Anda di halaman 1dari 27

A.

Sejarah Singkat Harrington Emerson1

Harrington Emerson

(1853-1931), lahir di Trenton,

New Jersey, Amerika Serikat

pada 2 Agustus 1853. Ia lahir

dari keluarga yang cukup

mapan secara ekonomi. Ayahnya bernama Edwin Emerson, seorang

Profesor ilmu politik, sedangkan ibunya bernama Mary Louisa (Ingham)

Emerson, putri dari Samuel D. Ingham, seorang anggota Kongres AS dan

Menteri Keuangan AS di bawah Presiden Amerika Serikat kala itu,

Presiden Andrew Jackson. Selain menjadi anggota kongres, kakeknya juga

memiliki perusahaan batubara dan perusahaan kereta api. Ketika kakeknya

meninggal, kekayaan kakeknya diwariskan pada keluarha Emerson.

Dengan kondisi ekonomi yang demikian mapan, Emerson

disekolahkah oleh kedua orang tuanya di berbagai negara di Eropa, antara

lain di Inggris, Perancis, Italia, dan Yunani. Emerson mempelajari bahasa

dan arkeologi. Selain itu, Emerson juga menempuh pendidikan sebagai

insinyur di Royal Bavarian Polytechnique, Jerman, pada tahun 1872

hingga 1875.

Pasca menyelesaikan pendidikannya di Eropa, Emerson kembali ke

Amerika Serikat pada tahun 1876. Emerson sempat diangkat sebagai

Profesor Bahasa Modern di University of Nebraska. Namun ia

1
Pennstate University Libraries, Harrington Emerson Papers, 1848-1931, dalam
http://www.libraries.psu.edu/findingaids/1541.htm (13 November 2015), 1.
diberhentikan pada tahun 1882 karena ide idenya di bidang pendidikan

yang bersifat sekuler dan progresif bertentangan dengan pandangan

pimpinan unversitas yang kala itu sangat relijius. Beberapa pekerjaan lain

yang pernah dilakukan oleh Emerson setelah itu antara lain menjadi

seorang bankir, spekulan tanah, agen pajak, dan juga disebuah perusahaan

rel kereta api. Pada tahun 1893, ia bergabung sebagai tim kampanye

William Jennings Bryan untuk pemilihan presiden Amerika Serikat di

tahun 1896.

Pada tahun 1897, Emerson mulai fokus kembali pada bidang teknik

mesin, dan bekerja di sebuah perusahaan yang bernama Electric Storage

Battery Company di New York. Ia dipercaya menangai sebuah proyek

yang bernama Alaska Gold Rush gagal, namun akhirnya gagal. Setelah itu

ia menjadi manajer umum di sebuah pabrik kaca kecil.

Pada tahun 1900, Emerson mendirikan Emerson Institute di Kota

New York untuk memfokuskan diri pada pekerjaannya sebagai insinyur

efisiensi. Melalui aktifitasnya di American Society of Mechanical

Engineers, Emerson mengenal karya Frederick W. Taylor, yang kemudian

coba diimplementasikannya dalam karya karyanya.

Emerson tercatat pernah membuat sistem reorganisasi mesin dan

perbaikan lokomotif kereta api secara efisien. Karya ini mendapatkan

banyak pujian dari majalah kereta api dan majalah teknik kala itu. Selain

itu Emerson telah berhasil mengembangkan sistem penggajian yang

berhasil diterima secara luas oleh industri kala itu. Kesuksesan Emerson
ini menarik minat banyak perusahaan kala itu untuk menggunakan jasa

Emerson Institute. Emerson Institute dipercaya untuk menetapkan

standarisasi prosedur kerja dan menetapkan rencana pemberian upah dan

bonus bagi karyawan. Tidak kurang 200 perusahaan yang bekerja sama

dengan Emerson Institute kala itu, dengan nilai kerja sama yang tidak

kurang dari 25 juta dolar.

Metode efisiensi Emerson telah diterapkan dalam berbagai bidang

organisasi seperti pusat perbelanjaan, rumah sakit, perguruan tinggi, dan

pemerintahan. Mencoba untuk semakin mempromosikan perusahaannya,

serta coba membedakan metodenya dengan metode Taylor kala itu yang

juga berkembang, Emerson menuliskan 3 buku yang antara lain, Efisiensi

sebagai Dasar Operasi dan Upah (1909); Dua Belas Prinsip Efisiensi

(1912); dan Kolonel Schoonmaker dan Pittsburgh dan Danau Erie

Railroad (1913)
C. Konsep 12 Prinsip Efisiensi menurut Harrington Emerson

Menurut Harrington Emerson, pemborosan dan ketidak-efisienan

adalah masalah yang dilihatnya sebagai penyakit ssistem industri. Oleh

sebab itu Emerson mengemukakan 12 prinsip-prinsip efisiensi untuk

mengatasi hal tersebut, 12 prinsip tersebut antara lain adalah :

