Anda di halaman 1dari 12

Paper Toksikologi Veteriner

PENILAIAN TOKSISITAS

OLEH :
KELOMPOK 3

Indah melzana (1202101010100)

Siti wardiana mtd (1202101010132)

Nurul Ala (1202101010094)

Elsa suarni (12012101010103)

M. Ridhan Akbar (1202101010086)

Cut Latifha Nurrady (1202101010109)

Indra Sitorus (1202101010115)

Icshan Maulana (1202101010136)

Reva Diana Yanti (1202101010141)

Indah Sari Melisa (1202101010139)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM, BANDA ACEH

2015
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Toksikologi adalah bidang ilmu yang mempelajari racun, yaitu berbagai senyawa
kimia yang dapat mengakibatkan bahaya ketika masuk ke dalam tubuh makhluk hidup
melalui mulut atau kulit di dalam lingkungan. Toksikologi termasuk bidang ilmu yang
terpadu yang melibatkan berbagai disiplin ilmu lain seperti bidang kedokteran, farmasi,
biokimia, kimia murni, kimia analitik dan bidang ilmu-ilmu lain yang relevan dengan bahaya
zat kimia.

Toksikologi juga membahas tentang cara dan mekanisme masuknya zat kimia dan
daya racunnya yang mempengaruhi makhluk hidup sehingga dihasilkan data tentang
pengaruh fisiologi dan biokimia terhadap makhluk hidup yang akan dapat dipergunakan
sebagai rujukan dan pembenaran ilmiah terhadap bagian-bagian tubuh makhluk hidup yang
dipengaruhi oleh daya racun suatu zat kimia.
Beberapa bidang ilmu yang menjadi jangkauan toksikologi secara khusus meliputi
forensik yang selalu melibatkan Kimia Analitik dalam menjelaskan keberadaan zat kimia
yang dapat menjadi racuk kepada makhluk hidup,umumnya yang berhubungan dengan aspek
legal pemberian zat kimia dalam proses dan aktivitas suatu pengobatan, sehingga diperoleh
informasi yang akurat penyebab suatu kematian. Pada bidang kedokteran, toksikologi
membahas tentang zat kimia yang berhubungan dengan penyakit, yaitu melihat terjadinya
suatu penyakit yang diakibatkan oleh kehadiran zat kimia dalam tubuh. Sementara di dalam
lingkungan, toksikologi dipergunakan untuk mempelajari pengaruh polutan terhadap
kehidupan di dalamsatu ekosistem, yang secara analogi dianggapakan berlaku juga untuk
kehidupan makhluk hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Toksisitas

Toksisitas atau derajat racun adalah potensi merusak dari suatu zat
kimia. Istilah ini lebih baik menyatakan kualitatif daripada kuantitatif.
Kerusakan ini ditentukan oleh factor jumlah zat kimia yang
mengenai/masuk/diadsorpsi ke dalam tubuh (keparahan pemaparan,
dosis).

Klasifikasi Toksisitas

Berdasarkan sifat fisik, pengaruh terhadap tubuh, lama terjadinya


pemajanan atau pada tingkat efek racunnya. Menurut sifat fisiknya
dikenal :

a. Gas uap : tidak berbentuk, mengisi ruangan pada suhu dan tekanan
normal, tidak terlihat, tidak berbau pada konsentrasi rendah, dan dapat
berubah menjadi cair atau padat dengan perubahan suhu dan tekanan.
b. Uap : bentuk gas dari zat yang dalam keadaan biasa berwujud cair
atau padat, tidak kelihatan dan berdifusi keseluruh ruangan.
c. Debu : partikel zat padat yang terjadi oleh karena kekuatan alami atau
mekanis.
d. Kabut : titik cairan halus di udara yang terjadi akibat kondensasi
bentuk uap atau dari tingkat pemecahan zat cair atau menjadi tingkat
dispersi, melalui cara tertentu.
e. Fume : Partikel zat padat yang terjadi oleh kondensasi bentuk gas,
biasanya setelah penguapan benda padat yang dipijarkan.
f. Asap : Partikel zat karbon yang berukuran 0,5 mikron, sebagai
akibat pembakaran tidak sempurna bahan yang mengandung karbon.
g. Awan : Partikel cair sebagai hasil kondensasi fase gas. Ukuran
partikelnya 0,1 fase gas. Ukuran partikelnya 0,1-1 mikron.

