Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

PENGELOLAAN B3 (TL-3204)
EVALUASI PENGELOLAAN OLI BEKAS
SEBAGAI LIMBAH B3

Disusun Oleh:
Stisya Iadha (15307082)
Asistia Krisanti (15307084)
Mariana Marselina (15307086)
Icha Yulianis (15307088)
Karinta Utami (15307090)
Raisha Anindhyta (15307092)
Adithyanti Febriana (15307094)
Saniya Niska (15307096)
Arsyi Nur Fitri (15307098)
Yogi Pratama (153070100)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2010

0
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Limbah B3 merupakan limbah yang perlu ditangani secara khusus. Limbah B3 dapat
diidentifikasikan menurut sumber dan atau uji karakteristik dan atau uji toksikologi. Hal
ini terdapat dalam PP 85/1999, pasal 7 yang berbunyi sebagai berikut:
1. Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi:
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. Limbah B3 dari sumber spesifik;
c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
2. Uji karakteristik limbah B3 meliputi :
a. mudah meledak;
b. mudah terbakar;
c. bersifat reaktif;
d. beracun;
e. menyebabkan infeksi; dan
f. bersifat korosif.

Oli bekas dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia seperti indusri, pertambangan,
dan usaha perbengkelan. Oli bekas termasuk dalam limbah B3 yang mudah terbakar
sehingga bila tidak ditangani pengelolaan dan pembuangannya akan membahayakan
kesehatan mausia dan lingkungan.
Pengelolaan oli bekas ini berupaya agar oli bekas yang dihasilkan tidak mencemari
lingkungan dan sifat oli bekas menjadi lebih tidak berbahaya. Selain itu, pengelolaan
oli bekas bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi masyarakat.
Selain itu, apabila penanganan oli bekas dilakukan dengan baik, maka akan bisa
memberikan keuntungan bagi si pengelola oli bekas dan juga pengurangan biaya
produksi bagi industri yang memanfaatkan kembali oli bekas sebagai pelumas
berbagai peralatan, karena oli bekas masih bisa dimanfaatkan untuk pelumas lagi
dengan cara pemakaian yang berbeda dari sebelumnya.

1
1.2 Tujuan
1. Mengetahui proses cradle to grave oli bekas
2. Mengetahui kasus yang pernah terjadi sebagai akibat penanganan oli bekas
yang tidak baik
3. Mengevaluasi proses penanganan oli bekas yang seharusnya dilakukan untuk
pencegahan kasus yang telah terjadi dan terjadinya kasus baru

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Timbulan limbah B3 yang semakin meningkat dikhawatirkan menimbulkan dampak yang


lebih luas terhadap kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup.
Pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan proses cradle to grave yang bertujuan
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup, yang diakibatkan oleh
pencemaran bahan berbahaya dan beracun . Disamping itu juga ditujukan untuk penurunan
beban pencemaran limbah B3 serta peningkatan kewaspadaan terhadap penyelundupan
B3.

B3 merupakan ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup, sehingga


memerlukan penanganan dan teknik khusus untuk mengurangi atau menghilangkan
bahayanya.
B3 ini tidak dapat dikelola seperti mengelola sampah kota yang biasanya menggunakan
kendaraan sampah, tempat pembuangan akhir atau pembakaran dengan alat pembakar
sampah kota, hal ini disebabkan:
1. B3 mengandung zat beracun yang apabila tercuci dapat mencemarkan air
permukaan dan air tanah disekitar tempat penanamannya yang akibatnya dapat
menimbulkan penyakit dan dapat meracuni masyarakat yang menggunakan air
tersebut.
2. B3 dapat menyebabkan kebakaran dan ledakan baik dalam pengangkutan sampah
maupun dilokasi pembuangan akhir.
3. B3 dapat membakar kulit jika tidak ditangani dengan hati-hati dan aman.
4. B3 dapat menghasilkan gas beracun yang dapat terhirup oleh masyarakat yang
bermukim dis sekitar lokasi pembuangan akhir.
5. B3 dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan antara petugas dan masyarakat
yang bermukim disekitarnya.
Salah satu limbah B3 yang perlu mendapatkan penanganan khusus karena dihasilkan
dalam jumlah yang tinggi pada masyarakat adalah oli bekas.

Oli bekas tentu dihasilkan dari penggunaan oli untuk berbagai aktivitas manusia seperti
perindustian, bengkel, dan penggunaan kendaraan bermotor.

3
2.1 Pengertian Pelumas (Oli)
Pelumas atau oli merupakan sejenis cairan kental yang berfungsi sebaga pelicin, pelindung,
dan pembersih bagi bagian dalam mesin. Kode pengenal Oli adalah berupa huruf SAE yang
merupakan singkatan dari Society of Automotive Engineers. Selanjutnya angka yang
mengikuti dibelakangnya, menunjukkan tingkat kekentalan oli tersebut. SAE 40 atau SAE
15W-50, semakin besar angka yang mengikuti Kode oli menandakan semakin kentalnya oli
tersebut. Sedangkan huruf W yang terdapat dibelakang angka awal, merupakan singkatan
dari Winter. SAE 15W-50, berarti oli tersebut memiliki tingkat kekentalan SAE 10 untuk
kondisi suhu dingin dan SAE 50 pada kondisi suhu panas. Dengan kondisi seperti ini, oli
akan memberikan perlindungan optimal saat mesin start pada kondisi ekstrim sekalipun.
Sementara itu dalam kondisi panas normal, idealnya oli akan bekerja pada kisaran angka
kekentalan 40-50 menurut standar SAE

2.2 Fungsi Pelumas


Semua jenis oli pada dasarnya sama. Yakni sebagai bahan pelumas agar mesin berjalan
mulus dan bebas gangguan. Sekaligus berfungsi sebagai pendingin dan penyekat. Oli
mengandung lapisan-lapisan halus, berfungsi mencegah terjadinya benturan antar logam
dengan logam komponen mesin seminimal mungkin, mencegah goresan atau keausan.
Untuk beberapa keperluan tertentu, aplikasi khusus pada fungsi tertentu, oli dituntut memiliki
sejumlah fungsi-fungsi tambahan. Mesin diesel misalnya, secara normal beroperasi pada
kecepatan rendah tetapi memiliki temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan Mesin
bensin. Mesin diesel juga memiliki kondisi kondusif yang lebih besar yang dapat
menimbulkan oksidasi oli, penumpukan deposit dan perkaratan logam-logam bearing.

2.3 Sifat-sifat Oli Mesin


a. Lubricant oli mesin bertugas melumasi permukaan logam yang saling bergesekan
satu sama lain dalam blok silinder. Caranya dengan membentuk semacam lapisan
film yang mencegah permukaan logam saling bergesekan atau kontak secara
langsung.
b. Coolant pembakaran pada bagian kepala silinder dan blok mesin menimbulkan suhu
tinggi dan menyebabkan komponen menjadi sangat panas. Jika dibiarkan terus
maka komponen mesin akan lebih cepat mengalami keausan. Oli mesin yang
bersirkulasi di sekitar komponen mesin akan menurunkan suhu logam dan menyerap
panas serta memindahkannya ke tempat lain.
c. Sealant oli mesin akan membentuk sejenis lapisan film di antara piston dan dinding
silinder. Karena itu oli mesin berfungsi sebagai perapat untuk mencegah

4
kemungkinan kehilangan tenaga. Sebab jika celah antara piston dan dinding silinder
semakin membesar maka akan terjadi kebocoran kompresi.
d. Detergent kotoran atau lumpur hasil pembakaran akan tertinggal dalam komponen
mesin. Dampak buruk 'peninggalan' ini adalah menambah hambatan gesekan pada
logam sekaligus menyumbat saluran oli. Tugas oli mesin adalah melakukan
pencucian terhadap kotoran yang masih 'menginap'.
e. Pressure absorbtion oli mesin meredam dan menahan tekanan mekanikal
setempat yang terjadi dan bereaksi pada komponen mesin yang dilumasi.

Kekentalan oli mesin Viskositas atau tingkat kekentalan oli mesin menunjukkan ketebalan
atau kemampuan untuk menahan aliran cairan. Sifat oli jika suhunya panas akan mudah
mengalir dengan cepat alias encer. Sebaliknya jika suhu oli dingin maka akan sulit mengalir
atau mudah mengental. Meski demikian setiap merek dan jenis oli mempunyai tingkat
kekentalan yang telah disesuaikan dengan maksud dan tujuan penggunaannya. Karena itu
ada oli yang sengaja dibuat kental atau encer sesuai kebutuhan pemakai.
Tingkat viskositas oli dinyatakan dalam angka indeks kekentalan. Semakin besar angkanya
maka berarti kian kental olinya. Dan sebaliknya juga kalau angka indeksnya semakin
mengecil tentu olinya bertambah encer.

