makanan cepat saji tidak

membahayakan kesehatan jika seseorang dapat membatasi makanan cepat saji

serta memperhatikan keamanan pangan dari makanan yang dikonsumsinya.

Namun sayangnya dengan ditengah berkembangnnya industri makanan

cepat saji, terdapat kecurangan produsen dalam menghasilkan makanan cepat saji

sehingga hal tersebutlah yang dapat membahayakan konsumen makanan cepat

saji. Oleh karena itu seseorang perlu memiliki kemampuan untuk melakukan

pemilihan makanan cepat saji yang sesuai selera namun sesuai dengan syarat

kesehatan.

Sebagian besar masyarakat mungkin kurang memperhatikan keamanan

pangan dari makanan cepat saji ini, resiko kesehatan yang dapat muncul dari

makanan cepat saji ini dapat berupa kandungan kalori yang cukup tinggi jika

pola konsumsinya tidak diatur, bahan tambahan pangan serta pengguaan

kemasan yang digunakan untuk membungkus makanan. Berikut adalah faktor-

faktor yang harus diperhatikan dalam memilh makanan cepat saji:

1. Penggunaan Kemasan

Kemasan merupakan salah satu cara yang mudah untuk menempatkan

makanan dalam kondisi apapun dan dimanapun yang bertujuan untuk


17

kepraktisan. Selain mempermudah konsumen dalam mengkonsumsinya,

kemasan makanan juga berguna untuk melindungi kualitas pangan juga

dimaksudkan untuk promosi Dari sisi food safety kemasan makanan bukan

sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi.

Kemasan pada makanan juga mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan,

kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Namun tidak semua

kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya. Kemasan yang paling

sering kita jumpai saat ini adalah plastik dan styrofoam (BPOM, 2008).

Kemasan plastik banyak digunakan karena beberapa keunggulan dan

keuntungannya. Kemasan plastik tersebut terbuat dari beberapa jenis polimer

yaitu Polietilen tereftalat (PET), Polivinil klorida (PVC), Polietilen (PE),

Polipropilen (PP), Polistirena (PS), Polikarbonat (PC) dan melamin. Diantara

kemasan plastik tersebut, salah satu jenis yang cukup populer di kalangan

masyarakat produsen maupun konsumen adalah jenis polistirena terutama

polistirena foam. Polistirena foam dikenal luas dengan istilah styrofoam yang

seringkali digunakan secara tidak tepat oleh publik karena sebenarnya styrofoam

merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemical.

Oleh pembuatnya styrofoam dimaksudkan untuk digunakan sebagai insulator

pada bahan konstruksi bangunan, bukan untuk kemasan pangan (BPOM, 2008).

Kemasan polistirena foam dipilih karena mampu mempertahankan

pangan yang panas/dingin, tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran

dan keutuhan pangan yang dikemas, ringan, dan inert terhadap keasaman pangan.

Karena kelebihannya tersebut, kemasan polistirena foam digunakan untuk


18

mengemas pangan siap saji, segar, maupun yang memerlukan proses lebih lanjut.

Banyak restoran siap saji menyuguhkan hidangannya dengan menggunakan

kemasan ini, begitu pula dengan produk-produk pangan seperti mi instan, bubur

ayam, bakso, kopi, dan yoghurt (BPOM, 2008).

Kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan kemasan pangan

antara lain adalah: sifat bahan kimia pangan serta stabilitasnya dalam hal

komposisi kimia, biokimia, mikrobiologi, kemungkinan reaksi dan kecepatan

reaksi terhadap bahan kemasan, pengaruhnya dengan suhu dan waktu. Sifat

bahan kimia pengemas, kompatibilitasnya harus dinilai secara seksama. Apakah

bahan kimia tersebut mudah termigrasi, misalnya pangan dengan kadar lemak

tinggi atau pangan bersuhu tinggi, tidak boleh dikemas dengan plastik yang dapat

berpeluang melepaskan monomer yang bersifat karsinogenik kedalam pangan,

serta evaluasi terhadap pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap komposisi

yang dikandung pengemas. Evaluasi terhadap faktor lingkungan ini diperlukan

karena mengingat migrasi bahan toksik sangat dipengaruhi suhu, lama kontak

dan jenis senyawa toksik dalam kemasan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengemasan adalah (BPOM, 2012) :

a. Sesuai derajat asam basanya (pH)

Pangan memiliki kadar asam basa yang beragam. Ada pangan yang

bersifat asam, netral dan ada pula yang basa. Pangan yang bersifat asam

sebaiknya tidak dikemas dalam kemasan yang terbuat dari logam.

Sedangkan pangan yang bersifat netral lebih banyak memiliki kecocokan

dengan banyak jenis bahan pengemas.


19

b. Suhu saat pengemasan dan penyimpanan.

Pengemasan pangan ada yang dilakukan pada saat pangan bersuhu

tinggi (diatas 60oC), suhu kamar, ataupun suhu rendah. Pengemasan pangan

pada suhu tinggi, ataupun penyimpanan pangan terkemas pada suhu tinggi

dapat meningkatkan migrasi bahan kimia toksik, misalnya formaldehid dari

kemasan melamin dapat bermigrasi kedalam pangan pada suhu tinggi.

c. Kandungan bahan kimia dominan

Bahan kimia yang dominan dalam pangan dapat berupa protein,

lemak/minyak, garam dan sebagainya. Pemilihan kemasan sebaiknya

disesuaikan dengan kandungan bahan kimia pada pangan. Sebaiknya

kemasan yang dipilih adalah yang tidak bereaksi dengan bahan kimia pada

pangan. Sebagai contoh: pangan berkadar garam tinggi, akan dapat

mendegradasi kemasan logam.

Salah satu resiko yang ditimbulkan dengan menggunakan beberapa

jenis kemasan ini adalah kemungkinan untuk terjadinya migrasi bahan

kima ke dalam makanan. Migrasi merupakan perpindahan bahan kimia baik

itu polimer, monomer, ataupun katalisator kemasan (contoh formalin dari

kemasan/wadah melamin) kedalam pangan. Migrasi bahan kimia tersebut

memberikan dampak berupa penurunan kualitas pangan dan keamanan

pangan, juga menimbulkan efek terhadap kesehatan. Jumlah senyawa

termigrasi pada umumnya tidak diketahui secara pasti, tetapi dapat

berpengaruh fatal terutama pada jangka panjang (bersifat kumulatif dan

karsinogenik). Faktor yang mempengaruhi migrasi adalah jenis serta


20

konsentrasi bahan kimia yang terkandung, sifat dan komposisi pangan,

suhu dan lama kontak serta kualitas bahan kemasan (jika bahan bersifat

inert atau tidak mudah bereaksi maka potensi migrasinya kecil dan

demikian pula sebaliknya) (BPOM, 2012).

Migrasi bahan toksik merupakan masalah serius jangka panjang bagi

kesehatan konsumen, oleh karena itu diperlukan perhatian khusus dalam

pemilihan kemasan pangan. Menyikapi keberadaan jenis bahan kemasan

yang mudah berimigrasi kedalam produk pangan, diperlukan kebijakan

khusus yang efektif dan mencapai sasaran dalam pemilihan kemasan

(BPOM, 2012).

Beberapa jenis bahan kemasan yang biasa digunakan (BPOM, 2012).:

a. Kemasan Plastik

Plastik adalah campuran yang mengandung polimer, filler,

pemlastis/plasticizer, pengawet/retard, nyala, antioksidan, lubrikan,

penstabil/stabilizer panas dan pigmen warna. Jenis polimer yang banyak

digunakan adalah polietilen, polipropilen, polivinil klorida dan

polistirina. Risiko yang dapat ditimbulkan akibat campuran senyawa

tersebut diantaranya: senyawa kimia toksik, yang merupakan akibat

bermigrasinya plastik dengan produk pangan, yang dipengaruhi oleh

tingginya suhu dan lamanya waktu kontak.

b. Kemasan Logam

Kemasan kaleng dapat terbuat dari berbagai jenis logam

misalnya seng, aluminium dan besi. Dalam kadar rendah alumunium dan
21

seng tidak beracun bagi tubuh manusia. Namun perlu diperhatikan bahwa

logam akan bereaksi dengan asam, yang menyebabkan logam tersebut

melarut. Banyak bahan pangan yang bersifat asam, sehingga kontak

antara asam dengan kemasan logam dapat melarutkan kemasan logam

yang bersangkutan. Waktu kontak berkorelasi positif dengan banyaknya

logam yang terlarut, artinya semakin lama waktu kontak, maka semakin

banyak logam yang terlarut. Oleh karena itu perlu dipilih jenis pangan

yang layak dikemas dengan kaleng atau kemasan logam, agar kualitas

produk pangan tetap terjaga. Perlu pula diperhatikan penggunaan bahan

tambahan pada pembuatan kaleng seperti: cat, serta bahan pelapis kaleng

organik epoksi fenol dan organosol. Kaleng ataupun kemasan logam

lainnya tidak boleh mengandung logam timbal, kromium, merkuri, dan

kadmium karena dapat mengakibatkan efek negatif terhadap kesehatan

manusia.

c. Kemasan Kertas dan Sejenisnya

Bahan pengemas yang berasal kertas dan sejenisnya sudah lama

dikenal masyarakat, termasuk kertas tisu, koran bekas, ataupun kertas

bekas lainnya yang telah diputihkan. Struktur dasar kertas adalah bubur

kertas (selulosa) dan felted mat. Komponen lain adalah hemiselulosa,

fenil propan terpolimerisasi sebagai lem untuk merekatkan serat, minyak

esensial, alkaloid, pigmen, mineral. Pada pembuatan kertas terkadang

digunakan klor sebagai pemutih, adhesive aluminium, pewarna dan


22

pelapis. Bahan berbahaya yang ada dalam kertas, yang dapat bermigrasi

kedalam pangan antara lain adalah tinta dan klor.

Mengingat penggunaan kemasan kertas dapat memberikan ancaman

bagi kesehatan, maka pemilihan bahan pangan yang dikemas, dan

penggunaan kertas sebagai pengemas harus diperhatikan. Kertas bertinta

seharusnya tidak digunakan untuk membungkus bahan pangan secara

langsung. Migrasi bahan kimia berbahaya dari kemasan dapat

mengakibatkan terjadinya keracunan ataupun akumulasi bahan toksik.

Salah satu bahaya penggunaan kertas bekas sebagai pengemas

pangan adalah adanya kontaminasi mikroorganisme, sehingga dapat

merusak produk pangan dan menimbulkan penyakit. Apabila kertas bekas

yang mengandung tinta digunakan untuk membungkus produk pangan

yang berminyak seperti gorengan, maka minyak dalam keadaan panas

dapat melarutkan timbal (Pb) yang terkandung pada tinta dan bermigrasi

ke produk pangan.

Mengkonsumsi produk pangan yang terkontaminasi timbal dapat

membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan keracunan akut

yang ditandai dengan munculnya rasa haus dan rasa logam. Gejala lain

yang dapat muncul adalah sembelit, kram perut,mual, muntah, kolik, dan

tinja berwarna hitam, dapat pula disertai dengan diare atau konstipasi.

Terhadap susunan saraf pusat, timbal anorganik dapat menyebabkan

paraestesia, nyeri dan kelemahan otot, anemia berat dan hemoglobinuria

akibat hemolisis. Selain itu keracunan timbal berat, dapat pula


23

menimbulkan kerusakan ginjal, gagal ginjal akut, dan kematian yang

terjadi dalam 1-2 hari. Apabila keracunan akut teratasi, umumnya akan

terlihat gejala keracunan Pb kronik. Terpapar timbal kronik diketahui

bersifat neurotoksik (menyerang saraf) dan akumulatif, bahkan dapat

menyebabkan kanker, gangguan fungsi ginjal (nefrotoksik), sistem

hemopoietik, saluran pencernaan, pada laki-laki dapat menyebabkan

penurunan kualitas sperma sehingga dapat menyebabkan kemandulan,

menurunkan fertilitas, dan berpotensi menurunkan kecerdasan (IQ) pada

anak - anak. Kertas bekas yang diputihkan dengan cara menambahkan

klor (chlorine), bila terkena suhu tinggi akan menghasilkan dioksin yaitu

suatu senyawa racun yang berbahaya bagi kesehatan karena bersifat

karsinogenik (menyebabkan kanker). Pada konsentrasi yang tinggi

dioksin dapat menyebabkan penyakit kulit chloracne (jerawat yang parah

disertai dengan erupsi kulit dan kista). Selain itu dioksin juga dapat

menyebabkan penurunan hormon reproduksi pria hingga 50% dan

menyebabkan kanker prostat dan kanker testis. Sedangkan pada wanita,

dioksin dapat menyebabkan kanker payudara dan endometriosis, yakni

jaringan selaput lendir rahim yang tumbuh di luar rongga rahim

d. Kemasan Kaca/Gelas dan Porselen

Kaca/gelas dan porselen merupakan kemasan yang paling tahan

terhadap air, gas ataupun asam, atau memiliki sifat inert. Kemasan kaca

juga dapat diberi warna, banyak digunakan untuk produk minuman yang

memiliki sifat-sifat tertentu sehingga dapat menyaring cahaya yang


24

masuk ke dalam kemasan kaca. Jenis kemasan ini dianggap kemasan

yang paling aman untuk produk pangan. Porselen atau keramik, biasanya

sering digunakan sebagai gelas atau peralatan makan. Selain ada yang

dibuat dari tanah liat, ada pula porselen yang dibuat dari bahan dolomite

dengan beberapa bahan campuran lainnya. Porselen cukup aman

digunakan sebagai wadah makanan, terutama yang bersuhu tinggi.

Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih gelas,

atau peralatan makan dari porselen antara lain suhu pembakaran pada saat

pembuatan serta bahan bakunya.Porselen dibuat dengan cara dibakar

pada suhu sangat tinggi yaitu di atas 1200C. Pembakaran yang sempurna

akan menghasilkan porselen yang baik dan kuat. Namun bila pembakaran

kurang dari 800C, maka porselen yang dihasilkan akan kurang baik. Bila

bahan baku yang digunakan adalah dolomite, maka kualitas porselen juga

kurang baik.Porselen dari bahan baku dolomite dengan pembakaran yang

kurang sempurna, dapat berpotensi terjadi migrasi senyawa kimia

kalsium karbonat (CaCO3) dan magnesium karbonat (MgCO3) dari

dolomite ke dalam bahan pangan. Dolomite merupakan bahan baku yang

cukup luas penggunaannya, antara lain digunakan dalam industri gelas

dan kaca lembaran, industri keramik dan porselen, industri refraktori,

pupuk dan pertanian. Warna porselen umumnya putih, sedangkan bila

dengan bahan dolomite akan berwarna agak kusam.


25

2. Kandungan Gizi Makanan Cepat Saji

Selain bahaya yang disebabkan oleh penggunaan kemasan, kandungan

gizi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan makanan cepat saji

dianggap membahayakan bagi kesehatan tubuh. Setiap makanan memiliki

kandungan gizi tertentu sesuai dengan bahan yang diolahnya baik itu makanan

ringan dalam kemasan yang pada umumnya siap disantap langsung maupun

makanan olahan yang mempunyai kemungkinan untuk dikemas seperti

makanan jajanan (street food) mapun fast food.

Makanan yang mempunyai kemungkinan untuk dikemas, seperti

makanan jajanan (bakso, siomay, gorengan dll) umumnya tidak dapat

diketahui dengan pasti kandungan gizi dari makanan tersebut kecuali bagi

seseorang yang mengetahui rata-rata zat gizi dari makanan tersebut dari

perhitungan sendiri maupun perhitungan yang sudah ada. Tetapi pada

makanan kemasan yang siap dikonsumsi dan memiliki izin peredaran dari

BPOM umumnya harus memenuhi kriteria tertentu dalam pendistribusiannya

salah satunya dengan mencantumkan Informasi nilai gizi pada makanan

tersebut.

Menurut American Congress of Obstetricians and Gynecologists (dalam

republika, 2010) manfaat memperhatikan nilai gizi makanan kemasan adalah

dengan memperhatikan porsi sajian menunjukkan seberapa banyak porsi

dalam kemasan tersebut bisa disajikan, membantu memperkirakan seberapa

banyak kalori yang dikonsumsi setiap penyajian, mengetahui jumlah total dari

lemak, termasuk lemak jenuh dan lemak trans. Lemak tersebut dapat
26

meningkatkan risiko kolesterol tinggi dan penyakit jantung, menghindari

alergi bahan makanan tertentu. Pemilihan makanan kemasan untuk

mengetahui nilai gizi, dapat melalui informasi kandungan gizi yang tertera

pada produk makanan kemasan.

Di Indonesia, Informasi Nilai Gizi atau dikenal juga dengan Nutrition

Information atau Nutrition Fact atau Nutrition labeling merupakan salah satu

informasi yang wajib dicantumkan apabila label pangan memuat sejumlah

keterangan tertentu. Secara definisi lnformasi Nilai Gizi dapat diartikan

sebagai daftar kandungan zat gizi pangan pada label pangan sesuai dengan

format yang telah ditetapkan (BPOM, 2009).

Akibat yang muncul dari konsumsi makanan instan ini adalah

menimbulkan dampak negatif bagi tubuh, salah satunya memicu timbulnya

penyakit degeneratif karena kandungan zat gizinya yang tidak seimbang.

Konsumsi diet tinggi gula, lemak jenuh, garam dan kalori dapat menyebabkan

awal perkembangan obesitas, dislipidemia hipertensi, dan toleransi glukosa

(Kaushik, et all, 2011). Konsumsi makanan yang dianjurkan adalah makanan

pokok 3x sehari dan membatasi makanan ringan untuk 2x sehari. Dimana

konsumsi makanan ringan harus dibatasi sebesar 100-200 kalori (Ladock,

2012).

3. Bahan tambahan makanan

Kehadiran makanan baik itu makanan kemasan maupun makanan olahan

lainnya tidak luput oleh peranan bahan tambahan makanan (BTM) atau yang

sering disebut pula bahan tambahan pangan (BTP). Definisi Bahan Tambahan
27

Pangan (BTP) menurut PP. No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan

Gizi Pangan ialah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk

mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Sementara menurut Undang-undang

RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, bahan tambahan pangan adalah bahan

atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan

baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat

atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti

gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan ini berupa bahan

atau campuran bahan yang secara alami dan bukan merupakan bagian dari

bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan dengan tujuan

diantaranya adalah untuk mengawetkan pangan, membentuk pangan menjadi

lebih baik, renyah dan lebih enak, memberikan warna dan aroma lebih

menarik, meningkatkan warna dan aroma lebih menarik, menghemat biaya.

Peran bahan tambahan makanan sangatlah besar dalam menghasilkan

produk-produk kemasan. Keberadaan bahan tambahan makanan tersebut

bertujuan untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik,

dengan rasa dan tekstur yang lebih sempurna. Pada intinya penggunaan bahan

tambahan makanan ini telah terbukti tidak membahayakan kesehatan. Namun

demikian, penggunaanya dalam dosis yang tidak terlalu tinggi atau melebihi

ambang yang diizinkan akan menimbulkan masalah kesehatan Sinaga (2008).

Bahan tambahan pangan yang terdapat pada makanan kemasan seperti;

pewarna, pengawet, pemanis dan penguat rasa (Ramayulis dkk, 2008).


28

Maraknya penggunaan BTP pada makanan ringan terkait dengan

beragam tujuan. Para produsen biasanya menggunakan BTP untuk mencegah

produk dari bau apek (tengik), misalnya pada makanan ringan yang

mengandung banyak minyak, maka ditambahkan BTP antioksidan.Selain itu

pada makanan ringan biasanya ditambahkan BTP penguat rasa MSG agar

makanan berasa gurih, serta ditambahkan juga BTP perisa untuk

menghasilkan berbagai macam flavor seperti rasa pizza, rasa sate ayam dan

barbeque.

Peraturan mengenai penggunaan BTP di Indonesia dituangkan di dalam

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 722 tahun 1988 tentang Bahan

Tambahan Makanan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada

makanan menurut Permenkes 722/88 tersebut adalah antioksidan, antikempal,

pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang tepung,

pengemulsi, pemantap, pengental, pengawet, pengeras, pewarna (pewarna

alam &pewarna sintetik), penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, sekuestran.

Berikut adalah jenis dan jumlah penggunaan bahan tambahan yang

diperbolehkan:

Tabel 2.2 Jenis Bahan Pengawet yang Diperbolehkan

Jenis pengawet Jumlah maksimum penggunaan


210 Asam benzoate 1g/kg
211 Natrium benzoate 1g/kg
220 Belerang dioksida 500mg/kg
280 Asam propionate 2g/kg (roti)/3g/kg (keju olahan)
(Sumber : Badan pengawas obat dan Makanan, 2004)
29

Tabel 2.3 Jenis Bahan Pewarna yang Diperbolehkan


Jenis Pewarna Jumlah maksimum penggunaan
124 Ponceau 4R 70mg/L (minuman) / 300mg/kg
(makanan)
129 Merah allura 70mg/L (minuman) /300mg/kg
(makanan)
127 Erythrosine 300mg/kg
(Sumber : Badan pengawas obat dan Makanan, 2004)

Gambar 2.1 Ukuran Yang Tepat Dalam Memakai Pengawet Dan


Pewarna Yang Aman

(Sumber : Badan pengawas obat dan Makanan, 2004)

Semua senyawa kimia apabila dikonsumsi secara terus menerus dalam

waktu lama mau tidak mau akan menimbulkan efek tidak baik terhadap

kesehatan, oleh karena itu maka dibatasi kadar penggunaannya di dalam produk.

Untuk BTP yang sudah dikaji keamanannya terutama oleh institusi terpercaya

seperti komite JECFA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives)

maka dapat dipertanggungjawabkan keamanannya karena senyawa ini sudah

melalui pengkajian ilmiah yang cukup mendalam dan sudah melalui serangkaian

studi baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk mengetahui efek

toksikologinya terutama pada manusia.