Sedangkan bahan kimia di udara menurut sifatnya dapat dibedakan


menjadi:

1. Bahan bersifat partikel : debu, awan, fume, kabut


2. Bahan bersifat non partikel : gas, uap
Terhadap tubuh bahan-bahan kimia dapa digolongkan menjadi:

1. Bahan partikel bersifat : Perangsang (kapas, sabun, bubuk beras),


Toksik (Pb, As, Mn), Allergen (tepung sari, kapas), Fibrosis (asbes,
kwarts), Menimbulkan demam (fume, Zn O), Inert (aluminium, kapas).
2. Bahan non partikel bersifat : Asfiksan (metan, helium), Perangsang
(amoniak, HCl, H2S), Racun anorganik, organic (TEL, As H3), Mudah
menguap yang : berefek anesthesi (Trichloroetilen), merusak alat
dalam (C Cl4), merusak darah (Benzene), merusak saraf (Parathion).

Penilaian Toksisitas

Penilaian toksisitas adalah penentuan potensi suatu bahan yang


bertindak sebagai racun, keadaan dimana potensi tersebut mulai disadari
dan ciri-ciri dari kerja dari racun tersebut.

1. Uji Toksisitas Akut

Tujuan uji toksisitas akut adalah untuk menetapkan potensi toksisitas


akut (LD50), menilai gejala kilinis, spectrum efek toksik, dan mekanisme
kematian.

LD50 (lethal dose 50) : menunjukkan dosis dalam miligram tiap


kilogram berat badan yang mengakibatkan kematian setengah (50%)
dari populasi hewan percobaan pada waktu tertentu.

LC50 (lethal concentration 50) : menggambarkan jumlah konsentrasi


suatu zat, dalam satuan miligram tiap meterkubiknya.

Untuk uji toksisitas akut perlu dilakukan pada sekurang-kurangnya satu


spesies hewan coba, biasanya spesies hewan pengerat yaitu mencit atau
tikus, dewasa atau muda dan mencakup kedua jenis kelamin.

Perlakuan berupa pemberian obat pada masing-masing hewan coba


dengan dosis tunggal. Terkait dengan upaya mendapatkan dosis letal
pada uji LD50, pemberian obat dilakukan dengan besar dosis bertingkat
dengan kelipatan tetap. Penentuan besarnya dosis uji pada tahap awal
bertolak dengan berpedoman ekuipotensi dosis empiric sebagai dosis
terendah, dan ditingkatkan berpedoman ekuipotensi dosis empiric sebagai
dosis terndah, dan ditingkatkan berdasarkan factor logaritmik atau
dengan rasio tertentu sampai batas yang masih dimungkinkan untuk
diberikan. Cara pemberian diupayakan disesuaikan dengan cara
penggunaannya.

Pada uji toksisitas akut ditentukan LD50, yaitu besar dosis yang
menyebabkan kematian (dosis letal) pada 50% hewan coba, bila tidak
dapat ditentukan LD50 maka diberikan dosis lebih tinggi dan sampai dosis
tertinggi yaitu dosis maksimal yang masih mungkin diberikan pada hewan
coba. Volume obat untuk pemberian oral tidak boleh lebih dari 2-3% berat
badan hewan coba.

Setelah mendapatkan perlakuan berupa pemberian obat dosis tunggal


maka dilakukan pengamatan secara intensif, cermat, dengan frekuensi
selama jangka waktu tertentu yaitu 7-14 hari, bahkan dapat lebih lama
antara lain dalam kaitan dengan pemulihan gejala toksik.