2.4 Jenis Oli


a. Oli Mineral
Oli mineral berbahan bakar oli dasar (base oil) yang diambil dari minyak bumi yang
telah diolah dan disempurnakan. Beberapa pakar mesin memberikan saran agar jika
telah biasa menggunakan oli mineral selama bertahun-tahun maka jangan langsung
menggantinya dengan oli sintetis dikarenakan oli sintetis umumnya mengikis deposit
(sisa) yang ditinggalkan oli mineral sehingga deposit tadi terangkat dari tempatnya
dan mengalir ke celah-celah mesin sehingga mengganggu pemakaian mesin.
b. Oli Sintetis
Oli Sintetis biasanya terdiri atas Polyalphaolifins yang datang dari bagian terbersih
dari pemilahan dari oli mineral, yakni gas. Senyawa ini kemudian dicampur dengan
oli mineral. Inilah mengapa oli sintetis bisa dicampur dengan oli mineral dan
sebaliknya. Basis yang paling stabil adalah polyol-ester (bukan bahan baju
polyester), yang paling sedikit bereaksi bila dicampur dengan bahan lain. Oli sintetis
cenderung tidak mengandung bahan karbon reaktif, senyawa yang sangat tidak
bagus untuk oli karena cenderung bergabung dengan oksigen sehingga

5
menghasilkan acid (asam). Pada dasarnya, oli sintetis didesain untuk menghasilkan
kinerja yang lebih efektif dibandingkan dengan oli mineral.

2.5 Kekentalan (Viskositas) Oli

Kekentalan merupakan salah satu unsur kandungan oli paling rawan karena berkaitan
dengan ketebalan oli atau seberapa besar resistensinya untuk mengalir. Kekentalan oli
langsung berkaitan dengan sejauh mana oli berfungsi sebagai pelumas sekaligus pelindung
benturan antar permukaan logam.

Oli harus mengalir ketika suhu mesin atau temperatur ambient. Mengalir secara cukup agar
terjamin pasokannya ke komponen-komponen yang bergerak. Semakin kental oli, maka
lapisan yang ditimbulkan menjadi lebih kental. Lapisan halus pada oli kental memberi
kemampuan ekstra menyapu atau membersihkan permukaan logam yang terlumasi.
Sebaliknya oli yang terlalu tebal akan memberi resitensi berlebih mengalirkan oli pada
temperatur rendah sehingga mengganggu jalannya pelumasan ke komponen yang
dibutuhkan. Untuk itu, oli harus memiliki kekentalan lebih tepat pada temperatur tertinggi
atau temperatur terendah ketika mesin dioperasikan.

Dengan demikian, oli memiliki grade (derajat) tersendiri yang diatur oleh Society of
Automotive Engineers (SAE). Bila pada kemasan oli tersebut tertera angka SAE 5W-30
berarti 5W (Winter) menunjukkan pada suhu dingin oli bekerja pada kekentalan 5 dan pada
suhu terpanas akan bekerja pada kekentalan 30.
Tetapi yang terbaik adalah mengikuti viskositas sesuai permintaan mesin. Umumnya, mobil
sekarang punya kekentalan lebih rendah dari 5W-30 . Karena mesin belakangan lebih
sophisticated sehingga kerapatan antar komponen makin tipis dan juga banyak celah-celah
kecil yang hanya bisa dilalui oleh oli encer. Tak baik menggunakan oli kental (20W-50) pada

6
mesin seperti ini karena akan mengganggu debit aliran oli pada mesin dan butuh semprotan
lebih tinggi.

Untuk mesin lebih tua, clearance bearing lebih besar sehingga mengizinkan pemakaian oli
kental untuk menjaga tekanan oli normal dan menyediakan lapisan film cukup untuk bearing.
Sebagai contoh di bawah ini adalah tipe Viskositas dan ambien temperatur dalam derajat
Celcius yang biasa digunakan sebagai standar oli di berbagai negara/kawasan.
1. 5W-30 untuk cuaca dingin seperti di Swedia
2. 10W-30 untuk iklim sedang seperti di kawasan Inggris
3. 15W-30 untuk Cuaca panas seperti di kawasan Indonesia

2.6 Kualitas Oli


Kualitas oli disimbolkan oleh API (American Petroleum Institute). Simbol terakhir SL mulai
diperkenalkan 1 Juli 2001. Walau begitu, simbol makin baru tetap bisa dipakai untuk katagori
sebelumnya. Seperti API SJ baik untuk SH, SG, SF dan seterusnya. Sebaliknya jika mesin
kendaraan menuntut SJ maka tidak bisa menggunakan tipe SH karena mesin tidak akan
mendapatkan proteksi maksimal sebab oli SH didesain untuk mesin yang lebih lama.

Ada dua tipe API, S (Service) atau bisa juga (S) diartikan Spark-plug ignition (pakai busi)
untuk mobil MPV atau pikap bermesin bensin. C (Commercial) diaplikasikan pada truk heavy
duty dan mesin diesel. Contohnya katagori C adalah CF, CF-2, CG-4. Bila menggunakan
mesin diesel pastikan memakai katagori yang tepat karena oli mesin diesel berbeda dengan
oli mesin bensin karena karakter diesel yang banyak menghasilkan kontaminasi jelaga sisa
pembakaran lebih tinggi. Oli jenis ini memerlukan tambahan aditif dispersant dan detergent
untuk menjaga oli tetap bersih.

Sebagai tambahan, bila oli yang digunakan sudah tipe sintetik maka tidak perlu lagi
diberikan bahan aditif lain karena justru akan mengurangi kireja mesin bahkan merusaknya.

API Service Rating


Untuk rating API service, dapat pula dirunut dari mesin-mesin keluaran lama. Namun, pada
saat ini bisa juga dirunut dari katagori SF mengingat banyaknya katagori yang akan keluar.

API mesin bensin


SM (Current)

7
Diperkenalkan pada 2004. Ditujukan untuk semua jenis mesin bensin yang ada pada saat
ini. Oli ini didesain untuk memberikan resistensi oksidasi yang lebih baik, menjaga
temperatur, perlindungan lebih baik terhadap keausan, dan mengontrol deposit lebih baik.
SL (Current)
Merupakan katagori terakhir sampai saat ini. Diperkenalkan pada 1 Juni 2001. Oli ini
didesain untuk menjaga temperatur dan mengontrol deposit lebih baik. Juga bisa
mengkonsumsi oli lebih rendah. Beberapa oli ini juga cocok dengan spesifikasi terakhir
ILSAC sebagai Energy Conserving. Untuk mesin generasi 2004 atau sebelumnya
SJ (Current) : Diperkenalkan untuk mesin generasi 2001 atau lebih tua
SH (Obsolete): Untuk mesin generasi 1996 atau sebelumnya
SG (Obselete): Untuk mesin generasi 1993 atau sebelumnya
SF (Obsolete): Untuk mesin generasi 1988 atau sebelumnya

API mesin diesel

CJ-4
Diperkenalkan pada tahun 2006. Untuk mesin high speed, mesin 4-langkah yang didesain
untuk memenuhi memenuhi standar emisi tahun 2007. Oli dengan kategori API CJ-4
memiliki kriteria performa lebih baik daripada yang dimiliki oleh oli-oli dengan kategori API
CI-4 dengan CI-4 PLUS, CI-4, CH-4, CG-4 dan CF-4. Oli dengan kategori API CJ-4 juga
mampu secara efektif melumasi mesin-mesin dengan kategori di bawahnya.

8
CI-4
Diperkenalkan sejak 5 September 2002. Untuk mesin high speed, four stroke engines yang
didesain untuk memenuhi memenuhi standar emisi tahun 2004. Oli CI-4 diformulasikan
menjaga durabilitas mesin dimana gas buangnya disirkulasi ulang. Digunakan untuk mesin
yang meminta kandungan belerang/sulfur 0.5%. Bisa dipakai pada oli CD, CE, CF-4, CG-4
dan CH-4.

CH-4
Diperkenalkan sejak 1998. Untuk mesin high speed, four stroke engines yang didesain untuk
memenuhi memenuhi standar emisi tahun 1998. . Digunakan untuk mesin yang meminta
kandungan belerang/sulfur lebih besar 0.5%. Bisa dipakai pada oli CD, CE, CF-4, dan CG-4.
CG-4
Diperkenalkan sejak 1995. Untuk mesin kinerja sedang, high speed, four stroke engines.
Digunakan untuk mesin yang meminta kandungan belerang/sulfur kurang 0.5%. Cocok
untuk standar emisi 1994 Bisa dipakai pada oli CD, CE, dan CF-4.
CF-4
Diperkenalkan sejak 1990. Untuk mesin high speed, four stroke engines, naturally aspirated
dan mesin turbocharger. Bisa dipakai pada oli CD, dan CE.
CF-2
Diperkenalkan sejak 1994. Untuk mesin kinerja sedang, two stroke engines. Bisa dipakai
pada oli CD-II.
CF
Diperkenalkan sejak 1994. Untuk mesin off road, indirect injected dan beberapa mesin yang
memakai bahan bakar dengan kandungan belerang/sulfur di atas 0.5%. Bisa mengganti
pada oli CD.

