Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Fisiologi

Penglihatan dan Waktu Reaksi

Kelompok: D4
Ketua
Nama NIM Paraf
Claudia Marlissa 10 2016161
Anggota
Nama NIM Paraf
Audrey Fidelia 102016200
Alfredo Lailossa 10201638
Mari Mediatrix
102016017
Mahendra Udiata
Nurul Soleha Hamzah 102016256
Regina Pongtularan 102016104
Yanfrim Taslim 102016111
Model Mata Cenco-Ingersoll
Tujuan Percobaan

a. Mampu menyebukan nama dan fungsi semua bagian model mata Cenco-
Ingersoll yang menirukan mata manusia sebagai susunan optik
b. Mampu mendemonstrasikan berbagai keadaan yang tertera di bawah ini
dengan menggunakan model mata Canco-Ingersoll
i. Peristiwa aberasi sferis serta tindakan koreksi
ii. Mata ametrop dengan atau tanpa akomodasi
iii. Mata miopi serta tindakan koreksi
iv. Mata hipermetropi serta tindakan koreksi
v. Mata astigmatisma serta tindakan koreksi
vi. Mata afakia serta tindakan koreksi

Alat dan Bahan

a. Model mata Cenco-Ingersoll dan segala perlengkapannya

Gambar Skema Model Mata Cenco-Ingersoll


b. Seperangkat lensa

Gambar Model Mata Cenco-Ingersoll dan Seperangkat Lensa


c. Mistar
d. Gambar Kipas Lancaster regan
e. Keratoskop placido
Cara Kerja

1. Mata sebagai susunan optik dapat dipelajari melalui model mata Cenco-
Ingersoll dengan perlengkapannya
i. Sebuah bejanaa yang terisi air hampir penuh
ii. Kornea
iii. Retina yang dapat diletakan di tiga tempat berbeda
iv. Benda yang bercahaya atau lampu dan memperhatikan arah anak
panah
v. Kotak yang berisi
Iris
4 lensa sferis berkekuatan: +2D, +7D, +20D dan -1.75D
2 lensa silinder berkekuatan; +1.75D dan -5.5D
2. Lebar pupil dan aberasi sferis
i. Memasang lensa sferis +20D di tempat lesa kristalina, di L
ii. Memasang retina di R
iii. Mengarahkan model mata ke sebuah jendela yang jauhnya 7m atau
lebih dan memperhatikan bayangan benda yang terjadi pada lempeng
retina
iv. Menempatkan sekarang iris di G1 dan memperhatikan perubahan
bayangan yang terjadi
3. Hipermetropia
i. Arah model mata ke jendela dan mempergunakan lensa sferis +20D
sebagai lensa kristalina
ii. Setelah diperoleh bayangan tegas, memindahkan retina ke Rh dan
mendapati bayangan menjadi kabur
iii. Mengoresi kelainan yang terjadi dengan meletakan lensa yang sesuai
di S1 atau S2 sebagai kacamata sehingga bayangan menjadi tegas
kembali
iv. Mencatat jenis dan kekuatan lensa yang terpasang
4. Miopia
i. Meningkatkan lensa sferis positif dari S1 atau S2 dan menempatkan
retina di R,serta memperhatikan bayangan yang tegas
ii. Memindahkan retina ke RM dan memperhatikan bayangan menjadi
kabur
iii. Memperbaiki kelainan iris dengan menempatkan lensa yang sesuai di
S1 atau S2 sebagai kacamata sehingga bayangan berbentuk tegas
iv. Mencatat jenis dan kekuatan lensa yang terpasang
5. Astigmatisma
i. Mengangkat lensa sferis negatif dari S1 atau S2 dan memindahkan
retina ke R
ii. Meletakan lensa silider -5.5D di G2. Memperhatikan bayangan yang
kabur
iii. Memperbaiki kelainan dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau
S2 sebagai kacamata sehingga bayangan menjadi tegas
iv. Mencatat jenis, kekuatan lensa dan arah sumbu lensa yang terpasang di
S1 atau S2
6. Akomodasi
i. Mengangkat lensa silinder yang terpasang di G2 dan S1 atau S2
ii. Tanpa mengubah keadaan model mata Cenco-Ingersoll menempatkan
benda bercahaya 2cm di depan model mata dan memperhatikan
bayangan yang menjadi kabur
iii. Mengganti lensa sferis +20D dengan sebuah lensa sferis lainnya yang
memberikan bayangan yang tegas pada retina
iv. Mencatat jenis dan kekuatan lensa yang dipergunakan untuk mengganti
yang +20D
7. Mata afakia
i. Membuat susunan mata seperti di uji lebar pupil dan aberasi sferis
ii. Mengangkat lensa kristalina sehingga terjadi mata afakia, yaitu mata
tanpa lensa kristalina
iii. Memperbaiki mata afakia dengan salah satu lensa sferis positif yang
dipasang sebagai kacamata di S1 atau S2 sehingga bayangan menjadi
lebih tajam
iv. Mencatat jenis dan kekuatan lensa
Hasil Kerja

