JUDUL SUB-KOMPONEN
PENYUSUNAN NASKAH ILMIAH SISTEM JARINGAN JALAN
KAWASAN PERBATASAN
LAPORAN PENDAHULUAN
(2432.001.001.107.P)
Ir. Pantja Dharma Oetojo, M.Eng.Sc Ir. Pantja Dharma Oetojo, M.Eng.Sc Handiyana, ST, M.Sc
NIP. 19670427 199103 1 003 NIP. 19670427 199103 1 003 NIP. 19750816 199903 1 002
Mengetahui,
Kepala Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................................1-1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................
1.2 Perumusan Masalah......................................................................................
1.3 Tujuan...........................................................................................................
1.4 Sasaran.........................................................................................................
1.5 Penerima manfaat.........................................................................................
1.6 Lingkup Kegiatan...........................................................................................
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA.................................................................................................2-1
2.1 Konsepsi Kawasan Perbatasan Antar-Negara...............................................
2.1.1 Definisi Kawasan Perbatasan............................................................
2.1.2 Konsepsi Kawasan Perbatasan sebagai Kawasan Strategis
Nasional.............................................................................................
2.1.3 Karakteristik Kawasan Perbatasan....................................................
2.2 Aspek Pengaturan (Kebijakan) dalam Pengembangan Kawasan
Perbatasan....................................................................................................
2.3 Kawasan Perbatasan di Kalimantan sebagai Fokus Wilayah Studi...............
2.4 Studi Terkait Kawasan Perbatasan..............................................................
2.4.1 Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional......................
2.4.2 Penyusunan Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan......................
2.4.3 Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Kalimantan Barat.............................................................................
2.4.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI)............................................................
2.5 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan
Kalimantan Sarawak Sabah (KASABA).................................................
2.6 Analisis Spasial...........................................................................................
2.6.1 Definisi Analisis Spasial...................................................................
2.6.2 Penggunaan Analisis Spasial...........................................................
2.6.3 Penentuan Jaringan Jalan dengan Analisis Spasial.........................
2.7 Analisis SWOT............................................................................................
2.8 Analisis Multikriteria.....................................................................................
2.8.1 Pengambilan Keputusan Dengan Kriteria Majemuk.........................
2.8.2 Penjabaran Hirarki Tujuan...............................................................
2.8.3 Penetapan Kriteria...........................................................................
2.8.4 Proses Hirarki Analitik......................................................................
2.8.5 Metodologi Proses Hirarki Analitik....................................................
2.8.6 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan........................................
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN.................................................................................3-1
3.1 Pendekatan...................................................................................................
3.2 Metode Penelitian..........................................................................................
3.2.1 Metode Pengumpulan Data...............................................................
3.2.2 Metode Analisis Data.........................................................................
3.2.3 Tahapan Penelitian............................................................................
BAB 4 RENCANA PELAKSANAAN PENELITIAN.............................................................4-1
4.1 Personil.........................................................................................................
4.2 Dana..............................................................................................................
4.3 Jadwal Kegiatan............................................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1 Jaringan Jalan Arteri Primer Bandara Pengumpul, Pelabuhan Utama
(Internasional), dan Pelabuhan Pengumpul (Nasional)...............................
Tabel 2-2 Jaringan jalan kolektor primer antara PKSN - Gerbang Lintas Negara
....................................................................................................................
Tabel 2-6 Jaringan Jalan Kolektor Primer yang Menghubungkan Antara Ibukota
Provinsi dengan Kota/Ibukota Kabupaten...................................................
Tabel 2-11 Konsep Pemetaan Potensi dan Kendala dalam analisis SWOT..................
Gambar 1-1 Konsep jaringan jalan dari sisi pertahanan dan keamanan...........................
Dalam konteks perdagangan regional ASEAN dan internasional, kawasan perbatasan dapat
dikategorikan sebagai kawasan strategis nasional yang memiliki fungsi penting bagi
berbagai kepentingan, meliputi: ekonomi, pertahanan, maupun sosial budaya. Melalui
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2007 2025, kawasan
perbatasan menjadi aspek pembangunan tata ruang dan wilayah yang dianggap penting,
dengna tujuan untuk bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah.
1
Kawasan perbatasan memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang untuk berinteraksi
langsung dengan negara tetangga serta memiliki nilai strategis terhadap kedaulatan negara,
pertahanan, dan keamanan. Pengembangan kawasan perbatasan dilakukan dengan
mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi ke dalam
(inward looking) yang memandang kawasan perbatasan sebagai wilayah pertahanan,
menjadi berorientasi ke luar (outward looking), yang didalamnya fungsi kawasan perbatasan
di samping sebagai wilayah pertahanan juga untuk meningkatkan aktivitas perekonomian
masyarakat dan sebagai pintu gerbang perdagangan dengan negara tetangga. Dengan
demikian, pendekatan pembangunan.
Dengan posisi strategis yang dimiliki tersebut, pembangunan infrastruktur jalan memiliki
dampak sebagai penunjang pembangunan kawasan. Saat ini telah dilakukan pembangunan
jalan di kawasan perbatasan sepanjang 670,2 km, pembangunan jalan di pulau terdepan
(terluar) sepanjang 571,8 km. Meskipun demikian, secara umum hingga saat ini kondisi
pembangunan di sebagian besar wilayah kabupaten/kota di kawasan perbatasan masih
sangat jauh tertinggal bila dibandingkan dengan pembangunan wilayah lain ataupun
dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah negara tetangga yang
berbatasan, khususnya di perbatasan Kalimantan. Jika ditinjau status ketertinggalan
wilayah, 27 kabupaten di kawasan perbatasan masih dapat dikategorikan sebagai daerah
tertinggal.
Implementasi atas sistem jaringan jalan ini masih belum mempertimbangkan konteks
pembangunan kesejahteraan sosial. Dengan pola lini, hubungan perdagangan yang
digambarkan ke dalam mobilitas dan aksesibilitas antarnegara belum dapat digambarkan
secara memadai. Dengan berlakunya perdagangan bebas baik ASEAN maupun
internasional serta kesepakatan serta kerjasama ekonomi baik regional maupun bilateral,
2
maka peluang ekonomi di beberapa wilayah perbatasan darat maupun laut menjadi lebih
terbuka dan perlu menjadi pertimbangan dalam upaya pengembangan wilayah tersebut.
Kerjasama sub-regional seperti AFTA (Asean Free Trade Area), IMS-GT (Indonesia
Malaysia Singapura Growth Triangle), IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth
Triangle), BIMP-EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipina-East Asian Growth Area) dan
AIDA (Australia Indonesia Development Area) perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga
memberikan keuntungan kedua belah pihak secara seimbang. Infrastruktur jalan
dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan kerjasama bilateral dan sub-regional, sehingga
dukungan konsep jaringan jalan perbatasan mendesak untuk dilaksanakan studinya.
Selain itu, kebutuhan untuk membangun dan mengelola jaringan jalan dengan kualitas yang
baik dan sesuai dengan karakteristik kawasan menjadi sangat penting. Selama ini,
dukungan atas pembangunan jaringan jalan di kawasan perbatasan masih tergolong belum
memadai, yang ditunjukkan dengan masih adanya keterisolasian kawasan dengan pusat
pertumbuhan lain di sekitarnya (Hadi, 2009). Percepatan dalam mendorong pembangunan
jaringan jalan dan peningkatannya merupakan salah satu perhatian Kementerian Pekerjaan
Umum, yang disampaikan oleh Menteri PU (2005) dalam Rapat Koordinasi Penyusunan dan
Pengendalian Program Pembangunan Daerah Perbatasan Terpadu. Atas dasar tersebut,
sistem dan konsep pengelolaan jaringan jalan, serta penyiapan teknologi jalan yang dapat
digunakan perlu diidentifikasi lebih lanjut. Hal ini ditujukan untuk menyiapkan kawasan
perbatasan dengan pendekatan pendekatan penanganan berupa security dan prosperity,
yang diselaraskan dengan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan, yang menjadi pemekanan
di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasiona (RPJPN).
