Pengorganisasian
By Budi Wahyono On 10:48 PM
Langkah-langkah yang diperlukan dalam pengorganisasian yang biasa diikuti oleh semua tingkat
menejemen adalah sebagai berikut:
Misalnya, kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan masalah produksi digolongkan menjadi unit
produksi, yang berkenaan dengan masalah uang digolongkan menjadi unit keuangan, yang
mengenai pelayanan warkat ke dalam unit tata usaha dan seterusnya.
Penyerahan tugas dan wewenang berarti penyerahan tanggung jawab, maka berarti ada keharusan
untuk melaksanakan dengan selayaknya segala sesuatu yang telah diserahkan. Akhirnya mudahlah
bagi pimpinan untuk minta petanggungjawaban sehubungan denganpelaksanaan tugasnya.
4. Menghubung-hubungkan Organ Satu dengan yang Lain
denganGaris Wewenang dan Tanggung Jawab
Dari hasil langkah pertama, kedua, dan ketiga dapat terlihat gambaran visual kotak-kotak organ
yang telah berisi tugas, wewenang, dan tanggung jawab, maka selanjutnya kotak-kotak organ itu
perlu dihubung-hubungkan. Jadi langkah ini adalah suatu aktivita untuk menentukan hubungan
kekuasaan dan tanggung] awab berdasarkan atas wewenang formal. Manifestasi dai hasil langkah
ini adalah garis-garis hubungan kekuasaaan yang bersifat formal.
Tahap Perencanaan.
Kegiatan pembelajaran yang baik senantiasa berawal dari rencana yang matang. Perencanaan yang
matang akan menunjukkan hasil yang optimal dalam pembelajaran.
Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan
kebutuhan dalam jangka tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang
lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat
sasaran.
Begitu pula dengan perencanaan pembelajaran, yang direncanakan harus sesuai dengan target
pendidikan. Guru sebagai subjek dalam membuat perencanaan pembelajaran harus dapat
menyusun berbagai program pengajaran sesuai pendekatan dan metode yang akan di gunakan.
Dalam konteks desentralisasi pendidikan seiring perwujudan pemerataan hasil pendidikan yang
bermutu, diperlukan standar kompetensi mata pelajaran yang dapat dipertanggungjawabkan dalam
konteks lokal, nasional dan global.
Secara umum guru itu harus memenuhi dua kategori, yaitu memiliki capability dan loyality, yakni
guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan
teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi, dan
memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak semata di
dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah kelas.
Agama islam sebagai bidang studi, sebenarnya dapat diajarkan sebagaimana mata pelajaran
lainnya. Harus dikatakan memang ada sedikit perbedaannya dengan bidang studi lain. Perbedaan
itu ialah adanya bagian-bagian yang amat sulit diajarkan dan amat sulit dievaluasi. Jadi, perbedaan
itu hanyalah perbedaan gradual, bukan perbedaan esensial.
Beberapa prinsip yang perlu diterapkan diterapkan dalam membuat persiapan mengajar :
1. Memahami tujuan pendidikan.
2. Menguasai bahan ajar.
3. Memahami teori-teori pendidikan selain teori pengajaran.
4. Memahami prinsip-prinsip mengajar.
5. Memahami metode-metode mengajar.
6. Memahami teori-teori belajar.
7. Memahami beberapa model pengajaran yang penting.
8. Memahami prinsip-prinsi evaluasi.
9. Memahami langkah-langkah membuat lesson plan.
Kegiatan yang harus dilakukan perancang pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang mengikuti
model Kemp adalah sebagai berikut :
a. Perkirakan kebutuhan PAI (learning needs) untuk merancang program pembelajaran; nyatakan
tujuan, kendala, dan prioritas yang harus dipelajari.
b. Pilih dan tetapkan pokok bahasan atau tugas-tugas pembelajaran PAI untuk dilaksanakan dan
tujuan umum PAI yang akan dicapai.
c. Teliti dan identifikasi karakteristik peserta didik yang perlu mendapat perhatian selama
perencanaan pengembangan pembelajaran PAI.
d. Tentukan isi pembelajaran PAI dan uraikan unsur tugas yang berkaitan dengan tujuan PAI.
e. Nyatakan tujuan khusus belajar PAI yang akan dicapai dari segi isi pelajaran dan unsur tugas.
f. Rancanglah kegiatan-kegiatan belajar menajar PAI untuk mencapai tujuan PAI yang sudah
dinyatakan.
g. Pilihlah sejumlah media untuk mendukung kegiatan pengajaran PAI.
h. Rincikan pelayanan penunjang yang diperlukan untuk mengembangkan dan melaksanakan
semua kegiatan dan untuk memperoleh atau membuat bahan ajar PAI.
12pt; line-height: 150%;">
i. Kembangkan alat evaluasi hasil belajar PAI dan hasil program pengajaran PAI.
j. Lakukan uji awal kepada peserta didik untuk mempelajari produk pembelajaran PAI yang anda
kembangkan.
Tahap Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap penerapan atas desain perencanaan yang telah
dibuat guru. Hakikat dari tahap pelaksanaan adalah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri.
Dalam tahap ini, guru melakukan interaksi belajar-mengajar melalui penerapan berbagai strategi
metode dan tekhnik pembelajaran, serta pemanfaatan seperangkat media.
Dalam proses ini, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh seorang guru, diantaranya
ialah:
a. Aspek pendekatan dalam pembelajaran
Pendekatan pembelajaran terbentuk oleh konsepsi, wawasan teoritik dan asumsi-asumsi teoritik
yang dikuasai guru tentang hakikat pembelajaran. Mengingat pendekatan pembelajaran bertumpu
pada aspek-aspek dari masing-masing komponen pembelajaran, maka dalam setiap pembelajaran,
akan tercakup penggunaan sejumlah pendekatan secara serempak. Oleh karena itu, pendekatan-
pendekatan dalam setiap satuan pembelajaran akan bersifat multi pendekatan.
b. Aspek Strategi dan Taktik dalam Pembelajaran
Pembelajaran sebagai proses, aktualisasinya mengimplisitkan adanya strategi. Strategi berkaitan
dengan perwujudan proses pembelajaran itu sendiri. Strategi pembelajaran berwujud sejumlah
tindakan pembelajaran yang dilakukan guru yang dinilai strategis untuk mengaktualisasikan proses
pembelajaran.
Terkait dengan pelaksanaan strategi adalah taktik pembelajaran. Taktik pembelajaran
berhubungan dengan tindakan teknis untuk menjalankan strategi. Untuk melaksanakan strategi
diperlukan kiat-kiat teknis, agar nilai strategis setiap aktivitas yang dilkukan guru-murid di kelas
dapat terealisasi. Kiat-kiat teknis tertentu terbentuk dalam tindakan prosedural. Kiat teknis
prosedural dari setiap aktivitas guru-murid di kelas tersebut dinamakan taktik pembelajaran.
Dengan perkataan lain, taktik pembelajaran adalah kiat-kiat teknis yang bersifat prosedural dari
suatu tindakan guru dan siswa dalam pembelajaran aktual di kelas.
c. Aspek Metode dan Tekhnik dalam Pembelajaran
Aktualisasi pembelajaran berbentuk serangkaian interaksi dinamis antara guru-murid atau murid
dengan lingkungan belajarnya. Interaksi guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya
tersebut dapat mengambil berbagai cara. Cara-cara interaksi guru-murid atau murid dengan
lingkungan belajarnya tersebut lazimnya dinamakan metode.
Metode merupakan bagian dari sejumlah tindakan strategis yang menyangkut tentang cara
bagaimana interaksi pembelajaran dilakukan. Metode dilihat dari fungsinya merupakan
seperangkat cara untuk melakukan aktivitas pembelajaran. Ada beberapa cara dalam melakukan
aktivitas pembelajaran, misalnya dengan berceramah, berdiskusi, bekerja kelompok, bersimulasi
dan lain-lain.
Setiap metode memiliki aspek teknis dalam penggunaannya. Aspek teknis yang dimaksud adalah
gaya dan variasi dari setiap pelaksanaan metode pembelajaran
d. Prosedur Pembelajaran
Pembelajaran dari sisi proses keberlangsungannya, terjadi dalam bentuk serangkaian kegiatan
yang berjalan secara bertahap. Kegiatan pembelajaran berlangsung dari satu tahap ke tahap
selanjutnya, sehingga terbentuk alur konsisten. Tahapan pembelajaran yang konsisten yang
berbentuk alur peristiwa pembelajaran tersebut merupakan prosedur pembelajaran.
Tahap Evaluasi
Pada hakekatnya evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang
telah terjadi. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk:
1. Peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang
diinginkan;
2. Mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua
tahap, sehingga sekarang akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang
dengan tingkah laku yang diinginkan.
Pada tahap ini kegiatan guru adalah melakukan penilaian atas proses pembelajaran yang telah
dilakukan. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ketercapaian tujuan. Dengan evaluasi, dapat
diukur kuantitas dan kualitas pencapaian tujuan pembelajaran. Sebaliknya, oleh karena evaluasi
sebagai alat ukur ketercapaian tujuan, maka tolak ukur perencanaan dan pengembangannya adalah
tujuan pembelajaran.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, Moekijat (seperti dikutip Mulyasa) mengemukakan teknik
evaluasi belajar pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai berikut:
(1) Evaluasi belajar pengetahuan, dapat dilakukan dengan ujian tulis, lisan, dan daftar isian
pertanyaan; (2) Evaluasi belajar keterampilan, dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis
keterampilan dan analisis tugas serta evaluasi oleh peserta didik sendiri; (3) Evaluasi belajar sikap,
dapat dilakukan dengan daftar sikap isian dari diri sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan
dengan tujuan program, dan skala deferensial sematik (SDS)
Apapun bentuk tes yang diberikan kepada peserta didik, tetap harus sesuai dengan persyaratan
yang baku, yakni tes itu harus:
1. Memiliki validitas (mengukur atau menilai apa yang hendak diukur atau dinilai, terutama
menyangkut kompetensi dasar dan materi standar yang telah dikaji);
2. Mempunyai reliabilitas (keajekan, artinya ketetapan hasil yang diperoleh seorang peserta didik,
bila dites kembali dengan tes yang sama);
3. Menunjukkan objektivitas (dapat mengukur apa yang sedang diukur, disamping perintah
pelaksanaannya jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang tidak ada
hubungannya dengan maksud tes);
4. Pelaksanaan evaluasi harus efisien dan praktis.
Pembelajaran sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase proses
pembelajaran yang dimaksud meliputi: tahap perencanaan, tahap pelaksanan, dan tahap evaluasi.
Adapun dari ketiganya ini akan dibahas sebagaimana berikut:
Tahap Perencanaan.
Kegiatan pembelajaran yang baik senantiasa berawal dari rencana yang matang. Perencanaan yang
matang akan menunjukkan hasil yang optimal dalam pembelajaran.
Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan
kebutuhan dalam jangka tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang
lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat
sasaran.
Begitu pula dengan perencanaan pembelajaran, yang direncanakan harus sesuai dengan target
pendidikan. Guru sebagai subjek dalam membuat perencanaan pembelajaran harus dapat
menyusun berbagai program pengajaran sesuai pendekatan dan metode yang akan di gunakan.
Dalam konteks desentralisasi pendidikan seiring perwujudan pemerataan hasil pendidikan yang
bermutu, diperlukan standar kompetensi mata pelajaran yang dapat dipertanggungjawabkan dalam
konteks lokal, nasional dan global.
Secara umum guru itu harus memenuhi dua kategori, yaitu memiliki capability dan loyality, yakni
guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan
teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi, dan
memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak semata di
dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah kelas.
Agama islam sebagai bidang studi, sebenarnya dapat diajarkan sebagaimana mata pelajaran
lainnya. Harus dikatakan memang ada sedikit perbedaannya dengan bidang studi lain. Perbedaan
itu ialah adanya bagian-bagian yang amat sulit diajarkan dan amat sulit dievaluasi. Jadi, perbedaan
itu hanyalah perbedaan gradual, bukan perbedaan esensial.
Beberapa prinsip yang perlu diterapkan diterapkan dalam membuat persiapan mengajar :
1. Memahami tujuan pendidikan.
2. Menguasai bahan ajar.
3. Memahami teori-teori pendidikan selain teori pengajaran.
4. Memahami prinsip-prinsip mengajar.
5. Memahami metode-metode mengajar.
6. Memahami teori-teori belajar.
7. Memahami beberapa model pengajaran yang penting.
8. Memahami prinsip-prinsi evaluasi.
9. Memahami langkah-langkah membuat lesson plan.
Kegiatan yang harus dilakukan perancang pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang mengikuti
model Kemp adalah sebagai berikut :
a. Perkirakan kebutuhan PAI (learning needs) untuk merancang program pembelajaran; nyatakan
tujuan, kendala, dan prioritas yang harus dipelajari.
b. Pilih dan tetapkan pokok bahasan atau tugas-tugas pembelajaran PAI untuk dilaksanakan dan
tujuan umum PAI yang akan dicapai.
c. Teliti dan identifikasi karakteristik peserta didik yang perlu mendapat perhatian selama
perencanaan pengembangan pembelajaran PAI.
d. Tentukan isi pembelajaran PAI dan uraikan unsur tugas yang berkaitan dengan tujuan PAI.
e. Nyatakan tujuan khusus belajar PAI yang akan dicapai dari segi isi pelajaran dan unsur tugas.
f. Rancanglah kegiatan-kegiatan belajar menajar PAI untuk mencapai tujuan PAI yang sudah
dinyatakan.
g. Pilihlah sejumlah media untuk mendukung kegiatan pengajaran PAI.
h. Rincikan pelayanan penunjang yang diperlukan untuk mengembangkan dan melaksanakan
semua kegiatan dan untuk memperoleh atau membuat bahan ajar PAI.
12pt; line-height: 150%;">
i. Kembangkan alat evaluasi hasil belajar PAI dan hasil program pengajaran PAI.
j. Lakukan uji awal kepada peserta didik untuk mempelajari produk pembelajaran PAI yang anda
kembangkan.
Tahap Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap penerapan atas desain perencanaan yang telah
dibuat guru. Hakikat dari tahap pelaksanaan adalah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri.
Dalam tahap ini, guru melakukan interaksi belajar-mengajar melalui penerapan berbagai strategi
metode dan tekhnik pembelajaran, serta pemanfaatan seperangkat media.
