PENDAHULUAN
metropolitan yang pesat. Jumlah penduduk Jakarta yang semakin bertambah dari
waktu ke waktu sudah mencapai titik 9 jutaan jiwa (sensus 2010, BPS Provinsi DKI
jumlah pelaju atau commuters dari kota dan kabupaten sekitar ke kota Jakarta secara
ulang alik. Memang belum ada kajian empiris yang memperkirakan jumlah pelaju
secara pasti, tapi taksiran yang dibuat oleh Japan International Cooperation Agency
tahun 2002 saja jumlahnya telah mencapai lebih dari 3 juta orang per hari. Ini terdiri
dari 1,10 juta dari Tangerang, 1 juta dari Bogor, serta 1,14 juta dari Bekasi. Belum
termasuk pelaju dari wilayah yang lebih jauh lagi, seperti Cianjur, Sukabumi, Serang,
dan Rangkasbitung. Bila diasumsikan jumlah pelaju saat ini berada di sekitar angka 3
juta, sebenarnya jumlah nyata penduduk Kota Jakarta pada siang hari telah mencapai
12,6 juta jiwa, yang tentu saja memperberat tingkat pelayanan infrastruktur dan
Jakarta Utara relatif menigkat dari tahun ke tahun dengan penigkatan sebagai berikut:
tahun 2000 sebanyak 1,179,756 jiwa, tahun 2001 sebanyak 1,192,009 jiwa, tahun
2002 sebanyak 1,179,026 jiwa, tahun 2003 sebanyak 1,176,355 jiwa, tahun 2005 -
2006 sebanyak 1,446,728 jiwa, tahun 2007 sebanyak 1,200,958 jiwa, tahun 2008
sebanyak 1,422,838, tahun 2010 sebanyak 1,422,311 jiwa, dan tahun 2011 sebanyak
1,716,345 jiwa (Jakarta Dalam Angka Jakarta in Figures, BPS Provinsi DKI Jakarta
didaerah Jakarta Utara semakin meningkat per tahunnya. Menurut Yasmin (2010),
Semakin tinggi kepadatan suatu kawasan akan membebani daya dukung lingkungan.
Hal ini dapat dilihat dari perubahan hunian horizontal kearah vertikal. Peningkatan
penduduk Jakarta Utara tidak didukung dengan ketersediaan lahan yang ada sehingga
pembangunan hunian vertikal adalah salah satu pilihan yang harus diambil.
Selama ini kawasan Selatan dan Pusat (CBD) Jakarta menjadi lokasi favorit
terdapat 28 apartemen dengan 128 tower di daerah Jakarta Utara antara lainnya
Apartemen, Kelapa Gading Square, Wisma Gading Permai, Pluit Sea View, Green
Bay Pluit, Aston Pluit, dan lainnya. Berdasarkan hasil sensus 2010 oleh BPS
Mediteranian Residence terdiri dari 815 rumah tangga dengan rincian, 880 laki-laki
dan 1,130 jiwa. Apartemen Mall of Indonesia terdata 852 rumah tangga yang terdiri
3
dari 933 laki-laki, 1,031 perempuan dan berjumlah 1,964 jiwa. Apartemen Laguna
terdata 1,020 rumah tangga dengan rincian 1,176 laki-laki dan 1,411 perempuan dan
Utara berada di angka 17,262 jiwa. Untuk tuna wisma berjumlah 558 jiwa, awak
kapal berbendera Indonesia berjumlah 709 jiwa, dan untuk penghuni non ketiga
akan terjadi peningkatan permintaan apartemen hingga 10% dibandingkan tahun ini.
