Gangren Diabetikum
Oleh :
Ketut Putu Yasa, SpB, SpBTKV
I. Pendahuluan
Alasan paling sering yang membuat penderita DM dirawat adalah karena infeksi
atau ulkus atau gangren pada kakinya. Dan bila infeksi dan atau gangren kakinya itu terus
berkembang maka satu dari lima pasien tersebut akhirnya dilakukan amputasi. 4 Dari
seluruh amputasi akibat nontrauma, 50 % diantaranya karena gangren DM. 5,6 Disamping
sebagai suatu kejadian paling menakutkan, suatu amputasi akan mengganggu kwalitas
hidup serta diikuti oleh peningkatan resiko reamputasi pada tempat yang sama, amputasi
pada kaki kontralateral, peningkatan angka kematian 3-5 tahun pertama, dan penggunaan
tenaga dan fasilitas kesehatan. 7 Tahun 1993 1995 di Amerika Serikat (AS) rata-rata
67.000 amputasi dilakukan pertahun yang berkaitan dengan DM. Rata-rata biaya
peramputasi adalah 57.300 dolar AS, dan pertahun diperkirakan mencapai 600 juta dolar
AS. Sedangkan biaya perawatan untuk mencapai penyembuhan ulkus dengan
osteomielitis adalah sebesar 26.000 dolar AS, dan pertahun mencapai 1,5 miliar dolar
AS. 4,8,9
Meskipun ada kemajuan perkembangan obat-obat baru anti diabetikum oral
(OAD) tetapi DM tetap berlanjut kearah morbiditas yang serius. Infeksi merupakan
morbiditas yang paling sering. Disamping kejadian infeksi pada penderita DM lebih
sering, juga lebih berat dibandingkan penderita Non DM. Resiko amputasi pada penderita
ulkus diabetikum 15 kali lebih tinggi dibanding non DM. Rata-rata 85 % dari semua
amputasi pada pasien DM oleh karena infeksi. 8
Oleh karena tingginya morbiditas dan mortalitas serta dampak ekonomi daripada
ulkus / gangren diabetikum maka diperlukan pengetahuan akan faktor resiko, aspek klinik
gangren diabetikum serta penanganan yang tepat dengan pendekatan team multidisiplin.
Diperkirakan dengan cara demikian dapat menurunkan angka amputasi sampai 85%. 4
II. Infeksi Kaki Diabetes ( Diabetic Foot Infections )
2
Infeksi kaki pada penderita DM merupakan masalah serius yang sering dihadapi.
Telah diketahui bahwa penderita DM lebih rentan terhadap infeksi. Disamping infeksi
lebih sering, juga lebih berat dibandingkan penderita non DM. Adanya defek Imun
merupakan pencetus meningkatnya kerentanan terhadap infeksi. 10 Perubahan perubahan
Host depenses yang terjadi pada penderita DM sehingga menyebabkan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi adalah : 10
a. Kekebalan Seluler
Normal PMNL
3
diabetic millieu
Penulis lain mengatakan bahwa peningkatan sifat adesi dari PMN sebagai hal yang
penting dalam patogenesis penyakit asterosklerosis. Dengan demikian adanya disregulasi
imun pada DM tidak hanya sebagai faktor predispasisi terjadinya komplikasi infeksi
tetapi juga komplikasi vaskuler. 10
b. Kekebalan Humoral.
a. Neuropati perifir.
Merupakan faktor resiko atau pencetus terbesar timbulnya ulkus yang memungkinkan
masuknya kuman patogen. Terganggunya fungsi saraf meliputi sensorik, motorik,dan
autonom. 8
Neuropati Sensorik :
Penderita kehilangan rasa nyeri, sehingga tidak menyadari kakinya mengalami
cedera/lecet. Disamping itu juga penderita mengalami kehilangan sensasi
terhadap tekanan dan kemampuan proprioseptif. Adapun sumber cedera
diantaranya pemakaian sepatu yang ketat, benda asing didalam sepatu, luka bakar
dikaki.
