Anda di halaman 1dari 15

Formatted: Font color: Text 1

WACANA TENTANG
TRADISI MITONI (7 .Bulanan)

TRADISI MITONI

Formatted: Font color: Text 1


Formatted: Font color: Text 1

Dalam tradisi Jawa, mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang sampai
saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kata mitoni berasal dari kata am
(awalan am menunjukkan kata kerja) + 7 (pitu) yang berarti suatu kegiatan yang dilakukan
pada hitungan ke-7. Upacara mitoni ini merupakan suatu adat kebiasaan atau suatu upacara
yang dilakukan pada bulan ke-7 masa kehamilan pertama seorang perempuan dengan tujuan
agar embrio dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh
keselamatan.
Upacara-upacara yang dilakukan dalam masa kehamilan, yaitu siraman, memasukkan
telor ayam kampung ke dalam kain calon ibu oleh sang suami, ganti busana, memasukkan
kelapa gading muda, memutus lawe atau lilitan benang/janur, memecahkan periuk dan
gayung, minum jamu sorongan, dan nyolong endhog, pada hakekatnya ialah upacara
peralihan yang dipercaya sebagai sarana untuk menghilangkan petaka, yaitu semacam inisiasi
yang menunjukkan bahwa upacara-upacara itu merupakan penghayatan unsur-unsur
kepercayaan lama. Selain itu, terdapat suatu aspek solidaritas primordial terutama adalah adat
istiadat yang secara turun temurun dilestarikan oleh kelompok sosialnya. Mengabaikan adat
istiadat akan mengakibatkan celaan dan nama buruk bagi keluarga yang bersangkutan di mata
kelompok sosial masyarakatnya.
Mitoni tidak dapat diselenggarakan sewaktu-waktu, biasanya memilih hari yang
dianggap baik untuk menyelenggarakan upacara mitoni. Hari baik untuk upacara mitoni
adalah hari Selasa (Senin siang sampai malam) atau Sabtu (Jumat siang sampai malam) dan
diselenggarakan pada waktu siang atau sore hari. Sedangkan tempat untuk menyelenggarakan
upacara biasanya dipilih di depan suatu tempat yang biasa disebut dengan pasren, yaitu
senthong tengah. Pasren erat sekali dengan kaum petani sebagai tempat untuk memuja Dewi
Sri, dewi padi. Karena kebanyakan masyarakat sekarang tidak mempunyai senthong, maka
upacara mitoni biasanya diselenggarakan di ruang keluarga atau ruang yang mempunyai luas
yang cukup untuk menyelenggarakan upacara.
Secara teknis, penyelenggaraan upacara ini dilaksanakan oleh dukun atau anggota
keluarga yang dianggap sebagai yang tertua. Kehadiran dukun ini lebih bersifat seremonial,
dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara-upacara kehamilan. Serangkaian
upacara yang diselenggarakan pada upacara mitoni adalah:
1. Sungkeman
Upacara mitoni diawali dengan upacara sungkeman. Sungkeman dilakukan pertama-
tama oleh calon ibu kepada calon ayah (suaminya). Kemudian, calon ibu dan ayah,
melakukan sungkeman kepada kedua pasang orang tua mereka. Intinya adalah memohon
doa restu agar proses kehamilan dan kelahiran kelak berjalan dengan lancar dan selamat.
Formatted: Font color: Text 1
Formatted: Font color: Text 1

2. Siraman
Siraman atau mandi merupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda
pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini bertujuan
membebaskan calon ibu dari dosa-dosa sehingga kalau kelak si calon ibu melahirkan anak
tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya menjadi lancar.

Formatted: Font color: Text 1


Formatted: Font color: Text 1

Air siraman adalah air yang berasal dari 7 sumber, misalnya dari rumah orang tua istri,
rumah orang tua suami, tetangga atau saudara lainnya. Pada air siraman juga terdapat
bunga 7 rupa. Setelah acara selesai, bagi tamu yang belum mempunyai keturunan bisa
mengambil air siraman yang belum terpakai, untuk digunakan sebagai air mandi (bisa
dibawa pulang). Diharapkan setelah menggunakan air tersebut, tamu tersebut bisa
'ketularan' memiliki keturunan juga.

