A. PENDAHULUAN
Zuhud menurut para ahli sejarah tasawuf adalah fase yang mendahului
tasawuf. Menurut Harun Nasution, station yang terpenting bagi seorang calon sufi
ialah zuhd yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Sebelum
menjadi sufi, seorang calon harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sesudah menjadi
zahid, barulah ia meningkat menjadi sufi. Dengan demikian tiap sufi ialah zahid,
tetapi sebaliknya tidak setiap zahid merupakan sufi.
Secara etimologis, zuhud berarti raghaba ansyaiin wa tarakahu, artinya
tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti
mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.
Zuhud disini berarti tidak merasa bangga atas kemewahan dunia yang telah
ada ditangan, dan tidak merasa bersedih karena hilangnya kemewahan itu dari
tangannya. Bagi Abu Wafa al-Taftazani, zuhud itu bukanlah kependetaan atau
terputusnya kehidupan duniawi, akan tetapi merupakan hikmah pemahaman yang
membuat seseorang memiliki pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi itu.
Mereka tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak
menguasai kecenderungan kalbunya dan tidak membuat mereka mengingkari
Tuhannya. Lebih lanjut at-Taftazani menjelaskan bahwa zuhud adalah tidak
bersyaratkan kemiskinan. Bahkan terkadang seorang itu kaya, tapi disaat yang
sama diapun zahid. Ustman bin Affan dan Abdurrahman ibn Auf adalah para
hartawan, tapi keduanya adalah para zahid dengan harta yang mereka miliki.
Zuhud merupakan salah satu maqam yang sangat penting dalam tasawuf.
Hal ini dapat dilihat dari pendapat ulama tasawuf yang senantiasa mencantumkan
zuhud dalam pembahasan tentang maqamat,meskipun dengan sistematika yang
berbeda beda. Al-Ghazali menempatkan zuhud dalam sistematika : al-taubah,
al-sabr, al-faqr, al-zuhud, al-tawakkul, al-mahabbah, al-marifah dan al-ridla. Al-
Tusi menempatkan zuhud dalamsistematika : al-taubah,al-wara,al-zuhd, al-
faqr,al-shabr,al-ridla,al-tawakkul, dan al-marifah. Sedangkan al-Qusyairi
menempatkan zuhud dalam urutan maqam : al-taubah,al-wara,al-zuhud, al-
tawakkul dan al-ridla.
Jalan yang harus dilalui seorang sufi tidaklah licin dan dapat ditempuh
dengan mudah. Jalan itu sulit,dan untuk pindah dari maqam satu ke maqam yang
lain menghendaki usaha yang berat dan waktu yang bukan singkat, kadang
kadang seorang calon sufi harus bertahun tahun tinggal dalam satu maqam.
Benih benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan Nabi SAW. Hal
ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan pribadi
Nabi Muhammad SAW. Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari hari ia
berkhalwat di gua Hira terutama pada bulan Ramadhan. Disana Nabi banyak
berdzikir bertafakur dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Pengasingan
diri Nabi di gua Hira ini merupakan acuan utama para sufi dalam melakukan
khalwat. Sumber lain yang diacu oleh para sufi adalahkehidupan para sahabat
Nabi yang berkaitan dengan keteduhan iman, ketaqwaan, kezuhudan dan budi
pekerti luhur. Oleh sebab itu setiap orang yang meneliti kehidupan kerohanian
dalam Islam tidak dapat mengabaikan kehidupan kerohanian para sahabat yang
menumbuhkan kehidupan sufi di abad abad sesudahnya.
Setelah periode sahabat berlalu, muncul pula periode tabiin (sekitar abad
ke I dan ke II H). Pada masa itu kondisi sosial-politik sudah mulai berubah
darimasa sebelumnya. Konflik konflik sosial politik yang bermula dari masa
Usman bin Affan berkepanjangan sampai masa masa sesudahnya.Konflik politik
tersebut ternyata mempunyai dampak terhadap kehidupan beragama, yakni
munculnya kelompok kelompok Bani Umayyah,Syiah, Khawarij, dan Murjiah.