Neuropati Motorik :
Menimbulkan deformitas seperti clow toes, hammering, dan hallux rigidus pada
jari kaki, akibatnya terjadi perubahan titik tumpu kaki sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan secara terus menerus pada daerah kaput metatarsal pada saat
berdiri atau berjalan lama kelamaan terjadi penipisan bantalan lemak, kerusakan
kulit, lalu berakhir dengan ulkus. Disamping itu adanya keterbatasan gerak sendi
akibat glycosylated joint capsule collagen serta deformitas lainnya seperti
hammer toes, charcots foot ( neuro osteo arthropathy ) , sehingga metatarsal dan
tulang-tulang dipergelangan kaki membentuk konfiguransi rocker bottom, hal ini
menyebabkan tekanan berat badan tertumpu pada daerah permukaan plantar dari
arkus sehingga mudah terjadi ulkus.
Terjadi proses yang saling terkait antara infeksi dan kontrol gula darah. Gula darah
yang tidak terkontrol akan memperburuk infeksinya, sedangkan infeksi akan mempersulit
usaha-usaha mengontrol kadar gula darah karena adanya produk-produk pro inflamasi
5
yang merangsang keluarnya hormon-hormon anti regulasi. Tanda dan gejala sepsis terjadi
lambat dan sering tak ada, sehingga pasien tidak menyadari ada infeksi yang berat yang
mengancam kaki dan jiwanya. Terbukti bahwa kurang dari sepertiga pasien menunjukan
peningkatan angka leukosit, dan hanya 8% terjadi peningkatan suhu tubuh. Tetapi pasien
pada suatu waktu ada dalam kondisi buruk yang dapat mengancam jiwa maupun kakinya.
Satu-satunya tanda yang ada hanyalah hiperglikemia yang tidak bisa diterangkan dan
tidak terkontrol. 10
e. Kerusakan kulit karena infeksi dermatofit
Awalnya adalah trauma minor dikulit, diikuti oleh pada awalnya kolonisasi flora
normal yang ada dikulit kemudian kolonisasi kuman patogen. 11 Untuk menentukan
apakah luka di koloni oleh kuman flora normal yang berada di kulit atau di sekitar luka
ataukah oleh kuman patogen maka biakan kuman yang diambil dari spesimen jaringan
dalam adalah sangat esensial. 8 Kultur dari jaringan permukaan memiliki nilai yang
kurang dibandingkan kultur jaringan dalam. Biakan kuman dari jaringan dalam lebih bisa
dipercaya untuk mengetahui kuman patogen yang sebenarnya, sehingga cukupan
antimikrobanya bisa lebih tepat. 4 Sedangkan pengambilan biakan jaringan dari
permukaan disamping kumannya polimikroba, juga lebih banyak patogen, sehingga
cendrung overuse antimicroba yang akan bisa mencetuskan problem baru. 10
Kebanyakan infeksi kaki diabetes adalah polimikroba ( lebih dari 3 kuman ) yaitu
gram (+), gram (-), aerob dan anaerob, karena itu biakan kuman aerob dan anaerob harus
dikerjakan. 2, 5, 10, 12, 13 Prevalensi kuman patogen menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh beberapa rumah sakit di luar negeri menunjukan hasil yang berbeda-beda.
Viswanathan (2002) melaporkan diantara kuman-kuman patogen tersebut adalah 66,8 %
kuman aerob,33,2 % kuman anaerob, 14 sedangkan Gibbons (1995) melaporkan 90 %
gram positif terutama staphylococcus aureus dan streptococcus sp, 50 % enterik gram( - )
dan 50 - 70 % anaerob. 2
14
Diantara kuman patogen aerob
Enterobacteriaceae 48 %
Staphylococus Sp 18.2 %
Streptococcus Sp 16.5 %
Pseudomonas Sp 17 %
6
Viswanathan (2002) juga melaporkan bahwa semakin tinggi derajat wagner semakin
tinggi prevalensi kuman an aerob sedangkan healing time lebih lama pada infeksi karena
kuman an aerob daripada aerob. 14 Infeksi kaki diabetes umumnya lebih berat dan sulit