2.7 Kontaminasi Oli


Kontaminasi terjadi dengan adanya benda-benda asing atau partikel pencemar di dalam oli.
Terdapat delapan macam benda pencemar biasa terdapat dalam oli yakni :
1. Keausan elemen. Ini menunjukkan beberapa elemen biasanya terdiri dari tembaga,
besi, chrominium, aluminium, timah, molybdenum, silikon, nikel atau magnesium.
2. Kotoran atau jelaga. Kotoran dapat masuk kedalam oli melalui embusan udara lewat
sela-sela ring dan melaui sela lapisan oli tipis kemudian merambat menuruni dinding
selinder. Jelaga timbul dari bahan bakar yang tidak habis. Kepulan asam hitam dan
kotornya filter udara menandai terjadinya jelaga.
3. Bahan Bakar
4. Air

9
5. Ini merupakan produk sampingan pembakaran dan biasanya terjadi melalui timbunan
gas buang. Air dapat memadat di crankcase ketika temperatur operasional mesin
kurang memadai.
6. Ethylene gycol (anti beku)
7. Produk-produk belerang/asam. Produk-produk oksidasi Mengakibatkan oli
bertambah kental. Daya oksidasi meningkat oleh tingginya temperatur udara masuk.

2.8 Karakteristik Oli Bekas


Oli bekas seringkali diabaikan penanganannya setelah tidak bisa digunakan kembali.
Padahal, jika asal dibuang dapat menambah pencemaran di bumi kita yang sudah banyak
tercemar. Jumlah oli bekas yang dihasilkan pastinya sangat besar. Bahaya dari
pembuangan oli bekas sembarangan memiliki efek yang lebih buruk daripada efek
tumpahan minyak mentah biasa.

Ditinjau dari komposisi kimianya sendiri, oli adalah campuran dari hidrokarbon kental
ditambah berbagai bahan kimia aditif. Oli bekas lebih dari itu, dalam oli bekas terkandung
sejumlah sisa hasil pembakaran yang bersifat asam dan korosif, deposit, dan logam berat
yang bersifat karsinogenik.

Berdasarkan data yang diperoleh, kapasitas oli yang diproduksi oleh Pertamina adalah
sekitar 450.000 kiloliter per tahun, belum lagi tambahan kapasitas dari ratusan merek oli
yang membanjiri pasar pelumas tanah air, untuk konsumsi kendaraan bermotor, industri dan
perkapalan.
Sampai saat ini usaha yang di lakukan untuk memanfaatkan oli bekas ini antara lain :
Dimurnikan kembali (proses refinery) menjadi refined lubricant. Orang tidak banyak
yang tertarik untuk berbisnis di bidang ini karena cost yang tinggi relatif terhadap
lube oil blending plant (LOBP) dengan bahan baku fresh, sehingga harga jual
ekonomis-nya tidak akan mampu bersaing di pasaran.
Digunakan sebagai Fuel Oil / minyak bakar. Yang masih menjadi kendala adalah
tingkat emisi bahan bakar ini masih tinggi.
Perlu dipertimbangkan beberapa hal mengenai pentingnya pemanfaatan kembali oli bekas :
Dari tahun ke tahun, regulasi yang pro terhadap teknologi ramah lingkungan akan
semakin strick. Mungkin saja suatu saat nanti, produsen oli juga harus bertanggung
jawab atas oli bekas yang dihasilkan, sehingga akan muncul berbagai teknologi
pemanfaatan oli bekas.

10
Kedepan, cadangan minyak mentah akan semakin terbatas, berarti harga minyak
mentah akan semakin melambung. Used-Oil refinery akan semakin kompetitif
dengan LOBP konvensional.

2.9 Oli bekas termasuk limbah B3


Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, oli bekas
termasuk kategori limbah B3. Meski oli bekas masih bisa dimanfaatkan, bila tidak dikelola
dengan baik, ia bisa membahayakan lingkungan. Sejalan dengan perkembangan kota dan
daerah volume oli bekas terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan
bermotor dan mesin-mesin bermotor. Didaerah pedesaan sekalipun, sudah bisa ditemukan
bengkel-bengkel kecil, yang salah satu limbahnya adalah oli bekas. Dengan kata lain,
penyebaran oli bekas sudah sangat luas dari kota besar sampai ke wilayah pedesaan di
seluruh Indonesia.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagian tugas Pemerintah Pusat


didelegasikan ke pemerintah daerah. Pendelegasian itu merupakan amanat Undang-
Undang no 32 tahun 2004. Kewenangan pemerintah daerah dijabarkan dalam Peraturan
Pemerintah no 38 tahun 2007. (perlu 3 tahun lebih untuk menjabarkan UU menjadi PP).
Berbagai aspek pemerintahan dan pembangunan dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah
tersebut termasuk kewenangan dalam pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup.
Akan tetapi ada hal yang agak kurang rasional dalam PP 38/2007 khususnya dalam hal
pengelolaan limbah B3, terutama untuk oli bekas. Sebelum PP 38/2007 terbit, praktis segala
sesuatu tentang kewenangan pengaturan, pengendalian limbah B3 berada pada Pemerintah
Pusat yaitu pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH). Kewenangan itu termasuk
pemberian perijinan untuk pengumpulan, penyimpanan sementara, pengangkutan dan
pengolahan limbah B3. Sesuai PP 38/2007, kewenangan untuk pengaturan dan
pengendalian kegiatan pengumpulan limbah B3 diberikan kepada Pemerintah Daerah
(Kabupaten dan Kota). Artinya pemerintah Kota atau Kabupaten diberi kewenangan untuk
mengatur dan memberikan ijin bagi kegiatan pengumpulan sementara limbah B3. Anehnya
kewenangan pengumpulan itu mempunyai pengecualian, yaitu untuk pengumpulan limbah
B3 oli bekas.

Berdasarkan PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan pengendalian oli bekas mulai
dari pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan sepenuhnya berada pada
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Ini artinya bila ada bengkel sepeda motor di kota-
kots besar, maka si pengusaha bengkel harus mengajukan permohonan ijin penyimpanan
oli bekas ke KNLH di Jakarta. Pengusaha kecil seperti bengkel sepeda motor, kalau diminta

11
mengurus ijin ke jakarta, maka ia akan memilih tidak mempunyai ijin. Ketentuan ini jelas
tidak rasional, kegiatan yang justru sudah sangat banyak di daerah, tetapi kewenangan
pengaturannya di Pemerintah Pusat.

Akibat dari ketentuan PP38/2007 untuk oli bekas yang demikian, sudah dapat diduga,
semakin banyak kegiatan pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan oli
bekas yang tidak bisa dikontrol. Adalah tidak masuk akal kalau KNLH mampu melakukan
pengawasan dan pengendalian terhadap oli bekas di seluruh Indonesia. KNLH tidak
mempunyai perangkat dan instrumen untuk melakukan pengawasan sampai keseluruh
daerah.

Seharusnya kegiatan yang sudah sangat tinggi volumenya seperti oli bekas, maka
kewenangan pengawasannya diberikan kepada pemerintah daerah. Terlepas dari segala
kekurangan pemerintah daerah dalam melakukan tugas tersebut, tetapi secara rasional,
pengawasan oli bekas tidak mungkin dilakukan oleh KNLH dari Jakarta. Adalah sangat tidak
masuk akal, kalau kebijakan seperti ini terus dipertahankan oleh KNLH.

2.10 Akibat Pembuangan Oli Bekas


Jika kita bicara material oli pelumas bekas, maka itu tidak hanya berurusan dengan olinya
sendiri, melainkan juga wadah dan saringan oli. Ketiganya, bila dibuang sembarangan akan
menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas mengandung sejumlah zat yang bisa
mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu mungkin saja mengandung logam, larutan
klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter oli bekas bisa merusak jutaan liter air segar
dari sumber air dalam tanah.

Limbah khusus untuk oli bekas lebih lanjut diatur dengan Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) No. KEP-225/BAPEDAL/08/1996 tentang
syarat-syarat penyimpanan dan pengumpulan limbah oli dan minyak pelumas. Ia
menuturkan limbah berupa oli bekas jika tidak dikelola dengan baik dan dibuang secara
sembarangan sangat berbahaya bagi lingkungan.
Oli bekas juga dapat menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan
sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat air, selain itu
sifatnya mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).

Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli. Plastik yang
tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan memakan ruang di

12
tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung residu oli, juga terbuat
dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis. Karena itulah limbah dari ketiga
komponen itu mesti dikelola dengan baik. Bukanlah hal yang sulit untuk mendaurulang
ketiga komponen itu, sehingga menjadi produk yang bermanfaat dan tidak lagi menjadi
ancaman lingkungan.

Oli bekas memiliki pasar yang bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan memulihkan
kembali sifat pelumasannya. Energi yang diperlukan untuk pengolahan oli bekas hanyalah
sepertiga dari yang dibutuhkan untuk mengolah minyak mentah menjadi pelumas yang baik.
Oli daur ulang juga bisa digunakan dalam campuran aspal yang akan dipakai untuk
membangun jalan raya. Oli daur uang pun bisa digunakan untuk bahan bakar.

Saringan oli bekas jugatidak sulit memprosesnya. Pertama dicabik-cabik, kemudian dilebur
dan dijadikan bahan baku produk-produk logam seperti jarum, kawat dan produk-produk
lainnya. Sedangkan wadah plastiknya bisa didaur ulang menjadi wadah baru, pot bunga,
pipa dan bernagai keperluan lainnya.