Dalam proses ini, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh seorang guru, diantaranya
ialah:
a. Aspek pendekatan dalam pembelajaran
Pendekatan pembelajaran terbentuk oleh konsepsi, wawasan teoritik dan asumsi-asumsi teoritik
yang dikuasai guru tentang hakikat pembelajaran. Mengingat pendekatan pembelajaran bertumpu
pada aspek-aspek dari masing-masing komponen pembelajaran, maka dalam setiap pembelajaran,
akan tercakup penggunaan sejumlah pendekatan secara serempak. Oleh karena itu, pendekatan-
pendekatan dalam setiap satuan pembelajaran akan bersifat multi pendekatan.
b. Aspek Strategi dan Taktik dalam Pembelajaran
Pembelajaran sebagai proses, aktualisasinya mengimplisitkan adanya strategi. Strategi berkaitan
dengan perwujudan proses pembelajaran itu sendiri. Strategi pembelajaran berwujud sejumlah
tindakan pembelajaran yang dilakukan guru yang dinilai strategis untuk mengaktualisasikan proses
pembelajaran.
Terkait dengan pelaksanaan strategi adalah taktik pembelajaran. Taktik pembelajaran
berhubungan dengan tindakan teknis untuk menjalankan strategi. Untuk melaksanakan strategi
diperlukan kiat-kiat teknis, agar nilai strategis setiap aktivitas yang dilkukan guru-murid di kelas
dapat terealisasi. Kiat-kiat teknis tertentu terbentuk dalam tindakan prosedural. Kiat teknis
prosedural dari setiap aktivitas guru-murid di kelas tersebut dinamakan taktik pembelajaran.
Dengan perkataan lain, taktik pembelajaran adalah kiat-kiat teknis yang bersifat prosedural dari
suatu tindakan guru dan siswa dalam pembelajaran aktual di kelas.
c. Aspek Metode dan Tekhnik dalam Pembelajaran
Aktualisasi pembelajaran berbentuk serangkaian interaksi dinamis antara guru-murid atau murid
dengan lingkungan belajarnya. Interaksi guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya
tersebut dapat mengambil berbagai cara. Cara-cara interaksi guru-murid atau murid dengan
lingkungan belajarnya tersebut lazimnya dinamakan metode.
Metode merupakan bagian dari sejumlah tindakan strategis yang menyangkut tentang cara
bagaimana interaksi pembelajaran dilakukan. Metode dilihat dari fungsinya merupakan
seperangkat cara untuk melakukan aktivitas pembelajaran. Ada beberapa cara dalam melakukan
aktivitas pembelajaran, misalnya dengan berceramah, berdiskusi, bekerja kelompok, bersimulasi
dan lain-lain.
Setiap metode memiliki aspek teknis dalam penggunaannya. Aspek teknis yang dimaksud adalah
gaya dan variasi dari setiap pelaksanaan metode pembelajaran
d. Prosedur Pembelajaran
Pembelajaran dari sisi proses keberlangsungannya, terjadi dalam bentuk serangkaian kegiatan
yang berjalan secara bertahap. Kegiatan pembelajaran berlangsung dari satu tahap ke tahap
selanjutnya, sehingga terbentuk alur konsisten. Tahapan pembelajaran yang konsisten yang
berbentuk alur peristiwa pembelajaran tersebut merupakan prosedur pembelajaran.
Tahap Evaluasi
Pada hakekatnya evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang
telah terjadi. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk:
1. Peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang
diinginkan;
2. Mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua
tahap, sehingga sekarang akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang
dengan tingkah laku yang diinginkan.
Pada tahap ini kegiatan guru adalah melakukan penilaian atas proses pembelajaran yang telah
dilakukan. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ketercapaian tujuan. Dengan evaluasi, dapat
diukur kuantitas dan kualitas pencapaian tujuan pembelajaran. Sebaliknya, oleh karena evaluasi
sebagai alat ukur ketercapaian tujuan, maka tolak ukur perencanaan dan pengembangannya adalah
tujuan pembelajaran.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, Moekijat (seperti dikutip Mulyasa) mengemukakan teknik
evaluasi belajar pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai berikut:
(1) Evaluasi belajar pengetahuan, dapat dilakukan dengan ujian tulis, lisan, dan daftar isian
pertanyaan; (2) Evaluasi belajar keterampilan, dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis
keterampilan dan analisis tugas serta evaluasi oleh peserta didik sendiri; (3) Evaluasi belajar sikap,
dapat dilakukan dengan daftar sikap isian dari diri sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan
dengan tujuan program, dan skala deferensial sematik (SDS)
Apapun bentuk tes yang diberikan kepada peserta didik, tetap harus sesuai dengan persyaratan
yang baku, yakni tes itu harus:
1. Memiliki validitas (mengukur atau menilai apa yang hendak diukur atau dinilai, terutama
menyangkut kompetensi dasar dan materi standar yang telah dikaji);
2. Mempunyai reliabilitas (keajekan, artinya ketetapan hasil yang diperoleh seorang peserta didik,
bila dites kembali dengan tes yang sama);
3. Menunjukkan objektivitas (dapat mengukur apa yang sedang diukur, disamping perintah
pelaksanaannya jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang tidak ada
hubungannya dengan maksud tes);
4. Pelaksanaan evaluasi harus efisien dan praktis.
Mengapa POAC ? Karena POAC merupakan fungsi manajemen yang bersifat umum dan
meliputi keseluruan proses manajerial. Banyak para ahli menambah banyak pengertian dari fungsi
manajemen, namun diantara banyak tambahan tersebut, didalamnya sudah termasuk keempat
fungsi yang diperkenalkan oleh George R Terry, yakni Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerak
dan Pengawasan.
Keempat fungsi manajemen tersebut dalam manajemen modern tidak berjalan linear, namun spiral.
Hal ini memungkinkan organisasi akan bergerak terus menerus dan tidak berhenti pada satu
tahap. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa siklus manajemen yang dilakukan oleh suatu
organisasi adalah merencanakan, mengorganisasi staf dan sumber daya yang ada, melaksanakan
program kerja, dan mengendalikan (pengawasan) jalannya pekerjaan. Di dalam tahapan pengendalian
dilakukan evaluasi untuk memperoleh umpan balik (feed back) untuk dasar perencanaan
selanjutnya, atau untuk perencanaan kembali (replanning). Demikian seterusnya sehingga kegiatan
fungsi-fungsi manajemen tersebut merupakan suatu siklus spiral.
PLANNING (PERENCANAAN)
Perencanaan merupakan susunan langkah-langkah secara sistematik dan teratur untuk
mencapai tujuan organisasi atau memecahkan masalah tertentu. Perencanaan juga diartikan sebagai
upaya memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dengan memperhatikan segala keterbatasan guna
mencapai tujuan secara efisien dan efektif. Perencanaan merupakan langkah awal dalam proses
manajemen, karena dengan merencanakan aktivitas organisasi kedepan, maka segala sumber daya
dalam organisasi difokuskan pada pencapaian tujuan organisasi.
Dalam melaksanakan perencanaan ada kegiatan yang harus dilakukan, yaitu melakukan
prakiraan (rencana) kegiatan organisasi dan penganggaran (budgeting). Prakiraan berfungsi untuk
menentukan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan kedepan oleh organisasi sebagai upaya
mencapai tujuan organisasi. Dalam melakukan prakiraan, haruslah selalu memperhatikan tujuan
organisasi, sumber daya organisasi dan juga melakukan suatu analisis organisasi (bisa
menggunakan SWOT) untuk mengetahui potensi internal dan eksternal.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan perencanaan, yakni
harus SMART. SMART yaitu Specific artinya perencanaan harus jelas maksud maupun ruang
lingkupnya. Tidak terlalu melebar dan terlalu idealis. Measurable artinya program kerja
organisasi atau rencana harus dapat diukur tingkat keberhasilannya. Achievable artinya dapat
dicapai. Jadi bukan hanya sekedar angan-angan dalam merencanakan dan tidak dapat
dilaksanakan. Realistic artinya sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada. Tidak
terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Time artinya ada batas waktu yang jelas. Mingguan, bulanan,
triwulan, semesteran atau tahunan. Sehingga mudah dinilai dan dievaluasi.
Setelah merencanakan aktivitas organisasi secara sistematis dan terukur, maka perlu juga
melakukan perencanaan penganggaran untuk pelaksanaan kegiatan. Prinsip dalam melakukan
perencanaan penganggaran,adalah mengunakan segala sumber daya keuangan secara efesien dan
se-efektif mungkin. Hal ini perlu direncanakan secara serius, agar organisasi tidak melakukan
pemborosan, keuangan, selain itu sekaligus juga melihat sumber-sumber daya keuangan yang bisa
diperoleh dari luar organisasi.
ORGANIZING (PENGORGANISASIAN)
Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan pembagian tugas-tugas pada orang yang
terlibat dalam aktivitas organisasi, sesuai dengan kompetensi SDM yang dimiliki. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan ini merupakan keseluruhan proses memilih orang-orang
serta mengalokasikannya sarana dan prasarana untuk menunjang tugas orang-orang itu dalam
organisasi, serta mengatur mekanisme kerjanya sehingga dapat menjamin pencapaian tujuan
program dan tujuan organisasi. Menurut George R. Terry, tugas pengorganisasian adalah
mengharmonisasikan kelompok orang yang berbeda, mempertemukan macam-macam
kepentingan dan memanfaatkan seluruhkemampuan kesuatu arah tertentu.
Dalam pengorganisasian kegiatan yang dilakukan yakni staffing (penempatan staf) dan
pemaduan segala sumber daya organisasi.Staffing sangat penting dalam pengorganisasian. Dengan
penempatan orang yang tepat pada tempat yang tepat dalam organisasi, maka kelangsungan
aktivitas organisasi tersebut akan terjamin. Fungsi pemimpin disini adalah mampu
menempatkan the right man in the right place. Pemimpin harus mampu melihat potensi-potensi
SDM yang berkualitas dan bertanggung jawab untuk melaksanakan aktivitas roda organisasi.
Setelah menempatkan orang yang tepat untuk tugas tertentu, maka perlu juga mengkoordinasikan
dan memadukan seluruh potensi SDM tersebut agar bekerja secara sinergis untuk mencapai tujuan
organisasi.
Langkah-langkah Pengorganisasian :
Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf. (Menjelaskan keseluruh staff tentang tujuan
organisasi yang harus dicapai)
Mendistribusi pekerjaan ke staff secara jelas. (Mendudukan orang-orang yang
berkompetensi pada posisi tepat. Dan jangan sampai ada posisi strategis yang kosong, karena
akan berpengaruh pada keseluruan pencapaian organisasi)
Menentukan prosedural staf. (Menentukan cara kerja dan evaluasi para staff,
serta punishment dan reward yang diterima. Selain itu juga menjelaskan tentang garis koordinasi
dan sinergitas dalam organisasi, sehingga seluruh posisi dipadukan untuk menuju tujuan
organisasi)
Mendelegasikan wewenang. (Berani untuk mendelegasikan wewenang sesuai dengan
tugas dan fungsi tiap-tiap staff)
ACTUATING (PENGGERAKAN)
Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak diikuti dengan
pelaksanaan kerja organisasi yang bertanggung jawab. Untuk itu maka semua Sumber Daya
Manusia (SDM) yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai visi, misi dan program kerja
organisasi. Pelaksanaan kerja harus sejalan dengan rencana kerja yang telah disusun. Setiap pelaku
organisasi harus bekerja sesuai dengan tugas, fungsi dan peran, keahlian dan kompetensi masing-
masing SDM untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi yang telah ditetapkan. Inti
dari Actuating adalah menggerakkan semua anggota kelompok untuk bekerja agar mencapai
tujuan organisasi.
Dalam mengimplementasikan aktivitas organisasi, pelaku organisasi harus :
1. Merasa yakin dan mampu melakukan suatu pekerjaan,
2. Percaya bahwa pekerjaan telah menambahkan nilai untuk diri mereka sendiri,
3. Tidak terbebani oleh masalah pribadi atau tugas lain yang lebih penting atau
mendesak,
4. Tugas yang diberikan cukup relevan,
5. Hubungan harmonis antar rekan kerja.
Dalam memimpin ada kegiatan direction (perintah) dan motivasi. Perintah adalah petunjuk atau
penjelasan kerja, serta pertimbangan dan bimbingan, terdapat para pelaku organisasi yang terlibat,
baik secara struktural maupun fungsional, agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan
lancar. Dalam pelaksanaannya direction (perintah) seringkali dilakukan bersamaan
dengan controlling. Jika perintah yang disampaikan pemimpin sesuai dengan kemauan dan
kemampuan dari staff, maka staff pun akan termotivasi untuk memberdayakan potensinya dalam
melaksanakan kegiatan organisasi. Sedangkan motivasi dapat dilakukan dengan cara mejadikan
staff sebagai rekan kerja, serta memberikan reward (penghargaan) apabila staff bekerja secara baik.
Manfaat pengawasan :
Dapat mengetahui sejauh mana program telah dilaksanakan
Dapat mengetahui adanya penyimpangan
Dapat mengetahui apakah waktu & sumber daya mencukup
Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan
Dapat mengetahu staff yang perlu diberikan penghargaan/promosi
Penutup
Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang memiliki peran besar dalam
pengembangan kemampuan akademiknon akademik dan bahkan moral para siswa yang berada di
dalamya. Sekolahpun menjadi salah satu ujung tombak bagi perkembangan dan kelangsungan
sebuah negara. Karena itulah keberadaan sebuah sekolah yang memiliki kualitas dan kredibilitas
yang baik dalam berbagai aspek mutlak diperlukan bagi segenap anak Indonesia.Ditambah lagi
jika menilik tujuan pendidikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahwa.. inilah salah satu
alasan betapa pendidikan yang berkualitas memang berhak diterima oleh setiap tingkatan
pendidikan anak Indonesia. Meskipun demikian, pencapaian kualitas yang diharapkan ini tidak
semua sekolah maupun lembaga pendidikan mampu meraihnya. Bahkan secara umum, sistem
pendidikan Indonesia masih perlu dilakukan perbaikan secara menyeluruh dan kontinyu untuk
mencapai kebaikan dalam tujuan pendidikan nasional. Pendidikan juga dituntut dapat
mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dan juga kooperatif
di dunia global. Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan lulusan yang unggul dalam baik sisi
akademis, humanis, hingga moral. Agar lulusan pendidikan nasional memiliki kompetitif tidak
bisa terlepas dari kualitas manajemen pendidikan, baik dalam hal efektivitas dan efisiensi proses
ke arah peningkatan mutu pendidikan. Pemerintah dalam mengatasi permasalahan mutu
pendidikan telah banyak berbuat melalui program-program peningkatan mutu pendidikan sesuai
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Tantangan dalam dunia pendidikan
khususnya bagi para pelaksana perencanaan dan manajemen, pengambil kebijakan urusan
pendidikan dalam hal ini pemerintah, harus memiliki alat atau piranti untuk mengevaluasi
sampai sejauh mana pembangunan pendidikan terutama kinerja layanan pendidikan bagi
masyarakat dapat tercapai secara optimal. Salah satu strategi manajerial yang dikembangkan
untuk menjamin sebuah organisasi (sekolah) memiliki daya tahan dan daya hidup dari masa
sekarang dan berkelajutan sampai masa yang akan datang yaitu dengan melakukan analisis
SWOT.