Senyawa yang sudah jelas menimbulkan dampak negatif terhadap

kesehatan ialah golongan senyawa yang dilarang penggunaannya didalam


30

pangan seperti yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 722

tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, yaitu sebagai berikut:

Asam borat (boric acid) dan senyawanya

Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)

Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)

Dulsin (dulcin)

Kalium klorat ( potassium chlorate)

Kloramfenikol (chloramphenicol)

Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)

Nitrofurazon (nitrofurazone)

Formalin (formaldehyde)

Badan POM secara rutin mengawasi pangan yang beredar di Indonesia

untuk memastikan pangan yang memenuhi syarat. Dari hasil analisis sampel

yang dikirimkan oleh beberapa laboratorium Balai POM antara Februari

2001 hingga Mei 2003, dapat disimpulkan bahwa masih ada pangan olahan

yang menggunakan bahan kimia berbahaya (BPOM, 2004) seperti :

Rhodamin B

Rhodamin B adalah pewarna merah terang komersial, ditemukan bersifat

racun dan dapat menyebabkan kanker. Bahan ini sekarang banyak

disalahgunakan pada pangan dan kosmetik di beberapa negara. Kelebihan

dosis bahan ini dapat menyebabkan keracunan, berbahaya jika tertelan,

terhirup atau terserap melalui kulit. Gejala keracunan meliputi iritasi pada
31

paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Rhodamin B tersedia di

pasar untuk industri tekstil. Bahan tersebut biasanya dibeli dalam partai

besar, dikemas ulang dalam plastik kecil dan tidak berlabel sehingga dapat

terbeli oleh industri kecil untuk digunakan dalam pangan.

Boraks

Boraks disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna,

tekstur dan flavor. Boraks bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan

tidak membolehkan boraks untuk digunakan dalam pangan. Boraks

(Na2B4O7.10H2O) dan asam borat (H3BO3) digunakan untuk deterjen,

mengurangi kesadahan, dan antiseptik lemah. Ketika asam borat masuk ke

dalam tubuh, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit

kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian.

Jika tertelan 5-10g boraks oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan

kematian.

Formalin

Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan dilarang digunakan

dalam industri pangan sebagai pengawet. Formaldehida digunakan dalam

industri plastik, anti busa, bahan konstruksi, kertas, karpet, tekstil, cat dan

mebel. Formaldehida juga digunakan untuk mengawetkan mayat dan

mengontrol parasit pada ikan. Formalin diketahui dapat menyebabkan kanker

dan bila terminum dapat menyebabkan rasa terbakar pada tenggorokan dan
32

perut. Sedikitnya 30 mL (sekitar 2 sendok makan) formalin dapat

menyebabkan kematian.

4. Pemilihan Makanan

Definisi istilah pemilihan makanan mengandung makna kekuatan

kemauan orang untuk mengendalikan makanan yang dikonsumsinya. Istilah

ini mengukur seberapa kuat pemilihan tersebut dan faktor yang

mempengaruhi pemilihan makanan tersebut sering menjadi fokus yang utama

(Gibney, 2009). Pengendalian dalam makna pemilihan makanan disini dapat

diartikan kemampuan sesorang dalam memilih makanan dari aspek apapun

baik berupa makanan yang sesuai dengan selera (suka/ tidak suka) maupun

makanan yang sesuai dengan syarat kesehatan sehingga mengarah kepada

pemilihan makanan yang baik.

Menurut Gibney (2009) keterlibatan sesorang terhadap makanan

mempengaruhi alasan dalam pemilihan makanannya. Keterlibatan dalam

sebuah produk berarti seseorang mengangap produk tersebut sangat penting

dan bersedia menghabiskan cukup banyak waktu untuk mendapatkan

pengetahuan tentang produk tersebut sehingga hal tersebut dapat memfasilitasi

informed choice (memilih setelah mendapatkan informasi). Keterlibatan yang

tinggi maupun rendah dalam memahami makanan yang dikonsumsinya

mengarahkan sesorang untuk memiliki kemampuan melakukan pemilihan

yang baik maupun kurang baik. Keterlibatan yang tinggi seperti selalu

meperhatikan kandungan gizi, komposisi, tanggal kadarluasa, perhatian yang


33

tinggi terhadap penggunaan bahan tambahan pangan, serta perhatian terhadap

penggunaan kemasan yang digunakan.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Makanan

Menurut Elizabeth dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989) ada tiga

faktor utama yang mempengaruhi preferensi/pemilihan makanan yaitu:

a) faktor indvidu, b) faktor makanan, dan c) faktor lingkungan. Ketiga faktor

tersebut akan mempengaruhi preferensi seseorang terhadap makanan yang

akhirnya akan mempengaruhi konsumsi pangan.

1. Pengetahuan

Pengetahuan yang dimiliki konsumen dapat meningkatkan kemampuan

konsumen untuk mengerti suatu pesan, membantu mengamati logika yang salah,

dan dapat menghindari penafsiran yang tidak benar Engel et all (1995) dalam

Susanto (2008). Pengetahuan yang cukup diharapkan dapat mengubah perilaku

remaja sehingga dapat memilih makanan bergizi yang sesuai dengan kebutuhan

dan seleranya.

Pengetahuan gizi merupakan prasyarat penting untuk terjadinya

perubahan sikap dan perilaku gizi. Pengetahuan juga merupakan salah satu

pertimbangan seseorang dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Semakin

baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan

kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Orang yang semakin baik pengetahuan

gizinya akan lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional dan

pengetahuannya dibandingkan panca inderanya sebelum mengonsumsi makanan

(Sediaoetama 1996 dalam Azrimaidaliza 2011).


34

2. Usia

Menurut Krebs et all (2007) dalam Fermi (2008), prevalensi konsumsi

makanan ringan meningkat tiap individu pada anak usia 2- 18 tahun.

Summebell et all (1995) menyatakan pada kelompok umur 39-59 tahun total

energi yang diperoleh dari konsumsi makanan ringan adalah sebesar 25,5 %

pada laki-laki dan 21,4% pada perempuan. Sementara pada usia 65-91 tahun

tahun total energi yang diperoleh dari konsumsi makanan ringan hanya 16,6%

pada laki-laki dan 17,9% pada perempuan Fermi (2008).

3. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi

pemilihan makanan (Sanjur, 2003). Menurut Gibney, et al (2009) umumnya

kaum wanita tampak lebih banyak mempunyai pengetahuan tentang makanan

dan gizi serta menunjukan perhatian yang lebih besar terhadap keamanan

makanan, kesehatan dan penurunan berat badan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Azrimaidaliza (2008) remaja

laki-laki lebih bervariasi dalam pemilihan makanan dibandingkan siswa

perempuan. Hal ini disebabkan karena pada usia remaja, perempuan lebih

memperhatikan body image atau citra tubuh sehingga membatasi asupan

makanan. Ezelle et al (1985) dalam Fermia (2008) menyatakan bahawa pola

konsumsi makanan ringan pada anak laki-laki dan anak perempuan cenderung

sama meskipun asupan energi, kalsium, riboflavin pada anak laki-laki

cenderung lebih tinggi dari pada anak perempuan. Konsumsi makanan ringan
35

pada perempuan berkontribusi 21% pada total asupan energinya sedangkan

pada laki-laki hanya 14%.

4. Pendapatan

Pendapatan di definisikan sebagai jumlah seluruh uang yang diterima

oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu

tahun), pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan tenaga kerja,

pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga dan deviden, serta pembayaran

transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti tujangan sosial atau asuransi

pengangguran (Samuelson dan Nordhaus, 1996 dalam Agung, 2012).

Pendapatan mahasiswa bisa berasal dari uang saku dari orang tua, dan

beasiswa (jika penerima beasiswa). Yang dimaksud dengan uang saku dari

orangtua adalah uang saku yang diterima setiap bulan atau setiap minggu,

dari uang saku inilah yang selanjutnya mahasiswa gunakan dalam memenuhi

kebutuhan mereka untuk selanjutnya mereka alokasikan kepos-pos

pengeluaran konsumsi mereka baik itu konsumsi makanan dan non makanan

(Agung, 2012). Menurut Benjamin et all (2004) dalam Arifyani (2010). Uang

saku sangat mementukan pemilihan makanan dan konsumsi makanan.

Biasanya seseorang akan memilih makanan yang sesuai dengan uang saku

mereka. Dengan uang saku yang cukup besar biasanya seseorang akan sering

memilih makanan-makanan yang modern dengan pertimbangan prestice dan

harapan akan diterima kalangan peer group mereka.


36

5. Keterampilan memasak

Keterampilan memasak adalah suatu jenis keterampilan dalam bidang

tatacara memasak yang didalamnya terdapat kegiatan dari mempersiapkan

bahan, peralatan yang digunakan, proses pengolahan sampai bahan makanan

tersebut siap untuk dimakan.

Banyak faktor yang berbeda mempengaruhi pemilihan jenis makanan dan

yang dikonsumsi, tetapi keterampilan untuk menyiapkan makanan yang tepat

sangat memainkan peran penting. Kurangnya keterampilan dalam

mempersiapkan dan memasak makanan bisa berdampak pada kesehatan

karena hal tersebut dapat membatasi pilihan makanan (Eufic, 2011).

Makanan yang disiapkan di rumah cenderung lebih bergizi daripada

yang berada dari rumah, dan berbagai makanan sehat dapat dicapai oleh

orang-orang yang secara teratur memasak yang berawal dari bahan mentah

yang segar (Caraher M, 1999). Selanjutnya, memasak dari bahan mentah

memberikan keleluasaan konsumen dalam pilihan bahan makanan, dan

dengan demikian memungkinkan untuk melakukan pola makan sehat (terkait

dengan nutrisi seperti garam, lemak jenuh dan gula) yang akan diikuti lebih

ketat, untuk membantu mencapai diet gizi seimbang, karena gizi diketahui

memainkan peran penting dalam kesehatan. Kemampuan persiapan makanan

dan keterampilan memasak memiliki potensi untuk mempengaruhi

kesejahteraan seseorang dan kesehatan. Oleh karena itu, keterampilan untuk


37

menyiapkan makanan, mengikuti resep dan tersedianya fasilitas, dapat

berdampak pada pilihan makanan (Eufic, 2011).

6. Status Gizi

Suhardjo (2003) menyatakan bahwa status gizi merupakan bagian yang

penting dari status kesehatan sesorang. Status gizi sering digunakan sebagai

cara untuk mengevaluasi keseimbangan antara asupan makanan yang masuk

ke dalam tubuh dengan energi yang digunakan atau dikeluarkan untuk

beraktivitas. Sehingga perbandingan BB/TB yang diproyeksikan dalam status

gizi merupakan salah satu cara untuk mengimbangi makanan (Nurcahyo,

2011).

Beberapa orang memiliki masalah kesehatan yang mempengaruhi

pilihan makanan (Dorothy, 2006), misalnya orang yang memiliki status gizi

lebih berusaha menurunkan berat badan dengan diet biasanya akan memilih

makanan yang berbeda dari seseorang yang status gizinya normal

memungkinkan dia untuk makan apapun yang dia inginkan tanpa

kekhawatiran dari kenaikan berat badan yang berlebih.

7. Faktor makanan

Dalam mengkonsumsi makanan, sebagian orang mungkin lebih memilih

makanan berdasarkan respons yang kuat terhadap stimulus eksternal seperti

penglihatan atau cita rasa daripada sinyal internal yang berupa rasa lapar

(Gibney, et al, 2009). Oleh karena itu, pengalaman indrawi adalah alasan

utama bagi seseorang untuk suka dan tidak suka terhadap makanan. Atribut
38

sensori seperti (rasa, warna, tekstur, dan bentuk) dapat berkontribusi dengan

preferensi makanan individu. Panca indera memiliki dampak terbesar dan

menentukan apakah makanan akan ditelan atau lebih akan dimakan (Lau et al.,

1984 dalam Weaver, 1997). Sistem penciuman mampu mengidentifikasi

berbagai tak terbatas zat-zat volatil. Bau makanan secara kimiawi kompleks

dan menstimulasi sejumlah reseptor (Hara dan Hukum, 1972 dalam Weaver,

1997). Tekstur, bau, dan penampilan dapat berhubungan dengan

ketidaksukaan terhadap makanan. Sementara itu, warna makanan merupakan

rangsangan pertama pada indera penglihatan sehingga warna memegang

peranan utama dalam pemilihan makanan. Karena bila warnanya tidak

menarik akan mengurangi selera seseorang untuk mengkonsumsinya (Moehyi,

1992 dalam Arifyani 2010).

Pemilihan makanan dipengaruhi oleh penerimaan atribut dan kesesuaian

untuk dimakan. Sebagian besar keputusan pemilihan berdasarkan oleh

kualitas panca indera. Penilaian sensori bisa dianggap sebagai satu

pendekatan paling praktis untuk memprediksikan penerimaan konsumen

terhadap suatu produk makanan, selain produk baru, produk diperbaiki

kualitas atau modifikasi metode (Aminah 1989 dalam Haryati 2009). Institut

Teknologi Makanan mendifinisikan penilaian sensori sebagai suatu disiplin

ilmu yang digunakan untuk merangsang, mengukur, menganalisis dan

menginterprestasi reaksi ciri-ciri makanan dan bahan-bahan apabila dinilai

oleh panca indera seperti melihat, bau, rasa, sentuh dan dengar (IFT 1981

dalam Haryati 2009). Dimana melibatkan penggunaan organ-organ sensori


39

yaitu mata, hidung, lidah, kulit dan telinga. Penilaian ini berhubungan dengan

tanggapan konsumen terhadap rupa bentuk, aroma, citarasa, tekstur dan rasa

sesudah dimakan tanpa mempertimbangkan label, harga dan keterangan

lainnya (Stone & Sidel 1995 dalam Haryati 2009).

The American Heritage Dictionary menawarkan dua definisi rasa. Definisi

pertama adalah bahwa rasa adalah kemampuan sensorik tubuh untuk

membedakan manis, asam, asin, dan pahit ketika zat bersentuhan dengan

lidah. Definisi kedua adalah bahwa rasa adalah kombinasi dari rasa, bau dan

sentuhan yang mulut dapat merasakan (Utermohlen, 2006 dalam Magoulas,

2003). Studi telah menunjukkan rasa baru bahwa setidaknya ada enam selera

sensorik, menambahkan selera lemak dan Umami. umami berarti 'lezat' dalam

bahasa Jepang dan itu adalah kata yang sering digunakan untuk

menggambarkan rasa gurih makanan ketika akan meningkat. Anatomi rasa

menggunakan lidah, hidung, otak dan konsep visual yang memiliki

mengajarkan apa yang harus mengharapkan otak. Rasa sebenarnya persepsi

sensorik terakhir yang terjadi Banyak studi ilmiah telah menyimpulkan bahwa

sensori stimulan yang mempengaruhi tubuh manusia adalah sentuhan, rasa,

bau, suara, dan penglihatan).Makanan pertama divisualisasikan dan kemudian

ditempatkan ke dalam mulut di mana ia dikunyah. Selama pengunyahan air

liur yang diaktifkan di mulut bercampur dengan makanan maserasi dan

memberikan uap ke hidung. Selama proses ini molekul individu rasa yang

dibawa dalam paket saraf, di mana sinapsis, atau sel-sel komunikator,

mengirim informasi ke saraf pemancar dalam bentuk serotonin. Serotonin


40

kemudian membakar sinapsis tambahan sehingga memberikan pesan ke otak

untuk disimpan (Utermohlen, 2006 dalam Magoulas, 2003).

Karakteristik makanan mempengaruhi seseorang dalam melakukan

pemilihan makanan untuk dikonsumsinya, faktor organoleptik makanan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Organoleptik makanan

adalah penilaian indera untuk menguji suatu kualitas bahan pangan dengan

cara merasa, meraba, dan melihat untuk menentukan kualitas makanan, faktor

organoleptik makanan berupa rasa, warna, tekstur dari makanan tersebut.

Menurut Mukri (1990) dalam Aristi (2011) cita rasa makanan ditimbulkan

dari rangsangan indera penglihatan dan pengecapan. Makanan yang memiliki

cita rasa yang tinggi adalah makanan yang disajikan menarik, menebar aroma

sedap dan memberikan rasa yang lezat. Selain itu, Warna memegang penting

dalam penampilan suatu makanan dan merupakan hal yang harus diperhatikan

dalam makanan, Warna merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai

indikator kesegaran atau kematangan suatu produk.Warna merupakan daya

tarik terbesar untuk menikmati aroma makanan. Warna dalam makanan dapat

meningkatkan penerimaan konsumen tentang sebuah produk, betapapun

lezatnya makanan apabila warna makanan tidak menarik maka akan

menurunkan selera makan, namun harus diperhatikan pula zat pewarna yang

digunakan dalam makanan. Zat pewarna sintesis yang digunakan untuk

makanan tetapi tidak memenuhi standar penggunaanya akan membahayakan

kesehatan.
41

Sementara itu, menurut Soenardi (1996) dalam Aristi (2012) tekstur

makanan adalah yang berkaitan dengan struktur makanan yang dirasakan

didalam mulut. Tekstur meliputi kerenyahan, keempukan atau kekerasan dari

makanan yang dirasakan oleh indera pengecap. Tekstur dapat mempengaruhi

cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan dan dapat merangsang getah

lambung serta dapat menentukan kelezatan makanan. Tekstur dan konsistensi

suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh suatu bahan

tersebut, tekstur dapat mengubah rasa dan bau karena dapat mempengaruhi

kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar

air liur. Bila semakin kentar suatu bahan, penerimaaan terhadap intensitas

rasa, bau dan cita rasa semakin berkurang (Winarno, 1989 dalam Aristi,

2011).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Azrimaidaliza (2008)

karakterisitik makanan berhubungan dengan pemilihan makanan pada remaja.

Penelitian ini menunjukan kebanyakan remaja dalam memilih makanan

mempertimbangkan aroma, rasa, warna,porsi,tekstur dan harga makanan. Pada

survei yang dilakukan oleh The International Food Information Council

Foundations pada tahun 2008, 54 % responden mengatakan rasa memiliki

dampak yang besar pada pembelian makanan dan minuman mereka, harga

mempengaruhi 41 % , 29 % untuk kesehatan, dan 27 % untuk kenyamanan

(Central for advancing health, 2009).


42

8. Musim dan tingkatan sosial

Bencana alam seperti banjir, gempa bumi, gunung meletus dan terutama

perubahan lingkungan hidup keluarga secara tidak langsung akan mengarah

kepada kebiasaan makan Adanya musim bencana alam tersebut dapat

mengurangi cadangan pangan bahkan meniadakan sama sekali, penambahan

pangan dari daerah lain, belum tentu dapat menyelesaikan masalah

kekurangan pangan didaerah bencana tersebut (Suhardjo, 1989).

Perbedaan kebiasaan makan juga sering ditemui dalam keluarga yang

mendahulukan atau mengistimewakan orang tua dalam hidupnya, sehingga

anak-anak dan kaum wanita biasanya mendapat prioritas terakhir dalam hal

makanananya. Hal tersebut dapat mempengaruhi status gizi dari anak maupun

kamum wanita tersebut, padahal jumlah energi yang diperlukan oleh ibu

rumah tangga cukup besar dibandingkan kepala keluarga yang biasanya

bekerja dikantor.

9. Mobilitas

Mobilitas merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara

bebas mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas

(Hidayat, 2004) Mobilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

seseorang dalam pemilihan makanannya. Semakin tinggi mobilitas seseorang,

biasanya semakin tinggi pula ketergantungan akan makanan instan yang mana

hal ini dapat mengganggu asupan nutrisi ke dalam tubuh. Menurut Boutelle

(2007) (dalam ministrymagazine, 2011) kegiatan ekstrakurikuler untuk anak-

anak dan pekerjaan tambahan/lembur untuk orang tua sering mengakibatkan


43

ketergantungan pada makanan cepat saji. Penelitian menunjukkan bahwa

rumah di mana makanan cepat saji menggantikan makanan tradisional

setidaknya tiga kali seminggu cenderung memiliki lebih banyak chip dan soda

yang tersedia.

10. Pekerjaan dan jumlah keluarga

Pekerjaan yang dapat mempengaruhi pendapatan merupakan faktor yang

paling menentukan tentang kualitas dan kuantitas makanan. Terdapat

hubungan antara pendapatan yang berasal dari keuntungan pekerjaan terhadap

gizi yang tentunya terkait dengan pemilihan makanan, hal ini merupakan

pengaruh dari didorong oleh pengaruh menguntungkan dari pendapatan yang

meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya (Suhardjo,

1989).

Menurut BKKBN (1998), besar rumah tangga adalah jumlah anggota

keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak, dan anggota keluarga lainnya

yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga, besar

rumah tangga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu rumah tangga kecil, sedang,

dan besar. Rumah tangga kecil adalah rumah tangga yang jumlah anggotanya

kurang atau sama dengan 4 orang. Rumah tangga sedang adalah rumah tangga

yang memiliki anggota antara lima sampai tujuh orang, sedangkan rumah

tangga besar adalah rumah tangga dengan jumlah anggota lebih dari tujuh

orang (BKKBN, 1998 dalam Ermawati, dkk, 2009). Pada skala rumah tangga

tingkat konsumsi pangan ditentukan oleh adanya pangan yang cukup

dipengaruhi oleh kemampuan keluarga untuk memperoleh bahan yang


44

diperlukan (Suhardjo 1989), semakin besar jumlah keluarga maka

pengeluaran untuk konsumsi makanan lebih besar dari pada pengeluaran

untuk non pangan.

Keluarga adalah bagian penting bagi anak dalam belajar perilaku.

Menurut Arbeit dkk (1991 dalam Sarintohe, 2000), keterlibatan keluarga

amatlah penting dalam pendidikan nutrisi. De Bourdeaudhuij dan Van Oost

(1996 dalam Sarintohe, 2000) menjelaskan bahwa family food rules

merupakan salah satu peran keluarga dalam membentuk perilaku makan yang

sehat. Family food rules terdiri dari kewajiban untuk makan makanan yang

sehat dan larangan makan makanan yang tidak sehat. Jadwal makan keluarga

juga merupakan salah satu dari family food rules, yang dapat membantu

membiasakan anak untuk punya jadwal makan yang tetap.

Keluarga inti terlihat memainkan peran penting dalam pembentukan pola

makan. Peran fasilitas sosial yang dalam hal ini jumlah keluarga pada asupan

energi berhubungan positif antara jumlah orang yang hadir pada saat

bersantap pada saat makan makanan kudapan maupun konsumsi makanan

dengan asupan energi yang tinggi seperti makanan pokok. Misalnya makanan

yang disantap bersama dengan orang lain rata-rata 44% lebih banyak daripada

makanan yang disantap sendirian dan pilihan makanan lebih tinggi pada

makanan dengan karbohidrat, lemak, protein dalam jumlah yang lebih besar.

Hal ini diasumsikan bahwa hubungan itu bersifat klausal yang mencerminkan

kombinasi peningkatan ketersediaan makanan, suasana sosial yang rileks,


45

gangguan, makanan yang lebih menggoda dan durasi bersantap yang lebih

lama (Gibney, et all, 2009).

11. Perpindahan penduduk/tempat tinggal

Perbedaan tempat tinggal juga mempengaruhi pilihan makanan. Hal ini

berhubungan dengan lokasi geografis yang berkontribusi terhadap

ketersediaan pangan dan biaya makanan (Dorothy, 2006). Misalnya seseorang

yang hidup di desa tidak terdapat restoran yang menghidangkan makanan

cepat saji, karena tidak terbiasa mengkonsumsi makanan tersebut, setelah

pindah dari desa ke kota dimana lebih banyak tersedia makanan cepat saji.

maka ia akan tertarik untuk mecoba makanan diluar kebiasaan makanannya.

C. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan menurut Elizabeth Dan

Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu individu

(umur, jenis, kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, keterampilan

memasak, status kesehatan), makanan (rasa, warna, tekstur, harga, tipe makanan,

bentuk makanan, bumbu, kombinasi makanan) dan lingkungan (musim,

pekerjaan, mobilitas, perpindahan penduduk, jumlah keluarga, tingkat sosial

masyarakat).
46

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Konsumsi makanan

Preferensi/ pemilihan makanan

Faktor individu Faktor makanan Faktor lingkungan


Umur Rasa Musim
Jenis kelamin Warna Pekerjaan
Pendidikan Tekstur Mobilitas
Pendapatan Harga Perpindahan penduduk
Pengetahuan Tipe makanan Jumlah keluarga
Keterampilan memasak Bentuk makanan Tingkat sosial masyarakat
Sumber : Elizabeth Dan Bumbu
Kesehatan
Kombinasi makanan

Sumber : Elizabeth Dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989)


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan menurut Elizabeth

dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989) terdiri dari faktor individu (usia,

jenis kelamin, pengetahuan, pendidikan dan pendapatan, keterampilan

memasak, status kesehatan), faktor makanan (rasa, warna, tekstur, harga,

bentuk makanan, tipe makanan, bumbu, kombinasi makanan) serta faktor

lingkungan (musim, pekerjaan, mobilitas, perpindahan penduduk, jumlah

keluarga, tingkat sosial masyarakat)

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan diatas,

terdapat variabel yang tidak diteliti yaitu variabel:

1. Keterampilan memasak tidak diukur karena indikator untuk menentukan

seseorang terampil atau tidaknya dalam memasak sangat komplek seperti

kegiatan dari mulai mempersiapkan bahan, peralatan yang digunakan,

proses pengolahan sampai bahan makanan tersebut siap untuk dimakan.

sehingga peneliti memiliki keterbatasan untuk meneliti hal tersebut.

2. Tipe makanan dan kombinasi makanan karena tipe makanannya homogen

dimana tipe makanan kemasan. biasanya tipe makanan kering artinya

makanan tersebut tidak berkuah/ digoreng/direbus. Sementara kombinasi

makanan tidak di teliti karena biasanya makanan cepat saji berupa makanan

tunggal/ satu jenis saja.

47
48

3. Sementara musim tidak diteliti karena desain penelitian ini cross sectional

sehingga peneliti hanya mengukur kejadian pada saat itu sehingga musim

yang berkaitan dengan bencana alam tidak diteliti karena responden pada

saat itu tidak dalam kondisi bencana alam.

4. Pendidikan, pekerjaan tidak diteliti dikarenakan responden dalam penelitian

ini homogen secara keseluruhan merupakan mahasiswa yang menempuh

jalur pendidikan yang sama yaitu perguruan tinggi, mahasiswa tersebut

aktif kuliah yang berarti belum memiliki pekerjaan.

5. Tingkat sosial masyarakat tidak diteliti karena pada masa kini tingkat sosial

di keluarga sudah tidak menjadi hal yang diutamakan karena seorang ibu

rumah tangga dan anak bisa duduk satu meja dengan kepala keluarga untuk

menikmati makanan bersama.

6. Jumlah keluarga karena penelitian ini cros sectional artinya peneliti hanya

menilai pada saat itu juga, sementara responden dalam penelitian ini

mahasiswa dimana terdapat mahasiswa yang mengekos/tidak tinggal

bersama keluarga maka dari itu jumlah keluarga tidak diikut sertakan.

7. Mobilitas tidak diteliti karena umunya mobilitas respoden homogen dalam

arti, hampir sama pada setiap mahasiswa.


49

Bagan 3.1 Kerangka konsep

Faktor individu:
Usia
Jenis kelamin
Pengetahuan
Pendapatan (uang saku)
Status kesehatan (status gizi)

Faktor makanan:
Rasa Pemilihan makanan cepat saji
Warna
Tekstur
Harga
Bumbu makanan

Faktor lingkungan:
Perpindahan penduduk

Sumber: Modifikasi Elizabeth dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989)


50

B. Definisi Operasional

Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala


Perilaku yang ditunjukan responden
dalam memilih makanan cepat saji
1. Baik = skor diatas rata-rata median.
Pemilihan makanan berdasarkan pertimbangan dari segi
Kuesioner 2. Kurang baik = skor di bawah rata-rata Ordinal
cepat saji kandungan gizi makanan, bahan
median.
tambahan pangan dan penggunaan
kemasan.
Alat kelamin utama yang
1. Laki-laki
Jenis kelamin membedakan laki-laki dan Kuesioner Nominal
2. Perempuan
perempuan.
Kemampuan responden dalam
menjawab pertanyaan yang 1. Kurang baik skor < median
Pengetahuan Kuesioner Ordinal
berkaitan dengan makanan cepat 2. Baik median
saji.
Kondisi tubuh responden yang
1. Kurus
diukur berdasarkan indikator berat
Status gizi Kuesioner 2. Normal Ordinal
badan dibandingkan dengan tinggi
3. Gemuk
badan.

47
51
40

Penilaian indera untuk menguji


1. Tidak penting < median
suatu kualitas bahan pangan dengan
Faktor makanan 2. Penting median
cara merasa, meraba, dan melihat
untuk menentukan kualitas Kuesioner Ordinal
makanan. Meliputi: Rasa, Warna,
Bentuk , Bumbu, Tekstur, Harga.

Nilai mata uang yang diterima oleh


responden berdasarkan hitungan
Pendapatan (Uang 1. Dibawah rata-rata jika < median
harian. Kuesioner Ordinal
saku) 2. Rendah median

Berpindahnya tempat tinggal


responden dari tempat tinggal
Perpindahan sebelumnya ke tempat tinggal saat 1. Tidak berpindah tempat tinggal
sekarang pada saat dilakukannya Kuesioner Nominal
penduduk 2. Pindah tempat tinggal
penelitian.
52

C. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan,

status gizi, uang saku) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada

mahasiswa FKIK.

2. Ada hubungan antara faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk, bumbu,

harga makanan) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa

FKIK.

3. Ada hubungan antara karakteristik lingkungan (perpindahan tempat

tinggal) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK.


-
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini desain studi yang digunakan adalah rancangan studi

cross sectional yaitu studi epidemiologi observasional yang bertujuan untuk

mempelajari faktor-faktor resiko terjadinya efek yang berupa penyakit atau status

kesehatan dan termasuk dalam rentang waktu yaitu variabel-variabel yang

termasuk faktor risiko dan variabel efek di observasi sekaligus dalam waktu yang

bersamaan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu

Kesehatan yang berlokasi di Jl. Kertamukti Pisangan,Ciputat Jakarta Selatan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Desember 2012.

C. Populasi dan Sampel

Populasi yang dipakai pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Populasi yang diamati pada penelitian ini

adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

yang berjumlah 1345 orang. Jumlah sampel yang dibutuhkan dihitung

berdasarkan rumus uji hipotesis beda dua proporsi. Dengan perhitungan sebagai

berikut:

53
54

{Z1/22P(1P) + Z1P1(1P1) +P2 (1P2)}2


n=
(12)2

Keterangan :

n : Jumlah sampel

Z1-/2 : Tingkat kemaknaan pada = 5% (Z1-/2 = 1,96)

Z1- : Kekuatan uji pada 1- = 80% (1- = 0,84)

P1 : Proporsi niat sangat berperan terhadap pemilihan makanan cepat

saji pada penelitian sebelumnya yaitu 29% (Sihaholo,2012)

P2 : Proporsi niat cukup berperan terhadap mengkonsumsi makanan

cepat saji pada penelitian sebelumnya yaitu 27% (Sihaholo,2012)

P : P1+ P2/2 = 29% + 27% /2 = 28% = 0,51

Maka besar sampel yang dihasilkan adalah : 0,4998

n = {1,962. 0,28(1-0,28) + 0,840,29(1-0,29) +0,27 (1-0,27)}2 Deff

(0,29-0,27)2

n = 43 orang

n = 43 x 2 = 85 orang

Proses pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik Cluster Sampling (area sampling) atau sampling daerah.

Pengambilan sampel dilakukan terhadap sampling unit, dimana sampling unitnya

terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap item (individu) di dalam kelompok

yang terpilih akan diambil sebagai sampel. Cara ini dipakai bila populasi dapat

dibagi dalam kelompok-kelompok dan setiap karakteristik yang dipelajari ada

dalam setiap kelompok (Nasution, 2003).


55

Pengambilan sampel dilakukan melalui 2 tahap. Tahap pertama adalah

pengambilan kelas pada tiap prodi, setelah itu, tahap kedua adalah penarikan

sampel dari masing-masing kelas yang telah dipilih, dalam pemilihan sampel

pada tiap kelas tersebut digunakan tabel acak untuk menentukan responden yang

dijadikan sampel penelitian.

Dikarenakan pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini

cluster sampling 2 tahap maka jumlah sampel dikalikan 2 menjadi 172 orang,

untuk mengantisipasi sampel droup out maka peneliti menambah dari jumlah

sampel yang dibutuhkan sebesar 10%, sehingga jumlah seluruh sampel yang

diambil sebanyak 181 orang.

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti. Data dalam penelitian ini

diperoleh melalui dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini berupa kuesioner yang mencakup

pertanyaan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

pemilihan makanan cepat saji yang terdiri dari; karakteristik individu

responden (usia, jenis kelamin, pengetahuan, pendapatan/uang saku, status

kesehatan), faktor makanan: rasa, warna, tekstur, bentuk, dan bumbu, harga,

faktor lingkungan: perpindahan penduduk

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari arsip Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan mengenai biodata mahasiswa.


56

E. Pengukuran Data

1. Pemilihan Makanan Cepat Saji

Untuk mengetahui pemilihan makanan cepat saji, peneliti menlai

perhatian responden terhadap kecenderungan pemilihan makanan cepat saji

yang biasa dipilih responden dalam pemilihan makananya yang tersaji dalam

bentuk skala likert kemudian, Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai

3 pada jawaban selalu, 2 untuk jawaban kadang-kadang dan 1 untuk

jawaban tidak. Kemudian diinterpretasikan dalam bentuk skor pemilihan

makanan cepat saji dari masing-masing responden. Kemudian dikategorikan

berdasarkan nilai median variabel tersebut. Sehingga kategori pada variabel

ini terdiri dari pemilihan makanan cepat saji baik dan pemilihan makanan

cepat saji kurang baik. Syaratnya jika skor < median dikatakan responden

memiliki pemilihan makanan cepat saji kurang baik dan jika skor median

dikatakan pemilihan makanan cepat saji baik. Pertanyaan mengenai

pemilihan makanan cepat saji ini dinilai berdasarkan pemilihannya terhadap

makan yang rendah kalori, rendah lemak, rendah natrium, perhatian terhadap

tanggal kadarluasa, informasi nilai gizi, komposisi makanan, serta bahan

tambahan pangan.

2. Jenis Kelamin

Untuk variabel jenis kelamin, pertanyaan bersifat tertutup dan setiap

respoden hanya boleh mengisi satu jawaban saja yaitu laki-laki atau

perempuan.
57

3. Pengetahuan

Dalam penelitian ini, terdapat 10 pertanyaan yang berkaitan dengan

pengetahuan responden yang berkaitan dengan makanan cepat saji. Semua

pertanyaan bersifat tertutup dengan model pilihan ganda. Penilaian dilakukan

dengan memberikan nilai 2 pada jawaban yang benar dan 1 untuk jawaban

yang salah. Nilai total bagi setiap responden diperoleh dengan cara

menjumlahkan skor dari jawaban yang benar. Kemudian dikategorikan

menjadi kurang baik, apabila skor nilai < median dan baik apabila skor nilai

median.

4. Uang Saku

Untuk mengetahui pendapatan/uang saku respoden, disajikan dalam

bentuk pertanyaan yang bersifat terbuka, dimana masing-masing responden

menuliskan besarnya uang jajan sesuai dengan jumlah uang yang diterima

oleh responden setiap harinya dari orang tua/wali responden untuk keperluan

jajan. Selanjutnya ditentukan median atau titik tengah dari jumlah uang saku

respoden tersebut yang akan digunakan sebagai acuan untuk mengetahui

tinggi rendahnya uang saku respoden. Kemudian dikategorikan menjadi

rendah apabila < dari median uang saku mahasiswa dan tinggi apabila dari

median uang saku mahasiswa

3. Faktor Makanan

Untuk mengetahui faktor makanan yang terdiri dari rasa, tekstur, wrna,

bentuk, bumbu, dan harga. Pertanyaan disajikan dalam bentuk skala likert.

yang terdiri dari jawaban sangat tidak penting dengan skor 1, tidak penting
58

dengan skor 2, penting dengan skor 3, dan sangat penting dengan skor 4.

Selanjutnya diinterpretasikan dalam bentuk skor untuk Kemudian

dikategorikan menjadi tidak penting apabila < dari median dan penting

apabila dari median.

5. Perpindahan tempat tinggal

Untuk variabel perpindahan tempat tinggal, pertanyaan bersifat tertutup

dan setiap respoden hanya boleh mengisi satu jawaban saja yaitu berpindah

tempat tinggal/mengekos dan tidak berpindah tempat tinggal/mengekos.

F. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

program komputer. Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam

pengolahan data primer dari variabel dependen dan variabel independen adalah

sebagai berikut:

1. Editing

Kegiatan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban yang

di kuesioner sudah lengkap (semua pertanyaan sudah ada jawaban), jelas

(jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas dibaca), relevan (jawaban

yang tertulis relevan dengan pertanyaan), dan konsisten (apakah antara

beberapa pertanyaan yang berkaitan isi jawaban konsisten).

2. Coding

Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka.

Kegiatan coding ini dilakukan untuk mempermudah analisis data dan

mempercepat entry data.


59

3. Entry data

Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan sudah dilakukan

pengkodingan, langkah selanjutnya adalah memproses data agar dianalisis.

Pemprosesan data dilakukan dengan meng-entry data dari kuesioner kedalam

komputer dengan menggunakan program komputer.

4. Cleaning data

Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada

kesalahan atau tidak.

G. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis univariat dan bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendapat gambaran distribusi

responden yang dibuat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan

diinterpretasikan secara deskriptif. Analisis data univariat dilakukan pada

setiap variabel, baik variabel dependen yaitu perilaku pemilihan makanan

cepat saji, pengetahuan, jenis kelamin, pendapatan, status, faktor makanan,

dan perpindahan penduduk.

2. Analisis Bivariat

Analisis data bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan yang

bermakna antara variabel dependen yaitu perilaku pemilihan makanan cepat

saji terhdap faktor pengetahuan, jenis kelamin, pendapatan, status, faktor

makanan, dan perpindahan penduduk dengan menggunakan uji chi square.


60

Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai P, dimana dalam

penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara

dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai P <0,05 dan

dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai P 0,05. Metode ini

digunakan untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika P value 0,05

maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang

bermakna antara kedua variabel tersebut. Sebaliknya jika P value < 0,05

maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan yang

bermakna antara kedua variabel tersebut.

Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan

independen maka dilihat nilai Odds Ratio (OR). Bila nilai OR = 1 artinya

tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Jika nilai OR < 1 artinya variabel independen memperkecil resiko untuk

bermotivasi dalam berperilaku aman. Dan jika nilai OR > 1 artinya variabel

independen meningkatkan resiko untuk bermotivasi dalam berperilaku aman.


BAB V
HASIL

A. Gambaran Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

Penelitian ini mengambil lokasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Jakarta. Kampus ini berlokasi di Jl. Kertamukti Pisangan, Ciputat Jakarta

Selatan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta ini memiliki empat

program studi yang terdiri dari program studi Kesehatan Masyarakat, Farmasi,

Keperawatan, dan Pendidikan Dokter. Jumlah mahasiswa hingga akhir periode 2012

ini adalah berjumlah 1345 orang yang terbagi dalam masing-masing program studi.

Tabel 5.1 Jumlah dan Distribusi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Program studi Jumlah mahasiswa
Kesehatan masyarakat 429
Farmasi 369
Keperawatan 203
Pendidikan Dokter 344
Total 1345
Sumber: Data Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Jakarta tahun 2012
Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan metode random atau acak

dengan bantuan tabel acak sehingga diperoleh proporsi sampel dari masing-masing

program studi adalah 57 untuk jurusan kesehatan masyarakat, 50 untuk jurusan

farmasi, 27 untuk keperawatan dan 47 untuk jurusan pendidikan dokter sehingga total

sampel dalam penelitian ini adalah 181 orang.

61
62

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Keterlibatan Responden dalam

Pemilihan Makanan Cepat Saji

Pemilihan Tidak n(%) Kadang2 Selalu


n(%) n(%)
Rendah kalori 65 (35,9) 108 (59,7) 8 (4,4)
Rendah lemak 52 (28,7) 107 (59,1) 22 (12,2)
Rendah natrium 91 (50,3) 87 (48,1) 3 (1,7)
Kandungan gizi 39 (21,5) 100 (55,2) 42 (23,2)
Daftar komosisi 40 (22,1) 87 (48,1) 54 (29,8)
Tanggal kadarluasa 2 (1,1) 27 (14,9) 152 (84)
Warna 13 (7,2) 79 (43,6) 89 (49,2)
Penyedap rasa 13 (7,2) 93 (51,4) 75 (41,4)
Pemanis 13 (7,2) 81 (44,8) 87 (48,1)
Pegawet 39 (21,5) 97 (53,6) 45 (24,9)
Rasa 8 (4,4) 60 (33,1) 113 (62,4)
Kemasan plastic 23 (12,7) 87 (48,1) 71 (39,2)
Kemasan stryofoam 29 (16) 128 (70,7) 24 (13,3))
Kemasan bertinta 28 (15,5) 97 (53,6) 56 (30,9)

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui dari beberapa variabel yang

berkaitan dengan pemilihan makanan cepat saji terdapat keterlibatan/perhatian

tertinggi pada variabel tanggal kadarluasa sebesar (84%), rasa (62,4%), dan warna

(49,2%), sementara keterlibatan/perhatian rendah pada variabel konsumsi rendah

natrium (50,3%), rendah kalori (35,9%), dan rendah lemak dan sebesar (28.7%).
63

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Makanan Cepat Saji Yang Sering di

Konsumsi

Jenis makana
Jumlah dalam 1x
cepat saji N Frekuensi
makan

2x >2x 3 >3
Fried chiken 65 (35,9%) 65 (35,9%) - 61(33,7%) 4 (2,2%)
Pizza 19 (10,5%) 18 (9,9%) 1 (0,6%) 18 (9,9%) 1 (0,6%)
Humberger 20 (11%) 17 (9,4%) 3 (1,7%) 19 (10,5%) 1 (0,6%)
Gorengan 132 (72,4%) 67 (36.5%) 65(35,9%) 109 (60,2%) 23 (12,7%)
Bakso 100 (55,2%) 93 (51,4%) 7 (3,9%) 93(51,4%) 7 (3,9%)
Mie ayam 75 (41,4%) 75 (41,4%) - 75(41,4) -
Ciki 63 (34,8%) 57 (31,5%) 6 (3,3%) 63 (34,8%) -
Keripik 98 (54,1%) 97(53,6%) 1 (0,6%) 92 (50,8%) 6 (3,3%)
Cokelat 95 (52,5%) 91(50,3%) 4 (2,2%) 88 (48,6%) 6 (3,3%)
Biscuit 101 (55,8%) 72 (39,8%) 29 (16%) 88 (48,6%) 13 (7,2%)
Kriuk 69 (38,1%) 65 (35,9%) 4 (2,2%) 65 (35.9%) 3 (2.2%)
Siomay 64 (35,4%) 63 (34,3%) 2 (1,1%) 61 (33,7%) 4 (2,2%)
Cilok 28 (15,5%) 23 (12,7%) 5 (2,8%) 27 (14,9%) 1 (0,6%)
Otak2 12 (6,6%) 10 (5,5%) 2 (1,1%) 11(5,5%) 1 (0,6%)
Cakwe 13 (92,8%) 11 (6,1%) 2 (1,1%) 13 (7,2%) -
Cimol 33 (18,2%) 31 (17,1%) 2 (1,1%) 30 (16,6%) 3 (1,7%)
Mie instan 123 (68%) 120 (66,3%) 3 (1,7%) 108 (59,7%) 15 (8,3%)
Bubur 13 (7,2%) 12 (6,6%) 1 (0,6%) 7 (3,9%) 6 (3,3%)
Sphagety 17 (9,4%) 15 (8,3%) 2 (1,1%) 13 (7,2%) 3 (1,7%)
Sumber : Data Primer
64

Berdasarkan tabel diatas jenis makanan cepat saji yang paling sering dikonsumsi

responden berturut-turut adalah sebagai berikut: gorengan (72,4%), mie instan (68%),

biscuit (55,8%), bakso (55,2%), keripik (54,1%).

