Anda di halaman 1dari 92

Langkah-Langkah Yang Diperlukan Dalam

Pengorganisasian
By Budi Wahyono On 10:48 PM

Langkah-langkah yang diperlukan dalam pengorganisasian yang biasa diikuti oleh semua tingkat
menejemen adalah sebagai berikut:

1. Penetapan dan Pengimbangan Aktivitas


Yang dimaksud dengan langkah ini pada hakikatnya adalah merupakan pembagian,
penggolongan,dan penyusunan aktivitas-aktivitas yang akan dilaksanakan, sehingga menjadi
kelompok-kelompok yang teratur berdasarkan kesamaan sifat dalam pelaksanaan.

Misalnya, kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan masalah produksi digolongkan menjadi unit
produksi, yang berkenaan dengan masalah uang digolongkan menjadi unit keuangan, yang
mengenai pelayanan warkat ke dalam unit tata usaha dan seterusnya.

2. Penyusunan Organ atau Wadah


Dengan berpedoman pada langkah yang petama, langkah ini dimaksudkan untuk membuat organ
atau wadah yang diperlukan untuk mewadahi segenap kegiatan yang telah tersusun. Di samping
harus berpedoman pada hasil langkah pertama, pembentukan wadah ini hendaknya berpangkal
juga pada sesuatu ide, yaitu sesuatu cita dan aspirasi seta hasrat pada sesuatu bentuk struktur
organisasi yang dikehendaki. Atau dengan kata lain, pembentukan wadah ini hendaknya
berpangkal juga pada ideal tipe suatu bentuk struktur organisasi.

3. Mengisi Organ dengan Tugas, Kekuasaan, Wewenang dan


Tanggung Jawab
Yang dimaksud dengan langkah ini adalah memasukkan kegiatan yang telah tersusun, ke dalam
organ yang telah dibentuk. Dalam pengisian tugas, harus juga dilengkapi dengan wewenang dan
tanggung jawab yang sepadan. Dalam arti pejabat yang diserahi tugas harus diberi wewenang
pula untuk mengambil tindakan-tingakan yang diperlukan, agar tugasnya dapat dilaksanakan
dengan baik.

Penyerahan tugas dan wewenang berarti penyerahan tanggung jawab, maka berarti ada keharusan
untuk melaksanakan dengan selayaknya segala sesuatu yang telah diserahkan. Akhirnya mudahlah
bagi pimpinan untuk minta petanggungjawaban sehubungan denganpelaksanaan tugasnya.
4. Menghubung-hubungkan Organ Satu dengan yang Lain
denganGaris Wewenang dan Tanggung Jawab
Dari hasil langkah pertama, kedua, dan ketiga dapat terlihat gambaran visual kotak-kotak organ
yang telah berisi tugas, wewenang, dan tanggung jawab, maka selanjutnya kotak-kotak organ itu
perlu dihubung-hubungkan. Jadi langkah ini adalah suatu aktivita untuk menentukan hubungan
kekuasaan dan tanggung] awab berdasarkan atas wewenang formal. Manifestasi dai hasil langkah
ini adalah garis-garis hubungan kekuasaaan yang bersifat formal.

5. Melengkapi Organ dengan Alat Perlengkapan yang Diperlukan


Alat dan atau perlengkapan bukanlah harus baik, karena mempunyai nilai atau harga yang tinggi.
Tetapi yang diperlukan adalah alat yang tepat dipakai, karena sesuai dengan corakpekerjaan.

6. Penempatan Orang yang Tepat Pada Masing-masing Organ


Dengan berakhirnya kelima langkah tersebut di atas, berbagai aktivitas organisasi telah tersusun.
Berbagai pekerjaan yang harus dilaksanakan antar individu, antar unit sudah dialokasikan, lengkap
beserta alat perlengkapan yang dibutuhkan. Dengan langkah di atas, pula otoitas dan tanggung
jawab untuk masing-masing individu dan komponen-komponen kerja telah disiapkan untuk
didelegasikan.
Maka untuk dapat digerakkan, masih diperlukan satu langkah lagi, yaitu penempatan orang atau
tenaga kerja yang diperlukan pada masing-masing organ. Orang-orang ini nanti yang akan
menerima pendelegasian atau pelimpahan wewenang. Untuk aktivitas penempatan orang ini
biasanya menganut asas "The right man in the right place".

7. Membuat Bagan Organisasi


Langkah yang terakhir ini dimaksudkan untuk melukiskan atau menggambarkan struktur organisasi
di atas kertas, atau membuat bagan organisasi. Yaitu suatu gambar yang melukiskan secara
skematis dai susunan tugas, kekuasaan, dan tanggung jawab serta hubungan antara unit-unit dalam
suatu organisasi.
Tahap-tahap Proses Dalam Pembelajaran
Pembelajaran sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase proses
pembelajaran yang dimaksud meliputi: tahap perencanaan, tahap pelaksanan, dan tahap evaluasi.
Adapun dari ketiganya ini akan dibahas sebagaimana berikut:

Tahap Perencanaan.
Kegiatan pembelajaran yang baik senantiasa berawal dari rencana yang matang. Perencanaan yang
matang akan menunjukkan hasil yang optimal dalam pembelajaran.
Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan
kebutuhan dalam jangka tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang
lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat
sasaran.
Begitu pula dengan perencanaan pembelajaran, yang direncanakan harus sesuai dengan target
pendidikan. Guru sebagai subjek dalam membuat perencanaan pembelajaran harus dapat
menyusun berbagai program pengajaran sesuai pendekatan dan metode yang akan di gunakan.
Dalam konteks desentralisasi pendidikan seiring perwujudan pemerataan hasil pendidikan yang
bermutu, diperlukan standar kompetensi mata pelajaran yang dapat dipertanggungjawabkan dalam
konteks lokal, nasional dan global.
Secara umum guru itu harus memenuhi dua kategori, yaitu memiliki capability dan loyality, yakni
guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan
teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi, dan
memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak semata di
dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah kelas.
Agama islam sebagai bidang studi, sebenarnya dapat diajarkan sebagaimana mata pelajaran
lainnya. Harus dikatakan memang ada sedikit perbedaannya dengan bidang studi lain. Perbedaan
itu ialah adanya bagian-bagian yang amat sulit diajarkan dan amat sulit dievaluasi. Jadi, perbedaan
itu hanyalah perbedaan gradual, bukan perbedaan esensial.
Beberapa prinsip yang perlu diterapkan diterapkan dalam membuat persiapan mengajar :
1. Memahami tujuan pendidikan.
2. Menguasai bahan ajar.
3. Memahami teori-teori pendidikan selain teori pengajaran.
4. Memahami prinsip-prinsip mengajar.
5. Memahami metode-metode mengajar.
6. Memahami teori-teori belajar.
7. Memahami beberapa model pengajaran yang penting.
8. Memahami prinsip-prinsi evaluasi.
9. Memahami langkah-langkah membuat lesson plan.

Langkah-langkah yang harus dipersiapkan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :


a. Analisis Hari Efektif dan analisis Program Pembelajaran
Untuk mengawali kegiatan penyusunan program pembelajaran, guru perlu membuat analisis hari
efektif selama satu semester. Dari hasil analisis hari efektif akan diketahui jumlah hari efektif dan
hari libur tiap pekan atau tiap bulan sehingga memudahkan penyususnan program pembelajaran
selama satu semester. Dasar pembuatan analisis hari efektif adalah kalender pendidikan dan
kkalender umum.
Berdasarkan analisis hari efektif tersebut dapat disusun analisis program pembelajaran.
b. Membuat Program Tahunan, Program Semester dan Program Tagihan
Program Tahunan
Penyusunan program pembelajaran selama tahun pelajaran dimaksudkan agar keutuhan dan
kesinambungan program pembelajaran atau topik pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam dua
semester tetap terjaga.
Program Semester
Penyusunan program semester didasarkan pada hasil anlisis hari efektif dan program pembelajaran
tahunan.
Program Tagihan
Sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran, tagihan merupakan tuntutan kegiatan yang harus
dilakukan atau ditampilkan siswa. Jenis tagihan dapat berbentuk ujian lisan, tulis, dan penampilan
yang berupa kuis, tes lisan, tugas individu, tugas kelompok, unjuk kerja, praktek, penampilan, atau
porto folio.
c. Menyusun Silabus
Silabus diartikan sebagai garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi
pelajaran. Silabus merupakan penjabaran dari standard kompetensi, kompetensi dasar yang ingin
dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai
standard kompetensi dan kompetensi dasar.
d. Menyusun Rencana Pembelajaran
Kalau penyusunan silabus bisa dilakukan oleh tim guru atau tim ahli mata pelajaran, maka rencana
pembelajaran seyogyanya disusun oleh guru sebeleum melakukan kegiatan pembelajaran.
Rencana pembelajaran bersifat khusus dan kondisional, dimana setiap sekolah tidak sama kondisi
siswa dan sarana prasarana sumber belajarnya. Karena itu, penyusunan rencana pembelajaran
didasarkan pada silabus dan kondisi pembelajaran agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung
sesuai harapan.
e. Penilaian Pembelajaran
Penilaian merupakan tindakan atau proses untuk menentukan nilai terhadap sesuatu. Penilaian
merupakan proses yang harus dilakukan oleh guru dalam rangkaian kegiatan pembelajaran.
Prinsip penilaian antara lain Valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil dan objektif,
terbuka, berkesinambungan, menyeluruh, bermakna.

Kegiatan yang harus dilakukan perancang pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang mengikuti
model Kemp adalah sebagai berikut :
a. Perkirakan kebutuhan PAI (learning needs) untuk merancang program pembelajaran; nyatakan
tujuan, kendala, dan prioritas yang harus dipelajari.
b. Pilih dan tetapkan pokok bahasan atau tugas-tugas pembelajaran PAI untuk dilaksanakan dan
tujuan umum PAI yang akan dicapai.
c. Teliti dan identifikasi karakteristik peserta didik yang perlu mendapat perhatian selama
perencanaan pengembangan pembelajaran PAI.
d. Tentukan isi pembelajaran PAI dan uraikan unsur tugas yang berkaitan dengan tujuan PAI.
e. Nyatakan tujuan khusus belajar PAI yang akan dicapai dari segi isi pelajaran dan unsur tugas.
f. Rancanglah kegiatan-kegiatan belajar menajar PAI untuk mencapai tujuan PAI yang sudah
dinyatakan.
g. Pilihlah sejumlah media untuk mendukung kegiatan pengajaran PAI.
h. Rincikan pelayanan penunjang yang diperlukan untuk mengembangkan dan melaksanakan
semua kegiatan dan untuk memperoleh atau membuat bahan ajar PAI.
12pt; line-height: 150%;">
i. Kembangkan alat evaluasi hasil belajar PAI dan hasil program pengajaran PAI.
j. Lakukan uji awal kepada peserta didik untuk mempelajari produk pembelajaran PAI yang anda
kembangkan.

Tahap Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap penerapan atas desain perencanaan yang telah
dibuat guru. Hakikat dari tahap pelaksanaan adalah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri.
Dalam tahap ini, guru melakukan interaksi belajar-mengajar melalui penerapan berbagai strategi
metode dan tekhnik pembelajaran, serta pemanfaatan seperangkat media.
Dalam proses ini, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh seorang guru, diantaranya
ialah:
a. Aspek pendekatan dalam pembelajaran
Pendekatan pembelajaran terbentuk oleh konsepsi, wawasan teoritik dan asumsi-asumsi teoritik
yang dikuasai guru tentang hakikat pembelajaran. Mengingat pendekatan pembelajaran bertumpu
pada aspek-aspek dari masing-masing komponen pembelajaran, maka dalam setiap pembelajaran,
akan tercakup penggunaan sejumlah pendekatan secara serempak. Oleh karena itu, pendekatan-
pendekatan dalam setiap satuan pembelajaran akan bersifat multi pendekatan.
b. Aspek Strategi dan Taktik dalam Pembelajaran
Pembelajaran sebagai proses, aktualisasinya mengimplisitkan adanya strategi. Strategi berkaitan
dengan perwujudan proses pembelajaran itu sendiri. Strategi pembelajaran berwujud sejumlah
tindakan pembelajaran yang dilakukan guru yang dinilai strategis untuk mengaktualisasikan proses
pembelajaran.
Terkait dengan pelaksanaan strategi adalah taktik pembelajaran. Taktik pembelajaran
berhubungan dengan tindakan teknis untuk menjalankan strategi. Untuk melaksanakan strategi
diperlukan kiat-kiat teknis, agar nilai strategis setiap aktivitas yang dilkukan guru-murid di kelas
dapat terealisasi. Kiat-kiat teknis tertentu terbentuk dalam tindakan prosedural. Kiat teknis
prosedural dari setiap aktivitas guru-murid di kelas tersebut dinamakan taktik pembelajaran.
Dengan perkataan lain, taktik pembelajaran adalah kiat-kiat teknis yang bersifat prosedural dari
suatu tindakan guru dan siswa dalam pembelajaran aktual di kelas.
c. Aspek Metode dan Tekhnik dalam Pembelajaran
Aktualisasi pembelajaran berbentuk serangkaian interaksi dinamis antara guru-murid atau murid
dengan lingkungan belajarnya. Interaksi guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya
tersebut dapat mengambil berbagai cara. Cara-cara interaksi guru-murid atau murid dengan
lingkungan belajarnya tersebut lazimnya dinamakan metode.
Metode merupakan bagian dari sejumlah tindakan strategis yang menyangkut tentang cara
bagaimana interaksi pembelajaran dilakukan. Metode dilihat dari fungsinya merupakan
seperangkat cara untuk melakukan aktivitas pembelajaran. Ada beberapa cara dalam melakukan
aktivitas pembelajaran, misalnya dengan berceramah, berdiskusi, bekerja kelompok, bersimulasi
dan lain-lain.
Setiap metode memiliki aspek teknis dalam penggunaannya. Aspek teknis yang dimaksud adalah
gaya dan variasi dari setiap pelaksanaan metode pembelajaran
d. Prosedur Pembelajaran
Pembelajaran dari sisi proses keberlangsungannya, terjadi dalam bentuk serangkaian kegiatan
yang berjalan secara bertahap. Kegiatan pembelajaran berlangsung dari satu tahap ke tahap
selanjutnya, sehingga terbentuk alur konsisten. Tahapan pembelajaran yang konsisten yang
berbentuk alur peristiwa pembelajaran tersebut merupakan prosedur pembelajaran.

Tahap Evaluasi
Pada hakekatnya evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang
telah terjadi. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk:
1. Peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang
diinginkan;
2. Mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua
tahap, sehingga sekarang akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang
dengan tingkah laku yang diinginkan.
Pada tahap ini kegiatan guru adalah melakukan penilaian atas proses pembelajaran yang telah
dilakukan. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ketercapaian tujuan. Dengan evaluasi, dapat
diukur kuantitas dan kualitas pencapaian tujuan pembelajaran. Sebaliknya, oleh karena evaluasi
sebagai alat ukur ketercapaian tujuan, maka tolak ukur perencanaan dan pengembangannya adalah
tujuan pembelajaran.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, Moekijat (seperti dikutip Mulyasa) mengemukakan teknik
evaluasi belajar pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai berikut:
(1) Evaluasi belajar pengetahuan, dapat dilakukan dengan ujian tulis, lisan, dan daftar isian
pertanyaan; (2) Evaluasi belajar keterampilan, dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis
keterampilan dan analisis tugas serta evaluasi oleh peserta didik sendiri; (3) Evaluasi belajar sikap,
dapat dilakukan dengan daftar sikap isian dari diri sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan
dengan tujuan program, dan skala deferensial sematik (SDS)
Apapun bentuk tes yang diberikan kepada peserta didik, tetap harus sesuai dengan persyaratan
yang baku, yakni tes itu harus:
1. Memiliki validitas (mengukur atau menilai apa yang hendak diukur atau dinilai, terutama
menyangkut kompetensi dasar dan materi standar yang telah dikaji);
2. Mempunyai reliabilitas (keajekan, artinya ketetapan hasil yang diperoleh seorang peserta didik,
bila dites kembali dengan tes yang sama);
3. Menunjukkan objektivitas (dapat mengukur apa yang sedang diukur, disamping perintah
pelaksanaannya jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang tidak ada
hubungannya dengan maksud tes);
4. Pelaksanaan evaluasi harus efisien dan praktis.

Bagaimana Peru musa n Strategi Funsion al Dila ku kan


Manajemen stra teg is a dalah se n i dan ilmu p en yu sunan, penerapan , dan peng evaluasian
keputu san -k eputu san lintas fung sion al yang dapat memung kinkan suatu peru sahaan
mencapai sasa rann ya . Sesuai defin isin ya, manajemen strategis berfoku s pada pro ses
penetap an tu juan org a nisa si, pe ngemb angan kebijakan dan perencanaan un tuk mencapa i
sasaran, serta menga lok asika n su mber daya un tuk menerapkan keb ijak an dan merencanakan
pencapaian tu juan o rga nisa si. Manajemen strateg is meng ko mb inasikan aktivitas -ak tivitas
dari berb agai bag ian fungsion al suatu b is n is untuk mencapai tu juan organ isasi. Ada tiga
tahapan da la m mana je men stra teg is, yaitu peru musan strateg i, pelaksanaan strateg i, dan
evaluasi stra teg i.
P embentukan stra tegi a dalah komb inasi p roses utama sebaga i beriku t :
a) Melakukan an alisis situa s i, evalu asi diri dan analisis pesaing : baik internal maupun
eksternal; ba ik lingk un gan mikro maupun mak ro.
b) Bersa maan deng an penak siran tersebut, tuju an d iru muskan. Tujuan ini harus bersifa t
paralel dala m re ntan g jangka pen dek d an juga jangka pan ja ng. Maka di sin i juga termasuk
di dalamn ya pen yu suna n pern ya taan visi (cara pandang jauh ke depan dari masa depan ya ng
dimungk inka n), pe rn ya taan misi (bagaimana peran org anisasi terhadap ling kungan pub lik),
tuju an perusah aan sec ara u mu m (baik finan sial mau pun strateg is), tu juan unit b isn is
strategis (b aik finansia l ma upun strategis), dan tu juan tak tis.
Ada tiga tingka tan stra tegi dibu at dalam org anisasi yan g leb ih b esar, yakni melip uti stra teg i
perusah aan, b isnis, dan fungsiona l (atau operasional). Sementar a strateg i perusahaan aka n
menen tukan b isnis apa kah yang peru sahaan akan benar -ben ar berop erasi d i sana, stra teg i
bisn is ak an menen tukan bagaimana perusahaan akan bersaing d i masin g -masing b isn is ya ng
telah d ip ilih. Dan stra tegi tingka t operasional akan me nentukan b agaimana masing -masin g
bidang fungsiona l (se perti su mber daya manusia atau akun tansi) benar -benar aka n
mendukung strateg i -strateg i bisnis dan korpo rasi. Semua strateg i in i harus berkaitan e ra t
untuk mema stikan bah wa organisasi b ergerak ke arah ya ng men yatu.
P erumu san S tra teg i Fu ngsion al :
a) Kegiatan meng e mb angkan visi d an misi organ isasi
b) Meng iden tifikasikan peluang dan ancaman external o rgan isasi
c) Mene ntuk an keku atan d an ke lemahan internal org anisasi
d) Mene tapkan tu jua n jangk a pan jang o rgan isasi
e) Membua t se ju mla h stra teg i a lternatif un tuk organ isasi
f) Memilih stra teg i te rte rn tu un tuk d igunakan
Isu isu P eru musan Masalah me ncakup :
a) Keputusan menge nai b isn is baru yang ak an ditinggalkan
b) P engaloka sian su mb er d a ya
c) P erlua san o pera si / d ive rsifikasi
Tahap-tahap Proses Dalam Pembelajaran

Pembelajaran sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase proses
pembelajaran yang dimaksud meliputi: tahap perencanaan, tahap pelaksanan, dan tahap evaluasi.
Adapun dari ketiganya ini akan dibahas sebagaimana berikut:

Tahap Perencanaan.
Kegiatan pembelajaran yang baik senantiasa berawal dari rencana yang matang. Perencanaan yang
matang akan menunjukkan hasil yang optimal dalam pembelajaran.
Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan
kebutuhan dalam jangka tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang
lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat
sasaran.
Begitu pula dengan perencanaan pembelajaran, yang direncanakan harus sesuai dengan target
pendidikan. Guru sebagai subjek dalam membuat perencanaan pembelajaran harus dapat
menyusun berbagai program pengajaran sesuai pendekatan dan metode yang akan di gunakan.
Dalam konteks desentralisasi pendidikan seiring perwujudan pemerataan hasil pendidikan yang
bermutu, diperlukan standar kompetensi mata pelajaran yang dapat dipertanggungjawabkan dalam
konteks lokal, nasional dan global.
Secara umum guru itu harus memenuhi dua kategori, yaitu memiliki capability dan loyality, yakni
guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan
teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi, dan
memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak semata di
dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah kelas.
Agama islam sebagai bidang studi, sebenarnya dapat diajarkan sebagaimana mata pelajaran
lainnya. Harus dikatakan memang ada sedikit perbedaannya dengan bidang studi lain. Perbedaan
itu ialah adanya bagian-bagian yang amat sulit diajarkan dan amat sulit dievaluasi. Jadi, perbedaan
itu hanyalah perbedaan gradual, bukan perbedaan esensial.
Beberapa prinsip yang perlu diterapkan diterapkan dalam membuat persiapan mengajar :
1. Memahami tujuan pendidikan.
2. Menguasai bahan ajar.
3. Memahami teori-teori pendidikan selain teori pengajaran.
4. Memahami prinsip-prinsip mengajar.
5. Memahami metode-metode mengajar.
6. Memahami teori-teori belajar.
7. Memahami beberapa model pengajaran yang penting.
8. Memahami prinsip-prinsi evaluasi.
9. Memahami langkah-langkah membuat lesson plan.

Langkah-langkah yang harus dipersiapkan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :


a. Analisis Hari Efektif dan analisis Program Pembelajaran
Untuk mengawali kegiatan penyusunan program pembelajaran, guru perlu membuat analisis hari
efektif selama satu semester. Dari hasil analisis hari efektif akan diketahui jumlah hari efektif dan
hari libur tiap pekan atau tiap bulan sehingga memudahkan penyususnan program pembelajaran
selama satu semester. Dasar pembuatan analisis hari efektif adalah kalender pendidikan dan
kkalender umum.
Berdasarkan analisis hari efektif tersebut dapat disusun analisis program pembelajaran.
b. Membuat Program Tahunan, Program Semester dan Program Tagihan
Program Tahunan
Penyusunan program pembelajaran selama tahun pelajaran dimaksudkan agar keutuhan dan
kesinambungan program pembelajaran atau topik pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam dua
semester tetap terjaga.
Program Semester
Penyusunan program semester didasarkan pada hasil anlisis hari efektif dan program pembelajaran
tahunan.
Program Tagihan
Sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran, tagihan merupakan tuntutan kegiatan yang harus
dilakukan atau ditampilkan siswa. Jenis tagihan dapat berbentuk ujian lisan, tulis, dan penampilan
yang berupa kuis, tes lisan, tugas individu, tugas kelompok, unjuk kerja, praktek, penampilan, atau
porto folio.
c. Menyusun Silabus
Silabus diartikan sebagai garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi
pelajaran. Silabus merupakan penjabaran dari standard kompetensi, kompetensi dasar yang ingin
dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai
standard kompetensi dan kompetensi dasar.
d. Menyusun Rencana Pembelajaran
Kalau penyusunan silabus bisa dilakukan oleh tim guru atau tim ahli mata pelajaran, maka rencana
pembelajaran seyogyanya disusun oleh guru sebeleum melakukan kegiatan pembelajaran.
Rencana pembelajaran bersifat khusus dan kondisional, dimana setiap sekolah tidak sama kondisi
siswa dan sarana prasarana sumber belajarnya. Karena itu, penyusunan rencana pembelajaran
didasarkan pada silabus dan kondisi pembelajaran agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung
sesuai harapan.
e. Penilaian Pembelajaran
Penilaian merupakan tindakan atau proses untuk menentukan nilai terhadap sesuatu. Penilaian
merupakan proses yang harus dilakukan oleh guru dalam rangkaian kegiatan pembelajaran.
Prinsip penilaian antara lain Valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil dan objektif,
terbuka, berkesinambungan, menyeluruh, bermakna.

Kegiatan yang harus dilakukan perancang pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang mengikuti
model Kemp adalah sebagai berikut :
a. Perkirakan kebutuhan PAI (learning needs) untuk merancang program pembelajaran; nyatakan
tujuan, kendala, dan prioritas yang harus dipelajari.
b. Pilih dan tetapkan pokok bahasan atau tugas-tugas pembelajaran PAI untuk dilaksanakan dan
tujuan umum PAI yang akan dicapai.
c. Teliti dan identifikasi karakteristik peserta didik yang perlu mendapat perhatian selama
perencanaan pengembangan pembelajaran PAI.
d. Tentukan isi pembelajaran PAI dan uraikan unsur tugas yang berkaitan dengan tujuan PAI.
e. Nyatakan tujuan khusus belajar PAI yang akan dicapai dari segi isi pelajaran dan unsur tugas.
f. Rancanglah kegiatan-kegiatan belajar menajar PAI untuk mencapai tujuan PAI yang sudah
dinyatakan.
g. Pilihlah sejumlah media untuk mendukung kegiatan pengajaran PAI.
h. Rincikan pelayanan penunjang yang diperlukan untuk mengembangkan dan melaksanakan
semua kegiatan dan untuk memperoleh atau membuat bahan ajar PAI.
12pt; line-height: 150%;">
i. Kembangkan alat evaluasi hasil belajar PAI dan hasil program pengajaran PAI.
j. Lakukan uji awal kepada peserta didik untuk mempelajari produk pembelajaran PAI yang anda
kembangkan.

Tahap Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap penerapan atas desain perencanaan yang telah
dibuat guru. Hakikat dari tahap pelaksanaan adalah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri.
Dalam tahap ini, guru melakukan interaksi belajar-mengajar melalui penerapan berbagai strategi
metode dan tekhnik pembelajaran, serta pemanfaatan seperangkat media.
Dalam proses ini, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh seorang guru, diantaranya
ialah:
a. Aspek pendekatan dalam pembelajaran
Pendekatan pembelajaran terbentuk oleh konsepsi, wawasan teoritik dan asumsi-asumsi teoritik
yang dikuasai guru tentang hakikat pembelajaran. Mengingat pendekatan pembelajaran bertumpu
pada aspek-aspek dari masing-masing komponen pembelajaran, maka dalam setiap pembelajaran,
akan tercakup penggunaan sejumlah pendekatan secara serempak. Oleh karena itu, pendekatan-
pendekatan dalam setiap satuan pembelajaran akan bersifat multi pendekatan.
b. Aspek Strategi dan Taktik dalam Pembelajaran
Pembelajaran sebagai proses, aktualisasinya mengimplisitkan adanya strategi. Strategi berkaitan
dengan perwujudan proses pembelajaran itu sendiri. Strategi pembelajaran berwujud sejumlah
tindakan pembelajaran yang dilakukan guru yang dinilai strategis untuk mengaktualisasikan proses
pembelajaran.
Terkait dengan pelaksanaan strategi adalah taktik pembelajaran. Taktik pembelajaran
berhubungan dengan tindakan teknis untuk menjalankan strategi. Untuk melaksanakan strategi
diperlukan kiat-kiat teknis, agar nilai strategis setiap aktivitas yang dilkukan guru-murid di kelas
dapat terealisasi. Kiat-kiat teknis tertentu terbentuk dalam tindakan prosedural. Kiat teknis
prosedural dari setiap aktivitas guru-murid di kelas tersebut dinamakan taktik pembelajaran.
Dengan perkataan lain, taktik pembelajaran adalah kiat-kiat teknis yang bersifat prosedural dari
suatu tindakan guru dan siswa dalam pembelajaran aktual di kelas.
c. Aspek Metode dan Tekhnik dalam Pembelajaran
Aktualisasi pembelajaran berbentuk serangkaian interaksi dinamis antara guru-murid atau murid
dengan lingkungan belajarnya. Interaksi guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya
tersebut dapat mengambil berbagai cara. Cara-cara interaksi guru-murid atau murid dengan
lingkungan belajarnya tersebut lazimnya dinamakan metode.
Metode merupakan bagian dari sejumlah tindakan strategis yang menyangkut tentang cara
bagaimana interaksi pembelajaran dilakukan. Metode dilihat dari fungsinya merupakan
seperangkat cara untuk melakukan aktivitas pembelajaran. Ada beberapa cara dalam melakukan
aktivitas pembelajaran, misalnya dengan berceramah, berdiskusi, bekerja kelompok, bersimulasi
dan lain-lain.
Setiap metode memiliki aspek teknis dalam penggunaannya. Aspek teknis yang dimaksud adalah
gaya dan variasi dari setiap pelaksanaan metode pembelajaran
d. Prosedur Pembelajaran
Pembelajaran dari sisi proses keberlangsungannya, terjadi dalam bentuk serangkaian kegiatan
yang berjalan secara bertahap. Kegiatan pembelajaran berlangsung dari satu tahap ke tahap
selanjutnya, sehingga terbentuk alur konsisten. Tahapan pembelajaran yang konsisten yang
berbentuk alur peristiwa pembelajaran tersebut merupakan prosedur pembelajaran.
Tahap Evaluasi
Pada hakekatnya evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang
telah terjadi. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk:
1. Peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang
diinginkan;
2. Mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua
tahap, sehingga sekarang akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang
dengan tingkah laku yang diinginkan.
Pada tahap ini kegiatan guru adalah melakukan penilaian atas proses pembelajaran yang telah
dilakukan. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ketercapaian tujuan. Dengan evaluasi, dapat
diukur kuantitas dan kualitas pencapaian tujuan pembelajaran. Sebaliknya, oleh karena evaluasi
sebagai alat ukur ketercapaian tujuan, maka tolak ukur perencanaan dan pengembangannya adalah
tujuan pembelajaran.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, Moekijat (seperti dikutip Mulyasa) mengemukakan teknik
evaluasi belajar pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai berikut:
(1) Evaluasi belajar pengetahuan, dapat dilakukan dengan ujian tulis, lisan, dan daftar isian
pertanyaan; (2) Evaluasi belajar keterampilan, dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis
keterampilan dan analisis tugas serta evaluasi oleh peserta didik sendiri; (3) Evaluasi belajar sikap,
dapat dilakukan dengan daftar sikap isian dari diri sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan
dengan tujuan program, dan skala deferensial sematik (SDS)
Apapun bentuk tes yang diberikan kepada peserta didik, tetap harus sesuai dengan persyaratan
yang baku, yakni tes itu harus:
1. Memiliki validitas (mengukur atau menilai apa yang hendak diukur atau dinilai, terutama
menyangkut kompetensi dasar dan materi standar yang telah dikaji);
2. Mempunyai reliabilitas (keajekan, artinya ketetapan hasil yang diperoleh seorang peserta didik,
bila dites kembali dengan tes yang sama);
3. Menunjukkan objektivitas (dapat mengukur apa yang sedang diukur, disamping perintah
pelaksanaannya jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang tidak ada
hubungannya dengan maksud tes);
4. Pelaksanaan evaluasi harus efisien dan praktis.

