Anda di halaman 1dari 27

13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks Vermiformis


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira kira 10 cm
(kisaran 3 15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi apendiks berbentuk kerucut,
lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.7

Gambar 1. Apendiks vermicularis


Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak, dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak
retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, dibelakang kolon asendens, atau di tepi
lateral kolon asendens.7

Gambar 2. Variasi lokasi Apendiks vermicularis

13
14

Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis


berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan
arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X.
Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.7
Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis, cabang dari
a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada
infeksi, appendiks akan mengalami gangren.7

Gambar 3. Suplai darah ileum terminalis, caecum, dan apendiks

Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1 2 mL per hari. Lendir itu


normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.7
Awalnya, Apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
Apendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Apendiks merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya
tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau
penyakit imunodefisiensi lainnya.2
15

2.2 Periapendikular Infiltrat


2.2.1 Definisi
Apendisitis adalah proses keradangan pada apendiks. Periapendikular Infiltrat
adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan
usus usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal
mass).3
2.2.2 Epidemiologi
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dari pada negara
berkembang. Namun, dalam tiga empat dasawarsa terakhir kejadian menurun secara
bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan
berserat dalam menu sehari hari.7
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20 30 tahun,
setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding kecuali
pada umur 20 30 tahun, ketika insidens pada lelaki lebih tinggi.7
Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau
lebih; daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup
panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.3
2.2.3 Etiologi
Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada apendisitis akut. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi apendiks, yaitu sekitar 20% pada anak dengan
apendisitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi apendiks. Penyebab yang
lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa apendiks, barium yang
mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama
Oxyuris vermicularis.2,4
Obstruksi apendiks juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika
tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum seperti
pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya apendisitis. Faktor lain
16

yang mempengaruhi terjadinya apendisitis adalah trauma, stress psikologis, dan


herediter.2,4
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut sederhana, sekitar 65% pada
kasus apendisitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus apendisitis akut
gangrenosa dengan perforasi.2,4

Gambar 4. Appendicitis (dengan fecalith)

Bakteriologi
Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus
didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang
mengalami perforasi. Flora normal pada apendiks sama dengan bakteri pada Colon
normal. Flora pada apendiks akan tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas
gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri yang umumnya
terdapat di apendiks, Apendisitis akut dan Apendisitis perforasi adalah Eschericia
coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri fakultatif dan
anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.2,4
17

Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Apendisitis akut


Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob

Batang Gram (-) Batang Gram (-)

Eschericia coli Bacteroides fragilis

Pseudomonas aeruginosa Bacteroides sp.

Klebsiella sp. Fusobacterium sp.

Coccus Gr (+) Batang Gram (+)

Streptococcus anginosus Clostridium sp.

Streptococcus sp. Coccus Gram (+)

Enteococcus sp. Peptostreptococcus sp.

Peranan lingkungan: diet dan higiene


Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan
kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan
kondisi tertentu pada pencernaan. Apendisitis, penyakit Divertikel, carcinoma
Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang
diantara orang yang memakan makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt
mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora
normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.2,4
2.2.4 Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.4
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks
yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa
18

mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi
sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60cmH20. Manusia
merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi
peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi
perforasi. 4
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik
karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat
inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan
perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda
setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. 4
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. 4
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. 4
Bila semua proses patofisiologi apendisitis berjalan lambat, omentum dan
usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut Apendikularis infiltrat. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi
abses atau menghilang.1
Apendikularis infiltrat merupakan tahap patologi Apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau Adnexa sehingga
19

terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa


abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abscess, Apendisitis akan
sembuh dan massa periappendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat. 1
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.1
Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus
yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti Vesika urinaria, uterus
tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses
melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis.
Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan
tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus
benar-benar istirahat (bedrest). 1
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. 1
20
21