1.3 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan studi ini adalah menyiapkan sistem jaringan jalan dan konsep
pengelolaannya yang terintegrasi dengan sistem transportasi kawasan, serta teknologi jalan
dan jembatan di kawasan perbatasan dengan karakteristik berbiaya rendah, berbahan lokal,
menerapkan teknologi sederhana, dan bersifat labor intensive.
1.4 Sasaran
3
3. Terumuskannya konsep teknologi dan manajemen teknologi jalan sesuai dengan
karakteristik kawasan perbatasan.
Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah Direktorat Jenderal Bina Marga (Kementerian
PU), dinas terkait, dan pemerintah daerah di kawasan perbatasan.
Pada lingkup ini, disampaikan kajian mengenai studi terdahulu, review atas
ketentuan legal yang berlaku, serta pengumpulan data sekunder awal. Hal ini
memberikan landasan bagi pelaksaan penelitian, meliputi penentuan wilayah studi,
serta datra periksa (checklist) kebutuhan data. Berbagai aspek terkait dilakukan
kajiannya, meliputi: arahan struktur ruang dan pola ruang yang menentukan arah
pengembangan jaringan jalan. Melalui kajian awal ini dapat dijabarkan ke dalam
pengembangan sistem jaringan jalan melalui pengembangan wilayah di kawasan
perbatasan
Penjabaran atas arahan struktur ruang berdasarkan studi awal ke dalam arahan
pengembangan jalan dan sistem jaringan jalan
Penjabaran atas arahan struktur ruang ini merupakan kelanjutan dari kajian data
awal yang sudah dilaksanakan. Berdasarkan studi yang ada, dilakukan analisis atas
pewujudan struktur ruang wilayah (sistem kota kota dan infrastruktur) yang hendak
mengarahkan pengembangan jaringan jalan di kawasan perbatasan.
Lingkup kegiatan ini sudah meliputi pengambilan data melalui instansi yang
berwenang (data sekunder) dan pengumpulan data di lapangan. Pengumpulan data
sekunder, diantaranya meliputi: data sosial ekonomi pada tiap kecamatan, data lalu
4
lintas asal dan tujuan, dan data demografi. Pengumpulan data sekunder ditujukan
untuk mengkinikan data yang sudah diperoleh sebelumnya berdasarkan kajian dan
pengumpulan data sekunder awal. Pengumpulan data ini menjadi dasar bagi
pengumpulan data di lapangan.
Data lapangan memberikan penguatan atas data dan informasi nyang sudah
dihasilkan melalui pengumpumpulan data sekunder. Pengumpulan data di lapangan,
meliputi: pengumpulan data kondisi lalu lintas, pengamatan atas kondisi fisik di
wilayah studi, pengamatan atas kondisi jalan dan koneksinya dengan sistem
transportasi di kawasan, dan pengamatan atas pola guna lahan.
Pada tahap akhir penelitian dilakukan perumusan atas konsep sistem jaringan jalan
dan pengelolaannya di kawasan perbatasan. Sistem jaringan jalan ini pun
diharapkan memiliki integrasi dengan sistem transportasi kawasan. Pengelolaanya
jaringan jalan pun mempertimbangkan arahan program nasional maupun kondisi di
lapangan. Penelitian menjabarkan kebutuhan teknologi dan manajemennya dengan
mendasarkan kepada pertimbangan karakteristik lokal kawasan: berbiaya rendah,
berbahan lokal, menerapkan teknologi sederhana, dan bersifat labor intensive.
5
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
Seiring dengan waktu, sampai dengan abad ke-19, kawasan perbatasan memiliki
fungsi militer yang dominan terutama di Eropa. Namun, ketiga fungsi tersebut
mengalami perubahan yang pesat, terutama karena adanya integrasi perdagangan
antarnegara dan pengurangan atas pembatasan terhadap pergerakan orang dan
barang yang melalui suatu Negara. Asia Tenggara melalui kebijakan regional ASEAN
turut mendorong peningkatan pergerakan penduduk secara leluasa tanpa
membutuhkan visa. Selain itu, dengan dibukanya pusat pusat pertumbuhan ekonomi
di sepanjang perbatasan melalui growth triangle (contohnya segitiga pertumbuhan
Kalimantan) maupun penetapan Free Trade Zone (FTZ), mendorong penguatan
terhadap fungsi ekonomi pada sebagian kawasan perbatasan.
1
3. Fase ketiga; fungsi ekonomi dan sosial di kawasan perbatasan semakin
menurun. Terdapat liberalisasi terhadap perdagangan dan kebijakan paspor,
dengan pembatasan simultan terhadap pergerakan orang, termasuk
pengendalian atas pergerakan barang. Integrasi ekonomi antarnegara yang
bertetangga pun sering diasosiasikan muncul di dalam fase ini.
2
yang terdepan dalam menjaga kedaulatan suatu Negara, maka kawasan perbatasan
menjadi kawasan strategis bagi suatu Negara. Dengan demikian, kawasan perbatasan
antarnegara menjadi kawasan strategis nasional, sebagaimana dikonsepsikan di
dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP No. 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).
3
a) pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas
dengan negara tetangga;
4
karakteristiknya dapat diidentifikasi. Klasifikasi ini ditujukan untuk meningkatkan studi
komparatif dengan mengelompokkan karakteristik proses timbulnya pengembangan
kawasan perbatasan dan menggambarkan proses pengembangan ke tahap
selanjutnya. Klasifikasi juga memfokuskan perhatian pada faktor kontribusi bagi
pengembangan kawasan perbatasan. Sebuah tipologi pengembangan kawasan
perbatasan dengan menyoroti beberapa hubungan ekonomi dan institusi, jaringan
infrastruktur, biaya tenaga kerja, dan faktor migrasi. Menurut Wu (2001:22), rencana
pengembangan kawasan perbatasan Tumen River Development Zone
menggambarkan perbedaan sangat mendasar antara Hongkong dan Shenzhen.
Pengembangan kawasan perbatasan berbasis sektor informal antara Polandia dan
Jerman dan antara Thailand dan tetangganya berbeda dengan euro region (Uni
Eropa). Kawasan China-Hongkong-Macau, atau Uni Eropa (EU) mempunyai konsep
enterprise network (jejaring perusahaan). Untuk kebutuhan pembanding, maka tipologi
ini dapat menjelaskan berbagai macam dinamika pengembangan wilayah kawasan
dimaksud.
5
kebijakan yang menuntut perhatian lebih besar jika pengembangan yang lebih maju
akan dilakukan pada tahapan berikutnya. Berdasarkan tipologi ini, setiap Negara dapat
melakukan klasifikasi atas tipe kawasan perbatasannya dan memberikan intervensi
yang tepat atas faktor faktor yang berpengaruh.
6
Di dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan perbatasan
merupakan kawasan strategis dipandang dari aspek pertahanan dan keamanan.
Pengaturan ini menegaskan peran oleh Negara untuk memperhatikan kawasan
perbatasan dalam penataan ruang dengan mengedepankan atas aspek pertahanan. Di
dalam PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTWN dengan tegas mengkaitkan
pengembangan kawasan perbatasan dengan Pusat Kegiatan Strategis Nasional di
Kawasan Perbatasan, yang selanjutnya disebut PKSN. Konsep pengembangannya
adalah sebagai kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan
kawasan perbatasan negara. Jaringan jalan strategis nasional pun dikembangkan
untuk menghubungkan antar-PKSN dalam satu kawasan perbatasan Negara. Konsep
dasar yang digunakan dalam pengembangan kawasan perbatasan , yaitu : pendekatan
kesejahteraan, pendekatan keamanan, dan pendekatan lingkungan.