diobati dibandingkan dengan non DM karena beberapa faktor : 5
1. Adanya gangguan sirkulasi mikrovaskular.
2. Neuropati.
3. Perubahan Anatomi.
4. Penurunan Imunitas.
Menurut Jarret dan Kein (1975), Levin dan ONeal (1997), WHO (1985), Zimmet dan
King (1985) yang dikutip dari Heyder (1992) kejadian gangren diabetik pada dasarnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat digolongkan sebagai berikut : 15
Faktor Aterogen
Termasuk kolesterol frigliserida, hipertensi, aktivitas tubuh atau olah raga dan
kebiasaan merokok semaunya berperan dalam proses terbentuknya trombus.
Faktor DM
Antara lain lama menderita DM, kadar gula darah dan faktor pengendalian atau
kontrol DM, keadaan ini berpengaruh terhadap proses terjadinya angiopati.
Faktor Usia dan Jenis Kelamin
Faktor usia selalu dihubungkan dengan proses aterosklerosis sedangkan faktor
jenis kelamin tergantung pada ras dan letak geografis. Di Indonesia kebanyakan
peneliti melaporkan bahwa wanita lebih banyak dari pada pria.
Faktor Pencetus Berupa Trauma dan Infeksi
Trauma merupakan faktor pencetus paling sering dan paling berperan, tetapi
perannya harus dilandasi kelainan neuropati atau angiopati. Infeksi bukan
merupakan faktor primer pada kejadian gangren diabetik, tetapi lebih
bertangggung jawab terhadap perluasan gangren.
Usia Merokok DM
Jenis kelamin Hipertensi
Obesitas
Dislipidemia
Inaktivitas fisik
7
Neuropati
Gangguan Trauma
Integritas Infeksi
Vaskuler
Gangren
Diabetik
Sampai saat ini telah disepakati secara internasional berdasarkan kriteria WHO
diagnosis DM berdasarkan kadar glukosa darah yaitu ; 7
Glukosa random > 200 mg / dl
Glukosa puasa > 140 mg / dl
8
Disamping pengukuran kadar glukosa darah, maka perlu diketahui pula keadaan
terkendalinya DM, karna pengelolaan penderita DM memberi tekanan yang lebih besar
pada pengendalian jangka panjang kadar glukosa darah untuk mencegah atau
menghambat komplikasi komplikasi DM. Diantara parameter yang dipakai, penetapan
kadar hemoglobin yang terglikosilasi ( Hb A1c ) paling berguna karena mencerminkan
rata-rata kadar glukosa darah selama 8 10 minggu terakhir, dan rentang nilai normal
berkisar 5,7 8 %. 17
Neuropati
Iskemia
Iskemia merupakan pertimbangan yang paling mendasar bagi ahli bedah vaskuler
bila berhadapan dengan penderita kaki diabetes. Terdapat tiga prinsip dasar yang dipakai
sebagai pertimbangan yaitu : 18
1. Semua ulkus diabetikum dikaki hendaknya dilakukan evaluasi terhadap
komponen iskemia.
2. Koreksi terhadap iskemia akan bisa memperbaiki penyembuhan ulkus.
9
2. A-V Shunting ;
Dapat membatasi timbulnya pucat dan dingin, kaki bisa saja terasa hangat
dan berwarna merah dengan capillary refill normal walaupun sebenarnya
sudah terjadi insufisiensi aliran darah.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
f. Bila kaki di elevasi lebih cepat pucat, bila di rendahkan pengisian vena lebih
lambat.
g. Ulkus terutama didaerah tumit, kaput metatarsal I dan V, maleolus lateralis.
2. Palpasi
1. Ankle Pressure
Yaitu suatu perbandingan antara tekanan sistolik di kaki dan lengan atas.