2.2.5 Manifestasi Klinis


Gejala apendisitis akut umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan
nyeri perut yang didahului anoreksia. Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri
perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang
disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-
rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ (Right Lower
Quadrant). Variasi dari lokasi anatomi apendiks berpengaruh terhadap lokasi nyeri,
sebagai contoh; apendiks yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ (Left
Lower Quadrant) menyebabkan nyeri di daerah tersebut, apendiks di daerah pelvis
menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal apendiks dapat menyebabkan nyeri
testicular. 1,5,7,8
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi apendiks,
biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh
meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis. Pada 75%
pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah
disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala
apendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului
nyeri perut, maka diagnosis apendisitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri
abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis. 1,5,7,8
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada
beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi
apendiks. 1,5,7,8
Gejala apendisitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal
pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus
biasanya bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat
diobservasi dulu selama 6 jam. Pada penderita apendisitis biasanya menunjukkan
peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas.1,4
22

Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau
terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat
sehingga Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit
pada bayi, hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya,
muncul gejala muntah, demam, dan nyeri. 1,4
Apendisitis infiltrat didahului oleh keluhan apendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik Apendicitis akut biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan
muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih ke kuadran kanan, yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan
demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-
kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum
ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen
kanan bawah akan semakin progresif. 1,4
Tabel 2. Gejala Apendisitis Akut

Gejala* Frekuensi (%)

Nyeri perut 100


Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ 50
kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam
23

2.2.6 Pemeriksaan Fisik


Anak-anak dengan apendisitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan
gerakan yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya
jarang didiagnosis sebagai apendisitis, kecuali pada anak dengan apendisitis letak
retrocaecal. Pada apendisitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga
nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik renal.1,4,7
Penderita apendisitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha
kanan, karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal
tersebut akan mengurangi tekanan ke arah apendiks sehingga nyeri perut
berkurang.1,4,7
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu axillar dan
rektal sampai 1C.1,4,7
Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering
terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Appendicitis infiltrat atau adanya
Appendicular abscess terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.1,4,7
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defence muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut
tanda Rovsing. Pada Appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri.1,4,7
Jika sudah terbentuk abscess yaitu bila ada omentum atau usus lain yang
dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka
kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abscess) juga
pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa
dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT (Rectal
Toucher) sebagai massa yang hangat.1,4,7
Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat Apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur
24

menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya
pada Apendisitis pelvika.1,4,7
Pada Apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak
dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang
lebih ditujukan untuk mengetahui letak Appendix.1,4,7
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:
Rovsings sign
Jika LLQ (Left Lower Quadrant) ditekan, maka terasa nyeri di RLQ
(Right Lower Quadrant). Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum. Sering
positif pada apendisitis namun tidak spesifik.
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan
pasien digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini
menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi
langsung yang berasal dari peradangan apendiks. Manuver ini tidak
bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae
dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien
merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini
menunjukkan adanya perforasi Apendiks, abscess lokal, iritasi M.
Obturatorius oleh apendisitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.
25

Gambar 5. Cara melakukan Obturator sign


Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral)
Pemeriksa menekan di LLQ (Left Lower Quadrant) kemudian
melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila pada saat dilepaskan,
pasien merasakan nyeri di RLQ (Right Lower Quadrant).
Wahls sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat
dilakukan perkusi di RLQ (Right Lower Quadrant), dan terdapat penurunan
peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.
Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat
tungkai kanannya ditekuk.
Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak apendiks.
Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di
cavum Douglasi atau Apendisitis letak pelvis.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
Dunphys sign (nyeri ketika batuk)
26

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan
pada keadaan akut, apendisitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan
shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis apendisitis akut harus dipertimbangkan.
Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3 pada apendisitis tanpa
komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan
kemungkinan terjadinya perforasi apendiks dengan atau tanpa abscess.1,4,7
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh
hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat
antara 6-12 jam inflamasi jaringan.1,4,7
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit
11000, dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas
90.7%.1,4,7
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari
saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi
Urethra atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada
Apendisitis akut dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.1,4,7
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis apendisitis.
apendiks diidentifikasi atau dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus
yang nonperistaltik yang berasal dari caecum. Dengan penekanan yang maksimal,
apendiks diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila
tanpa kompresi ukuran anterior-posterior apendiks 6 mm atau lebih. Ditemukannya
appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari apendiks normal,
yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur
berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis apendisitis akut.
Penilaian dikatakan negatif bila apendiks tidak terlihat dan tidak tampak adanya
cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis apendisitis akut tersingkir dengan
27

USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus dilakukan
untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ
panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina
agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri
akut abdomen. Diagnosis apendisitis akut dengan USG telah dilaporkan
sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama
efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada
kehamilan lanjut.1,4,7
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada
pemakai. Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis
dari peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool)
yang dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas apendiks mungkin tidak
tertekan karena proses inflamasi apendiks yang akut melainkan karena terlalu banyak
lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila apendisitis terbatas hanya pada ujung
apendiks, letak retrocaecal, apendiks dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus
kecil, atau bila apendiks mengalami perforasi oleh karena tekanan.1,4,7

Gambar 6. Ultrasonogram pada potongan longitudinal Apendisitis


Pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis apendisitis akut, tetapi dapat
sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien apendisitis
akut, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan
28

temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila
ditemukan sangat mendukung diagnosis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada
anak-anak.1,4,7
Tanda tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan,
mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis permukaan caian udara di
sekum atau ileum).3
Foto polos pada apendisitis perforasi :3
a. Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan
bawah.
b. Penebalan dinding usus disekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum.
c. Garis lemak pra peritoneal menghilang.
d. Skoliosis ke kanan
e. Tanda tanda obstruksi usus seperti garis garis permukaan cairan akibat
paralisis usus usus lokal di daerah proses infeksi.
Gambaran tersebut diatas seperti gambaran peritonitis pada umumnya, artinya
dapat disebabkan oleh bermacam macam kausa.3
Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih dari
proses pneumoni lobus kanan bawah.1,4,7
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop
leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG,
tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa
terutama saat dicurigai adanya Abscess apendiks untuk melakukan percutaneous
drainage secara tepat.1,4,7
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan
yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada caecum dan apendiks yang
kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %.
Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek appendisitis harus dipersiapkan untuk
pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti,
memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.1,4,7
29

Gambar 7. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Apendiks (panah) dengan appendicolith


Laparoscopy
Laparoscopy adalah Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic
yang dimasukan dalam abdomen, apendiks dapat divisualisasikan secara langsung.
Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan
tindakan ini didapatkan peradangan pada apendiks maka pada saat itu juga dapat
langsung dilakukan pengangkatan apendiks.1,4,7
Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk
diagnosis apendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran
histopatologi apendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum
adanya kriteria gambaran histopatologi apendisitis akut secara universal dan tidak ada
gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi.1,4,7
2.2.8 Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek apendisitis akut dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan
pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.6
30

Tabel 3. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.


Gejala Klinik Value

Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Lab Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
2.2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari apendisitis akut pada dasarnya adalah diagnosis dari
akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu
penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi
pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut
di dalam atau di sekitar cavum peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang
sama seperti apendisitis akut.1,4,7
31

Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada


umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh
Apendisitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan
menjadi lebih buruk dengan pembedahan.1,4,7
Diagnosis banding Apendisitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi
dari inflamasi Apendiks, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang
perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien.1,4,7
1. Adenitis Mesenterica Acuta
Diagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh apendisitis akut pada anak-
anak. Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi sekarang ini
telah menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa sakit tidak dapat
ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada Apendisitis. Observasi selama
beberapa jam bila ada kemungkinan diagnosis Adenitis mesenterica, karena Adenitis
mesenterica adalah penyakit yang self limited. Namun jika meragukan, satu-satunya
jalan adalah operasi segera.
2. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan
dengan Apendisitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self
limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan
muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil
pemeriksaan laboratorium biasanya normal.
3. Penyakit urogenital pada laki-laki.
Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding Apendisitis, termasuk diantaranya torsio testis, epididimitis akut, karena
nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini, Vesikulitis
seminalis dapat juga menyerupai Apendisitis namun dapat dibedakan dengan adanya
pembesaran dan nyeri Vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan Rectal toucher.
4. Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Apendisitis
akut. Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena
32

