Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH

KASUS KORUPSI FASILITAS KESEHATAN

Disusun Oleh :

Afifah Atsmara Nikmatiya P27228017226

Dwi Krisdiyanto P27228018180

Dyah Ayu Murtiningsih P27228018183

Frissilia Fransiska P27228018187

Muhammad Royyan A. P27228018195

Sistiana Kusuma W. P27228018211

Sonia Damayanti P27228018212

Tiara Afifah P27228018215

Ummul Nabila P27228018216

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN TERAPI OKUPASI

JURUSAN TERAPI OKUPASI

POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA

TAHUN 2021
ANALISIS KASUS KORUPSI

A. Pengetian

Menurut Robert Klitgaard, “Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari

tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang

menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar

aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi”. Selain itu Korupsi berasal

dari Bahasa Latin, “corruptio”. Dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan

memperkaya diri sendiri atau mengutamakan kepentingan pribadi. Tindakan korupsi

dapat merugikan banyak pihak, baik masyarakat maupun negara. Oleh karena itu,

korupsi harus diberantas. Banyak berbagai jenis korupsi yang merugikan keuangan

negara di Indonesia antara lain penggelapan dana.

Selain itu Penggelapan merupakan suatu tindakan tidak jujur dengan

menyembunyikan barang/harta orang lain oleh satu orang atau lebih tanpa

sepengetahuan pemilik barang dengan tujuan untuk mengalih-milik (pencurian),

menguasai, atau digunakan untuk tujuan lain.

Dalam kasus yang diambil, Terdakwa kasus dugaan korupsi Pengadaan Alkes

Puskesmas di Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo pada 2014, Solihin divonis 1 tahun

2 bulan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jambi. Kepala Bidang

Jaminan dan Sarana Kesehatan merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di

Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan

telah melakukan tidak pidana korupsi. Atas perbuatan  tersebut, terdakwa

divonis hukuman 1 tahun 2 bulan. "Terdakwa juga dikenakan denda sebesar Rp 50

juta subsidar 1 bulan kurungan penjara," kata Ketua Majelis Hakim, Dedy Muchti

Nugroho seperti dilansir Jambi Ekspres. Para terduga pelaku dipersangkakan

Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas


Undang-undang Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana. Sebelumnya jaksa menuntut terdakwa yakni 1 tahun dan 6 bulan penjara.

Selain itu terdakwa juga dikenakan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan penjara.

B. Faktor

Beberapa faktor penyebab yang dapat menimbulkan kasus korupsi pada sektor

kesehatan antara lain :

1. Besarnya tekanan politik

Hal ini dapat membuat anggaran Kesehatan rawan dikorupsi. Hal ini terjadi

kerena actor politik yang berada dipemerintahan menjadikan anggaran Kesehatan

sebagai salah satu sumber pendanaan kegiatan politiknya.

2. Tata Kelola anggaran yang masih buruk.

Transparanasi masih rendah terutama keterbukaan atas dokumen pengadaan

(Kerangka acuan kerja, Harga perkiraan sendiri, Spek teknis, Kontrak, Berita

acara serahtTerima dsb). Pelanggaran atas peraturan perundang-undangan

terutama prosedur pengadaan serta kurangnya partisipasi publik.

Hal ini seperti yang terjadi pada kasus yang kita angkat, dari kasus kroupsi

dana alkes puskesmas. Melalui sumber dari media elektronik diketahui bahwa

terdapat ketidaknormalan pada kontrak yang sudah dibuat. Terdapat tiga hal yang

membuat kontrak menjadi tidak normal yaitu 1) yang menyusun Harga Perkiraan

Sendiri (HPS) bukanlah orang yang mumpuni dibidangnya, 2) Yang mengurus

pembayaran bukanlah yang berhak, 3) barang tersebut belum selesai. “Ada

barang yang belum diterima, sementara itu langsung disetujui beliau. Meskipun

pada akhirnya, barang itu juga diterima,” imbuhnya. Selain itu, kata Ahli, juga
ada keterlibatan pihak lain yang menyebabkan kerugian negara hingga

Rp318.189.934,00 itu.

