Anda di halaman 1dari 37

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

OBSTETRI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSIA AFDILA CILACAP

GAWAT JANIN
1. Pengertian 1. Gawat janin dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yang
(Definisi) menyebabkan penurunan aliran darah uteroplasenta sehingga
terjadi asfiksia intrauterin karena kegagalan transport oksigen
pada ruang intervilosa yang bila dibiarkan dapat menyebabkan
kematian janin atau kerusakan jaringan yang permanen.
2. Keadaan hipoksia janin.
3. Suatu keadaan terganggunya kesejahteraan janin.
2. Anamnesis Beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gawat janin
Faktor Maternal :
Hipotensi sistemik (syok)
Supine hipotensi
Penyakit pembuluh darah (ateroma)
Anemia
Vasospasme akibat hipertensi
Kontraksi uterus yang berlebihan
Faktor janin:
Anemia
Penekanan tali pusat
Penurunan cardiac output
Kelahiran kurang bulan
Faktor plasenta :
Infark plasenta
Solusio plasenta
Plasenta previa
3. Pemeriksaan Pemantauan denyut jantung (fetal heart rate/FHR) dengan
Fisik auskultasi menggunakan stetoskop monoaural/doptone secara
berkala. Auskultasi berkala dengan menggunakan stetoskop
monoaural/doptone sebaiknya dilakukan setiap 2 jam pada kala
I selama 1 menit, setelah kontraksi uterus dengan ketuban
masih intak. Pada ketuban sudah pecah sebaiknya dilakukan
tiap 1,5 jam.
Kardiotokografi.
Apabila menggunakan kardiotokografi dapat dilihat adanya
gambaran abnormal yang menggambarkan gawat janin berupa:
- Deselerasi variabel.
- Deselerasi lambat
- Penurunan variabilitas
- Gabungan salah satu dari ketiga diatas dengan takikardi
atau bradikardi.
Mekonium staining.
Analisa gas darah janin.

Gambaran Kardiotokografi
Penilaian perubahan FHR ialah berdasarkan pada
1. Baseline Rate
Normal baseline ialah antara 120-160 beat per minute (bpm).
Jika baseline FHR diatas 160 bpm disebut takikardi dan bila
dibawah 120 bpm disebut bradikardi.
2. Variabilitas
Variabilitas merupakan aspek penting pada FHR dan terdiri
dari 2 komponen: Long term dan short term variability. Short
term variability mencerminkan perbedaan interval yang
sesungguhnya (beat to beat (R-R)). Long term variability
mencerminkan perubahan FHR dengan siklus 3-6 menit.
Variabilitas digambarkan sebagai perubahan FHR serial dengan
arah positif dan negatif.
3. Akselerasi
Akselerasi adalah peningkatan mendadak (didefinisikan sebagai
awitan akselerasi yang mencapai puncak dalam waktu <30
detik) frekuensi denyut jantung basal janin.
4. Deselerasi dini
Gambaran deselerasi dini ditandai dengan bentuk yang sama
dan berbentuk seperti bayangan cermin dengan kontraksi
uterus, dari kontraksi ke kontraksi berikutnya
5. Deselerasi Variabel
Gambaran deselerasi ditandai oleh penurunan tiba-tiba dari
FHR yang diikuti peningkatan mendadak dari FHR. Turunnya
FHR dibawah 120 bpm dan sering di bawah 60 bpm. Bentuk,
lama dan waktu deselerasi variabel tidak sama.
6. Deselerasi lambat
Deselerasi lambat pada FHR adalah penurunan bertahap yang
nampak secara jelas (onset deselerasi sampai ke nadir
sedikitnya 30 detik) dan kembali ke baseline FHR berkaitan
dengan kontraksi uterus.

Klasifikasi CTG untuk pemantauan janin elektronik secara


kontinyu:
Normal apabila keempat kriteria masuk dalam kategori
reassuring
Suspicious apabila satu kriteria non-reassuring dan yang
lainnya reassuring
Patologis apabila dua atau lebih kriteria non-reassuring dan
satu atau lebih kriteria masuk dalam kategori abnormal
Klasifikasi Pola Denyut Jantung Janin
Baseline Variabilitas
Deselerasi Akselerasi
(bpm) (bpm)
Reassuring 120-160 5 Tidak Ada Ada
Deselerasi dini,
<5 selama deselerasi
Non 100-119 >40 menit variabel,
Reassuring 161-180 tetapi <90 prolonged
Tidak adanya
menit deselerasi sampai
akselerasi
dengan 3 menit
meskipun
dengan kriteria
Deselerasi lain CTG yang
< 100
variabel atipik, normal,
> 180
< 5 selama deselerasi lambat, signifikansinya
Abnormal Pola
< 90 menit prolonged diragukan
Sinusoidal
deselerasi > 3
> 10 menit
menit

4. Pemeriksaan Pemeriksaan darah janin.


Penunjang Indikasi :
1. Deselerasi lambat berulang
2. Deselerasi variabel memanjang
3. Mekonium pada presentasi kepala
4. Hipertensi ibu
5. Variabilitas yang menyempit
Interpretasi hasil pemeriksaan darah janin
1. pH : 7,25 : Normal
2. pH : 7,25 - 7,10 : Tersangka asidosis, ulangi 10 menit lagi
3. pH : < 7,10 : Asidosis, lahirkan janin segera.

5. Penatalaksanaan Resusitasi Intra Uterine


a. Meningkatkan arus darah uterus dengan cara:
- Menghindari tidur terlentang
- Menguragi kontraksi uterus
- Pemberian infus cairan
b. Meningkatkan arus darah tali pusat dengan mengubah posisi
tidur ibu miring ke kiri.
c. Meningkatkan pemberian oksigen
Tindakan definitif
a. Persalinan pervaginam
b. Seksio sesaria
c. Penanganan bayi baru lahir
6. Konsultasi Konsultasi ke bagian Ilmu Kesehatan Anak untuk persiapan
penanganan bayi baru lahir

7. Perawatan Rumah Sesuai dengan tindakan pervaginam atau perabdominam


Sakit Sesuai protokol Ilmu Kesehatan Anak bila asfiksia

8. Terapi Sesuai dengan penatalaksanaan

9. Izin tindakan Sesuai dengan izin pengobatan

10. Lama Perawatan Sesuai dengan kondisi bayi mengacu pada tindakan medis yang
diambil dan kondisi lahir bayi.

11. Indikator klinis Penurunan angka kesakitan dan angka kematian bayi.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSIA AFDILA CILACAP

EKLAMSI
1. Pengertian (Definisi) Eklamsi adalah kelainan akut pada preeklamsi, dalam kehamilan,
persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang
dengan atau tanpa penurunan kesadaraan (gangguan sistem saraf
pusat).
Eclampsia sine eclampsia adalah eklamsi yang ditandai oleh
penurunan kesadaran tanpa kejang
2. Diagnosis Penderita preeklamsi berat disertai kejang
3. Anamnesis 1. Umur kehamilan > 20 minggu
2. Hipertensi
3. Kejang
4. Penurunan kesadaran
5. Penglihatan kabur
6. Nyeri kepala hebat
7. Nyeri ulu hati
4. Pemeriksaan Fisik 1. Kesadaran: somnolen sampai koma
2. Tanda vital: Tekanan darah >160/110 mmHg
3. Proteinuria (+3)-(+4)
4. Diagnosa Banding 1. Epilepsi
2. Hipertensi menahun, kelainan ginjal dan epilepsi
5. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Hb, Ht, Lekosit, Trombosit, urin lengkap,
Penunjang fungsi hati, fungsi ginjal.
2. Pemeriksaan foto rontgen thoraks
3. Pemeriksaan CT scan bila ada dugaan perdarahan otak.
4. Punksi lumbal, bila ada indikasi.
5. Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa,
Urea N, Kreatinin, SGOT, SGPT, analisa gas darah, asam
urat untuk mencari penyebab kejang yang lain.
6. Pemeriksaan USG, KTG
6. Terapi Pengobatan medisinal:
1. Infus larutan ringer laktat
2. Pemberian obat: MgSO4

