Anda di halaman 1dari 17

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengeringan Gabah

Proses
gabah menjadi beras melalui tahapan dimulai dari kegiatan pemanenan,
perontokan, pengeringan dan penggilingan. Setiap tahap kegiatan memerlukan penanganan

dengan teknologi yang berbeda-beda. Semua hasil pertanian mengandung air yang ada

dipermukaan maupun yang ada didalam gabah itu sendiri. Gabah memiliki 2 (dua)
komponen utama yaitu air dan bahan kering. Banyaknya air yang dikandung dalam gabah

disebut kadar
air dan dinyatakan dengan persen (%). Pengeringan dilakukan karena kadar
air gabah panen umumnya masih tinggi yaitu 20 %-26 % tergantung cuaca pada saat
pemanenan. Pengukuran kadar air pada gabah dilakukan melalui alat khusus penghitung

kadar air gabah. Pengeringan gabah adalah suatu perlakuan yang bertujuan menurunkan
kadar air sehingga gabah dapat disimpan lama, daya kecambah dapat dipertahankan, mutu
gabah dapat dijaga agar tetap baik (tidak kuning, tidak berkecambah dan tidak berjamur),
memudahkan proses penggilingan dan untuk meningkatkan rendemen serta menghasilkan
beras gilingan yang baik.
Pengeringan merupakan salah satu kegiatan pascapanen yang penting, dengan
tujuan agar kadar air gabah aman dari kemungkinan berkembangbiaknya serangga dan
mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Pengeringan harus sesegera mungkin dimulai
sejak saat dipanen. Apabila pengeringan tidak dapat dilangsungkan, maka usahakan agar
gabah yang masih basah tidak ditumpuk tetapi ditebarkan untuk menghindarkan dari
kemungkinan terjadinya proses fermentasi. Pengeringan akan semakin cepat apabila ada
pemanasan, perluasan permukaan gabah padi dan aliran udara. Adapun tujuan pengeringan
disamping untuk menekan biaya transportasi juga untuk menurunkan kadar air dari 23-27
% menjadi 14%, agar dapat disimpan lebih lama serta menghasilkan beras yang berkualitas
baik. Proses pengeringan gabah sebaiknya dilakukan secara merata, perlahan-lahan dengan
suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang kurang merata, akan menyebabkan
timbulnya retak-retak pada gabah dan sebaliknya gabah yang terlalu kering akan mudah
pecah tatkala digiling. Sedangkan dalam kondisi yang masih terlalu basah disamping sulit
untuk digiling juga kurang baik ditinjau dari segi penyimpanannya karena akan gampang
terserang hama gudang, cendawan dan jamur.

i Program Studi Teknik Konversi Energi 4

2.2 Metode
Pengeringan
a. Pengeringan

alami

Pengeringan alami dengan menjemur atau mengangin-anginkan, dilakukan antara


lain dengan :

1. Pengeringan di atas lantai (lamporan)

2. Pengeringan di atas rak
3. Pengeringan dengan ikatan-ikatan ditumpuk

4. Pengeringan dengan ikatan-ikatan yang diberdirikan


5. Pengeringan dengan memakai tonggak


Penjemuran gabah pada lantai jemur (lamporan) adalah cara pengeringan gabah
secara alami yang praktis, murah, sederhana dan umum digunakan oleh para petani. Energi

