Faktor plasenta :
Infark plasenta
Solusio plasenta
Plasenta previa
3. Pemeriksaan Fisik Pemantauan denyut jantung (fetal heart rate/FHR) dengan
auskultasi menggunakan stetoskop monoaural/doptone secara
berkala. Auskultasi berkala dengan menggunakan stetoskop
monoaural/doptone sebaiknya dilakukan setiap 2 jam pada kala
I selama 1 menit, setelah kontraksi uterus dengan ketuban
masih intak. Pada ketuban sudah pecah sebaiknya dilakukan
tiap 1,5 jam.
Kardiotokografi.
Apabila menggunakan kardiotokografi dapat dilihat adanya
gambaran abnormal yang menggambarkan gawat janin berupa:
- Deselerasi variabel.
- Deselerasi lambat
- Penurunan variabilitas
- Gabungan salah satu dari ketiga diatas dengan takikardi
atau bradikardi.
Mekonium staining.
Analisa gas darah janin.
Gambaran Kardiotokografi
Penilaian perubahan FHR ialah berdasarkan pada
1. Baseline Rate
Normal baseline ialah antara 120-160 beat per minute (bpm). Jika
baseline FHR diatas 160 bpm disebut takikardi dan bila dibawah
120 bpm disebut bradikardi.
2. Variabilitas
Variabilitas merupakan aspek penting pada FHR dan terdiri dari 2
komponen: Long term dan short term variability. Short term
variability mencerminkan perbedaan interval yang sesungguhnya
3
(bpm) (bpm)
Deselerasi dini,
<5 selama deselerasi
10. Lama Perawatan Sesuai dengan kondisi bayi mengacu pada tindakan medis yang
diambil dan kondisi lahir bayi.
11. Indikator klinis Penurunan angka kesakitan dan angka kematian bayi.
7
EKLAMSI
1. Pengertian (Definisi) Eklamsi adalah kelainan akut pada preeklamsi, dalam kehamilan,
persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan
atau tanpa penurunan kesadaraan (gangguan sistem saraf pusat).
Eclampsia sine eclampsia adalah eklamsi yang ditandai oleh
penurunan kesadaran tanpa kejang
2. Diagnosis Penderita preeklamsi berat disertai kejang
3. Anamnesis 1. Umur kehamilan > 20 minggu
2. Hipertensi
3. Kejang
4. Penurunan kesadaran
5. Penglihatan kabur
6. Nyeri kepala hebat
7. Nyeri ulu hati
4. Pemeriksaan Fisik 1. Kesadaran: somnolen sampai koma
2. Tanda vital: Tekanan darah >160/110 mmHg
3. Proteinuria (+3)-(+4)
4. Diagnosa Banding 1. Epilepsi
2. Hipertensi menahun, kelainan ginjal dan epilepsi
bb/jam)
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
1. Ada tanda-tanda intoksikasi
2. Setelah 24 jam pasca salin
3. Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan
darah (normotensif).
Perawatan pasien dengan serangan kejang :
Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
Kepala direndahkan: daerah orofaring dihisap.
Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup longgar guna
menghindari fraktur.
Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status
konvulsivus), diberikan pengobatan sebagai berikut:
o Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) IV perlahan-lahan.
o Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulangan
Benzodiazepin IV setiap 1/2 jam sampai 3 kali berturut--
turut.
o Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk
mencegah kejang ulangan) dengan dosis 3 x 300 mg (3
kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2 kapsul) pada hari kedua
dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan seterusnya.
o Apabila setelah pemberian Benzodiazepin IV 3 kali berturut-
turut, pasien masih tetap kejang, maka diberikan tetes
valium (Diazepam 50 mg/5 ampul di dalam 250 cc NaCl
0,9%) dengan kecepatan 20-25 tetes/menit selama 2 hari.
Atas anjuran Bagian Saraf, dapat dilakukan :
Pemeriksaan CT scan untuk menentukan ada-tidaknya
perdarahan otak.
Punksi lumbal, bila ada indikasi.
Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl, kadar glukosa,
Urea N, Kreatinin, SGOT, SGPT, analisa gas darah, dll
untuk mencari penyebab kejang yang lain.
Perawatan pasien dengan koma :
a. Atas konsultasi dengan bagian Saraf untuk perawatan pasien
koma akibat edema otak:
11
Kardiotonika:
Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada tanda-tanda
payah jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan :
Cedilanid-D
Perawatan dilakukan bersama dengan Bagian Penyakit
Jantung
Lain-lain :
1. Obat-obat antipiretik
Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5 C
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau
alkohol
2. Antibiotika
Diberikan atas indikasi
3. Anti nyeri
Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat
diberikan petidin HCl 50-75 mg sekali saja.
13
Pengobatan Obstetrik :
Sikap terhadap kehamilan
a. Sikap dasar :
Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending eklamsi
harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan
keadaan janin.
Gejala impending eklamsi, adalah :
a. Penglihatan kabur
b. Nyeri ulu hati
c. Nyeri kepala yang hebat
Penyulit:
Gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan darah,
perdarahan otak, kematian
Prognosis: Dubia
Informed consent
Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan,
baik diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan
14
Sindroma HELLP
Weinstein, 1982, yang mula-mula menggunakan istilah HELLP
15
Pengelolaaan :
Pada prinsipnya, pengelolaan terdiri dari:
1. Atasi hipertensi dengan pemberian obat antihipetensi (lihat
pengelolaan preeklamsi berat).
2. Cegah terjadinya kejang dengan pemberian MgSO4.
3. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Pemberian transfusi trombosit apabila kadar trombosit
<30.000/mm3 untuk mencegah perdarahan spontan.