3. Reformasi birokrasi juga belum efektif karena masih banyak pejabat eselon 1

sampai eselon 4 yang terlibat kasus korupsi. Tekanan atasan (penyelenggara

negara) atas ASN serta integritasnya masih rendah. Hal ini sesuai dengan teori

yang biasa digunakan untuk mendeteksi kecurangan keuangan yaitu Fraud

Triangle Theory. Dimana berdasarkan teori tersebut diketahui ada 3 faktor

pendukung yang dapat membuat seseorang melakukan kecurangan yaitu tekanan

(preassure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi dari pelaku

(razionalization) (Wahyuni & Budiwitjaksono, 2017)

4. Pengendalian internal dan sistem pengawasan internal pemerintah belum efektif.

C. Dampak Korupsi Pada Pengadaan Alat Kesehatan

Korupsi memberikan dampak buruk dalam berbagai bidang kehidupan manusia,

terutama di bidang pelayanan kesehatan. Berikut adalah dampak korupsi terhadap

bidang pelayanan kesehatan yaitu :

1. Dampak buruknya merugikan keuangan negara dan menurunkan kualitas layanan

juga secara langsung mengancam nyawa masyarakat.

2. Korupsi di bidang kesehatan berimbas pada peralatan yang  tidak memadai dan

kekurangan obat yang merupakan dua masalah utama yang paling banyak

dikeluhkan masyarakat terkait dengan rumah sakit milik pemerintah dan

puskesmas. Korupsi membuat masyarakat sulit mengakses pelayanan kesehatan

yang berkualitas.

3. Berbagai peralatan yang dibeli dari proses yang korup sangat mudah rusak,

pelayanan purna jualnya buruk, dan tak presisi dalam mendiagnosis kondisi

pasien. Peralatan tak bisa memberikan informasi akurat yang dapat menyebabkan
tenaga medis salah melakukan tindakan medis. Begitu pula dengan obat, jika

masih tetap digunakan obat kedaluwarsa justru jadi ancaman serius bagi pasien.

Korupsi kesehatan secara langsung bisa mengancam nyawa masyarakat

4. Korupsi dibidang kesehatan dapat mengakibatkan menurunya derajat kesehatan

masyarakat yang berimbas pada IPM (indek pembangunan manusia).  Indikator

IPM seperti angka kematian bayi dan angka harapan hidup sanagat terkait dengan

pendanaan sektor kesehatan

D. Nilai-nilai Antisipasi Korupsi

Antisipasi merupakan suatu tindakan awal yang dilakukan seseorang untuk

menghadapi suatu keadaan yang belum jelas terjadi namun dapat dicegah sebelum

terjadi. Antisipasi dapat meningkatkan adanya rasa percaya terhadap distibutor

barang. (Schlenker dan Leary, 1992). Antisipasi terhadap korupsi yang dapat

dilakukan adalah menerapkan nilai-nilai anti korupsi, SOP pengadaan barang dan

jasa, perizinan formulir pengadaan barang dan jasa dan menerapkan upaya

pencegahan preventif dan edukatif.

Upaya pencegahan korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai

antikorupsi pada semua individu. Setidaknya ada sembilan nilai-nilai antikorupsi

yang penting untuk ditanamkan pada semua individu, kesembilan nilai antikorupsi

tersebut terdiri dari: (a) inti, yang meliputi jujur, disiplin, dan tanggung jawab, (b)

sikap, yang meliputi adil, berani, dan peduli, serta (c)etos kerja, yang meliputi kerja

keras, sederhana, dan mandiri.

Dalam kasus ini, kita dapat mengantisipasi adanya pengadaaan barang dan jasa

yang berlebihan serta dapat memicu korupsi yaitu dengan mengadakan syarat SOP

(Standar Operasional Prosedur) ketika melakukan pengaadaan barang dan jasa.

Untuk membuat SOP yang Berstandar Nasional pemerintah membentuk Permenpan


nomor 35 tahun 2012 tentang pedoman penyuluhan SOP AP (Administrasi

Pemerintah) dan persyaratan mengadaan barang dan jasa diatur dalam Perpres

nomor 4 tahun 2015 tentang perubahan keempat atas perpres No 54 Tahun 2010

tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah .

SOP Menurut Kemenkes RI 2019 Tentang Administrasi Pemerintah terkait

Prosedur pengadaan barang atau jasa diatas 200 juta :

1. Memberikan arahan kepada Kabag (kepala bagian)/ PPK (Pejabat Pembuat

Komitmen)

2. Memberikan intruksi kepada Kasub bag untuk menyiapkan surat permintaan

pengadaan barang dan jasa pembuatan HPS

3. Menyiapkan surat permintaan pengadaan barang/ jasa dan pembuatan HPS

kepada ULP (unit layangan pengadaan)

4. Melaksanakan protes pengadaan barang/jasa oleh ULP

5. Menetapkan penyedia barang atau jasa

6. Menyiapkan surat perjanjian /kontrak/ SPK (Surat Perintah Kerja)

7. Pelaksanaan pengadaan barang/ jasa

8. Melakukan penerimaan apabila pekerjaan telah selesai

9. Mendokumentasikan dokumen pengadaan


Untuk alur surat perizinan untuk pengaadaan barang dan jasa Kesehatan Cabang

sebagai berikut :

Mulai

Mengisi Formulir
Permohonan Izin

Tidak
Mengajukan Berkas Lengkap
Permohonan

Tidak Layak

Jika

Lengkap

Survery Lokasi Jika

Surat Izin Praktek atau


Layak
Rekomendasi

Selesai
Pencegahan agar pengadaan barang dan jasa sesuai dengan siklus Pengadaan,

Penerimaan dan Pembayaran Barang/Jasa.

1. Perencanaan pengadaan barang dan jasa oleh fungsi perencanaan tidak

berdasarkan kebutuhan, tetapi berdasarkan pengadaan tahun sebelumnya

ditambah jumlah persentase tertentu, agar barang yang dibutuhkan pada tahun

sebelumnya tetap diadakan karena perencana memperoleh imbalan dari rekanan.

Terdapat dua upaya yang dapat dilakukan yaitu upaya preventif dan upaya

detektif.

a. Upaya-upaya preventif :

1) Direksi harus menetapkan prosedur dan tata cara perencanaan kebutuhan

terhadap pengadaan barang dan jasa.

2) Direksi harus menetapkan pejabat dan unit kerja yang bertanggungjawab

untuk menyusun perencanaan terhadap pengadaan barang dan jasa.

3) Perencanaan pengadaan barang dan jasa harus berdasarkan pengajuan

dari unit kerja yang membutuhkan.

b. Upaya-upaya detektif :

1) Melakukan penelitian terhadap realisasi pengadaan barang dan jasa

dengan kebutuhan riel barang dan jasa.

2) Melakukan verifikasi terhadap rencana pengadaan dan jasa apakah telah

didukung dengan pengajuan dari unit yang membutuhkan.

3) Melakukan penelitian terhadap rencana dan anggaran pengadaan barang

dan jasa apakah telah disetujui oleh pejabat yang berwenang

2. Penyusunan spesifikasi kebutuhan barang dan jasa dirubah oleh Bagian

Pengadaan untuk produk dan rekanan tertentu, yang mengakibatkan terjadinya

mark up (kemahalan harga).


a. Upaya-upaya Preventif:

1) Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa penyusunan rencana

kebutuhan barang dan jasa tidak diperbolehkan mengarah kepada produk

atau rekanan tertentu.

2) Direksi harus menetapkan bahwa dalam hal terjadi perubahan spesifikasi

barang yang akan dibeli harus mendapat persetujuan pejabat yang

berwenang.

b. Upaya-upaya Detektif:

1) Melakukan penelitian apakah Direksi telah menetapkan ketentuan bahwa

penyusunan rencana kebutuhan barang dan jasa tidak diperbolehkan

mengarah kepada rekanan tertentu.

2) Melakukan penelitian apakah rencana kebutuhan barang dan jasa yang

disusun Bagian Perencanaan telah sesuai dengan spesifikasi barang yang

dibeli.

3) Melakukan penelitian apakah terdapat hubungan istimewa antara Bagian

Pengadaan dengan kontraktor dan atau pabrikan tertentu.

4) Membandingkan harga barang yang dibeli dengan harga pada beberapa

pemasok untuk jenis dan spesifikasi barang yang sama.

E. Solusi

Dalam menghadapi kasus korupsi seperti kasus ini, dapat dilakukan beberapa

cara untuk mengatasi kasus tersebut. beberapa cara tersebut antara lain:

1. Pemberian sanksi (pemberhentian dan penurunan jabatan)

Untuk pelaku tindak korupsi tersebut alangkah baiknya diturunkan jabatan

atau pun diberhentikan dari jabatan yang sedang diemban sekarang. Selain itu

pemerintah juga dapat memblack list terdakwa korupsi agar tidak masuk sebagai
pegawai negeri sipil agar meminimalisir kelakuan tersebut terulang dan menjadi

contoh bagi seluruh pegawai lain agar tidak melakukan hal yang sama.