7
lingkungan dan meminimasi dampak yang akan ditimbulkan oleh kegiatan
pembangunan.
Sumber: PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
8
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi,
sosial dan budaya, serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk
berhubungan dengan negara tetangga.
Khusus dalam pengelolaan pulau kecil terluar, yang menjadi bagian dari kawasan
perbatasan, pemerintah telah pula menerbitkan Perpres 78 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Tujuan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar
berdasarkan Perpres ini selain untuk menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa, serta
menciptakan stabilitas kawasan, melalui pemanfaatan sumberdaya alam dalam rangka
pembangunan yang berkelanjutan serta memberdayakan masyarakat dalam rangka
peningkatan kesejahteraan. Bidang-bidang yang dikelola dalam pengelolaan pulau-
pulau kecil terluar antara lain: (1) sumberdaya alam dan lingkungan hidup; (2)
infrastruktur dan perhubungan; (3) pembinaan wilayah; (4) pertahanan dan keamanan;
(5) ekonomi, sosial, dan budaya.
9
2.3 Kawasan Perbatasan di Kalimantan sebagai Fokus Wilayah Studi
Secara umum hingga saat ini kondisi pembangunan di sebagian besar wilayah
kabupaten/kota di kawasan perbatasan masih sangat jauh tertinggal bila dibandingkan
dengan pembangunan wilayah lain ataupun dibandingkan dengan kondisi sosial
ekonomi masyarakat di wilayah negara tetangga yang berbatasan, khususnya di
perbatasan Kalimantan. Kawasan perbatasan yang mendapatkan perhatian serius
pada awal RTRWN dan RPJMN 2010 2014, karena persoalan kesenjangan yang
besar dengan kawasan perbatasan Negara lainnya, salah satunya adalah Kecamatan
Paloh dan Kecamatan Sajingan Besar, keduanya terletak di Kabupaten Sambas
Kalimantan Barat, yang sekaligus merupakan bagian dari PKSN.
10
berkembang menjadi sebuah pusat pertumbuhan baru dalam lingkup regional di
kawasan Asia Tenggara, khususnya ASEAN bagian Timur.
Dalam lingkup regional, posisi geografis Kabupaten Sambas menghadap Laut Natuna
dan berada tepat pada jalur Laut Natuna dan Udara Internasional diantara Samudra
Hindia dan Samudra Pasifik. Disamping itu, Paloh sebagai kecamatan paling utara
hanya berjarak kurang lebih 250 Km dari Batam dan Pulau Natuna, yang
menjadikannya daratan paling dekat dengan Pulau Natuna dibanding daerah lain yang
ada di Indonesia. Kawasan pengembangan yang membentuk segitiga dengan Batam
dan Pulau Natuna akan sangat menguntungkan mengingat pertumbuhan yang pesat
dari dua pulau tersebut. Posisi Kabupaten Sambas dengan kecamatannya yang
berbatasan dapat disimak pada Gambar 2-2 sebagai berikut.
11
Gambar 2-2 Kecamatan di Perbatasan Indonesia Malaysia, Kabupaten Sambas
12
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), terdapat
beberapa arahan pengembangan yang ditujukan untuk wilayah Provinsi Kalimantan
Barat, yang akan diuraikan berikut.
Pengembangan sistem jaringan jalan yang ditetapkan dalam RTR Pulau Kalimantan di
wilayah perencanaan menurut prioritas penanganannya meliputi:
13
Pagatan Batulicin Tanah Grogot Kuaro Penajam Balikpapan Loa Janan
Samarinda Bontang Sangata Simpang Pedau Muarawahau Labanan -
Tanjung Redeb Tanjung Selor Malinau Simanggaris Batas Negara dengan
Prioritas Tinggi.
14
2.4.3 Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Barat
Tabel 2-1 Jaringan Jalan Arteri Primer Bandara Pengumpul, Pelabuhan Utama
(Internasional), dan Pelabuhan Pengumpul (Nasional)
No. Jalan / Ruas Jalan Keterangan (menghubungkan)
1. Jalan Pak Kasih ke Pelabuhan Utama Pontianak
2. Jalan Rahadi Usman
15
No. Jalan / Ruas Jalan Keterangan (menghubungkan)
3. Jalan Tanjungpura
4. Jalan Pahlawan
5. Jalan Sultan Hamid II
6. Jalan Gusti Situt Mahmud
7. Jalan Khatulistiwa
8. Jalan Tanjung Raya II
9. Jalan Veteran
10. Jalan Ahmad Yani
11. Jalan Sukarno-Hatta ke Bandara Supadio
12. Jalan penghubung Arteri Supadio Jl. Raya ke Terminal Tipe A Sei Ambawang
Ambawang
13. Jalan Raya Ambawang
14. ke Pelabuhan Pengumpul
Jalan Kuala
Singkawang
15. Jalan ke Bandara Singkawang
16. Jalan Pelabuhan Sintete ke Pelabuhan Pengumpul Sintete
17. Jalan Pelabuhan Merbau ke Pelabuhan Pengumpul Merbau
18. Jalan Bandara Paloh
19. Jalan Bandara Susilo/Tebelian
20. Jalan Bandara Pangsuma
21. Simpang Dua Teluk Melano
22. ke Pelabuhan Pengumpul Teluk
Teluk Melano Teluk Batang
Batang
23. Jalan ke Bandara Rahadi
Osman/Tempurukan
24. Jalan ke Pelabuhan Ketapang
25. ke Pelabuhan Pengumpul
Pelang Kendawangan
Kendawangan
Sumber : RTRW Kalimantan Barat
c. Jaringan Jalan Kolektor Primer Antar-PKW dan Antara PKW dan PKWp/PKL
Tabel 2-2 Jaringan jalan kolektor primer antara PKSN - Gerbang Lintas Negara
No. Jalan / Ruas Jalan Keterangan (menghubungkan)
1. Temajuk batas negara ke Melanau/Sematan
2. Aruk batas negara ke Biawak/Lundu
3. Jagoi Babang batas negara ke Serikin/Bau
4. Jasa batas negara ke Pantu/Sri Aman
5. Nanga Badau batas negara ke Lubok Antu/Sri Aman
Sumber : RTRW Kalimantan Barat, 2011
16
No. Antara PKW-PKSN Keterangan (menghubungkan)
1. Sambas Tanjung Harapan
2. Teluk Kalong Tanah Hitam
3. Tanah Hitam Sungai Sumpit ke Bandara Pengumpul Paloh dan
ke Pelabuhan Pengumpul Merbau
4. Ceremai Temajuk ke Terminal Khusus Tanjung Api
5. Tanjung Harapan Tanjung
6. Tanjung Aruk
7. Singkawang Bengkayang
8. Bengkayang Jagoi Babang
9. Sintang Nanga Merakai
10. Nanga Merakai Senaning
11. Senaning Jasa
12. Putussibau Nanga Badau
Sumber: RTRW Kalimantan Barat, 2011
Tabel 2-4 Jaringan Jalan Kolektor Primer Antar PKW dan Antara PKW dan
PKWp/PKL
No. JALAN / RUAS JALAN Keterangan (menghubungkan)
1. Sungai Pinyuh Anjongan
2. Anjongan Sidas
PKW Mempawah dengan PKW Sanggau
3. Sidas Ngabang
4. Ngabang Sosok
5. Anjongan Simpang Tiga PKW Mempawah dengan PKWp
6. Simpang Tiga Bengkayang Bengkayang
7. Sungai Ukoi Nanga Pinoh PKW Sintang dengan PKWp Nanga Pinoh
8. Nanga Pinoh Nanga Ella dan ke