Cara pemberian MgSO4 ada dua pilihan:


1. Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus
dengan infusion pump):
Dosis awal: 4 gram (10 cc MgSO4 40%) dilarutkan
kedalam 100 cc ringer lactat, diberikan selama 15-20
menit.
Dosis pemeliharaan: 10 gram dalam 500 cc cairan RL,
diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam ( 20-30
tetes per menit)
2. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala :
Dosis awal: 4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20%)
diberikan secara IV. dengan kecepatan 1 gram/menit.
Dosis pemeliharaan: Selanjutnya diberikan MgSO4 4
gram (10 cc MgSO4 40%) IM setiap 4 jam.
Tambahkan 1cc lidokain 2% pada setiap pemberian
IM untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas.
Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat
diberikan 2g MgSO4 40% IV selama 2 menit,
sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian
terakhir. Dosis tambahan 2 g hanya diberikan sekali
saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap
kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kg/bb/IV
pelan-pelan

Syarat-syarat pemberian MgSO4 :


1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas
10% (1 gram dalam 10 cc) diberikan IV dalam waktu 3-5
menit.
2. Refleks patella (+) kuat
3. Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit
4. Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kg
bb/jam)
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
1. Ada tanda-tanda intoksikasi
2. Setelah 24 jam pasca salin
3. Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan
darah (normotensif).
Perawatan pasien dengan serangan kejang :
Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
Kepala direndahkan: daerah orofaring dihisap.
Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup longgar guna
menghindari fraktur.
Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan
(status konvulsivus), diberikan pengobatan sebagai berikut:
o Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) IV perlahan-
lahan.
o Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan
ulangan Benzodiazepin IV setiap 1/2 jam sampai 3 kali
berturut-turut.
o Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk
mencegah kejang ulangan) dengan dosis 3 x 300 mg (3
kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2 kapsul) pada hari
kedua dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan
seterusnya.
o Apabila setelah pemberian Benzodiazepin IV 3 kali
berturut-turut, pasien masih tetap kejang, maka diberikan
tetes valium (Diazepam 50 mg/5 ampul di dalam 250 cc
NaCl 0,9%) dengan kecepatan 20-25 tetes/menit selama 2
hari.
Atas anjuran Bagian Saraf, dapat dilakukan :
Pemeriksaan CT scan untuk menentukan ada-tidaknya
perdarahan otak.
Punksi lumbal, bila ada indikasi.
Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl, kadar glukosa,
Urea N, Kreatinin, SGOT, SGPT, analisa gas darah, dll
untuk mencari penyebab kejang yang lain.
Perawatan pasien dengan koma :
a. Atas konsultasi dengan bagian Saraf untuk perawatan pasien
koma akibat edema otak:
Diberikan infus cairan Manitol 20% dengan cara: 200 cc
(diguyur), 6 jam kemudian diberikan 150 cc (diguyur), 6
jam kemudian 150 cc lagi (diguyur)
Total pemberian 500 cc dalam sehari. Pemberian
dilakukan selama 5 hari.
Dapat juga diberikan cairan Gliserol 10% dengan
kecepatan 30 tetes/menit selama 5 hari.
Dapat juga diberikan Dexamethason IV 4 x 2 ampul (8
mg) sehari, yang kemudian di tappering off
b. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan
memakai"Glasgow-Pittsburgh-Coma Scale".
c. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan
dekubitus dan makanan pasien.
d. Pada koma yang lama, pemberian nutrisi dipertimbangkan
dalam bentuk NGT (Naso Gastric Tube).

Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada :


a. edema paru
b. payah jantung kongestif
c. edema anasarka

Antihipertensi diberikan bila :


1. Tekanan darah :
Sistolik > 180 mmHg
Diastolik > 110 mmHg
2. Obat-obat antihipertensi yang diberikan :
Nifedipin 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit
(maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan
tekanan darah. Labetalol 10 mg IV. Apabila belum terjadi
penurunan tekanan darah, maka dapat diulangi pemberian
20 mg setelah 10 menit, 40 mg pada 10 menit berikutnya,
diulangi 40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai 80
mg pada 10 menit berikutnya.
Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan Klonidin 1
ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau air
untuk suntikan. Disuntikan mula-mula 5cc IV. perlahan-
lahan selama 5 menit. Lima menit kemudian tekanan
darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan
lagi sisanya 5 cc IV selama 5 menit. Kemudian diikuti
dengan pemberian secara tetes sebanyak 7 ampul dalam
500 cc Dextrose 5% atau Martos 10. Jumlah tetesan
dititrasi untuk mencapai target tekanan darah yang
diinginkan, yaitu penurunan Mean Arterial Pressure
(MAP) sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan
darah dilakukan setiap 10 menit sampai tercapai tekanan
darah yang diinginkan, kemudian setiap jam sampai
tekanan darah stabil.

Kardiotonika:
Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada tanda--
tanda payah jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan :
Cedilanid-D
Perawatan dilakukan bersama dengan Bagian Penyakit
Jantung

Lain-lain :
1. Obat-obat antipiretik
Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5 C
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau
alkohol
2. Antibiotika
Diberikan atas indikasi
3. Anti nyeri
Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat
diberikan petidin HCl 50-75 mg sekali saja.

Pengobatan Obstetrik :
Sikap terhadap kehamilan
a. Sikap dasar :
Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending eklamsi
harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan
keadaan janin.
Gejala impending eklamsi, adalah :
a. Penglihatan kabur
b. Nyeri ulu hati
c. Nyeri kepala yang hebat

b. Saat pengakhiran kehamilan :


Terminasi kehamilan impending eklamsi adalah dengan
seksio sesarea.
Persalinan pervaginam di pertimbangkan pada keadaan-
keadaan sbb:
- Pasien inpartu, kala II.
- Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu
dengan kriteria Eden yang berat.
- HELLP syndrome
- Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll)
- Kontra indikasi operasi (ASA IV)

Perawatan rumah sakit :


Diperlukan perawatan di ruang rawat intensif, dan ruang
HCU (High Care Unit).

Penyulit:
Gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan
darah, perdarahan otak, kematian
Prognosis: Dubia
Informed consent
Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan,
baik diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan
sudah sangat mengancam jiwa.
Patologi anatomi: Tidak diperlukan
Otopsi: Dilakukan pada kasus kematian akibat eklamsi
Catatan medik:
Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri,
pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi,
perawatan, tindak lanjut, konsultasi, prognosis

7. Pengobatan Sikap terhadap kehamilan


Obstetrik a. Sikap dasar :
Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending eklamsi
harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan
keadaan janin.
Gejala impending eklamsi, adalah :
o Penglihatan kabur
o Nyeri ulu hati yang hebat
o Nyeri kepala yang hebat
b. Saat pengakhiran kehamilan :
o Terminasi kehamilan pasien eklamsi dan impending
eklamsi adalah dengan seksio sesarea.
o Persalinan pervaginam di pertimbangkan pada keadaan-
keadaan sbb:
- Pasien inpartu kala II.
- Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu
dengan kriteria Eden yang berat.
- Sindroma HELLP
- Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll)
- Kontra indikasi operasi (ASA IV)

Sindroma HELLP
Weinstein, 1982, yang mula-mula menggunakan istilah HELLP
syndrome untuk kumpulan gejakla hemolysis, Elevated liver
enzym dan Low Platelets yang merupakan gejala utama dari
sindroma ini.
Diagnosis laboratorium:
Hemolisis:
adanya sel-sel spherocytes, schistocytes, triangular, dan
sel Burr pada apus darah perifer
kadar bilirubin total > 1,2 mg%
Kenaikan kadar enzim hati
kadar SGOT > 70 IU/L
kadar LDH > 600 IU/L
Trombosit < 100 x 103/mm3

