Parameter Satelit Elektro-Rachman PDF
Parameter Satelit Elektro-Rachman PDF
RACHMAN SIREGAR
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Elektro
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ANALISA DASAR
Gambar 1
dimana:
Gt = Gain antena Sb pemancar (dB)
Lu = Free space loss (dB)
L = Rugi-rugi akibat red am an wave guide (IFL) dll.
Gs/Ts = Figure of merit penerima satelit (dB/oK)
k = konstanta Boltzman = -228.6 (dBW/oK-Hz)
B = bandwith operasi (dB-Hz)
Pada arah down-link satelit akan memancarkan carrier (Cd) dengan EIRP
bekerja pada titik operasi saturasinya.
Sedangkan pada saat melewati lintasan sepanjang (satelit-SB) akan
mendapatkan redaman sebesar Ld.
Besarnya (C/N)d adalah:
dimana:
EIRPs, satur. = EIRP Saturasi satelit (dBW)
Ld = Down Link free space loss (dB)
L = Rugi-rugi akibat redaman wave guide (IFL) dll.
Gr/Tr = Figure of merit penerima SB (dB/oK)
k = konstanta Boltzman = -228.6 (dBW/oK-Hz)
B = bandwith operasi (dB-Hz)
2.2.1. (C/N)
Parameter satelit ini menyatakan besarnya carrier terhadap noise. Harga (C/N)
ditentukan dan dipilih berdasarkan jenis dan fasilitas telekomunikasi yang akan
diterapkan. Umumnya dalam perhitungan link di atas adalah untuk sistem transmisi
yang ideal, sehingga harga (C/N) harus ditambahkan margin yang besarnya sekitar
1 sampai 1.5 dB.
Pn = k. TB.(Watt)
Dimana:
k = Konstanta Boltzman (1,374 x 10.23) dalam J/oK
T = Equivalent noise temperature (0K)
B = Banwidth dalam Herzt
Bila terjadi keadaan dimana ada dua sumber derau maka daya total derau
merupakan jumlah daya derau sumber tersebut. Bila dimisalkan bahwa semua benda
yang dapat menyerap radiasi dapat membangkitkan derau, maka antena, atmospfir
serta bumi dapat dianggap sebagai sumber derau. Hal ini berarti tanah sekitar
antena stasiun burni juga merupakan suatu sumber derau, sehingga tanah tersebut
dapat dianggap memiliki ekivalen suhu derau. Besamya suhu derau tersebut dihitung
dengan rumus berikut:
Tc= Tp ( 1 R ) OK
Dimana:
T c = Suhu derau tanah (bumi)
T p = Suhu phisik dari tanah (burni) tersebut
R = Koefisien refleksi dari tanah
Dimana:
Latm = redaman atmosfer (dalam ratio)
T0-atm = suhu derail standar dari atmosfer
Tcosmic = suhu derau efektif dan cosmic
Sin / Nin
F= _________
Sout/ Nout
Noise factor adalah perbandingan antara sinyal to noise pada terminal input
dengan sinyal to noise pada terminal output, yang biasanya diukur pada suhu
standar 290C. Bila dijabarkan maka dapat diketahui hubungan antara noise factor
dan erective noise temperature sebagai berikut :
Si/Ni Si/Ni No
F = _____ = ______ = ______
So/No G.Si/No G. Ni
G.Ni+Nt
F = ________
G.Ni
Ne
F = 1+ ----
Ni
k.Te.B
F = 1+ -------
k.To.B
3 =10 log F
0.3 = log F
F =2
Jadi besarnya Te adalah :
Te = (2 -1)290 = 2900K
F2 - 1 F3-1 Fn-1
Ftotal = F1 + ------ + -------- + .. + ---------------
G1 GI.G2 GI.G2...G(n -1)
Dari ketentuan-ketentuan di atas maka besarnya suhu derau efektif dari penguat
bertingkat tersebut dapat ditentukan:
T2 T3 Tn
Ttotal = T1 + ---- + --------- + .. + -------------------
G1 G1. G2 G1. G2 G ( n 1)
Jelas bahwa suhu derau total maupun noise factor dari suatu penguat bertingkat
sangat dipengaruhi oleh suhu derail penguat tingkat pertama, sedangkan penguat
tingkat selanjutnya sangat kecil pengaruhnya. Hal ini sangat perlu diperhatikan
dalam merencanakan penguat bertingkat.
Contoh-contoh dengan memakai perhitungan:
Suatu LNA terdiri dari dua tingkat penguat, dimana penguat I merniliki suhu derau
( efektif sebesar 100oK dengan gain sebesar 40 dB, sedangkan penguat II memiliki
suhu I derau sebesar 200oK dan penguatan sebesar 30 dB. Berapa suhu derau dan
noise factor LNA tersebut.