3. Pecah Telur
Setelah siraman, calon ayah melakukan upacara pecah telur. 1 butir telur ayam
kampung yang sebelumnya ditempelkan ke dahi dan perut calon ibu, dan kemudian
dibanting ke lantai. Telur tersebut harus pecah, sebagai perlambang proses persalinan nanti
dapat berjalan dengan lancar tanpa aral melintang. Dari referensi yang saya baca, ada juga
yang dengan cara memasukkan telur tersebut ke dalam kain calon ibu.
Formatted: Font color: Text 1
Formatted: Font color: Text 1

4. Memutus Lawe/benang/janur
Berikutnya, masih di tempat siraman berlangsung, adalah upacara memutuskan
lawe/benang/janur. Lawe atau Janur diikatkan ke perut calon ibu, kemudian calon ayah
memutuskan lilitan tersebut. Maknanya juga agar proses persalinan berjalan lancar dan
tidak ada halangan.

Formatted: Font color: Text 1


Formatted: Font color: Text 1

5. Brojolan
Yaitu memasukkan kelapa gading muda (kelapa cengkir) yang telah dilukis Kamajaya
dan Dewi Ratih. Calon ibu dipakaikan sarung (longgar saja). Bagian pinggir sarung, agar tetap
longgar, dipegang oleh kedua calon kakek, masing-masing di sebelah kiri dan kanan.
Kemudian sang calon ayah memasukkan satu kelapa cengkir tersebut dari atas, dan siap
diterima oleh salah satu calon nenek (misalnya diawali oleh calon nenek dari pihak calon
ibu). Hal ini dilakukan 3 kali berturut-turut. Setelah itu, diikuti dengan proses yang sama
dengan kelapa cengkir kedua, dan diterima oleh calon nenek lainnya (calon nenek dari pihak
calon ayah).
Formatted: Font color: Text 1
Formatted: Font color: Text 1

Calon nenek menerima kelapa tersebut sambil membawa selendang, dan merek
kemudian menggendong kelapa tersebut (seperti menggendong bayi) dan membawanya ke
kamar tidur. Kelapa tersebut kemudian ditidurkan di atas tempat tidur, seperti menidurkan
bayi. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa
kesulitan.

6. Pecah Kelapa
Formatted: Font color: Text 1
Formatted: Font color: Text 1

Selanjutnya, calon ayah mengambil salah satu kelapa tersebut. Mengambilnya


dengan dengan mata tertutup, sehingga ia tidak tahu kelapa yang melambangkan
perempuan atau laki-laki yang diambil. Kelapa diambil dan ditempatkan di area siraman,
untuk kemudian dipecahkan. Hal ini melambangkan perkiraan jenis kelamin calon bayi
tersebut.

7. Ganti Busana
Setelah calon ibu dikeringkan dan ganti dengan pakaian kering, dilakukan acara
selanjutnya, yaitu upacara ganti busana. Akan terdapat 7 kali ganti pakaian, yang berupa
ganti kain dan kebaya. Kain dalam tujuh motif melambangkan kebaikan yang diharapkan
bagi ibu yang mengandung tujuh bulan dan bagi si anak kelak kalau sudah lahir. Kain yang
digunakan terdapat 7 macam, dimulai dengan urutan dan makna sebagai berikut:
1. sidomukti (melambangkan kebahagiaan)
2. sidoluhur (melambangkan kemuliaan)
3. parangkusuma (melambangkan perjuangan untuk tetap hidup),
4. semen rama (melambangkan agar cinta kedua orangtua yang sebentar lagi menjadi
bapak-ibu tetap bertahan selama-lamanya/tidak terceraikan),
5. udan riris (melambangkan harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak yang akan
lahir selalu menyenangkan),
6. cakar ayam (melambangkan agar anak yang akan lahir kelak dapat mandiri dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya).
7. Kain terakhir yang tercocok adalah kain dari bahan lurik bermotif lasem (melambangkan
kain yang walaupun sederhana tapi pembuatannya sulit, membutuhkan kesabaran karena
dibuatnya dari lembar per lembar benang. Melambangkan kesederhanaan cinta kasih orang
tua kepada anaknya).
Formatted: Font color: Text 1
Formatted: Font color: Text 1

