Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

CRANIOSYNOSTOSIS
BAB I
PENDAHULUAN

Craniosynostosis adalah istilah pertama yang diperkenalkan Virchow


digunakan untuk penutupan/fusi dini satu atau lebih sutura cranial.
Craniosynostosis dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Craniosynostosis
primer mengacu pada fusi premature dari satu atau lebih sutura cranial akibat
kelainan perkembangan. Penyebabnya adalah diduga sebagai anomali
perkembangan dasar tengkorak. Sinostosis sekunder mengacu pada penutupan
sutural premature akibat dari penyebab lain seperti kompresi intrauterine dari
tengkorak, efek teratogen, atau kurangnya pertumbuhan otak.1
Tulang tengkorak manusia terdiri atas banyak sendi yang dihubungkan
oleh sutura. Sutura-sutura tersebut akan menutup setelah pertumbuhan otak
sempurna. Dalam kasus dimana sutura-sutura ini menutup lebih awal, akan
mengganggu pertumbuhan normal dari otak. Otak yang bertumbuh akan
mendesak tengkorak dan dapat tumbuh kearah sutura lain yang terbuka.
Penutupan sutura yang prematur dapat berdiri sendiri atau bersamaan dengan
kelainan yang lain, menyebabkan bermacam-macam sindrom.1
Craniosynostosis adalah penutupan prematur pada satu atau lebih sutura
tulang tengkorak. Berdasarkan Hukum Virchow, penutupan sutura yang prematur
mencakup pertumbuhan perpendicular kearah garis sutura yang terbatas, yang
diperparah dengan pertumbuhan berlebihan secara paralel kearah sutura. Insidens
dari Craniosynostosis adalah 1:1000 kelahiran dan penyebabnya multifaktorial.
Beberapa teori telah dikemukakan untuk menjelaskan penyatuan sutura yang
prematur, seperti gaya in utero intrinsik dan ekstrinsik, sebagaimana perlukaan
duramater dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tulang cranial. 2,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Istilah Craniosynostosis pertama diperkenalkan Virchow dan digunakan
untuk penutupan dini satu atau lebih sutura kranial. Pertumbuhan
perpendikuler tulang terhadap sutura yang terkena terganggu (teori Virchow).
Keadaan ini biasanya tampak saat lahir dan mungkin bersamaan dengan
anomali lain. Craniosynostosis didefinisikan sebagai penutupan premature
sutura kranialis sebagai primer atau sekunder.1
Craniosynostosis primer merujuk pada penutupan satu sutura atau lebih
karena kelainan perkembangan tengkorak. Craniosynostosis primer akibat
dari abnormalitas intrinsik sutura cranial. Craniosynostosis sekunder adalah
akibat dari kegagalan pertumbuhan dan pembesaran otak.1

2.2 Anatomi
Tulang-tulang pipih tengkorak (frontal, parietal, temporal, dan
oksipital) berkembang dengan baik pada bulan kelima kehamilan. Pada waktu
lahir, tulang-tulang tersebut dipisahkan satu sama lainnya oleh perekat tipis
dan jaringan penyambung, yaitu sutura. Di tempat-tempat pertemuan lebih
dari dua tulang, suturanya lebar dan dikenal sebagai ubun-ubun (fontanella).
Biasanya fontanella anterior menutup pada usia 20 bulan sedangkan
fontanella posterior menutup pada usia 3 bulan.4
Craniosynostosis adalah suatu kondisi di mana sutura bergabung terlalu
dini, menyebabkan masalah dengan pertumbuhan otak dan tengkorak normal.
penutupan prematur sutura juga dapat menyebabkan tekanan di dalam kepala
untuk meningkat dan tengkorak atau tulang wajah untuk mengubah dari
penampilan normal dan simetris.4

2
Gambar 1: Anatomi kepala

2.3 Epidemiologi
Insiden kraniosisostosis primer sekitar 1 per 2.000 kelahiran.
Penyebabnya pada sebagian besar anak belum diketahui. Namun sindrom
genetika merupakan 10-20% kasus. Craniosynostosis paling sering adalah
sinostosis sagital, diikuti sinostosis koronal. Ada perbedaan kelamin; rasio
laki/wanita adalah 4:1 pada sinostosis sagital dan 2:3 pada sinostosis
koronal.5