9. Nanga Ella Batas Provinsi PKN Palangkaraya (Trans-Kalimantan Lintas
Kalbar/Kalteng Tengah; lintasan kedua PKN Pontianak
PKN Palangkaraya setelah via Nanga Tayap)
10. Nanga Pinoh Kota Baru PKWp Nanga Pinoh dengan PKL Kota Baru
11. Simpang Medang Nanga Mau PKW Sintang dengan PKL Nanga
12. Nanga Mau Nanga Serawai Mau dan PKL Nanga Serawai
13. Simpang Sejiram Semitau PKW Sintang dengan PKL Semitau
14. Ketapang Sukadana PKW Ketapang dengan
PKWp Sukadana-Teluk
15. Sukadana Teluk Melano
Melano
Sumber: RTRW Kalimantan Barat, 2011
17
No. JALAN / RUAS JALAN Keterangan
7. Sentebang Tanah Hitam
Sumber: RTRW Kalimantan Barat, 2011
Tabel 2-6 Jaringan Jalan Kolektor Primer yang Menghubungkan Antara Ibukota
Provinsi dengan Kota/Ibukota Kabupaten
No. Jalan / Ruas Jalan Keterangan (menghubungkan)
1. Jalan Adi Sucipto Pontianak Sungai Raya
2. Jalan Tanjung Hulu Pontianak Sungai Raya
3. Km 58 Pontianak Tayan Pal 20 Ngabang Pontianak Ngabang
4. Sungai Ukoi Nanga Pinoh Pontianak Nanga Pinoh
5. Sambas Ledo Sambas Bengkayang
6. Sidas Simpang Tiga Bengkayang Ngabang
7. Sekadau Balai Berkuak Sekadau Sukadana / Ketapang
Sumber: RTRW Kalimantan Barat, 2011
Tabel 2-7 Jaringan Jalan Kolektor Primer yang Menghubungkan Antar Kota/Ibukota
Kabupaten
No. Jalan / Ruas Jalan Keterangan (menghubungkan)
1. Sambas Ledo Sambas Bengkayang
2. Sidas Simpang Tiga Bengkayang Ngabang
3. Km 52 Pontianak-Tayan Pal 20 Ngabang Pontianak Ngabang
4. Jalan Adi Sucipto Pontianak Sungai Raya
5. Jalan Tanjung Hulu Pontianak Sungai Raya
6. Sungai Ukoi Nanga Pinoh Pontianak Nanga Pinoh
7. Sungai Durian Rasau Jaya Sungai Raya Sukadana
(melalui penyeberangan)
8. Sekadau Nanga Taman
Sekadau Sukadana / Ketapang
9. Nanga Taman Balai Berkuak
10. Tumbang Titi Marau
Ketapang Sukamara (Kalteng)
11. Marau Manismata
Sumber: RTRW Kalimantan Barat, 2011
18
1. Ledo Serimbu
2. Serimbu Kuala Behe
3. Kuala Behe Ngabang
4. Kuala Behe Muara Ilai
5. Kembayan Balai Sebut
6. Balai Sebut Balai Sepuak
7. Balai Sepuak Semubuk
8. Bodok Meliau
9. Kota Baru Nanga Sokan
10. Nanga Tayap Siduk
11. Marau Sungai Gantang
12. Pontianak Sungai Kakap
Sumber: RTRW Kalimantan Barat, 2011
19
(Bengkayang), Aruk (Sambas), Jasa (Sintang), dan Temajuk (Sambas, untuk
pariwisata TemajukMelano).
6. Saat ini jaringan jalan utama yang terdapat di Provinsi Kalimantan Barat adalah
jaringan jalan pararel perbatasan Tanjung Entikong Perbatasan di Kabupaten
Sanggau, dan jalan yang menghubungkan antara pusat-pusat kegiatan di
provinsi dengan jalan paralel perbatasan. Jalan paralel perbatasan ini merupakan
jalan kolektor untuk mengakses daerah perbatasan dan membuka peluang bagi
daerah Entikong untuk berkembang. Selain itu di Kalimantan Barat juga sudah
mulai di bangun jalan Trans Kalimantan yang menghubungkan Provinsi
Kalimantan Barat dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimanatan
Timur.
20
memerlukan pengembangan lebih lanjut, seperti Sumpit Ciremai Sambas, Sei Ayak
Sei Asam Sekadau, dan Semitau Semitau Seberang Kapuas Hulu.
Lintasan dalam kabupaten juga mendukung pergerakan untuk skala provinsi. Dengan
melihat kondisi dengan semakin banyaknya arus pergerakan masyarakat, perbaikan
kondisi jalan sangat diperlukan. Hal ini juga akan mendukung aktivitas masyarakat
dalam kabupaten tersebut. Lintasan dalam kabupaten yang memerlukan
pengembangan adalah Telok Malike Jangkang II Kubu Raya, Kubu Padang Tikar
Kubu Raya, Teluk Batang P. Maya Kayong Utara, Teluk Batang Karimata Kayong
Utara. Lintasan dalam kabupaten yang memerlukan pemantapan dan perbaikan
adalah Parit Sarem Sungai Nipah Kubu Raya, Rasau Jaya Pinang Luar, Penjajab
Jawai Sambas.
21
Arahan pengembangan jaringan jalan nasional di Wilayah Perencanaan mencakup
pengembangan jaringan jalan arteri primer, pengembangan jaringan jalan kolektor
primer, dan pengembangan jalan strategis nasional.
Jaringan jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah
60 km per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 meter, dimaksudkan untuk
melayani lalulintas jarak jauh yang tidak boleh terganggu oleh lalulintas ulang alik,
lalulintas lokal, dan kegiatan lokal, serta bila memasuki kawasan perkotaan dan/atau
kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus. Pengembangan jaringan
jalan arteri primer meliputi: (1) Jaringan Arteri Primer Antar-PKN dan PKW, yang terdiri
atas ruas Pontianak - Sungai Pinyuh Mempawah Singkawang Sambas dan ruas
Tanjung Entikong, dan (2) Jaringan Jalan Arteri Primer Antara PKW/PKSN Gerbang
Lintas Negara, yaitu Entikong Batas Negara (menghubungkan Ke tebedu/Serian).
Jaringan jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 40 km per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 meter dan bila
memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak
boleh terputus.
Pengembangan jalan kolektor primer meliputi: (1) Jaringan Kolektor Primer Antar
PKSN Gerbang Lintas Negara, yaitu Nanga Badau Batas Negara menghubungkan
ke Lubok Antu/Sri Aman, (2) Jaringan Jalan Kolektor Primer Antara PKW-PKSN, yang
mencakup Sambas Tanjung Harapan, Singkawang Bengkayang, Bengkayang
Jagoi Babang, dan Putussibau Nanga Badau, (3) Jaringan Jalan Kolektor Primer
Antar-PKW dan Antara PKW dan PKWp/PKL, yaitu Simpang Tiga Bengkayang
menghubungkan PKW Mempawah dengan PKWp Bengkayang. Pengembangan
jaringan jalan strategis nasional mencakup pengembangan Jalan Paralel Perbatasan
Jagoi Babang Entikong (antar PKSN).
22
1. Pembangunan terminal tipe B yang termasuk dalam pengembangan jaringan
transportasi nasional yang ada di wilayah provinsi, yaitu Entikong dan Nanga
Badau. Sedangkan pembangunan terminal tipe B yang termasuk dalam sistem
jaringan transportasi provinsi adalah Kota Sambas dan Bengkayang.
Pembangunan terminal tipe B yang berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan antar-kota dalam provinsi, angkutan kota, dan angkutan perdesaan.