Pemakaian kain dibantu oleh kedua calon nenek dan ditanggapi oleh keluarga atau
tamu yang hadir (pada 6 kain dan kebaya pertama) dengan kurang cocok serta pada kain
terakhir (yang ke-7) dengan tanggapan cocok
Kain-kain yang dipakaikan tadi, setelah diganti dengan kain berikutnya, diletakkan di
bawah kaki calon ibu, sehingga lama kelamaan menumpuk dan melingkari kaki calon ibu.
Setelah selesai dengan pakaian ke-7, calon ayah membantu mendudukkan calon ibu di atas
tumpukan kain tersebut, sehingga tampak seperti ayam mengerami telurnya, yang
melambangkan sang calon ibu menjaga dan memelihara calon bayi dalam kandungannya.
8. Jualan Cendol & Rujak

Selanjutnya adalah upacara jualan rujak dan cendol (dawet) oleh sang calon ayah
dan calon ibu. Calon ayah membawa payung untuk memayungi calon ibu saat berjualan,
sementara calon ibu membawa wadah untuk menampung uang hasil jualan tersebut. Uang
yang digunakan adalah uang koin yang terbuat dari tanah liat (kreweng). Sang calon ayah
menerima uang tersebut dari pembeli untuk dimasukkan dalam wadah tersebut dan sang
calon ibu melayani para pembeli.
Rujak yang merupakan rujak serut tersebut juga dibuat dari 7 macam buah-buahan.
Calon ibu yang meracik sendiri bumbu rujaknya, melambangkan apabila rasanya kurang
enak, anaknya adalah lelaki, dan sebaliknya.

9. Potong Tumpeng
Acara diakhiri dengan upacara potong tumpeng. Tumpeng yang juga merupakan
sesajen dalam upacara mitoni ini. Tumpeng isinya berupa tumpeng terbuat dari nasi, satu
tumpeng besar di tengah-tengah dan 6 tumpeng kecil di sekelilingnya, sehingga totalnya
berjumlah 7 buah tumpeng. Sajen tumpeng juga bermakna sebagai pemujaan pada arwah
leluhur yang sudah tiada.

Tumpeng dilengkapi minimal dengan: ikan, ayam (termasuk ayam goreng yang
dipotong dari ayam hidup (ayam yang dibeli dalam keadaan hidup)), perkedel, tahu dan
tempe serta sayur gudangan (urap) yang bermakna agar calon bayi selalu dalam keadaan
segar. Urap tersebut juga dibuat tanpa cabe (tidak pedas). Potong tumpeng dilakukan oleh
calon ayah dan diterima oleh calon ibu. Lalu keduanya melakukan upacara suap-suapan.
Selain itu, juga terdapat bubur 7 rupa. Bubur merah dan bubur putih dibuat dalam 2
wadah, yang satu bubur merah dan diberi sedikit bubur putih di tengahnya, dan sebaliknya
(melambangkan benih pria dan wanita yang bersatu dalam wujud bayi yang akan lahir).
Pada upacara mitoni ini, bubur 7 rupa dilengkapi dengan bubur candil, bubur sum-sum,
bubur ketan hitam, dan lain sebagainya.