PEMBAHASAN
Sistem adalah sebuah komponen yang terdiri dari beberapa elemen dan subelemen yang
terintegrasi, saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam sebuah konsep
sistem, ada berbagai perilaku dan gejala sosial, ekonomi, politik, hukum, dan keamanan, dengan
berbagai sistem yang lebih luas maupun dengan subsistem yang tercakup di dalamnya. Sebagai
contoh adalah interaksi antar komponen dalam sekolah disebut sebagai sistem, sedangkan
komponen di sini dapat disebut dengan warga sekolah (siswa, guru, TU, karyawan, dan
orangtua). Interaksi di dalam kelas pada sekolah disebut subsistem, dan interaksi antar sekolah
sederajat merupakan suprasistem. Dengan sistem yang tersusun dengan baik, sebuah organisasi,
dalam hal ini adalah lembaga pendidikan seperti sekolah dapat mencapai tujuan yang telah
ditargetkan. Oleh karena itu, sistem sangat urgen dan vital keberadaannya demi keberhasilan
sebuah program kerja, apalagi jika tersusun secara sistematis dan dilaksanakan penuh
kredibilitas, tanggung jawab, dan kedisiplinan.
Analisis SWOT merupakan salah satu metode analisis situasional yang menitikberatkan pada
identifikasi beberapa faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan, organisasi,
atau lembaga. SWOT sendiri merupkan akronim
dari Strengths(kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang),
dan Threats (ancaman).Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(Strenghts) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu
berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis
perusahaan, organisasi, atau lembaga tersebut dalam kondisi yang ada pada saat ini. Hal ini
disebut analisis situasi. Berikut ini definisi lebih rinci tentang elemen SWOT:
Strength (Kekuatan); faktor internal atau dalam yang cenderung memiliki efek positif (atau
menjadi mampu untuk) mencapai tujuan suatu lembaga pendidikan
Weakness (Kelemahan); faktor internal atau dalam yang mungkin memiliki efek negatif (atau
menjadi penghalang untuk) mencapai tujuan suatau lembaga pendidikan
Opportunity (Peluang); faktor eksternal atau luar yang cenderung memiliki efek positif pada
pencapaian atau tujuan sekolah, atau tujuan yang sebelumnya tidak dipertimbangkan
Threat (Ancaman); faktor eksternal atau kondisi yang cenderung memiliki efek negatif pada
pencapaian tujuan suatu lembaga pendidikan, atau membuat tujuan absurd atau malah sulit
dicapai.
Jika analisis SWOT digunakan pada pendidikan maka dimungkinkan bagi sebuah sekolah untuk
mendapatkan sebuah gambaran menyeluruh mengenai situasi sekolah itu sendiri baik dalam
hubungannya dengan masyarakat, lembaga-lembaga pendidikan yang lain, dan lapangan industri
yang akan dimasuki oleh para siswanya, bahkan sampai situasi internaal sekolah itu sendiri.
Untuk pemahaman mengenai faktor-faktor eksternal, (terdiri atas ancaman dan peluang), yang
digabungkan dengan suatu pengujian mengenai kekuatan dan kelemahan akan membantu dalam
mengembangkan sebuah visi tentang masa depan. Perkiraan seperti ini diterapkan dengan mulai
membuat program yang kompeten atau mengganti program-program yang tidak relevan serta
berlebihan dengan program yang lebih inovatif dan relevan, sesuai dengan kondisi sekolah itu
sendiri.
3. Para siswa
4. Anggaran operasional
Selain itu, jika dilihat dari segi obyek analisis, analisis SWOT memiliki dua jenis, yaitu:
1) Model Kuantitatif
Analisis jenis ini menggunakam teknik penilaian, yang mana penilaian tersebut dilakukan
dengan cara memberikan skor pada masing-masing subkomponen, dimana satu subkomponen
dibandingkan dengan subkomponen yang lain dalam komponen yang satu atau mengikuti lajur
vertikal. Sebuah asumsi dasar dari model ini adalah kondisi yang berpasangan antara S dan W,
serta O dan T. Kondisi berpasangan ini terjadi karena diasumsikan bahwa dalam setiap kekuatan
selalu ada kelemahan yang tersembunyi dan dari setiap kesempatan yang terbuka selalu ada
ancaman yang harus diwaspadai. Ini berarti setiap satu rumusan Strength (S), harus selalu
memiliki satu pasangan Weakness dan setiap satu rumusan Opportunity (O) harus memiliki
satu pasangan satu Threat (T). Standar penilaian di buat berdasar kan kesepakatan bersama untuk
mengurangi kadar subyektifitas penilaian.
2) Model Kualitatif
Analisa jenis ini tidak jauh berbeda dengan jenis analisis kuantitatif, perbedaan yang mendasar
adalah pada penggunaan penilaian yang memadukan komponen kekuatan (kelebihan) dengan
kekurangan, cenderung pada hasil yang berupa wujud bukan jumlah nominal yang dihasilkan.
Umumnya bentuk anaisisnya berupa uraian deskriptif.
Jika dianalogikan, analisis SWOT itu seumpama sebuah peta, juga berfungsi sebagai panduan
pembuatan peta. Ketika telah berhasil membuat peta, langkah tidak boleh berhenti karena peta
tidak menunjukkan kemana harus pergi, tetapi peta dapat menggambarkan banyak jalan yang
dapat ditempuh jika ingin mencapai tujuan tertentu. Sebuah peta baru akan berguna jika tujuan
telah ditetapkan dan si pemegangnya telah merumuskan jalan mana yang harus diambil untuk
mencapai tujuan tersebut.
Dalam kerangka berpikir manajemen strategik, tujuan merupakan target-target yang bersifat
kuantitatif dari suatu organisasi. Pencapaian tujuan merupakan tolak ukur dari keberhasilan
kinerja atas faktor-faktor kunci keberhasilan suatu organisasi. Oleh karena itu tujuan merupakan
bagian yang penting dalam sistem strategi manajerial yang di dalamnya mengandung usaha
untuk melaksanakan suatu tindakan. Untuk itu tujuan harus menegaskan tentang apa (what) yang
secara khusus harus dicapai dan kapan (when).
Selanjutnya, setelah sasaran atau tujuan telah ditentukan barulah dirumuskan program kerja utuk
mencapai tujuan tersebut. Program ini dapat dijabarkan targetnya, segmentasinya dan strategi
yang akan digunakan. Sebuah program kerja dapat dikatakan sebagai sebuah program yang
lengkap apabila telah mampu menerangkan visi, misi, tujuan serta gambaran pelaksanaan yang
berupa target, segmentasi dan strategi yang dipilih.
Pelaksanaan akan diikuti dengan proses evaluasi. Yang perlu digarisbawahi disini adalah peran
analiss SWOT dalam melakukan penilaian kesesuaian konsep dan pelaksanaan program saat
program berjalan maupun di akhir program sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan penilaian
yang obyektif dan berkesinambungan. Analisis SWOT itu digunakan sebagai dasar untuk
menerjemahkan visi, misi, dan tujuan sehingga menjadi program kegiatan yang lebih
operasional.
Secara sederhana, analisis SWOT dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan
internal sebuah organisasi, serta kesempatan dan ancaman lingkungan atau eksternalnya. SWOT
adalah perangkat umum yang didesain dan digunakan sebagai langkah awal dalam proses
pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategis dalam berbagai terapan. Penafsiran
kekuatan dan kelemahan dapat dilakukan melalui survei, kelompok-kelompok fokus, wawancara
dengan murid dan alumni, dan sumber-sumber lain yang dapat dipercaya. Begitu kelemahan dan
kekuatan telah diketahui, maka akan memungkinkan untuk mengkonfirmasi hal-hal
tersebut. Gambaran eksternal bersifat komplementer terhadap self-study internal di dalam
analisis SWOT. Pengaruh-pengaruh nasional dan regional seperti masalah-masalah lokal dan
negara dan penerapan kurikulum adalah yang paling penting dalam memutuskan program baru
apa saja yang perlu ditambah atau program yang sudah ada dan perlu dimodifikasi atau diganti.
Ada empat tahapan utama dalam melakukan analisis SWOT, dalam hal ini adalah untuk lembaga
pendidikan, yaitu:
1. Tahap Observasi
Dalam tahapan ini, pengamat akan membuat dan menyusun substansi dalam matriks SWOT
untuk memudahkn drafting data. Ia akan mengamati, menemukan, dan memasukkan hal-hal
yang merupakan komponen SWOT dalam matriks yang telah dibuat, yang mana merupakan data
aktual yang ditemukannya di lapangan, di lembaga pendidikan yang ditelitinya.
2. Tahap Analisa
Peneliti akan menentukan langkah-langkah kebijakan yang diambil untuk memperbaiki atau
memperkuat sistem pendidikan. Kebijakan tersebut diambil dari menggabungkan dua faktor,
dengan ketentuan sebagai berikut:
Hasil analisis SWOT yang telah dirumuskan tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan
untuk menentukan langkah-langkah untuk ke depannya dalam upaya memaksimalkan kekuatan
dan memanfaatkan peluang, serta secara bersamaan berusaha untuk meminimalkan kelemahan
dan mengatasi ancaman.
Kesimpulan
Analisis SWOT merupakan salah satu metode analisa yang bersifat situasional yang digunakan
dalam rangka mendalami kondisi internal maupun eksternal sebuah lembaga, dalam hal ini
adalah lembaga pendidikan. Dengan mengetahui lebih dalam tentang kedua kondisi tersebut,
diharapkan lembaga pendidikan tersebut akan mampu mengintrospeksi diri atas daa-data yang
telah didapatkan dalam penelitian SWOT. Analisis SWOT yang dilakukan ini dapat menjadi
cerminan atau refleksi dari lembaga pendidikan itu sendiri sehingga dapat mengetahui sisi baik
maupun sisi buruk yang dimilikiya dan dapat menemukan cara untuk memperbaiki diri dari
mengetahui hal-hal tersebut. Analisis SWOT dapat pula menjadi peta, karena setelah masing-
masing faktor ditemukan, kebijakan-kebijakan yang akan diambil untuk perbaikan di kemudian
hari telah pula ditentukan, sehingga yang harus dilakukan lembaga pendidikan tinggal
melaksanakannya dengan penuh komitmen, disiplin, dan tanggung jawa demi terwujudnya
lembaga pendidikan yang berkualitas, berintegritas, dan menghasilkan siswa-siswa yang kelak
menjadi sumber daya manusia yang tak hanya unggul dalam segi akademik, tapi juga moral,
agama, dan sosial.
___________
[1] Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan
Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu
Pendidikan Pada Madrasah, 2002, Hal: 2
[2] . Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, PT remaja rusda karya; 2004. Hal
18
[3] Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan
Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu
Pendidikan Pada Madrasah, 2002, Hal: 6
[4] Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah Dengan
Pendidikan Agama Di Sekolah Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan Mutu
Pendidikan Pada Madrasah, 2002, Hal: 7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang dapat memberikan harapan dan
kemungkinan yang lebih baik dimasa mendatang, telah mendorong berbagai upaya dan perhatian
seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap gerak langkah dan perkembangan dunia pendidikan.
Pendidikan sebagai salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia, pada
intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan serta merubah perilaku dan
meningkatkan kualitas menjadi lebih baik.
Fakta yang sekarang ini terjadi menyatakan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih
rendah jika dibandingkan dengan Negara-negara lain di dunia. Hal ini mempunyai dampak yang
sangat besar bagi majunya kehidupan masyarakat dalam segala aspek bidang kehidupan.
Untuk menciptakan masyarakat yang maju maka yang perlu diperhatikan terlebih dahulu
adalah bagaimana mewujudkan pendidikan yang bermutu yang pada akhirnya mencapai
tujuan. Terwujudnya system pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas.
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah melalui
penerapan Manajemen Berbasis Sekolah atau MBS. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa
MBS merupakan pemikiran kearah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada
sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas. Dengan demikian
mahasiswa calon guru SD semestinya dapat memahami penerapan MBS sebagai bekal ketika
berada di sekolah nantinya.
MBS ditawarkan sebagai salah satu alternatif jawaban pemberian otonomi daerah di bidang
pendidikan, mengingat prinsip dan kecenderungannya yang mengembalikan pengelolaan
manajemen sekolah pada pihak-pihak yang dianggap paling mengetahui kebutuhan riel sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah munculnya MBS?
2. Apa konsep dasar MBS?
3. Apa landasan penerapan MBS?
4. Apa pengertian MBS?
5. Mengapa diperlukan adanya MBS?
6. Bagaimana strategi MBS?
7. Bagaimana implementasi MBS?
8. Bagaimana karakteristik MBS?
9. Apa paradigma MBS?
10. Bagaimana prinsip-prinsip MBS?
11. Bagaimana pentahapan MBS?
12. Apa saja perangkat pelaksana MBS?
BAB II
PEMBAHASAN
3. Input Pendidikan
a. Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan
sasaran sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut
dinyatakan oleh kepala sekolah dan disosialisasikan kepada semua warga sekolah sehingga
tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh
warga sekolah.
b. Sumberdaya Tersedia dan Siap
Sumberdaya merupakan input penting yang diperlukan untuk kelangsungan proses
pendidikan di sekolah. Tanpa sumberdaya yang memadai, proses pendidikan di sekolah tidak akan
berlangsung secara memadai dan pada akhirnya sasaran sekolah tidak akan tercapai. Sumberdaya
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang,
peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya) dengan penegasan bahwa sumberdaya selebihnya
tidak mempunyai arti apapun bagi perwujudan sasaran sekolah tanpa campur tangan sumber daya
manusia.
Secara umum, sekolah yang menerapkan MBS harus memiliki tingkat kesiapan sumberdaya
yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan. Artinya, segala sumberdaya yang diperlukan
untuk menjalankan proses pendidikan harus tersedia dan dalam keadaan siap. Ini bukan berarti
bahwa sumberdaya yang ada harus mahal, tetapi sekolah yang bersangkutan dapat memanfaatkan
keberadaan sumberdaya yang ada dilingkungan sekolahnya. Oleh karena itu, diperlukan kepala
sekolah yang mampu memobilisasi sumberdaya yang ada disekitarnya.
c. Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
Meskipun pada butir (b) telah disinggung tentang ketersediaan dan kesiapan sumberdaya
manusia (staff), pada butir ini perlu ditekankan lagi karena staf merupakan jiwa sekolah. Sekolah
yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu (kompeten) dan berdedikasi tinggi
terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas, yaitu bagi sekolah yang ingin memiliki efektivitas yang
tinggi, kepemilikan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi merupakan suatu keharusan.
d. Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk
meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Kepala sekolah memiliki komitmen dan
motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru memiliki komitmen
dan harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat mencapai tingkat prestasi yang maksimal,
walaupun dengan segala keterbatasan sumberdaya pendidikan yang ada di sekolah.