Tasawuf yang sering kita temui dalam khazanah dunia islam, dari segi
sumber perkembangannya, ternyata muncullah pro dan kontra, baik dikalangan
muslim maupun dikalangan non muslim. Mereka yang kontra menganggap bahwa
tasawuf islam merupakan sebuah faham yang bersumber dari agama-agama lain.
Pandangan ini kebanyakan diwakili oleh para orientalis dan orang-orang yang
banyak terpengaruh oleh kalangan orientalis ini.
Dengan tidak bermaksud untuk tidak melibatkan diri pada persoalan pro
dan kontra itu, dalam tulisan ini, kami akan mempertengahkan paham tasawuf
dalam tinjauan yang lebih universal karena tentang asal usul atau ajaran tasawuf,
kini semakin banyak orang menelitinya. Kesimpulannya perbedaan paham itu
disebabkan pada asal usul tasawuf tersebut. Sebagian beranggapan bahwa tasawuf
berasal dari masehi (Kristen), sebagian lagi mengatakan dari unsur Hindu-Budha,
Persia, Yunani, Arab, dan sebagainya. Untuk itulah, kami akan menguraikan asal
usul tasawuf dalam konteks kebudayaan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk
melihat apakah tasawuf yang ada di dunia islam terpengaruhi dengan konteks
kebudayaan tersebut atau tidak.
1. Unsur Nasrani (Kristen)
Bagi mereka yang berbbanggpan bahwa tasawuf berasal dari unsur
Nasrani, mendasarkan argumennya pada dua hal. Pertama, adanya interaksi antara
orang Arabdan kaum Nasrani pada masa jahiliyah maupun zaman islam. Kedua
adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan para asketis atau sufi dalam hal
ajaran cara mereka melatih jiwa dan mengasingkan diri dengan kehidupan Al-
masih dan ajaran-ajarannya, serta dengan para rahib ketika sembahyang dan
berpakaian.
2.Unsur Hindu Budha
Tasawuf dan system kepercayaan agama Hindu memiliki persamaan,
seperti sikap fakir. Darwis Al-Birawi mencatat adanya persamaan cara ibadah dan
mujahadah pada tasawuf dan ajaran hindu. Demikian juga pada paham
reinkarnasi, cara pelepasan dari dunia versi Hindu-Budha dengan persatuan diri
dengan jalan mengingat Allah.
3. Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani seperti Filsafat, telah masuk ke dunia islam pada akhir
Daulah Amawiyah dan puncaknya pada masa Daulah Abbasiyah ketika
berlangsung zaman penerjemahan filsafat Yunani.
4. Unsur Persia dan Arab
Sebenarnya Arab dan Persia memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada
bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Namun belum ditemukan
argumentasi kuat yang menyatakan bahwa kehidupan kerohanian Arab masuk ke
Persia hingga orang-orang Persia itu terkenal sebagai ahli-ahli tasawuf.
Barangkali ada persamaan antara istilah zuhud di Arab dengan zuhud menurut
agama manu dan mazdaq; antara istilah hakikat Muhammad dan paham Hormuz
dalam agama zarathustra.
KESIMPULAN
Munculnya aliran aliran zuhud pada abad I dan II H sebagai reaksi terhadap
hidup mewah khalifah dan keluarga serta pembesar pembesar negara sebagai
akibat dari kekayaan yang diperoleh setelah Islam meluas ke Syiria, Mesir,
Mesopotamia dan Persia. Orang melihat perbedaan besar antara hidup
sederhana dari Rasul serta para sahabat.
Pada akhir abad ke II Hijriyyah peralihan dari zuhud ke tasawuf sudah mulai
tampak. Pada masa ini juga muncul analisis analisis singkat tentang kesufian.
Meskipun demikian,menurut Nicholson,untuk membedakan antara kezuhudan
dan kesufian sulit dilakukan karena umumnya para tokoh kerohanian pada
masa ini adalah orang orang zuhud. Oleh sebab itu menurut at-
taftazani,mereka lebih layak dinamai zahid daripadasebagai sufi.
DAFTAR PUSTAKA