a. Miopi: Bayangan yang terbentuk akan lebih tajam dan jelas terlihat jika
diberikan lensa berkekuatan -1.75D
b. Hipermetropi: Lensa berkekuatan +2D akan lebih memperjelas bayangan yang
tampak dibandingkan sebelumnya
c. Astigmatisma: Untuk memperbaiki keadaan astigmatisma diberikan lensa
berkekuatan +2D, sedangkan lensa silindernya -5.5D dan bersudut 1350
d. Akomodasi: Di bawah ini adalah bayangan yang tampak dari tiap lensa dari
yang paling buram hingga jelas terlihat
i. +2D
ii. +1.75D
iii. -5.5D
iv. +7D
e. Mata afakia: Mempergunakan lensa +7D tampak bayangan begitu jelas

Pembahasan
Memahami bagaimana membentuk bayang atas suatu objek secara tepat di
retina, diharuskan telah mengerti dulu 3 proses utama yang melibatkannya yaitu
refraksi cahaya yang dilakukan oleh lensa dan kornea. Kemudian perubahan bentuk
daripada lensa dan pupil yang dapat mengalami tegangan ataupun regangan. Berikut
ini adalah pembahasan lebih lengkapnya1
a. Refraksi Gelombang Cahaya
Refraksi adalah suatu keadaan dimana cahaya melewati dua medium
yang berbeda, nantinya akan dibelokan arahnya. Hal ini dapat terjadi
diakibatkan densitas dari dua medium tersebut berbeda. Pada mata, 75%
refraksi terjadi di kornea, kemudian lensa mata akan melanjutkannya agar
fokus cahaya yang datang tepat jatuh di retina. Misalnya saja, ketika sebuah
objek berjarak 6 meter dari pengamat, gelombang cahaya akan berefleksi
dari objek tersebut agar lebih paralel satu sama lain dan kurvatura kornea
maupun lensa 1dapat menjatuhkan bayangan dari benda tersebut pada
retina. Sedangkan jika ada benda yang jaraknya kurang dari 6 meter, maka
yang terjadi adalah divergensi. Gelombang cahaya harus mengalami
refraksi lebih jauh agar lebih fokus. Refraksi tambahan yang diberikan akan
menyebabkan lensa turut berubah bentuk1
b. Akomodasi
Peningkatan kurvatura lensa dikenal sebagai akomodasi. Gambarannya
dimana lensa mata seseorang baik di anterior ataupun posterior berbentuk
konveks atau cembung dan memiliki kemampuan untuk merefraksikan
cahaya seiring meningkatnya kurvatura. Ketika mata memfokuskan
penglihatannya pada benda yang lebih dekat, lensa mata menjadi lebih
konveks dan berarti refraksi gelombang cahaya lebih besar. 1
Pada orang yang memiliki mata dengan keadaan normal atau
emmetropic dapat merefraksikan gelombang cahaya dari sebuah benda
sejauh 6 m yang datang tepat di retina. Sedangkan jika ia mengidap miopia
yang akan terjadi adalah bola mata terlalu jauh memfokukan kekuatan
menuju kornea dan lensa sehingga yang mengidap kelainan ini tidak dapat
melihat benda dalam keadaan jauh, Seseorang dengan hipermetropia,
panjang bola mata kekuatan fokusnya ke kornea dan lensa terlalu pendek
menyebabkannya tidak dapat melihat objek berjarak dekat.Abnormalitas