Peserta didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk berprestasi
sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Harapan terbesar dari ketiga unsur sekolah ini
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sekolah selalu dinamis untuk menjadi lebih baik
dari keadaan sebelumnya.
e. Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa)
Pelanggan, terutama siswa, harus menjadi fokus dari semua kegiatan sekolah. Artinya,
semuainput dan proses yang dikerahkan di sekolah tujuan utamanya adalah meningkatkan mutu
dan kepuasan peserta didik. Konsekuensi logis dari semua hal tersebut adalah penyiapan input dan
proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan yang
diharapkan dari siswa. (Rohiat, 2010: 58-62)
I. Paradigma Manajemen Berbasis Sekolah
Pemberdayaan sekolah dengan memberi otonomi yang lebih luas snelain menunjukan
sikap tanggap peerintah terhadap tuntutan masyarakat juga diharapkan dapat dipakai sebagai
sarana peningkatan efisiensi pendidikan. Menurut Santoso Hamijoyo yang dikutip oleh Nanang
Fattah bahwa desentralisasi urusan pendidikan mutlak perlu karena alasan-alasan berikut :
(1) Wilayah Indonesia yang secara geografis sangat luas dan beraneka ragam
(2) Aneka ragam golongan dan lingkungan sosial, budaya, agama, ras dan etnik serta bahasa
(3) Besarnya jumlah dan banyaknya jenis populasi pendidikan yang tumbuh sesuai dengan
perkembangan ekonomi, iptek, perdagangan dan sosial budaya
(4) Perluasan lingkungan suasana yang menimbulkan aspirasai dan gaya hidup yang berbeda antar
wilayah
(5) Perkembangan sosial politik, ekonomi dan budaya yang cepat dan dinamis menuntut penanganan
segala persoalan secara cepat dan dinamis
Manajemen Berbasis Sekolah sebagai konsep desentralisasi pendidikan yang melatarbelakangi
alasan-alasan tersebut diatas memasukan paradigma konsep yang jelas dalam mencapai tujuannya
yaitu kinerja unggul sekolah. Berikut konsep paradigma MBS :
MBS secara konsepsional akan membawa dampak terhadap peningkatan kinerja sekolah
dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan, pemerataan kesempatan dan pencapaian tujuan
politik suatu bangsa lewat perubahan kebijakan desentralisasi di berbagai aspek seperti politik,
edukatif, administratif, dan anggaran pendidikan. Paradigma konsep MBS berorientasi terhadap
perbaikan pendidikan, efisiensi administrasi, efisiensi keuangan, pencapaian tujuan politik dan
terwujudnya pemerataan.
Peningkatan kualitas belajar mengajar dapat dicapai apabila pengambilan kebutuhan dapat
dilakukan dengan cepat dan karena meningkatnya semangat guru maupun pengelola sekolah untuk
melakukan tugasnya dengan baik. Dalam banyak hal, MBS telah membawa dampak yang proaktif
sebagaimana telah diakui oleh Selandia Baru.
Otonomi pendidikan telah meningkatkan permintaan akann pendidikan terutama
masyarakat yang kurang mampu. Perubahan tanggung jawab biaya pendidikan mengakibatkan
biaya pendidikan meningkat dan pada sebagian negara menunjukan keadaan ketidakadilan dalam
pemerataan pendidikan karena adanya pengaruh negatif dari kebijakan desentralisasi. Oleh karena
itu, otonomi perlu mengadakan upaya bagaimana meminimalkan pengaruh negatif, seperti daya
dukung masyarakat yang kurang mampu terhadap sekolah. Dalam keadaan demikian peran
pemerintah pusat dalam meminimalkan resiko kebijakan sangat diperlukan. Berbagai cara seperti
pemberian bantuan khusus ke sekolah yang kurang memberikan jaminan terhadap warga untuk
memperoleh pelayanan pendidikan dapat dilakukan.
Kerangka konsep kebijakan atas pemerintah pusat di daerah harus terhubung terutama
dalam kebijakan fiskal dan manajemen keuangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemberdayaan
melalui sosialisasi konsep MBS, pelatihan SDM kependidikan, pengembangan sistem monitoring
yang tepat, dan membangun legitimasi dalam suatu model, menyiapkan langkah-langkah yang
harus dilakukan agar paradigma konsep MBS berhasil diimplementasikan. (Nanang Fattah,
2012: 48-50)
J. Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah disasarkan pada empat prinsip, yaitu:
1) Prinsip Ekuifinalitas (Principle of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa
cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga
sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena
kompleksa pekerjaan sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu
dengan sekolah yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya,
sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota, provinsi, apalagi negara.
2) Prinsip Desentralisasi (Principle of Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern.
Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi
oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktifitas pengajaran tidak dapat dielakkan dari
kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga
memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.
3) Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principle of Self-Managing System)
MBS tidak mengingkari bahwa sekolah perlu mencapai tujuan-tujuan berdasarkan suatu kebijakan
yang telah ditetapkan, tetapi terdapat berbagai cara yang berbeda-beda untuk mencapainya. MBS
menyadari pentingnya untuk mempersilahkan sekolah menjadi sistem pengelolaan secara mandiri
dibawah kebijakannya sendiri. Sekolah memiliki otonomi tertentu untuk mengembangkan tujuan
pengajaran, strategi manajemen, distribusi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya,
memecahkan masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi mereka masing-masing. Karena
sekolah dikelola secara mandiri maka mereka lebih memiliki inisiatif dan tanggung jawab,
4) Prinsip Inisiatif Manusia (Principle of Human Initiative)
Sejalan dengan perkembangan pergerakan hubungan antar manusia dan pergerakan ilmu
perilaku pada manajemen modern, orang mulai menaruh perhatian serius pada pengaruh penting
faktor manusia pada efektivitas organisasi. Prespektif sumber daya manusia menekankan bahwa
orang adalah sumber daya berharga di dalam organisasi sehingga poin utama manajemen adalah
mengembangkan sumber daya manusia di dalam sekolah untuk berinisiatif. Berdasarkan
perspektif ini maka MBS bertujuan untuk membangub lingkungan yang sesuai untuk warga
sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan potensinya. Oleh karena itu
peningkatan kualitas pendidikan dapat diukur dari perkembangan aspek sumber daya
manusianya. (Nurkolis, 20013: 62-67).
K. Pentahapan Manajememen Berbasis Sekolah
Dengan kondisi birokrasi dan kondisi persekolahan di Indonesia saat ini, persiapan strategi
penerapan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memerlukan tahapan yang terkait dengan
SDM, sarana dan prasarana anggaran dan stake holder. Secara garis besar Mulyasa, 2002: 11-
15 membagi pentahapan tersebut dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
1. Tahap Sosialisasi
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) melibatkan banyak pihak yang terkat
karena pengelolaan sekolah merupakan sub-sistem dari pengelolaan pendidikan secara nasional.
Secara substansial sosialisasi konsep MBS mencakup ide dasar MBS pada seluruh jajaran
Depdiknas dan stake holder, kejelasan karir dan kebijakan menjadi wewenang pusat, daerah, dan
sekolah, perubahan pola hubungan sub-ordinasi, perubahan sikap dan perilaku baik pimpinan
jajaran birokrasi maupun masyarakat, delegurasi aturan, dan trans-paransi serta akuntabilitas.
Tahap sosialisasi kerap sangat penting disebabkan luasnya wilayah nusantara terutama
daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh media informasi baik cetak maupun elektronik. Di
samping itu kecenderungan untuk menerima suatu konsep perubahan tidak mudah. Banyak
perubahan baik personal maupun organisasional memerlukan pengetahuan dan keterampilan baru
agar dapat beradaptasi dengan lebih baik dalam lingkungan yang baru. dalam mengefektifkan
pencapaian tujuan perubahan, maka diperlukan kejelasan tujuan dan cara yang tepat baik
menyangkut aspek proses maupun pengembangan. Faktor-faktor yang terlibat dalam mengelola
perubahan mencakup : (1) lingkungan eksternal, (2) manusia/perorangan, (3) tujuan, (4) kebiasaan,
(5) hasil, dan (6) proses keterkaitan.
A. Kesimpulan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya merupakan penyerasian sumberdaya
yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan
(stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan
untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional.
B. Saran
Kami mengharapkan bimbingan dosen dalam menyempurnakan makalah-makalah
selanjutnya. Kemudian kritik dan saran yang membangun dari para pembaca dan pembimbing.
Kami mengharapkan para pembaca untuk mencari materi MBS pada sumber buku lainnya guna
meningkatkan wawasan pembaca itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama R.I. (2005). Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah. Jakarta: Dirjen Kelembagaan
Agama Islam
Ibtisam Abu Duhou. (2002). School Based Management. Jakarta: Logos
Mulyasa. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya
Nanang Fattah. (2004). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung:
Bani Quraisy
Nanang Fattah. (2012). Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Nurkolis. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : Grasindo
Rohiat. (2010). Manajemen Sekolah. Bandung: Refika Aditama
Shoimatul Ula. (2013). Teori-Teori Manajemen Pendidikan Efektif. Yogyakarta: Berlian
Supriono. (2001). Manajemen Berbasis Sekolah. Surabaya: SIG
Yoyon Bahtiar I. (2011). Kebijakan Pembaruan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Makalah Kebijakan
Tentang Manajemen
Berbasis Sekolah atau
Madrasah sebagai upaya
peningkatan Mutu
Pendidikan Di Indonesia
Desember 15, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
padadasarnya merupakan usaha sumberdaya manusia seiring perkembangan zaman yang sangat cepat
dan modern membuat dunia pendidikan khususnya diindonesia semakin penuh dengan dinamika.
Dimanika itu tampak dari tidak henti-hentinya sejumlah masalah yang dihadapi didunia pendidikan.
Merosotnya mutu pendidikan diindonesia disebabkan oleh buruknya sisitem pendidikan nasional dan
permasalahn pendidikan, dalam melakukan analisis kebijakan pendidikan kurang konstektual sebagai
suatu kebujakan yang utuh dan teritegrasi secara empirical, evaluative, normative, predicitive, memberi
pedoman jelas bagi pengejewantahan formulasi, implementasidan evaluasi kebijakan. Kebijakan ini tidak
diformulasikan berdasarkan elemen-elemen yang perlu di integrrasikan secara synergy artinya apakah
rumusan-rumusan kebijakan tersebut telahmemenuhi kriteria kebijakan yang utuh atau masihada butir-
secara kaffah (menyeluruh).Pemerintah, dalam hal ini pendidikan nasional telah mencanangkan Gerakan
Peningkatan Mutu Pendidikan pada tanggal 02 mei 2002 dan lebih terfokus lagi, setelah diamanatkan
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
A. Bentuk Kebijakan
pembangunan dalam berbagai bidang lainnya mengingat secara hakiki upaya pembangunan pendidikan
adalah untuk membangun kompetinsi manusianya yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan
diberbagai bidang pembangunannya. Filosofi dalam kebijakan pendidikan pada dasarnya dijiwai oleh cita-
cita luhur sebagaimana rumusan yang termaktub dalamamanat konstitusi. Dalam konteks inilah filosofi
tersebut harus dijadikan pedoman dalam setiap kebijakan pembangunandibidang pendidikan. Untuk itu
lah kebujakan yang berpihak sangat diperlukan dari semua pihak, terutama pemerintah khusus
memetakansecara jelas apa kewenangan tiap jenjang pemerintahan. Sehingga tidak ada lagi kebijakan
2. Pemberian kewenangan disertai dengan anggaran yang sesuai. Hingga sekarang ini masih banyak daerah
yang kesulitan membangun sekolah-sekolah dipedalaman. Perbedaan kondisi fisik sekolah antara
perkotaan dan perdesaan terlihat timpang. Kewenangan yang diberikan pada daerah tidak diimbangi
3. Formulasi anggaran kedaerah sebaiknya juga memerhatikan kondisi wilayah. Penentapan standar yang
sama tidak mencerminkan keadilan. Minimal ada tiga indikator yang mempengaruhi ukuran pemberian
bantuan. Ketiga indicator tersebut adalah kondisi geografis, PDRD serta inflasi. Dengan memperhatikan
hal tersebut akan membantu daearh-daerah yang masih minus dalam APBDnya.
4. Merangsang inovasi dan teroboskan yang dilakukan oleh kepala daerah. Apabila ada kebijakan kepala
daerah yang memang rasional sertameningkatkan kualitas pendidikan dan membantu masyarakat,
5. Memberikan reward dan punishment pada daerah yang melakukan terobosan bagus atau membiarkan
1. Peningkatan tenaga pendidikan, nisalnya melaluin program in service training, magang, pencangkokan,
2. Penetapan konsesus standar kompetensi pendidikan nasional,yaitu sejauh mana sisiwqa seharusnya
12. Penetapan standar pelayanan minimal yang harus diberikan atau dibiayai oleh daerah dalam setiap jenis,
Istilah manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari school based management.
Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi
MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan
kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat
mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah,
memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) daalam kerangka kebijakan
pendidikan nasional. Pelibatan masyarakat ini dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu,
Tujuan MBS
kerjasama, akuntabilitas, sustainbilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan
memberdayakan sumberdaya yang tersedia. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat
2. kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan
keputusan bersama.
3. meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu
sekolahnya;
4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain melalui
partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan
MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin kependidikan sekolah.
Melalui penyusunan kurikulum elektif, rasatanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan
menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah.
MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, sepeti pada sekolah-sekolah swasta,
sehingga menjamin partisipasi staf, orang tua, peserta didik, dan masyarakat yang lebih luas dalam
meningkatkan komitmen mereka terhadap sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada akhirnya
B. Implementasi Di Lapangan
Peningkatan mutu pendidikan disekolah perlu didukung kemamampuan manjerial para kepala
sekolah, sekolah perlu berkembang maju dari tahun ke tahun. Karena itu hubungan baik antarguru perlu
diciptakan agar terjalin iklim dan suasana kerja yang kondusif dan menyenangkan.Manajemen sekolah
perlu di bina agar sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang dapat menumbuhkan kreativitas, disiplin,
Kepala sekolah perlu memilki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas
tentang sekolah dan pendidikan. Wibawa kepala sekolah harus ditumbuhkembangkan dengan
meningkatkan sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja, keteladanan, hubungan manusiawi
sebagai modal perwujudan iklim kerja yang kondusif. Kepala sekolah dituntut untuk melakukan fungsinya
sebagai manajer sekolah dalam meningkatkan proses belajar mengajar, dengan melakukan supervise
kelas, membina, dan memberikan saran-saran positif kepada guru. Disamping itu, kepala sekolah juga
harus melakukan tukar fikiran, sumbangsaran, dan studi banding antarsekolah untuk menyerap kiat-kiat
Guru harus berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas, guru adalah teladan dan panutan
langsungpara peserta didik dikelas. Oleh karena itu, guru harus siap dengan segala kewajiban, baik
manajemen maupun persiapan isi materi pengajaran. Guru harus mengorganisasikan kelasnya dengan
baik.
a. Kecukupan sumber-sumber pendidikan. Dalam hal ini meliputi kualitas tenaga kependidikan, biaya, dan
sarana belajar
b. Mutu proses belajar mengajar yang dapat mendorong siswa belajar aktif
Filosofisnya, lebih baik mata pelajaran sedikit tetapi siswa menguasai dari pada banyak, tetapi serba
tidak menguasai. Maka, mata pelajaran yang tidak ada kelanjutanya pada jenjang pendidikan di atasnya
sebaiknya dihapus.