5. Terapi konservatif dilakukan apabila umur kehamilan <34
minggu, tekanan darah terkontrol < 160/110 mmHg, diuresis
normal (>30cc/jam), kenaikan kadar enzim hati yang tidak
disertai nyeri perut kuadran atas kanan atau nyeri ulu hati.
6. Pemberian kortikosteroid, terutama pada kehamilan 24-34
minggu atau kadar trombosit <100.000 /mm3, diberikan
deksametason 10 mg IV 2 x sehari sampai terjadi perbaikan
klinis (trombosit > 100.000 /mm3, kadar LDH menurun dan
diuresis > 100 cc/jam). Pemberian deksametason dipertahankan
sampai pascasalin sebanyak 10 mg iv 2 kali sehari selama 2 hari,
kemudian 5 mg iv 2 kali sehari selama 2 hari lagi.
7. Dianjurkan persalinan pervaginam, kecuali bila ditemukan
16
indikasi seperti: serviks yang belum matang (skor Bishop < 6),
bayi prematur, atau ada kontraindikasi persalinan pervaginam.
8. Bila akan dilakukan operasi seksio sesarea, kadar trombosit <
50.000/mm3 merupakan indikasi untuk melakukan transfusi
trombosit.
9. Pemasangan drain intraperitoneal dianjurkan untuk
mengantisipasi adanya perdarahan intraabdominal. Bila
ditemukan cairan asites yang berlebihan, perawatan pascabedah
di ICU merupakan indikasi untuk mencegah komplikasi gagal
jantung kongestif dan sindroma distres pernafasan.
Penyulit : Sindroma HELLP, gagal ginjal, gagal
jantung, edema paru, kelainan
pembekuan darah, perdarahan otak.
Konsultasi : Disiplin ilmu terkait (UPF Ilmu Penyakit
Dalam, ICU, UPF Syaraf, UPF Mata)
Perawatan Rumah Sakit : Lampiran protokol
Terapi : Lampiran protocol
Izin Tindakan : Seksio sesarea, ekstraksi forseps,
embryotomi
Lama Perawatan : Lampiran protokol
Unit Terkait : 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Neurologi
3. ICU
4. Departemen Anestesi
5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak
17
PREEKLAMSI
1. Pengertian (Definisi) Preeklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuri akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Dibedakan :
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah
ditemukan sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada umur
kehamilan kurang dari 20 minggu, dan yang menetap setelah 12
minggu pasca persalinan.
2. Preeklamsi/eklamsi atas dasar hipertensi kronis adalah
timbulnya preeklamsi atau eklamsi pada pasien hipertensi
kronik.
3. Hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam
18
Preeklamsi Berat
Rawat bersama dengan Departemen yang terkait (Penyakit Dalam,
Penyakit Saraf, Mata, Anestesi,dll).
A. Perawatan aktif
20
B. Pengobatan medisinal
Infus larutan ringer laktat
Pemberian obat: MgSO4
C. Pengelolaan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan
Belum inpartu :
1. Induksi persalinan :
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6
2. Seksio sesarea, bila :
a. Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra
indikasi tetes oksitosin.
b. 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase
aktif.
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan
terminasi dengan seksio sesarea.
Sudah inpartu :
Kala I
Fase laten: Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor
Bishop > 6.
Fase aktif:
1. Amniotomi
2. Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin.
3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan
lengkap, pertimbangkan seksio sesarea.
Catatan: amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-
kurangnya 15 menit setelah pemberian pengobatan medisinal.
24
Kala II :
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan
partus buatan.
D. Pengelolaan konservatif
a. Indikasi :
Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik
b. Pengobatan medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif.
Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan IV cukup IM
saja.(MgSO4 40%, 8 gram IM). Pemberian MgSO4 dihentikan
bila sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi ringan, selambat-
lambatnya dalam waktu 24 jam.
c. Pengelolaan obstetrik
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan
evaluasi sama seperti perawatan aktif, termasuk
pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk memantau
kesejahteraan janin
2. Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan
ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan
harus diterminasi. Cara terminasi sesuai dengan pengelolaan
aktif.
3. Penyulit :
Sindroma HELLP, gagal ginjal, gagal jantung, edema paru,
kelainan pembekuan darah.
4. Konsultasi :
Disiplin ilmu terkait (Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
ICU, Departemen Syaraf, Departemen Mata)
5. Perawatan Rumah Sakit
Lampiran protokol
6. Terapi
25
Lampiran protokol
7. Izin Tindakan
Seksio sesarea, ekstraksi forseps, embryotomi
8. Lama Perawatan
Lampiran protokol
UNIT TERKAIT:
1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. ICU
3. Departemen Mata
4. Departemen Syaraf
26
ABORTUS
1. Pengertian (Definisi) Berakhirnya kehamilan pada umur kehamilan < 20 mg (berat janin
< 500 gram) atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan.
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara spontan tanpa
penyebab yang jelas (miscarriage)
Abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi
tertentu yang bertujuan untuk mengahiri proses kehamilan
(pengguguran, aborsi, abortus provokatus).
2. Klasifikasi a. Abortus Imminens (O.O5):
Abortus mengancam, ditandai oleh perdarahan bercak dari jalan
lahir, dapat disertai nyeri perut bawah yang ringan, buah
kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
b. Abortus Insipiens:
Abortus sedang berlangsung, ditandai oleh perdarahan ringan
atau sedang disertai kontraksi rahim dan akan berakhir sebagai
abortus komplit atau inkomplit.
c. Abortus Inkomplit (O.03.4):
Sebagian buah kehamilan telah keluar melalui kanalis servikalis
dan masih terdapat sisa konsepsi dalam rongga rahim.
d. Abortus komplit (O.03.9):
Seluruh buah kehamilan telah keluar dari rongga rahim melalui
kanalis servikalis secara lengkap.
e. Abortus tertunda (missed abortion) (O.02.1):
Tertahannya (retensi) hasil konsepsi yang telah mati dalam
27
Terapi :
a. Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin :
Rawat jalan
Tidak diperlukan tirah baring total
Anjurkan untuk tidak melakukan aktivitas berlebihan atau
hubungan seksual.