Pengelolaaan :
Pada prinsipnya, pengelolaan terdiri dari:
1. Atasi hipertensi dengan pemberian obat antihipetensi (lihat
pengelolaan preeklamsi berat).
2. Cegah terjadinya kejang dengan pemberian MgSO4.
3. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Pemberian transfusi trombosit apabila kadar trombosit
<30.000/mm3 untuk mencegah perdarahan spontan.
5. Terapi konservatif dilakukan apabila umur kehamilan <34
minggu, tekanan darah terkontrol < 160/110 mmHg, diuresis
normal (>30cc/jam), kenaikan kadar enzim hati yang tidak
disertai nyeri perut kuadran atas kanan atau nyeri ulu hati.
6. Pemberian kortikosteroid, terutama pada kehamilan 24-34
minggu atau kadar trombosit <100.000 /mm3, diberikan
deksametason 10 mg IV 2 x sehari sampai terjadi perbaikan
klinis (trombosit > 100.000 /mm3, kadar LDH menurun dan
diuresis > 100 cc/jam). Pemberian deksametason
dipertahankan sampai pascasalin sebanyak 10 mg iv 2 kali
sehari selama 2 hari, kemudian 5 mg iv 2 kali sehari selama 2
hari lagi.
7. Dianjurkan persalinan pervaginam, kecuali bila ditemukan
indikasi seperti: serviks yang belum matang (skor Bishop <
6), bayi prematur, atau ada kontraindikasi persalinan
pervaginam.
8. Bila akan dilakukan operasi seksio sesarea, kadar trombosit <
50.000/mm3 merupakan indikasi untuk melakukan transfusi
trombosit.
9. Pemasangan drain intraperitoneal dianjurkan untuk
mengantisipasi adanya perdarahan intraabdominal. Bila
ditemukan cairan asites yang berlebihan, perawatan
pascabedah di ICU merupakan indikasi untuk mencegah
komplikasi gagal jantung kongestif dan sindroma distres
pernafasan.
Penyulit : Sindroma HELLP, gagal ginjal, gagal
jantung, edema paru, kelainan
pembekuan darah, perdarahan otak.
Konsultasi : Disiplin ilmu terkait (UPF Ilmu
Penyakit Dalam, ICU, UPF Syaraf,
UPF Mata)
Perawatan Rumah Sakit : Lampiran protokol
Terapi : Lampiran protocol
Izin Tindakan : Seksio sesarea, ekstraksi forseps,
embryotomi
Lama Perawatan : Lampiran protokol
Unit Terkait : 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Neurologi
3. ICU
4. Departemen Anestesi
5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSIA AFDILA CILACAP

PREEKLAMSI
1. Pengertian (Definisi) Preeklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuri akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan. Dibedakan :
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang
sudah ditemukan sebelum kehamilan atau yang ditemukan
pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, dan yang
menetap setelah 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklamsi/eklamsi atas dasar hipertensi kronis adalah
timbulnya preeklamsi atau eklamsi pada pasien hipertensi
kronik.
3. Hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam
kehamilan pada wanita yang tekanan darah sebelumnya
normal dan tidak mempunyai gejala-gejala hipertensi kronik
atau preeklamsi/eklamsi (tidak disertai proteinuri). Gejala ini
akan hilang dalam waktu < 12 minggu pascasalin.
2. Anamnesis 1. Umur kehamilan > 20 minggu
2. Hipertensi
3. Tidak ada kejang, penurunan kesadaran, penglihatan kabur,
nyeri kepala hebat, nyeri ulu hati.
3. Pemeriksaan Fisik Preeklamsi ringan:
Diagnosis preeklamsi ringan didasarkan atas timbulnya
hipertensi (sistolik antara 140-<160 mmHg dan diastolik antara
90-<110 mmHg) disertai proteinuri (> 300 mg/24 jam, atau 1+
dipstick).
Preeklamsi berat :
Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini preeklamsi
digolongkan berat.
Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah
diastolik > 110 mmHg.
Proteinuri > 2 g/24 jam atau > 2 + dalam pemeriksaan
kualitatif (dipstick)
Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguri (< 400 ml/ 24
jam)
Trombosit < 100.000/mm3
Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH)
Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)
Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral
Nyeri epigastrium yang menetap
Pertumbuhan janin terhambat
Edema paru disertai sianosis
Adanya "the HELLP Syndrome" (H : Hemolysis; EL :
Elevated liver enzymes; LP : Low Platelet count)
4. Diagnosa Banding Hipertensi menahun, kelainan ginjal.
5. Pemeriksaan Preeklamsi ringan: urin lengkap
Penunjang Preeklamsi berat/eklamsi:
Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan Hb, Ht, Lekosit, Trombosit, urin lengkap.
Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa,
Urea N, Kreatinin, SGOT, SGPT, analisa gas darah, asam
urat darah.
Pemeriksaan KTG
Pemeriksaan foto rontgen thoraks
Pemeriksaan USG
6. Penatalaksanaan Preeklamsi ringan
Rawat inap. Istirahat (tirah baring/tidur miring kekiri).
Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan proteinuri setiap hari.
Dapat dipertimbangkan pemberian suplementasi obat-obatan
antioksidan atau anti agregasi trombosit.
Roboransia.
Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dipulangkan
dengan nasihat untuk istirahat dan diberi penjelasan mengenai
tanda-tanda preeklamsi berat. Kontrol 2 kali seminggu. Bila
tekanan diastolik naik lagi, dirawat kembali.
Jika tekanan diastolik naik dan disertai dengan tanda-tanda
preeklamsi berat, dikelola sebagai preeklamsi berat.
Bila umur kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi
kehamilan.
Persalinan dapat dilakukan secara spontan.

Preeklamsi Berat
Rawat bersama dengan Departemen yang terkait (Penyakit
Dalam, Penyakit Saraf, Mata, Anestesi,dll).
A. Perawatan aktif
a. Indikasi; bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini:
Ibu:
kehamilan > 37 minggu
adanya gejala impending eklamsi
Janin:
adanya tanda-tanda gawat janin
adanya tanda-tanda IUGR
Laboratorik:
adanya HELLP syndrome
B. Pengobatan medisinal
Infus larutan ringer laktat
Pemberian obat: MgSO4

Cara pemberian MgSO4 :


1. Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus
dengan infusion pump):
a. Dosis awal :
4 gram MgSO4 (10 cc MgSO4 40 %) dilarutkan kedalam
100 cc ringer lactat, diberikan selama 15-20 menit.
b. Dosis pemeliharaan :
10 gram dalam 500 cc cairan RL, diberikan dengan
kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes per menit)
2. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala :
a. Dosis awal :
4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20 %) diberikan
secara IV dengan kecepatan 1 gram/menit.
b. Dosis pemeliharaan:
Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4
40%) IM setiap 4 jam. Tambahkan 1 cc lidokain 2%
pada setiap pemberian IM untuk mengurangi
perasaan nyeri dan panas.
Syarat-syarat pemberian MgSO4
o Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium
glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc) diberikan
IV dalam waktu 3-5 menit.
o Refleks patella (+) kuat
o Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit
o Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya
(0,5 cc/kg bb/jam)
Sulfas magnesikus dihentikan bila:
o Ada tanda-tanda intoksikasi
o Setelah 24 jam pasca salin
o Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan
tekanan darah (normotensif)
3. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada
edem paru
payah jantung kongestif
edem anasarka
4. Antihipertensi diberikan bila:
a. Tekanan darah:
Sistolik > 180 mmHg
Diastolik > 110 mmHg
b. Obat-obat antihipertensi yang diberikan :
Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg
IV. pelan-pelan selama 5 menit. Dosis dapat diulang
dalam waktu 15-20 menit sampai tercapai tekanan
darah yang diinginkan
Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan :
Nifedipin: 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30
menit (maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi
penurunan tekanan darah.
Labetalol 10 mg IV. Apabila belum terjadi
penurunan tekanan darah, maka dapat diulangi
pemberian 20 mg setelah 10 menit, 40 mg pada
10 menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10
menit kemudian, dan sampai 80 mg pada 10
menit berikutnya.
Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan:
Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan
garam faal atau air untuk suntikan. Disuntikan
mula-mula 5cc IV perlahan-lahan selama 5 menit.
Lima menit kemudian tekanan darah diukur, bila
belum ada penurunan maka diberikan lagi sisanya
5 cc IV. selama 5 menit. Kemudian diikuti
dengan pemberian secara tetes sebanyak 7 ampul
dalam 500 cc dextrose 5% atau Martos 10.
Jumlah tetesan dititrasi untuk mencapai target
tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan
Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak 20%
dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan
setiap 10 menit sampai tercapai tekanan darah
yang diinginkan, kemudian setiap jam sampai
tekanan darah stabil.
5. Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada tanda-
tanda payah jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan:
Cedilanid-D
Perawatan dilakukan bersama dengan Sub Bagian
Penyakit Jantung
6. Lain-lain
a. Obat-obat antipiretik
Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5 C.
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin
atau alkohol
b. Antibiotika
Diberikan atas indikasi
c. Antinyeri
Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat
diberikan petidin HCl 50-75 mg sekali saja

C. Pengelolaan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan
Belum inpartu :
1. Induksi persalinan :
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop >
6
2. Seksio sesarea, bila :
a. Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya
kontra indikasi tetes oksitosin.
b. 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk
fase aktif.
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan
terminasi dengan seksio sesarea.

Sudah inpartu :
Kala I
Fase laten: Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor
Bishop > 6.
Fase aktif:
1. Amniotomi
2. Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin.
3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan
lengkap, pertimbangkan seksio sesarea.
Catatan: amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-
kurangnya 15 menit setelah pemberian pengobatan
medisinal.
Kala II :
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan
dengan partus buatan.

D. Pengelolaan konservatif
a. Indikasi :
Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik
b. Pengobatan medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif.
Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan IV cukup IM
saja.(MgSO4 40%, 8 gram IM). Pemberian MgSO4
dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi
ringan, selambatlambatnya dalam waktu 24 jam.
c. Pengelolaan obstetrik
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan
evaluasi sama seperti perawatan aktif, termasuk
pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk
memantau kesejahteraan janin
2. Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka
keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan
medisinal dan harus diterminasi. Cara terminasi sesuai
dengan pengelolaan aktif.
3. Penyulit :
Sindroma HELLP, gagal ginjal, gagal jantung, edema
paru, kelainan pembekuan darah.
4. Konsultasi :
Disiplin ilmu terkait (Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
ICU, Departemen Syaraf, Departemen Mata)
5. Perawatan Rumah Sakit
Lampiran protokol
6. Terapi
Lampiran protokol
7. Izin Tindakan
Seksio sesarea, ekstraksi forseps, embryotomi
8. Lama Perawatan
Lampiran protokol
UNIT TERKAIT:
1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. ICU
3. Departemen Mata
4. Departemen Syaraf
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSIA AFDILA CILACAP

ABORTUS
1. Pengertian Berakhirnya kehamilan pada umur kehamilan < 20 mg (berat janin
(Definisi) < 500 gram) atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan.
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara spontan tanpa
penyebab yang jelas (miscarriage)
Abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi
tertentu yang bertujuan untuk mengahiri proses kehamilan
(pengguguran, aborsi, abortus provokatus).
2. Klasifikasi a. Abortus Imminens (O.O5):
Abortus mengancam, ditandai oleh perdarahan bercak dari jalan
lahir, dapat disertai nyeri perut bawah yang ringan, buah
kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
b. Abortus Insipiens:
Abortus sedang berlangsung, ditandai oleh perdarahan ringan
atau sedang disertai kontraksi rahim dan akan berakhir sebagai
abortus komplit atau inkomplit.
c. Abortus Inkomplit (O.03.4):
Sebagian buah kehamilan telah keluar melalui kanalis servikalis
dan masih terdapat sisa konsepsi dalam rongga rahim.
d. Abortus komplit (O.03.9):
Seluruh buah kehamilan telah keluar dari rongga rahim melalui
kanalis servikalis secara lengkap.
e. Abortus tertunda (missed abortion) (O.02.1):
Tertahannya (retensi) hasil konsepsi yang telah mati dalam
rahim selama 8 minggu atau lebih.
f. Abortus Habitualis (O.O5):
Abortus spontan yang berlangsung berurutan sebanyak 3 kali
atau lebih.
3. Kriteria I. Abortus imminens :
Diagnosis, Klinis :
Pemeriksaan Anamnesis: - Perdarahan sedikit dari jalan lahir
Penunjang dan - Nyeri perut tidak ada atau ringan
Penatalaksanaan: Pemeriksaan dalam : - Fluksus sedikit
- Ostium uteri tertutup
Pemeriksaan penunjang :
USG, hasilnya dapat ditemukan :
a. Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin
b. Meragukan (kantong kehamilan masih utuh, pulsasi jantung
janin belum jelas)
c. Buah kehamilan tidak baik: janin mati.

Terapi :
a. Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin :
Rawat jalan
Tidak diperlukan tirah baring total
Anjurkan untuk tidak melakukan aktivitas berlebihan atau
hubungan seksual.
Bila perdarahan berhenti dilanjutkan jadwal pemeriksaan
kehamilan selanjutnya.
Bila perdarahan terus berlangsung, nilai ulang kondisi
janin (USG) 1 mg kemudian.
b. Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2 mg
kemudian.
c. Bila hasil USG tidak baik: evakuasi tergantung umur
kehamilan (lihat prosedur terminasi kehamilan)

II. Abortus insipiens :


Klinis:
Anamnesis: Perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/kontraksi
rahim. Pemeriksaan dalam:
a. Ostium terbuka
b. Buah kehamilan masih dalam rahim.
c. Ketuban utuh, dapat menonjol.
Terapi :
a. Evakuasi (lihat prosedur terminasi kehamilan)
b. Uterotonika pasca evakuasi
c. Antibiotika selama 3 hari

III. Abortus inkomplit :


Klinis:
Anamnesis: Perdarahan dari jalan lahir, biasanya banyak,
nyeri/kontraksi rahim ada, bila perdarahan banyak dapat terjadi
syok.
Abortus inkomplit sering berhubungan dengan aborsi/abortus
yang tidak aman, oleh karena itu periksa tanda-tanda komplikasi
yang mungkin terjadi akibat abortus provokatus seperti
perforasi, tanda - tanda infeksi atau sepsis.
Pemeriksaan Dalam: - Ostium uteri terbuka.
- Teraba sisa jaringan buah kehamilan
Terapi:
a. Bila ada syok, atasi dahulu syok (perbaiki keadaan umum)
b. Transfusi bila Hb < 8 gr%
c. Evakuasi (lihat prosedur terminasi kehamilan)
d. Uterotonika (metilergometrin tablet 3 x 0,125 mg)
e. Beri antibiotika berspektrum luas selama 3 hari

IV. Abortus komplit


Seluruh buah kehamilan telah keluar.
Klinis:
Anamnesis: Perdarahan dari jalan lahir sedikit, pernah keluar
buah kehamilan. Pemeriksaan Dalam : Ostium biasanya tertutup,
bila ostium terbuka teraba rongga uterus kosong.
Terapi :
a. Antibiotika selama 3 hari
b. Uterotonika

V. Abortus tertunda
Kematian janin dan belum dikeluarkan dari dalam rahim selama
8 minggu atau lebih.
Klinis:
Anamnesis: Perdarahan dapat ada atau tidak.
Pemeriksaan:
a. Fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan
b. Bunyi jantung janin tidak ada
Pemeriksaan penunjang:
a. USG : terdapat tanda janin mati
b. Laboratorium: Hb, trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan,
waktu pembekuan, waktu protombin.
Terapi:
a. Evakuasi pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan
tertutup, sehingga perlu tindakan dilatasi (lihat prosedur
terminasi kehamilan); hati-hati karena pada keadaan ini
biasanya plasenta bisa melekat sangat erat sehingga
prosedur kuretase lebih sulit dan dapat berisiko tidak
bersih/perdarahan pasca kuretase.
b. Uterotonika pasca evakuasi
c. Antibiotika selama 3 hari

VI. Abortus febrilis/abortus infeksiosa :


Abortus yang disertai infeksi, biasanya ditandai rasa nyeri dan
febris.
Klinis:
Anamnesis: Waktu masuk Rumah Sakit mungkin disertai syok
septik.
Tanyakan kemungkinan abortus provokatus dan cari tanda-tanda
komplikasi yang dapat menyertainya (perforasi, peritonitis).
Pemeriksaan dalam: Ostium uteri umumnya terbuka dan teraba
sisa jaringan, baik rahim maupun adneksa terasa nyeri pada
perabaan, fluksus berbau.
Terapi :
a. Perbaiki keadaan umum (pasang infus, atau transfusi darah
bila perlu), atasi syok septik bila ada
b. Posisi Fowler
c. Antibiotika yang adekuat (berspektrum luas, aerob dan
anaerob) dilanjutkan dengan tindakan kuretase
d. Uterotonika (metil ergometrin 0,2mg IM)
e. Kuretase untuk mengevakuasi sisa jaringan dilakukan
setelah 6 jam pemberian antibiotik dan uterotonika
parenteral

Kombinasi antibiotika untuk abortus infeksiosa

Kombinasi
Dosis oral Catatan
antibiotika
Berspektrum luas
Ampisilin 3 x 1 g oral
dan mencakup untuk
dan dan
gonorrhoea dan bakteri
Metronidazol 3 x 500 mg
anaerob
Baik untuk klamidia,
Tetrasiklin 4 x 500 mg
gonorrhoea dan
dan dan
bakteroides
Klindamisin 2 x 300 mg
fragilis
Trimethoprim 160 mg Spektrum cukup luas
dan dan dan harganya relatif
Sulfamethoksazol 800 mg murah

Antibiotika parenteral untuk abortus septik


Antibiotika Cara pemberian Dosis
Sulbenisilin 3x1g
Gentamisin IV 2 x 80 mg
Metronidazol 2x1g
Seftriaksone IV 1x1g

Amoksisiklin + Asam
3 x 500 mg
Klavulanik IV
3 x 600 mg
Klindamisin
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSIA AFDILA CILACAP

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU


1. Pengertian (Definisi) Kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan yang hasil
konsepsinya berimplantasi di luar kavum uteri dan berakhir
dengan abortus atau ruptur tuba.
2. Diagnosis Terlambat haid
Biasanya terjadi 6-8 minggu setelah haid terakhir
Gejala subjektif kehamilan lainnya (mual, pusing, dsb)
Nyeri perut yang disertai spotting
Gejala yang lebih jarang: nyeri yang menjalar ke bahu,
perdarahan pervaginam, pingsan
Tanda-tanda syok hipovolemik
Nyeri abdomen :
- Uterus yang membesar
- Nyeri goyang serviks (+)
- Nyeri pada perabaan dan dapat teraba massa tumor
didaerah adneksa
- Kavum Douglas bisa menonjol karena berisi darah, nyeri
tekan (+)
3. Diagnosis banding 1. Kista ovarium pecah dan mengalami perdarahan
2. Torsi kista ovarium
3. Kista terinfeksi
4. Abortus iminens
5. Appendisitis
4. Pemeriksaan 1. Laboratorium :
penunjang Hb, Lekosit
Kadar -hCG dalam serum
Uji kehamilan (tes urine)
2. USG :
Uterus yang membesar
Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri Adanya
kantung kehamilan di luar cavum uteri.
Terdapat gambaran massa kompleks dan atau
darah/cairan bebas didaerah adneksa dan atau di cavum
douglas
3. Kuldosentesis untuk mengetahui adanya darah dalam kavum
Douglas
4. Laparoskopi diagnostik

5. Konsultasi Bila dicurigai kemungkinan appendisitis, konsul ke Departemen


Bedah
6. Terapi 1. Konservatif: Pada kehamilan ektopik bila fertilitas masih
diperlukan, dapat diberi terapi medikamentosa dengan
methotrexate (MTX) dengan syarat :
Hemodinamisasi stabil
kehamilan kurang dari 8 minggu
Tidak ada cairan bebas pada pemeriksaan USG
Kantung kehamilan ektopik < 3 cm
Tidak tampak pulsasi jantung janin,
Kadar HCG < 10.000 IU/ml,
Tidak ada kontra indikasi pemberian MTX,
Pasien bisa di follow up (diberikan 50 mg MTX, dosis
tunggal, intra muskular. Bila berat badan < 50 kg,
dosisnya 1 mg/Kg BB)
2. Operatif :
Laparotomi
Salpingektomi (terapi standar) bila tidak tidak ada
masalah fertilitas, ruptur tuba, perdarahan banyak, ada
kelainan anatomi tuba.
Salpingostomi (bila fertilitas masih diperlukan).
Reseksi segmen
Pada kehamilan ektopik belum terganggu, bila terdapat
kontra indikasi operasi atau kemungkinan operasi sulit
(kehamilan servikal, kornu, perlengketan hebat di rongga
panggul, keadaan umum tidak memungkinkan) diberikan
MTX.
3. Transfusi darah bila HB < 6 gram%. (kalau keadaan
persediaan darah susah, dan perlu sekali transfusi, bisa
dilakukan auto transfusi dengan syarat darah intra abdomen
masih segar, tidak terinfeksi atau terkontaminasi).
7. Perawatan rumah Diperlukan
sakit
8. Penyulit Kematian
9. Prognosis Dubia
10. Informed consent Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa.
11. Patologi anatomi Jaringan yang diangkat (tuba, ovarium)
12. Otopsi Diperlukan pada kasus kematian akibat kehamilan ektopik
13. Catatan medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri,
pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak
lanjut, konsultasi, prognosis
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD CILACAP

PERDARAHAN ANTEPARTUM
1. Pengertian (Definisi) Perdarahan antepartum adalah perdarahan dari jalan lahir pada
wanita hamil dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih, dapat
berupa plasenta previa atau solusio plasenta.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya tidak normal
sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebagian atau
seluruhnya, pada plasenta yang implantasinya normal sebelum
janin lahir.
2. Anamnesis 1. Perdarahan dari jalan lahir pertama kali atau berulang tanpa
disertai rasa nyeri, dapat sedikit-sedikit ataupun banyak.
2. Dapat disertai atau tanpa adanya kontraksi rahim.
3. Faktor predisposisi: grande multipara, riwayat kuretase
berulang
4. Pemeriksaan spekulum darah berasal dari ostium uteri
eksternum.
3. Pemeriksaan fisik Tanda-tanda syok (ringan sampai berat).
Pada pemeriksaan luar biasanya bagian terendah janin belum
masuk pintu atas panggul atau ada kelainan letak.
4. Pemeriksaan 1. Laboratorium: Crossmatch, kadar Hb, L, Tr, Ht, golongan
Penunjang darah, fibrinogen, D-Dimer, BT, CT, PT, APTT.
2. Pemeriksaan USG
Bed side clotting test
Tujuan: menilai faktor pembekuan darah secara cepat dan
sederhana (metode kualitatif)
Cara: ambil 5cc darah vena dan masukkan ke dalam tabung
kosong yang telah dimasukkan 1 batang lidi. Setelah 6 menit,
8 menit, dan 10 menit dicoba diangkat batang lidi tersebut
dan lihat bekuan darahyang terbentuk.
Bila bekuan darah terbentuk <10 menit dan tidak mudah
hancur/pecah berarti faktor pembekuan darah masih baik dan
diperkirakan kadar fibrinogen >200 mg/dL
Bila bekuan darah terbentuk >10 menit dan bekuannya
mudah hancur berarti telah terdapat gangguan faktor
pembekuan darah (kadar fibrinogen < 200 mg/dL)

5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan umum:


Informed consent
Stabilisasi, ABC (Posisikan semi ekstensi, bebaskan jalan
nafas, O2 jika perlu, resusitasi cairan). Tentukan ada
syok atau tidak. Jika ada, berikan transfusi darah, infus
cairan, oksigen dan kontrol perdarahan. Jika tidak ada
syok atau keadaan umum optimal, segera lakukan
pemeriksaan untuk mencari etiologi.
Hentikan sumber perdarahan.
Monitor tanda-tanda vital.