2.4 Etiologi
Kasus familial sering dijumpai, faktor genetik mungkin berperan pada
sinostosis koronal. Kasus familial belum pernah dilaporkan pada sinostosis
lainnya. Tekanan yang terjadi terhadap tengkorak selama kehidupan fetal
mungkin berperan penyebab, karena fetus multipel, posisi fetus abnormal,
disproporsi kepala fetus dengan pelvis maternal sering dijumpai pada riwayat
klinik yang berkaitan. Trauma intrauterine mungkin juga menyebabkan
Craniosynostosis, karena temuan histologis pada penutupan dini sutura
koronal adalah serupa dengan pembentukan kalus atau tahap kuratif dari
fraktura diastatik. Penelitian histologi memperlihatkan tidak ada bukti
mikroskopik dari sutura pada area dengan abnormalitas klinis maksimum, dan
perubahan basis tengkorak adalah sekunder atas obliterasi sutura.4
Etiologi Craniosynostosis belum diketahui, namun hipotesis yang
berlaku menunjukan bahwa perkembangan abnormal dasar tengkorak

3
menciptakan gaya berlebihan pada dura yang berperan menggangu
perkembangan sutura kranialis.4

2.5 Klasifikasi
Craniosynostosis dapat dibagi dalam jenis primer dan sekunder.
Craniosynostosis primer akibat dari abnormalitas intrinsik sutura kranial dan
dapat diklasifikasikan menurut sutura yang terkena. Tujuh jenis memiliki
bentuk yang khas: 4, 5
1. Brakhisefali: kepala terkompres dan datar akibat penutupan dini sutura
koronal bilateral (sinostosis koronal).
2. Skafosefali: kepala memanjang dan sempit akibat penutupan dini sutura
sagital (sinostosis sagital).
3. Plagiosefali: kepala tak seimbang atau serong akibat penutupan dini
sutura koronal unilateral.
4. Trigonosefali: Kening segitiga atau sempit akibat penutupan dini sutura
frontal atau metopik.
5. Oksisefali, akrosefali, turrisefali: kapala runcing atau menjulang akibat
penutupan dini semua sutura.

Gambar 2. Brakhisefali

4
Gambar 3. Skafosefali

Gambar 4. Anterior Plagiosefali

Gambar 5. Posterior Plagiosefali

5
Gambar 6. Trigonosefali

Gambar 7. Oksisefali, akrosefali, turrisefali

Craniosynostosis sekunder dapat diklasifikasikan sebagai berikut :4, 5


Craniosynostosis sekunder
A. Craniosynostosis sebagai bagian sindroma lain yang diketahui
1. Sindroma Crouzon (kraniofasial disostosis)
2. Sindroma Apert (akrosefalosindaktili)
3. Sindroma Carpenter (akrosefalopolisindaktili)
4. Sindroma Treacher-Collins (mandibulofasial sinostosis)
5. Displasia kraniotelensefalik
6. Hipotelorisme orbital, arinensefali, trigonosefali
7. Tengkorak cloverleaf
B. Craniosynostosis yang berhubungan dengan keadaan lain
1. Penyakit metabolik
a. Hiperkalsemia idiopatik
b. Gargoylisme
c. Hipertiroidisme
2. Displasia dan disostosis tulang
b. Akhondroplasia
c. Disostosis metafiseal
d. Sindroma Rubinstein-Taybi

6
3. Craniosynostosis sehubungan dengan mikrosefali
4. Kelainan hematologis (diikuti penebalan diploe akibat berbagai
anemia)
a. Ikterus hemolitika kongenital
b. Polisitemia vera
c. Penyakit sickle cell
d. Talasemia
5. Malformasi lain-lain yang berkaitan
6. Trauma

Craniosynostosis dapat mengenai berbagai sutura di tulang kepala :