untuk penguapan diperoleh dari angin dan sinar matahari. Lamporan harus bersih agar
gabah padi yang dikeringkan tidak kotor. Lamporan haruslah memenuhi berbagai syarat
antara lain tidak menimbulkan panas yang terlalu tinggi, mudah dibersihkan dan
dikeringkan, tidak basah sewaktu digunakan, dan tidak berlubang-lubang. Lamporan pada
umumnya dibuat dari semen, permukaannya agak miring dan bergelombang dengan
maksud agar air tidak menggenang, mudah dikeringkan dan permukaannya menjadi lebih
luas. Cara penjemuran gabah dihamparkan di lamporan setipis mungkin, namun untuk
efisiensi dan mengurangi pengaruh lantai semen yang terlalu panas maka tebal lapisan
dianjurkan sekitar 5 7 cm. Padi harus sering dibolak-balik secara merata minimal 2 jam
sekali. Pengeringan padi dapat dilakukan selama 1 3 hari tergantung dengan cuaca
(mendung atau terik matahari). Penjemuran sebaiknya dilakukan ditempat yang bebas
menerima sinar matahari, bebas banjir dan bebas dari gangguan unggas dan binatang
pengganggu lainnya. Penjemuran sebaiknya dilakukan pada saat pukul 07.00 16.00 atau
tergantung pada intensitas panas sinar matahari. Apabila penjemuran selesai dan gabah
tidak akan segera dikemas serta disimpan dalam gudang, sebaiknya tumpukan gabah
ditutup dengan plastik atau zeng agar terhindar dari embun maupun hujan. Pengeringan
secara alami mempunyai kelemahan antara lain (a) memerlukan banyak tenaga kerja untuk
menebarkan, membalik dan mengumpulkan kembali, (b) sangat bergantung pada cuaca,
sehingga padi tidak dapat dikeringkan apabila cuaca buruk terlebih-lebih apabila hujan
datang pada saat sedang menjemur, (c) memerlukan lahan yang luas untuk jumlah gabah
padi yang besar dan lahan yang dijadikan lamporan semen tidak dapat lagi dipergunakan

i Program Studi Teknik Konversi Energi 5

untuk beberapa
keperluan lain, (d) sulit mengatur suhu dan laju pengeringan, sehingga
banyak butir

retak apabila terlalu panas seperti misalnya pengeringan di atas semen atau
alas logam.


b. Pengeringan buatan

Pengeringan buatan mempunyai kelebihan dibanding pengeringan alami yaitu
waktu penjemuran yang lebih singkat dan gabah yang dijemur lebih bersih dan terlindung

dari debu, hujan dan lain-lain. Pengering buatan bermacam-macam, ada yang
menggunakan listrik, matahari, bahan bakar sekam dan lain-lain.


2.3 Teori Pengeringan
2.3.1 Penentuan kandungan air suatu bahan

Kandungan air suatu bahan dapat dinyatakan dalam wet basis atau dry basis.
Kandungan kelembaban dalam wet basis menyatakan perbandingan massa air dalam bahan
dengan massa total bahan. Pada dry basis, kandungan air dihitung dengan membagi massa
air dalam bahan dengan massa keringnya saja. Keduanya baik wet basis dan dry basis
dinyatakan dalam persen kelembaban :

(2.1)

Mw = wet basis
mw = massa air
md = massa kering bahan

(2.2)

Md = dry basis
Ukuran wet basis secara khusus digunakan dalam perdagangan hasil bumi. Dalam
pembahasan tugas akhir ini, ukuran kandungan kelembaban suatu bahan dipakai wet basis.

i Program Studi Teknik Konversi Energi 6

2.3.2 Perhitungan
massa uap air yang diuapkan dalam pengeringan
Proses

pengeringan adalah proses menurunkan kadar air suatu bahan sampai pada
batas kandungan air yang ditentukan. Dalam wet basis, jumlah (massa) air yang diuapkan

dihitung berdasarkan selisih massa air mula-mula mw1 dan massa air akhir mw2.

(2.3)
mw = massa air yang diuapkan pada proses pengeringan
mw1 = massa air mula-mula

mw2 = massa air akhir


dimana :

(2.4)

Ko = kadar air mula-mula dalam wet basis (%)

m = massa total bahan sebelum dikeringkan


Kadar air akhir (K) dicari dengan menggunakan persamaan :

(2.5)

K = kadar air setelah proses pengeringan dalam wet basis (%)


md = massa kering bahan
sehingga :

(2.6)

Sehingga didapatkan :

( ) ( )

( ) ( ) (2.7)

( )

Persamaan diatas digunakan untuk menghitung massa air yang diuapkan dalam suatu
bahan pada proses pengeringan.