Bagaimana Peru musa n Strategi Funsion al Dila ku kan


Manajemen stra teg is a dalah sen i dan ilmu p en yu sunan, penerapan , dan peng evaluasian
keputu san -k eputu san lintas fung sion al yang dapat memung kinkan suatu peru sahaan
mencapai sasa rann ya . Sesuai defin isin ya, manajemen strategis berfoku s pada pro ses
penetap an tu juan org a nisa si, pe ngemb angan kebijakan dan perencanaan un tuk mencapa i
sasaran, serta menga lok asika n su mber daya un tuk menerapkan keb ijak an dan merencanakan
pencapaian tu juan o rga nisa si. Manajemen strateg is meng ko mb inasikan aktivitas -ak tivitas
dari berb aga i bag ian fungsion al suatu b isn is untuk mencapai tu juan organ isasi. Ada tiga
tahapan da la m mana je men stra teg is, yaitu peru musan strateg i, pelaksanaan strateg i, dan
evaluasi stra teg i.
P embentukan stra tegi a dalah komb inasi p roses utama sebaga i beriku t :
a) Melakukan an alisis situa si, e valu asi diri dan analisis pesaing : baik internal maupun
eksternal; ba ik lingk un gan mikro maupun mak ro.
b) Bersa maan deng an penak siran tersebut, tuju an d iru muskan. Tujuan ini harus bersifa t
paralel dala m re ntan g jangka pen dek d an juga jangka pan jang. Maka di sin i juga termasuk
di dalamn ya pen yu suna n pern ya taan visi (cara pandang jauh ke depan dari masa depan ya ng
dimungk inka n), pe rn ya taan misi (bagaimana peran org anisasi terhadap ling kungan pub lik),
tuju an perusah aan se c ara u mu m (baik finan sial maupun strateg is), tu juan unit b isn is
strategis (b aik finansia l ma upun strategis), dan tu juan tak tis.
Ada tiga tingka tan stra tegi dibu at dalam org anisasi yan g leb ih b esar, yakni melip uti stra teg i
perusah aan, b isnis, dan fungsiona l (atau operasional). Sementara strateg i perusahaan aka n
menen tukan b isnis apa kah yang peru sahaan akan benar -ben ar berop erasi d i sana, stra teg i
bisn is ak an menen tukan bagaimana perusahaan akan bersaing d i masin g -masing b isn is ya ng
telah d ip ilih. Dan stra teg i tingka t operasional akan menentukan b agaimana masing -masin g
bidang fungsiona l (se perti su mber daya manusia atau akun tansi) benar -benar aka n
mendukung strateg i -strateg i bisnis dan korpo rasi. Semua strateg i in i harus berkaitan e ra t
untuk mema stikan bah wa o rganisasi b ergerak ke arah yang men yatu.
P erumu san S tra teg i Fu ngsion al :
a) Kegiatan meng e mb angkan visi d an misi organ isasi
b) Meng iden tifikasikan peluang dan ancaman external o rgan isasi
c) Mene ntuk an keku atan d an ke lemahan internal org anisa si
d) Mene tapkan tu jua n jangk a pan jang o rgan isasi
e) Membua t se ju mla h stra teg i a lternatif un tuk organ isasi
f) Memilih stra teg i te rte rn tu un tuk d igunakan
Isu isu P eru musan Masalah me ncakup :
a) Keputusan menge nai b isn is baru yang ak an ditinggalkan
b) P engaloka sian su mb er d a ya
c) P erlua san o pera si / d ive rsifikasi
bagai pemimpin selain harus memiliki karakter kepemimpinan, juga harus menguasai fungsi-
fungsi manajerial. Fungsi manajerial inilah yang akan membantu pemimpin untuk menjalankan
organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi. Perlu diingat bahwa jika seorang pemimpin tidak
memiliki kemampuan manajerial, maka ia hanya akan mampu merumuskan dan menentukan
visi/misi organisasi kedepan, namun tidak mampu untuk menjalankan seluruh aktivitas organisasi
menuju pencapaian visi/misi organisasi tersebut. Untuk itu sebagai pemimpin mengenal fungsi-
fungsi manajerial adalah sangat penting, karena manajemen merupakan seni dalam pengelolahan
organisasi guna pencapaian tujuan organisasi
Manajemen adalah suatu proses pengaturan atau ketatalaksanaan untuk mencapai suatu
tujuan dengan melibatkan orang lain. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber sumber lainya secara efektif dan efesien untuk mencapai tujuan
tertentu. Ada banyak fungsi manajemen yang diungkapkan oleh para ahli manajemen, seperti :
Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Commanding (Pemberian Komando),
Coordinating (Pengkoordinasian), Controlling (Pengawasan) oleh Henry Fayol; Planning
(Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Staffing (Penyusunan Pegawai), Directing
(Pembinaan Kerja), Coordinating (Pengkoordinasian), Reporting (Pelaporan), Budgeting
(Anggaran) oleh Luther Gullick; Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Staffing
(Penyusunan Pegawai),Directing (Pembinaan Kerja), Controlling (Pengawasan) oleh Harold
Koontz dan Cyril ODonnel; dan beberapa ahli manajemen lagi. Namun dalam materi ini akan
memuat fungsi manajemen yang lebih sederhana dan bersifat menyeluruh oleh George R. Terry,
yakni POAC (Planning, Organizing, Actuating & Controlling).

Mengapa POAC ? Karena POAC merupakan fungsi manajemen yang bersifat umum dan
meliputi keseluruan proses manajerial. Banyak para ahli menambah banyak pengertian dari fungsi
manajemen, namun diantara banyak tambahan tersebut, didalamnya sudah termasuk keempat
fungsi yang diperkenalkan oleh George R Terry, yakni Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerak
dan Pengawasan.
Keempat fungsi manajemen tersebut dalam manajemen modern tidak berjalan linear, namun spiral.
Hal ini memungkinkan organisasi akan bergerak terus menerus dan tidak berhenti pada satu
tahap. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa siklus manajemen yang dilakukan oleh suatu
organisasi adalah merencanakan, mengorganisasi staf dan sumber daya yang ada, melaksanakan
program kerja, dan mengendalikan (pengawasan) jalannya pekerjaan. Di dalam tahapan pengendalian
dilakukan evaluasi untuk memperoleh umpan balik (feed back) untuk dasar perencanaan
selanjutnya, atau untuk perencanaan kembali (replanning). Demikian seterusnya sehingga kegiatan
fungsi-fungsi manajemen tersebut merupakan suatu siklus spiral.

(Bentuk jalan proses fungsi manajerial)

PLANNING (PERENCANAAN)
Perencanaan merupakan susunan langkah-langkah secara sistematik dan teratur untuk
mencapai tujuan organisasi atau memecahkan masalah tertentu. Perencanaan juga diartikan sebagai
upaya memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dengan memperhatikan segala keterbatasan guna
mencapai tujuan secara efisien dan efektif. Perencanaan merupakan langkah awal dalam proses
manajemen, karena dengan merencanakan aktivitas organisasi kedepan, maka segala sumber daya
dalam organisasi difokuskan pada pencapaian tujuan organisasi.
Dalam melaksanakan perencanaan ada kegiatan yang harus dilakukan, yaitu melakukan
prakiraan (rencana) kegiatan organisasi dan penganggaran (budgeting). Prakiraan berfungsi untuk
menentukan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan kedepan oleh organisasi sebagai upaya
mencapai tujuan organisasi. Dalam melakukan prakiraan, haruslah selalu memperhatikan tujuan
organisasi, sumber daya organisasi dan juga melakukan suatu analisis organisasi (bisa
menggunakan SWOT) untuk mengetahui potensi internal dan eksternal.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan perencanaan, yakni
harus SMART. SMART yaitu Specific artinya perencanaan harus jelas maksud maupun ruang
lingkupnya. Tidak terlalu melebar dan terlalu idealis. Measurable artinya program kerja
organisasi atau rencana harus dapat diukur tingkat keberhasilannya. Achievable artinya dapat
dicapai. Jadi bukan hanya sekedar angan-angan dalam merencanakan dan tidak dapat
dilaksanakan. Realistic artinya sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada. Tidak
terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Time artinya ada batas waktu yang jelas. Mingguan, bulanan,
triwulan, semesteran atau tahunan. Sehingga mudah dinilai dan dievaluasi.
Setelah merencanakan aktivitas organisasi secara sistematis dan terukur, maka perlu juga
melakukan perencanaan penganggaran untuk pelaksanaan kegiatan. Prinsip dalam melakukan
perencanaan penganggaran,adalah mengunakan segala sumber daya keuangan secara efesien dan
se-efektif mungkin. Hal ini perlu direncanakan secara serius, agar organisasi tidak melakukan
pemborosan, keuangan, selain itu sekaligus juga melihat sumber-sumber daya keuangan yang bisa
diperoleh dari luar organisasi.

Langkah-langkah dalam membuat perencanaan :


1. Analisis situasi & identifikasi masalah
Melakukan analisa dan identifikasi terhadap situasi organisasi dengan memperhatikan tujuan
organisasi. dalam melakukan analisa situasi dapat menggunakan teknik analisis SWOT
2. Menentukan skala prioritas
Setelah dianalisa dan mengidentifikasi masalah, maka perlu dilakukan penentuan skala prioritas
terhadap pelaksanaan kegiatan. Hal ini agar kebutuhan organisasi yang mendesak didahulukan
untuk menjamin keberlangsungan organisasi
3. Menentukan tujuan program
Agar pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi akan mengarah pada pencapaian tujuan organisasi,
maka dibutuhkan penentuan tujuan program, sehingga nantinya pelaksanaan program dapat diukur
capaiannya.
4. Menyusun rencana kerja operasional (termasuk didalamnya menyusun anggaran)

ORGANIZING (PENGORGANISASIAN)
Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan pembagian tugas-tugas pada orang yang
terlibat dalam aktivitas organisasi, sesuai dengan kompetensi SDM yang dimiliki. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan ini merupakan keseluruhan proses memilih orang-orang
serta mengalokasikannya sarana dan prasarana untuk menunjang tugas orang-orang itu dalam
organisasi, serta mengatur mekanisme kerjanya sehingga dapat menjamin pencapaian tujuan
program dan tujuan organisasi. Menurut George R. Terry, tugas pengorganisasian adalah
mengharmonisasikan kelompok orang yang berbeda, mempertemukan macam-macam
kepentingan dan memanfaatkan seluruhkemampuan kesuatu arah tertentu.
Dalam pengorganisasian kegiatan yang dilakukan yakni staffing (penempatan staf) dan
pemaduan segala sumber daya organisasi.Staffing sangat penting dalam pengorganisasian. Dengan
penempatan orang yang tepat pada tempat yang tepat dalam organisasi, maka kelangsungan
aktivitas organisasi tersebut akan terjamin. Fungsi pemimpin disini adalah mampu
menempatkan the right man in the right place. Pemimpin harus mampu melihat potensi-potensi
SDM yang berkualitas dan bertanggung jawab untuk melaksanakan aktivitas roda organisasi.
Setelah menempatkan orang yang tepat untuk tugas tertentu, maka perlu juga mengkoordinasikan
dan memadukan seluruh potensi SDM tersebut agar bekerja secara sinergis untuk mencapai tujuan
organisasi.
Langkah-langkah Pengorganisasian :
Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf. (Menjelaskan keseluruh staff tentang tujuan
organisasi yang harus dicapai)
Mendistribusi pekerjaan ke staff secara jelas. (Mendudukan orang-orang yang
berkompetensi pada posisi tepat. Dan jangan sampai ada posisi strategis yang kosong, karena
akan berpengaruh pada keseluruan pencapaian organisasi)
Menentukan prosedural staf. (Menentukan cara kerja dan evaluasi para staff,
serta punishment dan reward yang diterima. Selain itu juga menjelaskan tentang garis koordinasi
dan sinergitas dalam organisasi, sehingga seluruh posisi dipadukan untuk menuju tujuan
organisasi)
Mendelegasikan wewenang. (Berani untuk mendelegasikan wewenang sesuai dengan
tugas dan fungsi tiap-tiap staff)

ACTUATING (PENGGERAKAN)
Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak diikuti dengan
pelaksanaan kerja organisasi yang bertanggung jawab. Untuk itu maka semua Sumber Daya
Manusia (SDM) yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai visi, misi dan program kerja
organisasi. Pelaksanaan kerja harus sejalan dengan rencana kerja yang telah disusun. Setiap pelaku
organisasi harus bekerja sesuai dengan tugas, fungsi dan peran, keahlian dan kompetensi masing-
masing SDM untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi yang telah ditetapkan. Inti
dari Actuating adalah menggerakkan semua anggota kelompok untuk bekerja agar mencapai
tujuan organisasi.
Dalam mengimplementasikan aktivitas organisasi, pelaku organisasi harus :
1. Merasa yakin dan mampu melakukan suatu pekerjaan,
2. Percaya bahwa pekerjaan telah menambahkan nilai untuk diri mereka sendiri,
3. Tidak terbebani oleh masalah pribadi atau tugas lain yang lebih penting atau
mendesak,
4. Tugas yang diberikan cukup relevan,
5. Hubungan harmonis antar rekan kerja.

Actuating (penggerakan) meliputi kepemimpinan dan koordinasi. Kepemimpinan yakni gaya


memimpin dari sang pemimpin dalam mengoptimalkan seluruh potensi dan sumber daya
organisasi agar mengarah pada pencapaian tujuan program dan organisasi. Sedangkan koordinasi
yakni suatu aktivitas membawa orang-orang yang terlibat organisasi ke dalam suasana kerjasama
yang harmonis. Dengan adanya pengoordinasian dapat dihindari kemungkinan terjadinya
persaingan yang tidak sehat dan kesimpangsiuran di dalam bertindak antara orang-orang yang
terlibat dalam mencapai tujuan. Koordinasi ini mengajak semua sumber daya manusia yang
tersedia untuk bekerjasama menuju ke satu arah yang telah ditentukan.

Pekerjaan memimpin meliputi lima kegiatan yaitu :


Mengambil keputusan
Mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara pemimpin dan bawahan.
Memberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak.
Memilih orang-orang yang menjadi anggota kelompoknya secara tepat
Memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka terampil dalam usaha
mencapai tujuan yang ditetapkan.

Dalam memimpin ada kegiatan direction (perintah) dan motivasi. Perintah adalah petunjuk atau
penjelasan kerja, serta pertimbangan dan bimbingan, terdapat para pelaku organisasi yang terlibat,
baik secara struktural maupun fungsional, agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan
lancar. Dalam pelaksanaannya direction (perintah) seringkali dilakukan bersamaan
dengan controlling. Jika perintah yang disampaikan pemimpin sesuai dengan kemauan dan
kemampuan dari staff, maka staff pun akan termotivasi untuk memberdayakan potensinya dalam
melaksanakan kegiatan organisasi. Sedangkan motivasi dapat dilakukan dengan cara mejadikan
staff sebagai rekan kerja, serta memberikan reward (penghargaan) apabila staff bekerja secara baik.

Tujuan Actuating (Penggerakan) adalah :


Menciptakan kerjasama yang lebih efisien
Mengembangkan kemampuan & keterampilan staf
Menumbuhkan rasa memiliki & menyukai pekerjaan
Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi & prestasi kerja
staf
Membuat organisasi berkembang secara dinamis.

CONTROLLING (PENGENDALIAN/ PENGAWASAN)


Controlling bukanlah hanya sekedar mengendalikan pelaksanaan program dan aktivitas
organisasi, namun juga mengawasi sehingga bila perlu dapat mengadakan koreksi. Dengan
demikian apa yang dilakukan staff dapat diarahkan kejalan yang tepat dengan maksud pencapaian
tujuan yang telah direncanakan. Inti dari controlling adalah proses memastikan pelaksanaan agar
sesuai dengan rencana.
Agar pekerjaan berjalan sesuai dengan tujuan organisasi dan program kerja maka
dibutuhkan pengontrolan, baik dalam bentuk pengawasan, inspeksi hingga audit. Kata-kata
tersebut memang memiliki makna yang berbeda, tapi yang terpenting adalah bagaimana sejak dini
dapat diketahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, baik dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan maupun pengorganisasian. Sehingga dengan hal tersebut dapat segera dilakukan
antisipasi, koreksi dan penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan situasi, kondisi dan perkembangan
lingkungan sekitar organisasi.
Proses pengawasan sebagai bagian dari pengendalian akan mencatat perkembangan
organisasi kearah tujuan yang diharapkan dan memungkinkan pemimpin mendeteksi
penyimpangan dari perencanaan tepat pada waktunya untuk mengambil tindakan korektif sebelum
terlambat. Melalui pengawasan yang efektif, terhadap aktivitas organisasi, maka upaya
pengendalian mutu dapat dilaksanakan dengan lebih baik.

Manfaat pengawasan :
Dapat mengetahui sejauh mana program telah dilaksanakan
Dapat mengetahui adanya penyimpangan
Dapat mengetahui apakah waktu & sumber daya mencukup
Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan
Dapat mengetahu staff yang perlu diberikan penghargaan/promosi

Proses controlling meliputi :


1. Menentukan standar yang akan digunakan sebagai dasar pengendalian,
2. Mengukur pelaksanaan atau hasil yang sudah dicapai dengan melaksanakan
evaluasi terhadap kinerja serta kompetensi SDM yang dimiliki,
3. Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar.
Kembali membandingkan hasil pelaksanaan kegiatan dengan tujuan awal (rencana) kegiatan
tersebut dilaksanakan, dan mengukur capaian keberhasilannya,
4. Melakukan tindakan perbaikan.
Jika ada kesalahan atau penyimpangan, segera melakukan perbaikan,
5. Meninjau dan menganalisis ulang rencana.
Kembali membuat rencana baru jika terjadi penyimpangan. Namun jika hasilnya sesuai dengan
tujuan program, maka perlu dibuatkan rencana lanjutan untuk melanjutkan program yang berhasil
tersebut, sehingga tujuan organisasi semakin dekat untuk dicapai.

Pengawasan dibedakan menurut sifat dan waktunya :


1. Preventive control
Pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Pemimpin mengawasi perencanaan
kegiatan yang akan dilaksanakan hingga persiapan yang dilakukan, termasuk rekruitmen anggota
2. Repressive control
Pengawasan yang dilakukan setelah kegiatan berlangsung, dengan mengawasi hasil yang dari
pelaksanaan kegiatan, serta evaluasi dan laporan yang didapatkan (melakukan pengukuran capaian
hasil)
3. Pengawasan saat proses dilakukan
Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan proses, sehingga langsung mengikuti proses dan
mengadakan korkesi jika ada penyimpangan
4. Pengawasan berkala
Pengawasan yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu berdasarkan kesepakatan (bisa 1 bulan
sekali, 2 atau 3 bulan)
5. Pengawasan mendadak (sidak)
Pengawasan yang dilaksanakan mendadak untuk melihat kinerja staff sehari-hari dan menghindari
terjadinya penyimpangan
6. Pengawasan Melekat (waskat)
Pengawasan yang dilakukan secara dekat terhadap staff, hal ini sering dilakukan untuk tujuan-
tujuan yang spesifik dan bersifat khusus, sehingga menghindarkan sekecil-kecilnya terjadi
penyimpangan atau kesalahan

Kegiatan-kegiatan yang juga termasuk dalam kegiatan controlling termasuk adalah


evaluasi dan pelaporan. Evaluasi merupakan suatu penilaian terhadap hasil pelaksanaan kegiatan
atau program. Dalam melakukan evaluasi haruslah menyeluruh, mencakup capaian tujuan kegiatan,
kinerja staff, pengetahuan staff, efektifitas dan efesiensi penganggaran dan proses kegiatan.
Sedangkan pelaporan merupakan penyampaian perkembangan hasil kegiatan atau pemberian
keterangan mengenai segala hal yang berkaitan dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pemimpin
yang lebih tinggi.
Controlling akan mengarahkan seluruh potensi organisasi yang terlibat agar tidak
melakukan penyimpangan dalam pencapaian tujuan. Untuk itu controlling haruslah dilakukan
secara bertanggung jawab dan dengan standar organisasi, sehingga pelaku-pelaku organisasi tetap
bekerja secara maksimal dan fokus pada pencapaian tujuan organisasi.

Penutup

Fungsi manajemen perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian


(pengawasan) merupakan kekuatan para pemimpin dalam melaksanakan fungsi manajerial
organisasi. Jika seorang pemimpin mampu secara baik merencanakan, melaksanakan dan
mengendalikan organisasi serta segala sumber daya yang ada didalamnya, maka tujuan dari
organisasi akan dengan mudah tercapai. Dan pemimpin tersebut akan menjadi pemimpin yang
seutuhnya karena bukan saja hanya mampu menciptakan misi/ visi organisasi, namun juga berhasil
menjalankan aktivitas manajerial dalam kehidupan berorganisasi. Untuk itu jadilah pemimpin
yang memiliki karakter kepemimpinan dan kemampuan melaksanakan fungsi manajerial, sehingga
tujuan organisasi bisa didaratkan dalam pelaksanaan aktivitas, dan tidak hanya berada diatas kertas
program.

ANALISIS SWOT DALAM PENDIDIKAN


04/01/2014 AFID BURHANUDDIN 4 COMMENTS

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang memiliki peran besar dalam
pengembangan kemampuan akademiknon akademik dan bahkan moral para siswa yang berada di
dalamya. Sekolahpun menjadi salah satu ujung tombak bagi perkembangan dan kelangsungan
sebuah negara. Karena itulah keberadaan sebuah sekolah yang memiliki kualitas dan kredibilitas
yang baik dalam berbagai aspek mutlak diperlukan bagi segenap anak Indonesia.Ditambah lagi
jika menilik tujuan pendidikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahwa.. inilah salah satu
alasan betapa pendidikan yang berkualitas memang berhak diterima oleh setiap tingkatan
pendidikan anak Indonesia. Meskipun demikian, pencapaian kualitas yang diharapkan ini tidak
semua sekolah maupun lembaga pendidikan mampu meraihnya. Bahkan secara umum, sistem
pendidikan Indonesia masih perlu dilakukan perbaikan secara menyeluruh dan kontinyu untuk
mencapai kebaikan dalam tujuan pendidikan nasional. Pendidikan juga dituntut dapat
mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dan juga kooperatif
di dunia global. Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan lulusan yang unggul dalam baik sisi
akademis, humanis, hingga moral. Agar lulusan pendidikan nasional memiliki kompetitif tidak
bisa terlepas dari kualitas manajemen pendidikan, baik dalam hal efektivitas dan efisiensi proses
ke arah peningkatan mutu pendidikan. Pemerintah dalam mengatasi permasalahan mutu
pendidikan telah banyak berbuat melalui program-program peningkatan mutu pendidikan sesuai
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Tantangan dalam dunia pendidikan
khususnya bagi para pelaksana perencanaan dan manajemen, pengambil kebijakan urusan
pendidikan dalam hal ini pemerintah, harus memiliki alat atau piranti untuk mengevaluasi
sampai sejauh mana pembangunan pendidikan terutama kinerja layanan pendidikan bagi
masyarakat dapat tercapai secara optimal. Salah satu strategi manajerial yang dikembangkan
untuk menjamin sebuah organisasi (sekolah) memiliki daya tahan dan daya hidup dari masa
sekarang dan berkelajutan sampai masa yang akan datang yaitu dengan melakukan analisis
SWOT.

PEMBAHASAN

Sistem adalah sebuah komponen yang terdiri dari beberapa elemen dan subelemen yang
terintegrasi, saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam sebuah konsep
sistem, ada berbagai perilaku dan gejala sosial, ekonomi, politik, hukum, dan keamanan, dengan
berbagai sistem yang lebih luas maupun dengan subsistem yang tercakup di dalamnya. Sebagai
contoh adalah interaksi antar komponen dalam sekolah disebut sebagai sistem, sedangkan
komponen di sini dapat disebut dengan warga sekolah (siswa, guru, TU, karyawan, dan
orangtua). Interaksi di dalam kelas pada sekolah disebut subsistem, dan interaksi antar sekolah
sederajat merupakan suprasistem. Dengan sistem yang tersusun dengan baik, sebuah organisasi,
dalam hal ini adalah lembaga pendidikan seperti sekolah dapat mencapai tujuan yang telah
ditargetkan. Oleh karena itu, sistem sangat urgen dan vital keberadaannya demi keberhasilan
sebuah program kerja, apalagi jika tersusun secara sistematis dan dilaksanakan penuh
kredibilitas, tanggung jawab, dan kedisiplinan.

Analisis SWOT merupakan salah satu metode analisis situasional yang menitikberatkan pada
identifikasi beberapa faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan, organisasi,
atau lembaga. SWOT sendiri merupkan akronim
dari Strengths(kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang),
dan Threats (ancaman).Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(Strenghts) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu
berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis
perusahaan, organisasi, atau lembaga tersebut dalam kondisi yang ada pada saat ini. Hal ini
disebut analisis situasi. Berikut ini definisi lebih rinci tentang elemen SWOT:

Strength (Kekuatan); faktor internal atau dalam yang cenderung memiliki efek positif (atau
menjadi mampu untuk) mencapai tujuan suatu lembaga pendidikan
Weakness (Kelemahan); faktor internal atau dalam yang mungkin memiliki efek negatif (atau
menjadi penghalang untuk) mencapai tujuan suatau lembaga pendidikan
Opportunity (Peluang); faktor eksternal atau luar yang cenderung memiliki efek positif pada
pencapaian atau tujuan sekolah, atau tujuan yang sebelumnya tidak dipertimbangkan
Threat (Ancaman); faktor eksternal atau kondisi yang cenderung memiliki efek negatif pada
pencapaian tujuan suatu lembaga pendidikan, atau membuat tujuan absurd atau malah sulit
dicapai.
Jika analisis SWOT digunakan pada pendidikan maka dimungkinkan bagi sebuah sekolah untuk
mendapatkan sebuah gambaran menyeluruh mengenai situasi sekolah itu sendiri baik dalam
hubungannya dengan masyarakat, lembaga-lembaga pendidikan yang lain, dan lapangan industri
yang akan dimasuki oleh para siswanya, bahkan sampai situasi internaal sekolah itu sendiri.
Untuk pemahaman mengenai faktor-faktor eksternal, (terdiri atas ancaman dan peluang), yang
digabungkan dengan suatu pengujian mengenai kekuatan dan kelemahan akan membantu dalam
mengembangkan sebuah visi tentang masa depan. Perkiraan seperti ini diterapkan dengan mulai
membuat program yang kompeten atau mengganti program-program yang tidak relevan serta
berlebihan dengan program yang lebih inovatif dan relevan, sesuai dengan kondisi sekolah itu
sendiri.