Normalnya adalah tekanan darah di kaki lebih tinggi atau sama dengan lengan
atas ( 1 ). Index < 0,8 sudah menunjukan adanya insufisiensi atau sumbatan
arteri di kaki, makin rendah index makin berat sumbatannya. Index < 0,5
menunjukkan iskemia berat. Tetapi ABI tidak dapat dipercaya, apabila ada
kalsifikasi dinding pembuluh darah, sehingga kelenturan dinding arteri hilang
dan akan menaikkan tekanan darah melebihi tekanan yang sebenarnya. 4
Dengan memakai manset kecil yang dipasang di ibu jari atau jari lainnya bila
ibu jari kaki teramputasi / gangren, toe pressure lebih dapat dipercaya karena
arteri pada daerah ini kurang mengalami kalsifikasi. 4
4. Tekanan Segmental
Pengukuran yang tidak mengandalkan kopresibilitas dinding arteri seperti doppler pulse
volume waveform atau transcutaneous oxygen toe pressure lebih dapat dipercaya untuk
menilai adanya sumbatan arteri. 2
d. Arteriografi
Menilai beratnya iskemia menjadi sulit pada kaki dibetes dengan ulkus dan infeksi.
Kesulitannya adalah : 2
1. Dengan pemeriksaan klinis standard seperti palpasi pulsasi distal, evaluasi
perubahan fropi kulit dan rubor, menjadi sulit karena adanya oedema dan
eritema.
2. Adanya pulsasi a. dorsalis pedis tidak dapat menyingkirkan kemungkinan
iskemia akibat timbulnya sistim kolateral.
INFEKSI
Infeksi kaki DM umumnya lebih berat dan lebih sulit diobati daripada non DM karena : 5
1. Gangguan sirkulasi Mikrovaskuler
2. Neuropati
3. Perubahan anatomis
4. Penurunan imunitas
Diagnosa adanya infeksi pada ulkus DM berdasarkan kriteria klinik luka dengan sekret
purulen, dan atau 2 tanda-tanda lokal seperti febris, eritema, limfangitis atau
limfodenopati, edema, nyeri, functio laesa, disertai biakan spesimen menunjukkan positif
12
kuman. 7 , 11 Seringkali pasien dengan infeksi berat adalah afebril, leukosit darah normal,
tanda-tanda lokal maupun sistemik minimal. 7 Tanda-tanda dan gejala sepsis terjadi
lambat dan sering kali tidak ada, tetapi pasien pada suatu waktu ada dalam kondisi buruk
yang dapat mengancam jiwa maupun kaki. Satu-satunya tanda yang ada adalah
heperglikemia yang tidak bisa diterangkan dan tidak terkontrol. Kurang dari sepertiga
pasien menunjukan peningkatan leukosit dan hanya 8% peningkatan suhu tubuh, oleh
karena itu kewaspadaan tetap diperlukan untuk kemungkinan timbulnya infeksi yang
lebih berat. 2
Infeksi digolongkan dalam : 2, 10
Ulkus / Gangren.
Pencatatan karakteristik ulkus / gangren merupakan hal yang menentukan, dan sangat
penting untuk : 7
1. Menentukan strategi pengobatan
2. Monitoring efektitivitas pengobatan
3. Prediksi hasil pengobatan
4. Media komunikasi diantara pusat pelayanan kesehatan
Oleh karena itu setiap ulkus hendaknya digambar, diukur atau difoto serta dicatat
mengenai : 4
1. Lokasi Ulkus
Lokasi adalah penting didalam menilai penyebab ulkus tersebut;
Ulkus di plantar pedis, karena tekanan berulang dari kaput metatorsal
atau tulang sesamoid yang prominen.
Ulkus di medial, lateral dan digital sebagai akibat tekanan sepatu.
Ada beberapa klasifikasi yang mengambarkan tentang derajat luas dan berat ulkus /
gangren DM.
a. Klasifikasi Wagner yang di modifikasi 8
Grade O Kulit intak, deformitas tulang atau lesi preulserasi.
Grade I Ulkus superfisial terlokalisir.
Grade II A Ulkus dalam, mengenai tendon, tulang, ligamen, sendi.