metopik, sagital, lambdoidal atau coronal. Pada Craniosynostosis simpel, satu
buah sutura menutup secara prematur, pada sinostosis sutura multiple, dua
atau lebih sutura menutup secara prematur. Craniosynostosis dapat muncul
berdiri sendiri yang menghasilkan suatu Craniosynostosis nonsindromik, atau
penyakit ini dapat muncul bersama-sama dengan kelainan lainnya dalam pola
yang dapat dikenali yang membuatnya secara klinis menjadi sindrom yang
diakui. Kebanyakan kasus Craniosynostosis nonsindromik terjadi secara
sporadik dengan laporan frekuensi 0,6 dari 1000 kelahiran hidup.
Craniosynostosis sindromik kebanyakan bersifat genetik, dan memiliki pola
autosom dominan, autosom resesif dan pewarisan sifat terkait kromosom X
telah diteliti. Lebih dari 90 sindrom yang dilaporkan berhubungan dengan
Craniosynostosis, dengan kebanyakan berhubungan dengan kelainan lengan
dan tungkai, telinga dan system kardiovaskular.5
Sindrom Apert, Crouzon, Pfeiffer, Saethre-Chotzen dan Carpenter
menggambarkan sindrom Craniosynostosis yang diteliti oleh ahli bedah
plastik. Sindrom Craniosynostosis familial ini memberikan beberapa ciri-ciri
umum, termasuk midface hypoplasia, pertumbuhan basis crania yang
abnormal, wajah yang abnormal serta lengan dan tungkai yang abnormal.
Pada faktanya, gambaran craniofacial dari berbagai sindrom ini secara klinis

7
sama, sehingga kelainan pada jari tangan dapat menjadi pembeda diantara
bermacam-macam sindrom tersebut.5

2.6 Patofisiologi
Patogenesis kraniosinositosis belum jelas. Pertumbuhan tengkorak
ditentukan oleh pertumbuhan otak. Otak menjadi dua lebih besar pada umur
satu tahun. Tinjauan perkembangan tengkorak membantu dalam memahami
terjadinya Craniosynostosis. Selama perkembangan awal, otak terbungkus
oleh lapisan mesenkim. Pada bulan kedua, jaringan tulang nyata pada bagian
mesenkim yang sesuai dengan kranium, dan jaringan kartilago yang terbentuk
pada dasar tengkorak. Tulang cranium berkembang dengan baik pada bulan
kelima kehamilan (frontal, parietal, temporal dan oksipital) dan dipisahkan
oleh sutura dan fontanela. Otak tumbuh dengan cepat selama umur-umur
tahun pertama dan normalnya tidak terganggu karena pertumbuhan ekuivalen
sepanjang garis sutura.6
Pertumbuhan tulang kepala terjadi di sutura tengkorak. Sutura yang
mengalami kraniosinositosis dapat tunggal atau multiple. Kraniosinositosis
merupakan penutupan dini satu atau lebih tulang tengkorak sehingga
menyebabkan bentuk kepala yang khas untuk penutupan setiap sutura.
Penutupan sutura sagitalis mengakibatkan skafosefali, sutura koronaria
mengakibatkan plagiosefali dan sutura metopik mengakibatkan trigonosefali.
Kraniosinositosis sekuder merupakan penutupan sutura dini karena otak yang
tidak berkembang misalnya pada mikrosefali atau sesudah pemasangan pitas
serebrospinal. Sutura koronaria dan sagitalis paling sering terjadi.6

2.7 Gejala Klinis


Sebagian besar kasus Craniosynostosis nyata pada saat lahir dan
ditendai dengan deformitas tengkorak yang merupakan akibat langsung fusi
sutura premature. Palpasi sutura mengungkapkan adanya rigi tulang yang
menonjol. Dan fusi sutura dapat diperkuat dengan roentenogram kepala atau
scan tulang pada kasus yang meragukan.8