i Program Studi Teknik Konversi Energi 7

2.3.3 Kelembaban
udara
Kelembaban

udara mempengaruhi kemampuan udara untuk memindahkan uap air.
Secara umum, kelembaban udara adalah ukuran kandungan air di udara. Kelembaban udara

dapat dinyatakan dalam dua pengertian yang berbeda yaitu kelembaban relatif dan

kelembaban mutlak.
Kelembaban
mutlak adalah massa uap air dalam tiap satuan massa udara kering,

dinyatakan oleh satuan massa uap air per satuan massa udara kering. Kelembaban udara
relatif adalah perbandingan kelembaban udara tertentu dengan kelembaban udara jenuh

pada kondisi dan tekanan yang sama. Perbandingan ini dinyatakan dalam persentase

kejenuhan dengan 100% untuk udara jenuh dan 0% untuk udara yang benar-benar kering.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara adalah sling
psychrometer. Alat ini terdiri atas dua termometer standar yang ditancapkan pada suatu
kerangka yang dapat diputar. Termometer pertama ditutup dengan kain basah sedangkan
termometer yang lain dibiarkan terbuka. Sling kemudian diputar, termometer yang ditutup
kain basah menunjukkan suhu wet bulb sedangkan termometer yang lainnya menunjukkan
dry bulb.

Gambar 2.1 Sling psychrometer


Sumber : J.A. Duffie & W.A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Process,
John Willey & Sons, inc., New York, 1991, hal 35.

i Program Studi Teknik Konversi Energi 8

Kelembaban
relatif dapat dicari dengan menggunakan diagram psikrometrik dengan
mengeplotkan

wet bulb dan dry bulb yang telah didapat pada diagram.

Gambar 2.2 Diagram psikrometrik


Sumber : J.A. Duffie & W.A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Process,
John Willey & Sons, inc., New York, 1991, hal 36.

2.4 Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas


Mekanisme perpindahan panas dalam alat pengering gabah melibatkan tiga macam
proses perpindahan kalo yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.
2.4.1 Konduksi
Panas mengalir secara konduksi dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah
yang bertemperatur rendah pada suatu benda medium yang bersinggungan secara langsung.
Laju perpindahan panas dinyatakan dengan hukum Fourier :

( )( ) (2.8)

dimana :
k = konduktivitas termal (W/m.K)
A = luas penampang yang tegak lurus aliran kalor (m2)
dT/dx = gradien temperatur dalam arah aliran panas (K/m)

i Program Studi Teknik Konversi Energi 9

2.4.2 Konveksi

Perpindahan

panas secara konveksi terbagi menjadi 2 bagian yaitu : konveksi alami
dan konveksi paksa. Konveksi alami jika gerakan dari fluida adalah karena perbedaan

temperatur pada fluida tersebut. Pada konveksi paksa gerakan pada fluida terjadi karena

adanya paksaan dari luar, alat yang sering digunakan misalnya blower atau pompa.
Pada
umumnya perpindahan panas secara konveksi dapat dinyatakan melalui

persamaan :

( )( ) (2.9)
dimana :

h = koefisien perpindahan panas secara konveksi (W/m2.K)

A = luas permukaan yang kontak dengan fluida (m2)
Tw = suhu permukaan yang kontak dengan fluida (K)
T = suhu fluida (K)

2.4.3 Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah perpindahan panas yang disebabkan oleh adanya
radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu benda karena suhunya. Perpindahan
panas radiasi antara dua buah benda ideal (hitam) adalah :

( )( ) (2.10)
dimana :
= konstanta Stefan Boltzmann = 5,6697 x 10-8 W/m2.K4

2.5 Radiasi Surya


2.5.1 Potensi energi matahari
Matahari memancarkan radiasi cahaya dengan berbagai panjang gelombang, mulai
dari ultraviolet, cahaya tampak, sampai infrared dari spektrum elektromagnetik. Radiasi ini
timbul sebagai akibat dari permukaan matahari yang mempunyai temperatur sekitar 5800
K (~5500 oC) sehingga spektrum yang dipancarkan matahari sama dengan spektrum dari
blackbody pada temperatur yang sama. Blackbody ini didefinisikan sebagai objek yang
menyerap secara sempurna semua radiasi elektromagnetik, dan juga mampu memancarkan
radiasi dengan distribusi energi bergantung kepada temperaturnya.