2.11 Pemanfaatan Oli Bekas Sebagai Bahan Bakar Mesin Diesel


Limbah oli atau limbah minyak pelumas residu dari oli murni atau vaseline berada di antara
C16 sampai ke C20. Di indonesia jumlah limbah pelumas bekas pada tahun 2003 sekitar 465
juta liter pertahun ( www. wikipedia.com ), dan untuk di daerah Riau limbah ini mencapai 54
juta liter pertahun ( sumber Riau Pos ) . Sumber dari limbah ini berasal dari berbagai
aktivitas sarana mesin serta industri. Proses yang dilakukan melalui tahapan absorpsi dan
distilasi ( untuk mengolah oli bekas menjadi sampel bahan bakar). Tahapan berikutnya
dilakukan uji karakteristik syarat bahan bakar berupa : uji bilangan oktan untuk melihat
kandungan unsur-unsur kimia, titik nyala, bilangan karbon dan residu bahan bakar serta
menentukan beberapa parameter fisisnya antara lain: viskositas, konduktivitas dan indeks
bias.

Hasil karakteristiknya akan dibandingkan dengan karakteristik solar atau mendekati. Sampel
akhir yang diinginkan dari riset ini, bila diuji pada setiap mesin diesel tidak ada modifikasi
pada mesin, artinya sampel ini tidak akan memberi efek atau cocok dengan jenis mesin
diesel apapun. Limbah oli bekas yang setiap bulan banyak dihasilkan di Riau akan
dimanfaatkan melalui pengolahan khusus. Bila keberadaanya diolah dengan proses dan
teknik yang tepat sebenarnya menghasilkan prospek ekonomi cukup menjanjikan di masa
depan. Selanjutnya untuk proses mengolah, direncanakan akan didisain atau dirancang
sistem dengan membuat prototipe mesin pengolahnya dengan serangkaian proses absorpsi

13
dan distilasi satu tabung melalui beberapa uji karakteristik kimia dan fisika untuk syarat-
syarat bahan oli bekas.

2.12 Proses Pengolahan Oli Bekas


Tahap pertama merupakan pemisahan air dari oli bekas, proses ini menghasilkan limbah air
yang berasal dari campuran oli bekas.
Tahap kedua memisahkan kotoran dan aditif nya (penambahan bahan kimia). Tahap ketiga
dilakukan untuk perbaikan warna, mengasilkan bahan dasar pelumas (bdp) dan limbah
lempung. Yang terakhir mengolah bahan dasar menjadi pelumas atau disebut juga dengan
blending.
Tiga Tahapan Daur Ulang oli Bekas
Cara pertama, daur ulang oli bekas menggunakan asam kuat untuk memisahkan kotoran
dan aditif dalam oli bekas. kemudian dilakukan pemucatan dengan lempung. Produk yang
dihasilkan bersifat asam dan tidak memenuhi syarat.

Cara kedua, campuran pelarut alkohol dan keton digunakan untuk memisahkan kotoran dan
aditif dalam oli bekas. Campuran pelarut dan pelumas bekas yang telah dipisahkan di
fraksionasi untuk memisahkan kembali pelarut dari oli bekas. Kemudian dilakukan proses
pemucatan dan proses blending serta reformulasi untuk menghaasilkan pelumas siap pakai.
Cara ketiga. pada tahap awal digunakan senyawa fosfat dan selanjutnya dilakukan proses
perkolasi dan dengan lempung serta dikuti proses hidrogenasi.

Selain daripada itu, jika kita bicara material oli pelumas bekas, maka itu tidak hanya
berurusan dengan olinya sendiri, melainkan juga wadah dan saringan oli. Ketiganya, bila
dibuang sembarangan akan menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas mengandung
sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu mungkin saja
mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter oli bekas bisa
merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah.

Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli. Plastik yang
tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan memakan ruang di
tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung residu oli, juga terbuat
dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis.
Karena itulah limbah dari ketiga komponen itu mesti dikelola dengan baik. Bukanlah hal
yang sulit untuk mendaurulang ketiga komponen itu, sehingga menjadi produk yang
bermanfaat dan tidak lagi menjadi ancaman lingkungan.

14
Oli bekas memiliki pasar yang bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan memulihkan
kembali sifat pelumasannya. Energi yang diperlukan untuk pengolahan oli bekas hanyalah
sepertiga dari yang dibutuhkan untuk mengolah minyak mentah menjadi pelumas yang baik.
Oli daur ulang juga bisa digunakan dalam campuran aspal yang akan dipakai untuk
membangun jalan raya. Oli daur uang pun bisa digunakan untuk bahan bakar. Saringan oli
bekas juga tidak sulit memprosesnya. Pertama dicabik-cabik, kemudian dilebur dan
dijadikan bahan baku produk-produk logam seperti jarum, kawat dan produk-produk lainnya.
Sedangkan wadah plastiknya bisa didaur ulang menjadi wadah baru, pot bunga, pipa dan
bernagai keperluan lainnya.

15
BAB III
CRADLE TO GRAVE OLI BEKAS

3.1 Produksi Oli Bekas


Oli bekas yang merupakan salah satu limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) banyak
dihasilkan dari bengkel mobil atau motor. Oli banyak digunakan sebagai pelumas mesin
mobil dan kebanyakan penghasilnya banyak yang masih sembarangan menampung oli
bekas. Oleh karena itu, karena disinyalir mengandung limbah B3,maka dikeluarkan surat
BLH No. 458.41/PPL-B3/2009 tentang imbauan pengelolaan oli bekas agar semua pemilik
atau pengusaha bengkel kendaraan bermotor bisa mengelola limbah dengan baik.

PURWAKARTA, (PRLM).- Para pemilik bengkel mobil maupun motor yang ada di
Purwakarta sekarang ini tidak boleh sembarangan dalam menampung oli bekas. Pasalnya
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Purwakarta telah mengeluarkan imbauan
tentang pengelolaan oli bekas karena disinyalir mengandung limbah berbahaya dan beracun
(B3). Kepala BLH Purwakarta, Dwi Sutrisno yang didampingi Kasubid Pengendalian
Pencemaran Limbah Padat dan B3, Uu Nurjaman mengatakan, untuk mensosialisasikan
adanya surat BLH nomor 458.41/PPL-B3/2009 tentang imbauan pengelolaan oli bekas
dalam waktu dekat ini semua pemilik/pengusaha bengkel kendaraan bermotor akan
dikumpulkan di BLH Purwakarta untuk mendapatkan penjelasan mengenai keharusan
limbah oli bekas dikelola dengan baik.

Dalam surat itu disebutkan sehubungan dengan aktivitas kegiatan usaha/bengkel yang
menghasilkan oli bekas yang termasuk ke dalam salah satu jenis limbah B3 terdapat
bebeberapa ketentuan yang harus diatur yaitu pemilik/pengusaha bengkel harus
membangun tempat penampungan sementara (TPS) limbah B3 yang berdasarkan kepada
peraturan Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Menurut Nurjaman, setelah membangun
TPS limbah B3 sebagai tempat penampungan oli bekas yang harus mendapatkan
rekomendasi dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup, juga setiap tiga bulan sekali
harus memberikan laporan dari kegiatan pengolahan limbah oli bekas itu kepada Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Purwakarta.

Berdasarkan pengamatan "PRLM", sekarang ini jumlah bengkel atau usaha perbengkelan di
Purwakarta terutama yang menyediakan jasa ganti oli semakin bertebaran di berbagai
tempat. Oli bekas yang ada sementara ini ditampung dalam suatu tempat seperti drum atau
sejenisnya. Padahal dalam aturan tempat penampungan sementara itu harus mendapat

16
rekomendasi dari Kemeneg Lingkungan Hidup. Jika kita bicara material oli pelumas bekas,
maka itu tidak hanya berurusan dengan olinya sendiri, melainkan juga wadah dan saringan
oli. Ketiganya, bila dibuang sembarangan akan menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas
mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu mungkin
saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter oli bekas
bisa merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah.

Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli. Plastik yang
tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan memakan ruang di
tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung residu oli, juga terbuat
dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis.

Karena itulah limbah dari ketiga komponen itu mesti dikelola dengan baik. Bukanlah hal
yang sulit untuk mendaurulang ketiga komponen itu, sehingga menjadi produk yang
bermanfaat dan tidak lagi menjadi ancaman lingkungan. Oli bekas memiliki pasar yang
bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan memulihkan kembali sifat pelumasannya.
Energi yang diperlukan untuk pengolahan oli bekas hanyalah sepertiga dari yang dibutuhkan
untuk mengolah minyak mentah menjadi pelumas yang baik. Oli daur ulang juga bisa
digunakan dalam campuran aspal yang akan dipakai untuk membangun jalan raya. Oli daur
uang pun bisa digunakan untuk bahan bakar.

Saringan oli bekas jugat idak sulit memprosesnya. Pertama dicabik-cabik, kemudian dilebur
dan dijadikan bahan baku produk-produk logam seperti jarum, kawat dan produk-produk
lainnya. Sedangkan wadah plastiknya bisa didaur ulang menjadi wadah baru, pot bunga,
pipa dan bernagai keperluan lainnya.

3.2 Penyimpanan Oli Bekas


Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 tersebut belum dapat diolah dengan
segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya
limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat
dihindarkan. Untuk meningkatkan pengamanannya, maka sebelum dilakukan penyimpanan
limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas. Mengingat keragaman karakteristik limbah B3,
maka dalam pengemasannya perlu pula diatur tata cara yang tepat sehingga limbah dapat
disimpan dengan aman.