1) Tujuan perusahaan yang dirumuskan dengan jelas.2

Emerson melihat bahwa banyak kasus di dalam perusahaan

yang ia amati, bahwa di dalam perusahaan itu ia memandang

adanya perbedaan tujuan antara perusahaan perusahaan induk

dengan anak perusahaan, ataupun antara perusahaan pusat dengan

perusahaan di daerah. Padahal sangat penting sebuah perusahaan

memiliki tujuan yang sama mulai dari tataran puncak hingga

tataran terbawah. Karena ketika setiap sendi perusahaan memiliki

tujuan yang sama, maka perusahaan tersebut, dalam istilah

Emerson, akan memiliki resultan force yang besar dalam

mencapai tujuan tersebu. Namun sebaliknya, ketika dalam tataran

perusahaan memiliki tujuan yang berbeda beda, relustan force

nya akan bernilai negatif

Perbedaan tujuan ini sebabnya adalah karena memang sejak

awal perusahaan tersebut tidak menetapkan tujuan yang jelas.

Karena memang sejak awal tujuan perusahaan tidak jelas, maka

arah kebijakan di lapangan pun dengan mudah berubah ubah

2
Harrington Emerson, 12 Principles of Efficiency (New York: The Engineering Magazine, 1912),
59-90.
tanpa adanya ukuran yang jelas. Dalam sebuah kasus yang ia

angkat dalam bukunya 12 Principles of Eficiency, ia

mencontohkan ada sebuah anak perusahaan di Amerika Serikat

yang memiliki 24 karyawan. Beberapa karyawan tersebut resign

sehingga hanya tersisa 18 orang karyawan. Akhirnya manajer anak

perusahaan itu pun mengangkat lagi 6 karyawan baru. Alasaan

pengangkatan si manajer tersebut adalah selama ini perusahaannya

selalu berjalan dengan 24 karyawan, maka dia pun tidak tahu akan

apa yang akan dilakukan oleh perusahaannya jika hanya ada 18

orang SDM disana. Padahal setelah dilakukan penelitian pada anak

perusahaan tersebut, mereka sebenarnya hanya butuh 15 orang

untuk menjalankan tugas tugasn mereka. Hal ini terjadi karena

manajer tidak mengetahui apa yang sebenarnya perlu di lakukan

perusahaannya, serta tujuan apa yang sebenarnya perlu dikejar oleh

perusahaannya.

2) Kegiatan yang dilakukan masuk akal dan realistis.3

Di dalam mengambil langkah langkah manajerial kita

harus berdasarkan pertimbangan yang masuk akal dan realistik.

Emerson mencontohkan hal yang terjadi pada Swiss, yakni ketika

Prancis sedang sibuk mempertahankan diri dari revolusi, Swiss

mendorong industri mereka dengan mengeksport ukiran kayu dan

perak, yang bahan mentahnya mereka impor dengan biaya $20 per

3
Ibid, 91-118.
ton, diupgrade menjadi $32.000 s/d $16juta per ton. Langkah ini

ditempuh Swiss karena mereka tidak memiliki sumber daya alam

yang dapat menunjang pendapatan negara, akhirnya mereka

memilih mengimpor bahan baku, meningkatkan nilai bahan baku

tersebut, kemudian menjualnya kembali.

3) Adanya staf yang cakap / punya kualifikasi yang tepat.4

Emerson menyampaikan dalam bukunya, bahwa ada

seorang manajer perusahaan rel kereta api yang meminta staf

enginernya untuk menilai perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk

membuat jalan kereta api di Texas. Staf itu menyatakan bahwa

perusahaan proyek tersebut membutuhkan biaya $800 per mile nya.

Merasa kurang puas dengan nilai tersebut, kemudian si manajer

tersebut meminta staf nya yang lain yakni yang dia sebut sebagai

bright division superintendent untuk mengecek ulang apakah

benar kebutuhannya hingga sebesar itu, ternyata ditemukan bahwa

kebutuhannya hanya sebesar $435 per mile. Kala itu ditemukan

bahwa perbendaan penilaian ini dikarenakan staf yang pertama

kurang memahami karaktek tanah yang akan dilewati oleh rel

kereta api, sehingga ia tidak memahami cara yang tepat dalam

membangun rel di atas tanah tersebut.

Dari kasus tersebut kita dapat menilai bahwa kualifikasi

staf kita akan menentukan tingkat efisiensi dari pekerjaan. Ketika

4
Ibid, 119-135.
kita memiliki staf yang berkualifikasi baik, maka akan semakin

mendorong tingkat efisiensi.

Emerson juga menyampaikan bahwa untuk mendapatkan

staf yang cakap, tidak akan bisa jika bergantung pada satu orang

saja. Kita bisa memilih beberapa orang yang dipandang kompeten

pada bidang bidang tertentu, yang kemudian orang orang

tersebut kita satukan dalam organisasi kita. Dengan adanya staf

yang cakap, maka manajer pun akan mendapatkan saran saran

terbaik sesuai kecakapan tiap SDM tersebut.