Para guru madrasah harus profesional, mereka harus di berdayakan mulai dari tingkat pendidikan yang
mensyaratkan minimal sarjana, memiliki keahlian dengan mata pelajaran yang dibina, kedisiplinan
diperketat, mampu memberi contoh atau teladan dalam kehidupan dimadrasah maupun dimasyarakat.
Sebagai pendidik professional, guru bukan saja dituntutuntuk melaksanakan tugasnya sebagai guru
tetapi jika siswa tidak merespon dengan kesadaran belajar maka pendidikan akan selalu gagal. Kesadaran
siswa untuk belajar harus dibangkitkan melalui pengawasan guru dan orang tua, pembatasan keluyuran
siswa diluar jam pelajaran siswa, pengendalian kegiatan menonton televisi, upaya merangsang siswa
gemar belajar, upaya melengkapi fasilitas sekolah, dan mereformulasi strategi pembelajaran dengan basis
psikologi.
Dua sarana ini termaksud jantung madrasah sehingga semua nya harus sehat. Buku-buku referensi
pendidikan perpustakaan harus diperbanyak, dan harus dipilih sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga
benar-benar dibaca. Sebaliknya, perpustakaan juga dilengkapi dengan internet sehingga siswa dapat
mengakses informasi secara cepat. Fungsi laboratorium juga harus dimaksimalkan, baik pada tingkat
Tugas terberat bagi para guru madrasah adalah mencari formulasi baru untuk menyusun strategi
pembelajaran yang akseleratif, yaitu mampu mempercepat penguasaan siswa terhadap pengetahuan,
terutama yang ada didalam mata pembelajaran . tugas ini sangat berat tetapi sangat mulia, jika berhasil,
akan bisa membuktikan pendidikan yang sejati dengan ciri-ciri mampu mengubah kesadaran, perilaku,
Edward Deming, Paine dkk. (1992:10-13) menyarankan 14 butir mencapai mutu pendidikan:
1. Merancang secara terus menerus berbagai tujuan pengembangan siswa, pegawai, dan layanan
pendidikan
2. Mengadopsi filosofi baru yang mengedepankan kualitas pembelajaran dan kualitas sekolah. Manajemen
5. Melakukan evaluasi secara kontinu dan mencari terobosan-terobosan pengembangan system dan proses
6. Para guru, staf lain dan murid harus dilatih dan dilatih kembali dalam pengembangan mutu.
7. Kepemimpinan lembaga yang mengarahkan guru, stafdan siswa mengerjakan tugas pekerjaanya dengan
baik.
8. Mengembangkan ketakutan, yakni semua staf harus merasa mereka dapat menemukan masalah dan cara
pemecahanya. Guru mengembangkan kerja sama dengan siswa untuk meningkatkan mutu
9. Menghilangkan penghalang kerjasama diantara staf, guru, dan murid, atau antar ketiganya
10. Hapus selogan, desakan atau target yang bernuansa pemaksaan dari luar.
12. Hilangkan perintang-perintang yang dapat menghilangkan kebanggaan paraguru dan siswa terhadap
kecakapan kerjanya
13. Sejalan dengan kebutuhan penguasaan materi baru, metode-metodeatau teknik-teknik baru, maka harus
disediakan program pendidikan atau pengembangan diri bagi setiap orang dalam lembaga sekolah
tersebut.
14. Pengelolaan harus memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk mengambil bagian atau peranan
Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila di dukung oleh sumber daya
manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup agar sekolah mampu
mengkaji staf sesuai dengan fungsinya, saran dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses
a. Penyiapan konsep
Perubahan dan perkembangan sosial, budaya, politik dikalangn masyarakat menuntut sekolah atau
madrasah untuk melakukan berbagai penyesuaian dan reformasi konsep manajemen pendidikan.
Kehadiran MBS atau MBM merupakan tuntutan mutlak yangharusdijadikan anternatif pemecahan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalampenyiapan konsep MBS atau MBM yaitu:
b. Bentuk partisipasi masyarakat dan orang tua (komite sekolah atau madrasah)
Dalam rangka mengimplementasikan MBS atau MBM, perlu dilakukan pengelompokkan sekolah
berdasarkan kemampuam manajemen, dengan mempertimbangkan kondisi lokasi dan kualitas sekolah,
yaitu baik, sedang, kurang, yang tersebardi lokasi-lokasi maju, sedang, dan ketinggalan. Perbedaan
kemampuan manajemen , mengharuskan perlakuan yang berbeda terhadap setiap sekolah sesuai dengan
Implementasi MBS atau MBM perlu pentahapan sesuai dengan kondisi sesuai masyarakat. MBM atau
MBS perlu dilaksanakan secara bertahap yaitu jangka pendek, jangkamenengah dan jangka
penjang.program jangka pendek perlu di prioritaskan pada kegiatan yang tidak perubahan mendasar
Implementasi MBS memerlukan seperangkat peraturan dan pedoman-pedoman umum yang dapat
dipakai sebagai pedoman dalam perencanaan,monitoring dan evalusai serta laporan pelaksanaan.
Beberapa pemikiran terobosan pengelolaan pendidikan di daerah terpencil, kepulauan dan perbatasan
Pengadaan dan penempatan guru haruslah satu paket. Artinya, tenaga guru untuk daerah tersebut
dipersiapkan dalam satu program secara, cermat, baik dalam jumlah maupun kualifikasi fisik dan psikis
Pengarangan pendidikan di daerah terpencil haruslah ditangani oleh aparat yang terdekatdengan
lokasi. Dalam hal ini kabupaten/Kodya adalah unit administrasi yang relatif paling dekat dengan lokasi.
Kabupaten/Kodya menjadi unit administratif yang merencanakan serta mengelola program ini bekerja
Kurikulum untuk sekolah-sekolah perlu dirancang secara khusus tanpa meninggalkan tuntutan minimal
dari kurikulum nasional serta pemupukan sikap yang sesuai dengan konsep Wawasan Nusantara.
Pendidikan berfungsi untuk mencerdaskan kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia. Pendidikan
merupakan bagian dari suatu usaha terpadu, katakanlah salah satu sector terpenting untuk meningkatkan
taraf hidup suatu masyarakat, meningkatkan pendapatan, dan membantu perluasan kesempatan
kerja.[11]
C. Realitas Dilapangan
Menurut laporan BPK tahun 2003 lalu Depdiknas merupakan lembaga pemerintah terkorup kedua
setelah departemen agama. Kemudian laporan ICW menyebutkan bahwa korupsi didunia pendidikan di
lakukan secara bersama-sama dalam segala jenjang sekolah, diknas, sampai departemen. Pelakunya mulai
dari guru, kepala sekolah, kepala diknas dan seterusnya. Ini menjadi gambaran bahwa moral bangsa
Indonesia sangat rendah. Yang lebih memprihatinkan adalah oknum-oknum korupsi berasal dari agen-
agen pendidikan. Hal ini meyebabakan Mutu pendidikan di Indonesia menjadi sangat rendah.[12]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
pembangunan dalam berbagai bidang lainnya mengingat secara hakiki upaya pembangunan pendidikan
adalah untuk membangun kompetinsi manusianya yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan
Peningkatan mutu pendidikan disekolah perlu didukung kemamampuan para kepala sekolah dan
guru, Kepala sekolah perlu memilki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas
tentang sekolah dan pendidikan. Guru harus berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas, guru
sisiwa, Membuatperpustakaan dan laboratorium, Membangun strategi yang eksklaratif dan masih banyak
Dari sudut pandang internal tentu saja pendidikan berkualitas adalah yang memungkinkan tenaga
pengajar dan staf lainya mampu berkembang baik secara fisik maupun psikis. Berkembang secara fisik
antara lain mendapatkan imbalan financial dan kesejahteraan hidup secara layak, sedangkan
perkembangan secara psikis adalah bila mereka diberi kesempatan untuk terus belajar dan
mengembangkan kemampuan, bakat, dan kreativitasnya. Tenaga pengajar dan staf juga akan merasa puas.
Pendidikan di Indonesia saat ini kualitasnya sangat rendah dan tertinggal dari bangsa-bangsa lain di dunia
yang lebih maju. Persoalan yang berkaitan dengan kualitas pendidikan ini sangat banyak yaitu
menyangkut masalah kualitas calon peserta didik, rendahnya kualitas guru dan tenaga kependidikan, dan
kurangnya sarana dan prasarana yang belum memadai. Persoalan yang berkaitan dengan kulitas
Masalah kualitatif pendidikan berkenaan dengan masalah kualitas guru dan kualitas siswanya, baik
dari mengajar maupun belajarnya, harusnya kualitas belajar mengajar guru dan siswanya ditingkatkan
Hingga kini banyak pengamat pendidikan, ahli pendidikan dan para pejabat pendidikan
mengartikan pendidikan berkualitas dengan ukuran perolehan nilai seperti Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)
sering sekali dijadikan pedoman dalam kehidupan seseorang. IPK itulah yang kemudian menjadi senjata
untuk melanjutkan sekolah atau melamar pekerjaan. Padahal yang terpenting sekarang adalah PROSES
dilapangan yang sebenarnya bukan NILAI. Jika nilai seseorang bagus tetapi ternyata tidak sesuai dengan
kemampuannya, maka untuk melanjutkan kejenjang pekerjaan akan terhambat, mereka akan kesulitan
menjalankan pekerjaan mereka karena mereka tidak memiliki kemampuan. Bahkan karena tidak punya
skill tersebut, banyak lulusan sarjana yang akhirnya menganggur. Untuk menangani masalah-masalah
belum menjalankan MBS. Ketika sekolah-sekolah telah menerapkan MBS maka kualitas pendidikan
dimaknai dalam konteks yang lebih luas, dari pada sekedar prestasi akademik.
Konsep MBS adalah menawarkan kepada sekolah untuk meyediakan pendidikan yang lebih baik dan
lebih memadai bagi para peserta didik. MBS merupakan strategi pengelolaan pendidikan disekolah yang
mengarahkan dan mendayagunakan sekolah secara efektifdan efisien sehingga menghasilkan lulusan
yang berkualitas.
MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin kependidikan sekolah.
Melalui penyusunan kurikulum elektif, rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat
dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah.
Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan pelayanan pendidikan disekolah, terutama di era
Pada sistem MBS/MBM, sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikanya, menentukan
Berbagai cara upaya peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan untuk mencapai kualitas
pendidikan yang bermutu. Dengan adanya konsep Manajemen Berbasis Mutu diharapkan sekolah benar-
benar melaksanakan konsep tersebut dengan baik sehingga sekolah mampu menghasilkan lulusan yang
berkualitas untuk memajukan mutu pendidikan di Indonesia agar Indonesia dapat maju dan dapat
Koper ceria, realitas pendidikan di Indonesia saat ini, www. Kebijakan. 15 April 2015
[1]M Hasibullah, Kebijakan Pendidikan, Jakarta, Rajawali
Rosdakarya, 2002),11
Remaja Rosdakarya,2002,hlm.57
1. Alasan ekonomis, seperti yang dijelaskan oleh King dan Ozler bahwa
manajemen lokal dirasakan lebih efektif. Menurut mereka, para aktor
yang paling dirugikan atau paling diuntungkan dan yang paling
memiliki informasi terbaik tentang apa yang terjadi di
sekolah/madrasah yang paling baik untuk membuat keputusan yang
sesuai.
2. Alasan politis, MBS/MBM sebagai bentuk reformasi desentralisasi
yang mendorong adanya partisipasi demokratis dan kestabilan politik.
3. Alasan profesional, bahwa tenaga kerja sekolah/madrasah harus
berpengalaman dan memiliki keahlian untuk membuat keputusan
pendidikan yang paling sesuai untuk sekolah/madrasah terutama untuk
para siswa.
4. Alasan efisiensi administrasi, karena pengalokasian sumberdaya
dilakukan sekolah/madrasah itu sendiri.
5. Alasan finansial, karena MBS/MBM dapat dijadikan alat untuk
meningkatkan sumber pendanaan lokal.
6. Alasan prestasi siswa, yaitu terjadi apabila orang tua siswa dan para
guru diberi otoritas dasri sekolah/madrasah akan berubah dalam
mendukung pencapaian prestasi siswa.
7. Alasan akuntabilitas, akan terjadi apabila ada keterlibatan aktor-aktor
sekolah/madrasah dalam pengambilan keputusan dan pelaporannya.
8. Alasan efektivitas sekolah/madrasah.(Nurkolis : 2003)
Manfaat MBS/MBM
MBS/MBM dipandang sebagai alternatif dari pola umum
pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di
kantor pusat dan daerah. MBS/MBM adalah strategi untuk
meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan
pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat
sekolah/madrasah. Dengan demikian, MBS/MBM pada dasarnya
merupakan sistem manajemen di mana sekolah/madrasah
merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang
penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS/MBM memberikan
kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah/madrasah,
guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di
sekolah/madrasah mereka.
Karakteristik MBS/MBM
Maenurut Bailey, berdasarkan gerakan reformasi generasi ke-empat
ini tersimpullah karakteristik ideal MBS/MBM dan karakteristik ideal
sekolah/madrasah untuk abad ke-21 (School for the Twenty-Firs
Characteristic), seperti berikut ini :
1) Adanya keragaman dalam pola penggajian guru. Istilah
populernya adalah pendekatan prestasi (merit system).
2) Otonomi Manajemen sekolah/madrasah.
1. Pengelompokkan Sekolah/Madrasah
Dalam hal ini, setidaknya ditemui tiga kategori sekolah/madrasah,
yaitu baik, sedang, dan kurang yang tersebar di lokasi-lokasi maju,
sedang, dan ketinggalan.
1. Kewajiban madrasah
MBM yang menawarkan keleluasaan dalam pengelolaan pendidikan
memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala madrasah,
guru, dan tenaga kependidikan yang profesional. Oleh karena itu,
pelaksanaannya perlu disertai seperangkat kewajiban, serta
monitoring dan tuntutan pertanggung-jawaban (akuntabilitas) yang
relatif tinggi, untuk menjamin bahwa madrasah selain memiliki
otonomi juga mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan
pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat.
A. AKREDITASI SEKOLAH
1. Apa Akreditasi Sekolah itu?
Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (asesmen) sekolah secara sistematis dan komprehensif
melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentuksn kelayakan dan kinerja
sekolah.
2. Apa Dasar Hukum Akreditasi Sekolah?
Dasar hukum akreditasi sekolah utama adalah : Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 60,
Peraturana Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 86 & 87 dan Surat Keputusan Mendiknas No.