Diverticulitis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti


Appendicitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.
5. Intususseption
Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk
membedakan Intususseption dari Apendisitis akut karena terapinya sangat berbeda.
Umur pasien sangat penting, Apendisitis sangat jarang dibawah umur 2 tahun,
sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2 tahun.
Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa berbentuk
sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada intususseption bila tidak ada
tanda-tanda peritonitis adalah barium enema, sedangkan terapi pemberian barium
enema pada pasien Apendisitis akut sangat berbahaya.
6. Chrons enteritis
Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri RLQ, perih, dan
leukositosis sering dikelirukan sebagai Apendisitis. Selain itu, terdapat diare dan
anorexia. Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis kepada
enteritis namun tidak menyingkirkan diagnosis Apendisitis akut.
7. Perforasi ulkus peptikum
Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai Apendisitis jika cairan
gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan
menutup, gejala nyeri abdomen bagian atas menjadi minimal.
8. Epiploic appendagitis
Epiploic appendagitis mungkin disebabkan oleh infark Colon sekunder dari
torsi Colon. Gejala dapat minimal atau terjadi gejala abdomen yang dapat
berlangsung hingga beberapa hari. Pasien tidak tampak sakit, jarang terjadi mual dan
muntah, dan nafsu makan tidak berubah. Terdapat nyeri tekan pada daerah yang
terkena. Pada 25% kasus, nyeri berlangsung terus menerus hingga epiploic appendage
yang mengalami infark dioperasi.
33

9. Infeksi saluran kencing


Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai
Apendisitis akut letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan
terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.
10. Batu Urethra
Bila calculus tersangkut dekat Apendiks dapat dikelirukan dengan Apendisitis
retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis, hematuria, dan atau tanpa
demam atau leukositosis mendukung adanya batu. Pyelografi dapat memperkuat
diagnosis.
11. Peritonitis Primer
Peritonitis primer jarang menyerupai Apendisitis akut simplex namun dapat
ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus sekunder yang
disebabkan oleh ruptur Apendiks. Diagnosis ditegakkan dengan aspirasi peritoneal.
Bila ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan Gram, peritonitis tersebut adalah
peritonitis primer dan terapinya adalah obatobatan. Bila ditemukan bermacam
macam bakteri, peritonitis tersebut adalah peritonitis sekunder.
12. Purpura HenochSchonlein
Sindrom ini biasanya terjadi 2-3 minggu setelah infeksi Streptococcus. Nyeri
abdomen merupakan gejala yang paling menonjol, namun nyeri sendi, purpura dan
nephritis juga hampir selalu ditemukan.
13. Yersiniosis
Infeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk
adenitis mesenterica, ileitis, colitis dan Apendisitis akut. Umumnya infeksinya ringan
dan self limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis sistemik yang umumnnya
sangat fatal bila tidak diobati. Kecurigaan pada diagnosis preoperatif tidak boleh
menunda operasi, karena secara klinis Apendisitis yang disebabkan oleh Yersinia
tidak dapat dibedakan dengan Apendisitis oleh sebab lainnya. Sekitar 5% dari kasus
Apendisitis akut disebabkan oleh infeksi Yersinia.
34