Hal ini menunjukan masih kurangnnya jumlah unit apartemen di Jakarta Utara dalam
masih akan terus tumbuh. Jakarta Utara saat ini telah berubah menjadi kawasan elit
yang didukung oleh kemudahan akses karena dekat dengan akses tol bandara
maupun tol dalam kota dan lingkar luar. Jakarta Utara makin mudah
aksesibilitasnya. Selain jalan tol, transportasi umum seperti busway juga telah efektif
menjangkau kawasan ini. Bank Indonesia juga mencatat pasokan apartemen berada
di Jakarta Selatan 27%, CBD 20%, Jakarta Timur terkecil 4%, sementara sisanya
49% secara dominan berada di Jakarta Utara dan Barat. Sampai akhir kuartal ketiga
2012, pasokan apartemen existing di Jakarta Utara mengambil porsi 20,3% dari
keseluruhan Jakarta Raya yakni berada di urutan ketiga. Adapun tuas pengungkit lain
dari pada pertambahan jumlah penduduk adalah pembangunan Mal Pantai Indah
susun (interchange) ke jalan tol yang akan segera selesai, pembangunan sejumlah
gedung perkantoran (antara lain milik Grup Salim) dan pembangunan hotel
4
sekunder tertinggi di kuartal ketiga tahun 2012, didapat oleh kawasan Jakarta Utara.
Kepadatan kawasan dapat mempengaruhi pergerakan orang, barang dan
kendaraan pada kawasan dan sekitar kawasan tersebut. Hal ini dikarenakan
Sehingga semakin tinggi kepadatan suatu kawasan akan membebani data dukung
lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari perubahan hunian horizontal kearah vertikal.
Sebagai contoh flat jalan Dago 104 adalah perwujudan rancangan arsitek yang
dipengaruhi oleh Le Corbusier (Majalah Arsitektur, 1959). Demikian pula flat Deplu
Jakarta, adalah wujud mencari sesuat yang baru (Majalah Arsitektur, 1959).
Krisi berpolitikan di Indonesia terjadi saat pergantian pemerintahan dan
tersebut tidak hanya pada pembangunan perumahan vertikal menengah bawah, tetapi
publik, namun terjadi kombinasi dengan kebijakan yang sangat bersifat top-down dan
Terdapat banyak pengaruh kental dan peran dari para ilmuan dalam uji coba
pre-fabrikasi merupakan desakan dari para inovator dalam ilmu bangunan. Peran
dengan cara pre-fabrikasi dan pracetak aktif dilakukan pada tahun 70an. Bangunan
partisi dari marang/jerami dan kulit kacang, bamboo-semen, dan lainnya marak di
kerjakan. Sebagai contoh flat Sarijadi Bandung dibangun dengan sistem pracetak
dengan teknologi dari Inggris (Yudohusodo, 1991). Hal itulah yang menyebabkan
tersebut dimungkinkan, sekali lagi karena kondisi ekonomi dan perhatian pemerintah
sekarang, perumahan seperti yang ada di Kemayoran, Kebon Kacang, yang semula
sekarang berganti dengan kalangan menengah atas melalui cara jual beli. Akibatnya
kebijakan publik yang awalnya dipahami sebagai kebijakan populis dianggap luput
sasaran. Hal itu juga merupakan praktek kekuasaan dan kekuatan pasar pada skala
berkembang pesat dan menyebar. Pengembang pada waktu ini didukung oleh
besarpun dapat mendirikan bank dan dapat melakukan transaksi kredit pemilikan
rumah. Rentang masa ini sampai tahun 96an merupakan masa booming
pembangunan apartemen. Hal itu memberikan andil besar pula dalam keterpurukan
ekonomi sehingga puncaknya terjadi di tahun 97-98an. Krisis ekonomi dan politik
yang melanda Indonesia ketika itu langsung membuat anjlok bisnis properti.