Sejalan dengan perkembangan kota dan daerah, volume minyak pelumas bekas terus
meningkat seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin-mesin

17
bermotor. Di daerah pedesaan sekalipun, sudah bisa ditemukan bengkel-bengkel kecil, yang
salah satu limbahnya adalah oli bekas. Dengan kata lain, penyebaran oli bekas sudah
sangat luas dari kota besar sampai ke wilayah pedesaan di seluruh Indonesia.

Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas pasal 1(1), oli bekas
atau minyak pelumas bekas (selanjutnya disebut minyak pelumas bekas) adalah sisa pada
suatu kegiatan dan/atau proses produksi. Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup, minyak pelumas bekas termasuk kategori limbah B3. Meski
minyak pelumas bekas masih bisa dimanfaatkan, bila tidak dikelola dengan baik, ia bisa
membahayakan lingkungan.

Minyak pelumas bekas mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah, dan
air. Minyak pelumas bekas itu mungkin saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat
pencemar lainnya. Satu liter minyak pelumas bekas bisa merusak jutaan liter air segar dari
sumber air dalam tanah. Apabila limbah minyak pelumas tumpah di tanah akan
mempengaruhi air tanah dan akan berbahaya bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan minyak
pelumas bekas dapat menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan
sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat air, selain itu
sifatnya mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).

Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, ukuran
tempat penyimpanan minyak pelumas bekas berukuran 2m x 2m. Kemasan dapat terbuat
dari bahan plastik (HDPE, PP, atau PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon, SS304,
SS316 atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan tersebut tidak
bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya. Kemasan (drum, tong, atau bak
kontainer)yang digunakan harus:
a) Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat, atau rusak;
b) Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang akan disimpan;
c) Mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya;
d) Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan
pemindahan atau pengangkutan.

18
Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi penandaan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan tentang tata cara dan
persyaratan bagi penyimpanan limbah B3. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya
selama penyimpanan, maka jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah, pembentukan
gas, atau terjadinya kenaikan tekanan. Terhadap drum/tong atau bak kontainer yang telah
berisi limbah B3 dan disimpan di tempat penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan kondisi
kemasan sekurang-kurangnya satu minggu satu kali. Pemeriksaan tersebut meliputi:
a) apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau bocor),
maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam drum/tong yang
baru, sesuai dengan ketentuan,
b) apabila terdapat ceceran atau bocoran limbah, maka tumpahan limbah tersebut
harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan dalam kemasan
limbah B3 terpisah.

Untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan, tangki wajib dilengkapi dengan


penampungan sekunder. Penampungan sekunder dapat berupa satu atau lebih dari
ketentuan berikut : pelapisan (di bagian luar tangki); tanggul (vault;berm) dan atau tangki
berdinding ganda, dengan ketentuan bahwa penampungan sekunder tersebut harus:
a) dibuat atau dilapisi dengan bahan yang saling cocok dengan limbah B3 yang
disimpan serta memiliki ketebalan dan kekuatan memadai untuk mencegah
kerusakan akibat pengaruh tekanan;
b) ditempatkan pada pondasi atau dasar yang dapat mendukung ketahanan tangki
terhadap tekanan dari atas dan bawah dan mampu mencegah kerusakan yang
diakibatkan karena pengisian, tekanan, atau uplift;

19
c) dilengkapi dengan sistem deteksi kebocoran yang dirancang dan dioperasikan 24
jam sehingga mampu mendeteksi kerusakan pada struktur tangki primer dan
sekunder, atau lepasnya limbah B3 dari sistem penampungan sekunder;
d) penampungan sekunder dirancang untuk dapat menampung dan mengangkat
cairan-cairan yang berasal dari kebocoran,ceceran, atau presipitasi.

Limbah yang disimpan tidak melebihi waktu 90 hari dan wajib diupayakan langsung
diangkut/dibawa oleh perusahaan pengumpul dan atau ke fasilitas pengolahan, diupayakan
3R, dimanfaatkan oleh pihak lain yang telah mempunyai izin pemanfaatan dari KLH-RI.

Berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas, tatacara
penyimpanan minyak pelumas bekas harus memperhatikan :
a) karakteristik pelumas bekas yang disimpan;
b) kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum atau
tangki;
c) pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan
menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan apabila terjadi
kecelakaan dapat segera ditangani;
d) lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan untuk
lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift);
e) penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika
berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis
dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat
dan plastik, maka harus dipergunakan rak;
f) lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul di sekelilingnya dan dilengkapi
dengan saluran pembuangan meriuju bak penampungan yang kedap air. Bak
penampungan dibuat mampu menampung 110 % dari kapasitas volume drum atau
tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur sedemikian
sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain;
g) mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang kedap
air.

Adapun persyaratan untuk bangunan pengumpulan antara lain:


a) lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak bergelombang,
kuat, dan tidak retak;

20
b) konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan
kemiringan maksimum 1 %;
c) bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak pelumas bekas;
d) rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap yang dapat
mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat penyimpanan atau
pengumpulan;
e) bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila bangunan diberi
dinding bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang mudah didobrak.

Berdasarkan PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan pengendalian minyak pelumas


bekas, mulai dari pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan,
sepenuhnya berada pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Ketentuan ini jelas tidak
rasional, kegiatan yang justru sudah sangat banyak di daerah, tetapi kewenangan
pengaturannya di Pemerintah Pusat. Akibat dari ketentuan PP 38/2007 untuk minyak
pelumas bekas tersebut, sudah dapat diduga semakin banyak kegiatan pengumpulan,
penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan minyak pelumas bekas yang tidak bisa
dikontrol. Adalah tidak masuk akal jika KLH mampu melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap minyak pelumas bekas di seluruh Indonesia. KLH tidak mempunyai
perangkat dan instrumen untuk melakukan pengawasan sampai keseluruh daerah.
Seharusnya kegiatan yang sudah sangat tinggi volumenya seperti minyak pelumas bekas,
maka kewenangan pengawasannya diberikan kepada pemerintah daerah. Terlepas dari
segala kekurangan pemerintah daerah dalam melakukan tugas tersebut, tetapi secara
rasional, pengawasan minyak pelumas bekas tidak mungkin dilakukan oleh KLH dari
Jakarta. Adalah sangat tidak masuk akal, kalau kebijakan seperti ini terus dipertahankan
oleh KLH. Pemerintah pusat dalam hal ini KLH secara bertahap harus meningkatkan
kemampuan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal pembinaan dan pengawasan limbah
minyak pelumas bekas, seperti pendanaan, peralatan, peningkatan SDM, sarana dan
prasarana lainnya sehingga daerah benar-benar siap untuk melaksanakannya.

3.3 Pengangkutan Oli Bekas


3.3.1 Definisi:
Pengangkut oli bekas adalah orang yang
- Mengangkut oli bekas
- Mengumpulkan oli bekas lebih dari satu penghasil oli bekas dan mengangkut oli
bekas tersebut
- Mengoperasikan atau memiliki fasilitas transfer oli bekas
Pengecualian dari definisi di atas terjadi apabila:

21
- Seseorang/suatu perusahaan mengangkut oli bekas tersebut dalam sistem jaringan
on-site
- Seseorang/suatu perusahaan adalah penghasil oli bekas dan mengangkut oli bekas
tersebut dalam jumlah kurang dari 55 galon per hari

3.3.2 Sistem pengangkutan


Sistem pengangkutan yang akan dijelaskan adalah sistem yang mengacu pada sistem
pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Sebagai pengangkut dari oli bekas,
yang harus dilakukan pertama-tama adalah mendaftarkan diri kepada Kementrian
Lingkungan Hidup (Department of Environmental Protection) untuk mendapatkan nomor
identifikasi EPA (Environmental Protection Agency). Setelah itu, calon pengangkut harus
menentukan apakah oli bekas yang akan diangkut mengandung 100 ppm total halogen
atau tidak (hasil penelitian oli bekas ini harus berlaku selama 3 tahun). Uji protokol yang
dapat dilakukan adalah metode uji SW-846 9075, 9076, dan 9077.

Tujuan pengangkutan oli bekas juga hanya bisa kepada pengangkut oli bekas yang lain,
prosesor oli bekas, dan perusahaan pembakaran oli bekas.
Setelah itu, semua dokumen pengangkutan dan pengiriman harus valid selama kurang
lebih 3 tahun. Informasi yang ada mencakup:
- Nama dan alamat dari penerima oli bekas
- Nomor identifikasi U.S EPA
- Tanggal pengiriman
- Tanda tangan dari penerima atau penyedia oli bekas

Apabila selama pengangkutan terjadi kebocoran oli bekas, maka hal-hal yang harus
dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan segera melakukan pencegahan terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan, misalnya dengan cara mengumpulkan
kebocorannya atau dengan mengontak pihak berwajib.