14. Kelainankelainan ginekologi


Umumnya kesalahan diagnosis Apendisitis akut tertinggi pada wanita dewasa
muda disebabkan oleh kelainankelainan ginekologi. Angka rata-rata Appendectomy
yang dilakukan pada Apendiks normal yang pernah dilaporkan adalah 32%45%
pada wanita usia 1545 tahun. Penyakitpenyakit organ reproduksi pada wanita
sering dikelirukan sebagai Apendisitis, dengan urutan yang tersering adalah PID,
ruptur folikel de Graaf, kista atau tumor ovarium, endometriosis dan ruptur kehamilan
ektopik. Laparoskopi mempunyai peranan penting dalam menentukan diagnosis.
Pelvic Inflammatory Disease (PID)
Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah
kanan dapat menyerupai Apendisitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi
pada pasien Apendisitis. Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya.
Ruptur Folikel de Graaf
Ovulasi sering mengakibatkan keluarnya darah dan cairan folikuler
serta nyeri yang ringan pada abdomen bagian bawah. Bila cairan sangat
banyak dan berasal dari ovarium kanan, dapat dikelirukan dengan Apendisitis.
Nyeri dan nyeri tekan agak difus. Leucositosis dan demam minimal atau tidak
ada. Karena nyeri ini terjadi pada pertengahan siklus menstruasi, sering
disebut mittelschmerz.
2.2.10 Penatalaksanaan
Terapi Appendikular infiltrat pada anak-anak, kebanyakan adalah konservatif
yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik, dengan cairan intravena, dan pemasangan
NGT (Naso Gastric Tube) bila diperlukan. Konservatif berlangsung selama 6 hari
di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan appendectomy elektif setelah 4-6
minggu kemudian untuk mencegah kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi yang
lebih luas. Dari hasil penelitian komplikasi setelah operasi dengan penanganan
konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila dibandingkan dengan terapi pembedahan
segera seperti cedera pada ileum (Ileal injury), abses intrabdominal, infeksi karena
luka saat operasi. Sehingga terapi non-operatif pada appendicular infiltrat yang diikuti
dengan appendectomy elektif merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi
35

tersebut sama dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu
yang diikuti dengan appendectomy elektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah
komplikasi post operasi dan risiko dari prosedur pembedahan yang besar
(extensive).1,7
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
menjadi abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa,
appendectomy direncanakan pada apendikular infiltrat tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap
kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu
kemudian dilakukan appendectomy.1,7
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi
oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang
terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan
jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan
pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus
mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah
sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.1,7
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini
adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi
untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan
ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah
menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka
harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.1,7
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus
keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata.
Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi
untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,
dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa
36

periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk


dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta
luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3
bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.
Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan
kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan
massa, serta bertambahnya angka leukosit.1,7
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan
tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan
terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus
dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada
pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.1,7
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah
apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila
massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.
Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun
tanpa peritonitis umum.1,7
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil,
wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau
berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.1,7
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka
operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular
infiltrat :1,7
1. Total bed rest
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang
aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang,
yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau
sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan
37

setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau
gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak
menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan
membatalkan tindakan bedah.
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi
perforasi maka harus dipertimbangkan appendectomy. Batas dari massa hendaknya
diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil
dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan
massa harus segera dibuka dan didrainase. 1,7
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana
nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara
ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik ini
akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat
dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses
didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping
perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari,
drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari.
Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek
pengecilan abses tiap hari penderita di RT.1,7
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :1,7
LED
Jumlah leukosit
Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :1,7
1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri
abdomen
2. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan
suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler).
38

Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat.


Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap
ada tetapi lebih kecil dibanding semula.
3. Laboratorium : LED kurang dari 20/jam, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat : 1
1. Bila LED telah menurun kurang dari 40/jam
2. Tidak didapatkan leukositosis
3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa
sudah tidak mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa1
o Apakah penderita sudah bed rest total
o Pemakaian antibiotik penderita
o Kemungkinan adanya sebab lain.
Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini
berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.1
Pembedahannya adalah dengan appendectomy, yang dapat dicapai melalui
insisi Mc Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit
peritonitis berupa appendectomy yang dicapai melalui laparotomi.1
2.2.11 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan
berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.1,7
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah : 1,7
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
Suhu tubuh naik tinggi sekali.
Nadi semakin cepat.
Defance Muskular yang menyeluruh
39

Bising usus berkurang


Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :1,7
1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
3. Intra peritoneal abses lokal.
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga
abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.1,7
2.2.12 Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila
appendiks tidak diangkat.1

Anda mungkin juga menyukai