(VI)
DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI
PENDAHULUAN
Pencemaran yang diakibatkan oleh logam berat merupakan pencemaran yang disoroti oleh
masyarakat. Hal ini karena dalam konsentrasi yang kecil saja, logam berat dapat menghasilkan tingkat
keracunan yang tinggi pada makhluk hidup. Selain itu logam berat juga dapat terakumulasi dalam
rantai makanan.
Di alam terdapat 13 elemen logam berat yang merupakan elemen utama polusi yang berbahaya, salah
satunya adalah logam krom bervalensi VI. Di Indonesia, logam krom (VI) termasuk dalam kategori
limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (limbah B3). Senyawa kromium (VI) termasuk senyawa logam
yang paling banyak digunakan dalam industri karena kemampuan oksidasinya yang kuat dan
menghasilkan warna yang tahan lama. Tetapi jika senyawa kromium (VI) terbuang ke lingkungan dan
masuk ke dalam tubuh makhluk hidup maka akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya karena
Cr (VI) bersifat karsiogenik. Oleh sebab itu limbah cair yang mengandung senyawa kromium (VI)
harus diolah dengan cepat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Cara yang paling tepat dalam menangani limbah cair yang mengandung logam berat seperti kromium
(VI) adalah dengan cara reduksi dan pemulihan / perolehan kembali. Perolehan kembali kromium dari
limbah cair untuk digunakan kembali dapat memberikan keuntungan yaitu meminimasi kandungan
polutan dalam air limbah, juga mengurangi biaya pembelian bahan kimia. Sedangkan reduksi
kromium dilakukan supaya mengurangi kandungan kromium (VI) dalam air limbah.
Kromium adalah logam kristalin berwarna putih, tidak begitu liat (keras). Logam ini melebur pada
suhu 17650 C. Dalam larutan air, kromium membentuk 3 jenis ion, yaitu :
1. Kation kromium (II) atau disebut kromo Cr2+
Merupakan ion yang diturunkan dari senyawa CrO. Larutan dengan ion Cr2+ menghasilkan larutan
biru. Ion ini agak tidak stabil karena merupakan reduktor kuat bahkan ion ini perlahan-lahan mampu
menguraikan air membentuk hidrogen.
2. Kation kromium (III) atau disebut kromi Cr3+
Ion ini stabil dan diturunkan dari senyawa dikromium trioksida Cr2O3. Dalam larutan, ion ini
berwarna hijau atau lembayung.
Berwarna hijau jika terdapat kompleks [Cr(H2O)5Cl]2+ {pentakuomonoklorokromat} atau
kompleks [Cr(H2O)4Cl2]+ {tetrakuodiklorokromat}.
Berwarna lembayung jika terdapat ion heksakuokromat(III) [Cr(H2O)6]3+
3. Anion Kromat CrO42- dan anion dikromat Cr2O72-
Anion kromium adalah hexavalent dengan keadaan oksidasi +6. Ion kromat CrO42- berwarna kuning
/ orange dan ion dikromat Cr2O72- berwarna jingga.(Arthur Vogel, 1985).
Umumnya pengolahan limbah cair yang mengandung bahan berbahaya seperti logam berat adalah
dengan pengolahan secara kimia. Pengolahan ini termasuk reaksi redoks (reduksi-oksidasi) ataupun
dengan proses ion exchanger.
Recovery / perolehan kembali kromium merupakan cara yang tepat untuk mengatasi limbah yang
mengandung krom. Recovery tidak saja dimaksudkan untuk mengurangi/menyingkirkan krom dalam
air limbah tetapi juga diharapkan agar krom dapat didaur ulang (recycle) ke proses. Metoda-metoda
yang sudah dilakukan untuk merekoveri krom dari air limbah meliputi : ion exchanger, osmosa balik,
elektrodialisis dan lain-lain. Namun, semua metoda ini memiliki kelemahan yaitu : biaya capital dan
opersional untuk system ini relatif mahal serta sulit dirancang secara matematis.
Suatu limbah cair dalam industri terutama industri finishing logam mengandung kromium berupa
anion yaitu ion kromat CrO42-. Ion kromat ini menurut Arthur Vogel, 1985 mampu dengan mudah
berubah menjadi ion dikromat Cr2O72- bila ion kromat bereaksi dengan asam. Jadi ion kromat
bersifat stabil bila dalam suasana basa dan netral. Kedua ion ini (kromat dan dikromat) merupakan
oksidator kuat dimana ion ini akan mengalami reduksi (penurunan bilangan oksidasi).
Reaksi : 2 CrO42- + 2 H+ Cr2O72- + H2O