Nilai LD50 berguna dalam beberapa hal:

a. Klasifikasi zat kimia berdasarkan toksisitas relative. Klasifikasi umum


sebagai berikut:

Klasifikasi Cara masuk


Oral Dermal Inhalasi
LD50 (mg/kg BB) LD50 (mg/kg BB) LC50 (mg/m3)
Super toksik <5 < 250 < 200
Sangat toksik 5 50 250 1000 250 1000
Toksik 50 500 1000 3000 1000 10.000
Cukup toksik 500 5000 3000 10.000 10.000
Sedikit toksik > 5000 > 10.000 30.000
> 30.000
b. Pertimbangan akibat bahaya dari overdosis
c. Perencanaan studi toksisitas jangka pendek pada hewan
d. Menyediakan informasi tentang:
1) Mekanisme keracunan
2) Pengaruh terhadap umur, seks, inang lain, dan faktor lingkungan
3) Tentang respon yang berbeda-beda di antara spesies dan galur
e. Menyediakan informasi tentang reaktivitas populasi hewan-hewan
tertentu
f. Menyumbang informasi yang diperlukan secara menyeluruh dalam
percobaan-percobaan obat penyembuh bagi manusia
g. Kontrol kualitas. Mendeteksi kemurnian dari produk racun dan
perubahan fisik bahan-bahan kimia yang mempengaruhi keberadaan
hidup.

Penentuan LD50

Tujuan dilakukan penentuan LD50 adalah untuk mencari besarnya dosis


tunggal yang membunuh 50% dari sekelompok hewan coba dengan sekali
pemberian bahan uji. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

1. Metode Weil
Rumus: Log m = log D + d (f + 1)
2. Metode grafik Probit
Hewan uji diberi dosis-dosis yang menurun secara ekponensial
sehingga didapatkan data presentasi kematian berupa garis linier. Taraf
kepercayaan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
S = LD50 Sx
Sx = 25
(2N)12
S = LD84 LD16
2
3. Metode Farmakope Indonesia III
Rumus : m = a b (Pi 0,5)

2. Uji Toksisitas Sub-akut/ Sub-kronis

Uji toksisitas subkronis adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang


diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang
dari 3 bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spectrum efek toksik
senyawa uji serta untuk memperlihatkan apakah spectrum efek toksik itu
berkaitan dengan takaran dosis.

Pengamatan dan pemerikasaan yang dilakukan dari uji ketoksikan


subkronis meliputi :

1. Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak tujuh hari sekali.

2. Masukan makanan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan


yang diukur paling tidak tujuh hari sekali.

3. Gejala kronis umum yang diamati setiap hari.

4. Pemeriksaan hematologi paling tidak diperiksa dua kali pada awal dan
akhir uji coba.

5. Pemeriksaan kimia darah paling tidak dua kali pada awal dan akhir uji
coba.

6. Analisis urin paling tidak sekali.

7. Pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba.

Hasil uji ketoksikan subkronis akan memberikan informasi yang


bermanfaat tentang efek utama senyawa uji dan organ sasaran yang
dipengaruhinya. Selain itu juga dapat diperoleh info tentang
perkembangan efek toksik yang lambat berkaitan dengan takaran yang
tidak teramati pada uji ketoksikan akut. Kekerabatan antar kadar senyawa
pada darah dan jaringan terhadap perkembangan luka toksik dan
keterbalikan efek toksik.
Tujuan utama dari uji ini adalah untuk mengungkapkan dosis tertinggi
yang diberikan tanpa memberikan efek merugikan serta untuk
mengetahui pengaruh senyawa kimia terhadap badan dalam pemberian
berulang.
Pengamatan gejala toksis :
1. Pengamatan fisik, perilaku, saluran cerna, kulit dan bulu.

2. Berat badan hewan uji.

3. Asupan makan atau minuman untuk masing-masing hewan uji atau


kelompok

Hewan uji.

1. Pemeriksaan fungsi organ secara biokimia melalui analisis urin (bobot


jenis, protein total, volume urin, glukosa, bilirubin) dilakukan pada awal
dan akhir uji.

2. Pengamatan gejala klinis diperiksa melalui pengamatan fisik dalam


jangka waktu setelah pemejanan tiap hari selama 30 hari.

Sasaran uji ini adalah hispatologi organ (organ-organ yang terkena efek
toksik), gejala-gejala toksik, wujud efek toksik (kekacauan biokimia,
fungsional, dan struktural) serta sifat efek toksik. Selain itu juga batas
keamanan toksikologi terutama KETT.
Tata cara pelaksanaannya adalah:

1. Pemilihan hewan uji, dapat digunakan roden (tikus) dan nirroden


(anjing), sebaiknya dipilih hewan uji yang peka dan memiliki pola
metabolisme terhadap senyawa uji yang semirip mungkin dengan
manusia. Disarankan paling tidak satu jenis hewan uji dewasa, sehat,
baik jantan maupun betina. Jumlah yang digunakan paling tidak 10
ekor untuk masing-masing jenis kelamin dalam setiap kelompok
takaran dosis yang diberikan.