Beberapa contoh lingkungan internal lembaga pendidikan;


1. Tenaga kependidikan dan staf adminstrasi

2. Ruang kelas, laboratorium, dan fasilitas sarana prasarana (lingkungan belajar).

3. Para siswa

4. Anggaran operasional

5. Program riset dan pengembangan IPTEK

6. Organisasi atau dewan lainnya dalam sekolah

7. Kurikulum yang digunakan.

Beberapa contoh lingkungan eksternal lembaga pendidikan :


1. Tempat kerja yang prospektif bagi lulusan

2. Orang tua dan keluarga siswa

3. Lembaga pendidikan pesaing lainnya

4. Sekolah atau lembaga pendidikan tinggi sebagai persiapan lanjutan

5. Demografi sosial dan ekonomi penduduk

6. Badan-badan penyandang dana.

Selain itu, jika dilihat dari segi obyek analisis, analisis SWOT memiliki dua jenis, yaitu:

1) Model Kuantitatif
Analisis jenis ini menggunakam teknik penilaian, yang mana penilaian tersebut dilakukan
dengan cara memberikan skor pada masing-masing subkomponen, dimana satu subkomponen
dibandingkan dengan subkomponen yang lain dalam komponen yang satu atau mengikuti lajur
vertikal. Sebuah asumsi dasar dari model ini adalah kondisi yang berpasangan antara S dan W,
serta O dan T. Kondisi berpasangan ini terjadi karena diasumsikan bahwa dalam setiap kekuatan
selalu ada kelemahan yang tersembunyi dan dari setiap kesempatan yang terbuka selalu ada
ancaman yang harus diwaspadai. Ini berarti setiap satu rumusan Strength (S), harus selalu
memiliki satu pasangan Weakness dan setiap satu rumusan Opportunity (O) harus memiliki
satu pasangan satu Threat (T). Standar penilaian di buat berdasar kan kesepakatan bersama untuk
mengurangi kadar subyektifitas penilaian.

2) Model Kualitatif

Analisa jenis ini tidak jauh berbeda dengan jenis analisis kuantitatif, perbedaan yang mendasar
adalah pada penggunaan penilaian yang memadukan komponen kekuatan (kelebihan) dengan
kekurangan, cenderung pada hasil yang berupa wujud bukan jumlah nominal yang dihasilkan.
Umumnya bentuk anaisisnya berupa uraian deskriptif.

Jika dianalogikan, analisis SWOT itu seumpama sebuah peta, juga berfungsi sebagai panduan
pembuatan peta. Ketika telah berhasil membuat peta, langkah tidak boleh berhenti karena peta
tidak menunjukkan kemana harus pergi, tetapi peta dapat menggambarkan banyak jalan yang
dapat ditempuh jika ingin mencapai tujuan tertentu. Sebuah peta baru akan berguna jika tujuan
telah ditetapkan dan si pemegangnya telah merumuskan jalan mana yang harus diambil untuk
mencapai tujuan tersebut.

Dalam kerangka berpikir manajemen strategik, tujuan merupakan target-target yang bersifat
kuantitatif dari suatu organisasi. Pencapaian tujuan merupakan tolak ukur dari keberhasilan
kinerja atas faktor-faktor kunci keberhasilan suatu organisasi. Oleh karena itu tujuan merupakan
bagian yang penting dalam sistem strategi manajerial yang di dalamnya mengandung usaha
untuk melaksanakan suatu tindakan. Untuk itu tujuan harus menegaskan tentang apa (what) yang
secara khusus harus dicapai dan kapan (when).

Selanjutnya, setelah sasaran atau tujuan telah ditentukan barulah dirumuskan program kerja utuk
mencapai tujuan tersebut. Program ini dapat dijabarkan targetnya, segmentasinya dan strategi
yang akan digunakan. Sebuah program kerja dapat dikatakan sebagai sebuah program yang
lengkap apabila telah mampu menerangkan visi, misi, tujuan serta gambaran pelaksanaan yang
berupa target, segmentasi dan strategi yang dipilih.

Pelaksanaan akan diikuti dengan proses evaluasi. Yang perlu digarisbawahi disini adalah peran
analiss SWOT dalam melakukan penilaian kesesuaian konsep dan pelaksanaan program saat
program berjalan maupun di akhir program sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan penilaian
yang obyektif dan berkesinambungan. Analisis SWOT itu digunakan sebagai dasar untuk
menerjemahkan visi, misi, dan tujuan sehingga menjadi program kegiatan yang lebih
operasional.
Secara sederhana, analisis SWOT dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan
internal sebuah organisasi, serta kesempatan dan ancaman lingkungan atau eksternalnya. SWOT
adalah perangkat umum yang didesain dan digunakan sebagai langkah awal dalam proses
pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategis dalam berbagai terapan. Penafsiran
kekuatan dan kelemahan dapat dilakukan melalui survei, kelompok-kelompok fokus, wawancara
dengan murid dan alumni, dan sumber-sumber lain yang dapat dipercaya. Begitu kelemahan dan
kekuatan telah diketahui, maka akan memungkinkan untuk mengkonfirmasi hal-hal
tersebut. Gambaran eksternal bersifat komplementer terhadap self-study internal di dalam
analisis SWOT. Pengaruh-pengaruh nasional dan regional seperti masalah-masalah lokal dan
negara dan penerapan kurikulum adalah yang paling penting dalam memutuskan program baru
apa saja yang perlu ditambah atau program yang sudah ada dan perlu dimodifikasi atau diganti.

Ada empat tahapan utama dalam melakukan analisis SWOT, dalam hal ini adalah untuk lembaga
pendidikan, yaitu:

1. Tahap Observasi

Dalam tahapan ini, pengamat akan membuat dan menyusun substansi dalam matriks SWOT
untuk memudahkn drafting data. Ia akan mengamati, menemukan, dan memasukkan hal-hal
yang merupakan komponen SWOT dalam matriks yang telah dibuat, yang mana merupakan data
aktual yang ditemukannya di lapangan, di lembaga pendidikan yang ditelitinya.

2. Tahap Analisa

Selanjutnya, peneliti akan melakukan mendalami dan menentukan kelompok-kelompok data


yang telah didapatnya ke dalam elemen yang tepat, apakah data A termasuk
kategori Strengths atau Weaknesses atau Opportunities, atau Threats, data B, dan seterusnya.

3. Tahap Penentuan Kebijakan

Peneliti akan menentukan langkah-langkah kebijakan yang diambil untuk memperbaiki atau
memperkuat sistem pendidikan. Kebijakan tersebut diambil dari menggabungkan dua faktor,
dengan ketentuan sebagai berikut:

Mengambil kebijakan dengan menggabungkan kekuatan (Strengths) dan peluang


(Opportunities)
Mengambil kebijakan dengan menggabungkan kelemahan (Weaknesses) dan peluang
(Opportunities)
Mengambil kebijakan dengan menggabungkan kekuatan (Strengths) dan ancaman (Threats)
Mengambil kebijakan dengan menggabungkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman
(Threats).

4. Tahap Pembuatan Laporan


Setelah kebijakan telah ditentukan, tugas pengamat atau penganalisa SWOT adalah membuat
laporan dari penelitian yang telah dilakukannya. Laporan ini berfungsi sebagai rekaman data
secara deskriptif tentang penelitian yang dilakukan. Selain itu laporan ini menjadi bukti resmi
akan penelitian yang tentunya diperoleh berdasarkan kondisi aktual, kebijakan yang dipilih
setelah melakukan analisa mendalam dan dapat diaplikasikan dalam konteks nyata, serta dapat
dipertanggungjawabkan.

Hasil analisis SWOT yang telah dirumuskan tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan
untuk menentukan langkah-langkah untuk ke depannya dalam upaya memaksimalkan kekuatan
dan memanfaatkan peluang, serta secara bersamaan berusaha untuk meminimalkan kelemahan
dan mengatasi ancaman.

Kesimpulan

Analisis SWOT merupakan salah satu metode analisa yang bersifat situasional yang digunakan
dalam rangka mendalami kondisi internal maupun eksternal sebuah lembaga, dalam hal ini
adalah lembaga pendidikan. Dengan mengetahui lebih dalam tentang kedua kondisi tersebut,
diharapkan lembaga pendidikan tersebut akan mampu mengintrospeksi diri atas daa-data yang
telah didapatkan dalam penelitian SWOT. Analisis SWOT yang dilakukan ini dapat menjadi
cerminan atau refleksi dari lembaga pendidikan itu sendiri sehingga dapat mengetahui sisi baik
maupun sisi buruk yang dimilikiya dan dapat menemukan cara untuk memperbaiki diri dari
mengetahui hal-hal tersebut. Analisis SWOT dapat pula menjadi peta, karena setelah masing-
masing faktor ditemukan, kebijakan-kebijakan yang akan diambil untuk perbaikan di kemudian
hari telah pula ditentukan, sehingga yang harus dilakukan lembaga pendidikan tinggal
melaksanakannya dengan penuh komitmen, disiplin, dan tanggung jawa demi terwujudnya
lembaga pendidikan yang berkualitas, berintegritas, dan menghasilkan siswa-siswa yang kelak
menjadi sumber daya manusia yang tak hanya unggul dalam segi akademik, tapi juga moral,
agama, dan sosial.

___________

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


A. Dasar dan Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah.
Manajemen Berbasis sekolah merupakan suatu manajemen sekolah yang disebut juga dengan
otonomi sekolah (school autonomy) atau site-based management (Beck & Murphy, 1996). Sejalan
dengan belakunya otonomi daerah dalam dunia pendidikan, MBS atau school-based management (SBM)
menuntut terjadinya perubahan dalam manajemen sekolah. Karena itu, pengelolaan suatu sekolah
diserahkan kepada sekolah tersebut, atau sekolah diberikan kewenangan besar untuk mengelola
sekolahnya sendiri dengan menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah ini.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang memberikan otonomi atau
kemandirian kepada sekolah atau madrasah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang
melibatkan secara langsung semua warga sekolah atau madrasah sesuai dengan standar pelayanan
mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota.[1]
Pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan berbagai
kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara
keseluruhan.[2]
MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa
dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN.
MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon
pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi,
mutu, dan pemerataan pendidikan. peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keleluasaan
mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan
mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas
pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah. peningkatn
pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan
pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
Dalam MBS, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu seperti anggaran, personel, dan
kurikulum lebih banyak diletakkan pada tingkat sekolah daripada di tingkat pusat, provinsi, atau bahkan
juga kabupaten/ kota. Dengan pemberlakuan MBS diharapakan setidaknya dapat diperoleh beberapa
keuntungan antara lain, yaitu:
1. Mendorong kreativitas kepala sekolah untuk mengelola sekolahnya menjadi lebih baik.
2. Dapat lebih mengaktifkan atau meningkatkan kepedulian masyarakat untuk ikut bertanggung
jawab terhadap kinerja dan keberhasilan sekolah atau madrasah.
3. Dapat mengembangkan tugas pengelolaan sekolah atau madrasah tersebut menjadi tanggung jawab
sekolah dan masyarakat.
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah yakni:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah atau madrasah dalam
mengelola dan membedayakan sumber daya yang tersedia;
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah atau madrasah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah atau madrasah kepada orang tua, pemerintah tentang mutu
sekolah atau madrasah;
4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar madrasah dan sekolah lain untuk pencapaian mutu
pendidikan yang diharapkan.[3
B. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Prinsip utama pelaksanaan MBS ada 5 (lima) hal yaitu:
1. Fokus pada mutu
2. Bottom-up planning and decision making
3. Manajemen yang transparan
4. Pemberdayaan masyarakat
5. Peningkatan mutu secara berkelanjutan
Dalam mengimplementasikan MBS terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami yaitu:
1. kekuasaan;
2. pengetahuan;
3. sistem informasi; dan
4. sistem penghargaan.
Kekuasaan Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan
berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem pendidikan sebelumnya.
Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah berjalan dengan efektif dan efisien.
Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan partisipasi dari
berbagai pihak, terutama guru dan orangtua siswa. Seberapa besar kekuasaan sekolah tergantung
seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam
teori MBS tidak mungkin dilaksanakan dalam seketika, melainkan ada proses transisi dari
manajemen yang dikontrol pusat ke MBS.
Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan
perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan:
1. Melibatkan semua fihak, khususnya guru dan orangtua siswa.
2. Membentuk tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan yang
relevan dengan tugasnya
3. Menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah.
Pengetahuan Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang
berusaha secara terus menerus menambah pengetahuan dan keterampilan dalam rangka meningkatkan
mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem pengembangan sumber daya manusia (SDM)
lewat berbagai pelatihan atau workshop guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang
berkaitan dengan proses belajar mengajar.
Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh seluruh staf adalah:
1. Pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah,
2. Memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan quality
assurance, quality control, self assessment, school review, bencmarking, SWOT,dll)
Sistem Informasi Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas berkaitan
dengan program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga sekolah serta masyarakat sekitar
bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi sekolah. Dengan informasi tersebut warga sekolah
dapat mengambil peran dan partisipasi. Disamping itu ketersediaan informasi sekolah akan
memudahkan pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Infornasi yang amat penting
untuk dimiliki sekolah antara lain yang berkaitan dengan: kemampuan guru dan Prestasi siswa.
Sistem Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem penghargaan
untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi. Sistem penghargaan ini
diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah, yaitu guru, karyawan dan siswa.
C. PROSES PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Banyak manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh
pemerintah daerah maupun pihak sekolah yang secara langsung
menjadi sasaran pelaksanaan. Hal ini karena dalam melaksanakan
program-program ini diterapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis
sekolah (MBS), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai
dengan proses pelaporan dan umpan baliknya.
Dengan kata lain program-program yang dilaksanakan
menganut prinsip-prinsip demokratis, transparan, profesional dan
akuntabel. Melalui pelaksanaan program ini para pengelola
pendidikan di sekolah termasuk kepala sekolah, guru, komite
sekolah dan tokoh masyarakat setempat dilibatkan secara aktif
dalam setiap tahapan kegiatan. Disinilah proses pembelajaran itu
berlangsung dan semua pihak saling memberikan kekuatan untuk
memberikan yang terbaik bagi kemajuan sekolah.
Adapun proses penerapan MBS dapat ditempuh antara
lain dengan langkah-langkah sbb :
Memberdayakan komite sekolah/majelis madrasah dalam
peningkatan mutu pembelajaran di sekolah
Unsur pemerintah Kab/Kota dalam hal ini instansi yang
terkait antara lain Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan
Kab/Kota, Departemen Agama (yang menangani pendidikan MI, MTs
dan MA), Dewan Pendidikan Kab/Kota terutama membantu dalam
mengkoordinasikan dan membuat jaringan kerja (akses) ke dalam
siklus kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya
dalam bidang pendidikan.
Memberdayakan tenaga kependidikan, baik tenaga
pengajar (guru), kepala sekolah, petugas bimbingan dan
penyuluhan (BP) maupun staf kantor, pejabat-pejabat di
tingkat kecamatan, unsur komite sekolah tentang Manajemen
Berbasis Sekolah, pembelajaran yang bermutu dan peran serta
masyarakat.
Mengadakan pelatihan dan pendampingan sistematis bagi
para kepala sekolah, guru, unsur komite sekolah pada
pelaksanaan peningkatan mutu pembelajaran
Melakukan supervisi dan monitoring yang sistematis dan
konsisten terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di
sekolah agar diketahui berbagai kendala dan masalah yang
dihadapi, serta segera dapat diberikan solusi/pemecahan
masalah yang diperlukan.
Mengelola kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi
setiap sekolah untuk peningkatan mutu pembelajaran,
Rehabilitasi/Pembangunan sarana dan prasarana Pendidikan,
dengan membentuk Tim yang sifatnya khusus untuk menangani dan
sekaligus melakukan dukungan dan pengawasan terhadap Tim
bentukan sebagai pelaksana kegiatan tersebut.
Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
1. Kepemimpinan dan manajemen sekolah yang baik
MBS aan berhasi jika ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah atau madrasah dalam
memimpin dan mengelola sekolah atau madrasah secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan
iklim organisasi yang kondusif untuk proses belajar mengajar.
2. Kondisi social, ekonomi dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan
Faktor eksternala yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat pendidikan
orangtua siswa dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi
dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3. Dukungan pemerintah
Faktor ini sangat membantu efektifitas implementasi MBS terutama bagi sekolah atau madrasah yang
kemampuan orangtua/ masyarakatnya relative belum siap memberikan kontribusi terhadap
penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana pemerintah dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan
sekolah atau madrasah menjadi penentu keberhasilan.
4. profesionalisme
Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah atau madrasah. Tanpa
profesionalisme kepala sekolah atau madrasah, guru, dan pengawas, akan sulit dicapai program MBS
yang bermutu tinggi serta prestasi siswa.[4]
Kesimpulan
Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah
untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitassecara terus menerus. Dapat juga dikatakan
bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan
secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang
terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi
kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan MBS adalah untuk mewujudkan kemerdekaan pemerintah daerah dalam mengelola
pendidikan. Dengan demikian peran pemerintah pusat akan berkurang. Sekolah diberi hak otonom
untuk menentukan nasibnya sendiri. Paling tidak ada tiga tujuan dilaksanakannya MBS Peningkatan
Efesiensi, Peningkatan Mutu, Peningkatan Pemerataan Pendidikan.
Dengan adanya MBS diharapkan akan memberi peluang dan kesempatan kepada kepala sekolah,
guru dan siswa untuk melakukan inovasi pendidikan. Dengan adanya MBS maka ada beberapa
keuntugan dalam pendidikan yaitu, kebijakan dan kewenangan sekolah mengarah langsung kepada
siswa, orang tua dan guru, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal, pembinaan
peserta didik dapat dilakukan secara efektif, dapat mengajak semua pihak untuk memajukan dan
meningkatkan pelaksanaan pendidikan.
Daftar Pustaka
Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam
Direktorat Madrasah Dengan Pendidikan Agama Di Sekolah
Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu
Pendidikan Pada Madrasah, 2002.
Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, PT Remaja
Rusda karya; Bandung 2004.

[1] Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan
Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu
Pendidikan Pada Madrasah, 2002, Hal: 2
[2] . Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, PT remaja rusda karya; 2004. Hal
18
[3] Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan
Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu
Pendidikan Pada Madrasah, 2002, Hal: 6
[4] Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan
Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu
Pendidikan Pada Madrasah, 2002, Hal: 7
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang dapat memberikan harapan dan
kemungkinan yang lebih baik dimasa mendatang, telah mendorong berbagai upaya dan perhatian
seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap gerak langkah dan perkembangan dunia pendidikan.
Pendidikan sebagai salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia, pada
intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan serta merubah perilaku dan
meningkatkan kualitas menjadi lebih baik.
Fakta yang sekarang ini terjadi menyatakan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih
rendah jika dibandingkan dengan Negara-negara lain di dunia. Hal ini mempunyai dampak yang
sangat besar bagi majunya kehidupan masyarakat dalam segala aspek bidang kehidupan.
Untuk menciptakan masyarakat yang maju maka yang perlu diperhatikan terlebih dahulu
adalah bagaimana mewujudkan pendidikan yang bermutu yang pada akhirnya mencapai
tujuan. Terwujudnya system pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas.
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah melalui
penerapan Manajemen Berbasis Sekolah atau MBS. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa
MBS merupakan pemikiran kearah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada
sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas. Dengan demikian
mahasiswa calon guru SD semestinya dapat memahami penerapan MBS sebagai bekal ketika
berada di sekolah nantinya.
MBS ditawarkan sebagai salah satu alternatif jawaban pemberian otonomi daerah di bidang
pendidikan, mengingat prinsip dan kecenderungannya yang mengembalikan pengelolaan
manajemen sekolah pada pihak-pihak yang dianggap paling mengetahui kebutuhan riel sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah munculnya MBS?
2. Apa konsep dasar MBS?
3. Apa landasan penerapan MBS?
4. Apa pengertian MBS?
5. Mengapa diperlukan adanya MBS?
6. Bagaimana strategi MBS?
7. Bagaimana implementasi MBS?
8. Bagaimana karakteristik MBS?
9. Apa paradigma MBS?
10. Bagaimana prinsip-prinsip MBS?
11. Bagaimana pentahapan MBS?
12. Apa saja perangkat pelaksana MBS?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Mengetahui sejarah munculnya MBS
2. Memahami konsep dasar MBS
3. Mengetahui landasan penerapan MBS
4. Mengetahui pengertian MBS
5. Memahami tujuan MBS
6. Mengetahui strategi MBS
7. Mengetahui implementasi MBS
8. Memahami karakteristik MBS
9. Memahami paradigma MBS
10. Memahami prinsip-prinsip MBS
11. Mengetahui pentahapan MBS
12. Mengetahui perangkat pelaksana MBS

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Manajemen Berbasis Sekolah


Latar belakang munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tak terlepas dari kinerja
pendidikan di suatu negara berdasarkan sistem yang ada sebelumnya. Di Hong Kong misalnya,
kemunculan MBS dilatarbelakangi kurang baiknya sistem pendidikan saat itu. Antara tahun 1960-
an hingga 1970-an berbagi inovasi dilakukan melalui pengenalan kurikulum baru dan pendekatan
metode pengajaran baru dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, namun hasilnya tidak
memuaskan. Demikian juga dibanyak negara lain seperi Kanada, Amerika Serikat, Australia,
Inggris, Prancis, Selandia Baru, dan Indonesia.
Sebelumnya berbagai inovasi yang diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
difokuskan pada lingkup kelas, seperti perbaikan kurikulum, profesionalisme guru, metode
pengajaran, dan sistem evaluasi yang kesemuanya itu kurang memberikan hasil yang maksimal.
Bersamaan dengan berbagai upaya itu, pada tahun 1980-an terjadi perkembangan yang
menggembirakan di bidang manajemen modern, yaitu atas keberhasilan penerapannya di industri
dan organisasi komersial.
Keberhasilan aplikasi manajemen modern itulah yang kemudian diadopsi untuk diterapkan
di dunia pendidikan. Sejak saat itu masyarakat mulai sadar bahwa untuk meningkatkan kualitas
pendidikan perlu melompat atau keluar dari lingkup oengajaran di dalam kelas secara sempit ke
lingkup organisasi sekolah. Oleh karena itu diperlukan reformasi sistem secara struktural dan gaya
manajemen sekolah.
Setelah adanya kesadaran itulah muncullah berbagai gerakan reformasi seperti gerakan
sekolah efektif (effective school) yang mencari dan mempromosikan karakteristik sekolah-
sekolah efektif. Ada gerakan anggaran sekolah mandiri (self-budgeting school) yang menekankan
otonomi penggunaan sumber dana sekolah. Ada yang memfokuskan pada desentralisasi otoritas
dari kantor pendidikan pusat kepada aktivitas-aktivitas yang dipusatkan disekolah seperti
perkembangan kurikulum berbasis sekolah, pengembangan staff berbasis sekolah, bimbingan
siswa berbasis sekolah, dan sebagainya.
Namun, banyak pakar yang berpendapat bahwa desentralisasi kekuasaan dari tingkat pusat
ke tingkat sekolah tidak dapat menjamin bahwa sekolah akan menggunakan kekuasaannya secara
efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, kedua-duanya, yaitu antara orang
yang bertanggung jawab terhadap sekolah dan orang yang menerima layanan pendidikan harus
andil bersama-sama dalam pengambilan keputusan pada tingkat sekolah. Oleh karena itu,
muncullah kesadaran akan pentingnya andil seluruh stakholder sekolah dalam pengambilan
kepitusan sekolah.
Dalam perspektif administratif School-Site-Decision Making dapat dilihat dari tiga macam
sudut pandang, yaitu: pertama, dasar kemunculannya karena tidak adanya keseimbangan kekuatan
atau kekuasaan antara atasan dan bawahan. Dalam pengertian proses pengambilan keputusan lebih
banyak didominasi oleh atasan, sementara itu bawahan kurang berperan. Kedua, dalam kontek
sosial School-Site Decision Makingsebagai alternatif baru bagi sistem administrasi yang
sentralistis. Sistem tersebut menimbulkan banyak masalah sosial seperti tingkat partisipasi, tingkat
keterwakilan, bentuk evaluasi yang cocok dan akuntabilitasnya. Sistem sentralistis semacam ini
tidak dapat dipertahankan karena munculnya masalah-masalah sosial seperti tingkat pengangguran,
kesulitan ekonomi, keterbatasan dana, dan meningkatnya tingkat kekecewaan
masyarakat. Ketiga dalam keterkaitan antara sekolah dengan lingkungan sosial, School-Site
Decision Making sebagai strategi administratif untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi
lingkungan sosial.
Dengan demikian MBS muncul karena beberapa alasan. Pertama, terjadinya ketimpangan
kekuasaan dan kewenangan yang terlalu terpusat pada atasan dan mengesampingkan
bawahan. Kedua, kinerja pendidikan yang tidak kunjung membaik bahkan cenderung menurun di
banyak negara. Ketiga, adanya kesadaran para birokrat dan desakan dari para pecinta pendidikan
untuk merestrukturisasi pengelolaan pendidikan. (Nurkolis: 2003, 1-10)

B. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah


Manajemen Berbasis Madrasah atau Madrasah Based Management merupakan strategi
untuk mewujudkan madrasah yang efektif dan produktif. MBS merupakan paradigma baru
manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas kepada madrasah, dan perlibatan
masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar madrasah
leluasa mengelola sumner daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai
kebutuhan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
MBS adalah suatu ide tentang pengambilan keputusan pendidikan yang diletakan pada
posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni madrasah. Pemberdayaan madrasah dengan
memberikan otonomi yang lebih besar, disamping menunjukan sikap tanggap pemerintah
terhadapt tuntutan masyarakat, juga merupakan sarana peningkatan efisiensi, mutu dan pemerataan
pendidikan.
Penekanan aspek-aspek tersebut sifatnya situsional dan kondisional sesuai dengan masalah
yang dihadapi dan politik yang dianut pemerintah. Misalnya krisi multidimensi yang sudah hampir
tujuh tahun melanda Indonesia, tidak dapat dihindari dampaknya terhadap pendidikan, terutama
berkurangnya kemampuan pemerintah dalam penyediaan dana yang memadai untuk pendidikan
dan menurunnya kemampuan sebagian besar orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya.
Kondisi tersebut secara langsung berakibat pada menurunnya mutu pendidikan dan terganggunya
proses pemerataan. Melalui pelibatan masyarakat dalam pengelolaan madrasah, pemerintah akan
terbantu baik dalam kontrol maupun dalam pembiayaan pelayanan pendidikan sehingga
pemerintah dapat lebih berkonsentrasi pada masyarakat kurang mampu yang semakin
bertumbuh jumlahnya.
Disamping itu, mengendurnya birokrasi sejalan dengan prinsip desentralisasi dalam
konteks otonomi daerah juga mendukung efisiensi tersebut. Keterlibatan kepala madrasah dan
guru dalam pengambilan keputusan akan membangkitkan rasa memiliki yang lebih tinggi terhadap
madrasah, sehingga mendorong mereka untuk mendayagunakan sumber daya yang ada seefisien
mungkin untuk mencapai hasil yang optimal. Konsep ini didasarkan kepada Self Determination
Theory yang menyatakan bahwa jika seseorang memiliki kekuasaan dalam pengambilan suatu
keputusan, maka akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan kekuasaan
tersebut.
MBS merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada
madrasah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhannya. Otonomi
dalam manajemen merupakan potensi bagi madrasah untuk meningkatkan kinerja para tenaga
kependidikan, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Dengan penerapan MBS, madrasah memiliki full
authority and responsibility dalam menetapkan program-program pendidikan dan berbagai
kebijakan sesuai dengan visi, misi dan tujuan pendidikan. Untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan
tersebut, madrasah dituntut untuk menetapkan berbagai program dan kegiatan, menentukan
prioritas, mengendalikan pemberdayaan berbagai potensi madrasah dan lingkungan sekitar, serta
mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah.
Dalam MBS, semua kebijakan dan program madrasah ditetapkan oleh Komite Madrasah
dan Dewan Pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah
dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewa perwakilan rakyat daerah (DPRD),
pejabat pendidikan daerah, kepala madrasah, tenaga kependidikan, perwakilan orang tua peserta
didik dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan segala kebijakan madrasah
berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikan yang berlaku. Selanjutnya, komite madrasah
perlu merumusakan dan menetapkan visi, misi dan tujuan madrasah dengan berbagai implikasinya
terhadap program-program kegiatan operasional untuk mencapai tujuan madrasah. (Depag RI,
2005: 2-4)
C. Landasan Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
Secara yuridis, penerapan MBS dijamin oleh peraturan perundang-undangan berikut :
1. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat (1) pengelolaan satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan
standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah
2. UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional tahun 2000-2004 pada Bab VII
tentang Bagian Program Pembangunan Bidang Pendidikan, khususnya sasaran (3), yaitu
terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat.
3. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 44 tahun 2002 tentang Pembentukan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah
4. Kepmendiknas No. 087 tahun 2004 tentang Standar Akreditasi Sekolah, khususnya tentang
manajemen berbasis sekolah
5. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya standar
pengelolaan sekolah, yaitu manajemen berbasis sekolah. (Rohiat, 2010: 51)
Penerapan MBS pada dunia pendidikan Indonesia bukan tanpa alasan atau landasan
tertentu. Namun demikian, sebelum melangkah pada landasan diterapkannya konsep MBS ini,
setidaknya lebih dahulu mengetahui apa yang terkandung didalamnya. MBS pada dasarnya
merupakan suatu konsep manajemen pendidikan yang memberikan otoritas kepada sekolah agar
bisa memberdayakan diri dengan disertai partisipasi masyarakat.
Adapun hal-hal yang melandasi penerapan MBS pada konteks pendidikan Indonesia adalah:
a) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga dapat
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolah
b) Sekolah lebih mengetahui komponen pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan
dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik
c) Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah dan warga sekolah lebih sesuai dan pas untuk
memenuhi kebutuhan sekolah sekaligus menciptakan transparansi kerja
d) Penggunaan sumber daya pendidikan akan lebih efektif dan efisien bila dikontrol oleh masyarakat
setempat
e) Sekolah dapat mempertanggungjawabkan hasil pendidikan masing-masing kepada semua pihak
yang berkepentingan, dan secara cepat merespon aspirasi mereka, serta lingkungan yang berubah
dengan cepat, sehingga bisa berupaya semaksimal mungkin melaksanakan dan mencapai sasaran
mutu pendidikan yang telah direncanakan
f) Sekolah dapat melakukan kompetisi dengan sekolah-sekolah lain dalam meningkatkan mutu
pendidikan.
Sebagai konsep desentralisasi pendidikan, MBS juga dilatarbelakangi oleh beberapa alasan yaitu :
a) Wilayah Indonesia secara geografis sangat luas dan beraneka ragam
b) Keanekaragaman golongan dan lingkungan, sosial, budaya, agama, ras, etnis dan bahasa
c) Populasi pendidikan yang terus tumbuh sesuai dengan perkembangan ekonomi, ilmu pengetahuan
dan teknologi serta pandangan dan sosial budaya
d) Adanya aspirasi dan gaya hidup yang berbeda antar wilayah
e) Perkembangan sosial, politik, ekonomi serta budaya yang cepat dan dinamis menuntut
penanganan segala persoalan secara cepat, dan rendahnya mutu pendidikan yang membutuhkan
perbaikan dan reformasi total.
Uraian-uraian tersebut dikemukakan oleh sekaligus menjadi dasar dan landasan MBS. Karena itu
implementasi MBS dirasa perlu untuk segara dioptimalkan. (Shoimatul, 2013: 62-64)
D. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu
manajemen, berbasis dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara
efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar yang berarti dasar atau asas. Sekolah
adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran.
Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya
yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.
MBS adalah salah satu dari beberapa bentuk reformasi pendidikan dalam rangka
memperbaiki pendidikan, terutama memperbaiki lingkungan pengajaran dan pembelajaran bagi
siswa. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia menyebut MBS dengan Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Secara umum MPMBS diartikan sebagai model
manajemen yang memberi otonomi lebih besar pada sekolah dan mendorong pengambilan
keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah untuk meningkatkan
mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Definisi lain yang perlu disimak adalah school based management is a strategy to improve
education by transferring significant decision-making authority from state and district offices to
individual school,bahwa MBS adalah suatu strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan
memindahkan kewenangan pengambilan keputusan yang penting dari pihak pemerintah pusat dan
pemerintah daerah kepada pihak pengelola sekolah. (Nurkolis, 2006: 1-11)
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menurut konsep Tim Teknis BAPPENAS,
merupakan bentuk alternatif sekolah dalam proagram desentralisasi bidang pendidikan, yang
ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi dalam
kerangka kebijakan pendidikan nasional.
Berdasarkan prinsip-prinsip MBS maka sekolah sebagai lembaga terdepan dalam
melakukan proses pendidikan, menuntut adanya sikap baru seluruh pihak yang terkait denggan
penyelenggaraan sekolah untuk berpartisipasi aktif dalam melakukan berbagai kegiatan inovatif
dalam proses pemberdayaan sekolah, baik dalam memberdayakan sumber daya manusia, sumber
daya belajar, sumber fasilitas dan dana.
MBS sebagai konsep pemberdayaan, memiliki peluang yang besar dalam meningkatkan
manajemen sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. MBS memberikan kesempatan yang luas
bagi pihak-pihak sekolah untuk turut serta atau berpartisipasi aktif dalam menentukan arah
persekolahan. Kebijakan untuk melibatkan kelompok kepentingan dalam penyelenggaraan
persekolahan, merupakan upaya positif dalam memberdayakan persekolahan.
Dengan demikian wacana desentralisasi manajemen pendidikan MBS mengharapkan :
1) Memindahkan fokus pembaruan dan inovasi pendidikan dari tingkat pemerintah pusat ke tingkat
sekolah
2) Mendorong kemajuan sekolah dengan tanpa meninggalkan nilai-nilai setempat
3) Memberi kemungkinan bahkan mendorong pelaku pendidikan terkait dalam manajemen sekolah
bertindak secara berbeda
4) Menuntut adanya komitmen dari pihak atas untuk mau mendorong terjadinya inovasi dan
perubahan pada tingkat kelembagaan satuan pendidikan (Yoyon Bahtiar, 2011: 158-165)
Beberapa definisi tentang MBS menegaskan bahwa konsep tersebut mengacu pada
manajemen sumberdaya di tingkat sekolah bukan di tingkat yang sentralistik. Beberapa
sumberdaya dalam pengertian luas mencakup pengetahuan, teknologi, kekuasaan, material,
manusiaa, waktu dan keuangan. Melalui MBS beberapa sekolah diberi pengawasan lebih besar
atas arah yang akan dicapai organisasi sekolah tersebut. Pengawasan atas anggaran merupakan inti
dari MBS. Terkait dengan kebijaksanaan anggaran adalah pengawasan atas penetapan peran,
penggajian dan pengembangan staf. (Ibtisam, 2002: 25)
Dari berbagai pendapat tentang pengertian MBS dengan demikian dapat dirumuskan
bahwa MBS adalah model pengelolaan sekolah dengan memberikan kewenangan yang lebih besar
pada tingkat sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri secara langsung. Dimilikinya
kewenangan sekolah itu karena terjadi pergeseran kekuasaan dari pemerintah pusat atau
pemerintah daerah kepada sekolah langsung dalam pengelolaan sekolah. Dengan adanya
kewenangan yang besar tersebut maka sekolah memiliki otonomi, tanggung jawab dan partisipasi
dalam menentukan program-program sekolah.

E. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah


MBS di Indonesia yang menggunakan model MPMBS muncul karena beberapa alasan,
antara lainpertama, sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi
dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk
memajukan sekolahnya.Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhannya. Ketiga, keterlibatan
warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan
demokrasi yang sehat.
Menurut Bank Dunia, terdapat beberapa alasan diterapkannya MBS antara lain alasan
ekonomis, politis, profesional, efisiensi administrasi, finansial, akuntabilitas dan efektivitas
sekolah.
1. Alasan Ekonomis
Menurut King dan Ozler yang dikutip oleh Nurkolis menjelaskan bahwa manajemen lokal
dirasakan lebih efektif. Aktor yang dirugikan atau diuntungkan dan yang paling memberikan
informasi terbaik tentang apa yang terjadi di sekolah adalah yang paling baik untuk membuat
keputusan yang sesuai. Aktor tersebut juga paling tau pengguunaan sumber daya yang sesuai dan
bagaimana siswa harus belajar.
2. Alasan Politis
Bentuk reformasi desentralisasi yang mendorong adanya partisipasi demokratis dan kestabilan
politik. Alasan ini juga terkait dengan struktur pemerintahan secara luas, dimana pemerintah
memberikan kesempatan untuk mendesentralisasikan beberapa aspek pengambilan keputusan di
bidang pendidikan.
3. Alasan Profesional
Tenaga kerja sekolah harus berpengalaman dan memiliki keahlian untuk membuat keputusan
pendidikan yang sesuai terutama untuk para siswa. Tenaga yang profesional juga memberi
sumbangan pengetahuan kependidikannya yang berkaitan dengan kurikulum, pembelajaran dan
proses manajemen sekolah. Mereka juga mampu memberi motivasi dan komitmen lebih baik untuk
pengajaran di sekolah.
4. Efisiensi Administrasi
Terjadinya efisiensi karena pengalokasian sumber daya dilakukan sekolah itu sendiri. Sekolah
merupakan posisi terbaik untuk mengalokasikan sumber daya secara efisiensi dalam memenuhi
kebutuhan siswa.
5. Alasan Finansial
MBS dapat dijadikan alat untuk meningkatkan sumber pendanaan lokal. Asumsinya dengan
mendorong dan menerima keterlibatan orang tua siswa didalam pengambilan keputusan sekolah,
orang tua akan termotivasi untuk meningkatkan komitmennya kepada sekolah. Selanjutnya orang
tua akan lebih memiliki keinginan untuk menyumbangkan uang, tenaga dan sumber daya lainnya
kepada sekolah.
6. Alasan Akuntabilitas
Akuntabilitas sekolah akan terjadi apabila ada keterlibatan pihak-pihak sekolah dalam
pengambilan keputusan dan pelaporannya. MBS dapat meningkatkan akuntabilitas karena
meningkatkan hak bersuara dan peran serta para pihak yang pada pengelolaan sekolah tradisional
sangatlah lemah.
7. Alasan Efektivitas Sekolah
Implementasi MBS mengarah pada peningkatan karakteristik kunci sekolah efektif yang meliputi
kepemimpinan yang kuat, guru-guru yang terampil dan memiliki komitmen, meningkatkan fokus
pada pembelajaran dan rasa tanggung jawab terhadap hasil. (Nurkolis, 2003: 21-23)
F. Strategi Manajemen Berbasis Sekolah
Strategi adalah langkah-langkah yang sistematis dan sistemik dalam melaksanakan rencana
secara menyeluruh dan berjangka panjang dalam pencapaian tujuan model MBS. Strategi
penerapan konsep MBS memfungsikan sekolah dengan fokus kepada kemampuan dalam hal (1)
Menyusun rencana sekolah dan rencana anggaran, (2) Mengelola sekolah berdasarkan rencana
sekolah dan rencana anggaran tersebut, (3) Memfungsikan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan sekolah. Implikasi penting dari penerapan model MBS adalah perlu disediakan
penghargaan dan hukuman terhadap sekolah yang berhasil dan tidak berhasil melaksanakannya.
Salah satu bentuk sanksi adalah pengurangan anggaran untuk sekolah tersebut.
v Rencana Sekolah
Tujuan Rencana sekolah adalah (1) Membantu sekolah menjelaskan pengelolaan sekarang
dan waktu mendatang (2) Mendorong dan mendukung partisipasi masyarakat (3) Mendorong
adanya keputusan-keputusan ditingkat sekolah (4) Mendorong terciptanya ketentuan dalam
perencanaan dan pelaksanaanya.
Beberapa komponen dalam perencanaan sekolah mencakup (1) Kesiapan sumber daya
manusia yang terkait MBS (2) Kategori sekolah dan daerah misalnya daerah sekolah kriteria 1.
kriteria 2, kriteria 3 dan daerah denugan pendapatan tinggi sedang dan kurang (3) Peraturan atau
kebijakan dan garis besar pedoman pelaksanaan yang dirumusan sedemikian rupa meliputi
kerangka nasioanal dan otonomi sekolah yang mencakup macam sekolah, pembiayaan dan
evaluasi.
v Rencana Strategik
Strategi pencapaian impelemntasi MBS perlu mempertimbangkan kompleksitas
permasalahan persekolahan di Indonesia dengan menggunakan SWOT analisis. Untuk itu perlu
suatu tahapan dalam penerapannya dengan mempertimbangkan priotitas waktu jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang.
Strategi pelaksanaan konsep MBS ditingkat pendidikan dalam jangka pendek, menengah
dan jangka panjang harus memperhatikan berbagai aspek antara lain partisipasi masyarakat,
ketenagaan guru dan kepala sekolah, keuangan, kurikulum, materi dan penilaian buku dan alat
sarana yang diperlukan.
Strategi yang digunakan jika tujuan dan sasaran sekolah sudah jelas, maka dilakukan
analisis SWOT yaitu menganalisis kekuatan, kelemahan dan menganalisis peluang serta
ancamannya. Analisis ini berfungsi dalam melakukan evaluasi diri yang dilakukan secara objektif
terhadap kinerja sekolah. Hal yang penting yang harus diperhatikan dalam evaluasi diri adalah
ketersediaan sumber dan prioritas program. Oleh karena itu sehubungan dengan keterbatasan
sumber daya, dimungkinkan bahwa proses tertentu lebih penting dari program lain dalam
memenuhi kebutuhan belajar, keadaan ini menuntut pengelola sekolah menentukan skala prioritas
dalam melaksanakan program. Hal yang harus dijadikan acuan dalam penentuan rencana program
adalah ahsil yang diharapkan dari proses pembelajaran.
Contoh Evaluasi Diri :
Permasalahan telah diketahui bahwa prestasi belajar siswa kurang menggembirakan
(Indeks prestasi NEM: rata-rata 5). Faktor apa yang berpengaruh? Dari hasil evaluasi diri
ditemukan bahwa faktor yang berpengaruh adalah a. Kecakapan guru mata pelajaran yang
diebtanaskan b. Kualitas guru c. Kualitas pembelajaran d. Ketersediaan alternatif pelajaran e.
Motivasi belajar siswa
Kekuatan dan Kelemahan
1) Jumlah guru dan kualifikasinya cukup memadai hampir seluruhnya berijasah D2 keatas dan
banyak yang berpendidikan S1 dengan bidang studi yang relevan
2) Kualitas pembelajaran kurang baik, karena kurikulum terlampau padat dan guru mengajar
dibanyak sekolah
3) Sarana belajar kurang memadai, alat-alat pelajaran dan buku pelajaran tidak sesuai dengan jumlah
murid
4) Motivasi belajar siswa tidak merata, sebagian besar motivasi belajarnya rendah dan sebagian kecil
motivasi belajarnya tinggi
Bagaimana Pemecahannya?
1) Pengaktifan kegiatan KKG (kelompok kerja guru) untuk menentukan model pembelajaran yang
dapat mengatasi kepadatan kurikulum
2) Pembentukan kelompok diskusi terbimbing untuk saling tukar pengalaman dalam meningkatkan
motivasi belajar murid
3) Pengadaan buku-buku perpustakaan yang dapat mendukung upaya pendalaman materi dan
motivasi belajar siswa
Langkah selanjutnya menyusun rencana kerja atau program perbaikan prestasi belajar dengan tiga
strategi yaitu :
1. Strategi pengaktifan KKG
2. Strategi diskusi terbimbing dengan optimalisasi peran
3. Strategi pengadaan buku perpustakaan (Nanang Fattah. 2004: 31-39)
G. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan pelayanan pendidikan di madrasah,
terutama di era ekonomi pendidikan, madrasah diharapkan dapat mengembangkan manajemen
pendidikan di madrasah, meningkatkan partisipasi masyarakat baik dalam penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan. Diantara kegiatan dan program yang diberikan adalah pemberdayaan
komite madrasah, dan peningkatan kapasitas kepala madrasah, pendidik dan tenaga kependidikan
lainnya, serta pemberian bantuan atau subsidi dan penyediaan sarana dan prasarana penunjang
pendidikan, serta pengembangan manajemen berbasis sekolah di madrasah.
Oleh karena itu, Departemen Agama sebagai departemen teknis yang bertanggung jawab
dalam pembinaan madrasah, mengembangkan suatu sistem perbaikan madrasah yang
berkesinambungan, sehingga dapat meningkatkan perbaikan mutu yang berkelanjutan dan tidak
lagi melakukan perbaikan yang dilakukan parsial, tidak ada kesinambungan dan hanya tambal
sulam.
Melalui MBS, madrasah dikembangkan menjadi lembaga pendidikan yang diberi
kewenangan dan tanggung jawab secara luas untuk mandiri, maju dan berkembang berdasarkan
kebijakan dasar pengelolaan pendidikan yang ditetapkan pemerintah. Persoalan yang muncul
adalah apakah kondisi aktual madrasah-madrasah di Indonesia beserta sumber dayanya sudah
memiliki kesiapan untuk melaksanakan inovasi yang akan mengubah pola dan sistem manajemen
madrasah.

Implementasi MBS di Indonesia perlu didukung oleh perubahan mendasar dalam


kebijakan pengelolaan madrasah yang menyangkut aspek-aspek berikut :
1) Iklim Madrasah yang Kondusif
Pelaksanaan MBS perlu didukung oleh iklim madrasah yang kondusif bagi terciptanya suasana
yang aman, nyaman dan tertib, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang
dan menyenangkan. Iklim yang demikian akan mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang
efektif, yang lebih menekankan pada belajar mengetahui, belajar berkarya, belajar menjadi diri
sendiri, dan belajar hidup bersama secara harmonis. Suasana tersebut akan memupuk tumbuhnya
kemandirian dan berkurangnya ketergantungan di kalangan warga madrasah, bersifat adaptif dan
proaktif serta memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, dan berani mengambil resiko).
Untuk kepentingan tersebut, madrasah perlu dilengkapi oleh sarana dan prasarana pendidikan serta
sumber-sumber belajar yang memadai.
2) Otonomi Madrasah
Dalam sistem sentralisasi yang dianut selama ini, sistem pendidikan sebagai pelaksana program
pendidikan, hampir tidak pernah diberi kewenangan untuk menentukan program pendidikan atau
sistem evaluasi pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik secara aktual.
Madrasah, terutama madrasah negeri hanya berfungsi sebagai pelaksana ketentuan dari pusat,
meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta ddik.
Dalam MBS, kebijakan pengembangan kurikulum dan pembelajaran beserta sistem evaluasinya
harus didesentralisasikan ke madrasah, agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat
secara lebih fleksibel. Pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas, dan Depag hanya menetapkan
standar nasional, yang pengembangannya diserahkan kepada madrasah. Dengan demikian,
desentralisasi kebijakan dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran beserta sistem
evaluasinya merupakan prasyarat untuk mengimplementasikan manajemen berbasis madrasah
secara utuh.
3) Kewajiban Madrasah
Manajemen berbasis madrasah yang menawarkan keleluasan dalam pengelolaan pendidikan
memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala madrasah, guru, dan tenaga kependidikan
yang profesional. Oleh karena itu, pelaksanaannya perlu disertai seperangkat kewajiban serta
monitoring dan tuntutan pertanggung jawaban yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa
madrasah selain memiliki otonomi juga mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan
pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat. Dengan demikian, madrasah, madrasah dituntut
mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli
dan bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah, dalam rangka
meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
4) Kepemimpinan Madrasah yang Demokratis dan Profesional
Pelaksanaan MBS memerlukan sosok kepala madrasah yang memiliki kemampuan manajerial
dan integritas profesional yang tinggi, serta demokratis dalam proses pengambilan keputusan-
keputusan mendasar. Pada umumnya, kepala madrasah di Indonesia belum dapat dikatakan
sebagai manajer profesional karena sistem pengangkatan selama ini tidak didasarkan kepada
kemampuan pendidikan profesional, tetapi lebih pada pengalaman menjadi guru. Hal ini disinyalir
pula oleh laporan Bank Dunia bahwa salah satu penyebab menurunnya mutu pendidikan
persekolahan di Indonesia adalah kurang profesionalnya para kepala sekolah sebagai manajer
pendidikan di tingkat lapangan. Dengan demikian, pelaksanaan MBS memerlukan perubahan
sistem pengangkatan kepala madrasah selain pengangkatan karena kepangkatan atau pengalaman
kerja sebagai guru, juga pengangkatan berdasarkan kemampuan dan keterampilan dalam
profesional bidang manajemen pendidikan.
Dalam MBS, kepala madrasah adalah the key person atau keberhasilan pelaksanaan otonomi
madrasah. Ia adalah orang yang diberi tanggung jawab untuk mengelola dan memberdayakan
berbagai sumber yang tersedia dan dapat digali dari masyarakat serta orang tua untuk mewujudkan
visi, misi dan tujuan madrasah. Oleh karena itu, dalam implementasi MBS, kepala madrasah
dituntut untuk memiliki visi dan wawasan yang luas tentang madrasah yang efektif serta
kemampuan profesional yang memadai dalam bidang perencanaan, kepemimpinan, manajerial dan
supervisi pendidikan. Ia juga harus memiliki kemampuan untuk membangun kerjasama yang
harmonis dengan berbagai pihak yang terkait dengan program pendidikan di madrasah. Singkatnya,
dalam implementasi MBS kepala madrasah harus mampu berperan sebagai educator, manajer,
administrator, supervisor, leader, innovator dan motivator pendidikan.
5) Revalitasi Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua
Kebanyakan madrasah adalah swasta yang dibangun oleh individu atau masyarakat muslim
sebagai wujud panggilan dan kesadaran keberagaman masyarakat muslim terhadap pentingnya
pelestarian ajaran agama kepada anak-anak generasi penerus. Sehingga perkembangan madrasah
amat tergantung pada seberapa besar perhatian dan komitmen mereka, masyarakat yang
melingkupinya, terhadap kemajuan pendidikan Islam. Selama krisis di Indonesia, madrasah hidup
tidak karena dukungan pemerintah, tetapi lebih banyak karena dukungan dan komitmen
masyarakat sekitar. Namun partisipasi mereka terbatas hanya pada masalah finansial dan upaya
penggalangan dana pendidikan.
Dalam implementasi MBS, partisipasi aktif berbagai kelompok masyarakat dan pihak orang tua
dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan program madrasah perlu
dibangkitkan kembali. Wujud keterlibatan, bukan hanya dalam bantuan finansial, tetapi lebih dari
itu, dalam pemikiran-pemikiran untuk peningkatan kualitas madrasah. Masyarakat dan orang tua
harus disadarkan bahwa madrasah merupakan lembaga pendidikan yang perlu didukung oleh
semua pihak. Prestasi keberhasilan madrasah harus menjadi kebanggaan masyarakat dan
lingkungannya. Ini berarti, pelaksanaan MBS memerlukan kesaran dan partisipasi aktif semua
pihak yang terkait dengan pendidikan di madrasah.
Memahami uraian tersebut, nampak bahwa MBS sangat potensial untuk mendukung paradigma
baru manajemen pendidikan dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan di
Indonesia, meskipun demikian, dalam implementasinya Depag banyak menggali dari pengalaman-
pengalaman penyelenggara pendidikan, baik di Indonesia maupun di negara lain, kemudian
memodifikasi, mengadaptasi, merumuskan dan mengembangkan model yang khas sesuai dengan
karakteristik masyarakat, situasi dan kondisi aktual serta budaya dan lingkungan madrasah. Hal
ini penting, agar implementasi MBS dapat diterima oleh semua pihak serta berbagai lapisan
masyarakat yang berkepentingan dan bertanggungjawab terhadap proses pendidikan di madrasah.
Oleh karena itu, sosialisasi kepada masyarakat, tokoh agama serta pejabat pada semua jalur dan
jenjang pendidikan merupakan salah satu kunci pendukung pelaksanaan yang aktual. Demikian
pula political will dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. (Depag RI,
2005: 8-12)
H. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang
akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam menerapkan MBS,
sejumlah karakteristik MBS perlu dimiliki. Karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan
karakteristik sekolah efektif. Jika MBS merupakan wadah/kerangka, sekolah efektif merupakan
isinya. Oleh karena itu, karakteristik MBS memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif
yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.
Dalam menguraikan karakteristik MBS pendekatan sistem, yaitu input, proses,
dan output digunakan untuk memandunya. Hal ini didasari oleh pengertian bahwa sekolah
merupakan sebuah sistem sehingga penguraian karakteristik MBS (yang juga karakteristik sekolah
efektif didasarkan pada input, proses, danoutput). Uraian berikut dimulai dari output dan diakhiri
dengan input karena output memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedangkan proses memiliki
tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah dari output, dan input memiliki tingkat kepentingan
dua tingkat lebih rendah dari output
1. Output yang Diharapkan
Sekolah memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan
melalui proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic achievement)
dan output yang berupa prestasi non akademik (nonacademic achievement). Output prestasi
akademik misalnya, NUAN/NUNAS, lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris,
Matematika, Fisika), cara berfikir (kritis, kreatif divergen, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan
ilmiah). Output nonakademik, misalnya akhlak/budi pekerti, dan perilaku sosial yang baik seperti
bebas narkoba, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama,
solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga, kesenian, dan
kepramukaan.
2. Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:
a. Proses Belajar Mengajar dengan Efektivitas yang Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki efektivitas proses belajar mengajar (PBM) yang
tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh sifat PBM yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik.
PBM bukan sekedar memorisasi dan recall atau penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang
apa yang diajarkan (logos), tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan
sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati (ethos) serta dipraktikkan
dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos). Belajar yang efektif juga mengacu pada
pilar-pilar pendidikan menurut UNESCO yaitu:
Learning to know yaitu belajar untuk mengetahui
Learning to do yaitu belajar untuk melakukan
Learning to live together yaitu belajar untuk bermasyarakat
Learning to be yaitu belajar tentang apa yang bisa dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, serta
ditambah dengan
Learning to religi yaitu belajar untuk memahami agama.
Dengan demikian maka kegiatan pembelajaran akan dapat memiliki efektivitas yang tinggi.
b. Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
Pada sekolah yang menerapkan MBS, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam
mengoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang
tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong
sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-
program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.
Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan
kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif prakarsa untuk
meningkatkan mutu sekolah. Secara umum, kepala sekolah yang tangguh memiliki kemampuan
memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah.
c. Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
Sekolah dengan MBS memiliki lingkungan sekolah yang aman dan tertib. Sekolah memiliki
lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat
berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning). Karena itu, sekolah yang efektif selalu
menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman, dan tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang
dapat menumbuhkan iklim tersebut. Dalam hal ini, kepala sekolah memegang peranan yang sangat
penting.
d. Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
Sekolah dengan SBM memiliki pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif. Tenaga
kependidikan, terutama guru merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah merupakan wadah
dan sekolah yang menerapkan MBS menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga
kependidikan, mulai dari analisa kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja,
hubungan kerja, hingga imbal jasa merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah.
Pada pengembangan tenaga kependidikan, hal tersebut harus dilaksanakan secara terus
menerus mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Tenaga
kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MBS adalah tenaga kependidikan yang
mempunyai komitmen tinggi dan selalu mampu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.
e. Sekolah Memiliki Budaya Mutu
Sekolah MBS memiliki budaya mutu yang memiliki elemn-elemen sebagai berikut: (a)
informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang;
(b) kewenangan harus sebatas pada tanggungjawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards)
atau sanksi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus menjadi basis untuk
kerjasama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness)
harus ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya; dan (h) warga sekolah
merasa memiliki sekolah.
f. Partisipasi yang Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan
masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi
tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar pula rasa tanggung jawab, makin besar
pula tingkat dedikasinya.
g. Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang
menerapkan MBS. Keterbukaan/transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan,
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya yang selalu melibatkan
pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.