2. Pengembangan terminal yang digunakan khusus sebagai prasarana transportasi
untuk aktivitas bongkar muat barang. Adanya angkutan tersebut dapat digunakan
untuk pergerakan intra dan/atau antar-moda transportasi. Simpul jaringan jalan
nasional terminal barang terdapat di PKSN Entikong.
3. Pengembangan enam kawasan lintas batas negara (gerbang darat internasional),
yaitu di Entikong (Sanggau), Nanga Badau (Kapuas Hulu), Jagoi Babang
(Bengkayang), Aruk (Sambas), Jasa (Sintang), dan Temajuk (Sambas, untuk
pariwisata TemajukMelano).
4. Saat ini jaringan jalan utama yang terdapat di Provinsi Kalimantan Barat adalah
jaringan jalan pararel perbatasan Tanjung Entikong Perbatasan di Kabupaten
Sanggau, dan jalan yang menghubungkan antara pusat-pusat kegiatan di
provinsi dengan jalan paralel perbatasan. Adapun jalan pararlel perbatasan
merupakan jalan arteri untuk mengakses daerah perbatasan dan membuka
peluang bagi daerah Entikong untuk berkembang. Selain itu di Kalimantan Barat
juga sudah mulai di bangun jalan Trans Kalimantan yang menghubungkan
Provinsi Kalimantan Barat dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan
Timur.
5. Jaringan rel kereta api melalui Kabupaten Ketapang, Sanggau, Sekadau,
Sintang, Kapuas Hulu, Kubu Raya, Landak, Pontianak, Bengkayang, dan
Sambas.
23
yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis masing-masing
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagai bagian dari
dokumen perencanaan pembangunan; dan
Posisi MP3EI di dalam rencana pembangunan pemerintah dapat dilihat pada Gambar
2-3.
Koridor ekonomi Indonesia terbagi menjadi 6 area seperti terlihat pada yang terdiri dari:
1. Koridor ekonomi Sumatera
2. Koridor ekonomi Jawa
3. Koridor ekonomi Kalimantan
4. Kordior ekonomi Sulawesi dan Maluku Utara
5. Koridor ekonomi Bali dan Nusa Tenggara
6. Koridor ekonomi Papua dan Maluku
24
Gambar 2-4 Koridor ekonomi Indonesia
Berdasarkan Gambar 2-4, terdapat 3 koridor ekonomi yang memiliki perbatasan darat
dengan dengan negara lain:
3. Perbatasan dengan Timor Leste: Koridor ekonomi Bali dan Nusa tenggara
25
yang saling menguntungkan sistem prasarana wilayah diantara negara-negara
tetangga).
Menetapkan sistem kota dengan petimbangan ekonomi, pertahanan,
keamanan dan sistim lingkungan serta mengembangkan arahan Pos
Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) dengan dukungan sarana pengendalian dan
karantina untuk cukai dan imigrasi yang telah ditetapkan.
Merumuskan arahan kebijakan spasial untuk masing-masing negara dalam hal
pertahanan dan Keamanan.
26
Membuka keterisolasian wilayah.
Skenario II Kebutuhan investasi tidak terlalu Kegiatan ekonomi yang tumbuh terbatas
besar, pada perdagangan dengan pangsa pasar
Kerusakan lingkungan (illegal loging) yang bersifat kontemporer,
dapat diminimasi, Sumberdaya alam yang ada tidak dapat
Mengurangi arus tenaga kerja illegal, didayagunakan secara optimal,
Terjalin kerjasama perdagangan Kesempatan kerja sangat terbatas,
regional dengan negara tetangga, Membutuhkan dukungan pengawasan
Tidak mebutuhkan penguasaan pasar pabeanan yang memadai.
untuk komoditi tertentu.
Berdasarkan issu, permasalahan dan visi misi pengembangan serta dikaitkan dengan
kedua skenario yang disebutkan pada Jakstra, maka dapat terlihat keterkaitan antara
keduanya sebagai berikut:
27
2.6 Analisis Spasial
Analisis spasial atau statistik spasial adalah semua teknik studi terhadap semua
hubungan entitas dengan menggunakan topologi, geometri, dan geografi (Wikipedia,
2012). Analisis ini berhubungan dengan perubahan bentuk atau deformasi dari objek
yang dikenal dengan topologi. Topologi dengan geometri dapat mempelajari perubahan
bentuk, ukuran, dan bentuk matematis dari suatu objek. Objek yang digunakan dalan
analisis spasial adalah objek geografis dimana objek tersebut memiliki referensi
tertentu misalnya sistem koordinat peta.
Analisis spasial banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti penentuan lokasi
ATM (Auto Teller Machine) terbaik, penentuan lokasi terminal bus, dan pembuatan
konsep jaringan jalan dengan memperhatikan parameter-parameter yang berhubungan
dengan analisis tersebut. Analisis spasial sering digunakan untuk pembuatan sistem
jaringan jalan pada suatu kawasan dengan bantuan teknologi Sistem Informasi
Geografis (SIG) seperti yang telah dilakukan di daerah Sogah, Mesir (Ebrahim & Abed-
Elhafez, 2011) dimana data-data spasial seperti digital elevation model (DEM)
digunakan sebagai parameter untuk proses analisis. Contoh lain adalah penggunaan
SIG sebagai perangkat pembantu untuk analisis spasial dalam mengembangkan
konsep jaringan jalan di negara berkembang (Singh, 2010).
(li vi)
LineWeig h ted Mean ( LWM )= i=1
L
28
dengan:
li = panjang dari segmen i
vi = kesesuaian nilai pixel dari raster pada segmen tersebut
L = panjang total dari segmen
Secara garis besar terdiri dari identifikasi criteria penilaian, pra-pengolahan spasial,
pembebanan dari criteria dan tema, spatial multi-criteria assessment, dan analisis
jaringan jalan.
IDENTIFY
DATA ACQUISITION &
ASSESMENT
(PRE)PROCESSING
INVOLVEMENT
STAKEHOLDER
CRITERIA
ACQUIREWEIGHT
(STAKEHOLDERS)
WEIGHTING
FORMULATE
POLICYVISIONS
(EXPERTS)
SENSITIVITY& OPTIMAL
COMPARE
UNCERTAINTY TRANSPORT
ANALYSIS ROUTES
29
karakteristiknya, maka metoda evaluasi yang paling cocok untuk memetakan potensi
dan kendala dari kaji ulang Tatrawil adalah metoda SWOT yang elemen dasarnya
adalah memetakan kondisi eksisting dan potensial yang ada ke dalam 4 kuadran,
yakni: 2 kuadran dari faktor internal berupa kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weaknesses) dan 2 kuadran dari faktor eksternal berupa peluang (opportunities), dan
ancaman (threats). Pada tabel berikut disampaikan konsep umum analisis SWOT ini.
Tabel 2-11 Konsep Pemetaan Potensi dan Kendala dalam analisis SWOT
Konteks penggunaan analisis SWOT ini biasa dilakukan oleh suatu organisasi yang
bertanggungjawab dalam perencanaan strategis untuk meng-assess kondisi/kegiatan
eksisting dan menyusun arahan bagi kegiatan baru di masa datang.
S 30
Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal
yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar
matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths) mampu
mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana
cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage)
dari peluang (opportunities)yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths)
mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan terakhir adalah bagimana cara
mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats)
menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.
Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset pada Universitas
Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an.
Model Multi Criteria Analysis (MCA) merupakan salah satu teknik untuk melakukan
pengambilan keputusan pada kasus yang kompleks. Kompleksitas permasalahan
dapat disebabkan oleh karena banyaknya informasi yang harusdipertimbangkan atau
dapat juga disebabkan oleh karena banyaknya pendapat dan sudut pandang yang
harus difasilitasi. Melalui penerapan metode MCA, hierarki atau ranking prioritas
alternatif-alternatif keputusan yang mungkin dilaksanakan dapat ditetapkan, sehingga
pada gilirannya memudahkan pengambil keputusan dalam mencari solusi yang
optimal.
Secara garis besar kegiatan MCA terdiri atas beberapa langkah utama, yaitu
penetapan sasaran, penetapan kriteria, pembobotan (weighting) kriteria, dan penilaian
(scoring) atas berbagai alternatif keputusan yang berkaitan dengan kriteria. Sasaran
(objectives) ditetapkan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Setelah sasaran
ditetapkan, ditetapkan kriteria yang ingin diterapkan berkaitan dengan sasaran
tersebut.
Kriteria bisa merupakan kondisi ideal yang ingin dicapai atau kondisi batas yang
menjadi prasyarat bagi tercapainya sasaran. Kriteria dapat juga berfungsi sebagai tolok
ukur bagi tercapainya sasaran yang diinginkan. Pengembangan dan penetapan kriteria
kemudian dilanjutkan dengan pembobotan kriteria. Cara yang umum digunakan dalam
hal ini adalah dengan memperbandingkan preferensi atau tingkat kepentingan masing-
31
masing kriteria satu sama lain untuk mendapatkan bobot yang proporsional antara
masing-masing kriteria tersebut.
Penetapan bobot merupakan salah satu bagian yang penting dalam proses MCA.
Langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian atas beberapa pilihan alternatif
keputusan yang ada dengan menggunakan kriteria yang sudah dibobotkan pada
langkah sebelumnya. Untuk masing-masing kriteria, seluruh alternatif keputusan yang
ada dinilai dan diperbandingkan. Hasil penilaian atas masing-masing alternatif
keputusan per kriteria kemudian dikalikan dengan hasil pembobotan kriteria. Hasil
akhirnya adalah total skor masing-masing alternatif keputusan. Ranking prioritas
berbagai alternatif keputusan dapat disusun berdasarkan total skor.
Pada banyak kasus, kriteria seringkali masih bersifat abstrak. Hal ini terutama berlaku
pada jenis kriteria yang berkaitan dengan penentuan kebijakan. Dalam hal ini, sebelum
melakukan skoring, kriteria perlu terlebih dahulu diturunkan atau dijabarkan menjadi
satu atau beberapa indikator atau variabel operasional penilaian. Dengan demikian
seluruh alternatif pilihan dinilai dan dibandingkan menurut variabel operasionalnya.
Dalam penerapannya, dikenal beberapa macam teknik yang termasuk dalam jenis
analisis MCA, seperti analisis kinerja matriks langsung (direct analysis of the
performance matrix), model linier aditif, model teori atribut utilitas, model analytical
hierarchy process (AHP), dan sebagainya. Setiap model memiliki kelebihan dan
kekurangan, yang penggunaannya sangat bergantung pada jenis data yang dianalisis.
Model analisis langsung kinerja matriks langsung, misalnya, cukupbaik jika diterapkan
pada kondisi yang dominansi antar-kriterianya cukup jelas. Model ini sangat praktis,
namun kurang tepat jika diterapkan pada kasus kriteria yang bersifat kompleks.
Sedangkan model AHP cenderung agak rumit dalam proses pembobotan kriteria,
namun cukup efektif untuk digunakan pada analisis kriteria yang cenderung kompleks.
Apabila kriteria yang dibahas cukup kompleks, model yang baik untuk digunakan
adalah model AHP.
32
yang akan dijadikan sebagai alat untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan tersebut.
Pada persoalan yang sederhana kriteria yang digunakan hanya satu, namun untuk
permasalahan yang kompleks dapat terdiri atas lebih dari satu kriteria atau kriteria
majemuk.
Suatu tujuan yang masih bersifat umum dapat dijabarkan lagi dalam sub tujuan-sub
tujuan yang lebih spesifik, yang dapat menjelaskan apa yang dimaksud dalam tujuan
umum. Penjabaran ini dapat dilakukan terus sehingga diperoleh tujuan yang
operasional. Pada hirarki terendah dapat ditentukan kriteria yang merupakan ukuran
pencapaian tujuan dan satuan pengukuran bagi kriteria tersebut. Tidak ada pedoman
yang pasti sampai seberapa jauh penjabaran tujuan ke tingkat yang lebih rendah.
Penjabaran tujuan tersebut dapat dihentikan dengan mempertimbangkan keuntungan
dan kekurangan yang diperoleh apabila tujuan tersebut dijabarkan lebih lanjut.
Sebelum menetapkan suatu tujuan untuk dijabarkan ke dalam tujuan yang lebih rendah
dilakukan tes kepentingan terlebih dahulu apakah suatu tindakan atau hasil yang
terbaik dapat diperoleh jika tujuan tersebut tidak dimasukkan.
Penjabaran tujuan kedalam suatu hirarki dapat diteruskan hingga diperoleh tujuan
yang bersifat operasional dan dipahami secara operasional. Tidak ada pedoman yang
pasti hingga seberapa jauh penjabaran tujuan menjadi sub-tujuan yang lebih rinci
dihentikan. Tentunya pengambil kebijakan yang akan menentukan, dengan
mempertimbangkan keuntungan dan kekurangan yang dapat diperoleh jika tujuan
tersebut diperinci lebih lanjut.
Namun demikian beberapa hal yang perlu beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan proses penjabaran hirarki tujuan (Kuntoro dan Listiarini, 1987) adalah
sebagai berikut:
1. Dalam penjabaran tujuan ke dalam sub tujuan, setiap aspek tujuan yang lebih
tinggi harus tercakup pada sub tujuan tersebut.
2. Menghindari pembagian tujuan yang terlalu banyak, baik dalam arah horisontal
maupun arah vertikal.
33
3. Sebelum menetapkan suatu sub tujuan dilakukan uji kepentingan yang
mempertanyakan apakah hasil yang terbaik dapat diperoleh bila tujuan tersebut
tidak ada.
Tujuan yang bersifat umum dapat dijabarkan kedalam beberapa sub tujuan yang lebih
terperinci, yang menjelaskan apa yang dimaksud oleh tujuan di atasnya. Penjabaran ini
dapat dilakukan terus sehingga diperoleh tujuan yang bersifat operasional. Pada hirarki
terendah dapat ditentukan kriteria yang merupakan ukuran dari pencapaian tujuan dan
dapat ditetapkan bagaimana kriteria tersebut diukur. Penjabaran tujuan kedalam hirarki
yang lebih rendah pada dasarnya ditujukan untuk mendapatkan kriteria yang dapat
diukur. Penjabaran hirarki tujuan dapat dijelaskan pada Gambar 2-6.
Gambar 2-6 menyatakan adanya 8 sub tujuan yang merupakan penjabaran dari tujuan
awal. Kemudian ke-8 sub tujuan ini dapat digunakan untuk melanjutkan proses analisis
berikutnya. Akan tetapi mungkin prosesnya akan berkepanjangan karena akan
menyangkut usaha penetapan preferensi pengambil keputusan untuk tiap kriteria,
penetapan tingkat kepentingan antar kriteria dan sebagainya.
Tujuan yang berbeda-beda mengindikasikan kriteria yang spesifik sebagai alat ukur
pencapaian tujuan. Setelah penetapan tujuan, hirarki tujuan, dan penetapan kriteria,
maka perlu diteliti apakah kriteria yang ditentukan tersebut tepat untuk tujuan yang
34
dimaksud. Kriteria adalah ukuran yang digunakan untuk menyatakan pencapaian
tujuan.