refraksi lainnya adalah astigmatisma, kurvatura kornea atau lensa dalam
keadaan tidak normal. Untuk menentukan ukuran daya bias lensa
(akomodasi) dinyatakan dalam meter. Daya bias lensa sferis(+) sebesar +1
dioptri terjadi bila lensa tersebut mampu
memfokuskan/mengkonvergensikan sinar datang yang sejajar pada titik
fokus 1 meter di belakang lensa tersebut. Sedangkan, +2 Ddipotri terjadi
bila fokus setengah meter di belakang lensa.2
c. Tegangan Pupil
Refleks otonom yang ditimbul secara simultan bersama daya
akomodasi dan gelombang cahaya yang sesaat masuk ke daerah perifer
daripada lensa. Gelombang tersebut akan dsamarkan. Pupil sebaaimana
telah menjadi catatan sebelumnya juga mampu membatasi besaran cahaya
yang dapat melalui mata2
d. Konvergensi
Konvergensi merupakan pergerakan otonom daru kedua bola mata
melalui garis tengah yang disebabkan oleh adanya koordinasi dari otot
ekstrinsik mata Semakin dekat objek yang dilihat maka semakin besar pula
kemampuan konvergen yang dibutuhkan untuk mengelola penglihatan
binokuler.2
Setelah memahami apa yang telah dibahas di atas, berikut ini bagaimana
mekanisme penglihatan manusia, Simulasi cahaya yang diperoleh oleh seseorang
menyebabkan sel batang atau sel kerucut yang teraktivasi memicu sinyal elektrik pada
sel bipolar. Sel bipolar akan mentransmisikan sinyal eksitatorik dan inhibisi secara
bersamaan menuju sel ganglion. Di sel ganglion terjadi depolarisasi dan meimbulkan
impuls saraf. Axon daripada sel ganglion yang keluar dari bola mata berjalan sebagai
nervus cranialis II atau nervus opticus dan bertemu di chiasma opticus. Pada chiasma
opticus, sebagian akson dari tiap mata akan menuju ke arah yang saling berlawanan.
Setelah melewati chiasma opticus, akson yang ada sekarang tergabung dalam tractus
opticus yang akan bermuara di thalamus.2
Di awal telah disebutkan bahwa terjadi penyilangan pada chiasma opticus
menyebabkan misalnya saja otak kanan menerima sinyal dari kedua sisi mata untuk
diinterpretasikan sebagai rangsangan visual pada lobus ocipitalis yang merupakan
bagian dari cortex cerebral. 2

Refraksi dan Koreksinya


Miopi
Pada miopi, bayangan dari benda yang jauh jatuh di depan retina. Hal ini bisa
disebabkan oleh bola mata yang lebih panjang, yang disebut miopi aksial. Tambahan
1 mm panjang bola mata menyebabkan mata lebih miopi sebesar 3 dioptri. Selain itu,
miopi juga bisa disebabkan oleh elemen refraktif yang terlalu refraktif, yang disebut
miopi kurvatura atau miopi refraktif. Tingkat keparahan miopi bisa diketahui dengan
menghitung titik jauh. Titik jauh adalah titik di mana bayangan difokuskan lebih
tajam di retina. Orang yang titik jauhnya 0,25 meter membutuhkan lensa -4 dioptri
untuk memperbaiki penglihatannya.
Pada miopi, resep kaca mata yang diberikan adalah lensa negative yang paling tidak
berat.3