3. Input Pendidikan
a. Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan
sasaran sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut
dinyatakan oleh kepala sekolah dan disosialisasikan kepada semua warga sekolah sehingga
tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh
warga sekolah.
b. Sumberdaya Tersedia dan Siap
Sumberdaya merupakan input penting yang diperlukan untuk kelangsungan proses
pendidikan di sekolah. Tanpa sumberdaya yang memadai, proses pendidikan di sekolah tidak akan
berlangsung secara memadai dan pada akhirnya sasaran sekolah tidak akan tercapai. Sumberdaya
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang,
peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya) dengan penegasan bahwa sumberdaya selebihnya
tidak mempunyai arti apapun bagi perwujudan sasaran sekolah tanpa campur tangan sumber daya
manusia.
Secara umum, sekolah yang menerapkan MBS harus memiliki tingkat kesiapan sumberdaya
yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan. Artinya, segala sumberdaya yang diperlukan
untuk menjalankan proses pendidikan harus tersedia dan dalam keadaan siap. Ini bukan berarti
bahwa sumberdaya yang ada harus mahal, tetapi sekolah yang bersangkutan dapat memanfaatkan
keberadaan sumberdaya yang ada dilingkungan sekolahnya. Oleh karena itu, diperlukan kepala
sekolah yang mampu memobilisasi sumberdaya yang ada disekitarnya.
c. Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
Meskipun pada butir (b) telah disinggung tentang ketersediaan dan kesiapan sumberdaya
manusia (staff), pada butir ini perlu ditekankan lagi karena staf merupakan jiwa sekolah. Sekolah
yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu (kompeten) dan berdedikasi tinggi
terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas, yaitu bagi sekolah yang ingin memiliki efektivitas yang
tinggi, kepemilikan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi merupakan suatu keharusan.
d. Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk
meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Kepala sekolah memiliki komitmen dan
motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru memiliki komitmen
dan harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat mencapai tingkat prestasi yang maksimal,
walaupun dengan segala keterbatasan sumberdaya pendidikan yang ada di sekolah.
Peserta didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk berprestasi
sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Harapan terbesar dari ketiga unsur sekolah ini
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sekolah selalu dinamis untuk menjadi lebih baik
dari keadaan sebelumnya.
e. Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa)
Pelanggan, terutama siswa, harus menjadi fokus dari semua kegiatan sekolah. Artinya,
semuainput dan proses yang dikerahkan di sekolah tujuan utamanya adalah meningkatkan mutu
dan kepuasan peserta didik. Konsekuensi logis dari semua hal tersebut adalah penyiapan input dan
proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan yang
diharapkan dari siswa. (Rohiat, 2010: 58-62)
I. Paradigma Manajemen Berbasis Sekolah
Pemberdayaan sekolah dengan memberi otonomi yang lebih luas snelain menunjukan
sikap tanggap peerintah terhadap tuntutan masyarakat juga diharapkan dapat dipakai sebagai
sarana peningkatan efisiensi pendidikan. Menurut Santoso Hamijoyo yang dikutip oleh Nanang
Fattah bahwa desentralisasi urusan pendidikan mutlak perlu karena alasan-alasan berikut :
(1) Wilayah Indonesia yang secara geografis sangat luas dan beraneka ragam
(2) Aneka ragam golongan dan lingkungan sosial, budaya, agama, ras dan etnik serta bahasa
(3) Besarnya jumlah dan banyaknya jenis populasi pendidikan yang tumbuh sesuai dengan
perkembangan ekonomi, iptek, perdagangan dan sosial budaya
(4) Perluasan lingkungan suasana yang menimbulkan aspirasai dan gaya hidup yang berbeda antar
wilayah
(5) Perkembangan sosial politik, ekonomi dan budaya yang cepat dan dinamis menuntut penanganan
segala persoalan secara cepat dan dinamis
Manajemen Berbasis Sekolah sebagai konsep desentralisasi pendidikan yang melatarbelakangi
alasan-alasan tersebut diatas memasukan paradigma konsep yang jelas dalam mencapai tujuannya
yaitu kinerja unggul sekolah. Berikut konsep paradigma MBS :
MBS secara konsepsional akan membawa dampak terhadap peningkatan kinerja sekolah
dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan, pemerataan kesempatan dan pencapaian tujuan
politik suatu bangsa lewat perubahan kebijakan desentralisasi di berbagai aspek seperti politik,
edukatif, administratif, dan anggaran pendidikan. Paradigma konsep MBS berorientasi terhadap
perbaikan pendidikan, efisiensi administrasi, efisiensi keuangan, pencapaian tujuan politik dan
terwujudnya pemerataan.
Peningkatan kualitas belajar mengajar dapat dicapai apabila pengambilan kebutuhan dapat
dilakukan dengan cepat dan karena meningkatnya semangat guru maupun pengelola sekolah untuk
melakukan tugasnya dengan baik. Dalam banyak hal, MBS telah membawa dampak yang proaktif
sebagaimana telah diakui oleh Selandia Baru.
Otonomi pendidikan telah meningkatkan permintaan akann pendidikan terutama
masyarakat yang kurang mampu. Perubahan tanggung jawab biaya pendidikan mengakibatkan
biaya pendidikan meningkat dan pada sebagian negara menunjukan keadaan ketidakadilan dalam
pemerataan pendidikan karena adanya pengaruh negatif dari kebijakan desentralisasi. Oleh karena
itu, otonomi perlu mengadakan upaya bagaimana meminimalkan pengaruh negatif, seperti daya
dukung masyarakat yang kurang mampu terhadap sekolah. Dalam keadaan demikian peran
pemerintah pusat dalam meminimalkan resiko kebijakan sangat diperlukan. Berbagai cara seperti
pemberian bantuan khusus ke sekolah yang kurang memberikan jaminan terhadap warga untuk
memperoleh pelayanan pendidikan dapat dilakukan.
Kerangka konsep kebijakan atas pemerintah pusat di daerah harus terhubung terutama
dalam kebijakan fiskal dan manajemen keuangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemberdayaan
melalui sosialisasi konsep MBS, pelatihan SDM kependidikan, pengembangan sistem monitoring
yang tepat, dan membangun legitimasi dalam suatu model, menyiapkan langkah-langkah yang
harus dilakukan agar paradigma konsep MBS berhasil diimplementasikan. (Nanang Fattah,
2012: 48-50)
J. Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah disasarkan pada empat prinsip, yaitu:
1) Prinsip Ekuifinalitas (Principle of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa
cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga
sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena
kompleksa pekerjaan sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu
dengan sekolah yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya,
sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota, provinsi, apalagi negara.
2) Prinsip Desentralisasi (Principle of Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern.
Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi
oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktifitas pengajaran tidak dapat dielakkan dari
kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga
memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.
3) Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principle of Self-Managing System)
MBS tidak mengingkari bahwa sekolah perlu mencapai tujuan-tujuan berdasarkan suatu kebijakan
yang telah ditetapkan, tetapi terdapat berbagai cara yang berbeda-beda untuk mencapainya. MBS
menyadari pentingnya untuk mempersilahkan sekolah menjadi sistem pengelolaan secara mandiri
dibawah kebijakannya sendiri. Sekolah memiliki otonomi tertentu untuk mengembangkan tujuan
pengajaran, strategi manajemen, distribusi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya,
memecahkan masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi mereka masing-masing. Karena
sekolah dikelola secara mandiri maka mereka lebih memiliki inisiatif dan tanggung jawab,
4) Prinsip Inisiatif Manusia (Principle of Human Initiative)
Sejalan dengan perkembangan pergerakan hubungan antar manusia dan pergerakan ilmu
perilaku pada manajemen modern, orang mulai menaruh perhatian serius pada pengaruh penting
faktor manusia pada efektivitas organisasi. Prespektif sumber daya manusia menekankan bahwa
orang adalah sumber daya berharga di dalam organisasi sehingga poin utama manajemen adalah
mengembangkan sumber daya manusia di dalam sekolah untuk berinisiatif. Berdasarkan
perspektif ini maka MBS bertujuan untuk membangub lingkungan yang sesuai untuk warga
sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan potensinya. Oleh karena itu
peningkatan kualitas pendidikan dapat diukur dari perkembangan aspek sumber daya
manusianya. (Nurkolis, 20013: 62-67).
K. Pentahapan Manajememen Berbasis Sekolah
Dengan kondisi birokrasi dan kondisi persekolahan di Indonesia saat ini, persiapan strategi
penerapan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memerlukan tahapan yang terkait dengan
SDM, sarana dan prasarana anggaran dan stake holder. Secara garis besar Mulyasa, 2002: 11-
15 membagi pentahapan tersebut dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
1. Tahap Sosialisasi
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) melibatkan banyak pihak yang terkat
karena pengelolaan sekolah merupakan sub-sistem dari pengelolaan pendidikan secara nasional.
Secara substansial sosialisasi konsep MBS mencakup ide dasar MBS pada seluruh jajaran
Depdiknas dan stake holder, kejelasan karir dan kebijakan menjadi wewenang pusat, daerah, dan
sekolah, perubahan pola hubungan sub-ordinasi, perubahan sikap dan perilaku baik pimpinan
jajaran birokrasi maupun masyarakat, delegurasi aturan, dan trans-paransi serta akuntabilitas.
Tahap sosialisasi kerap sangat penting disebabkan luasnya wilayah nusantara terutama
daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh media informasi baik cetak maupun elektronik. Di
samping itu kecenderungan untuk menerima suatu konsep perubahan tidak mudah. Banyak
perubahan baik personal maupun organisasional memerlukan pengetahuan dan keterampilan baru
agar dapat beradaptasi dengan lebih baik dalam lingkungan yang baru. dalam mengefektifkan
pencapaian tujuan perubahan, maka diperlukan kejelasan tujuan dan cara yang tepat baik
menyangkut aspek proses maupun pengembangan. Faktor-faktor yang terlibat dalam mengelola
perubahan mencakup : (1) lingkungan eksternal, (2) manusia/perorangan, (3) tujuan, (4) kebiasaan,
(5) hasil, dan (6) proses keterkaitan.

2. Tahap Piloting (Uji Coba)


Penerapan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara masal akan mengundang
resiko besar. Oleh karena itu bersamaan dengan tahap sosialisasi perlu dikeluarkan piloting atau
model uji coba. Efektifitas model uji coba. Efektifitas model uji coba memerlukan persyaratan
dasar yaitu (a) akseptibilitas, (b) akuntabilitas, (c) replikabilitas, dan (d) sustainibilitas.
Akseptabilitas artinya dapat diterima oleh masyarakat, khususnya masyarakat dikalangan
pendidikan. Akuntabilitas artinya dapat dipertanggingjawabkan, baik secara konsep, operasional
maupun pendanaannya. Replikabilitas artinya model MBS yang diujicobakan dapat direplikasi di
sekolah lain, sehingga perlakuan yang diberikan kepada sekolah uji coba dapat dilaksanakaan di
sekolah lain ketika mencapai tahap masal. Sedangkan Sustainibilitas artinya program tersebut
dapat terus dikembangkan meskipun tahap uji coba telah selesai. Prinsip Sustainibilitas sering kali
tidak dapat dilaksanakan. Banyak proyek-proyek uji coba suatu model berhenti setelah uji coba
selesai, sehingga menjadi pemborosan.
a) Sumber Daya
Sekolah harus memiliki fleksibelitas menjalin sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat.
Selain pembiayaan operasional, pengelola keuangan harus dibentuk untuk memperkuat sekolah
dalam mengalokasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk
meningkatkan mutu.
b) Output yang dikerjakan
Sekolah harus memiliki output yang dikerjakan. Output adalah kinerja disekolah. Kinerja sekolah
adalah prestasi sekolah yang dihasilkan.
c. Proses
Sekolah yang menerapkan SBM memiliki efektifitas proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi.
d. Inovasi
Inovasi pendidikan dapat berbentuk ide, program, layanan, proses, atau teknologi yang
diimplementasikan dalam sistem pendidikan, inovasi diartikan sebagai proses perubahan
pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.
Beberapa karakteristik keberhasilan tentang inovasi antara lain: (1) inovasi dalam konteks politik
dan sosial budaya, (2) ketetapan strategi yang digunakan, (3) peran aktor yang diinovasi, (4)
fleksibel, (5) bagamana inovasi diinstitusionalkan.
3. Tahap Desiminasi
Proses desiminasi model memerlukan pentahapan, disebabkan kondisi wilayah yang luas dan
jumlah sekolah yang cukup besar daya variabilitasnya yang sangat beragam. Berdasarkan kondisi
lokasi dan kualifikasi sekolah saat ini terdapat tiga kategori sekolah, yaitu: baik, sedang, dan
kurang, yang tersebar di lokasi-lokasi dan wilayah yang maju, sedang, dan ketinggalan.
L. Perangkat Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Aspek utama dalam perangkat pelaksanaan ini yaitu rencana sekolah. Rencana sekolah
merupakan salah satu perangkat terpenting dalam pelaksanaan SBM dalam jangka waktu tertentu
yang disusun oleh sekolah bersama dewan sekolah. Dalam rencana sekolah berisi tentang visi dan
misi sekolah, prioritas yang ingi dicapai dan strategi pencapaiannya.
Aspek Perangkat Pelaksanaan SBM
Efektivitas pelaksanaan SBM memerlukan perangkat pelaksanaan yang mencakup:
1. Kesiapan sumber daya manusia yang terkait dengan pelaksaan SBM
Untuk mempersiapkan SDM dapat dilaksanakan dalam bentuk (1) sosialisasi melalui media masa,
forum-forum ilmiah dan media masa, (2) pelatihan yang dilaksanakan bagi kepala sekolah,
pengawas, guru, dan unsur-unsur lain yang terkait, (3) uji coba yang dengan memilih daerah dan
sekolah yang mewakili kriteria-kriteria sebagai uji coba SBM.
2. Tingkat Kemampuan Sekolah/Kategori Sekolah dan Daerah
Kategori sekolah mencakup (1) jenjang sekolah yang terdiri SD/MI Negeri/Swasta, SLTP/MTS
Negeri/Swasta, (2) kemampuan manajemen sekolah yang dikategorikan sebagai sekolah dengan
kemampuan manajemen tinggi, sedang dan rendah, dan (3) kriteria daerah yang terdiri dari daerah
dengan pendapatan tinggi, sedang, dan rendah.
3. Peraturan/Kebijakan dan Pedoman
Pedoman pelaksanaan terdiri dari dua jenis yaitu (1) pedoman dari pusat yang terdiri dari
seperangkat peraturan yang diperlukan untuk pelaksanaan otonomi pada masing-masinh unsur, (2)
pedoman pelaksanaan SBM yang dirumuskan sedemikian rupa mencakup kerangka nasional
otonomi sekolah. Pedoman ini meliputi antara lain (a) rencana sekolah, (b) pembiayaan, (c)
monitoring dan evaluasi.
4. Rencana Sekolah
Rencana sekolah disusun oleh sekolah dengan partisipasi masyarakat yang tergabung dalam
Dewasa Sekolah. Rencana sekolah perlu mendapat persetujuan dari Pemda Dati II. Dalam
rencana sekolah memuat materi tentang visi dan misi sekolah, tujuan, nilai-nilai nasional dan lokal,
serta prioritas program. Rencana sekolah menitikberatkan pada apa yang akan dicapai pada kurun
waktu tertentu (1 tahun, 2 tahun, atau 3 tahun).
5. Rencana Pembiayaan
Sekolah menyusun anggaran (rencana keuangan) yang terdiri dari sumber-sumber dana dari
pemerintah, orang tua murid, dan masyarakat. Semua dana dikelola oleh sekolah. Anggaran
disusun berdasarkan program dan diperhitungkan biaya yang untuk melaksanakan kegiatan dengan
prinsip efisiensi, bukan semuanya data yang tersedia dihabiskan. Anggaran mempunyai fungsi
pengendalian yang dapat menganalisis sebab-sebab jika terdapat perbedaan antara anggaran
dengan realisasi.
6. Pengelolaan sekolah yang terjalin erat dengan masyarakat melakukan monitoring internal (self
evaluation). Kegiatan ini menghasilkan laporan tahunan yang berisi laporan sekolah dan Dewan
Sekolah tentang pelaksanaan sekolah berdasarkan rencana/program. Sedangkan monitoring dan
evaluasi eksternal dilakukan oleh pengawas, Dati II, Pusat/Dati I atau konsultan yang independen.
Monitoring dan evaluasi dilakukan berdasarkan rencana sekolah dan anggaran.
7. Laporan
Sekolah dan Dewan Sekolah bersama-sama menyusun laporan. Laporan berisi kemajuan dan
kegagalan, serta hambatan yang dihadapi dengan melampirkan data hasil monitoring dan evaluasi,
baik secara internal maupun eksternal. (Supriono, 2001: 7-8)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya merupakan penyerasian sumberdaya
yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan
(stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan
untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional.
B. Saran
Kami mengharapkan bimbingan dosen dalam menyempurnakan makalah-makalah
selanjutnya. Kemudian kritik dan saran yang membangun dari para pembaca dan pembimbing.
Kami mengharapkan para pembaca untuk mencari materi MBS pada sumber buku lainnya guna
meningkatkan wawasan pembaca itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama R.I. (2005). Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah. Jakarta: Dirjen Kelembagaan
Agama Islam
Ibtisam Abu Duhou. (2002). School Based Management. Jakarta: Logos
Mulyasa. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya
Nanang Fattah. (2004). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung:
Bani Quraisy
Nanang Fattah. (2012). Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Nurkolis. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : Grasindo
Rohiat. (2010). Manajemen Sekolah. Bandung: Refika Aditama
Shoimatul Ula. (2013). Teori-Teori Manajemen Pendidikan Efektif. Yogyakarta: Berlian
Supriono. (2001). Manajemen Berbasis Sekolah. Surabaya: SIG
Yoyon Bahtiar I. (2011). Kebijakan Pembaruan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Makalah Kebijakan
Tentang Manajemen
Berbasis Sekolah atau
Madrasah sebagai upaya
peningkatan Mutu
Pendidikan Di Indonesia
Desember 15, 2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia, pendidikan

padadasarnya merupakan usaha sumberdaya manusia seiring perkembangan zaman yang sangat cepat

dan modern membuat dunia pendidikan khususnya diindonesia semakin penuh dengan dinamika.

Dimanika itu tampak dari tidak henti-hentinya sejumlah masalah yang dihadapi didunia pendidikan.

Merosotnya mutu pendidikan diindonesia disebabkan oleh buruknya sisitem pendidikan nasional dan

rendahnya sumber manusia.


Kebijakan pendidikan terdapat ketidak jelasan dalam asumsi-asumsi terhadap permasalahan-

permasalahn pendidikan, dalam melakukan analisis kebijakan pendidikan kurang konstektual sebagai

suatu kebujakan yang utuh dan teritegrasi secara empirical, evaluative, normative, predicitive, memberi

pedoman jelas bagi pengejewantahan formulasi, implementasidan evaluasi kebijakan. Kebijakan ini tidak

diformulasikan berdasarkan elemen-elemen yang perlu di integrrasikan secara synergy artinya apakah

rumusan-rumusan kebijakan tersebut telahmemenuhi kriteria kebijakan yang utuh atau masihada butir-

butir yang lepasdari ruang lingkupnya.

Peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional

dan merupakan bagian integraldari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia

secara kaffah (menyeluruh).Pemerintah, dalam hal ini pendidikan nasional telah mencanangkan Gerakan

Peningkatan Mutu Pendidikan pada tanggal 02 mei 2002 dan lebih terfokus lagi, setelah diamanatkan

dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

A. Bentuk Kebijakan

Kebijakan dalam penbangunan pendidikan harus merupakan pondasi untuk melaksanakan

pembangunan dalam berbagai bidang lainnya mengingat secara hakiki upaya pembangunan pendidikan

adalah untuk membangun kompetinsi manusianya yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan

diberbagai bidang pembangunannya. Filosofi dalam kebijakan pendidikan pada dasarnya dijiwai oleh cita-

cita luhur sebagaimana rumusan yang termaktub dalamamanat konstitusi. Dalam konteks inilah filosofi

tersebut harus dijadikan pedoman dalam setiap kebijakan pembangunandibidang pendidikan. Untuk itu

lah kebujakan yang berpihak sangat diperlukan dari semua pihak, terutama pemerintah khusus

pemerintah. Ada lima kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah


1. Kebijakan bidang pendidikan yang lebih jelas. Dengan adanya PP No.37 Tahun 37 seharusnya

memetakansecara jelas apa kewenangan tiap jenjang pemerintahan. Sehingga tidak ada lagi kebijakan

yang bersifat ganda atau berbenturan.

2. Pemberian kewenangan disertai dengan anggaran yang sesuai. Hingga sekarang ini masih banyak daerah

yang kesulitan membangun sekolah-sekolah dipedalaman. Perbedaan kondisi fisik sekolah antara

perkotaan dan perdesaan terlihat timpang. Kewenangan yang diberikan pada daerah tidak diimbangi

dengan anggaran sehingga daerah kesulitan mengejar ketimpangan tersebut.

3. Formulasi anggaran kedaerah sebaiknya juga memerhatikan kondisi wilayah. Penentapan standar yang

sama tidak mencerminkan keadilan. Minimal ada tiga indikator yang mempengaruhi ukuran pemberian

bantuan. Ketiga indicator tersebut adalah kondisi geografis, PDRD serta inflasi. Dengan memperhatikan

hal tersebut akan membantu daearh-daerah yang masih minus dalam APBDnya.

4. Merangsang inovasi dan teroboskan yang dilakukan oleh kepala daerah. Apabila ada kebijakan kepala

daerah yang memang rasional sertameningkatkan kualitas pendidikan dan membantu masyarakat,

harusnya terobosan ini di apresiasikansehingga membantu daerah-daerah lainuntuk mereplikasi

kebijakan yang menguntungkanmasyarakat.

5. Memberikan reward dan punishment pada daerah yang melakukan terobosan bagus atau membiarkan

kondisi pendidikan didaerahnya merosot.[1]

Kebijakan mutu pendidikan, yaitu:

1. Peningkatan tenaga pendidikan, nisalnya melaluin program in service training, magang, pencangkokan,

studi lanjut dan pemberdayaan SDM.

2. Penetapan konsesus standar kompetensi pendidikan nasional,yaitu sejauh mana sisiwqa seharusnya

menguasai suatu pengetahuan dan keterampilan.

3. Penetapan standar mutu pendidikan nasional melalui konsesus

4. Peningkatan upaya pencapaian standar mutu global

5. Pemenuhan kebutuhan sarana (buku, peralatan sekolah).


6. Pemenuhan biaya operasional dan perawatan

7. Pemeliharaan gedung dean peralatan

8. Pemenuhan perangkat penyelenggaraan pendidikan dan SDMnya

9. Pemenuhan jumlah tenaga pendidikan

10. Pemenuhan kesejahteraan tenaga kependidikan

11. Pemenuhan kebutuhan pokok makanan dankesehatan siswa.

12. Penetapan standar pelayanan minimal yang harus diberikan atau dibiayai oleh daerah dalam setiap jenis,

jenjang dan jalur pendidikan yang disertai dengan indikator kinerjanya.[2]

Pengertian Manajemen Berbasis

Istilah manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari school based management.

Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi

pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat.

MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan

kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat

mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah,

masyarakat, dan pemerintah.[3]


Manajemen Berbasis sekolah/madrasah (MBS/ MBM) merupakan paradigma baru pendidikan yang

memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) daalam kerangka kebijakan

pendidikan nasional. Pelibatan masyarakat ini dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu,

mengontrol pengelolaan pendidikan.

Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan


dari school-based management. MBS merupakan paradigma baru
pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah
( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.

Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan


alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan
kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis mengatakan
Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah
sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan.[4]

Tujuan MBS

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibelitas, partisipasi, keterbukaan,

kerjasama, akuntabilitas, sustainbilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan

memberdayakan sumberdaya yang tersedia. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat

dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;

2. kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan

keputusan bersama.

3. meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu

sekolahnya;

4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

Tujuan MBS/ MBS


MBS/ MBM yang tandai dengan otonomi sekolah/ madrasah dan pelibatan masyarakat merupakan

respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan

efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain melalui

partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan

profesionalisme guru dan kepala sekolah.

Manfaat MBS atau MBM

MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin kependidikan sekolah.

Melalui penyusunan kurikulum elektif, rasatanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan

menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah.

MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, sepeti pada sekolah-sekolah swasta,

sehingga menjamin partisipasi staf, orang tua, peserta didik, dan masyarakat yang lebih luas dalam

perumusan-perumusan keputusan tentang kependidikan. Kesempatan berpartisipasi tersebut dapat

meningkatkan komitmen mereka terhadap sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada akhirnya

akan mendukung efektifitas dalam pencapaian tujuan sekolah.

B. Implementasi Di Lapangan

Peningkatan mutu pendidikan disekolah perlu didukung kemamampuan manjerial para kepala

sekolah, sekolah perlu berkembang maju dari tahun ke tahun. Karena itu hubungan baik antarguru perlu

diciptakan agar terjalin iklim dan suasana kerja yang kondusif dan menyenangkan.Manajemen sekolah

perlu di bina agar sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang dapat menumbuhkan kreativitas, disiplin,

dan semangat belajar peserta didik.

Kepala sekolah perlu memilki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas

tentang sekolah dan pendidikan. Wibawa kepala sekolah harus ditumbuhkembangkan dengan

meningkatkan sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja, keteladanan, hubungan manusiawi

sebagai modal perwujudan iklim kerja yang kondusif. Kepala sekolah dituntut untuk melakukan fungsinya

sebagai manajer sekolah dalam meningkatkan proses belajar mengajar, dengan melakukan supervise

kelas, membina, dan memberikan saran-saran positif kepada guru. Disamping itu, kepala sekolah juga
harus melakukan tukar fikiran, sumbangsaran, dan studi banding antarsekolah untuk menyerap kiat-kiat

kepemimpinan darikepala sekolah yang lain.

Guru harus berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas, guru adalah teladan dan panutan

langsungpara peserta didik dikelas. Oleh karena itu, guru harus siap dengan segala kewajiban, baik

manajemen maupun persiapan isi materi pengajaran. Guru harus mengorganisasikan kelasnya dengan

baik.

Upaya peningkatan mutu perluasan pendidikan, yaitu

a. Kecukupan sumber-sumber pendidikan. Dalam hal ini meliputi kualitas tenaga kependidikan, biaya, dan

sarana belajar

b. Mutu proses belajar mengajar yang dapat mendorong siswa belajar aktif

c. Mutu keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nila-nilai.[5]

Langkah-langkah kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia:

a. Menyederhanakan beban studi

Filosofisnya, lebih baik mata pelajaran sedikit tetapi siswa menguasai dari pada banyak, tetapi serba

tidak menguasai. Maka, mata pelajaran yang tidak ada kelanjutanya pada jenjang pendidikan di atasnya

sebaiknya dihapus.

b. Membangun profesionalisme guru.

Para guru madrasah harus profesional, mereka harus di berdayakan mulai dari tingkat pendidikan yang

mensyaratkan minimal sarjana, memiliki keahlian dengan mata pelajaran yang dibina, kedisiplinan

diperketat, mampu memberi contoh atau teladan dalam kehidupan dimadrasah maupun dimasyarakat.

Sebagai pendidik professional, guru bukan saja dituntutuntuk melaksanakan tugasnya sebagai guru

professional, tetapi jugaharus memiliki pengetahuan dan kemampuang yang professional.[6]

c. Membangun kesadaran siswa.


Dasar pemikirannya sederhana sekali, bahwa kurikulum sebaik apapun, guru seprofesional apapun,

tetapi jika siswa tidak merespon dengan kesadaran belajar maka pendidikan akan selalu gagal. Kesadaran

siswa untuk belajar harus dibangkitkan melalui pengawasan guru dan orang tua, pembatasan keluyuran

siswa diluar jam pelajaran siswa, pengendalian kegiatan menonton televisi, upaya merangsang siswa

gemar belajar, upaya melengkapi fasilitas sekolah, dan mereformulasi strategi pembelajaran dengan basis

psikologi.

d. Membuat perpustakaan dan laboratorium.

Dua sarana ini termaksud jantung madrasah sehingga semua nya harus sehat. Buku-buku referensi

pendidikan perpustakaan harus diperbanyak, dan harus dipilih sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga

benar-benar dibaca. Sebaliknya, perpustakaan juga dilengkapi dengan internet sehingga siswa dapat

mengakses informasi secara cepat. Fungsi laboratorium juga harus dimaksimalkan, baik pada tingkat

pengelolaan, penggunaan inovasi, maupun macamnya.

e. Membangun strategi pembelajaran yang ekseleratif.

Tugas terberat bagi para guru madrasah adalah mencari formulasi baru untuk menyusun strategi

pembelajaran yang akseleratif, yaitu mampu mempercepat penguasaan siswa terhadap pengetahuan,

terutama yang ada didalam mata pembelajaran . tugas ini sangat berat tetapi sangat mulia, jika berhasil,

akan bisa membuktikan pendidikan yang sejati dengan ciri-ciri mampu mengubah kesadaran, perilaku,

pandangan, semangat, dan perestasi siswa.[7]

Edward Deming, Paine dkk. (1992:10-13) menyarankan 14 butir mencapai mutu pendidikan:

1. Merancang secara terus menerus berbagai tujuan pengembangan siswa, pegawai, dan layanan

pendidikan

2. Mengadopsi filosofi baru yang mengedepankan kualitas pembelajaran dan kualitas sekolah. Manajemen

pendidikan harus mengambil prakarsa dalam gerakan peningkatan mutu ini

3. Guru harus menyediakan pengalaman pembelajaran yang menghasilkan kualitas kerja.


4. Menjalin kerja sama yang baik dengan pihak-pihak yang berkepentingan untuk menjamin bahwa input

yang diterima bahwa input yang diterima berkualitas

5. Melakukan evaluasi secara kontinu dan mencari terobosan-terobosan pengembangan system dan proses

untuk meningktakn mutu dan produktivitas

6. Para guru, staf lain dan murid harus dilatih dan dilatih kembali dalam pengembangan mutu.

7. Kepemimpinan lembaga yang mengarahkan guru, stafdan siswa mengerjakan tugas pekerjaanya dengan

baik.