4) Disiplin.5

Emerson mengisahkan dalam bukunya, ada dua buah kota

yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Kota pertama ia

sebut sebagai River Town dan kota kedua ia sebut sebagai

Railroad Town.

Di kota pertama, River Town, satu satunya alat

transportasi masyarakat disana adalah dengan menggunakan kapal

uap. Sayangnya kapal uap disana datang dan pergi dengan jadwal

yang tidak pasti. Hal ini menyebabkan kegiatan masyarakat di

River Town tidak berjalan rapi. Tidak jelas kapan waktu masyarakt

disana untuk beraktifitas. Bahkan karena kondisi tersebut,

masyarakat River Town tidak membutuhkan jam. Kondisi tersebut

5
Ibid, 135-166.
menyebabkan tingkat profuktifitas masyarakat di River Town

menjadi sangat rendah,

Hal yang bertolak belakang terjadi di Railroad Town. Alat

transportasi masyarakat disana adalah menggunakan kereta api. Di

Railroad Town, kereta api selalu datang tepat waktu, tidak pernah

terlambat sedikitpun. Masyarakat disana pun sangat peduli dengan

waktu. Setiap orang di Railroad Town memiliki sebuah jam yang

menjadi acuan mereka dalam beraktifitas sehari hari. Dengan

kondisi yang demikian ini menyebabkan tingkat produktifitas

masyarakat Railroad Town menjadi sangat tinggi.

Dari kisah di atas, Emerson menyampaikan bahwa disiplin

sangat penting untuk dimiliki oleh setiap individu di dalam

organisasi untuk mencapai produktifitas yang tinggi. Perusahaan

yang menjadikan disiplin sebagai spirit dari organisasi, dalam

istilah Emerson, akan menjadi perusahaan yang berhasil.

Prinsip disiplin menurut Emerson, adalah bagaimana kita

bisa disiplin untuk menerapkan ke-11 prinsip efisensi yang lain.

karena ke-11 prinsip itu saling terhubung satu dengan yang lain,

karenanya tidak bisa kita pisahkan antara satu dengan yang lain.

5) Balas jasa / kompensasi yang adil.6

Emerson mencontohkan dalam bukunya, bahwa seorang

polisi atau marinir, mereka akan melewati berbagai rangkaian tes

6
Ibid, 135-167.
yang sulit agar mereka bisa diterima. Mereka harus melewati

berbegai rangkaian tes tulis, tes dan pemeriksaaan fisik,

pemeriksaan psikologis/mental, dsb. Namun dibalik berbagai tes

yang tidak mudah tersebut, terdapat balas jasa yang adil terhadap

para polisi atau marinir tersebut. Tanpa adanya balas jasa yang

adil, ten

Untuk mencapai kinerja yang baik bagi SDM kita, seorang

manajer perlu merumuskan bentuk balas jasa yang adil bagi SDM

tersebut. Emerson mencontohkan kasus yang lain yakni seorang

pegawai toko yang diperintahkan manajernya untuk lembur, atau

jam kerjanya ditambah dengan harapan dapat menyelesaikan

tanggungan pekerjaan yang belum terselesaikan. Namun dalam

kasus tersebut si manajer tidak memberikan balas jasa yang adil

bagi si pegawai. Maka yang terjadi adalah pegawai tersebut adalah

dia tidak menggunakan waktu lembur tersebut untuk mengerjakan

tugasnya dengan efektif.

6) Laporan / pencatatan yang terpercaya, tepat, akurat dari setiap

kegiatan yang dilakukan perusahaan.7

Adanya pencatatan yang terpercaya, tepat, dan akurat

sangat penting bagi manajer untuk mengambil langkah langkah

manajemen. Karena dengan pencatatanlah kita akan mengerti hal

hal apa saja yang pernah terjadi di masa lalu. Laporan atau

7
Ibid, 205-240.
pencatatan sangat penting bagi manajer dapat untuk mengakses

informasi. Masalahnya adalah seringkali kita tidak mengetahui

informasi apa saja yang diperlukan dan mana yang tidak perlu,

sebelum nantinya kita juga akan bicara bagaimana cara

merumuskan cara pencatatan yang baik.

Emerson mencontohkan bahwa kita sangat peduli pada

harga telur per lusin, tapi tidak pernah memperhatikan berat telur

per butirnya. Kita sering menanyakan harga batu bara per ton, tapi

kita tidak pernah peduli per pund batu bara tersebut menghasilkan

10rb ataukah 15rb heat unit. Kita dengan lantang menolak

peningkatan upah 10%, tapi kita menoleransi inefisiensi pekerjaan

hingga 50%.

Emerson mencontohkan salah satu bentuk laporan yang

tidak baik, yakni mengenai estimasi kebutuhan biaya pembangunan

rel kereta api di Amerika Serikat.