Penatalaksanaan spesifik:
Ekspektatif :
Syarat :
Keadaan umum ibu dan anak baik.
Perdarahan sedikit.
Usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran
berat badan janin kurang dari 2500 gr.
Tidak ada his persalinan.
Penatalaksanaan ekspektatif :
Pasang infus, tirah baring
Bila ada kontraksi prematur bisa diberi tokolitik.
Pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan CTG
setiap minggu.

Aktif :
Persalinan pervaginam :
Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta
marginalis atau plasenta previa lateralis di anterior
(dengan anak letak kepala). Diagnosis ditegakkan dengan
melakukan pemeriksaan USG, perabaan fornises atau
pemeriksaan dalam di kamar operasi tergantung indikasi.
Dilakukan oksitosin drip disertai pemecahan ketuban.
Persalinan perabdominam, dilakukan pada keadaan:
Plasenta previa dengan perdarahan banyak.
Plasenta previa totalis.
Plasenta previa lateralis di posterior.
Plasenta letak rendah dengan anak letak sungsang.
6. Penyulit Syok irreversible, DIC.
7. Konsultasi Departemen Anestesi
ICU
8. Perawatan rumah Lampiran protokol
sakit
9. Terapi Lampiran protokol
10. Ijin tindakan Seksio sesarea
11. Lama perawatan Lampiran protokol (pada perawatan ekspektatif perawatan 5-6
hari, jika dilakukan tindakan operasi perawatan menjadi 4 hari)
12. Indikator klinis Penurunan angka kecacatan dan kematian maternal dan perinatal
yang disebabkan perdarahan antepartum ec plasenta previa.
13. Unit terkait Departemen Anestesiologi
ICU
14. Dokumen terkait Surat rujukan dari Dokter/Puskesmas/Rumah Sakit
Lembar Medical Record
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSIA AFDILA CILACAP

PLASENTA PREVIA
1. Pengertian (Definisi) Plasenta yang letaknya tidak normal sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
2. Diagnosis 1. Perdarahan dari jalan lahir berulang tanpa disertai rasa nyeri
2. Dapat disertai atau tanpa adanya kontraksi.
3. Pada pemeriksaan luar biasanya bagian terendah janin belum
masuk pintu atas panggul atau ada kelainan letak.
4. Pemeriksaan spekulum darah berasal dari ostium uteri
eksternum.
3. Diagnosis banding Robekan jalan lahir, polip serviks, erosi portio
4. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium: golongan darah, kadar
penunjang hemoglobin, hematokrit, waktu perdarahan dan waktu
pembekuan.
2. Pemeriksaan USG untuk mengetahui jenis plasenta previa
dan taksiran berat badan janin
5. Terapi Ekspektatif 1. Keadaan umum ibu dan anak baik
2. Perdarahan sedikit
3. Usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran berat
badan janin kurang dari 2500 gr
4. Tidak ada his persalinan
6. Penatalaksanaan 1. Pasang infus, tirah baring
2. Bila ada kontraksi prematur bisa diberi tokolitik (lihat
pengelolaan prematuritas)
3. Pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan KTG
setiap minggu.
7. Terapi Aktif Persalinan pervaginam
1. Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis
atau plasenta previa lateralis di anterior (dengan anak letak
kepala). Diagnosis ditegakkan dengan melakukan
pemeriksaan USG, perabaan fornises atau pemeriksaan
dalam di kamar operasi tergantung indikasi.
2. Dilakukan oksitosin drip disertai pemecahan ketuban.

Persalinan perabdominam
1. Dilakukan pada keadaan :
2. Plasenta previa dengan perdarahan banyak.
3. Plasenta previa totalis.
4. Plasenta previa lateralis di posterior.
5. Plasenta letak rendah dengan anak letak sungsang.
8. Penyulit Syok hipovolemik, gagal ginjal, koagulasi intravaskuler
diseminata, kematian
9. Prognosis Dubia
10. Informed consent Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa.
11. Perawatan rumah Diperlukan
sakit
12. Patologi anatomi Tidak diperlukan
13. Otopsi Dilakukan pada kasus kematian akibat plasenta previa
14. Catatan medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri,
pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan,
tindak lanjut, konsultasi, prognosis
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSIA AFDILA CILACAP

SOLUSIO PLASENTA
1. Pengertian (Definisi) Terlepasnya plasenta sebagian atau seluruhnya, pada plasenta
yang implantasinya normal sebelum janin lahir.
2. Diagnosis 1. Perdarahan dari jalan lahir dengan atau tanpa disertai rasa
nyeri (tergantung derajat solusio plasenta).
2. Perabaan uterus pada umumnya tegang, palpasi bagianbagian
janin biasanya sulit.
3. Janin dapat dalam keadaan baik, gawat janin atau mati
(tergantung derajat solusio plasenta).
4. Pada pemeriksaan dalam bila ada pembukaan teraba ketuban
yang tegang dan menonjol.
3. Derajat solusio 1. Ringan :
- perdarahan yang keluar kurang dari 100-200cc
plasenta
- uterus tidak tegang
- belum ada tanda renjatan
- janin hidup
- kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%
2. Sedang :
- perdarahan lebih dari 200 cc
- uterus tegang
- terdapat tanda renjatan
- gawat janin atau janin mati
- kadar fibrinogen plasma 120 - 150 mg%
3. Berat :
- uterus tegang dan kontraksi tetanik
- terdapat renjatan
- janin biasanya sudah mati
4. Diagnosis Banding Tidak ada
5. Pemeriksaan Pemeriksaan USG :
Penunjang Pada pemeriksaan USG didapatkan implantasi plasenta
normal dengan gambaran hematom retroplasenter.
Pemeriksaan laboratorium :
1. Bed side clotting test (untuk menilai fungsi pembekuan
darah/penilaian tidak langsung kadar fibrinogen)
Cara :
- Ambil darah vena 2 ml masukkan ke dalam tabung
kemudian diobservasi
- Genggam bagian tabung yang berisi darah
- Setelah 4 menit, miringkan tabung untuk melihat lapisan
koagulasi di permukaan
- Lakukan hal yang sama setiap menit
Interpretasi :
o Bila bagian permukaan tidak membeku dalam waktu 7
menit, maka diperkirakan titer fibrinogen di bawah nilai
normal (kritis)
o Bila terjadi pembekuan tipis yang mudah robek saat
tabung dimiringkan, keadaan ini juga menunjukkan kadar
fibrinogen di bawah ambang normal
2. Pemeriksaan darah untuk fibrinogen, trombosit, waktu
perdarahan, waktu pembekuan
6. Konsultasi Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Dokter spesialis anestesi
Dokter spesialis anak
7. Terapi Derajat ringan:
Ekspektatif bila :
- Usia kehamilan belum cukup bulan. Penderita dirawat
tanpa melakukan pemeriksaan dalam. Pemantauan
klinik dilakukan secara ketat dan baik.
Syarat :
- Perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
- Belum ada tanda-tanda in partu
- Keadaan ibu cukup baik (Kadar Hb lebih dari 8 gr %)
- Janin baik
Penatalaksanaan :
- Tirah baring.
- Berikan Deksametason 20mg/48 jam (dibagi 4 dosis)/
Betametason 24 mg/48 jam (dibagi 2 dosis)
- USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia
kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin.
- KTG serial setiap 3 hari
Aktif bila :
- Usia kehamilan cukup bulan, janin hidup dilakukan
persalinan perabdominam
- Usia kehamilan kurang bulan, janin viable (pematangan
paru sebelumnya bila memungkinkan), dengan
persalinan perabdominam
- Bila keadaan memburuk (perdarahan dan kontraksi
uterus berlangsung terus) dikelola sebagai derajat
sedang/berat.