Grade II B Ulkus dalam, mengenai tendon, tulang, ligamen, sendi,
infeksi, selulitis.
Grade III A Abses yang dalam dengan atau tanpa selulitis.
Grade IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal.
Grade V Gangren seluruh kaki.
Klasifikasi Wagner agak komplek, tidak mencangkup iskemia, ihtiar pengobatan
(initiative treatment) atau outcome.
b. Klasifikasi Gibbon 2
Dibagi dalam kategori;
1. Non Limb threatening
2. Severe Limb-threatening
Grade
O I II III
S A Pre or Post ulceraktive Supercial Wound not Wound penetrating Wound penetrating
14
D Infection and Ischemia Infection and Ischemia Infection n Ischemia Infection n Ischemia
1. Debridement.
2. Off - Loading
Adalah Eliminisasi titik-titik tekanan abnormal agar penyembuhan cepat dan
mencegah rekurensi. Memindahkan tekanan pada ulkus dengan cara mengistirahatkan
dan elevasi kaki hendaknya dimulai sesegera mungkin. Idealnya pasien tidak
menumpu berat badannya dengan menggunakan kruk, walker, kursi roda. Bila tetap
menumpu berat badan, maka alas kaki harus diganti sandal atau sepatu khusus. Pada
saat dimana terdapat tulang-tulang prominen seperti kaput metatarsal, tulang
sesamoid, bunion, hammertoe, diperlukan intervensi bedah lebih awal untuk
mengoreksi diformitas.
3. Pemberantasan Infeksi
15
Kebanyakan infeksi adalah polimikroba, karena itu kultur kuman aerob dan
anaerob harus dikerjakan. Terapi awal dimulai dengan antibiotika spektrum luas.
Debridement luka dan drainase pus mutlak dikerjakan. Pada ulkus yang dalam
dimana tampak atau teraba tulang maka 85% terjadi osteomyelitis, dan untuk
mengevaluasi ada tidaknya serta luasnya osteomielitis diperlukan pemeriksaan
radiologi. Kadang-kadang diperlukan metode pencitraan yang lain seperti leukosit
scan, MRI, CT scan. Bila terdapat osteomielitis, diperlukan debridement yang agresif
dimana semua tulang yang terinfeksi dan yang menonjol tanpa ada jaringan penutup
harus diangkat. Dengan melakukan reseksi tulang-tulang yang terinfeksi diyakini
dapat mengurangi lamanya penggunaan antibiotika dan masa rawat dirumah sakit.
Ya tidak
1. Memperhatikan faktor lokal seperti iskemia, jaringan nekrose, hematom dan dead
space, akan memberikan respon jelek.
2. Infeksi ringan bisa peroral atau rawat jalan, tetapi infeksi berat (ada demam,
selulitis, gengren, osteomyelitis) diberikan intravena dan dirawat di rumah sakit.
16
3. Pada awal terapi seleksi antibiotika secara empiris, diberikan secara kombinasi,
hendaknya memiliki spektrum luas mencakup terutama untuk streptokokus dan
stafilokokus. Antibiotika tersebut diantaranya : 8
Amoxicillin asam klavulanat.
Cephalexin.
Levofloxasin.
Ofloxasin.
Trimethoprim Sulfamethoxazole + Clindamycin.
Beberapa kombinasi memiliki efikasi sinergis : 12
Amikasin + piperacillin
Ampisilin-sulbactam + Piperacillin
Ampisilin-sulbactam + Cefoperazone
Ofloxacillin + Cefotaxime
5. Terapi definitif disesuaikan berdasarkan hasil kultur dan test kepekaan kuman
serta respon klinik.
OSTEOMIELITIS
1. Periksa secara teliti ukuran dan dalamnya ulkus, apakah tampak atau teraba tulang
bila perlu dengan melakukan probing ke tulang atau sendi. Probing mempunyai
nilai prediktive terhadap kejadian osteomielitis, ulkus yang dalam dan teraba
tulang 80% terjadi osteomielitis.