Pada laporan pertama, ditemukan estimasi kebutuhan

anggaran pembangunan rel kereta api di Amerika Serikat sebagai

berikut

Biaya Material $524.000.000

Biaya personal servis $1.021.000.000

Pajak, depresiasi, biaya capital lain2 $1.201.000.000

Total $2.755.000.000
Setelah dilakukan pengecekan, ternyata total kebutuhan

yang benar

Biaya Material $370.000.000

Biaya personal servis $780.000.000

Pajak, depresiasi, biaya capital lain2 $ 600.000.000

Total $1.750.000.000

Jika dilakukan prosentasi tingkat efisiensinya

Biaya Material 70,6%

Biaya personal servis 76,4%

Pajak, depresiasi, biaya capital lain2 49,6%

Total 64,5%

7) Adanya Despatching, Ernie Tisnawati (2005)

menerjemahkannya sebagai kejelasan dalam pemberian perintah,

perencanaan dan pembagian kerja yang baik.8

Saya tetap menggunakan istilah Despatching karena

istilah ini tidak ada artinya di dalam kamus. Kata yang mendekati

adalah Dispatching yang secara bahasa berarti pengiriman.

Hanya saja disebutkan bahwa istilah Despatching adalah istilah

yang memang sering digunakan di abad 19an, yang secara arti

tidak berbeda dengan Dispatching .

Di dalam bab ini, Emerson menjelaskan bahwa setiap

pekerjaan perlu dibuatkan urutan urutan hal apa saja yang perlu

8
Ibid, 241-260.
dilakukan, serta bentuk pengorganisasian, pembagian pekerjaan

yang tepat agar runtutan pekerjaan tersebut dapat berjalan dengan

baik. Karena ketika setiap detail pekerjaan telah dirumuskan

dengan baik, maka keseluruhan pekerjaan itu pun akan berjalan

dengan baik pula. Emerson menganalogkan hal ini dalam sebuah

sistem yang berjalan pada sebuah kereta api yang menempuh

perjalanan ratusan miles dari New York hingga Chicago.

Agar lintasan kereta ini dapat dilintasi dengan aman, maka

setiap tikungan, tanjakan, tekstur tanah yang akan dilewati oleh rel

kereta api sudah harus terpetakan dengan baik. Ketika kereta

berjalan melewati rel tersebut, di lokomotif terdapat ketel mesin

uap yang mampu menampung 225 pound tekanan uap, yang

tekanan tersebut diteruskan pada silinder dan piston yang

menggerakkan roda kereta. Roda kereta tersebut memberikan

tenaga sebesar 400 tenaga kuda setiap inci kontak dengan rel

kereta api. Dengan satu kali pembakaran (one load) batu bara,

lokomotif tersebut dapat menempuh jarak 140 miles, dengan

kecepatan 60 miles/jam. 72 s/d 84 poros roda kereta api pun harus

berputar dengan baik pada masing masing gear boxnya.

Demikian pula dengan orang orang di dalam kereta tersebut

harus bekerja dengan urutan yang baik, sesuai dengan waktu yang

telah ditentukan, hingga akhirnya kereta tersebut dapat berjalan

dengan baik.
Emerson menyampaikan bahwa sebuah perusahaan yang

teah menjalankan despatching yang baik adalah ketika perusahaan

tersebut telah dapat merincikan apa saja yang perlu dilakukan

orang orang orang di dalam perusahaan tersebut, bagaimana

skejul gerak ke seluruh orang di dalam perusahaan dalam 3 bulan

ke depan.

Dengan penjelasan tersebut, saya sepakat dengan Ernie

Tisnawati tentang pemaknaan akan despatching, yakni kejelasan

dalam pemberian perintah, perencanaan dan pembagian kerja yang

baik. Dan hal ini sangat penting dalam menentukan tingkat

efisiensi perusahaan.

8) Adanya Penetapan Standar Dari Setiap Pekerjaan, Baik Dari Segi

Kualitas Maupun Waktu Pengerjaan9

Emerson menyampaikan bahwa dalam setiap pekerjaan

perlu diberikan standarisasi yang tepat. Standart ini harus rinci, dan

bersfifat matematis. Karena jika suatu hal dikerjakan dengan tidak

sesuai dengan standart yang ada, maka akan memberikan kesulitan

bagi si pelakunya. Emerson mencontohkan dalam hal yang

sederhana yakni tentang kecepatan kita dalam bernafas dan

kecepatan kita dalam mengemudikan sepeda.

Tentang kecepatan kita dalam bernafas, jika kita

menurunkan kecepatan bernafas kita jauh lebih lambat dari pada

9
Ibid, 261-270.
kecepatan bernafas kita biasanya, kita akan mengalami kesulitan

dalam bernafas. Begitu pula ketika kita mencoba mempercepat

kecepata bernafas kita jauh di atas yang biasa kita lakukan, maka

kita pun juga akan kesulitan dalam bernafas. Hal yang sama pun

terjadi ketika kita mengemudikan sepeda. Kecepatan yang terlalu

lambat atau terlalu cepat akan menyulitkan kita dalam mengendarai

sepeda. Intinya, diperlukan standart yang tepat agar suatu

pekerjaan dapat berjalan dengan baik.