Makna Terdalam Upacara Mitoni


Kehamilan dipercaya merupakan fase di mana calon jabang bayi sudah mulai berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya melalui perantaraan sang ibu. Hubungan psikis antara ibu dan
anak pun sudah mulai terjalin erat mulai dari fase ini. Bagi masyarakat Jawa, kehamilan
adalah bagian dari siklus hidup seorang manusia. Oleh karena itu keberadaan si calon jabang
bayi selalu dirayakan oleh masyarakat Jawa dengan ritual yang bernama mitoni.
Mitoni sendiri berasal dari kata pitu atau tujuh. Hal itu karena mitoni diadakan ketika
usia kandungan masuk tujuh bulan. Ritual ini bertujuan agar calon bayi dan ibu selalu
mendapatkan keselamatan. Ada beberapa rangkaian upacara yang dilakukan dalam mitoni,
yaitu siraman sebagai simbol, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain calon ibu
oleh sang suami, ganti busana, memasukkan kelapa gading muda, memutus lawe/lilitan
benang/janur, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu sorongan, dan nyolong
endhog (mencuri telur). Rangkaian upacara itu dipercaya sebagai prosesi pengusiran
marabahaya dan petaka dari ibu dan calon bayinya. Ritual mitoni sarat dengan simbolisasi.
Upacara siraman, misalnya, adalah simbol pembersihan atas segala kejahatan dari bapak
dan ibu si calon bayi. Sedangkan memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain calon ibu
adalah perwujudan dari harapan agar bayi bisa dilahirkan tanpa hambatan yang berarti.
Memasukkan kelapa gading muda ke dalam sarung dari perut atas calon ibu ke bawah
adalah simbolisasi agar tidak ada aral melintang yang menghalangi kelahiran si bayi. Setelah
itu calon ibu akan berganti pakaian dengan kain 7 motif. Para tamu diminta untuk memilih
kain yang paling cocok dengan calon ibu. Sedangkan pemutusan lawe/lilitan benang atau
janur yang dilakukan setelah pergantian kain masih bermakna agar kelahiran berjalan
dengan lancar. Lilitan itu harus diputus oleh suami. Pemecahan gayung atau periuk
mengandung makna agar saat nanti sang ibu mengandung lagi, diharapkan kehamilannya
berjalan dengan lancar. Sedangkan upacara minum jamu sorongan (dorongan) berarti bayi
bisa lahir dengan cepat dan lancar seperti disurung (didorong). Dan yang terakhir, mencuri
endhog atau telur, merupakan perwujudan atas keinginan calon bapak agar proses kelahiran
berjalan dengan cepat, secepat maling yang mencuri. Untuk melakukan mitoni, harus dipilih
hari yang benar-benar bagus dan membawa berkah. Orang Jawa memiliki perhitungan
khusus dalam menentukan hari baik dan hari yang dianggap kurang baik. Selain itu, biasanya
mitoni digelar pada siang atau sore hari. Hari yang dianggap baik adalah Senin siang sampai
malam serta Jumat siang sampai Jumat malam. Mitoni tidak bisa dilakukan pada sembarang
tempat. Dulu mitoni biasa dilakukan di pasren atau tempat bagi para petani untuk memuja
Dewi Sri, Dewi Kemakmuran bagi para petani. Namun mengingat dewasa ini sangat jarang
ditemui pasren, maka mitoni dilakukan di ruang tengah atau ruang keluarga selama ruangan
itu cukup besar untuk menampung banyak tamu. Anggota keluarga yang tertua seringkali
dipercaya untuk memimpin pelaksanaan mitoni.
Setelah melakukan serangkaian upacara, para tamu yang hadir diajak untuk
memanjatkan doa bersama-sama demi keselamatan ibu dan calon bayinya. Tak lupa setelah
itu mereka akan diberi berkat untuk dibawa pulang. Berkat itu biasanya berisi nasi lengkap
beserta lauk pauknya.