Untuk perusahaan pengangkutan yang menyimpan oli bekasnya dalam jangka waktu
tertentu, diperlukan pengaturan-pengaturan khusus untuk mencegah pengaruh kimiawi
oli bekas terhadap kesehatan dan lingkungan, yaitu:
- Oli bekas hanya boleh disimpan di dalam tangki atau kontainer yang berada dalam
kondisi bagus dan tidak bocor
- Area penyimpanan kontainer oli bekas harus dilengkapai dengan sistem
penyimpanan sekunder sedemikian rupa guna mencegah oli bekas terserap ke
dalam tanah, air tanah maupun air permukaan

22
- Tangki penyimpanan yang berada di atas permukaan tanah harus dilengkapi dengan
sistem penyimpanan sekunder sedemikian rupa guna mencegah oli bekas terserap
ke dalam tanah, air tanah, maupun air permukaan (apabila tangki penyimpanan
dipasang setelah tanggal 20 Oktober 1998 maka lantainya harus menutupi tanah
yang berada di bawah tangki. Apabila pemasangan dilakukan sebelum tanggal 20
Oktober 1998, maka lantainya hanya harus diperbesar sampai titik di mana
tangkinya bertemu dengan tanah).
- Semua tangki oli bekas harus diberi label, termasuk pipa input oli bekas, dan
kontainer harus diberi label juga.
Apabila terjadi tumpahan ke lingkungan, maka yang harus dilakukan adalah:
- Menghentikan tumpahan
- Mengumpulkan oli bekas yang tumpah di dalam suatu wadah
- Membersihkan dan mengatasi oli bekas yang tumpah
- Membenarkan atau mengganti kontainer atau tangki yang rusak sehingga dapat
digunakan kembali

Apabila oli bekas disimpan dalam waktu lebih dari 35 hari, maka perusahan pengangkut
akan dikenai tuntutan sebagai prosesor oli bekas. Tuntutan-tuntutan ini lebih mengikat
daripada standar fasilitas pengangkutan. Perusahaan pengangkut harus mengikuti
serangkaian rencana pencegahan, termasuk rencana pengembangan dan rencana
perawatan serta distribusi rencana sampingan untuk fasilitas perusahaan pengangkut.
Selain itu, perusahaan pengangkut juga akan dikenai tuntutan untuk menutup area
penyimpanan oli bekasnya.

3.3.3 Sistem pengangkutan di Indonesia


Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
dalam PP 38/2007, oli bekas termasuk kategori limbah B3. Meski oli bekas masih bisa
dimanfaatkan, bila tidak dikelola dengan baik, ia bisa membahayakan lingkungan.
Sejalan dengan perkembangan kota dan daerah, volume oli bekas terus meningkat
seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin-mesin bermotor. Di
daerah pedesaan sekalipun, sudah bisa ditemukan bengkel-bengkel kecil, yang salah
satu limbahnya adalah oli bekas. Dengan kata lain, penyebaran oli bekas sudah sangat
luas dari kota besar sampai ke wilayah pedesaan di seluruh Indonesia.

Sementara khusus untuk oli bekas lebih lanjut diatur dengan Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) No. KEP-225/BAPEDAL/08/1996 tentang
syarat-syarat penyimpanan dan pengumpulan limbah oli dan minyak pelumas. Ia

23
menuturkan limbah berupa oli bekas jika tidak dikelola dengan baik dan dibuang secara
sembarangan sangat berbahaya bagi lingkungan. Pasalnya, oli bekas dapat
menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan sifatnya yang tidak
dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat air, selain itu sifatnya mudah
terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagian tugas Pemerintah Pusat


didelegasikan ke pemerintah daerah. Pendelegasian itu merupakan amanat Undang-
Undang No 32 tahun 2004. Kewenangan pemerintah daerah dijabarkan dalam
Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007. Berbagai aspek pemerintahan dan
pembangunan dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah tersebut termasuk kewenangan
dalam pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup.

Keadaan eksisting pengangkutan limbah oli bekas di Indonesia mempunyai sesuatu hal
yang kurang rasional, yaitu dalam PP 38/2007. Sebelum PP 38/2007 terbit, segala
sesuatu tentang kewenangan pengaturan, pengendalian limbah B3 berada pada
Pemerintah Pusat yaitu pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH).
Kewenangan itu termasuk pemberian perijinan untuk pengumpulan, penyimpanan
sementara, pengangkutan dan pengolahan limbah B3. Sesuai PP 38/2007, kewenangan
untuk pengaturan dan pengendalian kegiatan pengumpulan limbah B3 diberikan kepada
Pemerintah Daerah (Kabupaten dan Kota). Artinya pemerintah Kota atau Kabupaten
diberi kewenangan untuk mengatur dan memberikan ijin bagi kegiatan pengumpulan
sementara limbah B3. Anehnya kewenangan pengumpulan itu mempunyai
pengecualian, yaitu untuk pengumpulan limbah B3 oli bekas. Berdasarkan PP 38/2007,
kewenangan untuk perijinan dan pengendalian oli bekas mulai dari pengumpulan,
penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan sepenuhnya berada pada Kementerian
Negara Lingkungan Hidup.

Berikut adalah contoh sistem pengangkutan dan pengiriman yang dilakukan oleh salah
satu perusahan pengangkutan limbah B3 di Indonesia:

24
Gambar 1. Sistem Pengangkutan Oli Bekas
1) Melakukan pemeriksaan fisik dan pengambilan sample limbah yang dihasilkan
oleh industri untuk di uji kesesuaian (laboratorium)
2) Memberikan penawaran harga sesuai klasifikasi dan karakteristik limbah dan
biaya pengangkutan dan pembersihan.
3) Mempersiapkan jadwal pengangkutan setelah menerima order dari perusahaan.
4) Melakukan penempatan yang sesuai jenis limbah yang diterima dari penghasil
limbah.
5) Membuat perjanjian kerjasama antara kedua belah pihak secara tertulis.
6) Didalam perjanjian kerjasama khususnya pengangkutan limbah yang berasal
dari perairan laut / kapal, perusahaan pengangkut akan memberikan tanggung
jawab sepenuhnya terhadap resiko apapun setelah limbah diterima dari kapal
laut sampai dengan tujuan perusahaan pengangkut.

Gambar 2. Gudang Penyimpanan Oli Bekas

25
3.4 Pembuangan dan Penimbunan Oli Bekas
Pembuangan oli bekas secara sembarangan akan merusak lingkungan, khususnya akan
mencemari tanah. Jika kita bicara material oli pelumas bekas, maka itu tidak hanya
berurusan dengan olinya sendiri, melainkan juga wadah dan saringan oli. Ketiganya, bila
dibuang sembarangan akan menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas mengandung
sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu mungkin saja
mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter oli bekas bisa
merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah.
Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli. Plastik yang
tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan memakan ruang di
tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung residu oli, juga terbuat
dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis. Karena itulah limbah dari ketiga
komponen itu mesti dikelola dengan baik. Bukanlah hal yang sulit untuk mendaurulang
ketiga komponen itu, sehingga menjadi produk yang bermanfaat dan tidak lagi menjadi
ancaman lingkungan.

Oli bekas memiliki pasar yang bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan memulihkan
kembali sifat pelumasannya. Energi yang diperlukan untuk pengolahan oli bekas hanyalah
sepertiga dari yang dibutuhkan untuk mengolah minyak mentah menjadi pelumas yang baik.
Oli daur ulang juga bisa digunakan dalam campuran aspal yang akan dipakai untuk
membangun jalan raya. Oli daur uang pun bisa digunakan untuk bahan bakar. Saringan oli
bekas jugat idak sulit memprosesnya. Pertama dicabik-cabik, kemudian dilebur dan
dijadikan bahan baku produk-produk logam seperti jarum, kawat dan produk-produk
lainnya.. Sedangkan wadah plastiknya bisa didaur ulang menjadi wadah baru, pot bunga,
pipa dan berbagai keperluan lainnya.

Oleh sebab itu, oli bekas serta wadahnya sebaiknya diolah terlebih dahulu sebelum dibuang
ke lingkungan agar tidak berbahaya dan mencemari lingkungan.
Berdasarkan PP no.18 1999 tentang Pengelolaan limbah B3, maka dalam melakukan
penimbunan sebaiknya :
1. Penimbunan limbah B3 wajib menggunakan sistem pelapis yang dilengkapi dengan
saluran untuk pengaturan aliran air permukaan, pengumpulan air lindi dan
pengolahannya, sumur pantau dan lapisan penutup akhir yang telah disetujui oleh
instansi yang bertanggung jawab.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan penimbunan limbah B3
ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab.

26
Lokasi penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Bebas dari banjir;
b. Permeabilitas tanah maksimum 10 pangkat negatif 7 centimeter per detik;
c. Merupakan lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi penimbunan limbah B3
berdasarkan rencana tata ruang;
d. Merupakan daerah yang secara geologis dinyatakan aman, stabil tidak rawan
bencana dan di luar kawasan lindung;
e. Tidak merupakan daerah resapan air tanah, khususnya yang digunakan untuk air
minum.

Terhadap lokasi penimbunan limbah B3 yang telah dihentikan kegiatannya wajib


memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Menutup bagian paling atas tempat penimbunan dengan tanah setebal
minimum 0,60 meter;
b. Melakukan pemagaran dan memberi tanda tempat penimbunan limbah B3;
c. Melakukan pemantauan kualitas air tanah dan menanggulangi dampak
negatif yang mungkin timbul akibat keluarnya limbah B3 ke lingkungan,
selama minimum 30 tahun terhitung sejak ditutupnya seluruh fasilitas
penimbunan limbah B3;
d. Peruntukan lokasi penimbun yang telah dihentikan kegiatannya tidak dapat
dijadikan pemukiman atau fasilitas umum lainnya.

BAB IV
27
STUDI KASUS OLI BEKAS

4.1 Tumpahan Limbah Oli PT Drydoks Pertama Tanjunguncang

Pada hari Selasa, 13 Oktober 2009, berton-ton limbah oli PT Drydocks Pertama
Tanjunguncang tumpah dan mencemari perairan Tanjunguncang, Kepulauan Riau. Puluhan
ton oli bekas tumpah setelah tangki penyimpanan milik perusahaan tersebut meledak. PT
Drydocks disinyalir lalai dalam mengawasi pengelolaan limbah sehingga peristiwa tersebut
dapat terjadi. Pihak Bapedalda Pemerintah Kota (Pemko) Batam langsung mengambil
sampel limbah untuk dilakukan diuji laboratorim. Selain itu, pihak kepolisian dan KPLP juga
turun ke lokasi.

Manager PT Drydocks Pratama, Suryono, kepada wartawan mengatakan, terjadinya


tumpahan oli karena adanya kemiringan tempat penampungan sehingga oli sempat tumpah

28
ke laut. Pihak perusahaan juga melakukan tindakan pencegahan untuk menjamin agar
tumpahan oli tidak sampai mencemari laut dan membahayakan warga. Tindakan
pencegahan yang dilakukan diantaranya adalah dengan memasang beberapa pelampung
agar oli tidak menyebar dan menggunakan cairan kimia untuk memisahkan oli dengan air
laut.

Tumpahan limbah berbahaya dari PT Drydocks Pertama Tanjunguncang kontan mendapat


keluhan dari masyarakat setempat. Mereka menyayangkan keteledoran perusahaan
membuat peraiaran tempat mereka menangkap ikan tercemar. Dampak tumpahan berton-
ton oli bekas itu dirasakan nelayan Pulau Bertam, Pulau Lingka, Pulau Gara dan Pulau
Seraya. Limbah sempat menyebar ke perairan pulau tersebut.

Nelayan sangat merasakan hasil tangakapan ikan bilis. Padahal setiap bulan Oktober,
November dan Desember, adalah waktu keluarnya ikan bilis. Ada sekitar 300 nelayan yang
menggantungkan hidup menangkap ikan bilis. Biasanya, setiap hari nelayan bisa
menangkap ikan bilis dengan jumlah yang cukup lumayan hingga Rp 5 juta sekali turun ke
laut. Namun dua hari belakangan nelayan hanya dapat hasil tangkapan senilai Rp 500 ribu
hingga Rp 600 ribu sekali turun ke laut.

Kasat II Ditreskim Polda Kepulauan Riau menyatakan tidak ada faktor kesengajaan dalam
peristiwa tumpahnya limbah berbahaya tersebut. Peristiwa ini terjadi murni karena tiang
tangki tidak mampu lagi menyangga beban limbah oli bekas yang disimpan di dalamnya.

4.2 Tangki Penyimpanan Oli Bekas Milik PT Timas Meledak


Sebuah drum untuk menampung oli bekas milik PT Timas yang berlokasi di Desa Tambak,
Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Banten, meledak pada hari Senin, 28 Desember 2009
sekitar pukul 11 siang. Akibat ledakan tersebut, seorang karyawan bagian pengelasan,
Siman (40) mengalami luka bakar dan harus dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Serang.

Menurut Kapolres Serang, ledakan tersebut berasal dari drum oli yang digunakan sebagai
pengganjal mobil yang sedang dilas oleh korban. Diduga akibat panas, drum oli bekas yang
digunakan untuk pengganjal tersebut langsung meledak. Ledakan hebat itu sempat
membuat tubuh korban Siman terpental beberapa meter. Bahkan korban sempat terkena
semburan api, akibatnya ia menderita luka bakar serius terkena semburan api tersebut.
Bunyi ledakan itupun sempat membuat panik karyawan PT Timas. Siman, warga Kampung
Citawa, Desa Tambak, Kecamatan Kibin yang menderita luka bakar di sekujur tubuh, oleh

29
rekan kerjanya langsung dilarikan ke RSUD Serang untuk diberikan pengobatan medis.

BAB V
PEMBAHASAN

30
Limbah khusus untuk oli bekas lebih lanjut diatur dengan Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) No. KEP-225/BAPEDAL/08/1996 tentang
syarat-syarat penyimpanan dan pengumpulan limbah oli dan minyak pelumas. Ia
menuturkan limbah berupa oli bekas jika tidak dikelola dengan baik dan dibuang secara
sembarangan akan sangat berbahaya bagi lingkungan.
NFPA oli bekas:

Keterangan:
Biru : Health Hazard
Merah : Fire Hazard
Kuning : Reactivity
Putih : Specific Hazard

Penanganan
Dalam penempatannya, oli bekas harus dijauhkan dari panas, bunga api, atau api. Dimana
campuran mungkin mudah terbakar tersimpan, harus digunakan peralatan aman pada lokasi
tersebut. Gunakan peralatan anti ledak dan anti percikan yang bersih. Ketika memindahkan
produk, tangki penyimpanan, truk tangki, dan mobil tangki kereta api harus ditempatkan di
tanah dan berikat. Jangan hirup uap atau kabut yang dihasilkan. Gunakan di area yang
berventilasi. Hindari kontak dengan mata, kulit, pakaian, dan sepatu. Jangan merokok
sambil menggunakan produk ini.

5.1 Pembahasan Studi Kasus


Sehubungan kasus yang terjadi di PT Timas:
Terlihat bahwa liimbah B3 oli bekas memiliki sifat cukup mudah terbakar serta cukup
membahayakan kesehatan. Oleh karena itu dalam penanganannya, limbah ini harus dijaga
sehati-hati mungkin agar tidak timbul percikan pada kontainer.

31
Pada MSDS bagian penyimpanan disebutkan, hindari kegiatan mengelas kontainer. Namun
tampaknya hal ini kurang menjadi perhatian bagi Siman, pekerja yang menjadi korban
ledakan kontainer oli bekas di PT Timas. Beliau jelas telah melakukan kesalahan dengan
menjadikan drum limbah oli bekas sebagai alas ketika mengelas. Hal ini tentu saja dapat
menimbulkan percikan api, dan ketika berkontak dengan oli yang memiliki sifat mudah
meledak, maka muncullah ledakan. Beruntung korban masih bisa terselamatkan meski
menderita luka bakar serius. Hendaknya para pekerja harus lebih disadarkan tentang
bahaya limbah B3, dan perusahaan harus bisa membangkitkan kesadaran pada para
pekerjanya.

Menurut MSDS oli bekas, dampak yang dapat ditimbulkannya adalah sebagai berikut:

Dampak bagi kesehatan


1. Pernapasan : konsentrasi uap yang tinggi dapat berbahaya jika dihirup. Konsentrasi
yang tinggi dapat mengganggu saluran pernafasan (hidung, tenggorokan, dan paru-
paru). Juga dapat menyebabkan mual, muntah, sakit kepala, pusing, kehilangan
koordinasi, rasa, dan gangguan saraf lainnyapaparan dengan konsentrasiakutdapat
menyebabkan depresi sistem saraf, pingsan, koma, dan / atau kematian.
2. Mata : menyebabkan iritasi
3. Kulit : dapat menyebabkan dermatitis atau meresap ke dalam kulit dan menimbulkan
dampak seperti pada pernapasan.
4. Pencernaan : dapat berbahaya jika tertelan. Menyebabkan mual, muntah, dan
gangguan saraf lainnya. Jika produk terhirup ketika sedang menelan atau muntah,
dapat menyebabkan kanker paru-paru ataupun kematian.
5. Kondisi medis yang diperparah oleh paparan : gangguan terhadap jantung, hati,
ginjal, saluran pernapasan(hidung, tenggorokan, paru-paru), sistem saraf pusat,
mata, kulit, dapat semakin diperparah dengan konsentrasi paparan yang tinggi.
6. Sifat karsinogenik : Produk ini mengandung minyak mineral, tidak diolah atau sedikit
diolah, yang dapat menyebabkan kanker. Produk ini mungkin berisi hidrokarbon dan
klor
pelarut, logam, dan aromatic polynuclear yang dapat menyebabkan kanker. Risiko
kanker tergantung pada jangka waktu dan tingkat paparan.

Dampak terhadap lingkungan


Lapisan atas tanah dan vegetasi alami biasanya akan menyaring banyak dari polutan
keluar, tetapi lapisan kedap air yang menutupi sebagian besar permukaan di mana
polutan tersebut berasal membawanya tepat ke badan saluran air dan ke sungai, danau,

32
dan laut, yang dapat meracuni biota laut dan ikan yang kita makan-serta ekosistem
Pencemaran oli bekas ini juga menemukan jalan ke dalam akifer bawah tanah menuju
pasokan air minum kita, sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia.
Oli bekas mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas
itu mungkin saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu
liter oli bekas bisa merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah. Oli bekas
juga dapat menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan sifatnya
yang tidak dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat air, selain itu sifatnya
mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Sehubungan kasus yang terjadi di Tanjunguncang :


Kelalaian perusahaan dalam mengelola limbah B3 nya dapat berdampak buruk bagi
lingkungan dan biota air. Limbah oli memiliki sifat beracun. Hal ini berdampak buruk bagi
lingkungan perairan dan biota air yang telah ketumpahan oli bekas tersebut. Nelayan
setempat juga mengalami kerugian. Jika ikan yang tercemari limbah oli dikonsumsi oleh
manusia, dikhawatirkan akan timbul bahaya bagim kesehatan, seperti yang telah
terangkum dalam MSDS yang berlaku. Hendaknya perusahaan lebih waspada akan hal
ini dan dapat menangani limbah B3 nya dengan benar dan menurut aturan yang berlaku,
sehingga htak terjadi hal yang tak diinginkan.

Manajemen Limbah Oli Bekas


Minyak telah digunakan, dapat dikumpulkan, daur ulang, dan digunakan berulang-ulang.
diperkirakan 380 juta galon menggunakan minyak daur ulang setiap tahun. Minyak
kadang-kadang dapat digunakan lagi untuk pekerjaan yang sama atau dapat melakukan
tugas yang sama sekali berbeda.Misalnya, oli motor yang digunakan bisa kembali halus
dan dijual di toko sebagai oli motor atau diproses untuk tungku bahan bakar minyak.
Aluminium rolling minyak juga dapat disaring di situs dan digunakan lagi.

Oli bekas sering mengandung bahan berbahaya seperti bahan bakar mudah terbakar dan
bersifat aditif, timah dan logam beracun lainnya. Oli bekas tidak semestinya dibuang
begitu saja karena dapat membunuh tumbuhan dan satwa liar dan mencemari air
permukaan dan air tanah. Oleh sebab itu, ilegal untuk:
membuang oli bekas di tanah,
dibuang di saluran air buangan
menempatkan menggunakan minyak dalam sampah, atau
menggunakan oli bekas untuk mengurangi debu di jalan

33
Pencegahan Limbah
Untuk mengurangi jumlah oli bekas yang dihasilkan, masyarakat dapat lebih menggunakan
angkutan umum, angkutan bus, bersepeda atau berjalan. Berikut adalah cara untuk
mengurangi limbah oli bekas:
Gunakan sistem drainase dirancang untuk limbah oli bekas.
Gunakan drip pans untuk menangkap tetesan oli bekas dan tumpahannya.
Membersihkan tumpahan oli bekas dengan menggunakan sebuah pengki dan alat
pembersih yg terbuat dr karet (bukan menggunakan sorbents dan menghasilkan
limbah yang lain).
Jika sorbents harus digunakan, memilih bahan-bahan yang dapat didaur ulang, yaitu,
dipelintir dan digunakan kembali, dicuci atau dibersihkan, atau dibakar untuk energi.
Jika memungkinkan, produk pembelian dalam jumlah besar untuk menghindari
penggunaan wadah-wadah kecil yang berlebihan.
Jika menggunakan kontainer plastik liter, desain saluran sistem pembuangan dan
daur ulang wadah plastik

Oli bekas bisa didaur ulang dengan cara berikut:


re-use, yang melibatkan mengeluarkan kotoran dari oli dan menggunakan lagi.
Bentuk daur ulang ini tidak mungkin mengembalikan oli ke bentuuk semula, hanya
memperpanjang umurnya.
Dimasukkan ke dalam kilang minyak bumi, yang melibatkan minyak digunakan
sebagai bahan baku yang memperkenalkan ke depan baik akhir dari proses atau
coker untuk memproduksi bensin dan kokain.
Re-refined, yang melibatkan minyak digunakan untuk menghilangkan kotoran
sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk minyak pelumas baru.
Diproses dan dibakar untuk pemulihan energi, yang melibatkan air menghapus dan
partikulat sehingga digunakan minyak dapat dibakar sebagai bahan bakar untuk
menghasilkan panas atau kekuasaan industri operasi. Bentuk daur ulang tidak
seperti lebih sebagai metode yang menggunakan kembali material karena hanya
memungkinkan minyak untuk digunakan kembali sekali. Meskipun demikian, energi
berharga disediakan (kurang lebih sama dengan yang disediakan oleh minyak
pemanas normal).

5.2 Metode Refining Oli Bekas

34
Metode ini digunakan untuk untuk mengolah oli bekas sehingga dapat dipakai kembali.
Salah satu metodenya adalah Acid Clay Treatment. Langkah-Langkahnya:
1. Storing
Oli bekas dikumpulkan pada bak pengumpul dengan kapasitas tertentu. Oli yang
ditampung merupakas oli dengan pengotor lemak, lumpur dan pengotor lainnya. Oli
bekas memiliki kenampakan lebih kental dan berwarna hitam.

2. De-Watering
Oli bekas dari bak pengumpul akan dikenai proses penghilangan air. Proses ini
disebut proses dehydrasi. Oli dipompa menuju bak dehydrasi dan selanjutnya akan
dipanasi hingga suhu 150 C. Pada suhu ini air akan menguap dan terpisah dari oli.

3. Cooling
Oli yang telah dikenai proses dehydrasi didinginkan sampai suhu kamar. Oli dipompa
menuju bak pendingin. Bak pendingin dilengkapi dengan blower dan pengaduk.
Pendinginan ini dibutuhkan untuk proses selanjutnya.

35
4. Mixing
Oli bekas selanjutnya direaksikan dengan asam kuat. Asam yang dapat digunakan
salah satunya adalah asam sulfat (H2SO4) dengan rasio tertentu. Pereaksikan
dengan asam ini dimaksudkan untuk mengembalikan performa oli yang telah rusak.
Pereaksikan dengan asam akan menyebabkan oli menjadi dua fase. Fase beningan
yang berupa oli yang telah baik dan fase padat berupa kotoran yang mengumpul.

5. Dekanting
Oli dari mixer dipompa menuju bak penampung. Bak penampung ini juga berfungsi
sebagai alat pemisah fase beningan dan padatan. Fase beningan akan dilakukan
proses penjernihan Fase padatan dikeluarkan dari bawah untuk dikenai proses yang
lain agar tidak membahayakan lingkungan.

36
6. Adsorbing
Oli beningan dipompa menuju bak penjernih. Oli dalam bak penjernih akan diaduk
bersama dengan bentonit sebagai adsorbent. Bentonit dipilih karena selain memiliki
efektifitas relative tinggi juga harganya murah. Bentonit akan menyerap kotoran yang
masih terbawa oleh oli disamping dapat menyerap logam berat juga.

7. Filtrasi
Oli bersama dengan bentonit akan dikenai proses penyaringan. Hal ini dimaksudkan
untuk mendapatkan oli bening. Bentonit akan tertahan bersama kotoran yang terikat
dengannya sedangkan oli akan terus. Jenis filter yang digunakan adalah plate and
frame filter. Filter jenis ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya proses
operasai mudah dan biaya murah. Kelemahan filter jenis ini adalah waktu bongkar
pasang yang relative lama sehingga dibutuhkan banyak filter press untuk proses
kontinu

37
8. Penampungan akhir
Oli hasil filtrasi adalah oli yang telah memiliki standar performa baik. Oli ini
ditampung dalam bak yang dilengkapi pompa untuk selanjtnya diisikan ke drum-
drum.

38
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Pembuangan oli bekas secara sembarangan tanpa diolah terlebih dahulu akan
menimbulkan pencemaran dan berbahaya bagi lingkungan.
Proses cradle to grave oli bekas meliputi produksi, pengangkutan, penyimpanan,
serta pembuangan/penimbunan oli bekas.
Kasus pencemaran oleh oli bekas di Indonesia terjadi di PT Drydocks Pertama
Tanjunguncang Kepulauan Riau serta PT Timas Kabupaten Serang Banten
Teknologi refining oli bekas merupakan salah satu cara untuk meminimalisasi
buangan oli bekas.

6.2 Saran
Oli bekas yang sudah tidak digunakan sebaiknya diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang ke lingkungan, agar tidak membahayakan.
Proses cradle to grave oli bekas harus berjalan dengan baik dan benar agar
limbah oli bekas tidak mencemari lingkungan.
Proses cradle to grave oli bekas sebaiknya diawasi oleh pihak yang berwenang,
agar dapat berjalan dengan baik.
Untuk meminimalisasi buangan oli bekas, digunakan metode refining oli bekas.

39
DAFTAR PUSTAKA
http://www.antaranews.com/berita/1262007254/drum-oli-bekas-di-serang-meledak,

http://www.batamtoday.com/news/read/2009/10/1501/17051.Tumpahan-Oli-Bekas-Milik-
PT-Dry-Dock-Pratama-Cemari-Perairan-Tanjung-Uncang.html,

http://jokimuchajar.blogspot.com/2009/02/bagian-empat-menutup-karir-birokrat-di.html,

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&jd=Limbah+B3+dari+Bengkel+Oli+Bek
as&dn=20090504003213

http://laginge.wordpress.com/page/2/

http://www.primanru.com/

http://www.tribunbatam.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=35780&Item
id=1105

http://www.wasteoilheat.com/faq.shtml#q8

40

Anda mungkin juga menyukai