Bila perdarahan berhenti dilanjutkan jadwal pemeriksaan
kehamilan selanjutnya.
Bila perdarahan terus berlangsung, nilai ulang kondisi
janin (USG) 1 mg kemudian.
b. Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2 mg
kemudian.
c. Bila hasil USG tidak baik: evakuasi tergantung umur
kehamilan (lihat prosedur terminasi kehamilan)
28
V. Abortus tertunda
Kematian janin dan belum dikeluarkan dari dalam rahim selama
8 minggu atau lebih.
Klinis:
Anamnesis: Perdarahan dapat ada atau tidak.
Pemeriksaan:
a. Fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan
b. Bunyi jantung janin tidak ada
Pemeriksaan penunjang:
a. USG : terdapat tanda janin mati
b. Laboratorium: Hb, trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan,
waktu pembekuan, waktu protombin.
Terapi:
a. Evakuasi pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan
tertutup, sehingga perlu tindakan dilatasi (lihat prosedur
terminasi kehamilan); hati-hati karena pada keadaan ini
biasanya plasenta bisa melekat sangat erat sehingga
prosedur kuretase lebih sulit dan dapat berisiko tidak
bersih/perdarahan pasca kuretase.
b. Uterotonika pasca evakuasi
30
Kombinasi
Dosis oral Catatan
antibiotika
Ampisilin 3 x 1 g oral Berspektrum luas
31
Amoksisiklin + Asam
3 x 500 mg
Klavulanik IV
3 x 600 mg
Klindamisin
32
33
PERDARAHAN ANTEPARTUM
1. Pengertian (Definisi) Perdarahan antepartum adalah perdarahan dari jalan lahir pada
wanita hamil dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih, dapat
berupa plasenta previa atau solusio plasenta.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya tidak normal sehingga
36
Penatalaksanaan spesifik:
Ekspektatif :
Syarat :
Keadaan umum ibu dan anak baik.
Perdarahan sedikit.
Usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran berat
badan janin kurang dari 2500 gr.
Tidak ada his persalinan.
Penatalaksanaan ekspektatif :
Pasang infus, tirah baring
Bila ada kontraksi prematur bisa diberi tokolitik.
Pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan CTG
setiap minggu.
Aktif :
Persalinan pervaginam :
Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis
atau plasenta previa lateralis di anterior (dengan anak letak
kepala). Diagnosis ditegakkan dengan melakukan
pemeriksaan USG, perabaan fornises atau pemeriksaan
dalam di kamar operasi tergantung indikasi.
Dilakukan oksitosin drip disertai pemecahan ketuban.
Persalinan perabdominam, dilakukan pada keadaan:
Plasenta previa dengan perdarahan banyak.
Plasenta previa totalis.
Plasenta previa lateralis di posterior.
38
PLASENTA PREVIA
1. Pengertian (Definisi) Plasenta yang letaknya tidak normal sehingga menutupi sebagian
atau seluruh ostium uteri internum.
2. Diagnosis 1. Perdarahan dari jalan lahir berulang tanpa disertai rasa nyeri
2. Dapat disertai atau tanpa adanya kontraksi.
3. Pada pemeriksaan luar biasanya bagian terendah janin belum
masuk pintu atas panggul atau ada kelainan letak.
4. Pemeriksaan spekulum darah berasal dari ostium uteri
eksternum.
3. Diagnosis banding Robekan jalan lahir, polip serviks, erosi portio
Persalinan perabdominam
1. Dilakukan pada keadaan :
2. Plasenta previa dengan perdarahan banyak.
3. Plasenta previa totalis.
4. Plasenta previa lateralis di posterior.
5. Plasenta letak rendah dengan anak letak sungsang.
14. Catatan medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri,
pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak
lanjut, konsultasi, prognosis
41
SOLUSIO PLASENTA
1. Pengertian (Definisi) Terlepasnya plasenta sebagian atau seluruhnya, pada plasenta yang
implantasinya normal sebelum janin lahir.
2. Diagnosis 1. Perdarahan dari jalan lahir dengan atau tanpa disertai rasa nyeri
(tergantung derajat solusio plasenta).
2. Perabaan uterus pada umumnya tegang, palpasi bagianbagian
janin biasanya sulit.
3. Janin dapat dalam keadaan baik, gawat janin atau mati
(tergantung derajat solusio plasenta).
4. Pada pemeriksaan dalam bila ada pembukaan teraba ketuban
yang tegang dan menonjol.
42
Derajat sedang/berat:
44
14. Catatan medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri,
pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak
lanjut, konsultasi, prognosis
45
PERDARAHAN PASCASALIN
1. Pengertian (Definisi) Perdarahan pascasalin adalah perdarahan yang terjadi setelah janin
lahir, yaitu melebihi 500 cc pada persalinan per vaginam atau lebih
dari 1000 cc pada persalinan per abdominam.
Dibagi menjadi :
Perdarahan pascasalin dini yaitu jika terjadi dalam 24 jam
pertama.
Perdarahan pascasalin lambat yaitu jika terjadi lebih dari 24
jam.
2. Anamnesis Perdarahan pervaginam pascasalin atau perdarahan berulang
jika terjadi pada masa nifas
Terdapat faktor predisposisi
Predisposisi antepartum: riwayat perdarahan pascasalin atau manual
plasenta, solusio plasenta, plasenta previa, hipertensi, IUFD,
overdistensi uterus, gangguan darah ibu.
Predisposisi intrapartum: persalinan seksio sesarea atau buatan,
partus lama, partus presipitatus, Induksi atau augmentasi persalinan,
infeksi korion, distosia bahu, grandemulti paritas, gangguan
koagulopati.
46
Penatalaksanaan spesifik
l. Atonia Uteri (ICD10-072.1):
Masase uterus, Pemberian oksitosin 20 unit dalam NaCL
1000cc tetesan cepat (dapat diberikan sampai 3 liter dengan
tetesan 40 tetes/menit) dan ergometrin IV/IM 0,2 mg (dapat
diulang lx setelah 15 menit dan bila masih diperlukan dapat
48
PERDARAHAN PASCASALIN
YANG DISEBABKAN ATONIA UTERI
1. Pengertian (Definisi) Perdarahan lebih dari 500 mL yang terjadi dalam 24 jam pertama
setelah janin lahir akibat kegagalan kontraksi rahim.
Diagnosis :
1. Kontraksi rahim buruk.
2. Perdarahan banyak.
3. Tidak ada perlukaan jalan lahir.
4. Tidak ada sisa plasenta.
5. Pada umumnya disertai tanda-tanda syok hipovolemik
2. Terapi 1. Segera setelah diketahui perdarahan pascasalin, tentukan ada
syok atau tidak, bila ada segera berikan infus cairan, kontrol
perdarahan dan berikan oksigen.
2. Bila syok tidak ada, atau keadaan umum telah optimal, segera
lakukan pemeriksaan untuk mencari etiologi.
3. Masase uterus, pemberian oksitosin 20 IU dalam 500 cc
Dekstrosa 5% dan ergometrin intravena, atau misoprostol.
4. Bila ada perbaikan dan perdarahan berhenti, oksitosin atau
misoprostol diteruskan.
5. Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual.
6. Bila tetap tidak berhasil, lakukan laparotomi, kalau mungkin
lakukan ligasi arteri uterina atau hipogastrika (khusus untuk
pasien yang belum punya anak), bila tidak mungkin lakukan
histerektomi.
7. Cara pemberian Oksitosin:
a. Dosis awal, IV: 20 IU dalam 1 L larutan garam fisiologis
51
RUPTURA UTERI
1. Pengertian (Definisi) Robeknya dinding rahim, pada saat kehamilan atau persalinan
dengan atau tanpa robeknya peritoneum.
2. Diagnosis Adanya faktor predisposisi.
Nyeri perut mendadak dengan tanda-tanda adanya perdarahan
intraabdominal.
Perdarahan pervaginam bisa sedikit atau banyak.
Syok dengan gambaran klinis yang biasanya tidak sesuai
dengan jumlah darah yang keluar, karena adanya perdarahan
intra abdominal.
Kadang-kadang disertai sesak nafas/nafas cuping hidung atau
nyeri bahu.
His tidak ada.
Bagian janin teraba langsung di bawah kulit dinding perut.
Bunyi jantung janin tidak terdengar.
Urin bercampur darah.
4. Pemeriksaan Laboratorium:
penunjang
Hemoglobin, Leukosit, Hematokrit, Trombosit.
5. Konsultasi Dokter Spesialis Anestesi.
Bila terjadi sepsis konsul ke Departemen Penyakit Dalam.
Bila luka robekan meluas ke kandung kencing konsul ke
Departemen Bedah.
6. Terapi 1. Atasi syok segera, berikan infus cairan intravena, transfusi
darah, oksigen dan antibiotik.
2. Laparotomi.
Tindakan histerektomi atau histerorafi bergantung pada bentuk,
jenis dan luas robekan.
7. Perawatan rumah Diperlukan
sakit
8. Penyulit Syok ireversibel
Sepsis
Luka yang meluas sampai ke kandung kencing dan vagina
Hematom pada daerah parametrium
9. Prognosis Dubia
10. Informed consent Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa.
11. Patologi anatomi Tidak diperlukan
13. Catatan medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, riwayat obstetri,
pemeriksaan fisik & penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak
lanjut, konsultasi, prognosis
56
GINEKOLOGI
57
9. Informed consent Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa
10. Output Jaringan kista dapat diangkat
11. Patologi anatomi Jaringan yang diangkat (tuba, ovarium)
12. Otopsi Diperlukan pada kasus kematian akibat penyulit tindakan operatif
maupun keadaan penyakitnya sendiri
9. Prognosis Dubia
10. Informed consent Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa.
11. Output Jaringan mioma dapat diangkat
12. Patologi anatomi Jaringan yang diangkat
13. Otopsi Diperlukan pada kasus kemarian akibat penyulit tindakan operatif
maupun keadaan penyakitnya sendiri
14. Catatan medik Mencakup keluhan utama, gejala klinis, pemeriksaan fisik &
penunjang, terapi, operasi, perawatan, tindak lanjut, konsultasi,
prognosis
15. Dokumen terkait Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.
Hasan Sadikin, Bagian Kedua (Ginekologi), 2005
62
63
PENYAKIT TROFOBLAS
Penyakit trofoblas 1) Trofoblas kehamilan (gestational trophoblastic disease) ialah
terdiri dari penyakit penyakit trofoblas yang berhubungan dengan kehamilan dan
2) Penyakit trofoblas yang tidak berhubungan dengan kehamilan
(non gestational trophoblastic disease) tetapi berasal dari sel
indung telur dan kejadiannya sangat jarang.
Yang dibicarakan di sini adalah penyakit trofoblas yang
berhubungan dengan kehamilan, sedangkan yang tidak berhubungan
dengan kehamilan akan dibicarakan pada bab keganasan ovarium
(bab teratoma)
Perkembangan hasil konsepsi ada kalanya mengalami kelainan
antara lain hasil konsepsi tidak berupa janin, melainkan berkembang
secara patologis berupa gelembung-gelembung yang disebut mola
hidatidosa.
Penyakit trofoblas terdiri dari mola hidatidosa (jinak) dan
koriokarsinoma (ganas). Umumnya penderita mola akan menjadi
baik setelah diobati, tetapi sekitar 15% akan mengalami degenerasi
keganasan menjadi koriokarsinoma.
Dalam perjalanannya penyakit trofoblas sering menunjukkan
gejala-gejala di luar bidang obstetri-ginekologi, misalnya
tirotoksikosis, sesak, batuk darah dan kelainan neurologis. Karena itu
penanganan di rumah sakit perlu kerjasama Bag/SMF Obstetri-
64
MOLA HIDATIDOSA
1. Pengertian (Definisi) Kegagalan kehamilan normal yang disertai dengan proliferasi sel
trofoblas yang berlebihan dan degenerasi hidrofik, yang secara
klinis tampak sebagai gelembung-gelembung
2. Klasisifikasi 1. Mola hidatidosa komplit (O01.0)
2. Mola hidatidosa parsial (O01.1)
3. Kriteria diagnosis Anamnesis dan perneriksaan fisik:
Amenore
Keluhan gestosis seperti hiperemesis gravidarum yang berat
Perdarahan
65
1. Evakuasi :
(sesuaikan dengan cara terminasi kehamilan trimester I)
Vakum kuretase
a. Bila gelembung sudah ke luar.
Setelah keadaan umum diperbaiki langsung dilakukan
vakum kuretase dan untuk pemeriksaan PA dilakukan
pengambilan jaringan dengan kuret tajam.
Bila perdarahan banyak: bersamaan dengan perbaikan KU,
evakuasi harus segera dilakukan.
b. Bila gelembung belum ke luar.
Pasang laminaria stift, 12 jam kemudian dilakukan vakum
66
Kadar -hCG
- 6 minggu pasca evakuasi mola >100 mIU/ml.
- atau 8 minggu pasca evakuasi > 30 mIU/ml.
3. Histopatologi: dapat dibedakan jenis keganasannya.
Pengelolaan :
Terapi diberikan berdasarkan skor prognosis (WHO)
FAKTOR Skor
PROGNOSIS 0 1 2 4
Umur (tahun) < 39 > 39
Kehamilan
MH Abortus Aterm
sebelumnya
Periode laten
4 4-6 7 - 12 >12
(bulan)
Jumlah
1-4 4-8 8
metastasis
Th / Sitostatika 2 atau
1 jenis
sebelumnya lebih
71
Terapi Utama: a. Risiko rendah (skor < 6) diberikan kemoterapi tunggal antara
Sitostatika lain:
1. MTX 20 mg/hari selama 5 hari IM
2. Act-D 12 mg/kg BB selama 5 hari IV
3. Etoposid : 200 mg/m2 per oral atau 100 mg/m2 IV dilarutkan
dalam NaCl 0,9 %
b. Risiko tinggi (skor > 6) : diberikan kemoterapi kombinasi antara
lain :
1. MTX / Lekovorin + Act-D (MA)
2. Act.D + Etoposid
3. MTX/Lekovorin + Act.D + Klorambusil (MAC)
4. MTX/Leukovorin + Act.D + Siklofosfamid (MAC III)
72
Jenis Pemeriksaan Pemeriksaan klinik dan kadar hCG setiap kali datang, sedang foto
toraks, pada bulan ke-6 dan ke-12 atau bila ada keluhan.
74
75
** CATATAN:
PENGAWASAN SELAMA 1 TAHUN
3 Bulan I : 2 minggu sekali
3 Bulan II : 1 bulan sekali
6 Bulan terakhir : 2 bulan sekali
Diperiksa :
- Pemeriksaan klinik dan kadar beta HCG setiap datang
- Foto toraks bulan ke-6 dan ke-12
76
KANKER SERVIKS
1. Pengertian Keganasan primer pada serviks uteri
(Definisi)
2. Klasifikasi Stadium klinis kanker serviks (FIGO, 1987)
77
Secara umum dapat dikatakan bahwa makin tua umur pasien, makin
besar kemungkinan tumor berasal dari unsur epitel. Sebaliknya,
tumor sel benih lebih sering dijumpai pada gadis dan wanita muda.
V. Gonadoblastoma
VI. Tumor jaringan ikat lain yang tidak khas ovarium
VII. Limfoma maligna
VIII. Tumor primer yang tidak dapat diklasifikasi
IX. Tumor metastasis
3. Stadium kanker Stadium I. Tumor terbatas pada ovarium
ovarium (FIGO
Ia. Tumor terdapat pada satu ovarium, tidak ada tumor
1985)
pada permukaan luar, kapsul utuh.
Ib. Tumor terdapat pada kedua ovarium, tidak ada asites,
83
Stadium II. Tumor terdapat pada salah satu atau kedua ovarium
dengan penyebaran ke panggul
IIa. Penyebaran dan /atau metastasis ke uterus dan /atau tuba
IIb. Penyebaran ke jaringan panggul lain
IIc. Tumor stadium IIa atau IIB, disertai pertumbuhan
tumor pada permukaan satu atau dua ovarium, atau
kapsul pecah, atau disertai asites yang mengandung sel-
sel ganas atau bilasan peritoneum positif.
Stadium III. Tumor terdapat pada salah satu atau kedua ovarium
dengan implantasi anak sebar di luar pelvis dan/atau kelenjar getah
bening retroperitoneal atau inguinal positif.
Adanya metastasis ke permukaan hepar setara dengan stadium III.
IIIa. Tumor terbatas pada rongga pelvis minor, KGB negatif
tetapi dengan penyebaran mikroskopis di permukaan
peritoneum abdomen.