2. Melakukan pemeriksaan radiologi secara rutin pada foto polos, kelainan tidak
terlihat dalam periode 10 - 20 hari setelah infeksi. Beberapa pemeriksaan lainya
mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi seperti : 99 m TC Scanning, In
labeled leukocyte scan, dan MRI.
3. Bila ada osteomielitis, diperlukan debridement yang agresif, semua tulang yang
terinfeksi, tulang yang tidak vital dan tulang yang menonjol sebagai penyebab
ulkus harus dibuang. Selanjutnya harus dibuat kultur dan tes kepekaan kuman
dari spesimen tulang tersebut. Kontroversi terjadi pada osteomilitis, diman tulang
tersebut tidak tertutup jaringan dan tidak nekrosis apakah dibuang atau
dipertahankan. Bagi yang tidak membuang pertimbangannya adalah sebagai
upaya mempertahankan weight bearing surpace, dan bila integritas vaskuler baik
serta pemberian antibiotika 4 6 minggu, maka jaringan granulasi akan
menutupi tulang dan memberikan kesembuhan. Pendapat lain mengatakan bahwa
17
4. Perawatan Luka.
Setiap melakukan perawatan luka harus diawali dengan debridemen yang adekuat,
setelah itu baru pembalutan luka atau dressing. Karena dressing tidak dapat
menggantikan kedudukan debridement. Tujuan yang ingin dicapai dari
pembalutan luka adalah memberikan suasana lingkungan yang hangat, basah, dan
bebas dari kontaminasi luar. 2, 4, 10
Pada kasus-kasus dimana dengan terapi standar, memberikan respon yang jelek, ulkus
menjadi kronik dan tidak sembuh sembuh, maka dapat dipertimbangkan jenis terapi
berikut :
18
1. Oksigen Hiperbarik.
Hasil penelitian terakhir memperlihatkan bahwa infeksi, hipovolemia dan
hipoksia merupakan faktor penting yang menggamhambat penyembuhan
luka. Hipoksia (rendahnya tekanan parsial oksigen jaringan) menyebabkan
kurang efesiennya produksi zat-zat yang digunakan untuk regenerasi
jaringan, menghambat fagositosis dan terjadi proliferasi bakteri terutama
anaerob. Dengan terapi oksigen hiperbarik akan terjadi hiperoksia,
selanjutnya akan merangsang neovaskularisasi, aktifasi fagositosis,
migrasi fibrosit untuk disposisi kolagen sehingga terjadi akselerasi
kontraksi dan penutupan luka secara sekunder. 4, 20 Walaupun memberikan
perbaikan klinis, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mempertegas indikasi yang spesifik. 21 Konsep baru patofisiologis
penyembuhan luka ini juga sering dipakai dalam pengembangan obat baru
yang dapat mencegah Hipoksia dengan pemberian zat pembawa oksigen.
Telah disintesis senyawa kombinasi oksigen klorida yang nontoksik dalam
bentuk obat generik tetrachlorodecaoxide (TCDO) dengan nama dagang
Oxoferin. 22
2. Bioengineered tissue.
Suatu material pengganti skin graft yang dibuat dari pembiakan fibroblas
yang diambil dari kulit ari bayi dan teranyam pada polygalactic acid mesh.
8
V. Kesimpulan
Morbiditas dan risiko penderita DM seperti kejadian ulkus / gangren yang tidak
sembuh sembuh, peningkatan biaya soio-ekonomi yang sangat besar yang
ditanggung penderita dan masyarakat, serta resiko amputasi, merupakan masalah
kesehatan serius yang sering dihadapi. Strategi untuk menurunkan risiko adalah
mengurangi fakto-faktor risiko, melakukan analisis mikrobiologi serta
penggunaan antibiotika yang cepat dan tepat, evaluasi adanya osteomielitis,
revaskularisasi dan perawatan luka lebih agresif, diperlukan tenaga perawatan
yang profesional. Sehingga diperlukan langkah langkah pencegahan seperti : 2
1. Pendidikan terhadap penderita dan dokter
KEPUSTAKAAN.