Gambar 3. Mata myopia


Hipermetropi
Pada hipermetropi, bayangan terfokus di belakang retina. Hipermetropi bisa
disebabkan oleh bola mata yang lebih pendek (hiperopia aksial) atau refraksi yang
menurun (hiperopia refraktif). Orang yang hiperopia melihat jauh dengan
berakomodasi, serupa dengan akomodasi yang dilakukan oleh orang normal saat
membaca.3

Gambar 4. Hipermetropi
Pada keadaan afakia, pasien tidak memiliki lensa sehingga matanya menjadi
hipermetropia tinggi. Benda yang dilihat menjadi lebih besar dibanding normal
sebesar 25%.Hipermetropia diatasi dengan pemberian kaca mata sferis positif terkuat
atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal, agar
mata bisa lebih beristirahat. 3
Astigmatisme
Pada astigmatisme, mata menghasilkan bayangan dengan titik atau garis fokal
multipel. Terdapat variasi kelengkungan kornea atau lensa pada meridian yang
berbeda sehingga sinar tidak terfokus pada satu titik. Astigmat juga dapat terjadi
karena jaringan parut kornea atau setelah pembedahan mata.Astigmat dapat diperbaiki
dengan lensa silindris, yang sering dikombinasikan dengan lensa sferis. 3

Gambar 5. Astigmatisme
Pemeriksaan Luas Lapang Pandang (Perimetri)

Orang Percobaan (OP) : Yanfrin Taslim

Alat
1. Perimeter + Formulir
2. Lidi yang mempunyai bulatan putih, merah, biru, hijau dan kuning.

Langkah kerja:
1. Suruh pasien simulasi duduk membelakangi cahaya menghadap alat perimeter.
2. Tutup mata kiri pasien simulasi dengan sapu tangan.
3. Letakan dagu PS di tempat sandaran dagu yang dapat diatur tingginya, sehingga tepi
bawah mata kanannya terletak setinggi bagian atas batang ventrikel sandaran dagu.
4. Siapkan formulir.
5. Suruh PS memusatkan penglihatannya pada titik fiksasi di tengah perimeter. Selama
pemeriksaan, penglihatan PS harus tetap dipusatkan pada titik fiksasi tersebut.
6. Gunakan benda yang dapat digeser (lidi yang ada bulatan warna-warni) pada busur
perimeter untuk pemeriksaan luas pandang.
Pilih bulatan berwarna putih dengan diameter sedang ( 5 mm) pada benda tersebut.
7. Gerakkan perlahan-lahan bulatan putih itu menyusuri busur dari tepi kiri PS ke
tengah. Tepat pada saat pasien simulasi melihat bulatan putih tersebut penggeseran
benda dihentikan.
8. Baca tempat pengehentian itu pada busur dan catat pada formulir dengan tepat.
9. Ulangi tindakan nomor 7 dan 8 pada sisi busur yang berlawanan tanpa mengubah
posisi busur.
10. Ulangi tindakan nomor 7, 8, dan 9 setelah tiap kalo busur diputar 30 sesuai arah
jarum jam dari pemeriksa, sampai posisi busur vertical.
11. Kembalikan busur pada posisi horizontal seperti semula. Pada posisi ini tidak perlu
dilakukan pencatatan lagi.
12. Ulangi tindakan nomor 7, 8, dan 9 setelah memutar busur tiap kali 30 berlawanan
arah jarum jam dari pemeriksa, sampai tercatat 60 dari bidang horizontal.
13. Periksa juga lapang pandang PS untuk berbagai warna lain: merah, hijau, kuning, dan
biru dengan cara yang sama seperti di atas.
14. Lakukan juga pemeriksaan lapang pandang untuk mata kiri hanya dengan bulatan
berwarna putih.