segi gaya tekan terhadap bangunan maupun dari sisi kenyamanan dan keamanan
tinggi harus dipertimbangkan pada induksi percepatan angin dan pergerakan angin
yang dapat diterima bagi struktur dan kenyamanan manusia. Bangunan tinggi telah di
bawah, dimana dapat mengakibatkan keadaan tidak nyaman maupun kondisi yang
sebuah bangunan baru. Hasil laporan Wise (1970) melaporkan bahwa toko-toko di
tinggalkan karena lingkungan yang terlalu berangin yang membuat pembeli enggan
dua wanita lansia yang diakibatkan oleh kecepatan angin tinggi yang diakibatkan
oleh bangunan tingkat tinggi pada level bawah yang menyebabkan kedua wanita
apartemen Green Bay Pluit, dan apartemen Windsor, rancangan unit apartemen tidak
menggunakan sistem cross ventilation window. Bukaan hanya dibuat pada hadapan
yang sama terhadap bukaan yang lain. Menurut salah seorang penghuni apartemen
Season City di lantai 26, jika pintu unit dibuka sebagai outlet angin, maka angin akan
masuk kedalam unit tetapi kecepatan angin terlalu tinggi hingga dapat mendorong
plafon naik keatas. Kecepatan angin dapat mencapai 4.5 m/s ataupun lebih pada
berkisar 0.25 1.5 m/s. Pentingnnya cross ventilasi dalam unit apartemen
kebutuhan udara sehat dan bersih bagi penghuni ruang, meliputi kelancaran sirkulasi,
kuantitas maupun kualitas udara yang ada. Untuk menciptakan kondisi sehat yang
udara didalam ruangan selalu diganti dengan udara yang bersih, sehat, dan segar.
Pergantian udara dikatakan baik apabila udara didalam ruangan dapat selalu berganti
8
Council Indonesia (GBCI) bersama dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) (2011 :
15), syarat terjadinya pertukaran udara dalam ruangan adalah dengan adanya
ventilasi silang dengan penyediaan bukaan untuk inlet dan outlet dengan hadapaan
bukaan berbeda dan jarak tidak melebihi 12 meter. Ukuran bukaan yang baik adalah
5% dari luas ruangan regular dengan perhitungan total luas ruangan regular yang
berventilasi silang dibagi dengan total luas ruangan regular dan dikalikan dengan
100.
Ruangan regular adalah ruangan yang terdapat aktivitas penghuni sedangkan
ruangan tidak termasuk kedalam ruangan regular adalah kamar mandi, toilet, dapur,
gudang dan tempat parkir. Walaupun demikian, ruang tidak regular seperti toilet dan
dapur perlu menggunakan ventilasi mekanis antara lain berupa exhaust fan karena
laju udara ventilasi alami tidak cukup mengurangi polusi udara yang dihasilka dalam
ruangan tersebut.
Pada kenyataannya sampai saat ini banyak penghuni bangunan belum
luar bangunan agar dapat masuk kedalam bangunan dan mengenai tubuh pemakai
agar tercapai kenyamanan yang disyaratkan untuk kondisi lingkungan iklim tropis
lembab (Kussoy, 2011 : 1). Faktor kecepatan dan arah aliran angin didalam bangunan
serta kondisi fisik tubuh pemakai ruang sangat menunjang tercapainya kondisi
architecture.
Menurut Schnadelbach (2010 : 2) , Adaptive Architecture adalah bidang
arsitektur, Computer Science, Social Science, Urban Planning, dan seni akan tampak
fleksibilitas, interaksi, responsive yang didemonstrasikan oleh variasi yang luas dari
seperti penghuni, lingkungan, dan object; Elemen dari adaptasi seperti permukaan,
komponen dan modul, sifat ruang, teknikal system; Metode seperti intervensi
manusia, sensor, sistem dan proses, dan aktuasi; Efek terhadap sesuatu seperti
lingkungan berserta arsitektur, permeabilitas, dan efek terhadap penghuni; dan yang
automation, time scales dan fokus penghuni kebebesan (Schnadelbach 2010 : 2).