Emerson menyampaikan, dalam menentukan standart yang

baik, terutama dalam menilai pekerjaan yang terkait dengan

manusia, diperlukan studi yang cukup dalam. Kita harus

melakukan pengujian berulang kali pada keseluruhan operasi. Oleh

karena itu diperlukan ilmu yang kompleks dalam menjalankan hal

tersebut. kita perlu rencana yang baik, ilmu tentang kondisi fisik

dan psikologis manusia.

9) Kondisi Pekerjaan Yang Perlu Distandarisasi.10

Dalam bab ini Emerson menyampaikan bahwa suatu hal

akan bisa berjalan baik, ketika hal tersebut memang berada pada

kondisi yang tepat. Emerson mencontohkan bahwa hal ini juga

terjadi pada makhluk hidup, ulat misalnya. Telur ulat melekat pada

daun, sehingga ketiak ia menetas, maka ulat itupun tidak kesulitan

10
Ibid, 279-296.
untuk mencari sumber makanan. Dengan kata lain, ulat tersebut

menetas pada kondisi yang tepat.

Hal itu juga yang terjadi pada diri manusia. Ketika manusia

kedinginan, mereka menciptakan baju untuk menghangatkan diri.

Ketika mereka berjalan jauh, mereka menciptakan sepatu untuk

melindungi telapak kaki. Ketika mereka berhadapan dengan

luasnya es, mereka menciptakan papan seluncur untuk melintasi es.

Untuk dapat menstandarisasi kondisi, memang peluangnya

ada 2, yakni yang pertama adalah menyesuaikan diri kita dengan

kondisi, atau kita yang mengubah kondisi agar sesuai dengan diri

kita. Walaupun tentu saja yang termudah adalah dengan mengubah

kondisi diri kita agar sesuai dengan kondisi lingkungan.

10) Kegiatan Operasional Perlu Distandarisasi.11

Emerson menyampaikan bahwa hal baik tidak mungkin

terjadi karena kebetulan. Begitu pula seorang manajer yang

berhasil menjalankan perusahaannya secara efisien juga tidak

mungkin terjadi secara kebetulan. Pasti ada cara pasti, cara yang

distandarisasi, yang akan mencapai efisiensi tersebut. Tanpa

adanya standarisasi kinerja, maka pekerjaan yang dilakukan akan

berjalan lambat.

Emerson mencontohkan hal ini dalam kasus yang terjadi

pada penulisan duplikasi buku pada masa dulu dan masa sekarang.

11
Ibid, 297-318.
Pada masa lalu, penulisan buku dilakukan secara manual. Setiap

penulis akan menulis dengan tulisan tangannya masing masing,

yang artinya font style nya masing masing, ukuran font masing

masing, ukuran kertas masing masing, jenis kertas masing

masing, jenis tinta masing masing. Ketika penulis ini akan

menduplikasi buku yang dia buat pun dia akan menuliskan dengan

ukuran ukuran yang berbeda berbeda tersebu lagi.

Berbeda dengan masa kini, ketika sudah ada standarisasi

proses duplikasi buku. Buku dicetak dengan ukuran huruf, jenis

huruf, jenis kertas, ukuran kertas, jenis tinta yang telah

distandarisasi. Kita pun kini dapat membeli kertas dengan harga

per rim karena sudah ada standarisasi. Kertas per lembar pun kini

bisa dinilai berapa harganya. Dengan adanya standarisasi tersebut

menyebabkan proses duplikasi buku menjadi jauh lebih cepat.

11) Instruksi Praktis Yang Terstandarisasi.12

Ketika suatu hal tidak terstandarisasi dengan baik, maka hal

tersebut akan berkembang dari wujud asalnya. Emerson

mencontohkan hal yang terjadi pada bahasa latin. Bahasa ini

mengalami perkembangan, perubahan tergantung lokasi negara

pengggunannya, yang antara lain seperti Spanyol, Portugal,

Argentina, dll.

12
Ibid, 319-340.
Dalam pengelolaan perusahaan pun demikian, agar

instruksi dapat dijalankan dengan baik, maka instruksi tersebut

perlu distandarisasikan. Dalam banyak perusahaan, Emerson

menemukan bahwa hal tersebut tidak banyak dilakukan. Bahkan

jika dilakukan, penulisan tersebut hanya menyengkut aturan

aturan tertentu saja yang dimana jika dilanggar, pelanggarnya

diancam dengan denda.

Program yang dijalankan tanpa insturktur praktis tidak akan

berjalan dengan progres cepat. Oleh karena itu setiap perusahaan

sangat perlu untuk menuliskan langkah langkah instruksi praktis

dengan standart yang jelas.