Lambang atau makna yang terkandung dalam unsur upacara mitoni


Upacara-upacara mitoni, yaitu upacara yang diselenggarakan ketika kandungan dalam usia
tujuh bulan, memiliki simbol-simbol atau makna atau lambang yang dapat ditafsirkan sebagai
berikut:
1. Sajen tumpeng, maknanya adalah pemujaan (memule) pada arwah leluhur yang sudah
tiada. Para leluhur setelah tiada bertempat tinggal di tempat yang tinggi, di gunung-gunung.
2. Sajen jenang abang, jenang putih, melambangkan benih pria dan wanita yang bersatu
dalam wujud bayi yang akan lahir.
3. Sajen berupa sega gudangan, mengandung makna agar calon bayi selalu dalam keadaan
segar.
4. Cengkir gading (kelapa muda yang berwarna kuning), yang diberi gambar Kamajaya dan
Dewi Ratih, mempunyai makna agar kelak kalau bayi lahir lelaki akan tampan dan
mempunyai sifat luhur Kamajaya. Kalau bayi lahir perempuan akan secantik dan mempunyai
sifat-sifat seluhur Dewi Ratih.
5. Benang lawe atau daun kelapa muda yang disebut janur yang dipotong, maknanya adalah
mematahkan segala bencana yang menghadang kelahiran bayi.
6. Kain dalam tujuh motif melambangkan kebaikan yang diharapkan bagi ibu yang
mengandung tujuh bulan dan bagi si anak kelak kalau sudah lahir.
7. Sajen dhawet mempunyai makna agar kelak bayiyang sedang dikandung mudah
kelahirannya.
8. Sajen berupa telur yang nantinya dipecah mengandung makna berupa ramalan, bahwa
kalau telur pecah maka bayi yang lahir perempuan, bila telur tidak pecah maka bayi yang
lahir nantinya adalah laki-laki.

NAMA :M.ULIL ABSOR


KELAS :XI TSM
Tata Upacara Pernikahan Jawa (Bahasa
Jawa)

Mangertosi Tata Upacara Penganten Adat Jawa

Polokrami inggih menika sawijinipun rerangken upacara ingkang dipun lampahi


antawisipun priya lan wanita kangge ngalalaken sedaya tumindak ingkang magepokan
kaliyan panggesangan salakirabi kangge mujudaken sawijinipun balesorah. Kangge
nglampahi polokrami, tiyang jawi mesti madosi dinten ingkang sae, pramila kedah
disuwunaken pirembugan saking para winasis petungan dinten adhedasar patokan primbon
jawi lan agami.

Sakderengipun polokrami katidakaken, wonten pinten-pinten bab ingkang kedah dipun


tindakaken, sae kangge calon penganten kakung menapadene putri. Miterat Sumarsono
(2007), tata upacara polokrami adat jawi inggih punika :

Kaping 1 (antawicara)
Inggih punika pangandikan antawisipun pihak ingkang badhe kagungan kajat mantu kaliyan
pihak calon besan, saking pangandikan sepisan dumugi anggenipun nglamar saha
nemtokaken dinten ingkang gumathok (gethok dina)

Kaping 2 (Paseksen)
Babak punika mujudaken kangge ngiyataken rembag ingkang disekseni kadang sanes utawi
pinusepuh lan sesepuh kiwa tengenipun dalemipun, kanthi rantamaning acara inggih punika :

1. Srah-srahan
Inggih punika nyaosaken saprangkat jangkepan sarana kangge nglancaraken kaleksananipun
kajat ngantos dumugi purna. Menggah saprangkat jangkepan sarana inggih punika.
I) Sesupe Jane
Ingkang dipun damel bunder boten wonten pedhotipun. Supados katresnan
piyambakipunboten pedhot sedangunipun gesang.

II) Saprangken ageman putri


Maknanipun satunggal la satunggalipun kedah pinter nyimpen pewados dhumateng tiyang
sanes.

III) Paesan ingkang kadamel saking emas, inten, lan sak panunggale
Ngemu surasa supados calon penganten saget nyupadi supados sumunar lan boten damel
suwaning penganten priya.

IV) Jajanan pasar


Kadadosan saking jadah, lapis, wajik, jenang ingkang sedanten kadamel saking beras ketan.
Beras ketan sakderengipun diolah hambur, ananging saksampunipun diolah,wujudipun dados
rumaket. Sakmenika ugi pangarep-arep temanten kekalih supados saget raket saklawasipun.