Beberapa sifat yang harus diperhatikan pada saat penentuan kriteria adalah:
1. Lengkap; suatu set kriteria disebut lengkap apabila set ini dapat menunjukkan
seberapa jauh seluruh tujuan dapat dicapai. Dengan mengetahui tingkat
pencapaian kriteria, pengambil keputusan dapat mempunyai gambaran yang jelas
berkenaan dengan seberapa jauh tujuan tersebut dapat dicapai. Bila set kriteria ini
tidak lengkap, meskipun telah dilakukan analisis yang mendalam terhadap set
kriteria yang ada, mungkin hasil yang diperoleh tidak akan memuaskan. Hal ini
terjadi karena ada beberapa aspek yang belum dimasukkan ke dalam analisis.
2. Operasional; set kriteria yang dipilih harus operasional. Ini mencakup beberapa
pengertian yang, antara lain, harus dapat digunakan sebagai alat ukur untuk
mengetahui tingkat pencapaian tujuan.
3. Tidak Berlebihan; dalam menentukan set kriteria jangan sampai terdapat kriteria
yang mengandung pengertian sama. Kriteria ini harus ditentukan sedemikian
sehingga tidak terjadi perhitungan ulang.
4. Minimum; dalam penentuan set kriteria diusahakan agar jumlahnya minimum,
untuk dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan analisis perhitungannya
tidak terlalu banyak.
Proses hirarki analitik ini dikembangkan pada tahun 1971 oleh Thomas L. Saaty,
seorang pakar matematika dari University of Pittsburg, Amerika Serikat. Metode ini
dapat memecahkan masalah dengan cara menstrukturkan masalah sistem yang
kompleks atas komponen-komponennya dalam susunan yang bertingkat (hirarki),
35
sedemikian rupa sehingga hubungan antar-komponen tersebut akan mudah dipelajari.
Setiap hirarki terdiri atas beberapa komponen yang, apabila dipandang perlu, tiap
komponennya dapat diuraikan lagi lagi menjadi sub-sub komponen yang lebih spesifik.
Proses penguraian ini dapat dilanjutkan terus sampai diperoleh komponen yang sudah
dapat dikendalikan atau sudah operasional. Metode ini dapat dipakai untuk mencari
bobot setiap struktur aktivitas atau kriteria yang bersifat hirarki atau berjenjang
sehingga dapat dicari bobot setiap elemen pada setiap tingkat secara hirarki.
Setiap sistem akan selalu memiliki tujuan yang merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam penelitian terhadap sistem. Tujuan dalam suatu sistem dapat berupa
tujuan yang dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan. Tujuan yang dinyatakan atau
tujuan formal dimaksudkan untuk melegalisasikan kehadiran suatu sistem dan
menjamin dukungan terhadap lingkungan tertentu dimana sistem tersebut berada.
Tujuan formal ini biasanya memiliki jangkauan pencapaian jangka panjang. Sedangkan
tujuan yang tidak dinyatakan bersifat abstrak dan berupa keinginan yang tidak dapat
dijabarkan kedalam aktivitas operasional, tetapi diperlukan untuk menjamin fleksibilitas
dan adaptasi sistem.
Tujuan suatu sistem dapat pula bersifat hirarki, yaitu tujuan yang dapat dijabarkan ke
dalam beberapa sub-tujuan yang lebih rinci dibandingkan tujuan yang pertama. Hirarki
36
tujuan saling menjelaskan dari suatu tingkat tertentu dan menurun pada tingkat di
bawahnya yang menjadi dasar perincian operasi. Tujuan pada hirarki terendah dalam
suatu sistem akan mencerminkan tugas sub-sistem terkecil.
Metode ini digunakan untuk menstrukturkan kondisi seperti itu kedalam komponen-
komponennya secara hirarki. Setiap hirarki terdiri atas beberapa komponen yang
kemudian diuraikan lagi pada hirarki yang lebih rendah, sehingga diperoleh hirarki
yang paling rendah yang komponen-komponennya dapat dikendalikan.
Metode Analisis Hirarki pada dasarnya memuat langkah-langkah berikut ini (Saaty,
1990):
Tahap 1 : Mendefinisikan masalah dan menentukan secara
spesifik solusi yang diinginkan
Tahap 2 : Menyusun hirarki, dimulai dengan tujuan
(objective) yang umum, diikuti oleh sub-sub tujuan, kriteria dan
kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan hirarki paling rendah.
Jadi dimulai dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan tingkat-tingkat
hirarki perantara hingga dicapai suatu tingkat yang pada tingkat
tersebut komponen-komponennya dapat dikendalikan atau mungkin
dapat memecahkan masalah yang ada.
Tahap 3 : Membangun matriks perbandingan pasangan
yang mempunyai kontribusi relatif atau pengaruh pada masing-masing
elemen pada masing-masing tujuan atau kriteria yang dikembangkan
pada tingkat yang lebih tinggi. Perbandingan berpasangan dilakukan
37
dengan menentukan tingkat kepentingan suatu komponen terhadap
komponen lainnya.
Tahap 4 : Melakukan perbandingan pasangan sehingga
diperoleh penilaian seluruhnya sebanyak (n(n-1))/2 buah, dengan n
adalah banyaknya komponen yang dibandingkan.
Tahap 5 : Setelah data perbandingan pasangan terkumpul,
dihitung nilai prioritas (eigen value) dan diperiksa konsistensinya. Jika
pertimbangan konsistensi diperhitungkan dalam pengambilan
keputusan, pengambilan data diulang.
Tahap 6 : Mengulang tahap-tahap 3, 4, dan 5 untuk seluruh
tingkat dan kelompok hirarki.
Tahap 7 : Menghitung eigen vector setiap matriks
perbandingan pasangan, dengan nilai eigen vector merupakan bobot
setiap komponen.
Tahap 8 : Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih
besar dari 10%, kualitas data penilaian harus diperbaiki.
38
2.8.6 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan
Tahap terpenting proses hirarki analitik adalah penilaian perbandingan pasangan, yang
pada dasarnya merupakan perbandingan tingkat kepentingan antar komponen dalam
suatu tingkat hirarki. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan sejumlah
kombinasi elemen yang ada pada setiap hirarki sehingga dapat dilakukan penilaian
kuantitatif untuk mengetahui besarnya bobot setiap elemen.
Untuk perbandingan pasangan, bentuk matriks merupakan bentuk yang lebih disukai.
Beberapa keuntungan dengan menggunakan bentuk matriks adalah bentuknya
sederhana, merupakan alat yang cukup baik yang menawarkan kerangka untuk
pengujian konsistensi, diperolehnya tambahan informasi melalui pembuatan seluruh
perbandingan yang mungkin, dan analisis sensitivitas seluruh tingkat hirarki untuk
menggugah dalam penilaian (Saaty, 1980).
Pada saat melakukan perbandingan, pertanyaan penting yang harus diajukan adalah
berapa besar lebih kuatnya satu komponen (aktifitas) menentukan (memberikan
kontribusi atau mendominasi, mempengaruhi, mencukupi atau menguntungkan) tujuan
dibandingkan komponen lain yang sedang dibandingkan?. Jika waktu atau kriteria
probabilistik lain digunakan, pertanyaannya adalah Berapa besar lebih mungkin suatu
elemen dibandingkan elemen lainnya? (Saaty, 1980).
Saaty telah menyusun tabel skala perbandingan pasangan seperti yang dapat dilihat
pada Tabel 2-12 (Saaty, 1980). Kata pentingnya pada tabel tersebut dapat diganti
dengan kata lain, misalnya disukai atau mirip, bergantung pada permasalahan yang
dihadapi atau jenis elemen yang terlibat di dalamnya. Jika dibandingkan komponen A
dengan B, dapat dikatakan A lebih penting dari B atau A lebih disukai dari B.