8. Mengembangkan ketakutan, yakni semua staf harus merasa mereka dapat menemukan masalah dan cara

pemecahanya. Guru mengembangkan kerja sama dengan siswa untuk meningkatkan mutu

9. Menghilangkan penghalang kerjasama diantara staf, guru, dan murid, atau antar ketiganya

10. Hapus selogan, desakan atau target yang bernuansa pemaksaan dari luar.

11. Dikurangi angka-angka kuota diganti dengan penerapan kepemimpinan

12. Hilangkan perintang-perintang yang dapat menghilangkan kebanggaan paraguru dan siswa terhadap

kecakapan kerjanya

13. Sejalan dengan kebutuhan penguasaan materi baru, metode-metodeatau teknik-teknik baru, maka harus

disediakan program pendidikan atau pengembangan diri bagi setiap orang dalam lembaga sekolah

tersebut.

14. Pengelolaan harus memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk mengambil bagian atau peranan

dalam mencapai kualitas.[8]

1. Strategi Implementasi MBS

Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila di dukung oleh sumber daya

manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup agar sekolah mampu
mengkaji staf sesuai dengan fungsinya, saran dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses

belajar mengajar, serta dukungan masyarakat (orang tua) yang tinggi.

MBS dapat diimplementasikan secara optimal sebagai berikut:

a. Penyiapan konsep

Perubahan dan perkembangan sosial, budaya, politik dikalangn masyarakat menuntut sekolah atau

madrasah untuk melakukan berbagai penyesuaian dan reformasi konsep manajemen pendidikan.

Kehadiran MBS atau MBM merupakan tuntutan mutlak yangharusdijadikan anternatif pemecahan

masalah pendidikan disekolah atau dimadrasah.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalampenyiapan konsep MBS atau MBM yaitu:

a. Pemilihan kepala sekolah atau madrasah dan pendidik professional

b. Bentuk partisipasi masyarakat dan orang tua (komite sekolah atau madrasah)

c. Pendanaan sekolah atau madrasah

d. Kualitas pembelajaran dan lulusan sekolah atau madrasah.[9]

b. Pengelompokan Sekolah atau madrasah

Dalam rangka mengimplementasikan MBS atau MBM, perlu dilakukan pengelompokkan sekolah

berdasarkan kemampuam manajemen, dengan mempertimbangkan kondisi lokasi dan kualitas sekolah,

yaitu baik, sedang, kurang, yang tersebardi lokasi-lokasi maju, sedang, dan ketinggalan. Perbedaan

kemampuan manajemen , mengharuskan perlakuan yang berbeda terhadap setiap sekolah sesuai dengan

tingkat kemampuan masing-masing.

c. Pentahapan Implementasi MBS atau MBM

Implementasi MBS atau MBM perlu pentahapan sesuai dengan kondisi sesuai masyarakat. MBM atau

MBS perlu dilaksanakan secara bertahap yaitu jangka pendek, jangkamenengah dan jangka
penjang.program jangka pendek perlu di prioritaskan pada kegiatan yang tidak perubahan mendasar

terhadap aspek-aspek pendidikan. [10]

d. Perangkat implementasi MBS atau MBM

Implementasi MBS memerlukan seperangkat peraturan dan pedoman-pedoman umum yang dapat

dipakai sebagai pedoman dalam perencanaan,monitoring dan evalusai serta laporan pelaksanaan.

Beberapa pemikiran terobosan pengelolaan pendidikan di daerah terpencil, kepulauan dan perbatasan

untuk meningkatkan mutu pendidikan

a. Pengadaan dan penempatan guru

Pengadaan dan penempatan guru haruslah satu paket. Artinya, tenaga guru untuk daerah tersebut

dipersiapkan dalam satu program secara, cermat, baik dalam jumlah maupun kualifikasi fisik dan psikis

dalam suatu program khusus.

b. Pengelolaan pendidikan melalui Dati II/ Kodya

Pengarangan pendidikan di daerah terpencil haruslah ditangani oleh aparat yang terdekatdengan

lokasi. Dalam hal ini kabupaten/Kodya adalah unit administrasi yang relatif paling dekat dengan lokasi.

Kabupaten/Kodya menjadi unit administratif yang merencanakan serta mengelola program ini bekerja

sama dengan lembaga-lembaga yang terkait.

c. Pelaksanaan kurikulum yang sarat dengan muatan lokal

Kurikulum untuk sekolah-sekolah perlu dirancang secara khusus tanpa meninggalkan tuntutan minimal

dari kurikulum nasional serta pemupukan sikap yang sesuai dengan konsep Wawasan Nusantara.

d. Keterkaitan dengan sektor-sektor lain secara terpadu

Pendidikan berfungsi untuk mencerdaskan kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia. Pendidikan

merupakan bagian dari suatu usaha terpadu, katakanlah salah satu sector terpenting untuk meningkatkan
taraf hidup suatu masyarakat, meningkatkan pendapatan, dan membantu perluasan kesempatan

kerja.[11]

C. Realitas Dilapangan

Pendidikan merupakan kunci utama bagi bangsa yang ingin maju


dan unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara
yang paling penting dan sangat strategis. Sumber manusia yang
berkualitas merupakan prasyarat dasar bagi terbentuknya peradaban
yang lebih baik dan sebaliknya, sumber manusia yang buruk akan
menghasilkan peradaban yang buruk. Melihat realitas pendidikan
pendidikan di negeri ini masih banyak masalah dan jauh dari harapan.
Bahkan jauh tertinggal dari Negara-negara lain.

Masalah pendidikan di Indonesia ibarat benang kusut. Banyak


permasalahan yang terjadi di dalam pendidikan Indonesia bukan hanya
sistem pendidikannya tetapi pelaku yang ada didalamnya. Lihat saja,
banyak pelanggaran yang terjadi seperti banyak pelajar melakukan
tawuran, narkoba, free sex , bahkan ada oknum guru yang seharusnya
menjadi panutan justru melakukan pelanggaran yaitu membiarkan
kecurangan yang terjadi saat UN dengan alasan agar para siswanya
lulus 100%. Sungguh, ini merupkan keadaan yang sangat ironis.

Mirisnya lagi yang bisa mengenyam pendidikan kebanyakan orang-


orang golongan atas , yang memiliki uang lebih dan sementara orang-
orang dari golongan bawah hanya bisa diam dan tak tahu harus berbuat
apa. Lihatlah pada realitanya banyak calon-calon generasi penerus
bangsa tidak bersekolah dan alasannya terkait biaya pendidikan terlalu
mahal. Akibat kondisi seperti ini, terjadi pengganguran dimana-mana,
kriminalitas menjadi hal yang utama menjadi pekerjaan mereka,
kemiskinan pun menjadi lingkaran setan yang sulit diputuskan.
Beginalah realitas bangsa Indonesia. (Dikutip dari kompasiana.com)

Menurut laporan BPK tahun 2003 lalu Depdiknas merupakan lembaga pemerintah terkorup kedua

setelah departemen agama. Kemudian laporan ICW menyebutkan bahwa korupsi didunia pendidikan di

lakukan secara bersama-sama dalam segala jenjang sekolah, diknas, sampai departemen. Pelakunya mulai

dari guru, kepala sekolah, kepala diknas dan seterusnya. Ini menjadi gambaran bahwa moral bangsa

Indonesia sangat rendah. Yang lebih memprihatinkan adalah oknum-oknum korupsi berasal dari agen-

agen pendidikan. Hal ini meyebabakan Mutu pendidikan di Indonesia menjadi sangat rendah.[12]
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kebijakan dalam penbangunan pendidikan harus merupakan pondasi untuk melaksanakan

pembangunan dalam berbagai bidang lainnya mengingat secara hakiki upaya pembangunan pendidikan

adalah untuk membangun kompetinsi manusianya yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan

diberbagai bidang pembangunannya.Ada lima kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah.

Peningkatan mutu pendidikan disekolah perlu didukung kemamampuan para kepala sekolah dan

guru, Kepala sekolah perlu memilki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas

tentang sekolah dan pendidikan. Guru harus berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas, guru

adalah teladan dan panutan langsungpara peserta didik dikelas.

Terdapat beberapa upaya dan langkah-langkah meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia

diantaranya: Menyederhanakan beban studi, Membangun profesionalisme guru, Membangun kesadaran

sisiwa, Membuatperpustakaan dan laboratorium, Membangun strategi yang eksklaratif dan masih banyak

lagi upaya peningkatan pendidikan.


MBS dapat diimplementasikan secara optimal sebagai berikut: penyiapan konsep, pengelompokkan

sekolah, pentahapan implementasi MBS, Perangkat implementasi MBS atau MBM.

Dari sudut pandang internal tentu saja pendidikan berkualitas adalah yang memungkinkan tenaga

pengajar dan staf lainya mampu berkembang baik secara fisik maupun psikis. Berkembang secara fisik

antara lain mendapatkan imbalan financial dan kesejahteraan hidup secara layak, sedangkan

perkembangan secara psikis adalah bila mereka diberi kesempatan untuk terus belajar dan

mengembangkan kemampuan, bakat, dan kreativitasnya. Tenaga pengajar dan staf juga akan merasa puas.

Melihat realitas pendidikan pendidikan di negeri ini masih banyak


masalah dan jauh dari harapan. Bahkan jauh tertinggal dari Negara-
negara lain. Masalah pendidikan di Indonesia ibarat benang kusut.
Banyak permasalahan yang terjadi di dalam pendidikan Indonesia
bukan hanya sistem pendidikannya tetapi pelaku yang ada didalamnya.

Mirisnya lagi yang bisa mengenyam pendidikan kebanyakan orang-


orang golongan atas , yang memiliki uang lebih dan sementara orang-
orang dari golongan bawah hanya bisa diam dan tak tahu harus berbuat
apa. Lihatlah pada realitanya banyak calon-calon generasi penerus
bangsa tidak bersekolah dan alasannya terkait biaya pendidikan terlalu
mahal. Akibat kondisi seperti ini, terjadi pengganguran dimana-mana,
kriminalitas menjadi hal yang utama menjadi pekerjaan mereka,
kemiskinan pun menjadi lingkaran setan yang sulit diputuskan.
Beginalah realitas bangsa Indonesia.
Komentar Individu

Pendidikan di Indonesia saat ini kualitasnya sangat rendah dan tertinggal dari bangsa-bangsa lain di dunia

yang lebih maju. Persoalan yang berkaitan dengan kualitas pendidikan ini sangat banyak yaitu

menyangkut masalah kualitas calon peserta didik, rendahnya kualitas guru dan tenaga kependidikan, dan

kurangnya sarana dan prasarana yang belum memadai. Persoalan yang berkaitan dengan kulitas

pendidikan adalah kurikulum yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Masalah kualitatif pendidikan berkenaan dengan masalah kualitas guru dan kualitas siswanya, baik

dari mengajar maupun belajarnya, harusnya kualitas belajar mengajar guru dan siswanya ditingkatkan

agar pendidikan lebih berkualitas.

Hingga kini banyak pengamat pendidikan, ahli pendidikan dan para pejabat pendidikan

mengartikan pendidikan berkualitas dengan ukuran perolehan nilai seperti Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)

sering sekali dijadikan pedoman dalam kehidupan seseorang. IPK itulah yang kemudian menjadi senjata

untuk melanjutkan sekolah atau melamar pekerjaan. Padahal yang terpenting sekarang adalah PROSES

dilapangan yang sebenarnya bukan NILAI. Jika nilai seseorang bagus tetapi ternyata tidak sesuai dengan

kemampuannya, maka untuk melanjutkan kejenjang pekerjaan akan terhambat, mereka akan kesulitan

menjalankan pekerjaan mereka karena mereka tidak memiliki kemampuan. Bahkan karena tidak punya

skill tersebut, banyak lulusan sarjana yang akhirnya menganggur. Untuk menangani masalah-masalah

pendidikan di atas diperlukan suatu kebijakan peningkatan mutu pendidikan.


Pandangan kualitas seperti itu hanya berlaku ketika sekolah masih dikontrol oleh pihak luar dan

belum menjalankan MBS. Ketika sekolah-sekolah telah menerapkan MBS maka kualitas pendidikan

dimaknai dalam konteks yang lebih luas, dari pada sekedar prestasi akademik.

Konsep MBS adalah menawarkan kepada sekolah untuk meyediakan pendidikan yang lebih baik dan

lebih memadai bagi para peserta didik. MBS merupakan strategi pengelolaan pendidikan disekolah yang

mengarahkan dan mendayagunakan sekolah secara efektifdan efisien sehingga menghasilkan lulusan

yang berkualitas.

MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin kependidikan sekolah.

Melalui penyusunan kurikulum elektif, rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat

dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah.

Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan pelayanan pendidikan disekolah, terutama di era

otonomi pendidikan, sekolah diharapkan dapat mengembangkan manajemen pendidikan di sekolah,

meningkatkan partisipasi masyarakat baik dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan.

Pada sistem MBS/MBM, sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikanya, menentukan

prioritas, mengendalikan dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada

masyarakat maupun pemerintah.

Berbagai cara upaya peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan untuk mencapai kualitas

pendidikan yang bermutu. Dengan adanya konsep Manajemen Berbasis Mutu diharapkan sekolah benar-

benar melaksanakan konsep tersebut dengan baik sehingga sekolah mampu menghasilkan lulusan yang

berkualitas untuk memajukan mutu pendidikan di Indonesia agar Indonesia dapat maju dan dapat

bersaing dengan Negara-negara lainya terutama Negara maju.


Daftar Pustaka

Suryosubroto, B. 2004. Manajemen Pendidikan Di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Hasbullah, M. 2015. Kebijakan Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Mulyasa, E. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Tilaar, H.A.R. 1992. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Qomar Mujamil. 2002. Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga.

Nata Abuddin. 2008, Manejemen Pendidikan, Jakarta: kencana.


Nurkolis, 2003. Manajemen Berbasis sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.

Koper ceria, realitas pendidikan di Indonesia saat ini, www. Kebijakan. 15 April 2015
[1]M Hasibullah, Kebijakan Pendidikan, Jakarta, Rajawali

Pers, 2015, Hlm 33

[2] M Hasibullah, Kebijakan Pendidikan, Jakarta, Rajawali

Pers, 2015, Hlm 159

[3] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung:PT Remaja

Rosdakarya, 2002),11

[4] Nurkolis. Manajemen Berbasis sekolah Teori, Model dan

Aplikasi. Jakarta: Grasindo. 2003. Hal. 25

[5] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta,

Erlangga, 2002, hlm. 210

[6]Nata Abuddin, Manajemen Pendidikan, Jakarta, Kencana Prenada

Media Group, 2008, hlm:151.

[7] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta,

Erlangga, 2002, hlm. 92


[8] Suryosubroto, Manajemen Pendidikan Di Sekolah, Jakarta, PT Rineka

Cipta, 2004 hlm. 199

[9]Mulyasa, Pedoman Manejemen Berbasis Madrasah, Jakarta,

Departemen Agama, 2005, hlm.13

[10] Mulyasa, Manejemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT

Remaja Rosdakarya,2002,hlm.57

[11] H.A.R. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung, PT

Remaja Rosdakarya. 1992. Hlm. 112

[12] Koper ceria, realitas pendidikan di Indonesia saat ini, www.

Kebijakan. 15 April 2015

PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM (LPI)


By: Fitwi Luthfiyah
Sekolah adalah salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut
untuk mampu menciptakan output yang unggul, mengutip pendapat
Gorton tentang sekolah ia mengemukakan, bahwa sekolah adalah
suatu sistem organisasi, di mana terdapat sejumlah orang yang
bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal
sebagai tujuan instruksional.

Desain organisasi sekolah adalah di dalamnya terdapat tim


administrasi sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja
sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
MBS terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola
berbasis sekolah (School-Based Governance), manajemen mandiri
sekolah (School Self-Manegement), dan bahkan juga dikenal
dengan School Site Management atau manajemen yang bermarkas di
sekolah.
Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan
penekanan yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut
memiliki roh yang sama, yakni sekolah diharapkan dapat menjadi
lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya
dalam penggunakaan 3M-nya, yakni man, money, dan material.
Sebelum desentralisasi, beberapa sekolah di Indonesia sudah
melaksanakan proses Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara
mandiri dan mereka mampu mengatasi banyak masalah-masalah
yang berkaitan dengan pengembangan sekolah secara internal.
Sekolah-sekolah ini, sebagian yang didaftar (sebelah kiri), disebut
sebagai pelopor, dan perkembangannya sebenarnya cukup hebat.
Kepala sekolah juga termasuk berani kalau kita melihat keadaan
lingkungan dan paradigma sistem manajemen pendidikan saat itu.

Sekarang, di beberapa propinsi di Indonesia kita mulai dapat melihat


kemampuan sebenarnya dari MBS karena dukungan yang diberikan
dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan. Transformasi yang
dilaksanakan luar biasa. Proses MBS tidak dapat disebut baru di
Indonesia, tetapi pelaksanaan sekarang dibuktikan dapat mengubah
kebudayaan dan sistem supaya pengembangannya menjadi efektif
dan sustainable.

Hubungan Desentralisasi dengan MBS/MBM


Sebelum menjelaskan lebih jauh hubungan Desentralisasi dengan
MBS/MBM, disini penulis bermaksud memberikan beberapa
penjelasan tentang pengertian dari ke duanya.

Pengertian Desentralisasi adalah pembinaan dan wewenang dengan


cara delegasi menyeluruh pada semua peningkatan manajemen.
Sedangkan MBS/MBM adalah suatu proses kerja komunitas
sekolah/madrasah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah otonomi,
akuntabilitas, partisipasi, dan sustainabilitas untuk mencapai tujuan
pendidikan dan pembelajaran secara bermutu.

Dengan demikian hubungan desentralisasi dengan MBS/MBM adalah


pembinaan atau pengelolaan pendidikan dan MBS/MBM melalui
proses kerja komunikasi sekolah/madrasah untk mencapai tujuan
pendidikan dan pembelajaran secara bermutu.

Tujuan dan Alasan Penerapan MBS/MBM pada Sekolah/Madrasah


MBS/MBM bertujuan untuk menjamin rendahnya kontrol Pemerintah
Pusat dan rendahnya intervansi Pemerintah Daerah ke
sekolah/madrasah. Hal ini dimaksudkan supaya otonomi
sekolah/madrasah untuk menentukan sendiri apa yang perlu
dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar dan mengelola sumber
daya yang ada untuk berinovasi semakin meningkat.

Secara khusus tujuan penerapan MBS/MBM di sekolah/madrasah


adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian,


fleksibilitas, partisifasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas,
sustainabilitas, dan inisiatif sekolah/madrasah dalam mengelola,
memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah/madrasah dan masyarakat
dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan
bersama.
3. Meningkatkan tanggung-jawab sekolah/madrasah kepada orang tua,
masyarakat, dan pemerintah untuk meningkatkan mutu
sekolah/madrasah.
4. Meningkatkan kompetesi yang sehat antara sekolah/madrasah dalam
meningkatkan kualitas pendidikan (Hardiyanto : 2004)
Sedangkan alasan penerapan MBS/MBM menurut Bank Dunia, antara
lain adalah sebagai berikut :

1. Alasan ekonomis, seperti yang dijelaskan oleh King dan Ozler bahwa
manajemen lokal dirasakan lebih efektif. Menurut mereka, para aktor
yang paling dirugikan atau paling diuntungkan dan yang paling
memiliki informasi terbaik tentang apa yang terjadi di
sekolah/madrasah yang paling baik untuk membuat keputusan yang
sesuai.
2. Alasan politis, MBS/MBM sebagai bentuk reformasi desentralisasi
yang mendorong adanya partisipasi demokratis dan kestabilan politik.
3. Alasan profesional, bahwa tenaga kerja sekolah/madrasah harus
berpengalaman dan memiliki keahlian untuk membuat keputusan
pendidikan yang paling sesuai untuk sekolah/madrasah terutama untuk
para siswa.
4. Alasan efisiensi administrasi, karena pengalokasian sumberdaya
dilakukan sekolah/madrasah itu sendiri.
5. Alasan finansial, karena MBS/MBM dapat dijadikan alat untuk
meningkatkan sumber pendanaan lokal.
6. Alasan prestasi siswa, yaitu terjadi apabila orang tua siswa dan para
guru diberi otoritas dasri sekolah/madrasah akan berubah dalam
mendukung pencapaian prestasi siswa.
7. Alasan akuntabilitas, akan terjadi apabila ada keterlibatan aktor-aktor
sekolah/madrasah dalam pengambilan keputusan dan pelaporannya.
8. Alasan efektivitas sekolah/madrasah.(Nurkolis : 2003)
Manfaat MBS/MBM
MBS/MBM dipandang sebagai alternatif dari pola umum
pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di
kantor pusat dan daerah. MBS/MBM adalah strategi untuk
meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan
pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat
sekolah/madrasah. Dengan demikian, MBS/MBM pada dasarnya
merupakan sistem manajemen di mana sekolah/madrasah
merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang
penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS/MBM memberikan
kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah/madrasah,
guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di
sekolah/madrasah mereka.

Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan


tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum
ditempatkan di tingkat sekolah/madrasah dan bukan di tingkat daerah,
apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru, orang tua, dan anggota
masyarakat lainnya dalam keputusan-keputusan penting itu,
MBS/MBM dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang
efektif bagi para peserta didik.

Dengan demikian, pada dasarnya MBS/MBM adalah upaya


memandirikan sekolah/madrasah dengan memberdayakannya.

Para pendukung MBS/MBM berpendapat bahwa prestasi belajar


peserta didik lebih mungkin meningkat jika manajemen pendidikan
dipusatkan di sekolah/madrasah ketimbang pada tingkat daerah. Para
kepala sekolah/madrasah cenderung lebih peka dan sangat
mengetahui kebutuhan murid dan sekolahnya ketimbang para birokrat
di tingkat pusat atau daerah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi
pendidikan yang bagus sekalipun tidak akan berhasil jika para guru
yang harus menerapkannya tidak berperan serta merencanakannya.

Para pendukung MBS/MBM menyatakan bahwa pendekatan ini


memiliki lebih banyak maslahatnya ketimbang pengambilan
keputusan yang terpusat. Maslahat itu antara lain menciptakan
sumber kepemimpinan baru, lebih demokratis dan terbuka, serta
menciptakan keseimbangan yang pas antara anggaran yang tersedia
dan prioritas program pembelajaran. Pengambilan keputusan yang
melibatkan semua pihak yang berkepentingan meningkatkan motivasi
dan komunikasi (dua variabel penting bagi kinerja guru) dan pada
gilirannya meningkatkan prestasi belajar peserta didik. MBS/MBM
bahkan dipandang sebagai salah satu cara untuk menarik dan
mempertahankan guru dan staf yang berkualitas tinggi.

Penerapan MBS/MBM yang efektif secara spesifik mengidentifikasi


beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai berikut :

1. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah/madrasah


untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah/madrasah untuk terlibat
dalam pengambilan keputusan penting.
3. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program
pembelajaran.
4. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung
tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah/madrasah.
5. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua
dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah/madrasah,
batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah/madrasah.
1. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru
di semua level.
Pengertian MBS/MBM
Secara leksial, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga
suku kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah
proses melakukan sumberdaya secara efektif untuk mencapai
sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang
berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan
mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajarn. Jadi,
MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumberdaya yang
berasaskan pada sekolah/madrasah itu sendiri dalam proses
pengajaran atau pembelajaran. (Nurkolis : 2003)
Definisi lain mengatakan bahwa MBS adalah suatu proses kerja
komunitas sekolah/madrasah dengna cara menerapkan kaidah-kaidah
otonomi, akuntabilitas, partisipasi, dan sustainabilitas untuk mencapai
tujuan pendidikan dan pembelajaran secara bermutu.

Karakteristik MBS/MBM
Maenurut Bailey, berdasarkan gerakan reformasi generasi ke-empat
ini tersimpullah karakteristik ideal MBS/MBM dan karakteristik ideal
sekolah/madrasah untuk abad ke-21 (School for the Twenty-Firs
Characteristic), seperti berikut ini :
1) Adanya keragaman dalam pola penggajian guru. Istilah
populernya adalah pendekatan prestasi (merit system).
2) Otonomi Manajemen sekolah/madrasah.

3) Permberdayaan guru secara optimal.

4) Pengelolaan sekolah secara partisipasi


5) Sistem yang didesentralisasikan

6) Sekolah/madrasah dengan pilihan atau otonomi


sekolah/madrasah dalam menentukan aneka pilihan.

7) Hubungan kemitraan (partnership) antara dunia bisnis dan dunia


pendidikan.
8) Pemasaran sekolah/madrasah secara kompetetif. (Sudarwan :
2006)

Implementasi MBS/MBM pada Sekolah/Madrasah


Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 20/2003
tentang Sisdiknas, yang tidak membedakan madrasah dengan
sekolah umum, maka sudah sewajarnya Departemen Agama (Depag)
memikirkan program-program yang sedang dikembangkan oleh
Diknas Pendidikan, dalam pengelolaan pendidikan dan peningkatan
kualitas madrasah. Dalam hal ini, madrasah bisa meng-
implementasikan MBS/MBM, agar dapat mensejajarkan kualitas
pendidikan dengan sekolah umum.

Dalam rangka meng-implementasikan MBS/MBM secara efektif dan


efisien, guru harus berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas.
Guru adalah teladan dan panutan langsung para peserta didik di
kelas.

Implementasi MBS/MBM akan berlangsung secara efektif dan efisien


apabila didukung oleh sumberdaya manusia yang profesional untuk
mengoperasikan sekolah/madrasah, dana yang cukup agar
sekolah/madrasah mampu menggaji staf sesuai dengan fungsinya,
sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses
belajar mengajar, serta dukungan masyarakat (orang tua) yang tinggi.

Oleh karena itu, agar MBS/MBM dapat di-implementasikan secara


optimal, baik era krisis maupun pasca krisis di masa mendatang, perlu
adanya pengelompokkan sekolah/madrasah berdasarkan tingkat
kemajuan manjemen masing-masing. Pengelompokkan ini
dimaksudkan untuk mempermudah pihak-pihak terkait dalam
memberikan dukungan.

1. Pengelompokkan Sekolah/Madrasah
Dalam hal ini, setidaknya ditemui tiga kategori sekolah/madrasah,
yaitu baik, sedang, dan kurang yang tersebar di lokasi-lokasi maju,
sedang, dan ketinggalan.

Perencanaan MBS/MBM harus menuju pada variasai tersebut, dan


mempertimbangkan kemampuan setiap sekolah/madrasah.
Perencanaan yang merujuk pada kemampuan sekolah/madrasah
sangat perlu, khususnya untuk menyeimbangkan penyeragaman
perlakuan (treatmen) terhadap sekolah/madrasah.
1. Pentahapan Implementasi.
Sebagai suatu paradigma pendidikan baru, selain perlu
memperhatikan kondisi sekolah/madrasah, implementasi MBS/MBM
juga memerlukan pentahapan yang tepat. Denga kata lain harus
dilakukan secara bertahap. Dengan mempertimbangkan kompleksitas
permasalahan pendidikan indonesia, MBS/MBM diyakini akan dapat
dilaksanakan paling tidak melalui tiga tahap. Yaitu, jangka pendek
(tahun pertama sampai dengan tahun ke-tiga), jangka menengah
(tahun ke-empat sampai tahun ke-enam), dan jangka panjang (setelah
tahun ke-enam)

1. Perangkat Implementasi MBS/MMB


Implementasi MBS/MBM memerlukan seperangkat peraturan dan
pedoman-pedoman (guidelines) umum yang dapat dipakai sebagai
pedoman perencanaan, monitoring dan evaluasi, serta laporan dalam
pelaksanaan. Perangkat implementasi ini perlu dikenalkan sejak awal,
melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan sejak pelaksanaan
jangka pendek. (Mulyasa : 2004)
Selanjutnya Implementasi MBS/MBM di Indonesia perlu di dukung
oleh perubahan mendasar dalam kebijakan pengelolaan madrasah
yang menyangkut aspek-aspek berikut (Depag RI : 2003) :

1. Iklim madrasah yang kondusif


Pelaksanaan MBS/MBM perlu didukung oleh iklim madrasah yang
kondusif bagi terciptanya suasana yang aman, nyaman dan tertib,
sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan
menyenangkan (enjoyble learning). Iklim yang demikian akan
mendorong terwujudnya proses pembelajaran efektif, yang lebih
menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar
berkarya (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be),
dan belajar hidup bersama secara harmonis (learning to live togather).
Suasana tersebut diharapkan dapat memupuk tumbuhnya
kemandirian dan berkurangnya ketergantungan dikalangan warga
madrasah, bersifat adaptif dan proaktif serta memilki jiwa
kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, dan berani mengambil resiko).
1. Otonomi madrasah
Dalam MBM, kebijakan pengembangan kurikulum dan pembelajaran
beserta sistem evaluasinya harus didesentralisasikan ke madrasah,
agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat secara
lebih fleksibel. Pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas dan Depag
hanya menetapkan standar nasional, yang pengembangannya
diserahkan kepada madrasah. Dengan demikian, desentralisasi
kebijakan dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran beserta
sistem evaluasinya merupakan persyaratan untuk meng-
implementasikan Manajemen Berbasis Madrasah secara utuh.