8
Penutupan premature sutura sagitalis mengakibatkan tengkorak
memanjang dan sempit atau skafosefali, Bentuk Craniosynostosis yang paling
lazim. Skafosefali disertai dengan oksiput yang menonjol dan dahi lebar, serta
fontanela anterior yang kecil atau tidak ada. Keadaan ini adalah sporadik atau
lebih lazim pada laki-laki, dan sering menyebabkan kesulitan selama
persalinan karena disproporsi kepala panggul. Skafosefali tidak
mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial atau hidrosefalus, dan
pemeriksaan neurologis terhadap penderita yang terkena normal.8
Plagiosefali frontal merupakan bentuk Craniosynostosis paling lazim
berikutnya dan ditandai oleh datarnya dahi unilateral, menonjolkan orbita
ipsilateral dan alis, seta telinga disisi yang terkena menonjol. Keadaan ini
lebih lazim pada wanita dan merupakan akibat dari fusi premature sutura
koronaria dan sfenofrontalis. Tindakan bedah membuahkan hasil yang
menyenangkan secara kosmetis. Plagiosefali oksipital paling sering akibat
dari posisi saat masa bayi dan lebih lazim pada anak yang tidak bergerak atau
cacat, namun fusi atau sklerosis sutura lambdoid dapat menyebabkan ratanya
oksipital unilateral dan pencembungan tulang frontalis ipsilateral.8
Trigonosefali merupakan bentuk kraniosinostisis yang jarang karena
fusi premature sutura metopik. Anak ini mmempunyai dahi bentuk lunas
kapal dan hipotelorisme, serta berisiko disertai kelainan perkembangan otak
depan.8
Turrisefali merujuk pada kepala berbentuk kerucut karena fusi
premature sutura koronaria dan sering sfenofrontalis dan frontoetmoidalis.
Deformitas kleeblattschadel adalah tengkorak berbentuk aneh yang
menyerupai daun semanggi. Anak ini memiliki tulang temporal yang sangat
menonjol, dan cranium lainnya kontriksi. Hidrosefalus merupakan komplikasi
yang lazim.8
Fusi prematur dari hanya salah satu sutura jarang menyebabkan defisit
neurologis. Pada keadaan ini, indikasi satu-satunya untuk operasi adalah
memperbaiki penampilan kosmetik anak, dan prognosisnya tergantung pada
sutura yang terlibat dan pada tingkat kelainan bentuk. Komplikasi neurologis,

9
lebih mungkin terjadi bila dua sutura atau lebih terfusi dalam hal ini tindakan
operasi sangat penting.8
Gangguan genetika yang paling menonjol yang disertai dengan
Craniosynostosis meliputi sindrom Crouzon, Apert, Carpenter, Chotzen dan
Pfeiffer. Sindrom Crouzon ditandai dengan Craniosynostosis premature dan
diwariskan sebagai ciri dominan autosom. Bentuk kepala tergantung pada
waktu dan urutan fusi sutura namun yang paling sering mengakibatkan
mengurangnya diameter depan ke belakang atau tengkorak brakisefalik
karena penutupan sutura koronaria bilateral. Orbita kurang berkembang dan
proptosis ocular menonjol. Hipoplasie maksila dan hipertelorisme orbita
merupakan gambaran wajah yang khas.8
Sindrom Apert mempunyai banyak tanda yang sama dengan sindrom
Crouzon. Namun, sindrom Apert biasanya merupakan keadaan sporadik,
meskipun mungkin terjadi pewarisan dominan autosom. Sindrom ini disertai
dengan fusi premature banyak sutura, termasuk sutura koronaria, sagitalis,
skuamosa, dan lambdoid. Wajah cinderung asimetris, dan mata kurang
proptosis dibandingkan dengan sindrom Crouzon. Sindrom Apert ditandai
dengan sindaktili jari ke-2, ke-3, dan ke-4 yang dapat menyatu dengan ibu jari
dan jari ke-5. Kelainan serupa sering terjadi pada kaki, dan spina servikalis.8
Sindrom Carpenter diwariskan sebagai keadaan resesif autosom, dan
banyak fusi sutura cenderung mengakibatkan deformitas kleeblattschadel.
Sindaktili jaringan lunak tangan dan kaki selalu ada, dan retardasi mental
adalah lazim. Disamping itu, (namun tidak lazim), kelainan meliputi penyakit
jantung kongenital, kekeruhan kornea, coxa valga, dan genu valgum.8
Sindrom Chotzen ditandai dengan Craniosynostosis dan plagiosefali
asimetris. Keadaan ini merupakan simdrom genetic yang paling menonjol dan
diwariskan sebagai ciri dominan autosom. Sindrom ini disertai dengan
asimetris wajah, ptosis kelopak mata, jari-jari pendek, dan sindaktili jaringan
lunak jari ke-2 dan ke-3.8
Sindrom Pfeiffer paling sering disertai dengan turrisefali. Mata
menonjol dan berjarak lebar, dan ibu jari tangan serta ibu jari kaki pendek dan

10
lebar. Mungkin ada sindaktili jaringan lunak parsial. Sebagian kasus tampak
spordik, namun dilaporkan merupakan pewarisan dominan autosom.8
Masing-masing sindrom genetika beresiko anomaly tambahan,
termasuk hidrosefalus, meningkatnya tekanan intracranial, papilledema, atrofi
optic karena kelainan foramin optic, masalah pernapasan akibat deviasi sekat
hidung atau atresia koana, serta gangguan bicara dan tuli.8