Definisi umum mengatakan bahwa angin adalah udara yang bergerak
(Szokolay, 1980). Sedangkan udara adalah termasuk dalam kelompok zat gas yang
karena bersifat molekulnya maka udara dapat mengalir. Sehingga udara adalah
termasuk dalam zat alir. Dengan demikian, maka dasar pembahasan teoritis tentang
angin mengacu pada cabang ilu fisika yang berkaitan dengan zat alir yaitu mekanika
aerodinamika yang secara spesifik membahas perilaku gerak dinamis fluida angin
terdapat iklim. Pemakaian prinsip dari pergerakan udara dan teknik yang dapat
kualitas udara dalam residensial akan meningkat dilain pihak energi yang digunakan
yang baik dalam residensial akan menigkatkan kualitas hidup struktur residensial itu
sendiri. Prinsip dan teknik pengaturan pergerakan udara terdiri dari Positive Pressure
Optimum Airflow, Maximum Velocity, Opening Location dan lainnya. (Boutet, T.S
1987)
sistem hunian vertikal. Dengan pembangunan hunian gedung tinggi atau Hi Rise
terhadap tekanan pada struktur bangunan maupun percepatan angin pada level
bawah. Data pengukuran angin tanggal 29 Maret 2013 di Season Ciy menunjukan
bahwa terdapat beberapa titik bawah yang dapat mempengaruhi kecepatan angin
dimana akan meningkatkan tekanan angin pada titik perlambatan tersebut dalam
ruangan. Tetapi dengan pergeseran hunian landed ke hunian vertikal, sistem ini
menjadi tidak aman dan nyaman untuk penghuni hunian vertikal mengingat
11
kecepatan angin yang semakin tinggi berparalel dengan ketinggian bangunan. Untuk
meminialisir efek ini, hunian vertikal rata-rata dirancang dengan one sided open
system dimana bukaan hanya terletak pada salah satu dinding luar unit. Memperkecil
ukuran bukaan bukan menjadi pilihan karena view menjadi nilai jual dari unit
apartemen itu sendiri. Hasil pengukuran pada unit apartemen Season City tanggal 29
Maret menunjukan bahwa kecepatan angin dapat mencapai 4.5 m/s. Unit tidak
mempunyai cross ventilation system sehingga pintu unit harus dibuka untuk
unit apartemen menjadi solusi penggantinya yang berujung pada pemborosan energy
terhadap kenyamanan unit ruangan. Hal inilah yang akan menjadi fokus
serta arah angin pada lokasi dan massa bangunan yang tidak mengakibatkan
percepatan angin yang terlalu tinggi pada level bawah dengan batasan
Number?
Bagaimana merancang unit apartemen yang dapat beradaptasi dengan
kecepatan angin untuk menghindari unit dari under ventilated dan over
yang terkait dengan aliran udara (bukan PMV Predicted Mean Vote).
plan kawasan) tidak akan dilibatkan dengan alasan hasil simulasi kawasan
kedalam kalkulator Soren Krohn & Danish Wind Industry Association untuk
yang dicocokan dengan kecepatan angin tertinggi pada tapak dari hasil
Season City digunakan bukan untuk bahasan secara lokasi, melainkan data
kekasaran lingkungan.
13
Hasil faktor kecepatan angin pada ketinggian dan hasil data pengkuran
keceptan angin pada tapak tanggal 2 April 2013 akan digunakan sebagai
variable simulasi. Variable lain tidak diikut sertakan dalam simulasi ini dan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mencari konsep perancangan sebuah
kecepatan angin dan sistem deflector yang menjadi sistem pembelok dan
serta arah angin pada lokasi dan massa bangunan yang tidak
dimana permasalahan yang terjadi berupa perbedaan kualitas ventilasi dilantai bawah
Pembelajaran kondisi agin dengan CFD pada level bawah dengan persamaan RANS
dan Model K-E digunakan untuk meyediakan bagian dari informasi aerodinamik
dengan simulasi sistem grid dan validasi pengukuran lapangan pada paper 4.
14
yang cukup pada saat siang hari sedangkan unit yang lebih tinggi tidak mendapatkan
ventilasi sama sekali. Unit yang menghadap kearah angin akan menjadi over
ventilated dan unit yang sebaliknya tidak mendapatkan udara segar. Memanfaatkan
peluag ventilasi alami dapat menigkatkan kenyamanan termis dalam ruang tapa
menggunakan perangkat mekanis seperti AC ataupun kipas angin. Selain dari pada
orientasi tegak lurus terhadap aliran angin masih dapat memenuhi persyaratan
berdasarkan input data iklim setempat. Penunjukan hubungan antara penelitian paper
luasan lantai.
Fisika Bernoulli pada paper 5 menggunakan persamaan kecepatan angin yang
celah bagi angin agar dapat masuk kedalam ruangan demi tercapainya kenyamanan
yang di syaratkan.