B. Analisis Univariat

1. Gambaran Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012

Analisis univariat distribusi pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2012 diperoleh hasil yang

disajikan pada tabel 5.4 berikut ini:

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kategori Pemilihan makanan Cepat Saji Pada

Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012

Kategori pemilihan makanan Jumlah (n) Persen (%)


Kurang baik 71 39.2
Baik 110 60.8
Total 181 100.0

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi pemilihan makanan capat saji pada

mahasiswa FKIK UIN Jakarta, dapat dikatahui jumlah mahasiswa yang melakukan

pemilihan makanan cepat saji dengan baik lebih tinggi yaitu sebesar 110 (60,8%)

responden dibandingkan dengan responden yang melakukan pemilihan makanan

cepat saji kurang baik yaitu sebesar 71 (39,2%). Kategori pemilihan makanan

cepat saji ini berdasarkan pertimbangan yang dilakukan dalam memilih makanan

cepat saji seperti; mempertimbangkan kalori, lemak, natrium, kandungan gizi,


65

tanggal kadarluasa, komposisi makanan, bahan tambahan pangan, cita rasa serta

penggunaan kemasan.

2. Gambaran Jenis Kelamin

Analisis univariat jenis kelamin Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.5

berikut ini.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Mahasiswa Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persen (%)


Laki laki 27 14.9
Perempuan 154 85.1
Total 181 100.0

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi jenis kelamin pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 yang ikut

dalam penelitian ini lebih banyak perempuan (85,1 %) dibandingkan laki-laki

(14,9 %).

3. Gambaran Pengetahuan

Analisis univariat pengetahuan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel

5.6 berikut ini.


66

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran


dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persen (%)


Pengetahuan kurang baik 40 22.1
Pengetahuan baik 141 77.9
Total 181 100.0

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi pengetahuan pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah

responden yang memiliki pengetahuan baik lebih tinggi yaitu sebesar 141 (77,9%)

responden dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan kurang

baik sebesar 40 (22,1%) responden.

4. Gambaran Status gizi

Analisis univariat status gizi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada

tabel 5.7 berikut ini.

Tabel 5.7 Distribusi Status Gizi Pada Pada Mahasiswa Fakultas


Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persen (%)


Kurus 58 32.0
Normal 112 61.9
Gemuk 11 6.1
Total 181 100.0

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi status gizi pada mahasiswa Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden

yang memiliki status gizi normal lebih banyak yaitu sebesar 112 (61,9%)
67

responden dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi kurus 58

(32%) dan gemuk yaitu sebesar 11 (6,1%) responden.

5. Gambaran Variabel Rasa dalam Memilih Makanan

Analisis univariat variabel rasa dalam memilih makanan pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh

hasil yang disajikan pada tabel 5.8 berikut ini.

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Variabel Rasa Dalam Memilih Makanan


Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persen (%)
6 (3.3%)
Tidak penting

Penting 175 (96.7%)


Total 181 100.0

Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi rasa dalam memilih makanan

pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun

2012, jumlah responden yang menganggap variabel rasa penting dalam memilih

makanan lebih banyak yaitu sebesar 175 (96,7%) repsonden dibandingkan dengan

yang menganggap variabel rasa tidak penting yaitu sebesar 6 (3,3%) responden.

7. Gambaran Variabel Tekstur dalam Memilih Makanan

Analisis univariat variabel tekstur dalam memilih makanan pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012,

diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.9 berikut ini.


68

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Variabel Tekstur Dalam Memilih Makanan

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

Tahun 2012

Tekstur Jumlah (n) Persen (%)


22 (12.2%)
Tidak penting
159 (87.8%)
Penting
Total 181 100.0

Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi tekstur dalam memilih

makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel tekstur merupakan hal

yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 159 (87,8%)

repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel tekstur tidak penting

yaitu sebesar 22 (12,2%) responden.

6. Gambaran Variabel Warna dalam Memilih Makanan

Analisis univariat variabel warna dalam memilih makanan pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012,

diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.10 berikut ini.

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Variabel Warna Dalam Memilih Makanan


Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012
Warna Jumlah (n) Persen (%)
29
Tidak penting (16.0%)
152
Penting (84%)
Total 181 100.0
69

Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi warna dalam memilih

makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel warna merupakan hal

yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 152 (84%)

repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel warna tidak penting

yaitu sebesar 29 (16%) responden.

7. Gambaran Variabel Bentuk dalam Memilih Makanan

Analisis univariat variabel bentuk dalam memilih makanan pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012,

diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.11 berikut ini.

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Variabel Bentuk Dalam Memilih Makanan


Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012
Bentuk Jumlah (n) Persen (%)
34
Tidak penting (18.8%)
147
Penting (81.2%)
Total 181 100.0

Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi bentuk dalam memilih

makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel bentuk merupakan hal

yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 147 (81,2%)

repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel bentuk tidak penting

yaitu sebesar 34 (18,8%) responden.


70

8. Gambaran Variabel Bumbu dalam Memilih Makanan

Analisis univariat variabel bumbu dalam memilih makanan pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012,

diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.12 berikut ini.

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Variabel Bumbu Dalam Memilih Makanan


Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012
Bumbu Jumlah (n) Persen (%)
5
Tidak penting (2.8%)
176
Penting (97.2%)
Total 181 100.0

Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi bumbu dalam memilih

makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel bumbu merupakan hal

yang penting lebih banyak yaitu sebesar 176 (97,2%) repsonden dibandingkan

dengan yang menganggap tidak penting sebesar 5 (2,8%) responden.

9. Gambaran Variabel Harga dalam Memilih Makanan

Analisis univariat variabel harga dalam memilih makanan pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh

hasil yang disajikan pada tabel 5.13 berikut ini.


71

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Variabel Harga Dalam Memilih Makanan


Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012
Harga Jumlah (n) Persen (%)
13
Tidak penting (7.2%)
168
Penting (92.8%)
Total 181 100.0

Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi harga dalam memilih

makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel harga merupakan hal

yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 168 (92,8%)

repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel bentuk tidak penting

yaitu sebesar 13 (7,2%) responden.

11. Gambaran Perpindahan Tempat Tinggal

Analisis univariat perpindahan tempat tinggal yang dalam hal ini dinilai

melalui perpindahan tempat tinggal pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada

tabel 5.14 berikut ini.

Tabel 5.14 Distribusi Perpindahan Tempat Tinggal Pada Mahasiswa


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persen (%)


Berpindah tempat tinggal 131 72.4
Tidak berpindah tempat tinggal 50 27.6
Total 181 100.0
72

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi perpindahan tempat tinggal pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012,

jumlah responden yang berpindah tempat tinggal lebih banyak yaitu sebesar 131

(72,4%) responden dibandingkan dengan responden yang tidak berpindah tempat

tinggal yaitu sebesar 50 (27,6%) responden.

12. Gambaran Uang saku

Analisis univariat pendapatan yang dalam hal ini dinilai melalui uang saku

yang dikeluarkan untuk kebutuhan makanan dalam sehari pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh

hasil yang disajikan pada tabel 5.15 berikut ini.

Tabel 5.15 Distribusi uang saku Pada Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012

Uang saku Jumlah (n) Persen (%)


Dibawah rata-rata < Rp. 20000 77 42.5
Diatas rata-rata Rp.20000 104 57.5
Total 181 100.0

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi uang saku yang dikeluarga untuk

pengeluaran makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden yang uang saku Rp.20000 dalam

sehari lebih banyak yaitu sebesar 104 (57,5%) responden dibandingkan dengan

responden yang uang sakunya < Rp. 20000 yaitu sebesar 77 (42,5%) responden.
73

C. ANALISIS BIVARIAT

1. Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan makanan

Cepat Saji

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan

pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel

5.16 berikut ini.

Tabel 5.16 Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan

makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Tahun 2012

Pemilihan makanan
Jenis Kurang P-
Baik Total OR
Kelamin Baik value
n (%) n (%)

Laki-laki 15 (55,6) 12 (44,4) 27 (100) 2,188


0,063 CI (0,957-
Perempuan 56 (36,4) 98 (63,6) 154 (100) 5,002)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden perempuan lebih

banyak memiliki pemilihan makanan baik yaitu sebesar (63,6%) dibandingkan

dengan responden laki-laki (44,4%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada

hubungan antara jenis kelamin dengan pemilihan makanan pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value

= 0,063). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 2,188 (CI =

0,957-5,002), artinya responden yang berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang


74

2,188 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik

dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin perempuan.

2. Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan makanan Cepat

Saji

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan

pemilihan makanan cepat saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel

5.17 berikut ini.

Tabel 5.17 Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan

makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Tahun 2012

Pemilihan makanan
Kurang
Pengetahuan Baik Total P-value OR
Baik
n (%) n (%)

Kurang baik 18 (45) 22 (55) 40 (100) 1,358


0,570 CI (0,688-
Baik 53 (37,6) 88 (62,4) 141 (100) 2,763)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki

pengetahuan baik cenderung untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji baik

lebih tinggi yaitu sebesar (62,4%) dibandingkan responden yang memiliki

pengetahuan kurang baik (55%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada

hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan makanan cepat saji pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun
75

2012 (P value = 0,570). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR =

1,358 (CI = 0,688-2,763), artinya responden yang memiliki pengetahuan kurang

baik memiliki peluang 1,358 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji

yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik.

3. Analisis Hubungan Antara Status Gizi dengan Pemilihan makanan Cepat

Saji

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan status gizi dengan pemilihan

makanan cepat saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.18 berikut

ini.

Tabel 5.18 Analisis Hubungan Antara Status Gizi dengan Pemilihan

makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Tahun 2012

Pemilihan makanan
Kurang
Status gizi Baik Total OR
Baik P-value
n (%) n (%)
32 26 1,422
Kurus 58(100%) C1 (0,375-
(55,2%) (44,8%)
5,392)
32 80 0,001
Normal 112(100%) 4,375
(28,6%) (71,4%)
CI (1,198-
15,974)
Gemuk 7 (66,3%) 4(36,4%) 11(100%)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki status

gizi normal cenderung untuk memiliki pemilihan cepat saji baik lebih tinggi

yaitu sebesar (71,4%) dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi
76

kurus (44,8%) dan gemuk (36,4%). Hasil uji Chi Square menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara status gizi dengan pemilihan makanan pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun

2012 (P value = 0,001) . Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai

OR = 1,422 (CI=0,375-5,392) dan 4,375 CI (1,198- 15,974), artinya responden

yang memiliki status gizi kurus memiliki peluang 1,422 kali untuk melakukan

pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden

yang memiliki status gizi gemuk dan responden yang memiliki status gizi normal

memiliki peluang 4,375 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji

yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi

sgemuk .

4. Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan rasa dengan Pemilihan

makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.19 berikut

ini.

Tabel 5.19 Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan makanan


Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012

Pemilihan makanan
Kurang P-
Rasa Baik Total OR
Baik value
n (%) n (%)
Tidak 0,300
1 (16,7) 5(83,3) 6 (100)
penting 0,406 CI (0,034-
Penting 70 (40) 105 (60) 112 (100) 2,632)
77

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap rasa

tidak penting dalam pemilihan makanan cenderung memiliki pemilihan makanan

cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (83,3%) dibandingkan dengan responden

yang menganggap rasa merupakan variabel penting dalam pemilihan makanan yang

hanya (60%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara rasa

dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,406). Berdasarkan

perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,300 (CI=0,034-2,632), artinya

responden yang menganggap rasa tidak penting dalam memilih makanan cepat saji

memiliki peluang 0,300 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang

kurang baik dibandingkan dengan responden yang menganggap rasa penting dalam

memilih makanan cepat saji.

5. Analisis Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan tekstur dengan pemilihan

makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.20 berikut

ini.
78

Tabel 5.20 Analisis Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan makanan

Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Tahun 2012

Pemilihan makanan

Kurang
Tekstur Baik Total P-value OR
Baik
n (%) n (%)
Tidak
12 (54,4) 10 (45,5) 22 (100) 2,034
penting 0,181 CI (0,828-
Penting 59 (37,1) 100 (62,9) 159 (100) 4,996)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap

tekstur merupakan variabel yang penting dalam pemilihan makanan cepat saji

cenderung untuk memiliki pemilihan makanan cepat saji baik lebih tinggi yaitu

sebesar (62,9%) dibandingkan dengan responden yang menganggap tekstur

merupakan variabel nyang tidak penting dalam pemilihan makanan yang hanya

(45,5%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara tekstur

dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,181). Berdasarkan

perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 2,034 (CI=0,828-4,996), artinya

responden yang menganggap tekstur tidak penting dalam memilih makanan cepat

saji memiliki peluang 2,034 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji

yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang menganggap tekstur

penting dalam memilih makanan cepat saji.


79

6. Analisis Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan warna dengan pemilihan

makanan cepat saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.21 berikut

ini.

Tabel 5.21 Analisis Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan makanan

Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Tahun 2012

Pemilihan makanan
Kurang
Warna Baik Total P-value OR
Baik
n (%) n (%)

Tidak penting 17 (58,6) 12 (41,4) 29 (100)


2,571
0,033 CI (1,143-
Penting 54 (35,5) 98 (64,5) 152 (100) 5,781)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap

warna penting dalam pemilihan makanan cenderung memiliki pemilihan makanan

baik lebih tinggi yaitu sebesar (64,5%) dibandingkan dengan responden yang

menganggap warna merupakan variabel yang tidak penting (41,4%). Hasil uji Chi

Square menunjukkan ada hubungan antara warna dengan pemilihan makanan cepat

saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta

Tahun 2012 (P value = 0,033). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh

nilai OR = 2,571 (CI=1,143-5,781) , artinya responden yang menganggap warna

tidak penting dalam memilih makanan cepat saji memiliki peluang 2,571 kali untuk
80

melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan

responden yang menganggap warna penting dalam memilih makanan cepat saji.

7. Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan bentuk dengan Pemilihan

makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.22 berikut

ini.

Tabel 5.22 Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan makanan

Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Tahun 2012

Pemilihan makanan
Kurang
Bentuk Baik Total P-value OR
Baik
n (%) n (%)
Tidak
12 (35,3) 22 (64,7) 34 (100) 0,814
penting 0,744 CI
(0,374-
Penting 59 (40,1) 88 (59,9) 147 (100) 1,769)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap

bentuk tidak penting dalam pemilihan makanan cenderung untuk memiliki

pemilihan makanan baik lebih tinggi yaitu sebesar (64,7%) dibandingkan yang

menganggap bentuk merupakan variabel yang penting dalam pemilihan makanan

(59,9%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara bentuk

dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,744). Berdasarkan
81

perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,814 (CI= 0,374-1,769), artinya

responden yang menganggap bentuk tidak penting dalam memilih makanan cepat

saji memiliki peluang 0,814 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji

yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang menganggap warna penting

dalam memilih makanan cepat saji.

8. Analisis Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan bumbu dengan Pemilihan

makanan cepat saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.23 berikut

ini.

Tabel 5.23 Analisis Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan makanan

Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Tahun 2012

Pemilihan makanan
Kurang
Bumbu Baik Total P-value OR
Baik
n (%) n (%)
Tidak
3 (60%) 2 (40%) 5 (100) 2,382
penting 0,382 CI(0,388-
14,626)
Penting 68 (38,6) 108 (61,4) 108 (100)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap

bumbu merupakan variabel penting dalam pemilihan makanan cenderung untuk

memiliki pemilihan makanan cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (61,4%)

dibandingkan responden yang menganggap bumbu merupakan variabel yang tidak


82

penting dalam pemilihan makanan (40%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak

ada hubungan antara bumbu dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value

= 0,382). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 2,382 (CI=

0,388-14,626), artinya responden yang menganggap bumbu tidak penting dalam

memilih makanan cepat saji memiliki peluang 2,382 kali untuk melakukan

pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden

yang menganggap bumbu penting dalam memilih makanan cepat saji.

9. Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan harga dengan Pemilihan

makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.24 berikut

ini.

Tabel 5.24 Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan makanan

Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Tahun 2012

Pemilihan makanan
Kurang
Harga Baik Total P-value OR
Baik
n (%) n (%)
Tidak
3 (23,1%) 10 (76,9%) 13(100) 0,441
penting 0,346 CI
(0,177-
Penting 68 (40,5) 108 (59,5) 168 (100) 1,662)
83

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap

harga tidak penting dalam pemilihan makanan cenderung untuk memiliki pemilihan

makanan cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (76,9%) dibandingkan yang

menganggap harga merupakan variabel yang tidak penting dalam pemilihan

makanan (59,5%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara

harga dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,346).

Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,441 (CI= 0,177-

1,662), artinya responden yang menganggap harga tidak penting dalam memilih

makanan cepat saji memiliki peluang 0,441 kali untuk melakukan pemilihan

makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang

menganggap harga penting dalam memilih makanan cepat saji.

10. Analisis Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal Dengan Pemilihan

makanan Cepat Saji

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan perpindahan tempat tinggal

dengan pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada

tabel 5.25 berikut ini.


84

Tabel 5.25 Analisis Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal dengan

Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Tahun 2012

Pemilihan makanan
Perpindahan Kurang
Baik Total P-value OR
Penduduk Baik
n (%) n (%)
Tidak
berpindah 15 (30) 35 (70) 50 (100)
0,951 CI
tempat tinggal 0,161 (0,868-
Berpindah 3,498)
56 (42,7) 75 (57,3) 131(100)
tempat tinggal

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang tidak berpindah

tempat tinggal cenderung untuk memiliki pemilihan makanan cepat saji baik lebih

tinggi yaitu sebesar (70%) dibandingkan dengan responden yang berpindah tempat

tinggal (53,7%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara

perpindahan penduduk dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value

= 0,161). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,951 (CI=

0,868-3,498), artinya responden yang tidak berpindah tempat tinggal memiliki

peluang 0,951 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang

baik dibandingkan dengan responden yang berpindah tempat tinggal.


85

11. Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan makanan Cepat

Saji

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan uang saku dengan

pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel

5.26 berikut ini.

Tabel 5.26 Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan

makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan

Ilmu Kesehatan Tahun 2012

Pemilihan makanan
Kurang
Uang saku Baik Total P-value OR
Baik
n (%) n (%)
Uang saku
dibawah rata- 28(36,4) 49(63,6) 77(100)
rata <Rp.20000 0,811
0,600 CI (0,442-
Uang saku
1,487)
rata-rata 43(41,3) 61(58,7) 104 (100)
Rp.20000

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki

pemilihan makanan baik lebih banyak pada responden yang memiliki uang saku

dibawah rata-rata < Rp. 20000 (63,6%) dibandingkan dengan responden yang

memiliki uang saku diatas rata-rata Rp. 20000 (58,7%). Hasil uji Chi Square

menunjukkan tidak ada hubungan antara uang saku dengan pemilihan makanan

cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN
86

Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,600). Berdasarkan perhitungan risk estimete

diperoleh nilai OR = 0,811(CI= 0,442-1,487), artinya responden yang memiliki

uang saku dibawah rata-rata memiliki peluang 0,811 kali untuk melakukan

pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden

uang saku diatas rata-rata.


BAB VI
PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memungkinkan terjadinya bias dimana pada variabel status gizi

yang seharusnya diukur dengan indikator berat badan dan tinggi badan dilakukan

pengukuran pada tiap responden, namun karena jumlah respoden cukup banyak, maka

peneliti tidak melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan secara langsung

sehingga bisa jadi respoden hanya mengingat berat badan pada saat terakhir

pengkuran. Kemungkinan hal tersebut akan berpengaruh pada validitas data sehingga

data berat badan dan tinggi badan tidak menunjukan data yang sebenarnya.

Pada variabel pemilihan makanan, peneliti tidak menyamaratakan peresepsi

indiaktor pemilihan makanan seperti; memberikan contoh makanan yang rendah

kalori, randah lemak dan rendah natrium sehingga kemungkinan responden hanya

menggunakan persepsi dirinya mengenai variabel tersebut untuk mengisi kuesioner,

sehingga dikhawatirkan terjadi perbedaan persepsi responden dengan persepsi peneliti

pada variabel tersebut yang berakibat pada bias informasi.

Selain itu bias penelitian lain juga bisa disebabkan karena responden membawa

pulang kuesioner penelitian sehingga dapat dimungkinkan kuesioner tersebut diisi

oleh orang lain. Hal ini disebabkan karena penelitian ini memiliki pertanyaan yang

cukup banyak sehingga waktu respoden untuk mengisi kuesioner kemungkinan cukup

lama, akibatnya hal ini akan mengganggu jadwal kuliah dari responden. Oleh karena

itu, peneliti berinisiatif untuk memberikan kenyamanan bagi responden dengan

membawa pulang kuesioner penelitian.

87
88

B. Pemilihan makanan Cepat Saji

Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus/rangsangan

dari luar (Skinner 1938 dalam Notoatmodjo, 2003). Meskipun perilaku adalah bentuk

respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme, namun

dalam memberikan respons sangat bergantung pada karakteristik individu atau faktor

lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulus yang diberikan

sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda karena perilaku

merupakan hasil antara berbagai faktor baik faktor eksternal maupun internal.

Menurut Notoatmodjo (2003) yang termasuk perilaku internal adalah karakteristik

orang yang bersangkutan seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin

dan sebagainya, sementara yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan baik

lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Namun faktor

lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku

seseorang karena biasanya faktor lingkungan ini berada dibawah kendali atau

kemauan individu itu sendiri.