V) Woh-wohan
VI) Godhong suruh
Godhong suruh punika ngajeng lan wingkingipun benten warna. Ananging menawi dimamah
rasanipun sami mawon. Sakmenika anggadahi surasa menawi temanten kekalih saget
jumbuh, tanpa ngorbanaken benten pamawas.

2. Paningsetan
Lambang kekiyatanipun pangandikan temanten saget ngawujudaken paningset ingkang
ditengeri dening tukar kalpika dening calon temanten kekalih.
3. Asok tukon
Inggih menika nyaosaken tukonarupi arta kagem mbiyantu keluwarga penganten putri.
4. Gethok dina
Nggethokaken dinten kagem ijab qabul lan resepsi. Biyasanipun, keluwarga penganten putri
nggethokaken dinten ijab qabul saking para winasis petungan dinten

Kaping 3 (siyaga)
Wonten ing babak punika, ingkang gadhah kajat nyedah para sesepuh lan pinisepuh ugi sanak
kadang, kagem ambentuk panitiya kagem nglampahi kegiyatan upacara-upacara adat wonten
ing dinten kajatan. Ingakng dipun cepakaken antawisipun :

1. Sedahan
Inggih menika ngrakit sedahan ngantos dumugi panganduman.
2. Kumbakarnan
3. Jenggolan utawi Jonggolan
Calon temanten kekalih lapor dhateng KUA. Tata cara menika asring dipunwestani
tandhakan utawi tandhan, artosipun maringi tanda ing KPS menawi badhe wonten kajatan
mantu, kanthi ijab qabul.

Kaping 4 (Rantamaning Upacara)


Wonten pirang-pirang perkawis wonten ing babak punika, antawisipun :

1. Pasang tratag lan Tarub


Pasang tratag ingkang dilajengaken pasang tarub. Ciri tarub inggih menika ingkang mokoki
rerenggan janur lan paesan liya kanthi manca warni

2. Kembar Mayang
Saking tembung kembar tegesipun sami, kaliyan mayang tegesipun sekar jambe utawi
Kalpataru Dewandaru, lambang karemenan lan sugeng. Wondene kawiwahan sampun cekap,
kembar mayang dilabuh wonten ing prapatan mergi, samudra, lan sapanunggalanipun kagem
maksud supados pengantin ugi eling kaliyan asal-usul gesangipun inggih punika saking
Bapak kaliyan Ibu dumados perantaranipun Gusti Pangeran Ingkang Maha Kuwaos. Barang-
barang kagem kembar mayang inggih punika:
a. Wit gedhang 2-3, kangge paesan. Kados biasanipun dipun paringi slemek saking
tabung ingkang kadamel saking kuningan.
b. Empring aur kangge penusuk (sujen)
c. Janur kuning, 4 lir
d. Gegodhongan: godhong kemuning, ringin, sarta rencek-rencekipun, godhong apa-apa,
godhong girang kaliyan godhong andhong.
e. Nanas 2, pilih ingkang sampun mateng kaliyan sami agengipun.
f. Sekar melati kaliyan mawar merah pethak.
g. Degan 2 dipun oncek kulitipun lan toyanipun sampun ngantos wutah. Ngandhapipun
kadamel rata supados mbok bilih diselehaken mboten ngglindhing kaliyan toyanipun wutah.