87/U/2002.
Akreditasi sekolah bertujuan untuk : (a) menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam
menyelenggarakan layanan pendidikan dan (b) memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah
Sistem akreditasi memiliki karakteristik : (a) keseimbangan fokus antara kelayakan dan kinerja
sekolah, (b) keseimbangan antara penilaian internal dan eksternal, dan (d) keseimbangan antara
penetapan formal peringkat sekolah dan umpan balik perbaikan
Akreditasi sekolah dilaksanakan mencakup : (a) Lembaga satuan pendidikan (TK, SD, SMP, SMA)
dan (b) Program Kejuruan/kekhususan (SDLB, SMPLB, SMALB, SMK)
Akreditasi sekolah mencakup penilaian terhadap sembilan komponen sekolah, yaitui (a) kurikulum
dan proses belajar mengajar; (b) administrasi dan manajemen sekolah; (c) organisasi dan
kelembagaan sekolah; (d) sarana prasarana (e) ketenagaan; (f) pembiayaan; (g) peserta didik; (h)
peranserta masyarakat; dan (1) lingkungan dan kultur sekolah. Masing-masing kompoenen dijabarkan
ke dalam beberapa aspek. Dari masing-aspek dijabarkan lagi kedalam indikator. Berdasarkan
indikator dibuat item-item yang tersusun dalam Instrumen Evaluasi Diri dan Instrumen Visitasi.
Akreditasi dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut : (a) pengajuan permohonan akreditasi dari
sekolah; (b) evaluasi diri oleh sekolah; (c) pengolahan hasil evaluasi diri ; (d) visitasi oleh asesor; (e)
penetapan hasil akreditasi; (f) penerbitan sertifikat dan laporan akreditasi
Dalam mempersiapkan akreditasi, sekolah melakukan langkah-langkah sebagai berikut : (a) Sekolah
mengajukan permohonan akreditasi kepada Badan Akreditasi Propinsi (BAP)-S/M untuk SLB, SMA,
SMK dan SMP atau kepada Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota untuk TK dan SD
Pengajuan akreditasi yang dilakukan oleh sekolah harus mendapat persetujuan atau rekomendasi
dari Dinas Pendidikan; (b) Setelah menerima instrumen evaluasi diri, sekolah perlu memahami
bagaimana menggunakan instrumen dan melaksanakan evaluasi diri. Apabila belum memahami,
sekolah dapat melakukan konsultasi kepada BAN-SM mengenai pelaksanaan dan penggunaan
instrumen tersebut; (c) Mengingat jumlah data dan insformasi yang diperlukan dalam proses evaluasi
diri cukup banyak, maka sebelum pengisian instrumen evaluasi diri, perlu dilakukan pengumpulan
berbagai dokumen yang diperlukan sebagai sumber data dan informasi
Pelaksana akreditasi sekolah terdiri dari : (a) Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-
S/M), (b) Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M), dan (c) Unit Pelaksana Akreditasi
(UPA) Kabupaten/Kota . Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) merupakan: badan
non struktural yang secara teknis bersifat independen dan profesional yang terdiri atas unsur-unsur
masyarakat, organisasi penyelenggara pendidikan, perguruan tinggi, dan organisasi yang
relevan..yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan, standar, sistem,dan perangkat
akreditasi secara nasional. Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) berkewenangan
untuk melaksanakan kegiatan akreditasi SMP, SMA, SMK dan SLB. Sedangkan, Unit Pelaksana
Akreditasi (UPA) Kabupaten/Kota berkewenangan melaksanakan akreditasi untuk TK dan SD.
Hasil akreditasi berupa : (a) Sertifikat Akreditasi Sekolah, dan (b) Profil Sekolah, kekuatan dan
kelemahan, dan rekomendasi.Sertifikat Akreditasi Sekolah adalah surat yang menyatakan pengakuan
dan penghargaan terhadap sekolah atas status dan kelayakan sekolah melalui proses pengukuran
dan penilaian kinerja sekolah terhadap komponen-komponen sekolah berdasarkan standar yang
ditetapkan BAN-SM untuk jenjang pendidikan tertentu.
Laporan tim asesor yang memuat hasil visitasi, catatan verifikasi, dan rumusan saran bersama dengan
hasil evaluasi diri akan diolah oleh BAN-S/M untuk menetapkan nilai akhir dan peringkat akreditasi
sekolah sesuai dengan kondisi nyata di sekolah. Penetapan nilai akhir dan peringkat akreditasi
dilakukan melalui rapat pleno BAN-SM sesuai dengan kewenangannya. Rapat pleno penetapan hasil
akhir akreditasi harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu (50 % + 1)
anggota BAN-SM Nilai akhir dan peringkat akreditasi juga dilengkapi dengan penjelasan tentang
kekuatan dan kelemahan masing-masing komponen dan aspek akreditasi, termasuk saran-saran
tindak lanjut bagi sekolah, Dinas Pendidikan, maupun Departemen Pendidikan Nasional dalam rangka
peningkatan kelayakan dan kinerja sekolah di masa mendatang. Penjelasan kualitatif dan saran-saran
harus merujuk pada hasil temuan dan bersifat spesifik agar mempermudah pihak sekolah untuk
melakukan pengembangan dan perbaikan internal dan pihak terkait (pemerintah daerah dan dinas
pendidikan) melakukan pemberdayaan dan pembinaan lebih lanjut terhadap sekolah.
Masa berlaku akreditasi selama 4 tahun. Permohonan Akreditasi Ulang 6 bulan sebelum masa berlaku
habis. Akreditasi Ulang untuk perbaikan diajukan sekurang-kurangnya 2 tahun sejak ditetapkan.
Hasil akreditasi ditindaklanjuti oleh Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi,
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Penyelenggara sekolah guna kepentingan peningkatan mutu
sekolah
B. EVALUASI DIRI
1. Apa Evaluasi Diri itu ?
Upaya sistematis untuk mengumpulkan, memilih dan memperoleh data dan informasi yang valid dari
fakta yang dilakukan oleh sekolah yang bersangkutan, sehingga diperoleh gambaran menyeluruh
tentang keadaan sekolah untuk dipergunakan dalam rangka pengambilan tindakan manajemen bagi
pengembangan sekolah.
Tujuan evaluasi diri untuk mendapatkan informasi yang objektif, transparan, dan akuntabel dari
sekolah yang diakreditasi.
Fungsi evaluasi diri adalah sebagai penilaian pertama untuk menentukan kelayakan sekolah
dibandingkan dengan standar kelayakan nasional
Manfaat evaluasi diri adalah : (a) membatu sekolah dalam perencanaan dan pengembangan lebih
lanjut; (b) membantu pemerintah dalam tugas pemberdayaan sekolah; dan (c) sebagai bagian penting
dari sistem akreditasi.Hasil evaluasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kelayakan sekolah
dibandingkan standar kelayakan nasional yang dijadikan pagu. Dengan mengetahui kelayakan
sekolah, selanjutnya kepada sekolah yang belum mencapai tingkatan minimal dari pagu mutu,
dilakukan pembinaan secara terus menerus sehingga mencapai pagu itu.
Kegiatan evaluasi diri tidak boleh dilakukan secara sembarangan namun harus berdasarkan kondisi
nyata sekolah. Oleh karena itu, agar diperoleh data evaluasi diri yang akurat dan objektif, maka kepala
sekolah perlu melakukan koordinasi untuk melakukan pengisian instrumen evaluasi diri. Sebaiknya di
sekolah di bentuk Tim Evaluasi Diri yang bertugas untuk mendata dan menyiapkan berbagai bukti fisik
yang diperlukan guna mendukung pengisian instrumen evaluasi diri.Pengisian instrumen evaluasi diri
dapat disesuaikan dengan kebutuhan waktu, namun tidak melewati batas waktu yang telah ditentukan.
Setelah pengisian instrumen evaluasi diri, sekolah harus menyerahkan kembali instrumen tersebut
dengan melampirkan dokumen pendukung yang diperlukan. Di samping itu, sekolah harus mengisi
Surat Pernyataan bermaterai yang ditandatangani oleh Kepala Sekolah. Apabila skor evaluasi diri
kurang dari 56, maka BAN-S/M tidak akan melakukan visitasi dan dokumen evaluasi diri akan
dikembalikan pada sekolah yang bersangkutan untuk diperbaiki hingga mencapai minimal skor 56.
Instrumen Evalusasi Diri untuk setiap jenjang dan jenis sekolah terdiri dari :dua bagian utama, yaitu :
Bagian pertama tentang butir-butir soal untuk mengungkap sembilan komponen sekolah, baik
komponen utama maupun komponen tambahan yang akan diperhitungkan untuk menentukan skor
hasil akreditasi. Terdiri dari 185 butir pernyataan, bersifat dikotomis ( Ya=1) dan (Tidak=0), setiap
komponen memiliki bobot yang berbeda, skor butir untuk pernyataan terbuka jika tidak diisi diberi skor
0 dan jika diisi diberi skor 1, dan setiap butir memiliki skor maksimal = 1. Setiap komponen disertai
dengan data tentang analisis kelemahan dan kekuatan masing-masing komponen
Bagian kedua berupa isian data penunjang tentang keadaan sekolah. Data ini hanya merupakan
penunjang atas data yang tercantum pada Bagian Pertama dan tidak akan diolah menjadian skor
akreditasi
Untuk menentukan klasikasi peringkat akreditasi, selanjutnya nilai akhir dibandingkan dengan kritria
berikut ini :A (Amat Baik) dengan nilai 86 -100, B (Baik) dengan niali 71 85, C (Cukup) dengan nilai
56 -70. Tidak terakreditasi jika kurang dari 56
C. VISITASI
1. Apa Visitasi itu ?
Visitasi adalah kunjungan tim asesor ke sekolah dalam rangka pengamatan lapangan, wawancara
dengan warga sekolah, verifikasi data pendukung, serta pendalaman hal-hal khusus yang berkaitan
dengan komponen dan aspek akreditasi.
Pelaksana Visitasi adalah asesor yang memiliki persyaratan dan kewenangan, sebagai berikut : (a)
memiliki kompetensi, integritas diri dan komitmen untuk melaksanakan tugasnya; (b) berpengalaman
minimal 5 tahun dalam pelaksanaan dan pengelolaan pendidikan, (c) kualifikasi pendidikan minimal
D3/Sarmud (TK/SD), dan S1/sederajat (SMP dst); (d) memahami dan menguasai konsep/prinsip
akreditasi termasuk mekanisme visitasi; (e) telah mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikat yang
dikeluarkan oleh BAS/BAN-SM dan (f) bertanggung-jawab untuk melaksanakan tugasnya sesuai
prosedur dan norma.; (g) bertanggung-jawab terhadap kerahasiaan hasil visitasi, dan melaporkannya
secara obyektif ke BAN-SM; (h) memiliki wewenang untuk menggali data/-informasi dari berbagai
sumber di sekolah; (i) diangkat sesuai surat tugas (waktu), dan dapat diangkat kembali (jika layak
dalam tugas tsb).
Proses visitasi merupakan rangkaian pelaksanaan akreditasi yang melekat dengan fungsi evaluasi
diri dan sekolah diharapkan untuk senantiasa menjamin kelengkapan dan ketepatan data dan
informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan akreditasi sekolah Visitasi dilaksanakan oleh Tim yang
terdiri dari dua orang Asesor.. Agar visitasi berjalan sesuai dengan tujuannya, sehingga dapat
mendukung hasil akreditasi yang komprehensif, valid, dan akurat, serta dapat memberikan manfaat,
maka kegiatan visitasi harus mengikuti tata cara pelaksanaan yang baku. Visitasi dilaksanakan jika
suatu sekolah dinyatakan layak berdasarkan penilaian evaluasi diri. Visitasi dilaksanakan segera
(maksimal 5 bulan) setelah sekolah mengirimkan evaluasi diri.
(a) Persiapan;
Untuk pelaksanaan visitasi, BAP-S/M/UPA menunjuk dan mengirimkan asesor. Asesor diangkat oleh
BAP-S/M /UPA untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan mekanisme, prosedur, norma, dan
waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan;
Asesor datang ke sekolah menemui Kepala Sekolah menyampaikan tujuan dari visitasi, melakukan
klarifikasi, verifikasi dan validasi atau cek-ulang terhadap data dan informasi kuantitatif maupun
kualitatif. Kegiatan klarifikasi, verifikasi dan validasi dilakukan dengan cara membandingkan data dan
informasi tersebut dengan kondisi nyata sekolah melalui pengamatan lapangan, observasi kelas,
wawancara.
(c) Klarifikasi Temuan
Tim asesor melakukan pertemuan dengan warga sekolah untuk mengklarifikasi berbagai temuan
penting atau ketidak sesuaian yang sangat signifikan antara fakta lapangan dengan data/informasi
yang terjaring dalam instrument evaluasi diri.
Asesor menyusun perangkat laporan, baik individual maupun tim yang terdiri dari (1) tabel pengolahan
data; (2) instrumen visitasi, (3) rekomendasi atas temuan, dan (4) berita acara visitasi untuk
selanjutnya diserahkan kepada BAP-S/M /UPA.
Datang ke sekolah tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan;
Tunjukkan surat tugas tanpa diminta oleh pihak sekolah;
Sampaikan secara jelas mengenai tujuan, mekanisme dan jadwal visitasi;
Tidak diperkenankan untuk menerima pemberian dalam bentuk apapun (uang atau barang);
Agar berpakaian rapih dan sopan
8. Apa Larangan bagi Asesor ?
Asesor dilarang keras melakukan intimidasi agar sekolah berkeinginan atau memberikan sesuatu dalam
bentuk apapun.
Asesor dilarang keras melakukan perjanjian/kesepakatan yang dapat mengakibatkan tidak objektifnya hasil
visitasi.
Asesor dilarang keras menerima sesuatu yang akan berdampak atau cenderung mempengaruhi objektifitas
hasil visitasi.
Asesor dilarang keras membuka kerahasiaan data/informasi yang diperoleh dan hasil visitasi
9. Apa Larangan bagi Sekolah ?
Sekolah dilarang keras melakukan kegiatan yang menghambat visitasi.
Sekolah dilarang keras memanipulasi data dan memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan kondisi
nyata sekolah.
Sekolah dilarang keras memberikan apapun kepada asesor yang akan mengurangi objektifitas hasil visitasi
10. Bagaimana Pembiayaan Visitasi ?
Besarnya biaya visitasi per sekolah ditentukan oleh BAN-S/M.
Komponen pembiayaan antara lain; honor, transportasi dan akomodasi yang memadai dan layak bagi tim
asesor.
Sekolah yang divisitasi tidak dikenakan dan tidak diperkenankan mengeluarkan dana untuk apapun selama
berlangsungnya kegiatan visitasi.