Derajat sedang/berat:
1. Perbaikan keadaan umum
a. Resusitasi cairan/transfusi darah
- Berikan darah lengkap segar
- Jika tidak tersedia pilih salah satu dari plasma beku
segar, sel darah merah packed (PRC),
kriopresipitat, konsentrasi trombosit.
b. Atasi kemungkinan gangguan perdarahan
2. Melahirkan janin
a. Dengan mengupayakan partus pervaginam (amniotomi
dan tetes oksitosin) bila skor pelvik > 6 atau bila
diperkirakan persalinan bisa berlangsung < 6 jam.
b. Dengan persalinan perabdominam bila skor pelvik < 6
atau bila diperkirakan persalinan akan berlangsung > 6
jam, atau bila sesudah 6 jam dikelola janin belum lahir
pervaginam.
Catatan :
Bila janin masih hidup dan kemungkinan viable (> 28 minggu
dan atau BBJ > 1000 gram), dilakukan tindakan persalinan
dengan seksio sesarea
8. Penyulit Syok hipovolemik, gagal ginjal, koagulasi intravaskuler
diseminata, kematian
9. Prognosis Dubia
10. Informed consent Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa.
11. Perawatan rumah Diperlukan
sakit
12. Patologi anatomi Tidak diperlukan
13. Otopsi Dilakukan pada kasus kematian akibat solusio plasenta
14. Catatan medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri,
pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak
lanjut, konsultasi, prognosis
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD CILACAP

PERDARAHAN PASCASALIN
1. Pengertian (Definisi) Perdarahan pascasalin adalah perdarahan yang terjadi setelah
janin lahir, yaitu melebihi 500 cc pada persalinan per vaginam
atau lebih dari 1000 cc pada persalinan per abdominam.
Dibagi menjadi :
Perdarahan pascasalin dini yaitu jika terjadi dalam 24 jam
pertama.
Perdarahan pascasalin lambat yaitu jika terjadi lebih dari 24
jam.
2. Anamnesis Perdarahan pervaginam pascasalin atau perdarahan
berulang jika terjadi pada masa nifas
Terdapat faktor predisposisi
Predisposisi antepartum: riwayat perdarahan pascasalin atau
manual plasenta, solusio plasenta, plasenta previa, hipertensi,
IUFD, overdistensi uterus, gangguan darah ibu.
Predisposisi intrapartum: persalinan seksio sesarea atau buatan,
partus lama, partus presipitatus, Induksi atau augmentasi
persalinan, infeksi korion, distosia bahu, grandemulti paritas,
gangguan koagulopati.
Predisposisi postpartum: laserasi jalan lahir (ruptur perineum,
episiotomi luas, robekan porsio) retensio plasenta, sisa plasenta,
inversio uteri, ruptur uteri.
3. Pemeriksaan fisik Tanda-tanda syok (ringan sampai berat)
4. Gambaran Klinis a. Atonia uteri:
yaitu terjadinya gangguan kontraksi uterus. Gejala berupa
perdarahan pervaginam yang deras (seperti keran air) berasal
dari OUI, konsistensi rahim lunak, kontraksi buruk, tidak ada
perlukaan jalan lahir, tidak ada sisa plasenta dan umumnya
terdapat tanda-tanda syok hipovolemik berat.
b. Laserasi jalan lahir:
yaitu terdapat robekan/ruptur pada perineum, vagina atau
porsio. Gejala berupa perdarahan pervaginam yang berasal
dari luka robekan, berwarna merah terang/darah segar,
kontraksi rahim baik, dapat ditemukan tanda-tanda syok.
c. Ruptur uteri:
yaitu robeknya dinding uterus. Gejala berupa perdarahan
pervaginam sedikit atau banyak, berasal dari OUI, kontraksi
rahim biasanya buruk, sangat nyeri di perut bawah, terdapat
tanda akut abdomen, syok berat, pada eksplorasi terdapat
robekan pada uterus.
d. Inversio uteri:
yaitu uterus terputar balik sehingga fundus uteri tertekuk ke
dalam dan selaput lendirnya di sebelah luar. Gejala berupa
perdarahan pervaginam, syok sedang sampai berat, fundus
uteri sama sekali tidak teraba atau teraba lekukan pada
fundus, kadang-kadang teraba tumor dalam vagina jika
inversio sampai vagina atau tampak tumor merah di luar
vulva yaitu inversio uteri yang prolaps.
e. Retensio plasenta:
yaitu plasenta belum lahir jam setelah anak lahir. Gejala
berupa perdarahan pervaginam sedikit sampai banyak, tinggi
fundus uteri sepusat, biasanya tampak tali pusat.
f. Sisa plasenta:
yaitu plasenta sudah lahir namun tidak lengkap. Gejala
berupa perdarahan pervaginam sedikit sampai banyak dari
OUI, kontraksi biasanya baik dan pada pemeriksaan teraba
sisa plasenta. Jika terjadi pada masa nifas; kadang terdapat
febris dan tanda-tanda syok, fundus uteri masih
tinggi/subinvolusi, uterus lembek, nyeri pada perut bawah
jika ada infeksi dan teraba sisa plasenta dalam rongga rahim
g. Gangguan pembekuan darah/koagulopati:
yaitu kelainan pada pembekuan darah. Gejala berupa
perdarahan dari tempat-tempat luka, kontraksi rahim baik,
tidak ditemukan perlukaan jalan lahir maupun jaringan
plasenta, syok sedang sampai berat dan terdapat gangguan
faktor pembekuan darah.
5. Pemeriksaan Laboratorium: Crossmatch, kadar Hb, L, Tr, Ht, Fibrinogen,
penunjang D-Dimer, BT, CT, PT, APTT.
Pemeriksaan USG
6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan umum
a. Informed consent
b. Stabilisasi, ABC (Posisikan semi ekstensi, bebaskan jalan
nafas, O2 jika perlu, resusitasi cairan).
c. Tentukan ada syok atau tidak. Jika ada, berikan transfusi
darah, infus cairan, oksigen dan kontrol perdarahan. Jika
tidak ada syok atau keadaan umum optimal, segera lakukan
pemeriksaan untuk mencari etiologi.
d. Hentikan sumber perdarahan.
e. Monitor tanda-tanda vital.
Penatalaksanaan spesifik
l. Atonia Uteri (ICD10-072.1):
Masase uterus, Pemberian oksitosin 20 unit dalam NaCL
1000cc tetesan cepat (dapat diberikan sampai 3 liter dengan
tetesan 40 tetes/menit) dan ergometrin IV/IM 0,2 mg (dapat
diulang lx setelah 15 menit dan bila masih diperlukan dapat
diberikan tiap 2-4 jam IM/IV sampai maksimal 1 mg atau 5
dosis) atau misoprostol 400 mikrogram perektal/peroral
(dapat diulang 400 mikrogram tiap 2-4 jam sampai maksimal
1200 mikrogram atau 3 dosis). Bila setelah pemberian dosis
awal ada perbaikan dan perdarahan berhenti,
oksitosin/misoprostol diteruskan, bila tidak ada perbaikan
lakukan kompresi bimanual atau pemasangan tampon balon.
Jika kontraksi tetap buruk, lakukan laparotomi. (lakukan
ligasi arteri uterina atau hipogastrika atau teknik B-lynch
suture untuk pasien yang belum punya anak, jika tidak
mungkin lakukan histerektomi)
2. Laserasi jalan lahir (ICD10-O.71):
Segera lakukan penjahitan laserasi
3. Ruptur uteri (ICD10-O.71.1):
Stabilisasi keadaan umum dan segera lakukan laparotomi.
Rencana histerorafi atau histerektomi.
4. Inversio uteri (ICD10-O.71.2):
Reposisi manual setelah syok teratasi. Jika plasenta belum
lepas, sebaiknya jangan dilepaskan dulu sebelum uterus
direposisi karena akan mengakibatkan perdarahan banyak.
Setelah reposisi berhasil, diberi drip oksitosin. Pemasangan
tampon rahim dilakukan supaya tidak terjadi lagi inversio.
Jika reposisi manual tidak berhasil, dilakukan reposisi
operatif.
5. Retensio plasenta (ICD10-O.71.0):
Dilakukan pelepasan plasenta secara manual. Jika plasenta
sulit dilepaskan, pikirkan kemungkinan plasenta akreta.
Terapi terbaik pada plasenta akreta komplit adalah
histerektomi.
6. Sisa plasenta (ICD10-O.72.0):
Dilakukan kuretase dengan pemberian uterotonika dan
transfusi darah bila diperlukan. Jika terjadi pada masa nifas,
berikan uterotonika, antibiotik spektrum luas dan kuretase.
Jika kuretase tidak berhasil, lakukan histerektomi.
7. Gangguan koagulopati (ICD10-O.72.3):
Rawat bersama Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Koreksi
faktor pembekuan dengan transfusi darah segar/pemberian
FFP, kriopresipitat, trombosit dan PRC, kontrol DIC dengan
heparin.
7. Penyulit Syok irreversible, DIC, Syndrom Seehan
8. Konsultasi Ke disiplin ilmu terkait, atas indikasi. (Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, ICU/Anestesi, Patologi Anatomi)
9. Terapi Lampiran protokol
10. Perawatan rumah Diperlukan
sakit
11. Ijin Tindakan Kuretase, pemasangan tampon intrauterin, laparotomi
(histerektomi)
12. Lama Perawatan Lampiran protokol (pada perdarahan masa nifas: perawatan 5-6
hari, jika dilakukan tindakan operasi perawatan menjadi 7-10
hari)
13. Indikator Klinis Penurunan angka kecacatan dan kematian yang disebabkan
perdarahan postpartum.
14. Unit Terkait 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Departemen Patologi Anatomi
3. ICU
4. Departemen Anestesi
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSIA AFDILA CILACAP