3. Pasang tuwuhan (pasren)


Tuwuhan katrapaken wonten lawang tumuju papan lenggah pengantin. Tuwuhan kados
biasanipun inggih punika wit-witan ingkang nggadhahi makna:

a. Janur
Mugi supados penganten ingkang nggadhahi nur utawi cahya terang saking Ingkang Maha
Kuwaos.

b. Godhong Kluwih
Mugi kajatanipun mboten wonten kekiranganipun, mbokbilih malah angsal kaluwihan saking
ingkang dietangaken.
c. Godhong waringin lan rencek-rencekipun
Dipendhet saking tembung pengen , tegesipun cita-cita ingkang diremenaken mugi-mugi
katindakaken.
d. Godhong dadap serep
Saking tembung rep, tegesipun adem, teduh, tentrem, lan mboten wonten gangguan.
e. Pari sewuli
Nggadhahi teges, saya wonten isinipun saya merunduk. Mugi kedah kaluwihan lan
kacukupan gesangipun, saya entheng suku kaliyan astanipun kaliyan kedah siyap mbiyantu
sami ingkang kakirangan.
f. Cengkir gadhing
Toya degan, inggih punika toya suci resik, kang lambing menika mugi tresna piyambakipun
tetep suci dumugi akhir hayatipun.
g. Setundhun gedhang raja suluhan
Mugi mbenjang nggadhahi wateg ingkang sami kaliayan raja hambeg para marta ingkang
ngutamaken kepentingan umum.
h. Tebu ulung watangan
Antepanipun kalbu, yen sampun mantep nemtoken pilihan, mboten menga-mengo tengen
kaliyan kiwa mlalih.
i. Sekar kaliyan woh kapas
Mugi kekalih penganten mbenjang mboten kekirangan sandhang, pangan, kaliyan papan,
kedah pas, mboten pas-pasan.
j. Sekar setaman dibokor
Mugi gesangipun kekalih pengantin kedah padhang kaya dene sekar ing taman.
4. Siraman
Ubarampe ingkang kedah disiapaken awujudipun toya sekar setaman, inggih punika toya
ingkang kapendhet saking 7 sumber toya mata air ingkang disukani sekar setaman inggih
menika mawar, melati kaliyan kenanga. Ingkang gadhahi tahap punika :
- Calon pengantin nyuwun donga pangestunipun kaliyan kekalih tiyang sepuh.
- Calon mantunipun lenggah ing tikar pandan papan siraman.
- Calon penganten disiram kaliyan pini sepuhipun, tiyang sepuhipun, lsp.
- Disiram ngangge toya kendhi kaliyan bapak ibunipun kaliyan dicuraken ing rai, sirah
lan
awakipun calon penganten. Menawi toya kendhinipun telas, kendhinipun lajeng dipecah
asas kaluyan ngunjukake niat ingsun ora mecah kendhi, nanging mecah pamore anakku
asaaawadon.
5. Adol dhawet
Upacara menika kalaksanakaken saksampunipun siraman. Penyadenipun inggih punika ibu
calon penganten putri ingkang dipunpayungi kaliyan bapakipun. Ingkang mundhut inggih
punika para tamu kanthi arta pecahan kreweng . Upacara punika ngandhut pangajab supados
mangke wektu upacara panggih lan walimahan, kathah tamu lan rezeki ingkang dhateng.
6. Midodareni
Midodareni inggih menika ndalu sakderengipun akad nikah, inggih menika ndalu
nguwalaken masa lajang kagem kekalih calon penganten. Adicara punika kalaksanakaken
wonten ing griyanipun calon penganten putri. Saklebetipun adicara punika wonten adicara
nyantrik kangge mestekaken calon penganten kakung saged rawuh wonten ing akad nikah lan
kangge bukti bilih kaluwarga calon penganten putri sampun siap nglaksanakaken upacara
wonten ing dinten saklajengipun. Midodareni saking tembung widodareni saklajengipun
dados midodareni ingkang tegesipun ndamel kahananipun calon penganten putri kados dene
widodari. Wonten ing donya pewayangan kaayunipun lan kabagusanipun calon penganten
kaibarataken kayadene Dewi Kumaratih lan Dewa Kumajaya.
Kaping 5 (Pucuk adicara)
1. Ijab qobul
Kadadosan penting wonten hajatan mantu inggih punika ijab qobul. Kekalih calon penganten
ngucapaken sumpah wonten ing ngajengipun naib ingkang dipunsaksekaken wali, pinisepuh
lan tiyang sepuh kekalih kaliyan para tamu undangan. Wektu akad nikah, ibu saking kekalih,
mboten ngagem subang utawi giwang supados wujudaken keprihatinan kadadosan nikahaken
utawi ngentasaken putra.