2.8 Temuan Radiografik


Deformitas kranial pada Craniosynostosis disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan perpendikuer terhadap sutura yang tekena dan pertumbuhan
kompensatori sutura normal. Pada skafosefali, pertumbuhan lateral
perpendikuler terhadap sutura sagital terganggu dan tengkorak menjadi
memanjang ke anteroposterior. Deformitas tengkorak terberat tergantung
sutura yang terkena. Digital marking tampak pada sekeliling sutura yang
terkena atau pada bagian tengkorak yang tumbuh pada banyak kasus. Digital
marking paling jelas pada sinostosis sutural multiple atau total. Bagian yang
berfusi dari sutura yang abnormal sering memperlihatkan tidak hanya
penutupan garis sutura namun juga sklerosis parasutural.7
Penonjolan lokal bagian yang berfusi mungkin dilihat pada foto
polos. Bila diduga disostosis kleidokranial, foto polos dada diperlukan untuk
memastikan tiadanya klavikula. CT-scan memperlihatkan tiadanya sutura
kranial (yang normalnya ada) dan pendataran serta penebalan tengkorak
sekitar sutura yang terkena pada kebanyakan kasus. CT scan juga
memperlihatkan perubahan parenkhimal atau anomali intrakranial yang
berkaitan seperti hidrosefalus dan malformasi.7
Sidik tulang kalvarial menunjukkan sutura abnormal menjadi area
dengan akumulasi radionuklida berkurang atau tiada, disaat pengambilan
isotop normal ditemukan pada semua sutura pada mikrokrania.7

2.9 Pertimbangan Operasi

11
Tindakan terhadap Craniosynostosis ditujukan kepada pemberian
kesempatan kepada tengkorak untuk ekspansi. Sutura dibuat secara operasi
hingga perubahan yang irreversibel terjadi pada otak. Karena otak
pertumbuhannya mencapai 85% pada usia tiga tahun, maka operasi harus
dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya dalam enam bulan sejak lahir.
Sinostosis sutura multiple memerlukan operasi dini untuk membuang
tekanan kranium terhadap otak. Bahkan pada sinostosis sutura tunggal,
operasi dini diperlukan untuk memperbaiki deformitas kranial. Hasil yang
baik dapat dicapai setelah usia satu tahun bila koreksi dikombinasi dengan
tindakan bedah terhadap dasar tengkorak.4, 7
Kebanyakan pasien dengan Craniosynostosis sekunder bukan
kandidat operasi. Mikrosefali bukan indikasi untuk tindakan bedah.
Craniosynostosis pasca operasi pintas tidak selalu menghambat pertumbuhan
otak.4, 7
Kraniektomi linear pertama diperkenalkan Lanne-longue pada 1890.
Suturektomi mengakibatkan ekspansi tengkorak pada bidang paralel terhadap
pertumbuhan yang terhambat sebelumnya. Hasil operasi pertama buruk
karena refusi dini sutura berakibat ossifikasi periosteum dan dura. Sejak
tehnik yang mencegah refusi sutura dengan penggunaan lembaran tantalum
pada tepi tulang oleh Simmons dan Peyton di 1947, berakibat setiap operasi
menjadi lebih baik. Film polietilen dan lembaran Silastik juga digunakan.
Beberapa ahli bedah-saraf melakukan kraniektomi linear tanpa memakai
material yang mencegah refusi, karena penggunaan benda asing
menimbulkan kemungkinan infeksi. Larutan fiksasi asam Zenker bisa
digunakan pada tepi kraniektomi linear untuk mencegah refusi. Kraniektomi
linear terdiri dari pembuangan sutura abnormal, namun kraniektomi paralel
bisa dilakukan pada kasus skafosefali untuk melindungi sinus sagital superior
(kraniektomi parasagital bilateral). Kraniektomi yang lebih radikal dapat
dilakukan pada kasus Craniosynostosis untuk mendapatkan hasil kosmetis
yang lebih baik. Operasi bertahap dapat dilakukan untuk sinostosis sutura
multipel. 4, 7