i Program Studi Teknik Konversi Energi 10

Gambar 2.3 Perbandingan spektra energi radiasi matahari


Sumber : J.A. Duffie & W.A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Process,
John Willey & Sons, inc., New York, 1991, hal 65.

Gambar diatas menunjukan besar energi radiasi yang diterima dari matahari per
satuan area per satuan waktu sebagai fungsi dari panjang gelombang. Pada permukaan
matahari energi radiasi yang dipancarkan yaitu sebesar 62 MW/m2, dan diatas atmosfer
bumi radiasinya berkurang menjadi total sebesar 1353 W/m2. Untuk radiasi blackbody,
semakin tinggi temperatur obyek blackbody tersebut maka semakin besar juga energi
radiasinya. Blackbody pada temperatur rata-rata bumi yaitu 300 K, paling kuat
memancarkan pada gelombang infrared dan radiasinya tidak dapat terlihat oleh mata.
Untuk matahari, dengan temperatur sekitar 5800 K, radiasinya paling kuat berada pada
gelombang cahaya tampak (visible) dengan panjang gelombang sekitar 300 800
nanometer (nm), seperti terlihat pada gambar diatas.

i Program Studi Teknik Konversi Energi 11

Gambar 2.4 Energi radiasi matahari yang diterima diberbagai belahan bumi
Sumber : http://teknologisurya.wordpress.com/2011/10/03/pengenalan-energi-surya/
diakses pukul 11.23 WIB tanggal 6/18/2012

Energi radiasi matahari yang diterima di berbagai belahan bumi dalam satuan
kWh/m2/hari untuk kondisi langit cerah dan cahaya matahari tepat horizontal diatas
permukaan bumi. Intensitas radiasi matahari di Indonesia mencapai 4,8 kWh/m2/hari.

2.5.2 Struktur fisik matahari


Matahari adalah sebuah bola gas yang amat panas dengan garis tengah 1,39 juta
kilometer dan berjarak rata-rata 150 juta kilometer dari bumi. Massa matahari sangat besar,
yaitu 2 x 1030 kg, tetapi massa jenis rata-ratanya hanya 1400 kg/m3. Matahari berputar pada
porosnya kira-kira sekali pada empat minggu. Namun matahari bukanlah suatu benda
padat, sehingga kecepatan rotasi matahari tidak sama pada tiap bagiannya. Pada daerah
ekuator, periode rotasinya 27 hari, dan bagian kutub kira-kira 30 hari.

i Program Studi Teknik Konversi Energi 12

Gambar 2.5 Struktur Matahari


Sumber : J.A. Duffie & W.A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Process,
John Willey & Sons, inc., New York, 1991, hal 4.

Matahari memiliki temperatur benda hitam efektif pada 5777 K. Temperatur di


dalam daerah sentral matahari yaitu 0-0,23 R (R adalah radius matahari) bervariasi antara 8
juta sampai 40 juta Kelvin. Pada daerah pusat ini, yang mengandung 40% massa matahari,
diperkirakan menghasilkan 90% energinya. Pada jarak 0,7 R dari pusat, mulai terjadi
proses konveksi, dan temperatur turun sampai kira-kira 130.000 K, disertai juga dengan
penurunan densitas sampai 70 kg/m3. Suatu daerah yang berada pada 0,7-1,0 R adalah zona
konvektif. Dalam daerah ini penurunan temperatur berlanjut sampai kira-kira 5000 K
dengan densitas sebesar 10-5 kg/m3. Bagian luar dari zona konvektif adalah photosphere
yang merupakan sumber radiasi surya terbanyak. Bagian yang lebih luar lagi yaitu lapisan
tertinggi 10.000 km yang disebut kromosfer. Bagian paling luas dari matahari adalah
korona, suatu daerah dengan kepadatan yang sangat rendah tetapi temperaturnya sangat
tinggi yaitu satu juta Kelvin.