Jawab:
Penguat I : T1 = 100oK
G1 = 40 dB = 10.000 kali
Penguat II : T2 = 2000K
G2 = 30 dB = 1000 kali
T2
Ttotal = T1 + -------
G1
200
Ttotal = 100+ ----------
10.000.
Ttotal = 100,02K
Suatu peredam merupakan suatu elemen yang menyerap energi, karenanya juga
memiliki suhu derau. Besarnya redaman dan suatu peredam dapat didefinisikan
sebagai:
Pi Input
L = ---- = ---------
Po Output
Bila ingin mengetahui besarnya suhu derau dan suatu peredam dapat dilihat dari
gambar 2.
Gambar 2 : Peredam
Si/Ni
F = --------
So/No
Si/Ni
F = ------------ L = Si/So
Si/ (L. No)
L. No
F = ----------
Ni
Selain impedansi input dan impedansi output sama besar" juga impedansi internal
sepanjang peredam tersebut sama besar dan konstan. Tiap seksi dalam peredam
tersebut selalu match satu dengan yang lain. Oleh karena itu besarnya noise pada
input Ni sama dengan besarnya noise pada output No.
Jadi:
L. Ni
F= -------- = L
Ni
L (dalam ratio)
Faktor derau
Suhu Derau.
Tn= (F1-1)To
Redaman = 10 dB
10 = 10 Log L
L = 10
Jadi:
Tr = (10-1) 290oK
= 1610oK
Jadi:
F= L1+(L2 1 ) L1
= 10+(10-1) 10
= 10 + 90
= 100
Ttot = (F - 1)To
= (100-1 )2900K
= 287100K
BAB IV
PERHITUNGAN SUHU DERAU SISTEM
Sistem penerimaan dari suatu stasiun bumi tersusun alas beberapa jenis peralatan
yaitu mulai dari antena, saluran transmisi, LNA, serta receiver dan lain-lain.
Suhu derau suatu sistem penerimaan secara keseluruhan dapat dihitung sebagai
berikut:
TLNA Tf2 TREC
Ts = Ta+Tf1 + -------- + ------------- + -----------------
G1 G1.GLNA G1.GLNA.G2..
dimana:
Ta = suhu derau antena
Tf1 = suhu derrau feeder I (dari antena ke LNA)
TLNA = suhu derau LNA
TREC = suhu derau receiver
Tf2 = suhu derau feeder II (dari LNA ke receiver)
Lf1 = loss feeder I (dalam ratio, bukan dB)
Lf2 = loss feeder II (dalam ratio, bukan dB)
GLNA = gain dari LNA (bukan dalam dB)
G1 = gain feeder I
O2 = gain feeder II
Suhu derau sistem sangat dipengaruhi oleh suhu derau antena, berarti sangat
dipengaruhi oleh sudut elevasi antena.
Suhu derau sistem sangat dipengaruhi oleh suhu feeder dari antena ke LNA,
berarti dipengaruhi oleh loss feeder dari antena ke LNA. Makin panjang feeder dari
antena ke LNA, makin besar loss-nya berarti makin tinggi suhu derau sistemnya.
Oleh karena itu dapat dimengerti jika letak LNA pada stasiun bumi sangat dekat
dengan antena.
Suhu derau sistem juga sangat dipengaruhi oleh suhu derau LNA, makin kecil
suhu derau LNA makin rendah suhu derau sistem, oleh karena itu diusahakan agar
suhu derau LNA serendah mungkin. Pada umumnya LNA tidak hanya terdiri atas satu
Jawab:
Feeder I:
Loss = 10 dB 10 = 10 Log Ln
1 = Log Ln
Ln = 10
Suhu derau feeder I:
Tn = (Ln -1).290oK
= (10 -1).290oK
= 2610OK
LNA:
Noise figure = 10 dB
Noise Factor (F): 10 = 10 Log F
F = 10
Suhu derau (T1.NA) = (F -1).290oK
= (10 -1).290oK
= 2610OK
Feeder II:
Loss = 3,010 dB
berarti 10 Log Lf2 = 3,010
Lf2 =2
Receiver:
Noise figure = 10 dB
10 log F = 10
F = 10
LNA:
GLNA = 50 dB
TLNA = 40oK
Feeder II:
Loss feeder = 3,010 dB 10 Log L = 3,010
L =2
Receiver:
GREC = 30 dB, TREC = 1450oK
suhu derau sistem penerima:
Ts = 28,285 + 27,84 + 1,096.40 + (1,096.290/1E+5) + (1,096,2. 1450/1E+5)
= 100oK
BAB V
LEVEL PENERIMAAN
Pada sistem komunikasi satelit, LNA harus sanggup menerima sinyal yang
sangat lemah dari satelit dan harus mampu memperkuat sinyal tersebut sampai
beberapa puluh dB agar dapat dicapai level yang cukup untuk diberikan ke
perangkat penerima.