Perilaku memilih makanan merupakan sebuah respons dari suatu stimulus yang

yang berkaitan dengan perilaku kesehatan seseorang. Gibney at all (2009)

menyatakan bahwa pemilihan makanan mengandung arti kemauan seseorang untuk

mengendalikan makanan yang dikonsumsinya. Pengendalian disini dapat diartikan

sebagai respons sesorang dalam memilih makanan yang sesuai dengan selera namun

sesuai dengan syarat kesehatan sehingga mengarah kepada pemilihan makanan yang

baik.
89

Seseorang yang memiliki stimulus faktor internal yang baik maka akan

memiliki keterlibatan tinggi dalam pemilihan makanannya sehingga mengarah kepada

pemilihan makanan yang baik, Menurut Gibney et all (2009) keterlibatan sesorang

terhadap makanan mempengaruhi alasan dalam pemilihan makanannya. Keterlibatan

dalam sebuah produk berarti seseorang mengangap produk tersebut sangat penting

dan bersedia menghabiskan cukup banyak waktu untuk mendapatkan pengetahuan

tentang produk tersebut sehingga hal tersebut dapat memfasilitasi informed choice

(memilih setelah mendapatkan informasi), namun hal ini tidak terlepas dari pengaruh

faktor internal yang juga mendukung dalam memilih makanan yang baik pula, karena

dalam membentuk perilaku seseorang, kedua faktor tersebut sangatlah

mempengaruhi.

Dalam penelitian ini kategori pemilihan makanan dapat dilihat dari keterlibatan

seseorang dalam pemilihan makanannya. Seseorang yang dianggap memiliki

keterlibatan tinggi terhadap variabel makanan yang rendah kalori, rendah lemak,

rendah natrium, perhatian terhadap daftar komposisi makanan, tanggal kadarluasa,

warna, bahan tambahan pangan serta penggunaan kemasan, dianggap memiliki

pemilihan makanan yang baik dan sebaliknya.

Hasil penelitian pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN

Jakarta yang berkaitan dengan pemilihan makanan cepat saji, menunjukan bahwa

mahasiswa yang memiliki pemilihan makanan cepat saji baik memiliki presentase

yang lebih tinggi yaitu sebesar 60,8% dibandingkan dengan mahasiswa dengan

pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik yaitu sebesar 39,2%. Sementara

keterlibatan/perhatian tertinggi terdapat pada variabel tanggal kadarluasa sebesar


90

(84%), rasa (62,4%), dan warna (49,2%), sementara keterlibatan/perhatian rendah

pada variabel konsumsi rendah natrium (50,3%), rendah kalori (35,9%), dan rendah

lemak sebesar (28.7%). Sementara jenis makanan cepat saji yang paling sering

dikonsumsi responden berturut-turut adalah sebagai berikut: gorengan (72,4%), mie

instan (68%), biscuit (55,8%), bakso (55,2%), keripik (54,1%).

Dalam hal ini untuk mengukur kevalidan pernyataan responden terkait kebiasaan

responden dalam pemilihan makanan yang rendah kalori, lemak dan natrium. Peneliti

menghubungkannya dengan jenis makanan cepat saji yang dikonsumsi responden.

Peneliti mengambil jenis makanan yang sering dikonsumsi oleh responden yaitu

gorengan, mie instan, biscuit, bakso, keripik. Jenis makanan ini dapat mewakili

makanan-makanan yang mengandung kalori, lemak dan natrium tinggi. Seperti bakso

dan gorengan merupakan salah satu jenis makanan yang tinggi kalori dan lemak,

sementara mie instan, biscuit dan keripik merupakan salah satu makanan yang tinggi

natrium.

Dalam hal ini, responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan makanan

yang rendah kalori sebanyak 5 orang memiliki frekuensi konsumsi gorengan 3 kali

perminggu, namun terdapat 1 orang responden yang frekuesi mengonsumsi

gorengannya >3 kali dalam 1 minggu. Hal tersebut menunjukan masih terdapat

ketidakvalidan jawaban antara pernyataan responden dengan kebiasaan konsumsinya.

Responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan kalori tidak selalu memiliki

perilaku konsumsi makanan cepat saji yang rendah kalori juga.

Sementara itu, responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan makanan

rendah lemak, sebanyak 12 orang memiliki frekuensi konsumsi gorengan 3 kali


91

dalam 1 minggu dan terdapat 2 orang respoden yang menyatakan selalu

mempertimbangkan makanan rendah lemak, frekuensi gorengannya > 3 kali dalam 1

minggu. Hal tersebut juga menyatakan ketidakvalidan antara jawaban responden

dengan kebiasaan konsumsi.

Sementara itu pada pernyataan respoden dalam mempertimbangkan makanan

yang rendah natrium dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan selalu

mempertimbangkan makanan yang rendah natrium hanya 1 orang yang memiliki

frekuensi konsumsi mie instan 3 kali dalam 1 minggu dan pada responden ini tidak

terdapat rensponden yang mengonsumsi mie instan > 3 kali dalam 1 minggu. Hal

tersebut menunjukan bahwa responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan

makanan rendah natrium jarang/hampir tidak mengonsumsi mie instan seminggu

sekali.

Pernyataan respoden dalam mempertimbangkan makanan yang rendah kalori

dimana jenis makanannya adalah bakso dapat diketahui bahwa responden yang

menyatakan selalu mempertimbangkan makanan yang rendah kalori hanya 4 orang

yang memiliki frekuensi konsumsi bakso 3 kali dalam 1 minggu dan pada

responden ini tidak terdapat rensponden yang mengonsumsi bakso > 3 kali dalam 1

minggu. Hal tersebut menunjukan bahwa rensponden yang menyatakan selalu

mempertimbangkan makanan rendah kalori jarang/hampir tidak mengonsumsi bakso

dalam seminggu.

Pernyataan respoden dalam mempertimbangkan makanan yang rendah natrium

dimana jenis makanannya adalah keripik dapat diketahui bahwa responden yang

menyatakan selalu mempertimbangkan makanan yang rendah natrium hanya 1


92

orang yang memiliki frekuensi konsumsi keripik 3 kali dalam 1 minggu dan

terdapat 1 orang yang memiliki frekuensi konsumsi keripik >3 kali dalam 1 minggu.

Hal tersebut menunjukan bahwa rensponden yang menyatakan selalu

mempertimbangkan makanan rendah natrium tidak selalu memiliki perilaku frekuensi

konsumsi makanan yang rendah natrium pula. Hal tersebut menunjukan

ketidakvalidan antara jawaban responden dengan perilaku konsumsi makanan cepat

saji. Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa tidak selalu seseorang yang

pemilihan makanannya baik belum tentu memiliki perilaku konsumsi yang baik pula..

C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji

1. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji

Jenis kelamin merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi

pemilihan makanan (Sanjur, 2003). Menurut Gibney, et al (2009) terdapat

perbedaan pemilihan makanan antara laki-laki dan perempuan, hal ini disebabkan

karena pada umumnya kaum wanita tampak lebih banyak mempunyai

pengetahuan tentang makanan dan gizi serta menunjukan perhatian yang lebih

besar terhadap kemanan makanan, kesehatan dan penurunan berat badan. Pada

usia remaja banyak dari mereka yang berusaha mengubah penampilannya

sehingga ingin terlihat menarik. Kepedulian terhadap penampilan dan gambaran

tubuh yang ideal dapat mengarah kepada upaya obsesif seperti mengontrol berat

badan (Davison & Birch dalam Papalia 2008 dalam Andea, 2010). Pola ini

menjadi lebih umum diantara anak perempuan ketimbang anak laki-laki. Konsep

tubuh yang ideal pada perempuan adalah tubuh langsing (Sanggarwaty, 2003

dalam Andea, 2010), sedangkan pada laki-laki adalah tubuh berisi, berotot,
93

berdada bidang, serta biseps yang menonjol (McCabe & Ricciardeli, 2004 dalam

Andea, 2010), sehingga begitu seseorang merasa dirinya gemuk, biasanya orang

akan mencoba mengontrol makanannya (Gunawan, 2004 dalam Andea, 2010).

Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi perempuan yang ikut pada

penelitian ini lebih tinggi yaitu sebesar 85% dibandingkan laki-laki yang hanya

14,9%. Sementara bila dilihat dari pemilihan makanannya, perempuan lebih

cenderung untuk memiliki pemilihan makanan yang baik yaitu sebesar 63,6%

dibandingkan dengan laki-laki sebesar 44,4%. Hasil analisis statistik

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan pemilihan

makanan cepat saji (p-value = 0,063).

Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan pemilihan makanan

cepat saji tersebut dimungkinkan karena proporsi perempuan yang ikut dalam

penelitian ini lebih banyak daripada pada laki-laki hal ini disebabkan karena

presentase perempuan pada mahasiwa FKIK UIN Jakarta secara keseluruhan

memang jauh lebih tinggi yaitu sebesar 71% dibandingkan presentase laki-laki

yang hanya 29% sehingga dalam pengambilan sampel, perempuan lebih memiliki

banyak kesempatan untuk terpilih menjadi responden penelitian, akibatnya

hubungan jenis kelamin terhadap pemilihan makanan cepat saji ini bersifat

homogen karena menurut Gibney et, all (2009) perempuan lebih cenderung

menunjukan perhatiannya terhadap pemilihan makanan dari pada laki-laki .

Bila dilihat kecenderungannya perempuan lebih banyak memiliki

pemilihan makanan yang baik daripada laki-laki, hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Weaver (2009) dalam Azrimaidaliza (2011) pada mahasiswa
94

di Texas University yang menyatakan hasil bahwa perempuan lebih banyak

melakukan pemilihan makanan dibandingkan dengan laki-laki. Seperti pendapat

yang dikemukakan Gibney, et all (2009) perempuan lebih menunjukan

perhatiannya pada pemilihan makanan, karena perempuan lebih menunjukan

perhatian yang lebih besar pada keamanan pangan, kesehatan dan penurunan berat

badan. Perhatian yang tinggi terhadap penurunan berat badan disebabkan karena

perempuan lebih memperhatiakan body image, seperti hasil penelitian Pope,

Philips, dan Olivardia (2000 dalam Andea 2010) menunjukkan bahwa perempuan

lebih memperhatikan penampilan fisik dibandingkan laki-laki. Pengaruh body

image ini lebih mempengaruhi perempuan karena biasanya perempuan lebih ingin

terlihat langsing, sehingga perempuan cenderung untuk membatasi dirinya dalam

mengkonsumsi makanan yang dapat meningkatkan berat badannya. Akibatnya

perempuan lebih memilih-milih makanan yang kandungan lemak dan kalorinya

rendah. Hal ini mengakibatkan banyak dari remaja perempuan yang mengontrol

berat badan dengan cara mengkonsumsi makanan yang rendah asupan kalori dan

lemak dari makanan yang dikonsumsinya.

Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data dalam penelitian ini dimana

terlihat bahwa perhatian perempuan lebih tinggi dalam hal pemilihan makanan

yang rendah kalori, hasil analisis menunjukan bahwa presentase perempuan lebih

tinggi menyatakan kadang-kadang dalam memilih makanan rendah kalori yaitu

sebesar 61,7% dibandingkan laki-laki yang sebesar 48,1%. Selain itu, perhatian

dalam pemilihan makanan rendah lemak, presentase perempuan juga cenderung

lebih tinggi memilih makanan rendah lemak, hasil analisis menunjukan bahwa
95

perempuan yang menyatakan selalu dalam memilih makanan rendah lemak

yaitu sebesar 13% sementara laki-laki hanya 7,4%.

Selain perhatiannya yang tinggi terhadap penurunan berat badan, menurut

Gibney, et all (2009) perempuan juga menunjukan perhatian yang tinggi terhadap

kemanan pangan. Menurut Kartajaya (2003 dalam Marsellita, dkk 2009) wanita

selalu memperhatikan hingga ke detail. Konsumen wanita akan menilai segala

sesuatu dengan lebih terperinci. Konsumen wanita juga sangat awas terhadap

berbagai isu. Sedangkan pria kurang memperhatikan detail dan isu yang terjadi.

Selain itu menurut Menurut Segal, Dasen, Berry dan Portinga (1990, dalam

Marsellita, dkk 2009) konsumen wanita lebih banyak tertarik pada warna dan

bentuk. Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian ini dimana perempuan lebih

menjukan perhatiannya terhadap keamanan pangan dalam hal warna makanan,

tanggal kadarluasa, dan kemasan. Dari hasil penelitian didapatkan, perempuan

lebih menunjukan perhatian yang lebih tinggi terhadap warna makanan yaitu

sebesar 51,3% dibandingkan laki-laki yang hanya 37%. Perempuan lebih

menunjukan perhatian yang lebih tinggi terhadap tanggal kadarluasa yaitu sebesar

85,7% dibandingkan laki-laki yang hanya 74,1%. Perempuan lebih menunjukan

perhatian yang lebih tinggi dalam hal penggunaan kertas bertinta yaitu sebesar

32,5% dibandingkan laki-laki yang hanya 22,2%.

Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa konsumen wanita

memang memiliki karakteristik yang mendetail dalam melihat suatu objek yang

mana dalam hal ini makanan, sehingga konsumen wanita lebih cenderung untuk

memperhatikan tanggal kadarluasa, penggunaan kemasan serta warna, dimana


96

keamanan pangan merupakan suatu isu yang cukup mendapatkan perhatian di

masyarakat salah satunya isu yang berkembang saat ini bahwa warna yang

mencolok beresiko menggunakan bahan pewarna berbahaya, dengan karakteristik

wanita yang detail hal tersebut cukup mendapat perhatian dalam pemilihan

makananya daripada pada konsumen laki-laki.

Oleh karena itu, sangat diharapkan untuk laki-laki lebih memperhatikan

pemilihan makanannya, karena tanpa pertimbangan yang baik dan mendetail

dalam memilih makanan sangat beresiko mengalami berbagai masalah yang

ditimbulkan akibat konsumsi makanan yang salah seperti obesitas, keracunan

pangan dan lain-lain. Sementara untuk perempuan diharapkan dapat

mempertahankan pemilihan makanan tersebut.

2. Hubungan Pengetahuan Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji

Prasyarat penting untuk terjadinya perubahan sikap dan perilaku gizi salah

satunya adalah pengetahuan gizi. Pengetahuan juga merupakan salah satu

pertimbangan seseorang dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Semakin

baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan

kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Orang yang semakin baik pengetahuan

gizinya akan lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional dan

pengetahuannya dibandingkan panca inderanya sebelum mengonsumsi makanan

(Sediaoetama 1996 dalam Azrimaidaliza 2011).

Sementara Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa perilaku merupakan

hasil resultant dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dan

eksternal keduanya saling mempengaruhi, dimana respon yang dihasilkan dari


97

kedua faktor tersebut berbeda pada setiap individu. Dalam hal ini pengetahuan

merupakan salah satu dari variabel faktor internal, perilaku yang ditampakan

akibat pengaruh pengetahuan akan berbeda-beda karena dipengaruhi pula oleh

faktor eksternal yaitu pengaruh lingkungan, sehingga perilaku yang tampak pada

seseorang berbeda-beda tergantung dari faktor yang dominan dari kedua faktor

tersebut.

Teori Reasoned Action yang dikembangkan oleh Ajzren (1980 dalam

Achmat, 2010) menyatakan bahwa perilaku seseorang didasari oleh sikap dan

norma subjektif. Maksudnya jika seseorang mempersepsi bahwa hasil dari

menampilkan suatu perilaku tersebut positif, ia akan memiliki sikap positif

terhadap perilaku tersebut serta kebalikannya. Selain itu, jika orang-orang lain

yang relevan memandang bahwa menampilkan perilaku tersebut sebagai sesuatu

yang positif dan seseorang tersebut termotivasi untuk memenuhi harapan orang-

orang lain yang relevan, maka itulah yang disebut dengan norma subjektif yang

positif serta sebaliknya. Theory of Reasoned Action dapat diartikan sebagai

perilaku yang di bawah kendali individu sendiri.

Hasil penelitian menunjukan bahwa presentase responden yang memiliki

pengetahuan baik lebih tinggi yaitu sebesar 77,9% dibandingkan dengan

responden yang memiliki pengetahuan kurang baik yaitu sebesar 22,1%.

Sementara hasil analisis statistik menunjukan bahwa responden yang memiliki

pengetahuan baik lebih banyak pada responden yang melakukan pemilihan

makanan baik pula yaitu sebesar (62,4%) dibandingkan responden yang memiliki
98

pengetahuan kurang baik (55%). Bila dilihat hubungannya, tidak ada hubungan

antara pengetahuan terhadap pemilihan makanan cepat saji (p-value= 0,570).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sihaloho

(2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap

pola pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,92). Penelitian Syadiah (2009)

dalam Sihaloho (2012) pun mendapatkan hasil bahwa pada pelajar SMA

hubungan mengenai pengetahuan gizi tentang fast food dengan tindakan

kosnumsi fast food memperoleh nilai (p-value = 0,77) artinya tidak ada hubungan

bermakna antara pengetahuan dengan tindakan pemilihan konsumsi fast food.

Tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan makanan

cepat saji kemungkinan disebabkan karena pengaruh faktor lain yang lebih besar

dari pada pengaruh pengetahuan. Seperti yang diungkapkan Notoatmodjo (2003)

bahwa perilaku yang tampak pada seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan

faktor eksternal, faktor eksternal disini dimungkinkan pengaruh orang lain. Dalam

masyarakat kita semua berpartisipasi untuk menjalin hubungan sosial yang

bervariasi antara individu. Hubungan ini melibatkan keluarga, teman sebaya,

rekan kerja, dan orang-orang di berbagai organisasi yang kita milik. Dalam

sebuah studi tentang pilihan makanan yang dilakukan oleh Feunekes et al. (1998

dalam Jones, et al, 2011) menyatakan bahwa sebanyak 94% pemilihan makanan

seseorang serupa dengan pasangannya, 87% remaja serupa dengan orang tua

mereka, dan 19% pemilihan makanan antara remaja serupa dengan rekan-rekan

mereka.
99

Sementara dari penelitian ini dapat diketahui bahwa orang yang memiliki

pengetahuan baik lebih banyak pada orang yang tidak mengekos atau berpindah

tempat tinggal yaitu sebesar 80% sehingga kemungkinan penyebab tidak adanya

hubungan adalah karena pengaruh keluarga yang dominan dalam pemilihan

makanan cepat saji, hal ini dapat dilihat dari hasil peneilitian ini, responden yang

memiliki pemilihan makanan yang baik lebih tinggi pada responden yang tidak

mengekos yaitu sebesar 70% dibandingkan yang tidak mengekos yaitu sebesar

53,7%. Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat pada setiap individu,

perilaku makan seseorang tidak jauh berbeda dengan keluarganya, karena

pendidikan awal seorang individu berasal dari lingkungan keluarga. Adanya

kecenderungan pengetahuan yang baik pada responden penelitian ini

kemungkinan disebabkan karena memang lingkungan keluarga responden

mendukung untuk memiliki pengetahuan yang baik pula, sehingga pemilihan

makanan cepat saji yang baik dari keluarga mendorong mereka juga untuk

terbiasa memilih makanan cepat saji yang baik.

Responden dalam penelitian ini secara keseluruhan memiliki pengetahuan

yang baik dan perilaku memilih makanan cepat saji yang baik pula. Oleh karena

itu, akan lebih baik jika memang pengetahuan yang dimiliki dan perilaku yang

baik tersebut dipertahankan agar menjadi suatu kebiasaan yang baik dalam

memilih makanan.

3. Hubungan Status Gizi Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji

Status gizi merupakan bagian yang penting dari status kesehatan sesorang

(Suhardjo, 2003). Status gizi pada umumnya merupakan dampak dari pola
100

konsumsi seseorang yang berakibat pada kecenderungan terhadap status gizi

normal, atau tidak normal (kurus dan gemuk). Indikator status gizi diukur

berdasarkan pembagian berat badan berbanding tinggi badan.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa presentase repsonden yang tergolong

status gizi normal lebih tinggi yaitu sebesar 61,9% dibandingkan dengan

responden yang tergolong status gizi kurus yang hanya 32% dan gemuk 6,1%

responden. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa responden yang memiliki

status gizi normal cenderung untuk melakukan pemilihan makanan baik yaitu

sebesar (71,4%) dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi kurus

dan gemuk. Bila dilihat hubungannya, terdapat hubungan yang signifikan antara

status gizi dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,001).

Hubungan ini kemungkinan disebabkan karena seseorang yang memiliki

status gizi normal, ia terbiasa untuk memilih makanan yang baik sehingga

mempengaruhi status gizi mereka. Hal ini dapat terlihat dari beberapa variabel

yang dapat menggambarkan pemilihan makanan seperti; memperhatikan

konsumsi rendah kalori dan rendah lemak, responden yang memiliki status gizi

normal lebih banyak menyatakan kadang-kadang memperhatikan asupan

rendah lemak dan rendah kalori dengan masing-masing presentase 62,5% dan

67%.

Berbeda halnya pada responden dengan status gizi kurus, mereka

cenderung untuk memiliki pemilihan makanan yang kurang baik lebih tinggi

yaitu sebesar 52,2%. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan kategori status

gizi terhadap pemilihan makanan rendah kalori dan lemak, pada responden
101

dengan kategori IMT kurus sebanyak 50% responden lebih cenderung untuk

tidak memilih makanan yang rendah kalori, dan sebanyak 46,6% tidak

memilih makanan yang rendah lemak, bila dilihat perilaku memilih makanan

cepat saji orang yang memiliki status gizi kurus justru seharusnya mengarahkan

mereka kepada status gizi yang lebih seperti pendapat yang dikemukakan

Arisman (2004) yang menyatakan bahwa makanan olahan mengandung tinggi

kalori dan lemak sehingga menyebabkan gizi lebih dan bisa mengarah pada

obesitas. Namun hal ini justru sebaliknya, mereka sudah mengkonsumsi makanan

yang tinggi kalori namun masih tetap berada pada status gizi kurus, kemungkinan

hal ini disebabkan responden yang memiliki status gizi kurus yang ikut dalam

penelitian ini memiliki laju metabolisme basal tubuhnya tinggi, laju metabolisme

basal maksudnya adalah jumlah energi yang dikeluarkan oleh tubuh seseorang

dalam keadaan beristirahat, setiap orang memiliki laju metabolisme basal tubuh

yang berbeda-beda. Pada orang yang memiliki laju metabolisme basal tubuh yang

tinggi, cenderung sulit gemuk kemungkinan hal inilah yang menyebabkan pada

sebagian orang yang banyak makan, namun tetap kurus (Heidy, 2012). Akibatnya

karena merasa tubuhnya kurus mereka cenderung banyak makan dan memilih

makanan yang tinggi kalori dan lemak.