IIIb. Tumor pada salah satu atau kedua ovarium
dengan penyebaran pada permukaan peritoneum
abdomen, dengan garis tengah yang tidak melebihi 2
cm; KGB negatif.
IIIc. Terdapat implantasi tumor di abdomen dengan diameter
lebih besar dari 2 cm dan/atau KGB retroperitoneal atau
inguinal positif.
2. Kemoterapi (99.25)
Pada umumnya diberikan setelah terapi pembedahan, kadang-
kadang sebelum pembedahan (neoajuvan).
Untuk kanker ovarium jenis epitel sebaiknya kombinasi
CAP (siklofosfamid, adriamisin, sisplatin), atau AP
(adriamisin, sisplatin), atau EP (epirubisin, sisplatin), Taksol
atau Taksol + Karboplatin
Untuk jenis sel germinal diberikan: VAC (vinkristin,
adriamisin, siklofosfamid) atau PVB (sisplatin, vinblastin,
bleomisin).
3. Radiasi
Diberikan setelah terapi pembedahan (pengangkatan massa
tumor secara optimal, atau dengan tumor terangkat seluruhnya
atau bila dengan residu tumor minimal 1,5-2 cm)
4. Kombinasi antara:
Pembedahan, kemoterapi, radiasi
8. Penyulit Penyulit sebelum pembedahan: hipoalbuminemia, efusi pleura
Penyulit selama pembedahan: perdarahan, cedera usus, kandung
kemih, ureter
86
Penyulit kemoterapi
9. Prognosis Dubia
10. Informed consent Dilakukan informed consent pada setiap aspek tindakan, baik
diagnostik maupun terapeutik, kecuali bila keadaan sudah sangat
mengancam jiwa.
KANKER VULVA
Kanker Mikro Invasif Diameter tumor < 2 cm dan invasi ke stroma < 5 mm
Klasifikasi TNM T TUMOR PRIMER
Kanker Vulva
Tis Kanker pra invasif (in-situ)
(FIGO)
T1 Tumor terbatas pada vulva dan atau perineum, diameter
< 2 cm.
T2 Tumor terbatas pada vulva dan atau perineum, diameter
tumor > 2 cm.
T3 Tumor dari semua ukuran dengan penyebaran ke uretra
dan atau vagina dan atau anus
T4 Tumor dari semua ukuran dengan adanya infiltrasi ke
mukosa kandung kencing dan atau mukosa rektum,
termasuk bagian proksimal dari mukosa uretra dan atau
penyebaran ke tulang.
N KGB REGIONAL
N0 Tak ada penyebaran tumor ke KGB
N1 Penyebaran tumor unilateral ke KGB regional
N2 Penyebaran tumor bilateral ke KGB regional.
M Penyebaran Jauh
M0 Secara klinis tak ada penyebaran tumor
M1 Terdapat penyebaran jauh (termasuk KGB pelvis).
Etiologi Tidak diketahui
Faktor Predisposisi Distropia vulva kronis
Kondiloma akuminata
88
Penyulit Akan timbul bila lesinya sangat luas sampai ke serviks uteri.
90
KANKER VAGINA
Batasan Tumor ganas primer pada vagina.
Klasifikasi Kanker pra-invasif:
Stadium : Kanker in-situ, kanker intraepitel.
91
Kanker invasif:
Stadium I : Kanker terbatas pada dinding vagina.
Stadium II : Kanker sudah mengenai jaringan sub vagina,
tetapi belum mengenai dinding pelvis
Stadium III : Kanker sudah menyebar ke dinding pelvis.
Stadium IV : Kanker sudah menyebar keluar rongga pelvis atau
sudah mengenai mukosa kandung kencing atau
rektum (edema bulosa saja belum masuk
stadium IV)
Etiologi/Patogenesis Kanker vagina primer adalah salah satu keganasan yang jarang,
hanya 1-2 % dari kanker ginekologi. Kanker vagina yang paling
sering adalah tipe sel skuamosa (80-90%). Kanker vagina sering
terjadi pada wanita berumur 55 -75 tahun.
Penyebab kanker ini belum jelas, meskipun terdapat beberapa
bukti yang dapat melibatkan iritasi mukosa vagina menahun seperti
pemakaian pesarium dan prosidentia.
Virus mungkin merupakan salah satu faktor penyebab kanker
vagina.
Berdasarkan waktu:
1. Akut: terjadi setelah persalinan
2. Subakut: sudah terdapat konstriksi serviks
3. Kronik: terjadi lebih dari 4 minggu setelah persalinan atau tidak
berhubungan dengan persalinan atau karena kelainan
ginekologis
3. Diagnosis 1. Dicari faktor risiko seperti: pengelolaan kala III yang tidak
benar, kelemahan miometrium kongenital atau didapat, mioma
uteri terlahir
2. Syok atau perdarahan pervaginam
3. Terdapat massa merah kebiruan yang berdarah pada vagina atau
di luar vulva
4. Pada pemeriksaan luar tidak teraba fundus uteri atau terdapat
lekukan
4. Diagnosis banding Prolapsus uteri (N81)
5. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium:
penunjang
hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit
6. Terapi 1. Atasi syok
2. Pemberian analgetik kuat
3. Reposisi manual dalam narkose umum (69.94). Agar reposisi
lebih mudah dapat diberikan Terbutaline 0,25 mg bolus IV.
Berikan segera antibiotik, setelah reposisi berhasil berikan
oksitosin 20 IU dalam dextrose 5% paling sedikit selama 24 jam
4. Tindakan pembedahan (69.2) dilakukan bila reposisi manual
tidak berhasil
a. Perabdominal (jika uterus masih besar/pasca salin) dengan
teknik Haultain dan Huntington
b. Pervaginam (jika ukuran uterus sudah mengecil) antara lain
dengan teknik Kustner atau Spinelli.
95
Pemeriksaan ginekologis:
Pemeriksaan sistem POP-Q (Prolapse Organ Pelvic
Quantification system) untuk menentukan derajat prolapsus
uteri, sistokel, dan rektokel
Tes stres/Tes valsalva
Tes Bonney
Perhatikan adanya ulkus pada porsio
Pemeriksaan sitologi (Pap Smear) untuk menyingkirkan
keganasan serviks
3. Diagnosis banding Inversio uteri kronis (N85.5)
4. Pemeriksaan Pap smear
penunjang
5. Konsultasi Tidak diperlukan
6. Terapi 1. Tanpa pembedahan, dilakukan pada prolapsus uteri derajat I.
Dilakukan latihan otot dasar panggul atau pemakaian Pessarium
2. Pembedahan
98
RUPTURA PERINEUM
1. Pengertian (Definisi) Robeknya mukosa vagina dan atau kulit badan perineum yang
disebabkan proses persalinan normal, episiotomi, persalinan buatan,
atau trauma lainnya
2. Diagnosis Anamnesis:
Tidak dapat menahan flatus, feses cair atau lembek yang
dirasakan setelah persalinan
Feses keluar dari vagina saat BAB
Riwayat persalinan dengan episiotomi
Riwayat persalinan dengan bantuan alat
Persalinan dengan dugaan trauma traktus genital
Pernah mengalami robekan perineum sebelumnya
Adanya faktor risiko terjadinya ruptura perineum, antara lain:
o Persalinan dengan ekstraksi forseps (7%)
o Nullipara (4%)
o Kala II lebih dari 1 jam (4%)
o Distosia bahu (4%)
o Episiotomi mediana (3%)
o Posisi oksipito posterior menetap (3%)
o Berat bayi >4000gr (2%)
o Induksi persalinan (2%)
o Analgesia epidural (2%)
100
Pemeriksaan ginekologis:
Pemeriksaan inspeksi daerah genital
Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan rectal toucher
Pemeriksan pill rolling action
3. Klasifikasi Klasifikasi trauma perineum menurut RCOG
Derajat 1 : Laserasi hanya mengenai mukosa vagina dan/atau kulit
perineum
Derajat 2 : Robekan mencapai otot-otot perineum tetapi tidak
mengenai otot sfingter ani
Derajat 3 : Robekan mengenai otot sfingter ani yang dibagi
menjadi
Derajat 3a : Robekan mengenai <50% otot sfingter ani eksterna
Derajat 3b : Robekan mengenai >50% otot sfingter ani eksterna
Derajat 3c : Robekan mengenai otot sfingter ani interna
Derajat 4 : Derajat 3 disertai dengan robekan mukosa anus
4. Pemeriksaan USG
penunjang
Anal manometri
5. Konsultasi Tidak diperlukan
6. Terapi Perbaikan perineum langsung dilakukan setelah persalinan atau
maksimal 24 jam pascasalin bila tidak ada infeksi atau inflamasi,
dengan golden period 6-8 jam
Bila lebih dari 24 jam pascasalin maka perbaikan perineum
dilakukan 3 bulan pascasalin
Tehnik pembedahan:
o Sfingterorafi
o Perineoprafi
o Sfingteroplasti
o Perineoplasti
101
ENDOMETRIOSIS
Batasan Endometriosis adalah kelainan yang ditandai adanya kelenjar serta
stroma endometrium di tempat yang tidak umum.
Banyak teori menerangkan kejadian tersebut, namun yang saat ini
banyak dianut adalah teori imunologis.
Diagnosis Anamnesis:
Kecurigaan terhadap adanya endometriosis harus ditegakkan
bilamana ada gejala dismenore, dispareuni, nyeri panggul, serta
infertilitas.
Pemeriksaan klinis ginekologis:
Ditemukan antara lain nodul-nodul pada ligamenta sakrouterina
dan uterus retroversi terfiksasi.
Pemeriksaan penunjang:
a. USG
b. Laparoskopi
103
c. Pielografi intravena
d. Enema barium
e. Foto pelvis-abdomen
Diagnosis pasti dengan pemeriksaan histopatologi
Klasifikasi Sistem klasifikasi sampai saat ini belum ada yang sempuma dan
diakui secara menyeluruh. karena mempunyai kelemahan. Salah satu
pegangan yang dapat dipakai adalah klasifikasi dari American
Fertility Society yang direvisi.
Pengobatan I. Tingkat ringan minimal
Dapat diberikan analgetika
II. Pengobatan Hormonal
Dewasa ini merupakan terapi utama:
1. Pil kontrasepsi kombinasi.
Diberikan terus menerus selama 6-12 bulan.
Pil kontrasepsi hanya mempunyai dampak sedikit terhadap
endometriosis, lebih merupakan supresi penyakit daripada
kuratif. Di samping itu efek samping estrogen mungkin akan
menonjol.
2. Progestin.
Baik oral maupun suntikan diberikan dengan dosis 30 mg/hari,
cukup efektif, namun efek samping cukup banyak. Berkhasiat
mengurangi/menghilangkan gejala, namun tidak efektif untuk
pengobatan infertilitas.
3. Danazol
Efektifitasnya tidak lebih baik dari hormon-hormon lainnya.
Dosis 2x200 mg tablet selama 6 bulan.
4. GnRH Agonis
- Dipakai secara intramuskuler, subkutan atau intranasal.