i Program Studi Teknik Konversi Energi 13

2.5.3 Konstanta
matahari
Ada

suatu harga yang disebut sebagai satu satuan astronomi yang menyatakan jarak
rata-rata matahari dan bumi yaitu 1,495 x 1011 m. Hubungan geometri matahari-bumi

diperlihatkan pada Gambar 2.6. Dalam kaitannya dengan hubungan ruang diatas, radiasi

yang dipancarkan matahari menghasilkan intensitas radiasi di luar atmosfir yang mendekati
konstan. Konstanta matahari, Gsc adalah energi yang dipancarkan matahari tiap satuan

waktu yang diterima oleh suatu luasan permukaan yang tegak lurus arah perambatan
radiasi pada satu satuan astronomi di luar atmosfir.

Gambar 2.6 Hubungan ruang matahari-bumi


Sumber : J.A. Duffie & W.A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Process,
John Willey & Sons, inc., New York, 1991, hal 5.

Berbagai pengukuran radiasi matahari dilakukan dengan bermacam alat ukur,


diantaranya oleh Frohlich (1977) yang merekomendasikan harga Gsc sebesar 1373 W/m3
dengan kemungkinan kesalahan 1-2%. Worl Radiation Center (WRC) mengambil harga
sebesar 1367 W/m3 dengan ketelitian 1%.

2.5.4 Radiasi surya pada permukaan bumi


Radiasi surya yang sampai pada permukaan bumi telah mengalami perubahan
intensitas akibat penghamburan antara lain oleh molekul-molekul udara, nitrogen dan
oksigen, aerosol, uap air dan debu dan partikel-partikel lain. Penghamburan radiasi ini
menyebabkan langit tampak berwarna biru pada hari cerah.

i Program Studi Teknik Konversi Energi 14

Beberapa
radiasi yang sudah mengalami penghamburan ini mencapai permukaan
bumi dikenal

dengan radiasi difusi. Radiasi difusi biasanya juga disebut radiasi langit.
Apabila radiasi surya tidak mengalami penghamburan oleh atmosfir, maka radiasi sampai

ke permukaan sebagai radiasi langsung (beam radiation).



Pelemahan radiasi juga disebabkan oleh penyerapan atmosfir oleh molekul-molekul
ozon, air dan
karbondioksida. Penyerapan radiasi oleh molekul ozon di luar atmosfir terjadi

pada daerah panjang gelombang ultra violet dan panjang gelombang radiasi di bawah 0,29
m. Uap air memegang peranan penting dalam penyerapan spektrum radiasi inframerah.

Banyaknya pelemahan radiasi ditentukan oleh panjang lintasan atmosfir yang dilalui sinar

dan komposisi atmosfir. Panjang lintasan atmosfir dinyatakan dalam massa udara (air

mass) yaitu rasio massa atmosfir dalam lintasan bumi-matahari yang sesungguhnya
terhadap massa yang berada dalam lintasan dimana matahari tepat di atas permukaan laut.
Rasio massa udara dirumuskan :

(2.11)

Jadi pada permukaan laut apabila matahari berada tepat pada zenith nilai m = 1.
Secara umum radiasi termal dapat dibedakan menurut daerah panjang
gelombangnya yaitu radiasi surya atau radiasi gelombang pendek dan gelombang panjang.
Radiasi gelombang pendek berasal atau dipancarkan dari matahari dan berada pada daerah
panjang gelombang 0,3-3,0 m. Radiasi gelombang panjang berasal dari suatu sumber
pada temperatur mendekati temperatur ambien dengan daerah panjang gelombang lebih
dari 3 m. Radiasi gelombang panjang bisa dipancarkan oleh atmosfir, kolektor atau benda
lain pada temperatur normal. Apabila radiasi dipancarkan dari bumi maka disebut radiasi
terrestrial. Gambar 2.7 menunjukkan sifat radiasi yang sampai ke permukaan bumi.

i Program Studi Teknik Konversi Energi 15

Gambar 2.7 Sifat radiasi yang penting dalam proses termal surya

Sumber : J.A. Duffie & W.A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Process,
John Willey & Sons, inc., New York, 1991, hal 47.