2. Pengelompokan, minimal ada empat kelompok uji yaitu 3 kelompok


dosis dan 1 kelompok kontrol negatif. Hal ini disebabkan karena untuk
regresi minimal digunakan 3 data sehingga dapat dianalisis hubungan
dosis dengan efek.
3. Takaran dosis, bergerak dari dosis yang sama sekali tida menimbulkan
efek toksis sampai dengan dosis yang betul-betul menimbulkan efek
toksik yang nyata. Minimal digunakan 3 peringkat dosis degan syarat
dosis yang tetinggi sebisa mungkin tidak mematikan hewan uji tetapi
memberi wujud efek toksik yang jelas (nyata). Sedangkan dosis
terendah yang digunakan setingkat dengan ED50-nya.

4. Pengamatan, berupa wujud efek toksik atau spektrumnya, semua jenis


perubahan harus diamati.

3. Uji Toksisitas Kronis

Uji toksisitas kronis adalah uji toksisitas yang meliputi pengamatan


terhadap stimulus-stimulus yang dapat menghambat atau mengganggu
kehidupan biota uji secara terus menerus dalam jangka waktu relatif
lama. Uji toksisitas kronis harus mempertimbangkan hal-hal yang
berhubungan dengan aktivitas kehidupan biota uji seperti pertumbuhan,
reproduksi dsb.

Jumlah dan spesies pada uji ini biasanya memakai satu spesies hewan
atau lebih. Kecuali ada indikasi lain biasanya dipakai tikus, anjing,
primata. Jumlah untuk tikus 40-100 ekor dalam setiap kelompok perlakuan
dan kontrol.

Cara pemberian, dosis

Cara pemberian sama seperti uji sub kronis. Kriteria seleksi dosis
juga sama. Pengujian pada tikus biasanya 2 tahun atau bahkan lebih
lama. Tetapi dianjurkan masa uji tidak lebih dari 30 bulan, karena timbul
kompilasi berupa tanda senilitas. Anjing dan monyet dipelihara selama 7
tahun atau lebih selam pengujian.

Pengamatan dan pemeriksaan:


Perlu dilakukan pada pemeriksaan BB, konsumsi makanan, uji
laboratorium dan pemeriksaan pasca mati.

Suatu percobaan yang baik yaitu dengan memberikan perlakuan


pemaparan untuk kedua jenis kelamin terhadap bahan kimia dengan dosis
yang berbeda. Dalam suatu percobaan efek bahan kimia dapat
menggunakan hewan coba hingga 500 ekor.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Toksikologi adalah bidang ilmu yang mempelajari racun, yaitu berbagai senyawa
kimia yang dapat mengakibatkan bahaya ketika masuk ke dalam tubuh makhluk hidup
melalui mulut atau kulit di dalam lingkungan. Toksisitas atau derajat racun adalah
potensi merusak dari suatu zat kimia. Istilah ini lebih baik menyatakan
kualitatif daripada kuantitatif. Kerusakan ini ditentukan oleh factor jumlah
zat kimia yang mengenai/masuk/diadsorpsi ke dalam tubuh (keparahan
pemaparan, dosis).

Penilaian toksisitas adalah penentuan potensi suatu bahan yang


bertindak sebagai racun, keadaan dimana potensi tersebut mulai disadari
dan ciri-ciri dari kerja dari racun tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Amiria, D.F. 2008. Uji Toksisitas. Skripsi FMIPA UI. Jakarta.

Anonim.2012.ToksikologiIndustri.https://uchanyuslan.wordpress.com/2012
/01/19/toksikologi

-industri.

Anonim. 2013. Toksisitas Kronis.


https://lethaldosisfifty.wordpress.com/toksisitas-kronis/.

Donatus, I.A. 2001. Toksikologi Dasar. Laboratorium Farmakologi dan


Toksikologi, Fakultas

Farmasi UGM, Yogyakarta.

Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar, diterjemahkan oleh Imono Argo


Donatos, Edisi III, IKIP. Semarang: Semarang Press.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI. 2007. Kumpulan Kuliah


Farmakologi.

Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai