Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MANAJEMEN FARMASI

REVIEW KASUS KORUPSI OBAT DAN ALAT KESEHATAN

Oleh

RAHMAH CHAIRUNNISA
1641012342

DOSEN MATA KULIAH : PROF. DR. AKMAL DJAMAAN, MS, APT

APOTEKER ANGKATAN III - 2016


PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
REVIEW KASUS KORUPSI

Kasus Alkes RSUD Parepare, Penyidik Kejati


Sulsel Dalami Keterlibatan Pejabat

I. KASUS

POJOKSULSEL.com, MAKASSAR Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati)


Sulawesi Selatan (Sulsel) saat ini telah mengantongi nama-nama pejabat Pemerintah
Kota (Pemkot) Parepare, yang diduga keciprat uang hasil penggelembungan harga
(mark up) atau kasus korupsi proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Andi Makasau Parepare, tahun 2014.
Dalam kasus dugaan korupsi alkes RSUD Parepare tersebut, sebelumnya
kejaksaan telah menetapkan dua orang tersangka. Yaitu Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK), Uwais dan rekanan dari PT Pahlawan Roata, Candra Pratama. Keduanya
dijadikan tersangka lantran terkait kasus dugaan mark up pengadaan Alkes RSUD
Andi Makkasau Parepare.
Hasil pengembangan dalam kasus tersebut, penyidik menemukan adanya fakta
lain. Penyidik menemukan adanya dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),
yang disinyalir berasal dari proyek pengadaan alkes.
Proyek yang telah menelan anggaran APBN, sebesar Rp19,8 miliar dan
berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp8 miliar. Terkait adanya dugaan
TPPU dalam kasus ini, penyidik telah mengantongi alat bukti berupa data dari dari
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dalam data tersebut menyebutkan bahwa ada uang hasil Mark Up, Alkes RSUD
Andi Makkasau, yang mengalir ke sejumlah rekening pejabat di Pemkot Parepare.
Sudah ada beberapa nama pejabat yang telah kita kantongi, ujar koordinator
Pidsus Kejati Sulsel Noer Adi, kepada pojoksulsel.com.
Hanya saja, Noer belum bisa membeberkan siapa saja nama pejabat yang
terlibat dalam, kasus dugaan TPPU tersebut. Menurut dia penyidik masih butuh
melakukan pendalaman lebih jauh lagi, sebelum menetapkan tersangkanya.
Pejabat tersebut, kata Noer, adalah pihak yang diduga telah menerima sejumlah
uang hasil mark up dari proyek pengadaan Alkes tersebut. Hanya saja pihaknya tidak
ingin terburu-buru menetapkan tersangka baru dalam kasus ini.
Nanti bila alat bukti sudah cukup, pasti kita akan tetapkan tersangkanya.
Sejauh ini berdasarkan hasil pengembangan penyidik, sudah ada alat bukti yang
mengarah pada beberapa orang pejabat di Pemkot Parepare, tandasnya.
Noer menuturkan, penyidik tinggal menunggu petunjuk dari pimpinan saja,
terkait penetapan tersangkanya.

Sumber : http://sulsel.pojoksatu.id/read/2016/06/27/kasus-alkes-rsud-parepare-penyidik-
kejati-sulsel-dalami-keterlibatan-pejabat/

II. REVIEW KASUS


A. Pada kasus diatas diketahui telah terjadi korupsi di RSUD Andi Makasau Parepare
dengan cara penggelembungan harga (Mark-up) pengadaan alat kesehatan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Uwais dan Direktur PT Pahlawan Roata, Candra
Pratama sebagai rekanan. Selain itu pada kasus ini juga terjadi Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) dari hasil Mark-up yang melibatkan pejabat di Pemkot
Parepare.

B. Adapun modus / latar belakang dari kasus korupsi tersebut sudah jelas untuk
memperkaya diri sendiri seperti yang terjadi pada kasus korupsi pada umumnya, hal
ini menyebabkan negara mengalami kerugian sebesar 8 M. Dan untuk kasus tindak
pidana pencucian uang (TPPU) diduga dilatarbelakangi agar
menghindari/menghapus jejak dari tindak korupsi tersebut dengan cara menyuap
pejabat daerah setempat.

C. Pelanggaran dalam kasus korupsi diatas telah dijelaskan dalam :

a. Permankes RI No. 14 Tahun 2014 tentang Pengendalian Gratifikasi di


Lingkungan Kementerian Kesehatan pasal 1, 3 da 4 dimana hal yang terjadi
pada kasus ini tergolong dalam kategori gratifikasi yang diaggap suap. Pada
pasal 4 dijelaskan tentang gratifikasi dianggap suap meliputi salah satunya yaitu
penerimaan gratifikasi terkait dengan pengadaan barang dan jasa, pelayanan
publik, atau proses lainnya.

b. Kepmenkes HK02.02/MENKES/306/2014 TENTANG Petunjuk Teknis


Pengendalia Gratifikasi di Lingkungan Kementeria Kesehatan pada bab 2
kategori gratifikasi poin A sub poin 3 menjelaska tentang gratifikasi terkait
dengan pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik, dan proses lainnya.
Contoh:
a. Penerimaan gratifikasi dalam bentuk apapun dari mitra kerja/rekanan
sebelum, pada saat dan/atau sesudah proses pengadaan barang dan jasa

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan


Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
pencucian uang didefinisikan sebagai kegiatan: menempatkan, mentransfer,
mengalihkan membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang
atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan (Pasal 3);
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan,
pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (Pasal
4); dan menerima, menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (Pasal 5).
Adapunpelaku pencucian uang dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu pertama,
pelaku aktif yang memenuhi pasal 3 dan 4 UU No.8/2010 dan kedua, pelaku
pasif yang memenuhi pasal 5 UU No.8/2010.

D. Karena kasus korupsi alat kesehatan di RSUD Andi Makasau masih dalam proses
penyidikan pihak kejaksaan, maka belum ditetapkan berapa lama sanksi pidana
ataupun sanksi denda yang aka diterima pelaku korupsi tersebut.

E. Jumlah uang yang dikorupsi dari kasus tersebut adalah miliaran rupiah. Seperti
diketahui dari kasus tersebut dikatakan proyek pengadaan alat kesehatan di RSUD
Andi Makasau Parepare ini telah menelan APBN sebesar 19,8 Miliar rupiah, dan
dengan adanya kasus korupsi tersebut berpotensi menyebabkan kerugian negara
dalam jumlah yang besar yaitu mencapai 8 Miliar rupiah atau lebih.

F. Dampak Korupsi

Dikutip dari: http://www.kompasiana.com/yantigobel/korupsi-pada-sektor-


kesehatan_550acf2fa33311226a2e3e46

Para pejabat korup pada sektor kesehatan telah mencederai upaya pembangunan
kesehatan yang oleh Notoatmodjo bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomis (Notoadmodjo, 2010:53). Mengapa?
Karena anggaran untuk membangun sector kesehatan justru digunakan untuk
memperkaya diri dan kelompoknya dan mengabaikan hak masyarakat untuk
mendapatkan alat kesehatan dan pelayanan kesehatan. Dampak korupsi pada sektor
kesehatan dapat mengakibatkan menurunnya derajat kesehatan masyarakat yang
berimbas pada IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Indikator IPM seperti angka
kematian bayi dan angka harapan hidup sangat terkait dengan pendanaan sektor
kesehatan. Apabila terjadi korupsi pada sektor kesehatan, maka akan berimbas
penurunan angka harapan hidup dan menaikkan angka kematian bayi. Dampak
korupsi lebih jauh adalah naik dan tingginya harga obat-obatan dan rendahnya
kualitas alat kesehatan pada rumah sakit dan puskesmas serta sarana kesehatan
masyarakat lainnya. Terjadinya kasus-kasus korupsi pada sektor kesehatan yang
melibatkan pejabat pada kementerian kesehatan dan dinas kesehatan lokal
menunjukkan rendahnya transparansi dan akuntabilitas serta kepatuhan pada hukum.
Besarnya diskresi atau kewenangan pejabat dan rendahnya etika pejabat sektor
kesehatan menyebabkan menguatnya dan meningkatnya kesempatan melakukan
praktek korupsi disektor kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai