4 Antikolinergik / Antimuskarinik
Antikolinergik merupakan pilihan yang baik untuk terapi BPH dengan residu urin pasca miksi kurang
dari 250-300 mL dan untuk BPH dengan LUTS (Lower Tract Urinary Symptoms) yang sifatnya iritatif
dengan keluhan tipe storage. Garis dasar PVR (Post Voiding Residual) urin harus diukur pada saat
memulai terapi antikolinergik (AUA, 2010; McNicholas dan Swallow, 2011; Rosette et al., 2006).
Agen antikolinergik atau antimuskarinik bekerja menghambat neurotansmiter asetilkolin di sistem
saraf sentral dan perifer melalui inhibisi kompetitif di neuron buli-buli. Agen antikolonergik ini
menghambat lima reseptor muskarinik di otot detrusor buli-buli (M1 sampai M5), sehingga menurunkan
komponen buli yang overreaktif. Dari kelima reseptor muskarinik, mayoritas adalah reseptor M2 dan
M3. M2 adalah reseptor predominan, sementara reseptor M3 secara primer bertanggung jawab atas
kontraksi buli. Blokade interaksi ini menghasilkan penurunan tonus otot halus dan akan memperbaiki
keluhan penyakit BPH. Obat ini telah digunakan untuk Overactive Bladder Symptoms (OAB) pada lelaki
dan wanita, obat ini digunakan pada LUTS sekunder karena BPH karena terdapat kesamaan keluhan
dengan OAB (AUA, 2010; Rosette et al., 2006).
Terdapat tiga uji coba acak terkontrol yang mengevaluasi penggunaan tolterodin sebagai
monoterapi atau kombinasi (dengan alpha-blocker) pada LUTS sekunder karena BPH. Meskipun ketiga
uji coba ini belum cukup mendemostrasikan efikasi dan efektivitas dari tolterodin serta penggunaan
atikolinergik sebagai terapi BPH/LUTS belum disetujui oleh FDA, namun beberapa data menunjukkan
penggunaan tolterodin dapat memberikan manfaat. Pada dua penelitian kohort yang dilakukan pada
kelompok laki-laki dengan BPH dan LUTS yang tidak membaik setelah diterapi dengan alpha-antagonist
blocker selama 6 bulan, ditemukan bukti bahwa terapi kombinasi dengan tolterodin menurunkan skor
IPSS dari 17 menjadi 10, frekuensi miksi dalam 24 jam dari 9.8 menjadi 6.3, dan episode nokturia dari 4.2
menjadi 2.9 setiap malamnya. Data menunjukkan terjadi peningkatan PVR yang tidak signifikan, yaitu
5-6 ml dari garis dasar. Peningkatan kualitas hidup (QoL) didapatkan pada terapi BPH dengan
kombinasi tamsulosin dan tolterodin, namun tidak didapatkan pada monoterapi tamsulosin maupun
tolterodin saja. Efek samping paling umum pada penggunaan tolterodin adalah mulut kering, dengan
frekuensi 7% pada pengguna monoterapi tolterodin dan 21% pada pengguna terapi kombinasi
tolterodin dan tamsulosin. Frekuensi efek samping berupa retensi urin, konstipasi, diare, dan somnolens
sama dengan grup yang hanya diberi placebo. Total kejadian withdrawl di semua grup adalah 14%.
Sampai saat ini belum ada laporan disfungsi ereksi dan ejakulasi pada monoterapi tolterodin, namun
ejakulasi terjadi pada 3-4,3% pegguna terapi kombinasi. Morbiditas dan mortalitas yang signifikan
sebagai efek samping penggunaan terapi tolterodin juga belum dilaporkan. Penghitungan PSA tidak
aplikatif untuk memonitor efektivitas tolterodin pada terapi BPH dan LUTS (AUA, 2010).
Susanto, L.T.Merijanti. Sildenafil dalam penatalaksanaan disfungsi ereksi. Bagian Histologi Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti.
Shen, C.S dan Jiann, J.P. Optimizing the Response of Phosphodiesterase-5 Inhibitors in the Treatment of
Erectile Dysfunction. JTUA (2007) No. 3, 129-134.
Guilian, et al. The Mechanism of Action of Phosphodiesterase Type 5 Inhibitors in the Treatment of
Lower Urinary Tract Symptoms Related to Benign Prostatic Hyperplasia. J.eururo (2012) No. 4748
Martnez-Salamanca, J.I. et al. Phosphodiesterase Type 5 Inhibitors in the Management of Non-
neurogenic Male Lower Urinary Tract Symptoms: Critical Analysis of Current Evidence. J.eururo
(2011) 05, 527-535.
Lepor, Herbert. Medical Treatment of Benign Prostatic Hyperplasia. Rev Urol. (2011), 13(1):20-33.
Chou, Chieh-Lung. Current Medical Treatment for Benign Prostatic Hyperplasia/Lower Urinary Tract
Symptoms. Incont Pelvic Floor Dysfunct (2007), 1:15-19.
Rosette, J. et al. 2006. Guidelines on Benign Prostatic Hyperplasia. European Association of Urology.
AUA. 2010. American Urological Association Guideline: Management of Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH). America: American Urological Association Education and Research, Inc.
McNicholas, Tom dan Swallow, Daniel. Benign prostatic hyperplasia. Renal and Urology Surgery (2011),
29(6) : 282-286.