12) Sebagai Kompensasi Atas Efisiensi, Perlu Dibuat Rencana

Pemberian Insentif.13

Keinginan untuk mendapatkan reward adalah insting

alamiah yang dimiliki oleh manusia. Demikian pula dalam kita

yang berupaya merapkan sistem efisiensi, kita pun sangat perlu

untuk membuat sistem perencanaan insentif untuk SDM kita.

Emerson mencontohkan bahwa bentuk penerapan reward

yang baik akan berakibat positif terhadap kinerja SDM. Salah satu

contohnya adalah dalam kasus perang salib. Tentara perang salib

sangat termotivasi untuk berperang, walaupun harus kehilangan

nyawa karena janji penghapusan dosa dan surga. Dalam konteks

13
Ibid, 371-400.
perusahaan, Emerson mencontohkan Standard Oil. Dia

menyebutkan bahwa tingkat loyalitas karyawan Standart Oil kala

itu lebih baik daripada pengikut gereja, karena sistem kompensasi

yang mereka buat.

Dalam memberikan kompensasi pada SDM, maka kita

perlu mengukur terlebih dahulu apakah SDM tersebut telah

menjalankan program efisiensi dengan baik. SDM yang diberikan

reward hanyalah yang telah menjalankan sistem efisiensi dengan

baik. Dan berikutnya, reward efisiensi ini diberikan dengan

melakukan penilaian kinerja per individu.

D. Analisa Teori 12 Konsep Efisiensi Harrington Emerson

Pada tahapan analisa disini, penulis akan mencoba menganalisa

teori 12 prinsip efisiensi Emerson ini berdasarkan pada konteks latar

belakang serta kondisi diri Emerson. Telah kita bahas di depan bahwa

Emerson ini lahir dalam lingkungan keluarga yang cukup berada. Dengan

kondisi ekonomi keluarga yang mapan tersebut memudahkan Emerson

untuk mendapatkan berbagai akses pendidikan, yang bisa dibilang disana

ia telah menekuni berbagai disiplin ilmu. Apalagi ditambah dengan

riwayat pekerjaan Emerson sebelum ia menulis buku 12 Prinsip Efisiensi,

mulai dari profesor bahasa hingga kembali menekuni bidang teknik.

Berbagai pengalaman tersebut, yang dalam pandangan penulis


mengakibatkan sudut pandang Emerson dalam melihat permasalahan

efisiensi ini menjadi cukup luas.

Ia melihat dari sudut pandangan tujuan organisasi, keteraturan

proses kinerja, budaya organisasi (disiplin), bahkan ia pun juga

menyinggung perihal sisi psikologis manusia, dalam pertimbangannya

akan keadilan kompensasi serta rencana insentif atas efisiensi, dimana

Emerson disana menyampaikan bahwa keinginian manusia untuk

mendapatkan reward adalah hal yang bersifat insting alamiah.

Yang kedua mengenai warisan perusahaan kereta api dari kakek

Emerson yang penulis nilai memberikan sumbangsih besar pada karir

Emerson di kemudian hari. Hal ini terbukti pada karya pertama Emerson

yakni sistem reorganisasi mesin dan perbaikan lokomotif kereta api secara

efisien yang banyak mendapatkan pengakuan. Selain itu jika kita lihat

dalam buku 12 Prinsip Efisiensi yang ia tulis, Emerson banyak

memberikan contoh contoh yang terkait pada bidang perkeretaapian.

Namun hal yang membuat penulis tertarik dari riwayat penulisan

teori ini, bawah jika kita cermati konteks penulisan buku 12 Principles of

Efiiciency ini, Emerson berada dalam posisi sedang mengembangkan

usaha konsultan bisnisnya, yakni Emerson Institude. Kala itu memang

Emerson Institude sedang dalam tahap perkembangan yang sangat pesat,

hingga mereka memiliki banyak client dengan nilai kontrak yang tidak

kecil. Dari sudut pandangan ini penulis terfikir apakah memang adanya
teori 12 prinsip efisiensi ini berhubungan dengan usaha konsultan yang

sedang Emerson bangun.

Kemudian jika kita lihat dari isi bukunya, penulis berpandangan

bahwa ke 12 prinsip tersebut memang akan memberikan dampak yang

baik bagi efisiensi perusahaan ketika prinsip tersebut dapat diterapkan.

Permasalahannya adalah di dalam buku tersebut Emerson tidak

menjelaskan bagaimana langkah langkah menerapkan masing masing

prinsip tersebut. Dalam pemahaman penulis Emerson juga tidak

menjelaskan bagaimana cara mengkombinasikan penerapan ke-12 prinsip

tersebut dalam sebuah perusahaan sehingga ke-12 prinsip tersebut dapat

diterapkan lapangan secara sinergis.