- Pemakaian jangka panjang dapat menimbulkan pseudo-
menopause
- Diberikan setiap 2-4 minggu. Pemakaian GnRH agonis
perlu pemantauan kadar estrogen. Dosis disesuaikan
104
KOLPOSKOPI (70.21)
1. Pengertian (Definisi) Pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu alat yang dapat
disamakan dengan mikroskop pembesaran rendah dengan sumber
cahaya di dalam
2. Indikasi Kelainan pada serviks, vagina, atau vulva.
3. Bahan/alat 1. Larutan NaCI fisiologis
2. Larutan asam asetat 3%
3. Larutan asam metakresilsulfonat pekat
4. Larutan formalin
5. Tang tampon
6. Pinset anatomi panjang
7. Kasa dan tampon vagina
8. Alat biopsi
9. Spekulum cocor bebek
107
15. Dokumen terkait Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.
Hasan Sadikin, Bagian Kedua (Ginekologi), 2005
109
KONISASI (ICD10-67.2)
1. Pengertian (Definisi) Pengeluaran sebagian serviks sedemikian rupa sehingga bagian
yang dikeluarkan berbentuk kerucut dengan kanalis servikalis
menjadi sumbu kerucut
2. Indikasi 1. Pap smear abnormal dengan kolposkopi tidak memuaskan
2. Sambungan skuamokolumnar tidak dapat dilihat seluruhnya
3. Lesi menjorok ke dalam kanalis servikalis dan tidak tampak
seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi
4. Hasil kuret endoserviks menunjukkan lesi prakanker derajat
berat
5. Biopsi yang dipandu kolposkopi menunjukkan adanya
mikroinvasi
6. Lesi prakanker derajat berat tetapi ada keinginan untuk
mempertahankan fertilitas
7. Pengamatan lanjut menunjukkan progresifitas penyakit secara
nyata
3. Prosedur 1. Tindakan sebaiknya dilakukan setelah haid selesai
2. Pasien dalam narkose umum dengan posisi litotomi
3. Dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah genitalia eksterna
4. Dipasang spekulum Sims dengan pemberat
5. Bibir depan portio dijepit dengan tenakulum
6. Dilakukan penjahitan paraservikal setinggi ostium uteri
internum dengan benang kromik nomor 0 atau I
7. Ditentukan batas luar eksisi dengan bimbingan kolposkop atau
dengan pewarnaan lugol 5%
110
13. Dokumen terkait Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.
Hasan Sadikin, Bagian Kedua (Ginekologi), 2005
112
LAPAROSKOPI (54.21)
1. Pengertian (Definisi) Visualisasi kavum peritonei secara endoskopi melalui dinding perut
depan, setelah dibuat pneumoperitoneum
2. Diagnosis 1. Pemeriksaan infertilitas
2. Tersangka endometriosis
3. Penilaian operasi rekonstruksi tuba
4. Nyeri panggul kronis
5. Tersangga infeksi panggul kronis
6. Nyeri abdomen akut
7. Tersangka kehamilan ektopik
8. Evaluasi atau konfirmasi massa intrapelvis
9. Kelainan uterus
10. Torsi tumor adneksa
11. Penilaian keganasan
Operatif:
1. Sterilisasi
2. Pengambilan benda asing
3. Operasi untuk infertilitas (adhesiolisis, salpingoovariolisis,
fimbrioplasti, salpingostomi)
4. Fulgurasi sarang-sarang endometriosis
5. Operasi kehamilan ektopik
113
Relatif:
1. Obesitas
2. Riwayat laparotomi atau peritonitis sebelumnya
3. Riwayat dehisensi luka laparotomi
4. Kehamilan
5. Kanker yang mengenai dinding depan abdomen
4. Prosedur 1. Pasien dalam narkose umum
2. Dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerahabdomen dan
sekitarnya
3. Dibuat sayatan di daerah infraumbilikal
4. Dilakukan insersi jarum Veress, diperiksa apakah telah masuk
ke dalam rongga abdomen
5. Dibuat pneumoperitoneum dengan memasukkan gas CO2
melalui jarum Veress
114
PERENCANAAN OPERASI
1. Pengertian (Definisi) Operasi terencana adalah tindakan operatif yang dilakukan dengan
persiapan yang lebih optimal dibandingkan dengan tindakan
emergensi
2. Prosedur Pasien menjalani pemeriksaan oleh dokter spesialis Obstetri &
Ginekologi
Diagnosis ditentukan oleh dokter Spesialis Obstetri &
Gjnekologi
Pasien didaftarkan untuk mendapatkan jadwal operasi oleh
dokter pengatur operasi
Pasien menjalani pemeriksaan penunjang meliputi EKG, foto
toraks, tes faal paru, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, kadar
elektrolit, tes faal pembekuan darah, dan tes lain yang dianggap
perlu.
Setelah hasil pemeriksaan penunjang telah tersedia, dilakukan
konsultasi ke bagian penyakit dalam dan atau bagian lain yang
dianggap perlu
Hasil konsultasi disampaikan kepada dokter penanggungjawab
pasien, untuk selanjutnya pasien akan dirawat inap sekurang-
kurangnya satu hari sebelum jadwal operasi yang telah
ditentukan
Dalam perawatan dilakukan konsultasi dengan bagian
anestesiologi atau bagian lain yang dianggap perlu.
Dilakukan penjadwalan ke petugas pendaftaran kamar operasi,
serta penentuan dokter asisten yang akan mendampingi saat
operasi
Hasil dari konsultasi tersebut disampaikan kepada dokter
116
penanggungjawab pasien
Operasi dilakukan pada jadwal yang telah ditentukan
sebelumnya
117
EKLAMSI ........................................................................................................................................7
PREEKLAMSI ..............................................................................................................................17
ABORTUS .....................................................................................................................................26
MIOMA UTERI.............................................................................................................................59
ENDOMETRIOSIS .....................................................................................................................102
KOLPOSKOPI.............................................................................................................................106
KONISASI ...................................................................................................................................109
LAPAROSKOPI ..........................................................................................................................112