20
1. Rutherford RB. Recommended standards for reports on vascular disease and its
management. In : Callow AD, Ernst CB, editors. Vascular surgery : theory and practice.
Connecticut : Appleton and Lange ; 1995 : 1145 - 59.
2. Gibbons GW, Marcaccio EJ, Habershaw GM. Management of diabetic foot. In : Callow
AD, Ernst CB, editors. Vascular surgery : theory and practice. Connecticut : Appleton and
Lange ; 1995 : 167 - 79.
4. Muha J. Local wound care in diabetic foot complications : aggressive risk management
and ulcer treatment to avoid amputation. Postgraduate medicine 1999 : 106 ( 1 ).
5. Cunha BA. Antibiotic selection for diabetic foot infections : a review. J Foot Ankle Surg
2000 ; 39 ( 4 ) : 253 - 7.
7. Armstrong DG, Lavery LA, Harkless LB. Validation of a diabetic wound classification :
the contribution of depth, infection , and ischemia to risk of amputation. Diabetic care
1998 ; 21 : 855 - 9.
8. Millington JT. Taking diabetic foot wound care into new milenium. Clinical geriatrics.
http://www.mmhc.com/hhcc/articles/hhcc9903/Millington_hhcc.html.
9. Harrington C. A cost analysis of diabetic lower extremity ulcers. Diabetic Care 2000 ; 23
( 9 ) : 1333 - 8.
10. Calvet HM, Yoshikawa TT. Infections in diabetes. In : Infectious disease clinics of North
America .WB Saunders Company ; 2001 ; 15 ( 2 ).
11. Lipsky BA. Principles and practice of antibiotic therapy of diabetic infections. Diabetes
metab Res Rev 2000 ; 16 supll 1 : S42 - 6.
12. Pathare NA. Antibiotis combination in polymicrobic diabetic foot infections. Indian J
Med Sci 2001 ; 55 ( 12 ) : 655 - 62.
13. El - Tahaway AT. Bacteriology of diabetic foot. Saudi Med J 2000 ; 21 ( 4 ) : 344 - 7.
14. Viswanathan V. Prevalence of pathogens in diabetic foot infections in south Indian type 2
diabetic patients. J Assoc Physicians India 2002 ; 50 : 1013 - 6.
21
15. Heyder AF. Kajian faktor faktor risiko terhadap integritas vaskular pada kejadian dan
perluasan gangren penderita NIDDM. Disertasi untuk memperoleh dejat Doktor di
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta ; 1992.
16. Frykberg RG. Diabetic foot ulcers : pathogenesis and management. American family
physician 2002 ; 66 ( 9 ).
18. Akbari Cm, Logerfo FW. Diabetes and peripheral vascular disease. J Vasc Surg 1999 ;
30 : 373 - 84.
19. Strandness DE, Langvis YE, Roederer GO. Non invasive evaluation of vascular disease.
In : Haimovici, editor. Vascular surgery : Principles and techniques. California :
Appleton and Lange ; 1989 : 17 - 38.
20. Boykin JV. The nitric oxide connection : hyperbaric oxygen therapy, becaplermin, and
diabetic ulcer management. Adv Skin Wound Care 2000 ; 13 ( 4 Pt 1 ) : 169 - 74.
21. Lazareth I. Local care and medical treatment for ischemic diabetic ulcers. J Mal Vasc
2002 ; 27 ( 3 ) : 157 - 63.
23. Smiel JM. Efficacy and safety of becaplermin ( recombinant human platelet - derived
growth facto ) in patient with non healing, lower extremity diabetic ulcers : a combined
analysis of four randomizes studies. Wound Repair Regen 1999 ; 7 ( 5 ) : 335 - 46.
24. Schneider PA. Intraoperative superficial femoral artery ballon angioplasty and popliteal
to distal bypass graft : an option for combined open and endovascular treatment of
diabetic gangren. J Vasc Surg 2001 ; 33 ( 5 ) : 955 - 62.