Dengan pertimbangan tersebut, penulis berpandangan bahwa betul

ke-12 teori ini memang akan dapat memberikan efisiensi pada perusahaan

yang dapat menerapkan prinsip tersebut dengan baik. Namun dengan

pertimbangan yang penulis sampaikan tadi, penulis rasa kecurigaan

penulis berasalan, bahwa seperti halnya yang dituliskan oleh Pennstate

University Library mengenai biografi Harrington Emerson, bahwa

penulisan buku 12 Prinsip Efisiensi ini juga dilatar belakangi upaya

Emerson untuk mempromosikan ide ide efisiensinya, yang nantinya akan

berujung pada penggunaan jasa Emerson Institude sebagai konsultan bagi

yang ingin menerapkan prinsip efisiensi tersebut di dalam perusahaannya.


E. Penerapan Teori 12 Konsep Efisiensi Harrington Emerson dalam

konteks Manajemen Dakwah

Sebelum masuk pada bentuk penerapan, disini penulis perlu

menjelaskan terlebih dahulu batasan akan pengertian manajemen dakwah.

Manajemen dakwah yang kita bahas dalam konteks kelas Dirasah

Islamiyah ini adalah manajemen lembaga dakwah dalam melakukan

aktifitas dakwahnya

Manajemen adalah kegiatan yang diperlukan ketika terdapat

sekumpulan orang orang yang pada umumnya memiliki karakteristik

yang berbeda, dan sejumlah sumber daya yang harus dikelola agar sebuah

tujuan oraganisasi dapat tercapai.

Lembaga dakwah adalah organisasi menjalankan kegiatan kegiatan

dakwah. Ruang lingkup dakwah sendiri meliputi subjek dakwah (dai),

yang menyampaikan materi dakwah kepada sasaran dakwah (madu)

dengan menggunakan metode dakwah (message) tertentu yang

disampaikan lewat media dakwah tertentu untuk mencapai tujuan dakwah.

Berdasarkan asumsi tersebut maka manajemen lembaga dakwah

adalah bentuk pengelolaan sumber daya organisasi dakwah yang meliputi,

manusia, dana, ataupun sumber daya yang lain demi mencapai tujuan

organisasi dakwah tersebut, yakni menjadikan obyek dakwah tersebut


semakin memahami serta menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan

sehari hari.14

Bentuk bentuk penerapan 12 prinsip Efisiensi Emerson dalam

konteks organisasi dakwah antara lain adalah sebagai berikut. Untuk

memudahkan contoh, saya akan menggunakan media sebuah lembaga

TPQ untuk dewasa, remaja, dan anak anak :

1) Tujuan perusahaan yang dirumuskan dengan jelas.

Perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan TPQ ini apakah bentuk

lembaga dakwah yang berorientasi profit, ataukah jika

berorientasi sosial hingga seberapa besar. Misalnya, jika

lembaga TPQ tersebut bertujuan profit, maka siswa TPQ yang

diterima haruslah yang bisa membayar biaya TPQ saja. Jika

ada calon siswa yang punya semangat tinggi untuk belajar Al

Quran, namun tidak punya kemampuan ekonomi yang cukup,

maka siswa tersebut harus ditolak.

Sedangkan jika tujuan lembaga TPQ tersebut berorientasi

sosial, artinya jika ada calon siswa yang tidak mampu, yang

tidak sanggup membayar biaya pendidikan, maka siswa

tersebut akan diterima. Bahkan ketika tujuan lembaga tersebut

sudah jelas, manajer TPQ akan bisa mengukur jumlah siswa

tidak mampu yang sanggup ditampung hingga berapa orang.

14
Akhad Sukardi, Metode Dakwah dalam Mengatasi Problematika Remaja (Tesis--Universitas
Islam Alaudin, Makassar, 2005).
Jika tujuan TPQ ini tidak jelas, maka manajer akan tidak punya

acuan ketika ada siswa tidak mampu yang ingin belajar di TPQ

tersebut.

2) Kegiatan yang dilakukan masuk akal dan realistis.

Jika lembaga TPQ kita berada di kota besar, atau mungkin di

perumahan besar, maka kita bisa menawarkan produk TPQ

dengan sistem ustad datang ke rumah. Karena konteks

masyarakat urban yang banyak ingin dilayani. Namun hal ini

berbeda jika TPQ kita melayani masyarakat pedesaan atau

masyarakat kampung padat, maka program ustad datang ke

rumah akan sulit berkembang karena karakter pasarnya tidak

terlalu membutuhkan pelayanan yang bersifat privat, dan juga

dari segi dana, kecil bagian dari pasar tersebut yang akan

mampu memenuhi kebutuhan biaya pendidikan yang bersifat

privat.

3) Adanya staf yang cakap / punya kualifikasi yang tepat.

Jika kita hendak menempatkan ustad yang mengajari orang

dewasa, maka kualifikasi ustad tersebut selain mengusai bahan

ajar, ustad tersebut juga harus memiliki kepekaan, kesopanan,

agar siswa yang diajar, yang bisa jadi jauh lebih tua daripada

ustadnya tetap merasa nyaman dan mau meneruskan sistem

kajian.

4) Disiplin
Ustad yang hendak mengajar harus datang tepat waktu.

5) Balas jasa / kompensasi yang adil.

Setiap staf diberikan gaji sesuai dengan kesepakatan awal

antara pihak pengelola TPQ (manajer) dengan SDM.

6) Laporan / pencatatan yang terpercaya, tepat, akurat dari setiap

kegiatan yang dilakukan perusahaan.

Setiap selesai kegiatan belajar mengajar, ustad mencatat

progres dan evaluasi masing masing siswa. Hasil pencatatan

ini dapat digunakan sebagai bahan persiapan bagi ustad yang

mengajar siswa tersebut pada tahapan selanjutnya, atau ketika

ustad yang mengajar berhalanagan, maka ustad yang

menggantikan dapat memiliki acuan dalam merancang cara

pembelajaran yang tepat bagi siswa tersebut.

7) Adanya Despatching, Ernie Tisnawati (2005)

menerjemahkannya sebagai kejelasan dalam pemberian

perintah, perencanaan dan pembagian kerja yang baik.

Setelah target dalam tahun tersebut ditentukan, maka manajer

perlu membuat gambaran program apa yang perlu dijalankan

dalam 1 tahun. Misalnya, target TPQ pada tahun ini adalah

mulai membuka kelas kajian untuk kalangan ibu ibu. Maka

berbagai program agar ibu ibu tertarik untuk ikut kajian kita

pun mulai dirancang, hingga berbagai gambaran kerja yang


perlu dilakukan sekarang. Setelahnya kita perlu membagi

berbagai persiapan tersebut kepad aseluruh SDM kita.

8) Adanya Penetapan Standar Dari Setiap Pekerjaan, Baik Dari

Segi Kualitas Maupun Waktu Pengerjaan.

Dalam setiap pertemuan kajian, perlu ditetapkan materi apa

saja yang akan disampaikan pada pertemuan tersebut,

bagaimana cara menyampaikannya, serta berapa waktu yang

dibutuhkan.

9) Kondisi Pekerjaan Yang Perlu Distandarisasi.

Ketika menyampaikan kajian, perlu di atur, disampaikannya

dimana. Tentu akan menyulitkan ketika kita menyanggupi

proses kajian yang dilakukan di pasar, atau proses kajian yang

dilakukan di tengah tengah shalat berjamaah, tentu akan

membuat kajian tidak berjalan dengan baik. Akhirnya perlu di

atur kondisi bagaimana yang akan mendukung proses kajian.

Misalnya dalam kondisi yang tidak ramai, kondisi ruangan

yang bersih, tidak berbau. Contoh kondisi ruangan yang bisa

digunakan antara lain seperti di masjid, ketika tidak sedang ada

shalat berjamaah, atau di rumah ustad / siswa asalkan

kondisinya mendukung.

10) Kegiatan Operasional Perlu Distandarisasi.

Dalam proses ajar mengajar, perlu diatur kegiatan teknis

operasional yang perlu dilakukan oleh ustad. Misal pakaian


yang harus digunakan, ucapan salam yang disampaikan di awal

pertemuan, kemudian dibuka dengan doa majelis, dsb.

11) Instruksi Praktis Yang Terstandarisasi

Manajer perlu menuliskan berbagai aturan TPQ, juga tentang

semua standart yang kita bahas sebelumnya, seluruhnya harus

terdokumentasikan dalam suatu catatan, bisa buku atau

ditempel pada tempat tertentu, yang kemudian catatan ini harus

diketahui oleh seluruh SDM. Misal dalam aturan nanti tertulis :

staf wajib datang pukul sekian, kajian wajib dimulai pukul

skian, setiap keterlambatan akan dikenakan denda sekian, dsb.

12) Sebagai Kompensasi Atas Efisiensi, Perlu Dibuat Rencana

Pemberian Insentif.

Manajer TPQ membuatkan sistem imbalan yang akan diberikan

kepada SDM yang menjalankan semua tugasnya dengan baik.

Imbalan bisa dirupakan bonus. Ukuran prestasi personal

tersebut antara lain seperti selalu datang selalu tepat waktu,

memulai kajian tepat waktu, tidak pernah


DAFTAR PUSATAKA

Emerson, Harrington. 12 Principles of Efficiency. New York: The Engineering

Magazine, 1912.

Pennstate University Libraries. Harrington Emerson Papers, 1848-1931. Diakses

dari http://www.libraries.psu.edu/findingaids/1541.htm pada tanggal 13

November 2015 pukul 08.00

Sukardi, Akhad. Metode Dakwah dalam Mengatasi Problematika Remaja. Tesis--

Universitas Islam Alaudin, Makassar, 2005.

Tinawati, Ernie. Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,

2005.

Anda mungkin juga menyukai