Sementara pada responden yang tergolong status gizi gemuk lebih tinggi

memiliki pemilihan makanan yang kurang baik yaitu sebesar 66,3%. Namun bila

dilihat kecenderungannya dengan membandingkan kategori status gizi terhadap

pemilihan makanan rendah kalori dan lemak, responden dengan status gizi gemuk

lebih banyak menyatakan kadang-kadang memilih makanan yang rendah kalori


102

dan rendah lemak sebesar 72,7%, hal ni menunjukan seseorang yang memiliki

status gizi gemuk memiliki keterlibatan yang tinggi dalam memilih makanan yang

rendah kalori dan lemak. Kemungkinan responden dalam penelitian ini kondisi

gemuknya lebih dipengaruhi oleh variabel gentik, sehingga walaupun mereka

cenderung memperhatikan asupan kalori dan lemak namun karena genetik lebih

dominan pengaruhnya, mereka tergolong pada status gizi gemuk. Menurut Syarif,

2003 (dalam Hidayati 2005) bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi

obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan

bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Hipotesis Barker

menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan

gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap

pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet.

Sementara, stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai

penyakit dikemudian hari. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas

melalui efek resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan

oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang buruk (Kopelman 2002 dan

Newnham 2000 dalam Hidayati 2005). Dengan demikian kerentanan terhadap

obesitas ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi

fenotipe (Newnham,2000 dalam Hidayati 2005) sehingga dalam hal ini dapat

ditarik kesimpulan bahwa, seseorang yang gemuk kemungkinan bisa disebabkan

oleh variabel lain yang pengaruhnya lebih kuat seperti genetik.

Oleh karena itu, pada responden dengan status gizi normal yang

cenderung memiliki pemilihan makanan cepat saji yang baik diharapakan dapat
103

mempertahakan perilakunya tersebut. Sementara pada responden dengan status

gizi yang kurus dan gemuk diharapkan dapat merubah gaya hidup dengan

meningkatkan olahraga, karena olahraga dapat menyeimbangkan tingkal

metabolisme basal.

4. Hubungan Uang Saku Terhadap Pemilihan Makanan

Pendapatan yang terpakai dan jumlang uang yang akan dibelanjakan untuk

membeli makanan merupakan faktor penting dalam pemilihan makanan

(Gibney,et al, 2009). Pendapatan yang diterima oleh mahasiswa adalah berupa

uang saku. Uang saku merupakan bagian dari pendapatan keluarga yang diberikan

kepada anaknya untuk jangka waktu tertentu seperti uang saku harian, mingguan

maupun bulanan. Jumlah uang yang dibelanjakan untuk makanan tergantung pada

tingkat pendapatan. Uang saku sangat mementukan pemilihan makanan dan

konsumsi makanan. Biasanya seseorang akan memilih makanan yang sesuai

dengan uang saku mereka. Dengan uang saku yang cukup besar biasanya

seseorang akan sering memilih makanan-makanan yang modern dengan

pertimbangan prestice dan harapan akan diterima kalangan peer group mereka

(Benjamin et all ,2004 dalam Arifyani 2010).

Sementara teori Engels yang menyatakan bahwa: Semakin tinggi tingkat

pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi

makanan (Sumarwan, 1993). Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa

dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih

kecil dari persentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi

pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan


104

keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada

kebutuhan non pangan.

Besar uang saku untuk pengeluaran makanan yang di keluarkan

mahasiswa FKIK UIN Jakarta per hari paling kecil adalah Rp 5000 dengan rata-

rata pengeluaran uang saku untuk makanan sebesar Rp 20.000. Berdasarkan hasil

penelitian, mahasiswa yang mengeluarkan uang saku untuk pengeluaran makanan

diatas rata-rata yaitu Rp. 20000 lebih tinggi 104 (57,5%) dibandingkan dengan

pengeluaran yang dibawah rata-rata < Rp. 20000 sebesar 77 (42,5%), sementara

hasil analisis statistik menunjukkan bahwa responden yang memiliki uang saku

dibawah rata-rata < Rp. 20000 lebih banyak memiliki pemilihan makanan baik

yaitu sebesar (63,6%) dibandingkan dengan responden yang memiliki uang saku

diatas rata-rata Rp.20000 (58,7%). Bila dilihat hubungannya. tidak ada

hubungan antara uang saku dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value =

0,600).

Tidak adanya hubungan disini kemungkinan disebabkan oleh faktor lain

yaitu status kesehatan/status gizi lebih dominan pengaruhnya dalam pemilihan

makanan daripada uang saku, dari hasil analisis diketahui bahwa orang yang

memiliki status gizi kurus lebih tinggi pada responden yang memiliki uang saku

diatas rata-rata yaitu sebesar 34,6% dibandingkan responden yang memilki uang

saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 28,6%. Orang yang memiliki status gizi

normal lebih tinggi pada responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata

yaitu sebesar 63,6% dibandingkan responden yang memilki uang saku diatas rata-

rata yaitu sebesar 60,6%. Orang yang memiliki status gizi gemuk lebih tinggi
105

pada responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 7,8%

dibandingkan responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar

4,8%.

Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang memiliki

uang saku dibawah rata-rata cenderung memiliki status gizi normal dan gemuk

sementara orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata cenderung memiliki

status gizi kurus. Dari data ini dapat diperoleh kemungkinan bahwa orang yang

memiliki uang saku dibawah rata-rata cenderung lebih sering mengkonsumsi

makanan cepat saji yang biasanya tinggi akan kalori dan lemak, sementara orang

yang memiliki uang saku diatas rata-rata cenderung membatasi perilaku

mengkonsumsi makanan cepat saji. Hal tersebut sesuai dengan teori yang

dikemukakan Engels yang menyatakan bahwa: Semakin tinggi tingkat

pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi

makanan (Sumarwan ,1993 dalam Rahma 2011).

Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis statistik kecenderungannya,

responden yang pendapatannya lebih tinggi pengeluaran konsumsi makanannya

lebih kecil kemungkinan karena pengeluarannya akan lebih besar pada kebutuhan

nonpangan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian ini bahwa seseorang yang memilki

pendapatan lebih tinggi memiliki frekuensi lebih rendah dalam mengkonsumsi

makanan cepat saji, namun tingkat konsumsinya lebih tinggi hanya pada beberapa

makanan-makanan cepat saji yang memiliki nilai prestise yang tinggi. Pada

responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata frekuensi konsumsi

makanannya lebih kecil pada beberapa jenis makanan cepat saji seperti konsumsi
106

gorengan, pada responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi

gorengannya sebesar (68,3%) dibanding pada responden yang memiliki uang saku

dibawah rata-rata yaitu sebesar (75,3%), responden yang memiliki uang saku

diatas rata-rata konsumsi mie ayam sebesar (36,5%) dibanding pada responden

yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar (48,1%), responden

yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi siomay sebesar (30,1%)

dibanding pada responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu

sebesar (46,5%) serta pada beberapa variable makanan cepat saji yang lain.

Namun pada beberapa makanan cepat saji yang memilki nilai prestise tinggi,

responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata justru memiliki frekuensi

makanan cepat saji lebih tinggi dibandingkan responden yang memiliki uang saku

dibawah rata-rata seperti pada makan sejenis pizza dan cokelat, dari hasil analisis

didapatkan bahwa responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi

pizzanya sebesar (13,5%) dibanding pada responden yang memiliki uang saku

dibawah rata-rata yaitu sebesar (6,5%). Sementara itu, responden yang memiliki

uang saku diatas rata-rata konsumsi coklatnya sebesar (54,8%%) dibanding pada

responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar (48,1%).

Dari hasil analisis diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang

memiliki uang saku dibawah rata-rata cenderung lebih sering memilih makanan

cepat saji sementara orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata rendah dalam

memilih makanan cepat saji. Kemungkinan karena orang yang memiliki uang

saku diatas rata-rata pengeluarannya lebih banyak pada kebutuhan non-pangan,


107

sekalipun mereka mengkonsumsi makanan cepat saji, mereka lebih memilih

makanan cepat saji yang memiliki nilai prestise yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, akan lebih baik pada responden yang memiliki uang saku

dibawah rata-rata untuk mengurangi konsumsi makanan cepat saji, walaupun

presentase responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata lebih baik dalam

pemilihan makanannya.

5. Hubungan Rasa Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji

Dalam mengkonsumsi makanan, sebagian orang mungkin lebih memilih

makanan berdasarkan respons yang kuat terhadap stimulus eksternal seperti

penglihatan atau cita rasa daripada sinyal internal yang berupa rasa lapar (Gibney,

et al, 2009). Oleh karena itu, pengalaman indrawi adalah alasan utama bagi

seseorang untuk suka dan tidak suka terhadap makanan. Atribut sensori seperti

(rasa, warna,tekstur, dan bentuk) dapat berkontribusi dengan preferensi makanan

individu. Namun kepekaan terhadap atribut sensoris berkaitan dengan fungsi

fisiologis organ tubuh. Fungsi fisiologis ini berkaitan pula dengan usia, umumnya

penurunan fungsi fisiologis akan mempengaruhi pemilihan makanan terutama

pada usia lanjut.

Rasa adalah jumlah dari semua rangsangan sensorik yang dihasilkan oleh

konsumsi makanan (Eufic, 2005). Menurut Drewnowski (1997) dalam Widyawati

(2009) menyatakan bahwa faktor rasa pada intik pangan tergantung pada umur

dan jenis kelamin. Perbedaan gender dalam indera telah dilaporkan di beberapa

penelitian Tilgner dan Barylko-Pilielna (1959 dalam Weaver, 1997)) menemukan

wanita memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki untuk manis
108

dan asin tapi kurang selera untuk asam dan tidak ada perbedaan antara jenis

kelamin untuk kepahitan. Dalam sebuah survei di seluruh dunia oleh National

Geographic Society (Gilbert dan Wysocki, 1987 dalam Weaver, 1997)),

perempuan ditemukan merasakan aroma lebih akut daripada laki-laki.

Hasil analisis menunjukkan responden yang mengangap variabel rasa

penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 175 (96,7%)

repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel rasa tidak penting

yaitu sebesar 6 (3,3%) responden. Bila dilihat hubungannya responden yang

menganggap rasa merupakan variabel yang tidak penting dalam pemilihan

makanan memiliki pemilihan makanan cepat saji baik yang lebih tinggi yaitu

sebesar (83,3%) dibandingkan yang menganggap rasa merupakan variabel penting

dalam pemilihan makanan yang hanya 60%. Sementara hasil analisis statistik

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara rasa dengan pemilihan makanan

cepat saji (p-value = 0,406). Hal ini dimungkinkan karena variabel umur dalam

penelitian ini bersifat homogen dalam arti bahwa rata-rata usia respoden sama

termasuk kategori remaja akhir berbeda halnya jika variabel umur dalam

penelitian ini bervariasi termasuk didalamnya lansia. Menurut Sayuti (1998)

pada orang usia lanjut, terjadi atrofi papilla lidah sehingga permukaan lidah

cenderung menjadi licin. Atrofi dimulai dari ujung lidah dan sisi lateralnya. Hal

tersebut tentu saja berpengaruh pada menurunnya jumlah reseptor cecapan rasa

sehingga terjadilah penurunan sensitivitas rasa. Sehingga sensitifitas rasa pada

remaja tidak terlalu diperhatikan akibatnya tidak ada hubungan antara rasa dengan

pemilihan makanan cepat saji.


109

Selain itu faktor lain yang mempengaruhi rasa tidak berhubungan dengan

pemilihan makanan pada penelitian ini adalah karena variabel jenis kelamin,

responden yang ikut pada penelitian ini lebih banyak perempuan dari pada laki-

laki hal ini dapat terlihat pada penelitian ini presentase perempuan lebih banyak

sebesar 85,1% dibandingkan laki-laki yang hanya 14,9%. Menurut

Wreksoatmodjo (2004) antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam

sensitivitas terhadap rasa. Belum diketahui secara pasti dimana letak perbedaan

tersebut namun ditengarai terdapat pengaruh aspek neurologis terhadap rasa

pengecapan. Gangguan rasa pengecapan lebih banyak dirasakan pada pria

sementara banyak yang menilai perempuan lebih peka terhadap rasa, oleh karena

itu kemungkinan hal tersebut yang menyebabkan dalam penelitian ini rasa tidak

berhubungan dengan pemilihan makanan cepat saji.

Oleh karena itu, walaupun rasa tidak mempengaruhi dalam pemilihan

makanan karena responden masih memiliki fungsi fisiologis yang masih baik,

akan lebih baik jika tetap diperhatikan karena biasanya pada usia seperti ini,

perbedaan perhatian terhadap rasa lebih disebabkan karena perbedaan selera,

misalnya lebih menyukai rasa asin, manis, maupun gurih. Biasanya rasa berkaitan

dengan bumbu makanan, seseorang yang lebih menyukai rasa asin/manis

cenderung menambahkan bumbu seperti garam/gula pada makanannya atau

seseorang yang lebih menyukai rasa gurih cenderung menambahkan bumbu

seperti penyedap pada makanannya. Hal ini tetap harus diperhatikan karena

dengan penambahan bumbu yang berlebih untuk menciptakan rasa yang sesuai
110

selera beresiko meningkatkan penyakit degeneratif seperti hipertensi maupun

diabetes saat usia lanjut.

6. Hubungan Tekstur Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji

Tidak hanya rasa yang mempengaruhi pemilihan makanan tetapi juga bau,

penampilan dan tekstur makanan. Tekstur/Konsistensi makanan juga merupakan

komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitivitas panca

indera rasa dipengaruhi oleh konsisitensi makanan. Tekstur meliputi rasa garing,

keempukan, dan kekerasan makanan yang dirasakan oleh indera pengecap.

Makanan yang berkonsistensi padat atau kenyal akan memberikan rangsangan

lambat terhadap panca indera .

Hasil analisis statistik menunjukan jumlah responden yang mengangap

variabel tekstur merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih

banyak yaitu sebesar 159 (87,8%) repsonden dibandingkan dengan yang

menganggap variabel tekstur tidak penting yaitu sebesar 22 (12,2%) responden,

bila dilihat hubungannya responden yang menganggap tekstur merupakan variabel

yang penting dalam pemilihan makanan memiliki pemilihan makanan yang baik

lebih tinggi yaitu sebesar (62,9%) dibandingkan dengan responden yang

menganggap tekstur merupakan variabel nyang tidak penting dalam pemilihan

makanan yang hanya (45,5%), namun dari hasil analisis statistik menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan antara tekstur dengan pemilihan makanan cepat saji

(p-value = 0,181). Hal ini dimungkinkan karena variabel usia lebih berpengaruh

terhadap tekstur makanan. Variabel usia pada penelitian ini bersifat homogen

dalam arti responden secara keseluruhan memiliki usia yang hampir sama dimana
111

masih tergolong kedalam fase remaja. walaupun sebagian besar responden lebih

banyak menganggap variabel tekstur penting dalam pemilihan makanan namun

tekstur tidak berhubungan terhadap pemilihan makanan mereka, hal ini

kemungkinan disebabkan karena skala penting dalam arti tekstur pada fase

remaja adalah lebih kepada kesukaan mereka terhadap makanan yang memiliki

tekstur garing/ renyah karena pada umumnya fungsi fisiologis pada rongga mulut

pada usia remaja masih sempurna, hal ini akan berbeda halnya jika variabel usia

bersifat heterogen, terutama jika lansia diikutkan pada penelitin ini. Pada lansia

mulai banyak gigi yang tanggal serta terjadi kerusakan gusi karena proses

degenerasi. Kedua hal ini sangat mempengaruhi proses pengunyahan, lansia akan

kesulitan untuk mengkonsumsi makanan yang berkonsistensi keras akibatnya

lansia akan lebih memperhatikan pemilihan makanannya (Fatimah, 2010).

Dalam hal ini tekstur tidak mempengaruhi pemilihan makanan pada usia

responden penelitian, kemungkinan tekstur akan lebih diperhatikan dengan

semakin meningkatnya usia.

7. Hubungan Warna Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji

Warna juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan

makanan Menurut Segal, Dasen, Berry dan Portinga (1990 dalam Marsellita, dkk

2009). Terdapat perbedaan yang kuat dalam perilaku pria dan wanita. Konsumen

pria adalah konsumen yang mudah dipengaruhi oleh nasehat yang baik serta

argumentasi yang obyektif. Sedangkan konsumen wanita lebih banyak tertarik

pada warna dan bentuk. Sementara menurut Kartajaya (2003 dalam Marsellita,

dkk 2009) wanita selalu memperhatikan hingga ke detail. Konsumen wanita akan
112

menilai segala sesuatu dengan lebih terperinci. Konsumen wanita juga sangat

awas terhadap berbagai isu. Sedangkan pria kurang memperhatikan detail dan isu

yang terjadi.

Hasil analisis statistik menunjukan jumlah responden yang mengangap

variabel warna merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih

banyak yaitu sebesar 152 (84%) repsonden dibandingkan dengan yang

menganggap variabel warna tidak penting yaitu sebesar 29 (16%) responden. bila

dilihat hubungannya responden yang yang menganggap warna penting dalam

pemilihan makanan cepat saji memiliki pemilihan makanan cepat saji yang baik

lebih tinggi yaitu sebesar (64,5%) dibandingkan dengan responden yang

menganggap warna merupakan variabel yang tidak penting (41,4%).

Adanya hubungan pada variabel warna dimungkinkan karena warna

makanan merupakan rangsangan pertama pada indera penglihatan, dengan

melihat warna dapat memberikan tanda kualitas yang diharapkan (Pelto, 1989)

maksudnya dengan warna dapat diketahui indikator kesegaran atau kematangan

suatu produk, atau bahaya dari suatu produk sehingga dalam hal ini responden

lebih peka terhadap warna yang terdapat pada makanan, seperti makanan yang

menggunakan pewarna sintesis berbahaya lebih memiliki warna yang

terang/mencolok daripada makanan dengan pewarna buatan yang tidak berbaya.

Bila dilihat kecenderungannnya wanita memberikan perhatian yang lebih

besar kepada warna makanan, hal ini dapat terlihat bahwa lebih banyak wanita

yang menganggap variabel warna lebih penting dalam pemilihan makanan yaitu

sebesar 87,7% dari pada laki-laki yang hanya 63%. Hal ini sesuai dengan
113

pendapat Segal, Dasen, Berry dan Portinga, 1990 dan Kartajaya, 2003 dalam

Marsellita, dkk 2009) yang menyatakan bahawa konsumen wanita lebih banyak

tertarik pada warna dan bentuk dan juga sangat awas terhadap berbagai isu,

sedangkan pria kurang memperhatikan detail dan isu yang terjadi.

Sementara itu bila dilihat dari perhatian terhadap isu makanan yang

berkembang dapat dilihat dari sisi pengetahuannya apakah makanan yang

memiliki warna mencolok menggunakan bahan pewarna berbahaya? sebagian

besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang hal tersebut hal ini

dapat terlihat bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki jawaban yang

benar untuk pertanyaan tersebut dengan presentase jawaban benar pada laki-laki

sebesar 92,6% dan pada perempuan sebesar 95,5%. Hal ini menandakan

sebagian besar responden sangat peka terhadap isu yang berkaitan dengan bahaya

makanan yang selama ini berkembang bahwa makanan yang mencolok

dimungkinkan menggunakan bahan pewarna sintetis yang berbahaya bagi

kesehatan.

Oleh karena itu, akan lebih baik pada laki-laki untuk lebih

mengaplikasikan pengetahuannya yang baik dalam memilih makanan kedalam

pemilihan makanan dengan mempertimbangkan warna, karena warna dapat

dijadikan indikator pertama untuk melihat keamanan pangan. Sementara itu,

karena memiliki karakteristik mendetail, warna cenderung memiliki perhatian

yang tinggi pada perempuan.


114

8. Hubungan Bentuk Makanan Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji

Berbeda halnya dengan variabel bentuk, responden yang memiliki

pemilihan makanan baik lebih banyak pada responden yang menganggap bentuk

tidak penting dalam pemilihan makanan (64,7%) dibandingkan yang menganggap

bentuk merupakan variabel yang penting dalam pemilihan makanan (59,9%).

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara bentuk

dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,744). Walaupun jumlah

responden yang mengangap variabel bentuk merupakan hal yang penting dalam

memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 147 (81,2%) repsonden bila

dibandingkan dengan yang menganggap variabel bentuk tidak penting yaitu

sebesar 34 (18,8%) responden.

Penelitian ini tidak berhubungan kemungkinan disebabkan oleh makanan

cepat saji biasanya disajikan tidak dengan mengkhususkan bentuk-bentuk tertentu

untuk menarik perhatian, biasanya para produsen membentuk makanan dengan

bentuk yang sama dengan produsen lainnya misalnya; bakso dibentuk dalam

kondisi yang bulat, hanya yang berbeda variasi isi yang membuat konsumen lebih

tertarik. Begitupun dengan makanan cepat saji lainnya seperti makanan kemasan,

biasanya untuk menarik perhatian produsen lebih memfokuskan kepada

pengemasan makanan yang menarik agar banyak diminati konsumen. Karena

dalam produk makanan kemasan, kemasan merupakan salah satu faktor yang

secara fisik dilihat pertama kali oleh konsumen. Daya tarik suatu kemasan akan

diserap otak sadar dan otak bawah sadar konsumen. Hal ini yang pada akhirnya
115

banyak mempengaruhi reaksi atau tindakan konsumen di tempat penjualan

(Tjhaja, 2009).