*)) Tulisan di atas merujuk pada kumpulan Materi Pelatihan Asesor SMA. BASPROP Jawa Barat
Tahun 2004, dan disesuaikan dengan materi pelatihan terbaru
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakamg Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam meningkatkan
SDM yang akan menopang gerak pembangunan. Dalam era reformasi yang diikuti oleh pemberlakuan otonomi daearah
berdasarkan Undang-Undang nomor 2 tahun 1999 serta Undang-undang nomor 25 tentang perimbangan keuangan pusat dan
daerah memiliki dampak logis pada kewenangan daerah yang semakin otonom, termasuk di dalamnya menyangkut bidang
pendidikan. Pendidikan yang sebelumnya dikelola oleh pusat (sentralisasi) dikembalikan kepada daerah. Dengan kebijakan
ekonomi makronya, memberikan imbas terhadap otonomi sekolah sebagai sub sistem pendidikan nasional mengharuskan
pemerintah melakukan rekontruksi kebijakan dalam upaya mengontrol peningkatan mutu, efisiensi dan relefansi pendidikan serta
pemerataan pelayanan pendidikan, upaya-upaya tersebut tercermin dalam tindakan berikut: 1. Upaya peningkatan mutu dilakukan
dengan menetapkan tujuan dan standar pendidikan, yaitu melalui konsensus nasional. Standar kompetensi yang memungkinkan
adanya perbedaan antar daerah akan menghasilkan standar kompetensi nasional dalam tingkatan standar minimal, normal dan
unggulan. 2. Peningkatan efisiensi pengelolan pendidikan mengarah pada pengelolaan pendidikan berbasis sekolah dengan
memberi kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada. 3. Peningkatan relevansi
pendidikan mengarah pada pendidikan bebasis masyarakat serta orang tua dalam level kebijakan dan level operasional melalui
komete (dewan) sekolah. 4. Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan berkenaan dengan
pengelolaan biaya pendidikan yang adil dan transparan. Pendidikan sebagai investasi yang akan menghasilkan manusia-manusia
yang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan suatu bangsa. Manfaat (benefit)
individu, social atau institusional akan diperoleh secara bervariasi. Akan tetapi, manfaat individual tidak akan diperoleh secara
cepat (quick yielding), tetapi perlu waktu yang cukup lama, bahkan bisa satu generasi. Organisasi pendidikan sebagai lembaga
yang bukan saja besar secara fisik, tetapi juga mengemban misi yang besar dan mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
tentu saja memerlukan manajemen yang profesional. Manajemen pendidikan adalah suatu penataan bidang garapan pendidikan
yang dilakukan melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pembinaan, pengkoordinasian,
pengkomunikasian, pemotivasian, penganggaran, pengendalian, pengawasan, penilaian dan pelaporan secara sistematis untuk
mencapai tujuan pendidikan secara berkualitas. Persoalan-persoalan organisasi cenderung semakin ruwet, karena manusia baik
sebagai individu maupun anggota kelompok selaku pendukung utama suatu organisasi maupun bentuknya, memiliki perilaku dan
pembawaan yang berbeda-beda dan cenderung berkembang mempengaruhi perilaku organisasi. Hal ini merupakan tantangan
yang harus dihadapi oleh setiap manajer atau pimpinan organisasi. Manajemen Pendidikan merupakan suatu proses kerjasama
yang sistematik, sistemik dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Selain itu Manajemen pendidikan juga
dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan Manajemen baik tujuan jangka pendek , menengah dan jangka panjang. Manajemen atau pengelolaan merupakan
komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Karena tanpa Manajemen tidak
mungkin tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal, efektif & efisien. Dalam kerangka inilah akan tumbuh kesadaran akan
arti pentingnya Manajemen pendidikan yang memberikan kewenangan sekolah dan guru dalam mengatur pendidikan &
pengajaran, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, memepertanggungjawabkan, mengatur, serta memimpin SDM untuk
membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan sekolah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang
masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1.Mengapa manusia cenderung selalu berorganisasi? 2.Bagaimana
organisasi dan manajemen pendidikan? 3.Bagaimana konsep, dasar dasar dan prinsip manajemen pendidikan? 4.Bagaimana
karakteristik manajemen pendidikan? 5.Apa kedudukan manajer dan leadership dalam manajemen pendidikan? 6.Bagaimana
aktivitas dan dinamika manajemen pendidikan? BAB II PEMBAHASAN A.Kecenderungan Manusia Berorganisasi 1.Hakikat
Manusia Terdapat beberapa pendapat pandangan tentang manusia antara lain pandangan psikoanalitik tradisional (dalam Hansen,
Stevic dan Warner, 1977) menganggap bahwa manusia pada dasarnya digerakkan oleh dorongan dari dalam dirinya yang bersifat
instingtif. Tingkah laku individu ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang sejak semula sudah ada pada diri
individu itu. Freud mengemukakan bahwa struktur kepribadian individu terdiri dari tiga komponen yaitu yang disebut id, ego. Id
mendasari berbagai insting manusia yang mendasari perkembangannya. Dua insting yang paling penting ialah insting seksual dan
insting agresi. Insting-insting ini m3enggerakkan pemuasan diri. Kaum neo-analisis mengakui adanya komponen, id, ego dan
super ego, namun lebih menekankan pentingnya ego sebagai pusat kepribadian. Ego tidak dipandang sebagai fungsi sebagai
fungsi pengarah perwujudan id saja, melainkan sebagai fungsi pokok yang bersifat rasional dan bertanggungjawab atas tingkah
laku intelektual dan social individu. Selanjutnya pandangan Humanis (Rogers, 1961) mengemukakan bahwa pribadiindividu
merupakan proses yang terus berjalan, suatu kekuatan yang tidak statis. Artinya individu merupakan satu kesatuan potensi yang
terus berubah. Manusia pada hakekatnya dalam proses menjadi on becoming- tidak pernah selesai, tidak pernah sempurna.
Sedangkan Adler (1954) masih bergolong humanis, berpendapat bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh dorongan
untuk memuaskan dirinya sendiri, namun sebaliknya manusia digerakkan dalam hidupnya sebagian oleh tanggung jawab sosial
dan sebagian oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu. Selanjutnya Adler juga menyatakan bahwa individu melibatkan dirinya
dalam mewujudkan diri sendiri dalam membantu orang lain, dan dalam membuat dunia ini menjadi lebih baik untuk ditempati.
Kaum behavioristik (dalam Hansen 1977) pada dasarnya menganggap bahwa manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang
peilakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Lingkungan menjadi faktor penentu tunggal terhadap tingkah laku
manusia. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manusia dalam Kegiatan Berorganisasi. Menurut DR Buchari Zainun (1987), lima
faktor yang mendasari kegiatan manusia dalam berorganisasi yaitu: a.faktor spesialisasi dan pembagian kerja. Keharusan untuk
adanya spesialisasi dan pembagian kerja, senagai akibat dari pertumbuhanorganisasi serta pekembangan dan kemajuan teknologi.
Keharusan ini harus disertai oleh kewaspadaan akan bahaya spesialisasiitu baik terhadap diri, organisasi yang bersangkutan
maupun terhadap masyarakat pada umumnya. Bahaya spesialisasi terhadap seseorang dalam organisasi sering terjadi bilamana
orang itu sudah demikian terpaku dalam pekerjaannya sehingga benar-benr tenggelam dalam keramaian tanpa melihat dimana dia
berada. b.faktor koordinasi. Spesialisasi itu harus ada manfaat dan artinya bagi administrasi bilamana disertai dengan adanya
koordinasi. Spesialisasi dan koordinasi tidak ubahnya seperti satu mata uang dengan dua sisi. Organisasi modern menuntutadanya
golongan atau kelompok petugas yang merupakan spesialis, namun sama penting dan perananya dengan golongan itu dibutuhkan
pula orang yang dapat bertindak sebagai generalis. c.faktor tujuan Koordinasi mewujudkan suatu organisasi yang lain daripada
hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dengan koordinasi itu seluruh kegiatan serta usaha-usaha perseorangan dapat
diarahkan kepada suatu tujuan tertentu. Karena itu kedua faktor terdahulu harus pula disertai dengan adanya suatu tujuan yang
merupakan tujuan suatu kebijaksanaan pusat. Tujuan yang tercermin pada gambar kedua di atas juga merupakan suatu
kebijaksanaan yang diperlukan oleh seorang generalis untuk mengarahkan seluruh kegiatan dalam rangka koordinasi. Maksud
adanya satu kebijaksanaan itu adalah sebagai kerangkadasar seluruh kegiatan organisasi. d.faktor prosedur kerja Untuk
merealisasikan tujuan atas kebijaksanaan yang telah ditetapkan prosedur kerja yang terperinci, teratur, dan terpercaya. Adanya
faktor ini antara lain dapat mengurangi pemborosan waktu, tenaga dan biaya dengan mencegah kekeliruan dan kesalahan yang
tidak perlu. Malah dapat meningkatkan penggunaan dan kegunaan semua faktor faktor produksi yang tersedia dengan sebaik-
baiknya. e.faktor dinamika lingkungan. Kenyataan bahwa organisasi dan administrasi itu berada dalam suatu lingkungan yang
dinamis khususnya karena yang menjadi objek dan subjeknya adalah manusia yang hidup. Kecuali disentuh oleh dinamikanya
peronalitas manusia, organisasi dan administrasi itu dipengaruhi oleh dinamika politik, pendapat umum, situasi masyarakat,
perubahan-perubahan teknik modern, dan berbagai faktor ekologi administrasi lainnya. Dinamika polotik dan pendapat umum
jelas tampak umpamanya pada saat berlangsungnya pemilihan umum. Pada saat pemilihan umum ini biasanya terbentuk
polarisasi pendapat umum terhadap pemerintah yang sedang berkuasa dan hasil-hasil kerjanya. Manusia dan Organisasi Manusia
adalah makhluk Tuhan YME yang kompleks dan unik dan diciptakan dalam integrasi dua substansi yang tidak dapat berdiri
sendiri. Substansi pertama disebut tubuh (fisik/jasmani) sebagai unsur materi, sedang substansi kedua disebut jiwa (rohani/psikis)
yang bersifat sebagai unsur non-materi. Dalam keterpaduan kedua substansi itu manusia menjalani hidup dan kehidupan yang
kompleks dan unik. Salah satu keunikannya yang mendasar adalah kehidupannya yang dibekali dengan hakekat kemanusiaan
(manusiawi) yang terdiri dari : a.Hakekat Individualitas. Setiap individu manusia menyadari identitasnya yang tidak sama dengan
individu yang lain. Setiap individu menyadari identitasnya yang tidak sama secara fisik dan psikis dari individu yang lain. Dalam
ketidaksamaan itu, setiap manusia tampil sebagai individualitas, dan memerlukan perlakuan sesuai individualitasnya masing-
masing. b.Hakekat Sosialitas. Setiap masnusia sebagai individu memerlukan ndividu yang lain. Tidak seorangpun manusia di
muka bumi ini yang dapat hidup sendiri dan menyendiri tanpa komunikasi dengan sesama manusia. Manusia adalah makhluk
sosial yang memiliki hakekat sosialitas (kebersamaan) berupa kecenderungan untuk berada bersama pada satu tempat dan waktu
yang sama, dengan saling berinteraksi. c.Hakekat Moralitas. Setiap manusia sebagai individu untuk dapat hidup secara harmonis
bersama individu yang lain dalam bentuk masyarakat harus mampu membatasi diri masing-masing. Dari uraian-uraian diatas
jelas kiranya bahwa terbentuknya organisasi khususnya dalam bentuk usaha atau perusahaan, oleh hakekat kemanusiannya.
Usaha itu yang dilakukan manusia melalui organisasi termasuk dalam bentuk perusahaan, pada dasarnya tertuju pada pemenuhan
kebutuhan (need) sebagai manusia. Kemampuan memenuhi kebutuhannya itu merupakan prasyarat penting dalam
menempatkannya pada kedudukan sesuai manusia. Kebutuhan Manusia Kebutuhan manusia antara lain : a.Kebutuhan
Fisik/Jasmaniah yang terdiri dari : 1.Kebutuhan Pangan (makan dan minum). 2.Kebutuhan Sandang (pakaian) dan Papan
( Perumahan). 3.Kebutuhan Seks (meneruskan keturunan). 4.Kebutuhan Kesegaran Jasmani berupa Udara Segar, Istirahat, dan
Rekreasi termasuk Olah Raga. b.Kebutuhan Psikologis yang terdiri dari: 1.Kebutuhan Rasa Aman (Fisik dan Pikir). 2.Kebutuhan
akan Kepastian Masa Depan, termasuk memperoleh pendidikan yang memadai. 3.Kebutuha Sosial antara lain kebutuhan
diakui/diterima dan dihormati, kebutuhan realisasi dan aktualisasi diri, kebutuhan kekuasaan dan lain-lain di dalam
masyarakatnya. c.Kebutuhan Spiritual. Kebutuhan ini terutama sekali berbentuk kebebasan memeluk dan beribadah menurut
agama masing-masing. Dalam kenyataan Manajemen Sumber Daya Manusia dalam berorganisasi adalah untuk bekerja dalam
rangka memenuhi kebutuhannya, sedang sebaliknya kebutuhan itu pulalah yang menjadi obyek manusia berorganisasi yang
disebut perusahaan. 4.Kecenderungan Manusia untuk berorganisasi Organisasi adalah sarana dalam pencapaian tujuan, yang
merupakan wadah kegiatan dari orang-orang yang bekerjasama dalam usahanya mencapai tujuan. Organisasi juga merupakan
sekumpulan orang-orang yang disusun dalam kelompok-kelompok yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Sekelompok orang yang mendirikan sebuah organisasi tentu punya alasan yang kuat mengapa dan untuk apa mereka mendirikan
organisasi tersebut. Ada dua alasan mengapa orang memilih berorganisasi: a.Alasan sosial (social reason), sebagai zoon
politicon artinya makhluk yang hidup secara berkelompok, maka manusia akan merasa penting berorganisasi demi pergaulan
maupun memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat kita temui pada organisasi-organisasi yang memiliki sasaran intelektual atau
ekonomi. b.Alasan materi (material reason), melalui bantuan organisasi manusia dapat melakukan tiga macam hal yang tidak
mungkin dilakukannya sendiri yaitu: (a) dapat memperbesar kemampuannya; (b) dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk
mencapai suatu sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi; (c) dapat menarik manfaat dari pengetahuan generasi-generasi
sebelumnya yang telah dihimpun. Dari penjelasan di atas dapat terlihat jelas bahwa organisasi mempunyai arti yang sangat
penting bagi sebagian orang, karena organisasi merupakan alat dari manajemen untuk mencapai tujuan. Sekolah merupakan
sallah satu contoh organisasi sosial yang formal. Dengan sekolah, kita diajarkan pergaulan yang baik, dimana hal tersebut bisa
kita kaitkkan juga dengan mengapa orang memilih organisasi, dengan sekolah dapat memperbesar kemampuan dari masing-
masing siswa, dari yang tidak tahu menjadi tahu, menghemat waktu yang diperlukan bagi siswa, tenaga pengajar, maupun dinas
setempat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Organisasi diciptakan oleh manusia untuk mencapai tujuan, dan pada saat yang
sama manusia juga membutuhkan organisasi untuk mengembangkan dirinya. Oleh sebab itu antara organisasi dan manusia
memiliki hubungan yang saling membutuhkan dan menguntungkan. B.Organisasi dan Manajemen Pendidikan Hakikat
Organisasi a.Makna Organisasi Organisasi itu merupakan: 1)Kumpulan kumpulan individu organisasi merupakan kumpulan
orang yang berserikat dan bekerjasama. Hanya sekumpulan manusia saja yang dapat dikategorikan sebagai suatu organisasi.