2. Pengaduan ke lembaga yang bertugas

Ketika seseorang menghadapi kasus yanag sama seperti ini dan juga

merasakan adanya keanehan dalam pengadaan barang dan jasa, seharusnya kita

sebagai individu dan rakyat yang patuh hokum harus segera melaporkan ke pihak

atau lembaga terkait yang bertugas mengatasi permasalahan tersebut. hal tersebut

bertujuan agar kasus tersebut dapat segera diatasi dan juga diselidiki serta pelaku

yang melakukan tindak pidana korupsi tersebut dapat segera ditangkap.

3. Pertanggungjawaban Pidana

Dalam mengatasi kasus korupsi mengenai pengadaan alat kesehatan (alkes)

puskesmas di kabupaten Bungo, hal yang harus dilakukan yaitu

mempertanggungjawabkan secara pidana. Pertanggungjawaban pidana (criminal

responsibility) adalah penegakan hukuman terhadap subjek hukum yang

melakukan tindak pidana atau tindakan yang dilarang. Asas yang dianut dalam

pertanggungjawaban pidana adalah asas geen straf zonder schuld;Actus non facit

reum nisi mens sist rea, yaitu suatu perbuatan tidak akan dikenakan pidana

apabila tidak ada kesalahan. Unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu

mampu bertanggung jawab, kesalahan, serta tidak ada alasan pemaaf dan alasan

pembenar.

Dalam kasus ini diketahui bahwa Solikin merupakan Kepala Bidang Jaminan

dan Sarana Kesehatan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam

Pengadaan Alkes puskesmas di kabupaten Bungo. Solikin didakwa oleh jaksa

dalam pengadaan Alkes diduga membuat harga perkiraan sendiri (HPS) yang

mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 318.189.934.


Menurut jaksa, terdakwa terbukti melanggar dalam dakwaan Pasal 3 Jo pasal

18 ayat (1) UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55

ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dimana pasal tersebut

berbunyi :

"Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau

sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan

negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur

hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20

(dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh

juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)"

Dalam kasus ini, Solikin sebagai subjek hukum manusia yang berprofesi

sebagai Pegawai Negeri yang bekerja sebagai Kepala Bidang Jaminan dan Sarana

Kesehatan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diberi tugas dan

kewenangan yang melekat padanya. Terdakwa melakukan penyalahgunaan

kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada pada Jabatannya sebagai PPK di

pengadaan alkes puskesmas di kabupaten Bungo, hal ini dapat dilihat pada saat

terdakwa Solikin menyusun harga HPS dengan penentuan harga yang jauh lebih

tinggi. Dalam pernyataan beberapa saksi yang telah dihadirkan dalam

persidangan diketahui bahwa terdapat manipulasi mengenai beberapa harga

barang dimana barang yang seharusnya memiliki harga yang tidak mahal akan

tetapi ditulis menjadi mahal, seperti harga lemari yang seharusnya bernilai kurang

lebih 2 juta ditulis menjadi 7 juta. Kemudian pernyataan dari saksi lain yang
merupakan pegawai dinas kesehatan menjelaskan bahwa dalam proses pembelian

barang terdapat beberapa diskon yang diberikan yang akhirnya nanti akan

menjadi harga asli dari barang tersebut.

Dalam sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Dedy Muchti

Nugroho, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terdakwa telah terbukti

secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi pada pengadaan

alat kesehatan (Alkes) untuk Puskesmas di Dinkes Kabupaten Bungo.Majelis

hakim Dady Muchti menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana

selama satu tahun dan dua bulan, denda sebesar Rp 50 juta dan subsidar 1 bulan

kurungan. Putusan ini sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa. Dimana jaksa

menuntut terdakwa dengan pidana selama 1 tahun dan 6 bulan dengan denda Rp

50 juta subsider tiga bulan penjara.

4. Menerapkan Nilai-Nilai Antikorupsi

Upaya pencegahan korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai

antikorupsi pada semua individu. Setiap individu setidaknya harus memiliki

sembilan nilai antikorupsi yang harus ditanamkan dalam diri masing-masing

seperti yang sudah dijelaskan pada sub materi yang sebelumnya. Kemudian

masyarakat juga harus memperhatikan dan memiliki prinsip antikorupsi sebagai

langkah antisipatif yang harus dilakukan agar praktik korupsi dapat dicegah dan

diberantas.

Anda mungkin juga menyukai