9. Hubungan Bumbu Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji

Sementara itu pada variabel lain yaitu bumbu, bumbu berkaitan dengan

rasa karena bumbu dapat menghasilkan rasa pada makanan. Jumlah responden

yang mengangap variabel bumbu merupakan hal yang penting lebih banyak yaitu

sebesar 176 (97,2%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap tidak

penting sebesar 5 (2,8%) responden. Bila dilihat hubungannnya responden yang

menganggap bumbu merupakan variabel penting memiliki pemilihan makanan

baik lebih tinggi yaitu sebesar (61,4%) dibandingkan yang menganggap bumbu

merupakan variabel yang tidak penting dalam pemilihan makanan (40%). Hasil

analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara bumbu dengan

pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,382).

Penelitian ini tidak berhubungan kemungkinan disebabkan karena

biasanya bumbu lebih dikaitkan dengan selera terhadap rasa. Orang yang

menyukai rasa asin/manis cenderung menambahkan garam/gula kedalam

makanannya. Sementara respons seseorang terhadap rasa tertentu tergantung pada

perbedaan genetik misalnya beberapa orang merupakan supertester yang dapat

merasakan perbedaan kecil dalam rasa. Kesukaan terhadap rasa tertentu juga

dipengaruhi oleh budaya dan proses belajar dari pengalaman masa lalunya

ataupun pengaruh orang-orang terdekat (Wade, 2008).

Penelitian ini lebih difokuskan pada makanan cepat saji yang pada

umumnya menggunakan bumbu-bumbu yang relatif sama dalam penyajiannya.


116

Seperti yang dikemukakan (Moehyi, 1992 dalam Arifyani, 2010) setiap jenis

masakan sudah ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya masing-

masing jenis bumbu itu. Perbedaanya hanya pada selera rasa dari masing-masing

individu.

Oleh karena itu, walaupun akibat dari penggunaan bumbu yang berlebihan

pada tidak dapat dirasakan secara langsung, namun alangkah baiknya jika hal ini

tetap harus diperhatikan karena dengan penambahan bumbu yang berlebih untuk

menciptakan rasa yang sesuai selera beresiko meningkatkan penyakit degeneratif

seperti hipertensi maupun diabetes saat usia lanjut.

10. Hubungan Harga Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji

Begitupun dengan variabel harga, pendapat yang dikemukakan (Jones, et

al, 2011) yang menyatakan bahwa teori ekonomi mengasumsikan bahwa

perbedaan relatif pada harga sebagian dapat menjelaskan perbedaan antara

individu dalam hal pilihan makanan dan perilaku diet. De Irala-Estevez et al.

(2000) dalam EUFIC , 2005) menyatakan bahwa biaya makanan adalah penentu

utama pilihan makanan. Apakah biaya mahal tergantung fundamental pada

pendapatan seseorang dan status sosial ekonomi.

Dari penelitian ini diketahui jumlah responden yang mengangap variabel

harga merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu

sebesar 168 (92,8%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel

bentuk tidak penting yaitu sebesar 13 (7,2%) responden. Sementara bila dilihat

kecenderungan responden yang menganggap harga merupakan variabel tidak

penting memiliki pemilihan makanan yang baik yaitu sebesar (76,9%)


117

dibandingkan yang menganggap harga merupakan variabel yang penting dalam

pemilihan makanan (59,5%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan antara harga dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value =

0,346).

Tidak adanya hubungan ini kemungkinan disebabkan responden dalam

penelitian ini menilai suatu makanan tidak berdasarkan harga namun lebih kepada

penampilan makanan. Dalam menilai suatu objek, indra pengelihatan merupakan

indera yang pertama kali menilai. Sehingga dalam menilai makanan hal yang

menjadi fokus utama konsumen adalah penampilan makanan. Hal ini dapat

dibuktikan dari hasil penelitian ini variabel warna merupakan variabel yang

berhubungan dengan pemilihan makanan cepat saji. Mungkin sebagian besar

responden memiliki anggapan walaupun harganya mahal namun belum tentu

menjamin kualitas bahwa makanan yang dikonsumsinya itu tidak berbahaya bagi

kesehatan tubuh.

Oleh karena itu, anggapan responden yang menganggap harga tidak

penting dalam pemilihan makanan akan lebih baik untuk dipertahankan karena

belum tentu harga yang tinggi menjamin kualitas makananya baik.

11. Hubungan Perpindahan Tempat Tinggal Terhadap Pemilihan Makanan

Cepat Saji

Perbedaan tempat tinggal juga mempengaruhi pilihan makanan. Hal ini

berhubungan dengan lokasi geografis yang berkontribusi terhadap ketersediaan

pangan dan biaya makanan (Dorothy, 2006). Dari pendapat yang dikemukakan

Dorothy (2006) dapat disimpulkan bahwa pebedaan geografis menyebabkan


118

beraneka ragam pula makanan yang tersedia. Misalnya; kehidupan di kota lebih

memiliki ketersediaan yang lebih banyak dan bervariasi serta kemudahan akses

terhadap suatu pangan daripada kehidupan di desa, sehingga hal tersebut lebih

mendorong seseorang untuk mencoba sesuatu yang belum pernah ditemukan di

tempat tinggal sebelumnya.

Hasil analisis statistik menunjukkan jumlah responden yang melakukan

mengekos/perpindahan tempat tinggal lebih banyak yaitu sebesar (72,4%)

responden dibandingkan dengan responden yang tidak berpindah tempat tinggal

yaitu sebesar (27,6%) responden. Sementara, bila dilihat kecenderungannya

responden yang memiliki pemilihan makanan baik lebih banyak pada respoden

yang tidak berpindah tempat tinggal/mengekos (70%) dibandingkan dengan

responden yang berpindah tempat tinggal/mengekos (53,7%) hal ini kemungkinan

disebabkan seseorang yang tidak berpindah tempat tinggal kemungkinan

pengaruh keluarganya lebih dominan dalam memilih makanan, karena keluarga

merupakan lingkungan yang paling dekat bagi semua anggota keluarga, dengan

semakin dekat dengan keluarga hubungannya semakin erat karena perhatian yang

dicurahkan lebih tersampaikan. Sementara bila dilihat hubungannya, tidak ada

hubungan antara perpindahan penduduk dengan pemilihan makanan cepat saji (p-

value = 0,161).

Tidak adanya hubungan antara perpindahan penduduk dengan pemilihan

makanan cepat saji kemungkinan disebabkan karena variasi makanan yang

ditawarkan ditempat tinggal saat kuliah tidak berbeda jauh dengan variasi

makanan di tempat tinggal aslinya. Sehingga dalam hal ini walaupun terdapat
119

perbedaan geografis namun makanan yang tersedia sama dengan lingkungan

sebelumnya, hal ini menyebabkan pemilihan makanan respondenen tidak jauh

berbeda dengan pemilihan makanan di tempat asalnya. Akibatnya dalam hal ini

perpindahan penduduk tidak mempengaruhi pemilihan makanan cepat saji.

Oleh karena itu, diharapkan pada responden yang mengekos untuk lebih

memberikan perhatiannya pada pemilihan makanan cepat saji, walaupun dalam

hal ini responden yang mengekos jauh dari keluarga sehingga pengawasan

keluarga kurang, merubah perilaku makan menjadi sehat sudah menjadi

kewajiban utama pada setiap individu.


BAB VII

PENUTUP

A. Simpulan

1. Jumlah responden yang melakukan pemilihan makanan cepat saji dengan baik lebih

tinggi dibandingkan dengan responden yang melakukan pemilihan makanan cepat

saji kurang baik.

2. Pada variabel faktor individu diketahui bahwa; responden yang ikut dalam penelitian

ini lebih banyak perempuan, jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik lebih

tinggi, jumlah responden yang memiliki status gizi normal lebih banyak, jumlah

responden yang uang saku 20000 dalam sehari lebih tinggi.

3. Pada variabel faktor makanan diketahui bahwa; jumlah responden yang mengangap

penting variabel rasa, tekstur, warna, bentuk, bumbu, dan harga lebih tinggi dari yang

menganggap variabel tersebut tidak penting.

4. Pada variabel lingkungan dapat diketahui bahwa jumlah responden yang melakukan

mengekos/perpindahan tempat tinggal lebih banyak dari pada yang tidak

mengekos/perpindahan tempat tinggal.

5. Pada faktor individu dapat diketahui tidak ada hubungan antara jenis kelamin,

pengetahuan, uang saku terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 namun

terdapat hubungan yang signifikan pada variabel status gizi.

6. Pada faktor makan dapat diketahui tidak ada hubungan antara rasa, tekstur, bentuk,

harga, bumbu terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas

120
121

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 namun terdapat

hubungan yang signifikan pada variabel warna makanan.

7. Pada faktor lingkungan dapat diketahui tidak ada perpindahan penduduk terhadap

pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012.

B. Saran

1. Pemilihan makanan pada mahasiswa FKIK lebih mengarah pada kesadaran akan

keamanan pangan, namun rendah perhatiannya dalam hal kandungan gizi dari

makanan cepat saji tersebut. Oleh karena itu, akan lebih baik jika keduanya mendapat

perhatian yang sama. Perhatian akan kandungan gizi bisa mengurangi resiko

terjadinya penyakit degenerative di kemudian hari.

2. Diharapkan untuk laki-laki lebih memperhatikan pemilihan makanannya, terutama

yang berpengaruh terhadap status gizi dan keamanan pangan seperti warna makanan.

Umunya pada kedua variabel ini laki-laki menunjukan keterlibatan yang rendah

dimana laki-laki kurang mempertimbangkan makanan yang rendah kalori dan lemak

serta perhatian yang rendah terhadap warna yang mencolok pada makanan. Tanpa

pertimbangan yang baik dikhawatirkan dapat beresiko mengalami berbagai masalah

yang ditimbulkan akibat konsumsi makanan yang salah seperti obesitas. Sementara

untuk perempuan diharapkan dapat mempertahankan perilaku pemilihan makanan

tersebut.

3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan melakukan penelitian kembali tetang perilaku

pemilihan makanan cepat saji ini, dengan variabel-variabel yang diteliti pada
122

penelitian ini atau menambah variabel-variabel baru. Dan menggukan analisis yang

lebih mendalam lagi seperti analisis multivariat.


DAFTAR PUSTAKA

Al Jannah, Wardah. 2010. Faktor-Faktor Berhubungan Dengan Perilaku Membaca


Label Informasi Nilai Gizi Produk Pangan Kemasan Pada Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat UIN Jakarta. Program Strata I Program Studi Kesehatan Masyarat
UIN Jakarta.

Andea, Raisa. 2010. Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada Remaja.
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Agung Perkasa, Andi. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Konsumsi


Mahasiswa UNHAS. Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar.

Arifyani, Anastasya. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Konsumsi


Fast Food Pada Siswa SMPN 11 Jakarta. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
UIN Jakarta.

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC Kedokteran: Jakarta

Aristi, Dela. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sisa makanan biasa pada
pasien pasca melahirhan kelas III di rumah sakit umu kabupaten Tangerang tahun
2010. FKIK UIN Jakarta.

Azrimaidaliza, Idral Punakarya. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan


makanan pada remaja di kota padang sumatera barat tahun 2008. Jurnal
kesehatan masyarakat volume, 6 nomor 1 Agustus 2011.

Badan Litbangkes. 2010. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. diunduh dalam
http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/2010/

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Bahan Tambahan
Ilegal - Boraks, Formalin dan Rhodamin B. Direktorat Standardisasi Produk
Pangan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan Bahan Berbahaya
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pencantuman
Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan. Direktorat Standardisasi Produk Pangan
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan Bahan Berbahaya Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Kemasan Polistirena
Foam (Styrofoam). Jurnal Vol. 9, No. 5, September 2008 hal 1. Edisi September
2008.

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2009. Informasi Nilai Gizi
Produk Pangan (manfaat dan cara pencantumannya. Jurnal Volume 10, No.5
September 2009. Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Artikel Cermat
Memilih Kemasan Pangan Untuk Menghindari Keracunan. Diunduh dari
ik.pom.go.id/wp-content/.../cermat-memilih-kemasan-pangan.pdf pada 21 Agustus
2012.

Caraher M. (1999). The state of cooking in England: The Relationship Of Cooking Skills
To Food Choice. Br Food J 109:590-609.

Center for Advancing Health. 2009. Nutrition Facts Panels. Case Study: Fda Nutrition
Fact Panels.

Emalia, Risa Dona, Rini Mutahar , Fatmalina Febry. 2009. Hubungan Iklan Makanan
Dan Minuman Di Media Massa Dengan Frekuensi Konsumsi Junk Food Pada
Remaja Di SMA Negeri 13 Palembang Tahun 2009.

European Food International Council (EUFIC). 2005. The Determinants of Food Choice.
Diunduh dalam http://www.eufic.org/article/en/expid/review-food-choice/ pada 16
Desember 2011 pukul 20.44 WIB.

Fatmah. 2010. Gizi usia lanjut. Erlangga: Jakarta

Femia, intan. 2008. Gambaran Konsumsi Makanan Ringan Pada Anak Usia Sekolah Di
SD Cakra Buana. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Gibney, Michael J, et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC Kedokteran : Jakarta
Hartati, Yuli. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Ikan Dan
Status Gizi Anak 1 2 Tahun Di Kecamatan Gandus Kota Palembang. Program
Studi Magister Gizi Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Diponegoro
Semarang.

Haryati, Fitria. 2000. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Fast-Food


Modern Waralaba Dan Tradisional Pada Siswa Smu Negeri Di Jakarta Selatan. Gizi
Masyarakat Fakultas Pertanian. Institut Tekhnologi Bandung.
Haryati, Rita. 2009. Pengoptimuman Tiga Formulasi Sata Pada Bangsa Indonesia,
Melayu Dan Cina Melalui Penilaian Sensori. Diunduh dalam
http://jurnalfloratek.wordpress.com/tag/sensori/
Heidy. 2012. Tanya jawab dokter Ingin cepat langsing. Diunduh dalam
http://www.tanyadok.com/konsultasi/ingin-cepat-langsing pada 28 desember 2012.

Hidayati Siti Nurul, Rudi Irawan, Boerhan Hidayat. 2005. Obesitas Pada Anak. Divisi
Nutrisi dan Penyakit Metabolik Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakiultas
Kedokteran Universitas Air langga. Surbaya.

Indrawati, Anak Agung Ayu Diah. 2011. Tesis Perlindungan Hukum Konsumen Dalam
Pelabelan Produk Pangan. Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.

Jones and Barlet. 2011. Overview of Determinants of Food Choice and Dietary Change:
Implications for Nutrition Education.
Khomsan A. Teknik pengukuran pengetahuan. Bogor: Institut Pertanian Bogor;2000.

Ladock Jason. 2012. Articles: What Is Your Ideal Calorie Intake?.


http://www.healthguidance.org/entry/11184/1/What-Is-Your-Ideal-Calorie-
Intake.html diunduh pada 13 juli 2012 pukul 22.05.

Magoulas, Costa. 2003. How color affects food choices. University of Nevada, Las
Vegas Bachelor of Arts Warner Southern University

Muwakhidah dan Dian Tri . 2008. Faktor risiko yang berhubungan dengan obesitas
pada remaja dalam Jurnal Kesehatan, I , Hal 133-140. Prodi gizi fakultas ilmu
kesehatan universitas muhammadiyah Surakarta.
Muftiyana, Leni. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Daya Terima
Makanan Pasien Rawat Inap Di Rumaha Sakit Ibu Dan Anak Budi Asih Serang.
Fakultas kedoteran dan ilmu kesehatan UIN Jakarta.

Narendra, Moersintowarti B (dkk).2002. Buku Ajar Edisi 1 Tumbuh Kembang Anak dan
Remaja. Jakarta: Sagung Seto.

Nasution, Rozaini. 2003. Teknik Sampling. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas


Sumatera Utara.

Novasari, Tri. 2009. Analisis Perilaku Siswi Lembaga Bahasa dan Pendidikan
Profesional LIA Dalam Mengkonsumsi Makanan Cepat Saji di Palembang.

Ollberding NJ, Wolf RL, Contento I. 2010. Food label use and its relation to dietary
intake among U.S. adults. J Am Diet Assoc ;110:1233-1237.
http://www.eatright.org/media/content.aspx?id=6442453151. Diunduh pada 13 juli
2012 pukul 12.05 WIB.

Pelto, Gretel H., Pertti J. Pelto, And Ellen Messer. 1989. Research Methods In
Nutritional Anthropology. United Nations University Press :Japan d unduh dalam
http://archive.unu.edu/unupress/unupbooks/80632e/80632E02.htm

Rahma, Aulia 2011. Studi Perbandingan Pola Konsumsi Pangan dan Non Pangan

Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Makassar.Universitas Hasanudin. Makasar

Ramayulis, Rita dan Lilis kristin lesmana. 2008. 17 Alternatif Untuk Langsing. Jakarta.
Penebar swadaya.

Republika. 2010. Label informasi teliti sebelum beli makanan dalam kemasan. Edisi
rabu 12 mei 2010.

Sarintohe, Eveline. 2000. Perilaku Makan pada Remaja yang Obesitas (Tinjauan dari
Social Cognitive Theory). Universitas Kristen Maranatha

Sayuti, Hasibuan. 1998. Keadaan-keadaan di Rongga Mulut Yang Perlu Diketahui pada
Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Gigi USU No 4 Januari 1998

Siagian. 2004. Kebiasaan Makan Dan Konsumsi Serat Makanan Pada Remaja SMU Di
Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Sinaga, Abdullah. 2008. Aspek Hukum perlindungan konsumen bahan-bahan berbahaya
pada produksi makanan di Indonesia. Sekolah pasca sarjana universitas sumatera
utara medan.

Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta:


CV.Sagung Seto.

Staf Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta. 2012.
Data Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun
2012. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Suhardjo. 2003. Berbagai cara pendidikan gizi. Bumi aksara: Jakarta.

Sulchan, Mohammad dan Endang Nur W. Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan
Styrofoam dalam Majalah Kedoktan Indonesia, Volume: 57, Nomor: 2, Pebruari
2007.

Susanto. 2008. Pengaruh Label Kemasan Pangan Terhadap Keputusan Siswa Sekolah
Menengah Atas Dalam Membeli Makanan Ringan Di Kota Bogor. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Tarigan, Elsa Frida. 2012. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang Konsumsi Makanan Cepat Saji.
Gizi Kesehatan Masyarakat USU Medan. Diunduh dalam
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31100

Thamrin, Husni. 2008. Jurnal Gizi Dan Pangan Kebiasaan Makan Dan Pengetahuan
Reproduksi Remaja Putrid Peserta Pusat Informasi Dan Konseling Kesehatan
Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi
Manusia. IPB.

Tjahaja, Ayrinna dan Herlin Hidayat. 2009. Analisis Pengaruh Kemasan Terhadap
Minat Daya Beli Konsumen (Studi Kasus Di Perumahan Taman Alfa Indah Raya
Jakarta Barat) dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4209166180_1907-
4913.pdf

. 1999. Label Dan Iklan Pangan. Peraturan Pemerintah


Republik Indoneasia Nomor 69 Tahun 1999.

. 1988. Bahan Tambahan Makanan. Peraturan Menteri Kesehatan No. 722


tahun 1988.
.1996. Pangan. Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996.

.2004. Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. PP. No. 28 tahun 2004
.2006. Kategori Pangan. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006.

.2012. Cermat Memilih Kemasan Pangan Untuk Menghindari Keracunan. Badan


Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.

Zahara, Siti.2009. Hubungan Karakterisitik Individu, Penegtahuan, Dan Faktor Lain


Dengan Kepatuhan Membaca Label Informasi Nilai Gizi, Komposisi, Dan
Kadarluwasa Pada Mahasiswa FKM UI Depok. Program Strata I Program Studi
Kesehatan Masyarat UI.

Widyawati, Ira Kusuma. 2009. Analisis Preferensi Pangan Masyarakat Dan Daya
Dukung Gizi Menuju Pencapaian Diversifikasi Pangan Kabupaten Bogor.
Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

West, Dorothy. (2006). Dalam Influences On Nutritional Practices And Wellness Across
The Lifespan

Weaver, Michelle Rae. 1997. Food Preferences Of Men And Women Determined By
Questionnaire And Feeding. A Thesis In Food And Nutrition. Submitted To The
Graduate Faculty Of Texas Tech University .

Wreksoatmodjo, Budi Riyanto. 2004. Aspek Neurologik Gangguan Rasa Pengecapan.