Hasil Percobaan
MATA KIRI MATA KANAN
PUTIH PUTIH MERAH BIRU HIJAU KUNING
T 180 56 N 180 50 18 34 33 40
N 0 50 T 0 49 25 55 49 51
T 210 55 N 210 24 15 34 15 34
N 30 33 T 30 30 35 49 18 49
T 240 66 N 240 48 46 50 40 36
N 60 30 T 60 46 24 33 14 35
D 270 47 D 270 15 35 40 46 30
U 90 39 U 90 32 29 29 31 33
N 300 66 T 300 40 20 50 20 29
T 120 42 N 120 35 20 30 25 25
N 330 55 T 330 55 30 50 35 29
T 150 41 N 150 44 19 32 19 33
Full field 389 Full field 356 296 351 253 322

Pembahasan
Lapang pandang masing-masing mata adalah area yang dapat dilihat oleh sebuah mata
pada jaarak tertentu. Dibagi menjadi bagian nasal dan temporal. Proses pemetaan lapang
pandang disebut perimetri dan menggunakan alat yang disebut perimeter. Perimetri dilakukan
dengan menutup satu mata, dengan mata lain melihat pada suatu titik sentral di depan
matanya. Kemudian suatu bintik kecil cahaya atau benda kecil digerakkan ke arah titik sentral
ini seluruh lapang pandang, ke arah nasal dan lateral serta ke atas dan ke bawah, dan orang
yang diperiksa memberitahu jika bintik cahaya atau benda tersebut sudah terlihat dan bila
tidak terlihat.4
Pada saat yang sama, dibuat peta lapang pandang mata yang diperiksa, yang
menunjukan area orang tersebut dapat atau tidak dapat melihat target. Dengan
memperhatikan lokasi dimana target tidak terlihat dan menjadi terlihat lagi, bintik buta juga
dapat dipetakkan. 4

Pemeriksaan Buta Warna

Orang Percobaan (OP) : Regina

Alat:

1. Buku pseudoisokromatik Ishihara

Cara Kerja:

1. Suruh pasien simulasi mengenali agka atau gambar yang terdapat di dalam buku
pseudoisokroatik Ishihara.
2. Catat hasil pemeriksaan saudara dalam formulir yang tersedia.

Hasil dari pemeriksaan

Bahwa OP tidak mengalami buta warna, karena bila menderita buta warna pasien atau
OP itu tidak mengenali kurang dari 7 angka atau gambar. Sedangkan OP hanya bisa mngenali
semua gambar dan angka tersebut.