PERDARAHAN PASCASALIN
YANG DISEBABKAN ATONIA UTERI
1. Pengertian (Definisi) Perdarahan lebih dari 500 mL yang terjadi dalam 24 jam pertama
setelah janin lahir akibat kegagalan kontraksi rahim.
Diagnosis :
1. Kontraksi rahim buruk.
2. Perdarahan banyak.
3. Tidak ada perlukaan jalan lahir.
4. Tidak ada sisa plasenta.
5. Pada umumnya disertai tanda-tanda syok hipovolemik
2. Terapi 1. Segera setelah diketahui perdarahan pascasalin, tentukan ada
syok atau tidak, bila ada segera berikan infus cairan, kontrol
perdarahan dan berikan oksigen.
2. Bila syok tidak ada, atau keadaan umum telah optimal, segera
lakukan pemeriksaan untuk mencari etiologi.
3. Masase uterus, pemberian oksitosin 20 IU dalam 500 cc
Dekstrosa 5% dan ergometrin intravena, atau misoprostol.
4. Bila ada perbaikan dan perdarahan berhenti, oksitosin atau
misoprostol diteruskan.
5. Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual.
6. Bila tetap tidak berhasil, lakukan laparotomi, kalau mungkin
lakukan ligasi arteri uterina atau hipogastrika (khusus untuk
pasien yang belum punya anak), bila tidak mungkin lakukan
histerektomi.
7. Cara pemberian Oksitosin:
a. Dosis awal, IV: 20 IU dalam 1 L larutan garam
fisiologis dengan tetesan cepat. IM: 10 IU
b. Dosis lanjutan, IV: 20 IU dalam 1 L larutan garam
fisiologis dengan 40 tetes/menit
c. Dosis maksimal, tidak lebih dari 3 L larutan dengan
oksitosin per hari.

Cara pemberian Ergometrin:


1. Dosis awal, IM atau IV (lambat): 0,2 mg
2. Dosis lanjutan, ulangi 0,2 mg IM setelah 15 menit,
bila masih diperlukan beri IM/IV setiap 2-4 jam.
3. Dosis maksimal, total 1 mg atau 5 dosis per hari.
Cara pemberian Misoprostol:
1. Dosis awal, oral atau rektal 400 mcg
2. Dosis lanjutan, 400 mcg 2-4 jam setelah dosis awal
3. Dosis maksimal, Total 1200 mcg atau 3 dosis per
hari.
3. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium :
penunjang hemoglobin, hematokrit, trombosit, fibrinogen, golongan
darah, faktor pembekuan darah, waktu perdarahan dan waktu
pembekuan.
4. Diagnosis banding Perdarahan pasca salin dini yang disebabkan oleh perlukaan jalan
lahir, retensio plasenta/sisa plasenta, dan gangguan pembekuan
darah
5. Pelaku 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi
2. Dokter Residen Obstetri & Ginekologi
6. Penyulit Syok ireversibel, DIC, Sindroma Sheehan.
7. Konsultasi 1. Dokter Spesialis Anestesi
2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam
8. Perawatan rumah Diperlukan
sakit
9. Prognosis Dubia
10. Informed consent Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa. Output
11. Patologi anatomi Uterus yang diangkat (bila ada persangkaan plasenta akreta)
12. Otopsi Dilakukan pada kasus kematian akibat atonia uteri
13. Catatan medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri,
pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan,
tindak lanjut, konsultasi, prognosis
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OBSTETRI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSIA AFDILA CILACAP

RUPTURA UTERI
1. Pengertian (Definisi) Robeknya dinding rahim, pada saat kehamilan atau persalinan
dengan atau tanpa robeknya peritoneum.
2. Diagnosis Adanya faktor predisposisi.
Nyeri perut mendadak dengan tanda-tanda adanya
perdarahan intraabdominal.
Perdarahan pervaginam bisa sedikit atau banyak.
Syok dengan gambaran klinis yang biasanya tidak sesuai
dengan jumlah darah yang keluar, karena adanya perdarahan
intra abdominal.
Kadang-kadang disertai sesak nafas/nafas cuping hidung
atau nyeri bahu.
His tidak ada.
Bagian janin teraba langsung di bawah kulit dinding perut.
Bunyi jantung janin tidak terdengar.
Urin bercampur darah.

Pada ruptura uteri inkomplit :


Nyeri perut mendadak.
Tidak jelas ada tanda perdarahan intraabdominal.
Perdarahan pervaginam.
Dapat terjadi syok.
His bisa ada atau tidak ada.
Bagian janin tidak teraba langsung di bawah kulit dinding
perut.
Bunyi jantung janin bisa terdengar atau tidak.
Urin bisa bercampur darah.
Pada eksplorasi rahim setelah janin lahir terdapat robekan
dinding rahim tanpa ada robekan peritoneum.
3. Diagnosis banding Akut abdomen pada kehamilan abdominal lanjut
4. Pemeriksaan Laboratorium:
penunjang Hemoglobin, Leukosit, Hematokrit, Trombosit.
5. Konsultasi Dokter Spesialis Anestesi.
Bila terjadi sepsis konsul ke Departemen Penyakit Dalam.
Bila luka robekan meluas ke kandung kencing konsul ke
Departemen Bedah.
6. Terapi 1. Atasi syok segera, berikan infus cairan intravena, transfusi
darah, oksigen dan antibiotik.
2. Laparotomi.
Tindakan histerektomi atau histerorafi bergantung pada
bentuk, jenis dan luas robekan.
7. Perawatan rumah Diperlukan
sakit
8. Penyulit Syok ireversibel
Sepsis
Luka yang meluas sampai ke kandung kencing dan vagina
Hematom pada daerah parametrium
9. Prognosis Dubia
10. Informed consent Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa.
11. Patologi anatomi Tidak diperlukan
12. Otopsi Dilakukan pada kasus kematian akibat ruptura uteri
13. Catatan medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri,
pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan,
tindak lanjut, konsultasi, prognosis

Anda mungkin juga menyukai