Majalah Kedokteran Universitas Atma Jaya 3 (3) hlm 155

Wade, carole dan Carol Tavris. 2008. Psikologi (edisi pertama). Erlangga: Jakarta
LAMPIRAN
Identitas responden

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN MAKANAN CEPAT SAJI


PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2012

(Salam). Saya Peneliti dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang
melakukan penelitian untuk meningkatkan Program gizi dan kesehatan reproduksi remaja. Saya akan
bertanya mengenai beberapa hal, termasuk di dalamnya mengenai Pemilihan Makanan cepat saji.
Pengisian kuesioner ini akan berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Besar harapan kami anda dapat
mengisi kuesioner ini secara lengkap dan jujur.
Jawaban anda akan Saya rahasiakan sehingga tidak seorangpun akan mengetahuinya, Kemudian
akan dibawa dan disimpan, dan hanya beberapa orang dari Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan sponsor dari penelitian ini yang diizinkan melihatnya. Setelah penelitian
selesai, kuesioner ini akan dimusnahkan. Jawaban anda tidak akan berdampak negatif terhadap
proses pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Salam,
Peneliti

DAFTAR PERTANYAAN TENTANG PEMILIHAN MAKANAN CEPAT SAJI


Tandai pilihan di bawah ini dengan ( ) atau ( 0 )!
Ruang
Entry
Item Pertanyaan (Diisi
Pengumpul
Data)
A. FAKTOR INDIVIDU
A1. Berapa rata-rata uang saku yang Anda terima dalam satu hari?
Jawab : Rp..........
B. PEMILIHAN MAKANAN CEPAT SAJI
B1. Dalam memilih makanan Anda selalu memilih makanan yang rendah kalori? B1 [ ]
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B2. Dalam memilih makanan Anda selalu memilih makanan yang rendah lemak? B2 [ ]
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B3. Dalam memilih makanan Anda selalu memilih makanan yang rendah natrium? B3 [ ]
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B4. Memiliki informasi kandungan gizi yang jelas (pada makanan kemasan)? B4 [ ]
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B5. Memiliki daftar komposisi makanan yang jelas (pada makanan kemasan)? B5 [ ]

1
Identitas responden

Ruang
Entry
Item Pertanyaan (Diisi
Pengumpul
Data)
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B6. Memperhatikan tanggal kadarluasa (pada makanan kemasan)? B6 [ ]
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B7. Mempertimbangkan warna (tidak memilih makanan dengan warna yang mencolok)? B7 [ ]
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B8. Mempertimbangkan bahan tambahan pangan (tidak memilih makanan penyedap rasa yang tajam)? B8 [ ]
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B9. Mempertimbangkan bahan tambahan pangan (tidak memilih makanan dengan pemanis yang kuat)? B9 [ ]
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B10. Selalu memperhatikan penggunaan jenis pengawet makanan (pada makanan kemasan) B10 [ ]
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B11. Mempertimbangkan cita rasa: asin, manis, pahit, kecut, asam ? B11 [ ]
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B12. Membertimbangkan kemasan (tidak memilih makanan yang dikemas dengan kemasan palstik hitam)? B12 [ ]
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B13. Membertimbangkan kemasan (tidak memilih makanan yang dikemas dengan kemasan stryofoam)? B13 [ ]
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B14. Membertimbangkan kemasan (tidak memilih makanan yang dikemas dengan kemasan kertas
bekas/bertinta)? B14 [ ]
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu

C. PENGETAHUAN
C1. Makanan cepat saji merupakan makanan yang tinggi akan kalori, kadar lemak, gula, sodium (Na), vitamin A, C1 [ ]
asam askorbat, kalsium, dan serat?
1. Benar 2. Salah
C2. Makanan sejenis fast food maupun junk food dapat menggantikan makanan utama karena memiliki zat gizi C2 [ ]
yang sama?
1. Benar 2. Salah
C3. Ciri dari dengan makanan yang mengandung pewarna sintesis berbahaya adalah memiliki warna mencolok? C3 [ ]
1. Benar 2. Salah
C4. Konsumsi makanan berbahan dasar kentang, umbi, serealia, yang diolah secara ekstrusi (dengan pengolahan C4 [ ]
menjadi sejenis chiki) memiliki kandungan gizi yang sama dengan makanan berbahan dasa kentang, umbi,
serealia, tepung yang diolah secara direbus?
1. Benar 2. Salah
C5. Asam asetat merupakan salah satu jenis bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan pada makanan? C5 [ ]

2
Identitas responden

Ruang
Entry
Item Pertanyaan (Diisi
Pengumpul
Data)
1. Benar 2. Salah
C6. Asam boric dan Kloramfenikol merupakan beberapa bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan pada C6 [ ]
makanan?
1. Benar 2. Salah
C7. Stryofoam merupakan pembungkus makanan kemasan yang dianjurkan dalam membungkus makanan? C7 [ ]
1. Benar 2. Salah
C8. Pengunaan plastik sebagai pembungkus makanan menyebabkan resiko terjadinya perpindahan bahan kimia C8 [ ]
plastik kedalam makanan?
1. Benar 2. Salah
C9. Kemasan Kaca/Gelas dan Porselen merupakan pembungkus kemasan tidak dianjurkan dalam membungkus C9 [ ]
makanan?
1. Benar 2. Salah
C10. Penyimpanan makanan terkemas pada suhu tinggi dapat meningkatkan perpindahan bahan kimia ke dalam C10 [ ]
makanan?
1. Benar 2. Salah

D. FAKTOR MAKANAN
Berikut adalah beberapa kriteria yang terkait dalam penerimaan atau pemilihan suatu produk makanan. D1 [ ]
Anda diminta untuk menibang sejauh mana pentingnya masing-masing kriteria tersebut ketika memilih suatu
produk makanan (khususnya makanan cepat saji). D2 [ ]
D1. Rasa
1. Sangat tidak penting 2. Tidak penting 3. Penting 4. Sangat penting D3 [ ]
D2. Tekstur
1. Sangat tidak penting 2. Tidak penting 3. Penting 4. Sangat penting D4 [ ]
D3. Warna
1. Sangat tidak penting 2. Tidak penting 3. Penting 4. Sangat penting
D4. Bentuk
1. Sangat tidak penting 2. Tidak penting 3. Penting 4. Sangat penting
D5. Bumbu D5 [ ]
1. Sangat tidak penting 2. Tidak penting 3. Penting 4. Sangat penting
D6. Harga D6 [ ]
1. Sangat tidak penting 2. Tidak penting 3. Penting 4. Sangat penting

3
Identitas responden

Ruang
Entry
Item Pertanyaan (Diisi
Pengumpul
Data)
E. FAKTOR LINGKUNGAN

E1. Apakah untuk kuliah dikampus ini Anda berpindah tempat tinggal/kos? E1 [ ]
1. Ya (Berpindah tempat tinggal) 2. Tidak (Tidak berpindah tempat tinggal)

F. JENIS MAKANAN
Isilah titik-titik pada pertanyaan dibawah ini!
F1. Apakah Anda sering mengkonsumsi Fried Chiken? F1 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya} F2 [ ]
F2. Apakah Anda sering mengkonsumsi Pizza?
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya} F3 [ ]
F3. Apakah Anda sering mengkonsumsi Humberger?
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya} F4 [ ]
F4. Apakah Anda sering mengkonsumsi Gorengan?
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F5. Apakah Anda sering mengkonsumsi Bakso? F5 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F6. Apakah Anda sering mengkonsumsi Mie ayam? F6 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F7. Apakah Anda sering mengkonsumsi Chiki? F7 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F8. Apakah Anda sering mengkonsumsi Sejenis keripik? F8 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F9. Apakah Anda sering mengkonsumsi Cokelat? F9 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F10. Apakah Anda sering mengkonsumsi Biscuit? F10 [ ]

4
Identitas responden

Ruang
Entry
Item Pertanyaan (Diisi
Pengumpul
Data)
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F11. Apakah Anda sering mengkonsumsi Makanan ringan sejenis (Kriuk)? F11 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F12. Apakah Anda sering mengkonsumsi Siomay/ batagor? F12 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F13. Apakah Anda sering mengkonsumsi Cilok? F13 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F14. Apakah Anda sering mengkonsumsi Otak-otak? F14 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F15. Apakah Anda sering mengkonsumsi Cakwe? F15 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F16. Apakah Anda sering mengkonsumsi CimoL/Kentang? F16 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F17. Apakah Anda sering mengkonsumsi Mie instan/pop mie? F17 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F18. Apakah Anda sering mengkonsumsi Bubur instan?
F18 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}
F19. Apakah Anda sering mengkonsumsi Sphagety?
F19 [ ]
1. Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}
2. Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

DATA PERSONAL RESPONDEN

5
Identitas responden

Daftar Pertanyaan Ruang Entry


(Diisi Pengumpul
Data)
A1. Program Studi : 1. Kesmas 2. PSPD 3. Farmasi 4. Keperawatan A1 [ ]
A2 Semester :__ A2 [ ][ ]
A3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan A3[ ]
A4. No. Hp :____________
A5. Berat Badan : _ _ Kg
A6. Tinggi Badan : _ _ _ Cm A5 [ ]
A6[ ][ ][ ]

TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA

6
Frequency Table

kat_pem_mak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid pemilihan makanan kurang baik 71 39.2 39.2 39.2

pemilihan makanan baik 110 60.8 60.8 100.0

Total 181 100.0 100.0

kat_pengethuan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid pengetahuan kurang baik 40 22.1 22.1 22.1

pengetahuan baik 141 77.9 77.9 100.0

Total 181 100.0 100.0

IMT_BARU

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid KURUS 58 32.0 32.0 32.0

NORMAL 112 61.9 61.9 93.9

GEMUK 11 6.1 6.1 100.0

Total 181 100.0 100.0


Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki-laki 27 14.9 14.9 14.9

perempuan 154 85.1 85.1 100.0

Total 181 100.0 100.0

Jumlah Keluarga

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid <=4 65 35.9 35.9 35.9

>4 116 64.1 64.1 100.0

Total 181 100.0 100.0

kos/berpindah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 131 72.4 72.4 72.4

tidak 50 27.6 27.6 100.0

Total 181 100.0 100.0

FREQUENCIES VARIABLES=RASA_BARU tekstur_baru WARNA_BARU BENTUK_BARU HARGA_BARU


BUMBU_BARU

/ORDER=ANALYSIS.
UANG_SAKUBR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid uang saku dibawah rata2 77 42.5 42.5 42.5

uang saku diatas rata2 104 57.5 57.5 100.0

Total 181 100.0 100.0


Frequencies
[DataSet1] F:\data survei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Frequency Table

RASA_BARU

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid TIDAK PENTING 6 3.3 3.3 3.3

PENTING 175 96.7 96.7 100.0

Total 181 100.0 100.0

tekstur_baru

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid TIDAK PENTING 22 12.2 12.2 12.2

PENTING 159 87.8 87.8 100.0

Total 181 100.0 100.0

WARNA_BARU

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid TIDAK PENTING 29 16.0 16.0 16.0

PENTING 152 84.0 84.0 100.0

Total 181 100.0 100.0


BENTUK_BARU

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid TIDAK PENTING 34 18.8 18.8 18.8

PENTING 147 81.2 81.2 100.0

Total 181 100.0 100.0

HARGA_BARU

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid TIDAK PENTING 13 7.2 7.2 7.2

PENTING 168 92.8 92.8 100.0

Total 181 100.0 100.0

BUMBU_BARU

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid TIDAK PENTING 5 2.8 2.8 2.8

PENTING 176 97.2 97.2 100.0

Total 181 100.0 100.0


ANALISIS BIVARIAT

Logistic Regression

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

pemilihan makanan kurang baik 0

pemilihan makanan baik 1

Categorical Variables Codings

Parameter coding

Frequency (1) (2)

IMT_BARU KURUS 58 1.000 .000

NORMAL 112 .000 1.000

GEMUK 11 .000 .000

Block 0: Beginning Block

a,b
Classification Table

Predicted

kat_pem_mak

pemilihan
makanan kurang pemilihan Percentage
Observed baik makanan baik Correct

Step 0 kat_pem_mak pemilihan makanan kurang baik 0 71 .0

pemilihan makanan baik 0 110 100.0

Overall Percentage 60.8

a. Constant is included in the model.


a,b
Classification Table

Predicted

kat_pem_mak

pemilihan
makanan kurang pemilihan Percentage
Observed baik makanan baik Correct

Step 0 kat_pem_mak pemilihan makanan kurang baik 0 71 .0

pemilihan makanan baik 0 110 100.0

Overall Percentage 60.8

b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .438 .152 8.270 1 .004 1.549

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables IMT_BARU 14.269 2 .001

IMT_BARU(1) 9.103 1 .003

IMT_BARU(2) 13.992 1 .000

Overall Statistics 14.269 2 .001

Block 1: Method = Enter

a
Classification Table
Predicted

kat_pem_mak

pemilihan
makanan kurang pemilihan Percentage
Observed baik makanan baik Correct

Step 1 kat_pem_mak pemilihan makanan kurang baik 39 32 54.9

pemilihan makanan baik 30 80 72.7

Overall Percentage 65.7

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

95.0% C.I

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower


a
Step 1 IMT_BARU 13.723 2 .001

IMT_BARU(1) .352 .680 .268 1 .605 1.422 .375

IMT_BARU(2) 1.476 .661 4.989 1 .026 4.375 1.198

Constant -.560 .627 .797 1 .372 .571

a. Variable(s) entered on step 1: IMT_BARU.

Correlation Matrix

Constant IMT_BARU(1) IMT_BARU(2)

Step 1 Constant 1.000 -.922 -.949

IMT_BARU(1) -.922 1.000 .874

IMT_BARU(2) -.949 .874 1.000

Crosstabs

[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su

rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Kelamin * kat_pem_mak 181 100.0% 0 .0% 181 100.0%

Jenis Kelamin * kat_pem_mak Crosstabulation

Count

kat_pem_mak

pemilihan
makanan kurang pemilihan
baik makanan baik Total

Jenis Kelamin laki-laki 15 12 27

perempuan 56 98 154

Total 71 110 181

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 3.549 1 .060
b
Continuity Correction 2.790 1 .095

Likelihood Ratio 3.465 1 .063

Fisher's Exact Test .086 .049

Linear-by-Linear Association 3.530 1 .060


b
N of Valid Cases 181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.59.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Jenis Kelamin


2.188 .957 5.002
(laki-laki / perempuan)

For cohort kat_pem_mak =


1.528 1.027 2.272
pemilihan makanan kurang baik

For cohort kat_pem_mak =


.698 .451 1.083
pemilihan makanan baik

N of Valid Cases 181

CROSSTABS
/TABLES=kat_pengethuan BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT

/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su

rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kat_pengethuan *
181 100.0% 0 .0% 181 100.0%
kat_pem_mak

kat_pengethuan * kat_pem_mak Crosstabulation


Count

kat_pem_mak

pemilihan
makanan kurang pemilihan
baik makanan baik Total

kat_pengethuan pengetahuan kurang baik 18 22 40

pengetahuan baik 53 88 141

Total 71 110 181

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .718 1 .397
b
Continuity Correction .441 1 .507

Likelihood Ratio .711 1 .399

Fisher's Exact Test .464 .252

Linear-by-Linear Association .714 1 .398


b
N of Valid Cases 181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.69.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for kat_pengethuan


(pengetahuan kurang baik / 1.358 .668 2.763
pengetahuan baik)

For cohort kat_pem_mak =


1.197 .800 1.792
pemilihan makanan kurang baik

For cohort kat_pem_mak =


.881 .648 1.199
pemilihan makanan baik

N of Valid Cases 181


CROSSTABS
/TABLES=RASA_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT

/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su

rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

RASA_BARU * kat_pem_mak 181 100.0% 0 .0% 181 100.0%

RASA_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation

Count

kat_pem_mak

pemilihan
makanan kurang pemilihan
baik makanan baik Total

RASA_BARU TIDAK PENTING 1 5 6

PENTING 70 105 175

Total 71 110 181


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.325 1 .250
b
Continuity Correction .527 1 .468

Likelihood Ratio 1.489 1 .222

Fisher's Exact Test .406 .241

Linear-by-Linear Association 1.318 1 .251


b
N of Valid Cases 181

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.35.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for RASA_BARU


.300 .034 2.623
(TIDAK PENTING / PENTING)

For cohort kat_pem_mak =


.417 .069 2.517
pemilihan makanan kurang baik

For cohort kat_pem_mak =


1.389 .952 2.026
pemilihan makanan baik

N of Valid Cases 181

CROSSTABS
/TABLES=tekstur_baru BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT

/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su

rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

tekstur_baru * kat_pem_mak 181 100.0% 0 .0% 181 100.0%

tekstur_baru * kat_pem_mak Crosstabulation

Count

kat_pem_mak

pemilihan
makanan kurang pemilihan
baik makanan baik Total

tekstur_baru TIDAK PENTING 12 10 22

PENTING 59 100 159

Total 71 110 181

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.465 1 .116
b
Continuity Correction 1.788 1 .181

Likelihood Ratio 2.405 1 .121

Fisher's Exact Test .161 .092

Linear-by-Linear Association 2.452 1 .117


b
N of Valid Cases 181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.63.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for tekstur_baru


2.034 .828 4.996
(TIDAK PENTING / PENTING)

For cohort kat_pem_mak =


1.470 .954 2.264
pemilihan makanan kurang baik

For cohort kat_pem_mak =


.723 .450 1.160
pemilihan makanan baik

N of Valid Cases 181

CROSSTABS
/TABLES=WARNA_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT

/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su

rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

WARNA_BARU *
181 100.0% 0 .0% 181 100.0%
kat_pem_mak
WARNA_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation

Count

kat_pem_mak

pemilihan
makanan kurang pemilihan
baik makanan baik Total

WARNA_BARU TIDAK PENTING 17 12 29

PENTING 54 98 152

Total 71 110 181

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.449 1 .020
b
Continuity Correction 4.523 1 .033

Likelihood Ratio 5.318 1 .021

Fisher's Exact Test .023 .018

Linear-by-Linear Association 5.418 1 .020


b
N of Valid Cases 181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.38.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for WARNA_BARU


2.571 1.143 5.781
(TIDAK PENTING / PENTING)

For cohort kat_pem_mak =


1.650 1.136 2.397
pemilihan makanan kurang baik

For cohort kat_pem_mak =


.642 .410 1.006
pemilihan makanan baik

N of Valid Cases 181

CROSSTABS
/TABLES=BENTUK_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT

/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su

rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

BENTUK_BARU *
181 100.0% 0 .0% 181 100.0%
kat_pem_mak
BENTUK_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation

Count

kat_pem_mak

pemilihan
makanan kurang pemilihan
baik makanan baik Total

BENTUK_BARU TIDAK PENTING 12 22 34

PENTING 59 88 147

Total 71 110 181

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .272 1 .602
b
Continuity Correction .106 1 .744

Likelihood Ratio .274 1 .600

Fisher's Exact Test .698 .375

Linear-by-Linear Association .270 1 .603


b
N of Valid Cases 181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.34.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for BENTUK_BARU


.814 .374 1.769
(TIDAK PENTING / PENTING)

For cohort kat_pem_mak =


.879 .535 1.444
pemilihan makanan kurang baik

For cohort kat_pem_mak =


1.081 .816 1.432
pemilihan makanan baik

N of Valid Cases 181

CROSSTABS
/TABLES=HARGA_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT

/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su

rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

HARGA_BARU * kat_pem_mak 181 100.0% 0 .0% 181 100.0%


HARGA_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation

Count

kat_pem_mak

pemilihan
makanan kurang pemilihan
baik makanan baik Total

HARGA_BARU TIDAK PENTING 3 10 13

PENTING 68 100 168

Total 71 110 181

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.532 1 .216
b
Continuity Correction .889 1 .346

Likelihood Ratio 1.640 1 .200

Fisher's Exact Test .254 .174

Linear-by-Linear Association 1.524 1 .217


b
N of Valid Cases 181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.10.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for HARGA_BARU


.441 .117 1.662
(TIDAK PENTING / PENTING)

For cohort kat_pem_mak =


.570 .208 1.564
pemilihan makanan kurang baik

For cohort kat_pem_mak =


1.292 .936 1.785
pemilihan makanan baik
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for HARGA_BARU


.441 .117 1.662
(TIDAK PENTING / PENTING)

For cohort kat_pem_mak =


.570 .208 1.564
pemilihan makanan kurang baik

For cohort kat_pem_mak =


1.292 .936 1.785
pemilihan makanan baik

N of Valid Cases 181

CROSSTABS
/TABLES=BUMBU_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT

/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su

rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

BUMBU_BARU *
181 100.0% 0 .0% 181 100.0%
kat_pem_mak
BUMBU_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation

Count

kat_pem_mak

pemilihan
makanan kurang pemilihan
baik makanan baik Total

BUMBU_BARU TIDAK PENTING 3 2 5

PENTING 68 108 176

Total 71 110 181

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .931 1 .335
b
Continuity Correction .250 1 .617

Likelihood Ratio .903 1 .342

Fisher's Exact Test .382 .302

Linear-by-Linear Association .926 1 .336


b
N of Valid Cases 181

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.96.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for BUMBU_BARU


2.382 .388 14.626
(TIDAK PENTING / PENTING)

For cohort kat_pem_mak =


1.553 .741 3.253
pemilihan makanan kurang baik

For cohort kat_pem_mak =


.652 .221 1.919
pemilihan makanan baik

N of Valid Cases 181

CROSSTABS
/TABLES=kos_pindah BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT

/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su

rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kos/berpindah * kat_pem_mak 181 100.0% 0 .0% 181 100.0%


kos/berpindah * kat_pem_mak Crosstabulation

Count

kat_pem_mak

pemilihan
makanan kurang pemilihan
baik makanan baik Total

kos/berpindah ya 56 75 131

tidak 15 35 50

Total 71 110 181

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.467 1 .116
b
Continuity Correction 1.961 1 .161

Likelihood Ratio 2.524 1 .112

Fisher's Exact Test .128 .080

Linear-by-Linear Association 2.453 1 .117


b
N of Valid Cases 181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.61.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for kos/berpindah


1.742 .868 3.498
(ya / tidak)

For cohort kat_pem_mak =


1.425 .893 2.274
pemilihan makanan kurang baik

For cohort kat_pem_mak =


.818 .647 1.034
pemilihan makanan baik

N of Valid Cases 181

CROSSTABS
/TABLES=uang_saku_baru BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT

/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su

rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

uang_saku_baru *
181 100.0% 0 .0% 181 100.0%
kat_pem_mak
uang_saku_baru * kat_pem_mak Crosstabulation

Count

kat_pem_mak

pemilihan
makanan kurang pemilihan
baik makanan baik Total

uang_saku_baru uang saku dibawah rata-rata 28 49 77

uang saku diatas rata-rata 43 61 104

Total 71 110 181

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .461 1 .497
b
Continuity Correction .275 1 .600

Likelihood Ratio .462 1 .497

Fisher's Exact Test .540 .300

Linear-by-Linear Association .458 1 .498


b
N of Valid Cases 181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30.20.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


uang_saku_baru (uang saku
.811 .442 1.487
dibawah rata-rata / uang saku
diatas rata-rata)

For cohort kat_pem_mak =


.879 .605 1.278
pemilihan makanan kurang baik

For cohort kat_pem_mak =


1.085 .859 1.370
pemilihan makanan baik

N of Valid Cases 181

Anda mungkin juga menyukai