12
Kemajuan rekonstruksi kraniofasial mutakhir memungkinkan
dekompresi dan rekonstruksi orbit untuk menghilangkan gejala okular yang
menyertai pada sinostosis koronal atau plagiosefali. Operasi radikal untuk
setiap deformitas kraniofasial seperti sindroma Crouzon menjadi mungkin.
Tindakan bedah rekonstruktif tengkorak, orbit, dan muka mungkin dilakukan
pada dua tahap. Suturektomi yang cukup sepenjang dasar tengkorak mungkin
membatasi deformitas dan membuat tindakan bedah tambahan tidak perlu.
Koreksi satu tahap dari sindroma Crouzon sekarang bisa dilakukan. 4, 7

2.10 Prognosis
Prognosis untuk craniosynostosis bervariasi tergantung pada apakah
jahitan kranial satu atau beberapa terlibat atau kelainan lain yang hadir.
Prognosis yang lebih baik bagi dengan keterlibatan jahitan tunggal dan tidak
ada kelainan yang berhubungan.7
Hal ini penting untuk mendeteksi dan mengobati craniosynostosis
awal. Craniosynostosis yang tidak diobati akan tetap sama atau memperburuk
sebagai tumbuh seorang anak dan dapat mempengaruhi perkembangan anak
mental dan fisik. Kondisi neuromuskuler yang terkait juga dapat
mempengaruhi perkembangan anak. Seorang anak dengan craniosynostosis
akan memerlukan evaluasi medis yang sedang berlangsung untuk memastikan
bahwa otak, tengkorak, dan tulang wajah yang berkembang dengan baik.7

13
BAB III
PENUTUP

Istilah Craniosynostosis pertama diperkenalkan Virchow dan digunakan


untuk penutupan dini satu atau lebih sutura kranial. Craniosynostosis primer
merujuk pada penutupan satu sutura atau lebih karena kelainan perkembangan
tengkorak. Craniosynostosis primer akibat dari abnormalitas intrinsic sutura
cranial. Craniosynostosis sekunder adalah akibat dari kegagalan pertumbuhan dan
pembesaran otak.
Insiden kraniosisostosis primer sekitar 1 per 2.000 kelahiran. Penyebabnya
pada sebagian besar anak belum diketahui. Namun sindrom genetika merupakan
10-20% kasus. Craniosynostosis paling sering adalah sinostosis sagital, diikuti
sinostosis koronal.
Etiologi Craniosynostosis belum diketahui, namun hipotesis yang berlaku
menunjukan bahwa perkembangan abnormal dasar tengkorak menciptakan gaya
berlebihan pada dura yang berperan menggangu perkembangan sutura kranialis.
Tujuh jenis memiliki bentuk yang khas, Brakhisefali; Skafosefali;
Plagiosefali; Trigonosefali; Oksisefali, akrosefali, turrisefali. Gangguan genetika
yang paling menonjol yang disertai dengan Craniosynostosis meliputi sindrom
Crouzon, Apert, Carpenter, Chotzen dan Pfeiffer.
Tindakan terhadap Craniosynostosis ditujukan kepada pemberian
kesempatan kepada tengkorak untuk ekspansi. Sutura dibuat secara operasi hingga
perubahan yang irreversibel terjadi pada otak.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson
volume 2. Edisi 15. Jakarta: EGC; 2000.
2. Anonymous. Newborn Guideline 11 Neurology of Pediatric. March 2001
(cited 2015 March 1); Avaible frrom:
<URL:http://www.perinatalservicesbc.ca/NR/rdonlyres/DC56AD11-
C5ED-4288-91B2215A8CD9A836/0/NBGuidelinesEye Care11.pdf>.
3. Mallika PS, Asok T, dkk. Craniosynostosis (A Review). 2008 (cited 2015
March 1); Avaible from:<URL: http://www.
emfp.org/2008v3n2/pdf/Neonatal_conjunctivitis.pdf>.
4. Childreens Craniosynostosis Asossiation. A Guide to Understanding
Craniosynostosis. Dallas. 2010.
5. Anonymous. Craniosynostosis Syndrome. (cited 2015 March 108);
Available from:<URL:http://www.ucsfbenioffchildrens .org/conditions/
craniosynostosis_syndromes/treatment.html>.
6. Sjamsuhidajat. BUKU AJAR ILMU BEDAH edisi 3. EGC, Jakarta.2002.
7. Majid A Khan, Craniosynostosis. Diunduh dari http://emedicine
.medscape.com/article/407856, pada tanggal 1 Maret 2015.
8. Behrman, Kliegman, Arvin. 2002. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC.
Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai