PENDAHULUAN
Bintaro Jaya merupakan salah satu kota mandiri yang terletak di Kota Tangerang
Selatan yang di kelola PT Jaya Real Property Tbk sebagai pengembang. Pada Kota
Tangerang Selatan sendiri merupakan sebuah kota baru yang resmi dibentuk pada
tahun 2008 yang digolongkan sebagai urban fringe karena menurut salah satu ciri dari
kawasan urban fringe adalah kawasan tersebut menjadi sasaran para pengembang
untuk dikembangkan, dan kawasan tersebut merupakan daerah yang diinvasi oleh
penduduk perkotaan yang juga berkarakter sosial perkotaan. Bintaro Jaya yang terletak
di kawasan Kota Tangerang Selatan tumbuh menjadi salah satu kota penyangga DKI
Jakarta karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan tahun 2011-2031,
tekanan sosial ekonomi dan urbanisasi yang terjadi di Kota Tangerang Selatan
menciptakan kawasan hunian baru yang parsial.
Bintaro Jaya yang letaknya berdekatan di selatan kota Jakarta ini juga
merupakan kota satelit pertama yang dibangun dengan komitmen awal untuk
membangun suatu komunitas pemukiman yang didukung dengan fasititas penunjang
seperti area bisnis, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan transportasi yang baik. Saat ini
Bintaro Jaya berkembang begitu pesat yang di akibatkan dari urban sprawl yang terjadi
di DKI Jakarta. Bintaro Jaya yang mengawali dengan konsep “Kota Taman” seiring
berjalannya waktu mengubah konsep awal yaitu Kota Taman menjadi “The Professional
City”. Perubahan konsep kawasan secara keseluruhan tersebut kemudian berdampak
pada perubahan bentuk-bentuk klaster perumahan sebelum dan sesudah adanya
pergantian konsep tersebut. Bentuk klaster perumahan yang saat masih mengusung
konsep “Kota Taman” yang lebih sederhana, kini dengan konsep baru maka bentuk
klaster perumahan juga dibuat lebih modern.
Banyak faktor-faktor yang mendukung Bintaro Jaya itu menjadi kota yang penuh
kemewahan. Kota baru Bintaro Jaya saat ini mampu menjadi daerah yang penuh
dengan fasilitas mewah, elite, bangun, megah, mandiri dan sebagainya. Seperti
berdirinya sekolah elite :
Selain itu Bintaro Jaya memiliki beberapa rumah sakit elite : RS Premier Bintaro
(Ramsay Health Care), RS Ichsan Medical Center (IMC) dan yang terbaru RS Pondok
Indah. Beberapa pusat pembelanjaan megah dan mewah diantaranya : Plaza Bintaro
Jaya, Lotte Mall, Carrefour, Pasar Modern Bintaro Jaya, Electronic City, Ace Hardware,
Hero Emerald Bintaro, Bintaro Trade Center, Bintaro Entertainment Center, Bintaro
Jaya Xchange, Bintaro Baby Shop, Pasar Modern sektor 2, Heritage factory outlet, Hari
Hari pasar swalayan, Giant Hypermarket CBD Bintaro Jl. Boulevard Sektor 7, Giant
Hypermarket Bintaro, Superindo dan Bintaro 9 Walk pusat aneka kuliner di Bintaro Jaya
Sektor IX. Kini Bintaro Jaya terbagi pada beberapa sektor. Dan beberapa wilayah yang
juga termasuk kedalam kawasan Bintaro : Boulevard Bintaro Jaya, Jendral Sudirman,
MH. Thamrin, Dr.Sam Ratulangi, Wahid Hasyim, Cut Mutia, Cut Nyak Dien, Menteng
Utama, Senayan Utama, Kasuari, Rajawali, Elang, Maleo, Taman Makam Bahagia, dan
Titihan. Seiring berjalannya konsep baru, maka wilayah terbaru tidak menggunakan
sistem sektor, tetapi dengan distrik, yaitu: Menteng, Permata, Puri, Emerald,
Kebayoran, Discovery. Kawasan yang tidak masuk kedalam daerah Bintaro Jaya :
Tegal Rotan, Jombang Raya, Pondok Betung, dan Taman Makam Bahagia.
Alasan utama perpindahan penduduk dari DKI Jakarta ke daerah pinggiran kota
seperti Bintaro Jaya adalah karena masalah perumahan dan kenyamanan lingkungan
(Haning Romdiati, dan Mita Noveria, 2006). Selain itu, hal tersebut didukung pula oleh
berkembangnya sarana dan prasarana permukiman, transportasi serta memadainya
jaringan jalan yang menghubungkan antara DKI Jakarta dengan Bintaro Jaya.
1.2 Rumusan Masalah
Kota sebagai terminal jasa dan distribusi barang dan pusat kegiatan wilayah
sekelilingnya tidak terlepas dari berbagai persoalan terhadap proses perkembangan
dan pertumbuhan kota itu sendiri seperti penyebaran penduduk, ketersediaan lapangan
kerja, lingkungan pemukiman, transportasi dan lain sebagainya. Pengembangan
perumahan dilakukan di pinggiran kota atau wilayah pengembangan kota. Pinggiran
kota DKI Jakarta selain Kota Tangerang Selatan dengan Bintaro Jaya, memiliki wilayah
lain yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta meliputi Bogor, Depok, Tangerang
dan Bekasi. Atau biasa disebut (BODETABEK) yang masing - masing wilayah memiliki
daya tarik tersendiri. Seperti hal nya pada Bintaro Jaya yang memiliki konsep saat ini
“The Professional City” yang memiliki tujuan menciptakan gaya hidup baru yang lebih
ditekankan pada lingkungan yang baik.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi warga DKI
Jakarta yang ingin memiliki hunian yang nyaman dan lingkungan yang baik serta
mendorong kemajuan Kota Tangerang Selatan ini khususnya pada Bintaro Jaya.
Hasil dari penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti, karena melalui
penelitian ini diharapkan peneliti dapat berpikir secara sistematis dan mampu
memberikan pemahaman mengenai konsep-konsep baru, serta mengenai
pengambilan keputusan untuk memecahkan suatu masalah.
a. Alam, alam yang Tentunya hal ini berdampak besar pada lokasi dimana kita
membangun bangunan, kita harus memperhatikan kondisi yang ada, kemiringan lahan
akan mempengaruhi keamanan dan kenyamanan lokasi serta terhindar dari bahaya.
b. Manusia merupakan partisipan utama dalam keberadaan permukiman atau
perumahan, karena perumahan merupakan kebutuhan fisiologis manusia. Persepsi
manusia mempengaruhi tipe rumah.
c. Masyarakat, merupakan sekelompok orang dalam suatu pemukiman yang
membentuk komunitas tertentu. Masyarakat juga akan membentuk kelompok-kelompok
sosial dengan cara-cara budaya tertentu, yaitu melalui pembangunan ekonomi,
kesehatan dan pendidikan.
d. Rumah, tidak hanya bangunan saja namun juga fasilitas sosial seperti perdagangan,
rekreasi, pusat perbelanjaan ,kesehatan, fasilitas pendidikan dan sebagaimya.
e. Jaringan, Jaringan terkait permukiman mengacu pada adanya sistem operasi
pendukung untuk kegiatan seperti jaringan air bersih, jaringan listrik, dan drainase.
Rumah merupakan salah satu kebutuhan terpenting umat manusia, karena mendukung
keberlangsungan hidup manusia. Selain itu, manusia juga harus memperhatikan
pembentukan unsur yang menyatu tetapi saling melengkapi dengan unsur yang
berbeda. Menurut Undang-Undang Nomor 1 tentang Perumahan dan Permukiman
tahun 2011, perumahan didefinisikan sebagai kumpulan rumah yang merupakan bagian
dari permukiman perkotaan dan pedesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana,
dan utilitas untuk mencapai tujuan sebagai berikut: rumah yang layak huni. Permukiman
adalah bagian dari lingkungan hidup yang terdiri dari lebih dari satu unit rumah yang
memiliki prasarana, sarana, utilitas umum, dan kegiatan penunjang fungsional lainnya
di perkotaan atau perdesaan.
Permukiman merupakan konstruksi perumahan yang lebih formal, dengan aturan
yang jelas, karena terbentuk pola yang teratur. Kawasan tersebut memerlukan
pelayanan dan keutuhan permukiman yang dirancang sebelum berpenghuni, artinya
sebelum menjadi permukiman. Perumahan formal semacam ini dibangun bersamaan
dengan organisasi pembangunan, dan dibangun secara terus menerus atau sendiri-
sendiri, tetapi semuanya diatur dan dikendalikan oleh aturan (Kuswartojo, 2010)..
Menurut Bourne( dalam Hanief, 2014) pergantian keadaan raga yang terjalin di wilayah
pinggiran diakibatkan sebab ekspansi batasan kota, pembaharuan di pusat kota,
ekspansi jaringan infrastruktur serta jaringan transportasi, tumbuhnya bermacam
aktivitas industri, perumahan serta fasilitas tamasya ataupun wisata.
Kawasan pinggiran kota mempunyai ciri yang berbeda dengan pusat kota, bagi Dirjen
Penyusunan Ruang( dalam Aditama, 2015) daerah pinggiran kota mempunyai kriteria
kawasan semacam: Ada permukiman berskala kecil ataupun besar dengan kepadatan
kombinasi antara kepadatan besar serta rendah, Harga lahan masih cenderung rendah,
Ada aksesibilitas berbentuk jaringan jalur mengarah pusat kota, Akses mengarah kota
inti atau pusat kota masih terbatas.
2.3.2 Laju dan Pola Perkembangan Permukiman
Menurut Wirth( dalam Kostof, 1991: 37) berpendapat jika kota merupakan
permukiman senantiasa dalam skala besar serta cenderung mempunyai
kepadatan yang besar dan terdiri dari orang dan juga kepribadian yang bertabiat
heterogen. Sebaliknya Mumford( dalam Kostof, 1991: 37) pula mengemukakan
kalau kota merupakan tempat yang memiliki energi tarik penduduk yang besar
sehingga memunculkan kepadatan ataupun konsentrasi permukiman yang besar
di dalamnya Kota ialah suatu yang dinamis, maksudnya kota hadapi
pertumbuhan dari waktu ke waktu. Bagi Zahnd( 1999: 23), pertumbuhan kota
tidak terjalin secara abstrak, maksudnya pertumbuhan kota berlangsung dalam 4
ukuran ialah keadaan ruang yang berkaitan dengan produk, waktu yang
berkaitan dengan proses pertumbuhan, sikap manusia dalam menggunakan
ruang dan kegiatan yang terdapat dalam ruang. Bagi Zahnd( 1999: 25) ada 3
metode pertumbuhan dasar di dalam kota, ialah:
1. Perkembagan Horizontal
Pertumbuhan horizontal merupakan pertumbuhan yang metode
perkembangannya menuju ke luar, maksudnya wilayah yang hadapi
pertumbuhan terus menjadi luas. Pertumbuhan ini selalu terjalin di pinggir
kota, dimana lahan masih lebih murah serta dekat dengan jalur raya yang
menuju ke kota sehingga menimbulkan pertumbuhan daerah pinggiran
kota.
2. Pertumbuhan Vertikal
Pertumbuhan vertical merupakan pertumbuhan yang metode
perkembangannya menuju ke atas, maksudnya wilayah hadapi
pembangunan secara vertical ataupun dengan kata lain ketinggian
bangunan pada sesuatu wilayah hadapi kenaikan.
3. Pertumbuhan interstial
Bagi Harlow( dalam Zahnd, 1999: 24), sebutan“ interstisial” berasal
dari sebutan interstice/ interstitial yang berfokus pada sesuatu
proses( metode) kepadatan ataupun dengan kata lain pertumbuhan
interstial merupakan pertumbuhan yang metode perkembangannya
menuju ke dalam maksudnya jumlah lahan terbangun di sesuatu wilayah
terus menjadi meningkat. Pertumbuhan ini kerap terjalin di wilayah pusat
kota dan wilayah antara pusat kota serta pinggiran dimana telah ada
batas wilayah yang jelas sehingga cuma dapat dipadatkan.
Latar Belakang Wilayah yang letaknya berbatasan langsung dengan kota metropolitan, perkembangan
permukiman dapat dipengaruhi oleh pemekaran kota (urban sprawl).
Proses Analisa Menggunakan metode kualitatif, menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif,
seperti wawancara, dokumentasi gambar, catatan lapangan dan sebagainya
Preferensi Bermukim
Keterjangkauan
Jarak perumahan ke
Fisik Bangunan tempat tujuan
perjalanan
Efisiensi Jarak
Biaya transportasi ke
Harga tempat tujuan
perjalanan
Kenyamanan dalam
Luas mencapai ke tempat
tujuan perjalanan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Perumusan Masalah
Langkah awal dalam penelitian ini adalah dengan melakukan identifikasi terhadap
permasalahan dan isu strategis yang akan diangkat. Selanjutnya, akan disusun
rancangan penelitian untuk menjawab permasalahan penelitian
2. Studi Literatur
Tahap kedua dalam peneitian ini adalah melakukan studi literatur. Studi literatur
digunakan untuk mendapatkan instrumen penelitian, baik berupa indikator maupun
variabel. Literatur yang dikumpulkan berkaitan dengan teori-teori yang berkaitan
dengan lingkup pembahasan dari penelitian. Beberapa contoh literatur yang digunakan
adalah buku, jurnal, artikel, konsep, studi kasus, dan hal-hal lainnya yang dapat menjadi
pustaka.
3. Pengumpulan Data
Proses pemilihan, pemusatan perhatian, transformasi data yang muncul catatan di
lapangan yang mencakup kegiatan mengikhtisarkan hasil pengumpulan data selengkap
mungkin, dan memilah-milahkannya ke dalam satuan konsep, kategori atau tema
tertentu. Dalam kaitan ini peneliti menajamkan analisis, menggolongkan atau
pengkategorisasian ke dalam tiap permasalahan melalui uraian singkat, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan-
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
4. Penyajian Data
Setelah data diperoleh, kemudian dilakukan kegiatan yang mencakup mengorganisasi
data dalam bentuk tertentu sehingga terlihat sosoknya secara lebih utuh. Penyajian
data dapat berbentuk bentuk uraian naratif, bagan, diagram alur dan lain sejenisnya
atau bentuk-bentuk lain. Dalam kaitan ini peneliti menyusun data yang relevan sehingga
menjadi informasi yang memiliki makna tertentu
5. Penarikan Kesimpulan
Setelah tahap analisa dilakukan selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan adalah
untuk mencari atau memahami makna/arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur
sebab akibat atau proposisi. Dalam penarikan kesimpulan peneliti menggunakan
pendekatan berpikir induktif yaitu pemikiran yang berangkat dari fakta-fakta atau
peristiwa-peristiwa khusus kemudian dari fakta-fakta yang khusus tersebut ditarik
generalisasi - generalisasi yang mempunyai sifat umum.