39
yang mutlak daripada elemen lainnya
Nilai nilai tengah di Diberikan bila diperlukan kompromi
2, 4, 6, 8
antara nilai 3, 5, 7, 9 antara dua penilaian
Kebalikan Bila komponen i mendapatkan salah satu nilai diatas (bukan
nilai di atas nol) saat dibandingkan dengan elemen j, maka elemen j
memiliki nilai kebalikannya saat dibandingkan dengan i.
40
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Dengan mempertimbangkan lingkup pekerjaan dan untuk dapat mencapai maksud dan
tujuan yang telah ditetapkan dan hasil yang diharapkan, dalam pelaksanaan studi ini
digunakan pendekatan dan metodologi seperti dijelaskan pada Gambar 3-7.
3.1 Pendekatan
Dalam tahapan studi, pendekatan ini diaplikasi melalui pengumpulan data yang didahului
dengan kajian literatur dari berbagai sumber, yang meliputi buku teks, artikel dari jurnal
ilmiah, prosiding seminar, publikasi pemerintah dan sumber internet lainnya. Selain itu,
dilakukan pelaksanaan review terhadap kebijakan atau aspek pengaturan dalam
pengembangan jaringan jalan, serta konfirmasi terhadap hasil penelitian kepada stakeholder
di dalam FGD (Focus Group Discussion) untuk memperoleh masukan. Analisis kualitatif juga
terkait dengan pemanfaatan peta melalui teknik overlay untuk memperoleh karakteristik
kawasan yang menentukan pengembangan konsep jaringan jalan.
Pendekatan kuantitatif turut dipergunakan yang dicirikan melalui analisis data berupa angka
statistik yang memperlihatkan konteks kondisi sosial ekonomi, fisik, dan kondisi infrastruktur
di dalam kawasan. Data kuantitatif memanfaatkan dari berbagai sumber, baik di Pusat
maupun Daerah (Provinsi dan Kabupaten).
Metode penelitian dapat diuraikan ke dalam tahap pengumpulan data, analisis data, serta
penjabarannya lebih lanjut. Di dalam sub bab ini turut disampaikan tahapan pelaksanaan
pekerjaan.
Secara umum, penelitian menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu pengumpulan
data sekunder (secondary data) dan wawancara (interview). Tim melaksanakan
1
pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari instansi yang relevan (dalam hal ini
penyelenggara jalan, baik pada tingkat Pusat maupun Daerah (Provinsi). Beberapa data
yang dibutuhkan, meliputi rencana pengembangan jaringan jalan, kondisi fisik geografis,
sosial ekonomi, guna lahan, dan kondisi sarana dan prasarana wilayah yang ada Selain itu,
dilakukan diskusi kelompok terfokus dengan stakeholder penyelenggara jalan untuk
melakukan konfirmasi terhadap hasil penelitian yang diperoleh.
Dalam kajian literature melalui desk study, yang meliputi sumber berupa buku, dokumen
terkait maupun jurnal serta artikel yang terdapat di internet. Dalam mengolah data, studi
memanfaatkan analisis deskriptif yang merupakan suatu metode dalam meneliti status suatu
objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang (Nazir, 2005). Koentjaraningrat (1973) menyatakan bahwa analisis deskriptif
memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu keadaan, gejala tertentu.
Pemanfaatan data sekunder, sebagaimana disampaikan pada sub sub bab sebelumnya
mengarahkan pada pemanfaatan analisis deskriptif, yaitu untuk memperoleh gambaran
yang lengkap atas pengembangan sistem transportasi jalan, melalui koneksi dengan
backbone jalan strategis nasional. Melalui analisis ini sudah dapat ditetapkan rekomendasi
pergerakan, mobilitas dan aksesibilitas, yang menjadi rumusan bagi pendekatan dan
strategi pengembangan kawasan perbatasan.
Analisis data kualitatif dilakukan melalui kodifikasi terhadap hasil diskusi, sehingga dapat
dicermati pendekatan dan strategi pengembangan sistem jaringan jalan, serta dukungan
kebutuhan teknologi yang diharapkan. Pada akhir pelaksanaan studi, dilaksanakan finalisasi
terhadap naskah ilmiah.
Dalam Gambar 3-7 disampaikan secara terperinci, pelaksanaan pekerjaan yang terbagi
menjadi empat tahap pekerjaan yaitu:
1. Tahap Persiapan
Desk study; Tahap persiapan diawali dengan kajian data sekunder mengenai
studi terkait. Kajian lainnya adalah kajian peraturan perundangan yang terkait
dengan kawasan perbatasan.
2
check list data yang harus didapat di lokasi studi, formulir survai, formulir
wawancara, alat dan bahan untuk kebutuhan survai.
Saat ini, data yang tersedia adalah data data hingga skala Kabupaten. Data
data yang tersedia adalah: dokumen dokumen perencanaan ruang wilayah,
jaringan jalan, demografi BPS Kabupaten, potensi wilayah Kabupaten.
3
Karenanya, perlu dilakukan survey sekunder dan primer yang lebih mendalam ke
lokasi studi untuk mendapatkan data yang lebih rinci.
4. Tahap Analisis
Pada tahap analisa ini dilakukan pengolahan data sekunder dan data lapangan yang
telah dikumpulkan untuk memetakan kondisi pada wilayah perbatasan, serta
pengolahan data atas pengembangan sistem jaringan jalan dan pengelolaannya, serta
konsep teknologi yang akan diterapkan
Tahap ini merupakan perumusan atas konsepsi sistem jaringan jalan, konsep teknologi,
dan manajemen pengelolaan jaringan jalan yang mendasarkan atas pertimbangan
karakteristik lokal dengan aspek berbiaya rendah, berbahan lokal, menerapkan
teknologi sederhana, dan bersifat labor intensive.
4
Gambar 3-7 Metodologi Penelitian
5
BAB 4 RENCANA PELAKSANAAN PENELITIAN
4.1 Personil
Anggota tim, tenaga-tenaga ahli dan pendukung dalam kegiatan ini dapat dilihat pada
Tabel 4-14.
4.2 Dana
Biaya untuk pelaksanaan kegiatan ini dalam anggaran adalah Rp. 400.000.000,-.
Rinciannya dapat dilihat pada Tabel 4-15.
1
Tabel 4-15 Rincian Anggaran Biaya
Satuan Biaya
Uraian Volume Biaya (Rp)
Ukur Satuan Ukur
Penyusunan Naskah Ilmiah Sistem Jaringan Jalan Kawasan Perbatasan
Belanja Bahan 1 LS 29.280.000 29.280.000
Honor yang terkait dengan output kegiatan 1 LS 51.600.000 51.600.000
Belanja Sewa 1 LS 57.900.000 57.900.000
Belanja Jasa Profesi 1 LS 120.000.000 120.000.000
Belanja Jasa Lainnya 1 LS 15.000.000 15.000.000
Belanja Perjalanan Lainnya (DN) 1 LS 178.330.000 178.330.000
TOTAL 400.000.000
Jadwal pelaksanaan dari kegiatan litbang ini dapat dilihat pada Tabel 4-16 berikut ini.
- Laporan Antara 60
Konsep Laporan Akhir 90
-
2
LAMPIRAN
OUTLINE NASKAH ILMIAH
Kata Pengantar
Prakata
Bagian I: Konsepsi Dasar Kawasan Pebatasan
1. Dasar Hukum
2. Rencana Strategis Nasional
3. Rencana Tata Ruang Nasional
Bagian V: Kesimpulan
Keywords:
Rencana Tata Ruang Nasional, Dasar Hukum, Rencana Strategis Nasional, Topologi
Jaringan Jalan
Lampiran - 1