2)memiliki Tujuan walaupun terdapat sekumpulan orang namun mereka tidak memiliki tujuan yang sama maka tidak
dapatdikatakan berorganisasi. 3)Koordinasi setelah terdapat dua criteria di atas, agar memudahkan dalam pencapaian tujuan,
maka perlu ada pengkoordinasian. Pengkoordinasian ini penting agar organisasi dapat terarah. Organisasi di sekolah dapat
didefinisikan sebagai keseluruhan proses untuk memilih dan memilah orang orang (guru dan personel sekolah lainnya) serta
mengalokasikan sarana dan prasarana untuk menunjang tugas tugas orang itu dalam rangka mencapai tuuan sekolah. b.Ciri-ciri
Organisasi Ciri umum dari organisasi yaitu: 1)sebuah organisasi senantiasa mencakup sejumlah orang; 2)orang-orang tersebut
terlibat satu sama lain dengan satu atau lain cara, artinya mereka semua berinteraksi; 3)interaksi tersebut selalu dapat diatur atau
diterangkan dengan jenis struktur tertentu; 4)masing-masing orang di dalam organisasi memiliki sasaran-sasaran pribadi,
beberapa diantaranya merupakan alasan bagi tindakan-tindakan yang dilakukannya. c.Elemen-elemen Organisasi Organisasi
mempunyai beberapa elemen-elemen yaitu: 1)Manusia; 2)tujuan tertentu; 3)pembagian tugas-tugas; 4)sebuah sistem untuk
mengkoordinasi tugas-tugas; 5)sebuah batas yang dipatok, yang menunjukkan pihak yang berada di luarnya. Sedangkan menurut
Chester I. Barnard organisasi mengandung tiga elemen, yaitu: 1)kemampuan untuk bekerja sama; 2)tujuan yang ingin dicapai;
3)komunikasi. d.Proses Pengorganisasian Organisasi memiliki empat unsur yaitu: 1)organisasi merupakan suatu sistem, terdiri
dari sub sistem atau bagian-bagian yang dalam melaksanakan aktivitasnya saling berkaitan satu sama lain; 2)pola aktivitas yang
dilakukan oleh orang-orang di dalam organisasi pada umumnya mengikuti pola tertentu dengan urutan pola kegiatan relatif
teratur dan berulang-ulang; 3)sekelompok orang/individu, organisasi pada dasarnya merupakan kumpulan orang-orang, setiap
manusia mempunyai keterbatasan baik kemampuan fisik, daya pikir maupun waktu. Oleh karena itu mereka berorganisasi, agar
dapat saling bekerja sama dan melengkapi untuk mencapai tujuan yang telat ditetapkan; 4)tujuan organisasi, organisasi didirikan
untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan organisasi terbagi dua, yaitu tujuan jangka panjang bersifat abstrak (misi) dan tujuan jangka
pendek =tujuan operasional (obyektif). e.Struktur Organisasi Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-
tugas yang lebih kecil, membbebankan tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan
sumber daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi. Proses pengorganisasian
meliputi beberapa tahap: Pertama, pemerincian pekerjaan yaitu menentukan tugas-tugas apa yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan. Kedua,pembagian kerja yaitu membagi seluruh beban kerja menjadi kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan
oleh perseorangan atau perkelompok. Ketiga, penyatuan pekerjaan yaitu dengan cara yang rasional, efisien. Penyatuan kerja ini
biasanya disebut departementalisasi. Keempat, kooordinasi pekerjaan yaitu mengkoordinasikan pekerjaan dalam satu kesatuan
yyang harmonis. Kelima, melakukan monitoring dan reorganisasi. Menurut E. Kast dan James Rosenzweig (1974) struktur
diartikan sebagai pola hubungan komponen atau bagian suatu organisasi. Struktur merupakan sistem formal hubungan kerja yang
membagi dan mengkoordinasikan tugas orang dan kelompok agar tercapai tujuan. Menurut simon (1958) struktur itu sifatnya
relatif stabil, statis, dan berubah lambat atau memerlukan waktu untuk penyesuaian-penyesuaian. Pada struktur organisasi
tergambar posisi kerja, pembagian kerja, jenis kerja yang harus dilakukan, hubungan atasan dan bawahan, kelompok, komponen
atau bagian, tingkat manajemen dan saluran komunikasi. Menurut Stoner, (1986) struktur organisasi dibangun oleh lima unsur,
yaitu: 1) spesialisasi aktivitas; 2) standardisasi aktivitas; 3) koordinasi aktivitas; 4) sentralisasi dan desentralisasi pengambilan
keputusan; dan 5) ukuran unit kerja. Spesialisasi aktivitas mengacu pada spesifikasi tugas perorangan dan kelompok di seluruh
organisasi atau pembagian kerja dan penyatuan tugas tersebut ke dalam unit kerja (departementalisasi) Standar aktivitas
merupakan prosedur yang digunakan organisasi untuk menjamin kelayakgunaan aktivitas. Menstandardisasi berarti menjadikan
seragam dan konsisitem pekerjaan yang harus dilakukanbawahan, biasanya dengan menggunakan peraturan, uraian jabatan, dan
program seleksi, orientasi kerja, keterampilan kerja. Koordinasi aktivitas adalah prosedur yang memadukan fungsi-fungsi dalam
organisasi, seperti fungsi primer dalam suatu badan usaha, pemasaran, produksi dan penjualan merupakan fungsi garis yang
secara langsung menyumbangkan pada pencapaian tujuan organisasi memerlukan koordinasi. Sentralisasi dan desentralisasi
pengambilan keputusan mengacu pada lokasi kekuasaan pengambilan keputusan. Sentralisasi adalah proses kosentrasi wewenang
dan pengambilan keputusan pada tingkat atas suatuorganisasi. Keuntungan sistemsentralisasi antara lain pengaturan yang sama
bagisemua unit dalam organisasi. Kelemahanya, bawahan tidak berkembang dan putusan oleh atasan menyita waktu lama,
terlebih jika data ada pada bawahan. Untuk mengatasi hal itu, dilakukan pendelegasian wewenang pada semua tingkat organisasi
yang disebut desentralisasi. Ukuran unit kerja mengacu pada jumlah pegawai dalam suatu kelompok kerja. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian menyangkut penentuan pekerjaan, pembagian kerja, penetapan mekanisme untuk
mengkoordinasikan kegiatan, salah satu hasil dari proses ini adalah struktur organisasi yang merupakan prosedur formal
manajemen organisasi. Manajemen a.Makna Manajemen Manajemen sebagai suatu kemampuan atau keahlian yang selanjutnya
menjadi cikal bakal manajemen sebagai suatu profesi. Manajemen sebagai suatu ilmu menekankan perhatian pada keterampilan
dan kemampuan manajerial yang diklasifikasikan menjadi kemampuan/keterampilan teknikal, manusiawi dan konseptual.
Manajemen sebagai proses yaitu dengan menetukan langkah yang sistematis dan terpadu sebagai aktivitas manajemen.
Manajemen sebagai seni tercermin dari perbedaan gaya (style) seseorang dalam menggunakan atau memberdayakan orang lain
untuk mencapai tujuan. Dengan demikian manajemen merupakan kemampuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh
seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun bersama orang lain atau melalui orang lain dalam
upaya mencapai tujuan organisasi secara produktif, efektif dan efisien. b.Makna Manajemen Pendidikan 1)Manajemen
pendidikan mempunyai pengertian kerjasama untuk mencapa tujuan pendidikan. Seperti kita ketahui, tujuan pendidikan itu
merentang daru tujuan yang sederhana sampai dengan tujuan yang kompleks, tergantung lingkup dan tingkat pengertian
pendidikan mana yang dimaksud. 2)Manajemen pendidikan mengandung pengertian proses untuk mencapai tujuan pendidikan.
Proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian. a)Perencanaan Meliputi kegiatan
menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapai, berapa lama, berapa orang yang diperlukan dan berapa banyak
biayanya. Perencanaan itu dibuat sebelum suatu tindakan dilaksanakan. b)Pengorganisasian Diartikan sebagai kegiatan membagi
tugas tugas kepada orang yang terlibat kerjasama pendidikan tadi. Karena tugas yang demikian banyak dan tidak dapat
diselesaikan oleh satu orang saja, maka tugas tugas dibagi untuk dikerjakan masing masing anggota organisasi.
c)Pengkoordinasian Mengandung makna menjaga agra tugas tugas yang telah dibagi itu dapat dikerjakan menurut kehendak
yang mengerjakannya saja, tetapi menurut aturan sehingga menyumbang terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan
disepakati. d)Pengarahan Pengarahan diperlukan agar kegiatan yang dilakukan bersama itu tetap melalui jalur yang telah
ditetapkan, tidak terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan terjadinya pemborosan. e)Pemantauan Yaitu suatu kegiatan
untuk mengumpulkan data dalam usaha mengetahui sudah sampai seberapa jauh kegiatan pendidikan yang telah mencapai
tujuannya, dan kesulitan apa yang ditemui dalam pelaksanaan itu. Dengan perkataan lain, kegiatan pemantauan atau monitoring
adalah kegiatan untuk mengumpulkan data tentang penyelenggaraan suatu proses pencapaian tujuan. 3)Manajemen pendidikan
dapat dilihat dengan kerangka berpikir sistem. Sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari bagian bagian dan bagian bagian
itu berinteraksi dalam suatu proses untuk mengubah masukan menjadi keluaran. 4)Manajemen pendidikan juga dapat dilihat dari
segi efektivitas pemanfaatan sumber. Jika manajemen dilihat dari sudut ini, perhatian tertuju kepada usaha untuk melihat apakah
pemanfaatan sumber sumber yang dalam mencapai tujuan pendidikan itu sudah mencapai sasaran yang ditetapkan dan apakah
dalam pencapaian tujuan itu terjadi pemborosan. 5)Manajemen pendidikan juga dapat dilihat dari segi kepemimpinan. Hal ini
merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana dengan kemampuan yang dimiliki administrator pendidikan itu.
6)Manajemen pendidikan juga dapat dilihat dari proses pengambilan keputusan. Kita tahu bahwa melaksanakan kerjasama dan
memimpin kegiatan sekelompok orang bukanlah pekerjaan yang mudah. 7)Manajemen pendidikan juga dapat dilihat dari segi
komunikasi. Komunikasi dapat diartikan secara sederhana sebagai usaha untuk membuat orang lain mengerti apa yang kita
maksudkan dan kita mengerti apa yang dimaksudkan orang lain tersebut. 8)Manajemen seringkali diartikan dalam pengertian
yang sempit yaitu kegiatan tata usaha yang intinya adalah kegiatan rutin catat mencatat, mendokumentasikan kegiatan,
menyelenggarakan surat menyurat dengan segala aspeknya serta mempersiapkan laporan. Hal yang berbeda antara organisasi
dan manajemen adalah organisasi sebagai alat atau wadah sekelompok orang dalam mencapai tujuan tertentu, sedangkan
manajemen lebih mengarah kepada pengaturan atau pengelolaan untuk mencapai tujuan tersebut, adapun persamaan dari
organisasi dan manajemen adalah sama-sama memiliki sasaran dan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Secara sederhana
manajemen pendidikan merupakan proses manajemen dalam pelaksanaan tugas pendidikan dengan mendayagunakan segala
sumber secara efisien untuk mencapai tujuan secara efektif. Menurut Brucbeker educatation should be trough of as process of
man reciprocal adjusman to nature. Dinyatakan bahwa pendidikan merupakan proses timbal balik antara kepribadian individu
dalam penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan. Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan adalah suatu upaya yang
diciptakan untuk membantu kepribadian individu tumbuh dan berkembang serta bermanfaat bagi kehidupan. Pada Undang-
undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
menciptakan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, sikap sosial, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Manajemen pendidikan adalah suatu penataan bidang garapan pendidikan yang dilakukan melalui aktiviitas
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pembinaan, pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian,
penganggaran, pengendalian, pengawasan, penilaian dan pelaporan secara sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan secara
berkualitas. Tujuan manajemen pendidikan meliputi: (1) produktivitas, yaitu perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh
(output) dengan jumlah sumber yang dipergunakan (input); (2) kualitas, yaitu menunjuk kepada suatu ukuran penilaian atau
penghargaan yang diberikan atau dikenakan kepada barang (products) dan atau jasa (service) tertentu berdasarkan pertimbangan
objektif atas bobot atau kinerjanya; (3) efektivitas, yaitu ukuran keberhasilan tujuan organisasi; (4) efisiensi, yaitu berkaitan
dengan cara yaitu membuat sesuatu dengan betul. Suatu kegiatan dikatakan efisien bila tujuan dapat dicapai secara optimal
dengan penggunaan atau pemakaian sumber daya yang minimal. C.Konsep, dasar-dasar, dan Prinsip Manajemen Pendidikan
Konsep Dasar Manajemen Pendidikan a.Kerangka Konsep Shrode Dan Voich (1986) menyatakan bahwa Kerangka dasar
manajemen mrliputi Philosophy, Asumiious, Principles, and Theory, Whivh are basic to the study of any disclipline of
management. Secara sederhana dikatakan bahwa falsafah merupakan pandangan atau persepsi tentang kebenaran yang
dikembangkan dari berpikir praktis. Bagi seorang manajer falsafah merupakan cara berpikir yang telah terkondisikan dengan
lingkungan. Perangkat organisasi, nilai-nilai dan keyakinan yang mendasari tanggung jawab seorang manajer. Falsafah seorang
manajer dijadikan dasar untuk membuat asumsi-asumsi tentang lingkungan, peran organisasinya, dan atau garis besar untuk
bertindak. Seperangkat prinsip yang berkaitan satu sama lain dikembangkan dan diuji dengan pengalaman sebelum menjadi suatu
teori. Untuk seorang manajer, suatu teori tentang manajemen sangat berfungsi dalam memecahkan masalah-masalah yang timbul.
Oleh karena itu, falsafah, asumsi, prinsip-prinsip, dan teori tentang merupakan landasan manajerial yang harus dipahami dan
dihayati oleh dan prinsip serta teori-teori dijadikan dasar kegiatan manajerial, secara sederhana dapat digambarkan melalui suatu
diagram / skema sebagai berikut:
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nurinawati/manajemen-pendidikan_55006103a33311e572510ac3