2.5.5 Konsep dasar radiasi

Radiasi termal adalah suatu bentuk energi elektromagnetik yang dipancarkan oleh
permukaan suatu benda pada temperatur tertentu. Tidak seperti halnya pada perpindahan
panas konduksi dan konveksi yang memerlukan medium untuk perpindahan energinya,
pada radiasi termal energi dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain tanpa
kehadiran suatu bentuk materi apapun sebagai medium pemindahnya. Pada kenyataannya,
perpindahan energi radiasi paling efisien terjadi dalam vakum.
Radiasi termal dapat dipancarkan oleh segala benda yang ada disekitar kita.
Mekanisme pancaran atau emisi ini yaitu energi yang dilepaskan oleh gerakan bolak-balik
atau transisi sejumlah atom-atom, molekul-molekul, elektron-elektron pembentuk materi.
Gerakan-gerakan ini didukung oleh energi dalam yang dibangkitkan pada suatu keadaan
yang tereksitansi secara termal.
Dilihat dari sifat pemindahannya, radiasi dapat dipandang sebagai perambatan dari
kumpulan partikel-partikel yang disebut sebagai perambatan gelombang elektromagnetik.
Oleh karena itu, radiasi dapat dipandang sebagai perambatan gelombang elektromagnetik.
Oleh karena itu, radiasi yang dipancarkan dapat didistribusikan berdasarkan daerah
panjang gelombang. Gambar 2.8 menunjukkan spektrum radiasi elektromagnetik yang
dibagi dalam kumpulan panjang gelombang.

i Program Studi Teknik Konversi Energi 16

Gambar 2.8 Spektrum radiasi elektromagnetik


Sumber : J.A. Duffie & W.A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Process,
John Willey & Sons, inc., New York, 1991, hal 148.

Dalam energi surya, daerah panjang gelombang yang paling penting yaitu dari
spektrum ultraungu hingga inframerah dekat, dari 0,3-25 m. Radiasi surya diluar atmosfir
memuat energi paling banyak pada daerah 0,3-3 m. Radiasi merambat dalam vakum
dengan kecepatan cahaya, diformulasikan oleh :

(2.12)

Dimana Co adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa dan n adalah indeks bias medium,
adalah panjang gelombang dan v frekuensi.

2.6 Energi Yang Diterima Kolektor


(2.13)
dimana : Qk = Energi yang diterima kolektor (W)
= Emisivitas Blackbody
Ak = Luas penampang normal kolektor (m2)
Ir = Intensitas radiasi matahari (W/m2)

i Program Studi Teknik Konversi Energi 17

2.7 Proses
Pengeringan
Proses
pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air
Dengan cara menurunkan RH dengan mengalirkan udara panas

disekeliling bahan.

Sehingga tekanan uap air bahan lebih besar daripada tekanan uap air di udara.
P menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara

Uap air


P Terjadi perpindahan massa

(Proses pengeringan)

Bahan Pangan
Terjadi perpindahan panas
P
(Proses pemanasan, air
menjadi uap )

Tudara = Tbahan

Tp, udara panas

Gambar 2.9 Ilustrasi proses pengeringan bahan


Sumber : http://ocw.usu.ac.id/course/download/313-TEKNIK-
PENGERINGAN/tep_421_slide_campuran_udara_-_uap_air_dan_hubungannya.pdf