2. Upacara panggih
Wondene reroncening adicara upacara panggih inggih punika;
I. Liron kembang mayang
Kekalih calon penganten tukar kembang mayang, gadahi teges manunggalaken cipta,rasa, lan
karsa kangge sareng-sareng mujudaken kabahgyan kaliyan kawilujengan.
II. Gantal
godhong suruh dipungulung alit dipuntaleni bolah putih ingkang dipununcalaken kaliyan
piyambak-piyambak penganten, kanthi pangajab mugi sadaya godha bakal musna keno
uncalan punika.

III. Ngidak endhog


Penganten kakung ngidak endhog pitik ngantos pecah kagem simbol seksual kekalih
penganten sampun pecah pamoripun.

4. Sukunipun temanten kakung dipun wijiki dening temanten putri


Wijik ginakaken toya sekar setaman gadhahi amakna supados winih ingkang dipun kasilaken
resik saking tindakipun ingkang reged.
5. Ngunjuk toya degan
Toya menika dipun anggep kangge lambang toya gesang, toya ingkang suci lan toya nai
(manikem)

6. Dipun kepyok ginakaken sekar warna warni


Ngandhut angen-angen supados keluwarga ingkang dipun bina saged raos suka lair lan
batinipun.

7. Mlebet ing pasangan


Maknanipun pinanganten ingkang sampun dados pasangan gesangipun kedah siap makarya
nindakake kuwajibanipun.
8. Sindur
Sindur utawi isin mundur, tegesipun boten cepet gela ngadepi tantangan pagesangan.
9. Timbangan
Bapa saking temanten putri lenggah wonten ing antaranipun pasangan temanten kakung, suku
ingkang kiwa dipun lenggahi temanten putri. Isinipun pacelaton singkat antarane bapa lan
ibu temanten putri inggih punika temanten sampun imbang.
10. Kacar-kucur
Temanten kakung ngucuraken asilipun dhumateng temanten putri ingkang awujud arta receh
lan kelengkapanipun. Ngandhut artos temanten badhe tanggung jawab nyaosi nafkah dhateng
keluwarganipun.

11. Dulangan
Temanten kakung lan temanten putri pada dedulangan . wonten maknanipun tutur adilinuwih
dipun lambanganken ngangge sanga tumpeng ingkang nggadahi makna:
a. Tumpeng tunggarana : supados kedah eling dhumateng Gusti.
b. Tumpeng puput : wanton piyambak.
c. Tumpeng bedhah Negara : nyatunipun kakung lan putrid
d. Tumpeng sangga langit : bektos dhumateng tiyang sepuh
e. Tumpeng kidang soka : dados ageng lan alit.
f. Tumpeng pangapit : raos seneng lan duka inggih punika saking Gusti
Ingkang Maha Kuwaos
g. Tumpeng manggada : wonten donya punika boten wonten ingkang abadi.
h. Tumpeng pangruwat : kedah bektos dhumateng mara sepuhipun.
i. Tumpeng kesawa : wejangan supados sregep makarya.
3. Sungkeman
Sungkeman ungkapan bektos dhumateng tiyang sepuh, lan nyuwun donga pangestu.
Caranipun jongkok, nyepeng dengkulipun tiyang sepuh temanten putri, dipun wiwiti saking
temanten putri dipun dherekaken temanten kakung, lajeng dhumateng tiyang sepuhipun
temanten kakung.
4. Boyongan
Inggih menika pihak keluwarga temanten kakung mboyong temanten putri dhateng
dalemipun temanten kakung saksampunipun pahargyan pawiwahan, biasanipun
saksampunipun sapeken (5 dinten).

NAMA :ANDRE BAGUS SYAHPUTRA


KELAS :XI TSM
NO Abs :16

Anda mungkin juga menyukai