1. Kewajiban madrasah
MBM yang menawarkan keleluasaan dalam pengelolaan pendidikan
memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala madrasah,
guru, dan tenaga kependidikan yang profesional. Oleh karena itu,
pelaksanaannya perlu disertai seperangkat kewajiban, serta
monitoring dan tuntutan pertanggung-jawaban (akuntabilitas) yang
relatif tinggi, untuk menjamin bahwa madrasah selain memiliki
otonomi juga mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan
pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat.

1. Kepemimpinan madrasah yang demokratisdan profesional


Dalam MBM, kepala madrasah adalah the key person keberhasilan
pelaksanaan otonomi madrasah. Dia adalah orang yang diberi
tanggung-jawab untuk mengelola dan memberdayakan berbagai
sumber yang tersedia dan dapat digali dari masyarakat serta orang
tua untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan madrasah. Singkatnya,
dalam implentasi MBM kepala madrasah harus mampu berperan
sebagai educator, manager, administrator, supervisor, leader,
innovator,dan motivator pendidikan (EMASLIM).
1. Revitalitasasi partisipasi masyarakat dan Orang Tua
Secara historis madrasah merupakan sistem pendidikan yang
berkembang dari, oleh, dan untuk masyarakat, sehingga masyarakat
memiliki tanggung-jawab yang sangat besar terhadap eksistensinya.
Namun dalam perekembangan berikutnya, terutama madrasah yang
dikelola oleh pemerintah (negeri), seolah-olah berada di luar
masyarakat dan orang tua, sehingga partisipasi mereka menjadi
pudar.

Dalam implementasi MBM, partisipasi aktif berbagai kelompok


masyarakat dan pihak orang tua dalam perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan program-program
madrasah perlu dibangkitkan kembali. Wujud keterlibatan, bukan
hanya dalam bantuan finansial, tetapi lebih dari itu, dalam pemikiran-
pemikiran untuk peningkatan kualitas madrasah. Masyarakat dan
orang tua harus diberikan pengertian kembali bahwa madrasah
merupakan lembaga pendidikan yang perlu didukung oleh semua
pihak. Prestasi keberhasilan madrasah harus menjadi kebanggan
masyarakat dan lingkungannya. Ini berarti, pelaksanaan MBM
memerlukan kesadaran dan partisipasi aktif semua pihak yang terkait
dengan pendidikan di madrasah.

Memahami uraian di atas, jelas bahwa MBM sangat potensial untuk


mendukung paradigma baru manajemen pendidikan dalam konteks
otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan di Indonesia. Meskipun
demikian, dalam implementasinya Departemen Agama harus lebih
banyak belajar dari pengalaman-pengalaman sekolah umum, baik di
Indonesia maupun di negara lain. Hal ini penting, agar implementasi
MBM dapat diterima oleh semua pihak serta berbagai lapisan
masyarakat yang berkepentingan dan bertanggung-jawab terhadap
proses pendidikan di madrasah.
Peran Serta Stakeholder dalam Implentasi MBS/MBM
Istilah stakeholder sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai oleh
banyak pihak dan hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks,
misalnya manajemen bisnis, ilmu komunikasi, pengelolaan
sumberdaya alam, sosiologi, dan lain-lain. Lembaga-lembaga publik
telah menggunakan secara luas istilah stakeholder ini ke dalam
proses-proses pengambilan dan implementasi keputusan. Secara
sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas
pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu issu atau suatu
rencana.

Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes mengidentifikasi berbagai


pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa defenisi yang penting
dikemukakan seperti Freeman (1984) yang mendefenisikan
stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat memengaruhi
dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu.
Sedangkan Biset (1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder
merupakan orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada
permasalahan. Stakeholder ini sering diidentifikasi dengan suatu
dasar tertentu sebagimana dikemukakan Freeman (1984), yaitu dari
segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap issu,
Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh
yang dimiliki mereka.

Sementara itu Syaiful sagala menyatakan stakeholder adalah pihak-


pihak, baik dalam sistem itu (internal stakholder) maupuan di luar
organisasi (external stakholder), yang berkepentingan dan berpengaruh
terhadap organisasi atau sistem pendidikan. Kepentingan dan
pengaruh mereka harus diperhitungkan dalam perencanaan
organisasi karena merekalah yang membuat organisasi itu berkiprah.
(Sagala : 2004).
Oleh karena itu, stakeholder dalam perencanaan pendidikan atau
sekolah/madrasah dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Stakeholder dari dalam organisasi. Seperti unit-unit formal


(lembaga atau pimpinan) dalam lingkungan organisasi intra
sekolah/madrasah, alumni dan lainnya), dan perorangan yang
mempunyai kekuasaan dari materi, yaitu para pejabat struktural pada
semua eselon.

2) Stakeholder di luar organisasi. Seperti profesi (PGRI, Korpri,


ISPI, konsorsium pendidikan, dan sejenisnya), kelompok kerja yang
ada hubungannya dengan pendidikan 9dunia kerja bisnis, kursus-
kursus, toko buku, dan unit-unit usaha lainnya), kelompok khusus
dalam masyarakat (LSM, penyandang dana, lembaga keagamaan,
lembaga kesenian, dan lain-lain), dan pemerintah, seperti pemerintah
daerah, Bappenas, departemen, dan badan pemerintahan lainnya.

Secara spesifik, pada pasal 56 Undang-Undang Sistem Pendidikan


Nasional disebutkan bahwa di dalam masyarakat ada dewan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah, yang berperan sebagai
berikut :

1) Masyarakat berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan


pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi
program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah.

2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan


berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana,
dan prasarana serta pengawasan pendidikan ditingkat nasional,
provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan
hirarkis.

3) Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk


dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan
pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Strategi Meningkatkan Kualitas Pendidikan berdasarkan MBS/MBM


Kualitas pendidikan dapat ditingkatkan melalui beberapa cara sebagai
berikut ini :

a) Meningkatkan ukuran prestasi akademi melalui ujian nasiona atau


ujian daerah yang menyangkut kompetensi dan pengetahuan,
memperbaiki tes bakat (Cholastic Aptitude Test), sertifikasi kompetensi
dan profil portofolio (portofolio propile),
b) Membentuk kelompok sebaya untuk meningkatkan gairah
pembelajaran melalui belajar secara kooperatif (kooperative learning),
c) Menciptkan kesempatan baru di sekolah,

d) Meningkatkan pemahaman dan penghargaan belajar melalui


penguasaan materi (mastery learning) dan penghargaan atas
pencapaian prestasi akademik, dan
e) Membantu siswa untuk dapat memperoleh pekerjaan

A. AKREDITASI SEKOLAH
1. Apa Akreditasi Sekolah itu?
Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (asesmen) sekolah secara sistematis dan komprehensif
melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentuksn kelayakan dan kinerja
sekolah.
2. Apa Dasar Hukum Akreditasi Sekolah?

Dasar hukum akreditasi sekolah utama adalah : Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 60,
Peraturana Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 86 & 87 dan Surat Keputusan Mendiknas No.
87/U/2002.

3. Apa Tujuan Akreditasi Sekolah?

Akreditasi sekolah bertujuan untuk : (a) menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam
menyelenggarakan layanan pendidikan dan (b) memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah

4. Apa Fungsi Akreditasi Sekolah?


Fungsi akreditasi sekolah adalah : (a) untuk pengetahuan, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana
kelayakan & kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu kepada baku kualitas
yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik sekolah, (b) untuk akuntabilitas,
yakni agar sekolah dapat mempertanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi
harapan atau keinginan masyarakat, dan (c) untuk kepentingan pengembangan, yakni agar sekolah
dapat melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil
akreditasi
5. Apa Prinsip-Prinsip Akreditasi Sekolah?
Prinsip prinsip akreditasi yaitu : (a) objektif, informasi objektif tentangg kelayakan dan kinerja sekolah,
(b) efektif, hasil akreditasi memberikan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan
keputusan, (c) komprehensif, meliputi berbagai aspek dan menyeluruh, (d) memandirikan, sekolah
dapat berupaya meningkatkan mutu dengan bercermin pada evaluasi diri, dan (d) keharusan
(mandatori), akreditasi dilakukan untuk setiap sekolah sesuai dengan kesiapan sekolah.

6. Apa Karakteristik Sistem Akreditasi Sekolah?

Sistem akreditasi memiliki karakteristik : (a) keseimbangan fokus antara kelayakan dan kinerja
sekolah, (b) keseimbangan antara penilaian internal dan eksternal, dan (d) keseimbangan antara
penetapan formal peringkat sekolah dan umpan balik perbaikan

7. Apa Cakupam Akreditasi Sekolah?

Akreditasi sekolah dilaksanakan mencakup : (a) Lembaga satuan pendidikan (TK, SD, SMP, SMA)
dan (b) Program Kejuruan/kekhususan (SDLB, SMPLB, SMALB, SMK)

8. Apa Komponen Penilaian Akreditasi Sekolah ?

Akreditasi sekolah mencakup penilaian terhadap sembilan komponen sekolah, yaitui (a) kurikulum
dan proses belajar mengajar; (b) administrasi dan manajemen sekolah; (c) organisasi dan
kelembagaan sekolah; (d) sarana prasarana (e) ketenagaan; (f) pembiayaan; (g) peserta didik; (h)
peranserta masyarakat; dan (1) lingkungan dan kultur sekolah. Masing-masing kompoenen dijabarkan
ke dalam beberapa aspek. Dari masing-aspek dijabarkan lagi kedalam indikator. Berdasarkan
indikator dibuat item-item yang tersusun dalam Instrumen Evaluasi Diri dan Instrumen Visitasi.

9. Bagaimana Prosedur Akreditasi Sekolah ?

Akreditasi dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut : (a) pengajuan permohonan akreditasi dari
sekolah; (b) evaluasi diri oleh sekolah; (c) pengolahan hasil evaluasi diri ; (d) visitasi oleh asesor; (e)
penetapan hasil akreditasi; (f) penerbitan sertifikat dan laporan akreditasi

10. Bagaimana Sekolah Mempersiapkan Akreditasi Sekolah?

Dalam mempersiapkan akreditasi, sekolah melakukan langkah-langkah sebagai berikut : (a) Sekolah
mengajukan permohonan akreditasi kepada Badan Akreditasi Propinsi (BAP)-S/M untuk SLB, SMA,
SMK dan SMP atau kepada Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota untuk TK dan SD
Pengajuan akreditasi yang dilakukan oleh sekolah harus mendapat persetujuan atau rekomendasi
dari Dinas Pendidikan; (b) Setelah menerima instrumen evaluasi diri, sekolah perlu memahami
bagaimana menggunakan instrumen dan melaksanakan evaluasi diri. Apabila belum memahami,
sekolah dapat melakukan konsultasi kepada BAN-SM mengenai pelaksanaan dan penggunaan
instrumen tersebut; (c) Mengingat jumlah data dan insformasi yang diperlukan dalam proses evaluasi
diri cukup banyak, maka sebelum pengisian instrumen evaluasi diri, perlu dilakukan pengumpulan
berbagai dokumen yang diperlukan sebagai sumber data dan informasi

11. Apa Persyaratan Sekolah agar Dapat Mengikuti Akreditasi?


Sekolah dapat diikutsertakan aktrditasi apabila : (a) memiliki surat keputusan kelembagaan (UPT); (b)
memiliki siswa pada semua tingkatan; (c) memiliki sarana dan prasarana pendidikan; (d) memiliki
tenaga kependidikan; (e) melaksanakan kurikulum nasional; dan (f) telah menamatkan siswa.

12. Siapa Pelaksana Akreditasi Sekolah ?

Pelaksana akreditasi sekolah terdiri dari : (a) Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-
S/M), (b) Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M), dan (c) Unit Pelaksana Akreditasi
(UPA) Kabupaten/Kota . Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) merupakan: badan
non struktural yang secara teknis bersifat independen dan profesional yang terdiri atas unsur-unsur
masyarakat, organisasi penyelenggara pendidikan, perguruan tinggi, dan organisasi yang
relevan..yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan, standar, sistem,dan perangkat
akreditasi secara nasional. Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) berkewenangan
untuk melaksanakan kegiatan akreditasi SMP, SMA, SMK dan SLB. Sedangkan, Unit Pelaksana
Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota berkewenangan melaksanakan akreditasi untuk TK dan SD.

13. Apa Hasil dari Akreditasi ?

Hasil akreditasi berupa : (a) Sertifikat Akreditasi Sekolah, dan (b) Profil Sekolah, kekuatan dan
kelemahan, dan rekomendasi.Sertifikat Akreditasi Sekolah adalah surat yang menyatakan pengakuan
dan penghargaan terhadap sekolah atas status dan kelayakan sekolah melalui proses pengukuran
dan penilaian kinerja sekolah terhadap komponen-komponen sekolah berdasarkan standar yang
ditetapkan BAN-SM untuk jenjang pendidikan tertentu.

14. Bagaimana Menetapkan Hasil Akreditasi ?

Laporan tim asesor yang memuat hasil visitasi, catatan verifikasi, dan rumusan saran bersama dengan
hasil evaluasi diri akan diolah oleh BAN-S/M untuk menetapkan nilai akhir dan peringkat akreditasi
sekolah sesuai dengan kondisi nyata di sekolah. Penetapan nilai akhir dan peringkat akreditasi
dilakukan melalui rapat pleno BAN-SM sesuai dengan kewenangannya. Rapat pleno penetapan hasil
akhir akreditasi harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu (50 % + 1)
anggota BAN-SM Nilai akhir dan peringkat akreditasi juga dilengkapi dengan penjelasan tentang
kekuatan dan kelemahan masing-masing komponen dan aspek akreditasi, termasuk saran-saran
tindak lanjut bagi sekolah, Dinas Pendidikan, maupun Departemen Pendidikan Nasional dalam rangka
peningkatan kelayakan dan kinerja sekolah di masa mendatang. Penjelasan kualitatif dan saran-saran
harus merujuk pada hasil temuan dan bersifat spesifik agar mempermudah pihak sekolah untuk
melakukan pengembangan dan perbaikan internal dan pihak terkait (pemerintah daerah dan dinas
pendidikan) melakukan pemberdayaan dan pembinaan lebih lanjut terhadap sekolah.

15. Berapa Lama Masa Berlaku Akreditasi ?

Masa berlaku akreditasi selama 4 tahun. Permohonan Akreditasi Ulang 6 bulan sebelum masa berlaku
habis. Akreditasi Ulang untuk perbaikan diajukan sekurang-kurangnya 2 tahun sejak ditetapkan.

16. Bagaimana Pengaduan atas Hasil Akreditasi ?


Ketidakpuasan terhadap hasil akreditasi dapat disampaikan kepada BAN-S/M dengan tembusan
BAP-S/M /UPA Kabupaten/Kota setempat dan BAN-S/M melakukan verifikasi dan evaluasi,
menyampaikan hasilnya kepada BAP-S/M/UPA Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti

17. Apa Tindak Lanjut Hasil Akreditasi ?

Hasil akreditasi ditindaklanjuti oleh Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi,
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Penyelenggara sekolah guna kepentingan peningkatan mutu
sekolah

B. EVALUASI DIRI
1. Apa Evaluasi Diri itu ?

Upaya sistematis untuk mengumpulkan, memilih dan memperoleh data dan informasi yang valid dari
fakta yang dilakukan oleh sekolah yang bersangkutan, sehingga diperoleh gambaran menyeluruh
tentang keadaan sekolah untuk dipergunakan dalam rangka pengambilan tindakan manajemen bagi
pengembangan sekolah.

2. Apa Tujuan Evaluasi Diri ?

Tujuan evaluasi diri untuk mendapatkan informasi yang objektif, transparan, dan akuntabel dari
sekolah yang diakreditasi.

3. Apa fungsi Evaluasi Diri?

Fungsi evaluasi diri adalah sebagai penilaian pertama untuk menentukan kelayakan sekolah
dibandingkan dengan standar kelayakan nasional

4. Apa Manfaat Evaluasi Diri ?

Manfaat evaluasi diri adalah : (a) membatu sekolah dalam perencanaan dan pengembangan lebih
lanjut; (b) membantu pemerintah dalam tugas pemberdayaan sekolah; dan (c) sebagai bagian penting
dari sistem akreditasi.Hasil evaluasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kelayakan sekolah
dibandingkan standar kelayakan nasional yang dijadikan pagu. Dengan mengetahui kelayakan
sekolah, selanjutnya kepada sekolah yang belum mencapai tingkatan minimal dari pagu mutu,
dilakukan pembinaan secara terus menerus sehingga mencapai pagu itu.

5. Bagaimana Sekolah Melaksanakan Evaluasi Diri ?

Kegiatan evaluasi diri tidak boleh dilakukan secara sembarangan namun harus berdasarkan kondisi
nyata sekolah. Oleh karena itu, agar diperoleh data evaluasi diri yang akurat dan objektif, maka kepala
sekolah perlu melakukan koordinasi untuk melakukan pengisian instrumen evaluasi diri. Sebaiknya di
sekolah di bentuk Tim Evaluasi Diri yang bertugas untuk mendata dan menyiapkan berbagai bukti fisik
yang diperlukan guna mendukung pengisian instrumen evaluasi diri.Pengisian instrumen evaluasi diri
dapat disesuaikan dengan kebutuhan waktu, namun tidak melewati batas waktu yang telah ditentukan.
Setelah pengisian instrumen evaluasi diri, sekolah harus menyerahkan kembali instrumen tersebut
dengan melampirkan dokumen pendukung yang diperlukan. Di samping itu, sekolah harus mengisi
Surat Pernyataan bermaterai yang ditandatangani oleh Kepala Sekolah. Apabila skor evaluasi diri
kurang dari 56, maka BAN-S/M tidak akan melakukan visitasi dan dokumen evaluasi diri akan
dikembalikan pada sekolah yang bersangkutan untuk diperbaiki hingga mencapai minimal skor 56.

6. Bagaimana Rancangan Instrumen Evaluasi Diri ?

Instrumen Evalusasi Diri untuk setiap jenjang dan jenis sekolah terdiri dari :dua bagian utama, yaitu :

Bagian pertama tentang butir-butir soal untuk mengungkap sembilan komponen sekolah, baik
komponen utama maupun komponen tambahan yang akan diperhitungkan untuk menentukan skor
hasil akreditasi. Terdiri dari 185 butir pernyataan, bersifat dikotomis ( Ya=1) dan (Tidak=0), setiap
komponen memiliki bobot yang berbeda, skor butir untuk pernyataan terbuka jika tidak diisi diberi skor
0 dan jika diisi diberi skor 1, dan setiap butir memiliki skor maksimal = 1. Setiap komponen disertai
dengan data tentang analisis kelemahan dan kekuatan masing-masing komponen

Bagian kedua berupa isian data penunjang tentang keadaan sekolah. Data ini hanya merupakan
penunjang atas data yang tercantum pada Bagian Pertama dan tidak akan diolah menjadian skor
akreditasi

7. Bagaimana Teknik Skoring Instrumen Evaluasi Diri ?


Menghitung skor komponen utama :Jumlah skor total komponen utama dibagi dengan jumlah butir
komponen Utama dikali 70 %. Contoh : jumlah butir komponen I (utama) adalah 40, skor jawaban
pernyataan = 30, maka skor komponen utama = 30/40 x 70 % = 0,53.
Menghitung skor komponen tambahan : Jumlah skor jawaban komponen tambahan dibagi dengan
jumlah butir komponen tambahan dikali 30 %. Contoh : jumlah butir komponen tambahan) adalah 15,
skor jawaban pernyataan = 10, maka skor komponen tambahan = 10/15 x 30% = 0,19
Menghitung untuk mendapatkan nilai ratusan : Jumlahkan skor komponen utama dan tambahan pada
masing-masing komponen, kemudian dikalikan 100. Contoh : skor komponen utama = 0,53 Skor
komponen tambahan = 0,19, maka skor komponen total = (0,53+0,19) x 100 = 72
Menghitung nilai akhir evaluasi diri : Nilai komponen dikalikan dengan bobotnya masing-masing.
Setelah itu dijumlahkan dan dibagi dengan 100 untuk mendapatkan nilai ratusan.
8. Bagaimana Menentukan Klasifikasi Peringkat Akreditasi Sekolah ?

Untuk menentukan klasikasi peringkat akreditasi, selanjutnya nilai akhir dibandingkan dengan kritria
berikut ini :A (Amat Baik) dengan nilai 86 -100, B (Baik) dengan niali 71 85, C (Cukup) dengan nilai
56 -70. Tidak terakreditasi jika kurang dari 56

C. VISITASI
1. Apa Visitasi itu ?

Visitasi adalah kunjungan tim asesor ke sekolah dalam rangka pengamatan lapangan, wawancara
dengan warga sekolah, verifikasi data pendukung, serta pendalaman hal-hal khusus yang berkaitan
dengan komponen dan aspek akreditasi.

2. Apa Tujuan Visitasi ?


Visitasi bertujuan : (a) meningkatkan keabsahan dan kesesuaian data/informasi; (b) bemperoleh
data/informasi yang akurat dan valid untuk menetapkan peringkat akreditasi; (c) memperoleh
informasi tambahan (pengamatan, wawancara, dan pencermatan data pendukung); dan (d)
mendukung pengambilan keputusan yang tepat dan tidak merugikan pihak manapun, dengan
berpegang pada prinsip-prinsip: obyektif, efektif, efisien, dan mandiri.

3. Siapakah Pelaksana Visitasi ?

Pelaksana Visitasi adalah asesor yang memiliki persyaratan dan kewenangan, sebagai berikut : (a)
memiliki kompetensi, integritas diri dan komitmen untuk melaksanakan tugasnya; (b) berpengalaman
minimal 5 tahun dalam pelaksanaan dan pengelolaan pendidikan, (c) kualifikasi pendidikan minimal
D3/Sarmud (TK/SD), dan S1/sederajat (SMP dst); (d) memahami dan menguasai konsep/prinsip
akreditasi termasuk mekanisme visitasi; (e) telah mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikat yang
dikeluarkan oleh BAS/BAN-SM dan (f) bertanggung-jawab untuk melaksanakan tugasnya sesuai
prosedur dan norma.; (g) bertanggung-jawab terhadap kerahasiaan hasil visitasi, dan melaporkannya
secara obyektif ke BAN-SM; (h) memiliki wewenang untuk menggali data/-informasi dari berbagai
sumber di sekolah; (i) diangkat sesuai surat tugas (waktu), dan dapat diangkat kembali (jika layak
dalam tugas tsb).

4. Bagamana Proses Visitasi ?

Proses visitasi merupakan rangkaian pelaksanaan akreditasi yang melekat dengan fungsi evaluasi
diri dan sekolah diharapkan untuk senantiasa menjamin kelengkapan dan ketepatan data dan
informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan akreditasi sekolah Visitasi dilaksanakan oleh Tim yang
terdiri dari dua orang Asesor.. Agar visitasi berjalan sesuai dengan tujuannya, sehingga dapat
mendukung hasil akreditasi yang komprehensif, valid, dan akurat, serta dapat memberikan manfaat,
maka kegiatan visitasi harus mengikuti tata cara pelaksanaan yang baku. Visitasi dilaksanakan jika
suatu sekolah dinyatakan layak berdasarkan penilaian evaluasi diri. Visitasi dilaksanakan segera
(maksimal 5 bulan) setelah sekolah mengirimkan evaluasi diri.

5. Bagamana Tata Cara Visitasi ?

Tata cara visitasi dilakukan melalui tahapan tahapam sebagai berikut :

(a) Persiapan;

Untuk pelaksanaan visitasi, BAP-S/M/UPA menunjuk dan mengirimkan asesor. Asesor diangkat oleh
BAP-S/M /UPA untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan mekanisme, prosedur, norma, dan
waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan;

(b) Verifikasi data dan informasi

Asesor datang ke sekolah menemui Kepala Sekolah menyampaikan tujuan dari visitasi, melakukan
klarifikasi, verifikasi dan validasi atau cek-ulang terhadap data dan informasi kuantitatif maupun
kualitatif. Kegiatan klarifikasi, verifikasi dan validasi dilakukan dengan cara membandingkan data dan
informasi tersebut dengan kondisi nyata sekolah melalui pengamatan lapangan, observasi kelas,
wawancara.
(c) Klarifikasi Temuan

Tim asesor melakukan pertemuan dengan warga sekolah untuk mengklarifikasi berbagai temuan
penting atau ketidak sesuaian yang sangat signifikan antara fakta lapangan dengan data/informasi
yang terjaring dalam instrument evaluasi diri.

(c) Penyusunan dan Penyerahan Laporan

Asesor menyusun perangkat laporan, baik individual maupun tim yang terdiri dari (1) tabel pengolahan
data; (2) instrumen visitasi, (3) rekomendasi atas temuan, dan (4) berita acara visitasi untuk
selanjutnya diserahkan kepada BAP-S/M /UPA.

6. Bagamana Tata Krama Pelaksanaan Visitasi ?

Pelaksanaan Visitasi mengikuti tata krama sebagai berikut

Lakukan wawancara dengan suasana yang kondusif;


Hindari kesepakatan atau bargaining yang negatif;
Jangan mendebat argumentasi yang disampaikan oleh nara sumber (responden);
Jangan menggurui nara sumber (responden);
Jangan merasa berkedudukan lebih tinggi;
Bersahabat dan membantu secara professional;
Hindari suasana menekan;
Jangan mengada-ada;
Jangan meminta hal-hal yang tidak diperlukan untuk akreditasi;
Sesuaikan diri dengan budaya setempat;
Tunjukan kekompakan tim
7. Bagamana Tata Tertib Pelaksanaan Visitasi ?

Pelaksanaan Visitasi mengikuti tata tertib sebagai berikut :

Datang ke sekolah tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan;
Tunjukkan surat tugas tanpa diminta oleh pihak sekolah;
Sampaikan secara jelas mengenai tujuan, mekanisme dan jadwal visitasi;
Tidak diperkenankan untuk menerima pemberian dalam bentuk apapun (uang atau barang);
Agar berpakaian rapih dan sopan
8. Apa Larangan bagi Asesor ?
Asesor dilarang keras melakukan intimidasi agar sekolah berkeinginan atau memberikan sesuatu dalam
bentuk apapun.
Asesor dilarang keras melakukan perjanjian/kesepakatan yang dapat mengakibatkan tidak objektifnya hasil
visitasi.
Asesor dilarang keras menerima sesuatu yang akan berdampak atau cenderung mempengaruhi objektifitas
hasil visitasi.
Asesor dilarang keras membuka kerahasiaan data/informasi yang diperoleh dan hasil visitasi
9. Apa Larangan bagi Sekolah ?
Sekolah dilarang keras melakukan kegiatan yang menghambat visitasi.
Sekolah dilarang keras memanipulasi data dan memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan kondisi
nyata sekolah.
Sekolah dilarang keras memberikan apapun kepada asesor yang akan mengurangi objektifitas hasil visitasi
10. Bagaimana Pembiayaan Visitasi ?
Besarnya biaya visitasi per sekolah ditentukan oleh BAN-S/M.
Komponen pembiayaan antara lain; honor, transportasi dan akomodasi yang memadai dan layak bagi tim
asesor.
Sekolah yang divisitasi tidak dikenakan dan tidak diperkenankan mengeluarkan dana untuk apapun selama
berlangsungnya kegiatan visitasi.