Pembahasan

Penglihatan warna bergantung pada perbandingan stimulasi ketiga jenis sel krucut.
Setiap sel krucut diaktifkan paling efektif oleh panjang gelombang tertentu dalam kisaran
warna yang ditunjukkan oleh namanya biru, hijau, atau merah. Namun, sel krucut juga
berespons terhadap panjang gelombang lain dengan derajat bervariasi. Penglihatan warna,
persepsi berbagai warna dunia, bergantung pada berbagai rasio stimulasi ketiga tipe sel
kerucut sebagai respons terhadap bermacam-macam panjang gelombang. Panjang gelombang
yang terlihat sebagai biru tidak merangsang sel krucut merah atau hijau sama sekali tetapi
merangsang sel krucut biru secara maksimal (presntasi stimulasi maksimal untuk sel kerucut
merah, hijau, dan biru masing-masing adalah 0:0:100). Sensasi kuning, sebagai
perbandingan, berasal dari rasio stimulasi 83:83:0, dengan sel krucut merah dan hijau
masing-masing dirangsang hingga 83% maksimal, sementara sel kerucut biru tidak
terangsang sama sekali. Rasio untuk hijau adalah 31:67:36, dan demmikian seterusnya,
dengan berbagai kombinasi menghasilkan sensai warna yang berbeda-beda. Putih adalah
campuran semua panjang gelombang cahaya, sementara hitam adalah tidak adanya cahaya.3
Derajat eksitasi masing-masing sel kerucut terkode dan ditransmisikan dalam jalur-
jalur parallel terpisah ke otak. Pusat penglihatan warna dikorteks penglihatan primer
mengombinasikan dan memproses masukan-masukan ini untuk menghasilkan persepsi
warna, dengan menyertakan obyek dalam perbandingan dengan latar belakangnya. Karena itu
konsep warna berada dalam pikiran masing-masing. Sebagian besar dari kita sepakat tentang
warna apa yang sedang kita lihat karena kita memiliki jenis sel kerucut yang sama serta
menggunakan jalur-jalur saraf yang mirip untuk membandingkan keluaran sel-sel tersebut.
Namun, kadang-kadang seseorang tidak memiliki sel kerucut jenis tertentu, sehingga
penglihatan warna mereka adalah produk dari sensitivitas diferensial dari hanya dua jenis sel
kerucut, suatu keadaan yang dinamai buta warna. Orang dengan gangguan penglihatan warna
ini tidak saja mempresepsikan warna secara berbeda tetapi mereka juga tidak mampu
membedakan ragam warna sebanyak orang normal. Sebagai contoh, orang dengan defek
warna tertentu tidak dapat membedakan antara merah dan hijau. Di lampu lalu lintas merreka
dapat menyebutkan lampu mana yang sedang menyala berdasarkan intensitasnya, terapi
mereka harus mengandalkan posisi sinar terang untuk mengetahui kapan harus jalan atau
berhenti.3
Meskipun sistem tiga kerucut telah diterima sebagai model standar penglihatan warna
selama lebih dari dua abad namun bukti baru mengisyaratkan bahwa persepsi warna mungkin
lebih rumit. Studi-studi DNA menunjukkan bahwa pria dengan penglihatan warna normal
memiliki gen-gen yang menyandi pigmen sel kerucut dengan jumlah bervariasi. Sebgai
contoh, banyak yang memiliki gen multiple (dari dua hingga empat) untuk deteksi cahaya
merah dan dapat membedakan perbedaan kecil warna dalam rentang panjang gelombang ini
daripada mereka yang hanya memiliki satu salinan gen kerucut merah. Temuan ini jelas akan
menyebabkan evaluasi ulang bagaimana berbagai fotopigmen berperan dalam penglihatan
warna.3

Kesimpulan

Untuk memahami buta warna, perlu kia ketahui bahwa sistem pengelihatan normal
terdiri dari tiga subsitem, yaitu pebeda terang- gelap, kuning- biru, dan merah- hijau. Buta
warna adalah akibat dari kekurangan/ cacat pada satu atau dua subsistem diatas. Sistem
terang gelap tetap berfungsi, kecuali bila individu trichormat. Individu dengan cacat satu
sistem tetapi dapat menggunakan dua sistem yang lain disebut dichromat atau buta warna
sebagaian. Akhirnya, individu dengan hanya satu sistem terang- telap disebut monochromat
atau buta warna total. Jika tidak bisa menebak alat tes tersebut berupa angka maupun warna
dapat disimpulkan bahwa subjek buta warna.
Daftar Pustaka
1. Pearce EC.Anatomi dan fisiologi untuk paramedis.Cetakan ke-28.Jakarta:PT
Gramedia;2006.h.314-5.
2. Tortora GJ,Derrickson B.Essentials of anatomy and physiology.8th ed.UK:John
Wiley and Sons;2010.p.306-14.
3. Sherwood L.Fisiologi manusia dari sel ke sistem.Ed 2.Jakarta:EGC;2002.h.160-
76.
4. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. EGC;(7):1994.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: BukuKedoteran
EGC; 2013.hal. 225-26.
6. Amien M. Makhluk hidup. Jakarta: PN Balai Pustaka; 1987.
7. Hadisumarto, Suhargono. Biologi-2b. Jakarta:Bumi Aksara; 1997.

Anda mungkin juga menyukai