Sebelum pengeringan P uap air bahan = P uap air udara (dalam keadaan seimbang).
Saat pengeringan dimulai, uap panas yang dialirkan meliputi permukaan bahan akan
menaikkan P uap air bahan, terutama pada daerah permukaan sejalan dengan kenaikan
suhunya. Pada saat itu terjadi perpindahan massa dari bahan ke udara dalam bentuk
uap air (terjadi pengeringan pada permukaan bahan). Setelah itu tekanan uap air pada
permukaan bahan akan menurun.
Setelah kenaikan suhu terjadi pada seluruh bagian bahan, maka terjadi pergerakan air
secara difusi dari bahan ke permukaan dan seterusnya proses penguapan pada
permukaan bahan diulang lagi.

i Program Studi Teknik Konversi Energi 18

Akhirnya
setelah air bahan berkurang, tekanan uap air bahan akan menurun
sampai
terjadi keseimbangan dengan udara disekitarnya.

2.8 Kurva Laju Pengeringan



Karakteristik proses pengeringan suatu bahan bergantung pada intensitas radiasi
yang diperlukan,
sehingga kurva kandungan air bahan terhadap intensitas radiasi
komulatif yang diperlukan untuk mengeluarkan air dari bahan tersebut dapat
digambarkan seperti dalam gambar 2 . 1 0 , yang dinamakan kurva pengeringan. Pada

proses pengeringan berlaku dua proses, yaitu pada permulaan proses air dipermukaan

bahan akan diuapkan, seperti yang digambarkan pada kurva pengeringan yang

berkemiringan rendah, kemudian barulah berlaku proses pemindahan air dari bagian
dalam bahan ke permukaaannya. Semakin lama semakin sedikit air yang diuapkan. Proses
ini berlangsung sampai air yang terikat saja yang tinggal di dalam bahan tersebut.

Gambar 2.10 Kurva laju pengeringan


Sumber : Rosdanelli hasibuan, Mekanisme pengeringan, Program studi Teknik Kimia,
Universitas Sumatera Utara

i Program Studi Teknik Konversi Energi 19

2.9 Konstanta
Pegas

( )
(2.14)
( )

dimana : m = Massa gabah (kg)


k = Konstanta pegas (N/m)
g = Tetapan gravitasi (9,8 m2/s)

x1 = Titik awal pegas (m)



x2 = Titik akhir rentangan pegas (m)

2.10 Kualitas Gabah


Karena padi/ gabah/ beras merupakan komoditas vital bagi Indonesia, Pemerintah
memberlakukan regulasi harga dalam perdagangan gabah. Muncullah istilah-istilah khusus
yang mengacu pada kualitas gabah sebagai referensi penentuan harga:
Gabah Kering Panen (GKP), gabah yang mengandung kadar air lebih besar dari 18%
tetapi lebih kecil atau sama dengan 25% (18%<KA<25%), hampa/kotoran lebih besar
dari 6% tetapi lebih kecil atau sama dengan 10% (6%<HK<10%), butir hijau/mengapur
lebih besar dari 7% tetapi lebih kecil atau sama dengan 10% (7%<HKp<10%), butir
kuning/rusak maksimal 3% dan butir merah maksimal 3%.
Gabah Kering Simpan (GKS), adalah gabah yang mengandung kadar air lebih besar
dari 14% tetapi lebih kecil atau sama dengan 18% (14%<KA<18%), kotoran/hampa
lebih besar dari 3% tetapi lebih kecil atau sama dengan 6% (3%<HK<6%), butir
hijau/mengapur lebih besar dari 5% tetapi lebih kecil atau sama dengan 7%
(5%<HKp<7%), butir kuning/rusak maksimal 3% dan butir merah maksimal 3%.
Gabah Kering Giling (GKG), adalah gabah yang mengandung kadar air maksimal
14%, kotoran/hampa maksimal 3%, butir hijau/mengapur maksimal 5%, butir
kuning/rusak maksimal 3% dan butir merah maksimal 3%.
Ketentuan-ketentuan itu dipakai Bulog dalam menentukan harga gabah/beras
berdasarkan kualitasnya.

i Program Studi Teknik Konversi Energi 20

Anda mungkin juga menyukai