*)) Tulisan di atas merujuk pada kumpulan Materi Pelatihan Asesor SMA. BASPROP Jawa Barat
Tahun 2004, dan disesuaikan dengan materi pelatihan terbaru

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakamg Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam meningkatkan
SDM yang akan menopang gerak pembangunan. Dalam era reformasi yang diikuti oleh pemberlakuan otonomi daearah
berdasarkan Undang-Undang nomor 2 tahun 1999 serta Undang-undang nomor 25 tentang perimbangan keuangan pusat dan
daerah memiliki dampak logis pada kewenangan daerah yang semakin otonom, termasuk di dalamnya menyangkut bidang
pendidikan. Pendidikan yang sebelumnya dikelola oleh pusat (sentralisasi) dikembalikan kepada daerah. Dengan kebijakan
ekonomi makronya, memberikan imbas terhadap otonomi sekolah sebagai sub sistem pendidikan nasional mengharuskan
pemerintah melakukan rekontruksi kebijakan dalam upaya mengontrol peningkatan mutu, efisiensi dan relefansi pendidikan serta
pemerataan pelayanan pendidikan, upaya-upaya tersebut tercermin dalam tindakan berikut: 1. Upaya peningkatan mutu dilakukan
dengan menetapkan tujuan dan standar pendidikan, yaitu melalui konsensus nasional. Standar kompetensi yang memungkinkan
adanya perbedaan antar daerah akan menghasilkan standar kompetensi nasional dalam tingkatan standar minimal, normal dan
unggulan. 2. Peningkatan efisiensi pengelolan pendidikan mengarah pada pengelolaan pendidikan berbasis sekolah dengan
memberi kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada. 3. Peningkatan relevansi
pendidikan mengarah pada pendidikan bebasis masyarakat serta orang tua dalam level kebijakan dan level operasional melalui
komete (dewan) sekolah. 4. Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan berkenaan dengan
pengelolaan biaya pendidikan yang adil dan transparan. Pendidikan sebagai investasi yang akan menghasilkan manusia-manusia
yang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan suatu bangsa. Manfaat (benefit)
individu, social atau institusional akan diperoleh secara bervariasi. Akan tetapi, manfaat individual tidak akan diperoleh secara
cepat (quick yielding), tetapi perlu waktu yang cukup lama, bahkan bisa satu generasi. Organisasi pendidikan sebagai lembaga
yang bukan saja besar secara fisik, tetapi juga mengemban misi yang besar dan mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
tentu saja memerlukan manajemen yang profesional. Manajemen pendidikan adalah suatu penataan bidang garapan pendidikan
yang dilakukan melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pembinaan, pengkoordinasian,
pengkomunikasian, pemotivasian, penganggaran, pengendalian, pengawasan, penilaian dan pelaporan secara sistematis untuk
mencapai tujuan pendidikan secara berkualitas. Persoalan-persoalan organisasi cenderung semakin ruwet, karena manusia baik
sebagai individu maupun anggota kelompok selaku pendukung utama suatu organisasi maupun bentuknya, memiliki perilaku dan
pembawaan yang berbeda-beda dan cenderung berkembang mempengaruhi perilaku organisasi. Hal ini merupakan tantangan
yang harus dihadapi oleh setiap manajer atau pimpinan organisasi. Manajemen Pendidikan merupakan suatu proses kerjasama
yang sistematik, sistemik dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Selain itu Manajemen pendidikan juga
dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan Manajemen baik tujuan jangka pendek , menengah dan jangka panjang. Manajemen atau pengelolaan merupakan
komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Karena tanpa Manajemen tidak
mungkin tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal, efektif & efisien. Dalam kerangka inilah akan tumbuh kesadaran akan
arti pentingnya Manajemen pendidikan yang memberikan kewenangan sekolah dan guru dalam mengatur pendidikan &
pengajaran, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, memepertanggungjawabkan, mengatur, serta memimpin SDM untuk
membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan sekolah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang
masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1.Mengapa manusia cenderung selalu berorganisasi? 2.Bagaimana
organisasi dan manajemen pendidikan? 3.Bagaimana konsep, dasar dasar dan prinsip manajemen pendidikan? 4.Bagaimana
karakteristik manajemen pendidikan? 5.Apa kedudukan manajer dan leadership dalam manajemen pendidikan? 6.Bagaimana
aktivitas dan dinamika manajemen pendidikan? BAB II PEMBAHASAN A.Kecenderungan Manusia Berorganisasi 1.Hakikat
Manusia Terdapat beberapa pendapat pandangan tentang manusia antara lain pandangan psikoanalitik tradisional (dalam Hansen,
Stevic dan Warner, 1977) menganggap bahwa manusia pada dasarnya digerakkan oleh dorongan dari dalam dirinya yang bersifat
instingtif. Tingkah laku individu ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang sejak semula sudah ada pada diri
individu itu. Freud mengemukakan bahwa struktur kepribadian individu terdiri dari tiga komponen yaitu yang disebut id, ego. Id
mendasari berbagai insting manusia yang mendasari perkembangannya. Dua insting yang paling penting ialah insting seksual dan
insting agresi. Insting-insting ini m3enggerakkan pemuasan diri. Kaum neo-analisis mengakui adanya komponen, id, ego dan
super ego, namun lebih menekankan pentingnya ego sebagai pusat kepribadian. Ego tidak dipandang sebagai fungsi sebagai
fungsi pengarah perwujudan id saja, melainkan sebagai fungsi pokok yang bersifat rasional dan bertanggungjawab atas tingkah
laku intelektual dan social individu. Selanjutnya pandangan Humanis (Rogers, 1961) mengemukakan bahwa pribadiindividu
merupakan proses yang terus berjalan, suatu kekuatan yang tidak statis. Artinya individu merupakan satu kesatuan potensi yang
terus berubah. Manusia pada hakekatnya dalam proses menjadi on becoming- tidak pernah selesai, tidak pernah sempurna.
Sedangkan Adler (1954) masih bergolong humanis, berpendapat bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh dorongan
untuk memuaskan dirinya sendiri, namun sebaliknya manusia digerakkan dalam hidupnya sebagian oleh tanggung jawab sosial
dan sebagian oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu. Selanjutnya Adler juga menyatakan bahwa individu melibatkan dirinya
dalam mewujudkan diri sendiri dalam membantu orang lain, dan dalam membuat dunia ini menjadi lebih baik untuk ditempati.
Kaum behavioristik (dalam Hansen 1977) pada dasarnya menganggap bahwa manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang
peilakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Lingkungan menjadi faktor penentu tunggal terhadap tingkah laku
manusia. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manusia dalam Kegiatan Berorganisasi. Menurut DR Buchari Zainun (1987), lima
faktor yang mendasari kegiatan manusia dalam berorganisasi yaitu: a.faktor spesialisasi dan pembagian kerja. Keharusan untuk
adanya spesialisasi dan pembagian kerja, senagai akibat dari pertumbuhanorganisasi serta pekembangan dan kemajuan teknologi.
Keharusan ini harus disertai oleh kewaspadaan akan bahaya spesialisasiitu baik terhadap diri, organisasi yang bersangkutan
maupun terhadap masyarakat pada umumnya. Bahaya spesialisasi terhadap seseorang dalam organisasi sering terjadi bilamana
orang itu sudah demikian terpaku dalam pekerjaannya sehingga benar-benr tenggelam dalam keramaian tanpa melihat dimana dia
berada. b.faktor koordinasi. Spesialisasi itu harus ada manfaat dan artinya bagi administrasi bilamana disertai dengan adanya
koordinasi. Spesialisasi dan koordinasi tidak ubahnya seperti satu mata uang dengan dua sisi. Organisasi modern menuntutadanya
golongan atau kelompok petugas yang merupakan spesialis, namun sama penting dan perananya dengan golongan itu dibutuhkan
pula orang yang dapat bertindak sebagai generalis. c.faktor tujuan Koordinasi mewujudkan suatu organisasi yang lain daripada
hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dengan koordinasi itu seluruh kegiatan serta usaha-usaha perseorangan dapat
diarahkan kepada suatu tujuan tertentu. Karena itu kedua faktor terdahulu harus pula disertai dengan adanya suatu tujuan yang
merupakan tujuan suatu kebijaksanaan pusat. Tujuan yang tercermin pada gambar kedua di atas juga merupakan suatu
kebijaksanaan yang diperlukan oleh seorang generalis untuk mengarahkan seluruh kegiatan dalam rangka koordinasi. Maksud
adanya satu kebijaksanaan itu adalah sebagai kerangkadasar seluruh kegiatan organisasi. d.faktor prosedur kerja Untuk
merealisasikan tujuan atas kebijaksanaan yang telah ditetapkan prosedur kerja yang terperinci, teratur, dan terpercaya. Adanya
faktor ini antara lain dapat mengurangi pemborosan waktu, tenaga dan biaya dengan mencegah kekeliruan dan kesalahan yang
tidak perlu. Malah dapat meningkatkan penggunaan dan kegunaan semua faktor faktor produksi yang tersedia dengan sebaik-
baiknya. e.faktor dinamika lingkungan. Kenyataan bahwa organisasi dan administrasi itu berada dalam suatu lingkungan yang
dinamis khususnya karena yang menjadi objek dan subjeknya adalah manusia yang hidup. Kecuali disentuh oleh dinamikanya
peronalitas manusia, organisasi dan administrasi itu dipengaruhi oleh dinamika politik, pendapat umum, situasi masyarakat,
perubahan-perubahan teknik modern, dan berbagai faktor ekologi administrasi lainnya. Dinamika polotik dan pendapat umum
jelas tampak umpamanya pada saat berlangsungnya pemilihan umum. Pada saat pemilihan umum ini biasanya terbentuk
polarisasi pendapat umum terhadap pemerintah yang sedang berkuasa dan hasil-hasil kerjanya. Manusia dan Organisasi Manusia
adalah makhluk Tuhan YME yang kompleks dan unik dan diciptakan dalam integrasi dua substansi yang tidak dapat berdiri
sendiri. Substansi pertama disebut tubuh (fisik/jasmani) sebagai unsur materi, sedang substansi kedua disebut jiwa (rohani/psikis)
yang bersifat sebagai unsur non-materi. Dalam keterpaduan kedua substansi itu manusia menjalani hidup dan kehidupan yang
kompleks dan unik. Salah satu keunikannya yang mendasar adalah kehidupannya yang dibekali dengan hakekat kemanusiaan
(manusiawi) yang terdiri dari : a.Hakekat Individualitas. Setiap individu manusia menyadari identitasnya yang tidak sama dengan
individu yang lain. Setiap individu menyadari identitasnya yang tidak sama secara fisik dan psikis dari individu yang lain. Dalam
ketidaksamaan itu, setiap manusia tampil sebagai individualitas, dan memerlukan perlakuan sesuai individualitasnya masing-
masing. b.Hakekat Sosialitas. Setiap masnusia sebagai individu memerlukan ndividu yang lain. Tidak seorangpun manusia di
muka bumi ini yang dapat hidup sendiri dan menyendiri tanpa komunikasi dengan sesama manusia. Manusia adalah makhluk
sosial yang memiliki hakekat sosialitas (kebersamaan) berupa kecenderungan untuk berada bersama pada satu tempat dan waktu
yang sama, dengan saling berinteraksi. c.Hakekat Moralitas. Setiap manusia sebagai individu untuk dapat hidup secara harmonis
bersama individu yang lain dalam bentuk masyarakat harus mampu membatasi diri masing-masing. Dari uraian-uraian diatas
jelas kiranya bahwa terbentuknya organisasi khususnya dalam bentuk usaha atau perusahaan, oleh hakekat kemanusiannya.
Usaha itu yang dilakukan manusia melalui organisasi termasuk dalam bentuk perusahaan, pada dasarnya tertuju pada pemenuhan
kebutuhan (need) sebagai manusia. Kemampuan memenuhi kebutuhannya itu merupakan prasyarat penting dalam
menempatkannya pada kedudukan sesuai manusia. Kebutuhan Manusia Kebutuhan manusia antara lain : a.Kebutuhan
Fisik/Jasmaniah yang terdiri dari : 1.Kebutuhan Pangan (makan dan minum). 2.Kebutuhan Sandang (pakaian) dan Papan
( Perumahan). 3.Kebutuhan Seks (meneruskan keturunan). 4.Kebutuhan Kesegaran Jasmani berupa Udara Segar, Istirahat, dan
Rekreasi termasuk Olah Raga. b.Kebutuhan Psikologis yang terdiri dari: 1.Kebutuhan Rasa Aman (Fisik dan Pikir). 2.Kebutuhan
akan Kepastian Masa Depan, termasuk memperoleh pendidikan yang memadai. 3.Kebutuha Sosial antara lain kebutuhan
diakui/diterima dan dihormati, kebutuhan realisasi dan aktualisasi diri, kebutuhan kekuasaan dan lain-lain di dalam
masyarakatnya. c.Kebutuhan Spiritual. Kebutuhan ini terutama sekali berbentuk kebebasan memeluk dan beribadah menurut
agama masing-masing. Dalam kenyataan Manajemen Sumber Daya Manusia dalam berorganisasi adalah untuk bekerja dalam
rangka memenuhi kebutuhannya, sedang sebaliknya kebutuhan itu pulalah yang menjadi obyek manusia berorganisasi yang
disebut perusahaan. 4.Kecenderungan Manusia untuk berorganisasi Organisasi adalah sarana dalam pencapaian tujuan, yang
merupakan wadah kegiatan dari orang-orang yang bekerjasama dalam usahanya mencapai tujuan. Organisasi juga merupakan
sekumpulan orang-orang yang disusun dalam kelompok-kelompok yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Sekelompok orang yang mendirikan sebuah organisasi tentu punya alasan yang kuat mengapa dan untuk apa mereka mendirikan
organisasi tersebut. Ada dua alasan mengapa orang memilih berorganisasi: a.Alasan sosial (social reason), sebagai zoon
politicon artinya makhluk yang hidup secara berkelompok, maka manusia akan merasa penting berorganisasi demi pergaulan
maupun memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat kita temui pada organisasi-organisasi yang memiliki sasaran intelektual atau
ekonomi. b.Alasan materi (material reason), melalui bantuan organisasi manusia dapat melakukan tiga macam hal yang tidak
mungkin dilakukannya sendiri yaitu: (a) dapat memperbesar kemampuannya; (b) dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk
mencapai suatu sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi; (c) dapat menarik manfaat dari pengetahuan generasi-generasi
sebelumnya yang telah dihimpun. Dari penjelasan di atas dapat terlihat jelas bahwa organisasi mempunyai arti yang sangat
penting bagi sebagian orang, karena organisasi merupakan alat dari manajemen untuk mencapai tujuan. Sekolah merupakan
sallah satu contoh organisasi sosial yang formal. Dengan sekolah, kita diajarkan pergaulan yang baik, dimana hal tersebut bisa
kita kaitkkan juga dengan mengapa orang memilih organisasi, dengan sekolah dapat memperbesar kemampuan dari masing-
masing siswa, dari yang tidak tahu menjadi tahu, menghemat waktu yang diperlukan bagi siswa, tenaga pengajar, maupun dinas
setempat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Organisasi diciptakan oleh manusia untuk mencapai tujuan, dan pada saat yang
sama manusia juga membutuhkan organisasi untuk mengembangkan dirinya. Oleh sebab itu antara organisasi dan manusia
memiliki hubungan yang saling membutuhkan dan menguntungkan. B.Organisasi dan Manajemen Pendidikan Hakikat
Organisasi a.Makna Organisasi Organisasi itu merupakan: 1)Kumpulan kumpulan individu organisasi merupakan kumpulan
orang yang berserikat dan bekerjasama. Hanya sekumpulan manusia saja yang dapat dikategorikan sebagai suatu organisasi.
2)memiliki Tujuan walaupun terdapat sekumpulan orang namun mereka tidak memiliki tujuan yang sama maka tidak
dapatdikatakan berorganisasi. 3)Koordinasi setelah terdapat dua criteria di atas, agar memudahkan dalam pencapaian tujuan,
maka perlu ada pengkoordinasian. Pengkoordinasian ini penting agar organisasi dapat terarah. Organisasi di sekolah dapat
didefinisikan sebagai keseluruhan proses untuk memilih dan memilah orang orang (guru dan personel sekolah lainnya) serta
mengalokasikan sarana dan prasarana untuk menunjang tugas tugas orang itu dalam rangka mencapai tuuan sekolah. b.Ciri-ciri
Organisasi Ciri umum dari organisasi yaitu: 1)sebuah organisasi senantiasa mencakup sejumlah orang; 2)orang-orang tersebut
terlibat satu sama lain dengan satu atau lain cara, artinya mereka semua berinteraksi; 3)interaksi tersebut selalu dapat diatur atau
diterangkan dengan jenis struktur tertentu; 4)masing-masing orang di dalam organisasi memiliki sasaran-sasaran pribadi,
beberapa diantaranya merupakan alasan bagi tindakan-tindakan yang dilakukannya. c.Elemen-elemen Organisasi Organisasi
mempunyai beberapa elemen-elemen yaitu: 1)Manusia; 2)tujuan tertentu; 3)pembagian tugas-tugas; 4)sebuah sistem untuk
mengkoordinasi tugas-tugas; 5)sebuah batas yang dipatok, yang menunjukkan pihak yang berada di luarnya. Sedangkan menurut
Chester I. Barnard organisasi mengandung tiga elemen, yaitu: 1)kemampuan untuk bekerja sama; 2)tujuan yang ingin dicapai;
3)komunikasi. d.Proses Pengorganisasian Organisasi memiliki empat unsur yaitu: 1)organisasi merupakan suatu sistem, terdiri
dari sub sistem atau bagian-bagian yang dalam melaksanakan aktivitasnya saling berkaitan satu sama lain; 2)pola aktivitas yang
dilakukan oleh orang-orang di dalam organisasi pada umumnya mengikuti pola tertentu dengan urutan pola kegiatan relatif
teratur dan berulang-ulang; 3)sekelompok orang/individu, organisasi pada dasarnya merupakan kumpulan orang-orang, setiap
manusia mempunyai keterbatasan baik kemampuan fisik, daya pikir maupun waktu. Oleh karena itu mereka berorganisasi, agar
dapat saling bekerja sama dan melengkapi untuk mencapai tujuan yang telat ditetapkan; 4)tujuan organisasi, organisasi didirikan
untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan organisasi terbagi dua, yaitu tujuan jangka panjang bersifat abstrak (misi) dan tujuan jangka
pendek =tujuan operasional (obyektif). e.Struktur Organisasi Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-
tugas yang lebih kecil, membbebankan tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan
sumber daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi. Proses pengorganisasian
meliputi beberapa tahap: Pertama, pemerincian pekerjaan yaitu menentukan tugas-tugas apa yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan. Kedua,pembagian kerja yaitu membagi seluruh beban kerja menjadi kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan
oleh perseorangan atau perkelompok. Ketiga, penyatuan pekerjaan yaitu dengan cara yang rasional, efisien. Penyatuan kerja ini
biasanya disebut departementalisasi. Keempat, kooordinasi pekerjaan yaitu mengkoordinasikan pekerjaan dalam satu kesatuan
yyang harmonis. Kelima, melakukan monitoring dan reorganisasi. Menurut E. Kast dan James Rosenzweig (1974) struktur
diartikan sebagai pola hubungan komponen atau bagian suatu organisasi. Struktur merupakan sistem formal hubungan kerja yang
membagi dan mengkoordinasikan tugas orang dan kelompok agar tercapai tujuan. Menurut simon (1958) struktur itu sifatnya
relatif stabil, statis, dan berubah lambat atau memerlukan waktu untuk penyesuaian-penyesuaian. Pada struktur organisasi
tergambar posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja yang harus dilakukan, hubungan atasan dan bawahan, kelompok, komponen
atau bagian, tingkat manajemen dan saluran komunikasi. Menurut Stoner, (1986) struktur organisasi dibangun oleh lima unsur,
yaitu: 1) spesialisasi aktivitas; 2) standardisasi aktivitas; 3) koordinasi aktivitas; 4) sentralisasi dan desentralisasi pengambilan
keputusan; dan 5) ukuran unit kerja. Spesialisasi aktivitas mengacu pada spesifikasi tugas perorangan dan kelompok di seluruh
organisasi atau pembagian kerja dan penyatuan tugas tersebut ke dalam unit kerja (departementalisasi) Standar aktivitas
merupakan prosedur yang digunakan organisasi untuk menjamin kelayakgunaan aktivitas. Menstandardisasi berarti menjadikan
seragam dan konsisitem pekerjaan yang harus dilakukanbawahan, biasanya dengan menggunakan peraturan, uraian jabatan, dan
program seleksi, orientasi kerja, keterampilan kerja. Koordinasi aktivitas adalah prosedur yang memadukan fungsi-fungsi dalam
organisasi, seperti fungsi primer dalam suatu badan usaha, pemasaran, produksi dan penjualan merupakan fungsi garis yang
secara langsung menyumbangkan pada pencapaian tujuan organisasi memerlukan koordinasi. Sentralisasi dan desentralisasi
pengambilan keputusan mengacu pada lokasi kekuasaan pengambilan keputusan. Sentralisasi adalah proses kosentrasi wewenang
dan pengambilan keputusan pada tingkat atas suatuorganisasi. Keuntungan sistemsentralisasi antara lain pengaturan yang sama
bagisemua unit dalam organisasi. Kelemahanya, bawahan tidak berkembang dan putusan oleh atasan menyita waktu lama,
terlebih jika data ada pada bawahan. Untuk mengatasi hal itu, dilakukan pendelegasian wewenang pada semua tingkat organisasi
yang disebut desentralisasi. Ukuran unit kerja mengacu pada jumlah pegawai dalam suatu kelompok kerja. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian menyangkut penentuan pekerjaan, pembagian kerja, penetapan mekanisme untuk
mengkoordinasikan kegiatan, salah satu hasil dari proses ini adalah struktur organisasi yang merupakan prosedur formal
manajemen organisasi. Manajemen a.Makna Manajemen Manajemen sebagai suatu kemampuan atau keahlian yang selanjutnya
menjadi cikal bakal manajemen sebagai suatu profesi. Manajemen sebagai suatu ilmu menekankan perhatian pada keterampilan
dan kemampuan manajerial yang diklasifikasikan menjadi kemampuan/keterampilan teknikal, manusiawi dan konseptual.
Manajemen sebagai proses yaitu dengan menetukan langkah yang sistematis dan terpadu sebagai aktivitas manajemen.
Manajemen sebagai seni tercermin dari perbedaan gaya (style) seseorang dalam menggunakan atau memberdayakan orang lain
untuk mencapai tujuan. Dengan demikian manajemen merupakan kemampuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh
seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun bersama orang lain atau melalui orang lain dalam
upaya mencapai tujuan organisasi secara produktif, efektif dan efisien. b.Makna Manajemen Pendidikan 1)Manajemen
pendidikan mempunyai pengertian kerjasama untuk mencapa tujuan pendidikan. Seperti kita ketahui, tujuan pendidikan itu
merentang daru tujuan yang sederhana sampai dengan tujuan yang kompleks, tergantung lingkup dan tingkat pengertian
pendidikan mana yang dimaksud. 2)Manajemen pendidikan mengandung pengertian proses untuk mencapai tujuan pendidikan.
Proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian. a)Perencanaan Meliputi kegiatan
menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapai, berapa lama, berapa orang yang diperlukan dan berapa banyak
biayanya. Perencanaan itu dibuat sebelum suatu tindakan dilaksanakan. b)Pengorganisasian Diartikan sebagai kegiatan membagi
tugas tugas kepada orang yang terlibat kerjasama pendidikan tadi. Karena tugas yang demikian banyak dan tidak dapat
diselesaikan oleh satu orang saja, maka tugas tugas dibagi untuk dikerjakan masing masing anggota organisasi.
c)Pengkoordinasian Mengandung makna menjaga agra tugas tugas yang telah dibagi itu dapat dikerjakan menurut kehendak
yang mengerjakannya saja, tetapi menurut aturan sehingga menyumbang terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan
disepakati. d)Pengarahan Pengarahan diperlukan agar kegiatan yang dilakukan bersama itu tetap melalui jalur yang telah
ditetapkan, tidak terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan terjadinya pemborosan. e)Pemantauan Yaitu suatu kegiatan
untuk mengumpulkan data dalam usaha mengetahui sudah sampai seberapa jauh kegiatan pendidikan yang telah mencapai
tujuannya, dan kesulitan apa yang ditemui dalam pelaksanaan itu. Dengan perkataan lain, kegiatan pemantauan atau monitoring
adalah kegiatan untuk mengumpulkan data tentang penyelenggaraan suatu proses pencapaian tujuan. 3)Manajemen pendidikan
dapat dilihat dengan kerangka berpikir sistem. Sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari bagian bagian dan bagian bagian
itu berinteraksi dalam suatu proses untuk mengubah masukan menjadi keluaran. 4)Manajemen pendidikan juga dapat dilihat dari
segi efektivitas pemanfaatan sumber. Jika manajemen dilihat dari sudut ini, perhatian tertuju kepada usaha untuk melihat apakah
pemanfaatan sumber sumber yang dalam mencapai tujuan pendidikan itu sudah mencapai sasaran yang ditetapkan dan apakah
dalam pencapaian tujuan itu terjadi pemborosan. 5)Manajemen pendidikan juga dapat dilihat dari segi kepemimpinan. Hal ini
merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana dengan kemampuan yang dimiliki administrator pendidikan itu.
6)Manajemen pendidikan juga dapat dilihat dari proses pengambilan keputusan. Kita tahu bahwa melaksanakan kerjasama dan
memimpin kegiatan sekelompok orang bukanlah pekerjaan yang mudah. 7)Manajemen pendidikan juga dapat dilihat dari segi
komunikasi. Komunikasi dapat diartikan secara sederhana sebagai usaha untuk membuat orang lain mengerti apa yang kita
maksudkan dan kita mengerti apa yang dimaksudkan orang lain tersebut. 8)Manajemen seringkali diartikan dalam pengertian
yang sempit yaitu kegiatan tata usaha yang intinya adalah kegiatan rutin catat mencatat, mendokumentasikan kegiatan,
menyelenggarakan surat menyurat dengan segala aspeknya serta mempersiapkan laporan. Hal yang berbeda antara organisasi
dan manajemen adalah organisasi sebagai alat atau wadah sekelompok orang dalam mencapai tujuan tertentu, sedangkan
manajemen lebih mengarah kepada pengaturan atau pengelolaan untuk mencapai tujuan tersebut, adapun persamaan dari
organisasi dan manajemen adalah sama-sama memiliki sasaran dan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Secara sederhana
manajemen pendidikan merupakan proses manajemen dalam pelaksanaan tugas pendidikan dengan mendayagunakan segala
sumber secara efisien untuk mencapai tujuan secara efektif. Menurut Brucbeker educatation should be trough of as process of
man reciprocal adjusman to nature. Dinyatakan bahwa pendidikan merupakan proses timbal balik antara kepribadian individu
dalam penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan. Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan adalah suatu upaya yang
diciptakan untuk membantu kepribadian individu tumbuh dan berkembang serta bermanfaat bagi kehidupan. Pada Undang-
undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
menciptakan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, sikap sosial, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Manajemen pendidikan adalah suatu penataan bidang garapan pendidikan yang dilakukan melalui aktiviitas
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pembinaan, pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian,
penganggaran, pengendalian, pengawasan, penilaian dan pelaporan secara sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan secara
berkualitas. Tujuan manajemen pendidikan meliputi: (1) produktivitas, yaitu perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh
(output) dengan jumlah sumber yang dipergunakan (input); (2) kualitas, yaitu menunjuk kepada suatu ukuran penilaian atau
penghargaan yang diberikan atau dikenakan kepada barang (products) dan atau jasa (service) tertentu berdasarkan pertimbangan
objektif atas bobot atau kinerjanya; (3) efektivitas, yaitu ukuran keberhasilan tujuan organisasi; (4) efisiensi, yaitu berkaitan
dengan cara yaitu membuat sesuatu dengan betul. Suatu kegiatan dikatakan efisien bila tujuan dapat dicapai secara optimal
dengan penggunaan atau pemakaian sumber daya yang minimal. C.Konsep, dasar-dasar, dan Prinsip Manajemen Pendidikan
Konsep Dasar Manajemen Pendidikan a.Kerangka Konsep Shrode Dan Voich (1986) menyatakan bahwa Kerangka dasar
manajemen mrliputi Philosophy, Asumiious, Principles, and Theory, Whivh are basic to the study of any disclipline of
management. Secara sederhana dikatakan bahwa falsafah merupakan pandangan atau persepsi tentang kebenaran yang
dikembangkan dari berpikir praktis. Bagi seorang manajer falsafah merupakan cara berpikir yang telah terkondisikan dengan
lingkungan. Perangkat organisasi, nilai-nilai dan keyakinan yang mendasari tanggung jawab seorang manajer. Falsafah seorang
manajer dijadikan dasar untuk membuat asumsi-asumsi tentang lingkungan, peran organisasinya, dan atau garis besar untuk
bertindak. Seperangkat prinsip yang berkaitan satu sama lain dikembangkan dan diuji dengan pengalaman sebelum menjadi suatu
teori. Untuk seorang manajer, suatu teori tentang manajemen sangat berfungsi dalam memecahkan masalah-masalah yang timbul.
Oleh karena itu, falsafah, asumsi, prinsip-prinsip, dan teori tentang merupakan landasan manajerial yang harus dipahami dan
dihayati oleh dan prinsip serta teori-teori dijadikan dasar kegiatan manajerial, secara sederhana dapat digambarkan melalui suatu
diagram / skema sebagai berikut:

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nurinawati/manajemen-pendidikan_55006103a33311e572510ac3

Anda mungkin juga menyukai