Yang menyebabkan lemahnya level sinyal dari satelit, yaitu:
Daya pancar satelit sangat terbatas.
Jauhnya letak satelit terhadap lokasi stasiun bumi sehingga propagasi dari
satelit ke stasiun bumi sinyal tersebut mengalami redaman lintasan yang
cukup besar.
Besarnya level sinyal yang diterima oleh stasiun bumi tergantung pada daya
lancar satelit yang dinyatakan sebagai EIRP satelit dan tergantung pada besarnya
gain terima stasiun bumi. Level sinyal yang diterima oleh stasiun bumi dari satelit
dapat diketahui dari rumus:
C(dBW) = EIRP Sat. (dBW) + Gr antena sb.(dB) -L (dB)
dimana: L = loss lintasan.
Jika dilihat dari persamaan di atas maka dapat diketahui besarnya loss
lintasan tergantung pada jarak dari satelit ke stasiun bumi clan frekuensi kerja yang
dipergunakan dalam link satelit. Loss lintasan juga dipengaruhi oleh keadaan
atmosfer dimana pada saat cuaca buruk dan hujan lebat redaman atmosfer akan
bertambah besar jika dibandingkan dengan keadaan cuaca cerah, umumnya diambil
besamya loss atmosfer pada saat udara cerah adalah 0,3 dB dan pada saat cuaca
sangat buruk diambil harga 2 dB sid 2,5 dB.
Jawab:
EIRP Satelit = Pout + Gt -loss multiplexe
= (9,8 + 25,5 -1) dBW
= 34,3 dBW
Lfs = 32,45 + 20 Log D + 20 Log F
= 32,45 + 20 Log 36000 + 20 Log 4000
= 195,61 dB
L = Lfs + loss atmosfer
=19561+25
= 198,11 dB
Receive gain antena stasiun bumi:
G = 20,4 - 10 Log n + 20 Log d + 20 Log F
= 20,4 - 10 Log 0,67 + 20 Log 5 + 20 Log 4
= 20,4 - 1,74 + 13,98 + 12,04
= 44,68 dB
Besarnya level carrier yang diterima stasiun bumi:
C = EIRPsat + Gant.sb - Loss lintasan
=34,3+44,68-198,11
= -150 dBW
Dari contoh tersebut di atas terlihat betapa lemahnya sinyal yang diterima
stasiun bumi. Selain itu juga hams dipertimbangkan tentang derau yang muncul,
mana sinyal harus mempunyai level yang jauh diatas derau yang muncul.
BAB VI
INTERFERENSI PADA SISTEM SATELIT
Interferensi pada sistem transmisi satelit dapat disebabkan oleh banyak sumber,
yaitu:
Sistem satelit terdekat
SB pemancar (Up-link)
Carrier pada kanal terdekat
Cross polarisasi antena
Sistem teresterial
Sistem lainnya
Down-link:
EIRP saturasi satelit, 36 dBW
G/S stasiun bumi, 34,5 dB/oK
Redaman tracking antena, 0,9 dB
Dihitung harga (C/N)u, (C/N)d dan (C/N)total.
Karakteristik SB penerima:
Gain antena., 45 dBi
Noise temperature LNA, 800K
IFL, 0,3 dB
Karakteristik SB pemancar:
EIRP, 60 dBW
IFL, 0,3 dB
Dihitung harga (C/N)u, (C/N)d dan (C/N)total.
(C/N)u = 60 dBW-199 dB -0,3 dB+(-2) dB/oK -(-228,6) dB dBW/oK-Hz
= 147,3 dB
(C/N)d = 36dBW -194,6dB-0,3 dB+24,4 dB/0K-(-228,6) dB dBW/0K-Hz
= 154,1 dB
(C/N)total = {(C/N)u-1 + (C/N)d-1}-1
= -10 Log {(1014,73)-1 + (1015,41)-1}dB
= 146,47 dB
KESIMPULAN
Graham Lingley, Prinsip Dasar Telekomunikasi, 1986, PT. Multi Media Gramedia
Jakarta.
Roody, Dennis, Kamal Idris & Jhon Coolen, 1980, Komunikasi Elektronik, Erlangga,
Jakarta.
Suhanna & Shigeka Shoji, 1991, Teknik Telekomunikasi, Pradnya Paramita, Jakarta.