Anda di halaman 1dari 22

1

UNIVERSITAS INDONESIA

BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI


PERSUASI DALAM UPAYA PEREKRUTAN ANGGOTA NII

MAKALAH NON-SEMINAR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

Dea Fitria Anasty


1006710565

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
INDUSTRI KREATIF PENYIARAN

DEPOK
15 JANUARI 2014

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


2

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


3

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


4

Brainwash sebagai Bentuk Strategi Komunikasi Persuasi dalam Upaya


Perekrutan Anggota NII

Dea Fitria Anasty dan Askariani Kartono

1. Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
2. Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

Email: anastydea@gmail.com, askariani28@gmail.com

Abstrak

Sejak tahun 2011, NII melakukan perekrutan ke sekolah dan kampus untuk menjerat banyak korban guna
mendirikan sebuah negara. Tujuan dibutuhkannya banyak anggota adalah karena NII membutuhkan biaya
operasional yang besar, maka semua anggota nantinya akan menyetorkan sejumlah uang setiap bulannya.
Fenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar dan mahasiswa yang belum
punya penghasilan sendiri, sehingga mereka harus bekerja, melupakan pendidikan dan pergaulan, dan jika
terpaksa, mereka harus mencuri. Strategi yang digunakan NII untuk merekrut anggota adalah dengan strategi
komunikasi persuasi dengan cara brainwash, melalui tahapan-tahapan yaitu selective exposure, fear appeals,
repetition, dan commitment. Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini yaitu melalui telusuran
dokumen yang terkait dengan NII. Hasil analisis ditemukan bahwa dengan metode brainwash, NII berhasil
mempengaruhi calon korban. Tahapan dari strategi tersebut yaitu dengan menghadirkan teman terdekat/kerabat
(selective exposure), lalu melakukan fear appeals dalam bentuk ancaman-ancaman jika korban tidak bergabung
dengan NII, dan yang paling penting dari keberhasilan strategi ini adalah dengan dilakukan berulang-ulang
(repetition), sampai korban bergabung dengan NII dan melakukan komitmen seumur hidup dan patuh pada
aturan-aturan yang ada di NII.

Kata Kunci
Cuci otak dan komunikasi persuasi

Brainwash as a Form of Persuasive Communication Strategies on The Recruitment of


NII's New Victims

Abstract

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


5

Since the year 2011, the NII phenomenon in recruiting new victims from many campuses and schools to
establish a state has getting troubling. The idea is to gather a big mount of money to fulfil their operating costs.
Many students have been trapped in the dark circle of NII and abandoned their education to deposit targeted
money every month. Theres must be some particular strategies in persuading adolescent and young adults to
join a religion cult. Concerning this issue, I try to describe those strategies NII did to recruit new victims. The
theory used in this paper is Persuasive Communication with brainwash method. This method requires several
stages such as selective exposure, fear appeals, repetition, and commitment. The results of this analysis is that
with the brainwash method, NII was able to persuade potential new victims. The stages are to bring the new
victims closest friends / relatives (selective exposure), then do the fear appeals in the form of threats if they
don't join the NII, and the most important thing is to be done repeatedly (repetition) until the victim join the NII
and make a lifetime of commitment in it.

Keywords:

Brainwash and persuasive communication

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Negara Islam Indonesia atau NII adalah gerakan yang dipimpin oleh S.M.
Kartosoewiryo pada tahun 1949. Setelah beliau wafat dan digantikan oleh beberapa orang,
kini NII dipimpin oleh Abu Toto. Dibawah kepemimpinannya, NII menjadikan Islam sebagai
landasan hukumnya. Sayangnya, seiring dengan berjalannya waktu, NII mengalami
perubahan pada dasar-dasar akidahnya. Hal ini disebabkan karena konsep dasar NII dicampur
dengan aliran Lembaga Kerasulan dan Isa Bugis1.

NII bertujuan untuk mendirikan sebuah negara berdasar atas konsep khilafah
Islamiyah. Para penggeraknya juga ingin menjadikan hukum Islam sebagai hukum negara.
Namun demikian, cara mereka mewujudkan cita-cita tersebut sangat bertolak belakang
dengan akidah Islam yang sebagaimana tertulis di kitab suci. Semua anggota harus menyetor
sejumlah uang untuk mendanai terciptanya Negara Islam Indonesia. Memang harus diketahui
bahwa ujung dari proses ini adalah adanya keinginan untuk memperoleh pendanaan bagi
gerakan NII. Tetapi yang mengkhawatirkan adalah petinggi NII menyamakan tindakan
1
Alia Prima Dewi dalam skripsi Fenomena NII di Kalangan Mahasiswa, (Universitas Indonesia,
2007), xii abstrak

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


6

meminta uang kepada anggota dengan shadaqah dan infaq. Padahal jelas-jelas itu tidak ada
hubungannya dengan shadaqah dan infaq. Mereka mengerti bahwa memperoleh uang
tidaklah mudah. Maka mereka melakukan komunikasi persuasi kepada semua calon
anggotanya agar tetap mendapat uang itu, meskipun dengan cara berbohong. Berbohong
menurut mereka jauh lebih bermanfaat dari pada membiarkan negera dalam keadaan
jahiliyah. NII juga menganggap bahwa harta orang lain adalah harta fai atau harta rampasan.
Bahwa artinya harta tersebut bisa diambil dengan cara apapun untuk kepentingan mendirikan
dan menegakkan NII. Fenomena NII ini sudah sangat meresahkan masyarakat Indonesia
karena jaringannya sudah sampai ke kampus-kampus. Mereka ditengarai mencuci otak untuk
mengindoktrinasi sebuah keyakinan tertentu.

Berbagai cara dan strategi dilakukan untuk membangun negara NII guna
mendapatkan sejumlah dana. Oleh karena itu diperlukan banyak orang yang harus direkrut
untuk menjadi anggota untuk dapat menghimpun dana dalam jumlah yang besar setiap
bulannya. Salah satu strategi yang dilakukan adalah strategi cuci otak. Strategi ini dipilih
mengingat sasaran calon anggota NII sebagai korban adalah meliputi semua lapisan, baik
yang berpendidikan maupun yang tidak berpendidikan. Untuk golongan yang berpendidikan,
membutuhkan suatu strategi khusus mengingat mereka memiliki pola pikir dan pertimbangan
yang lebih logis. Jadi, strategi cuci otak dianggap suatu pilihan yang tepat.

Cuci otak secara konseptual sering kali disebut "teori robot."2 Ini adalah sebuah
konsep dimana orang dapat dibuat menjadi robot, sehingga mereka akan melakukan tindakan
atau berperilaku sesuai yang diperintahkan dan dalam cara yang sama sekali berbeda dengan
keyakinan dan nilai-nilai yang sebelumnya mereka anut. Bentuk cuci otak dipopulerkan
dalam sebuah buku terbitan tahun 1959 dan film The Manchurian Candidate (1962), dimana
seorang tentara Amerika di Korea diprogram oleh penculik komunis untuk melakukan
pembunuhan.

Melalui fenomena NII inilah penulis berusaha menggali lebih dalam dengan
menggunakan teori Psikologi Sosial sebagai acuan untuk mendeskripsikan permasalahan
yaitu proses brainwash yang terjadi pada individu sebagai korban NII.

Permasalahan

2
Michael Haag, Does Brainwash Exist?. www.jonestown.sdsu.edu.com, 2012. Diakses pada 3
Januari 2014 pukul 16.50

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


7

Setiap tahun, ribuan remaja dan young adults di seluruh dunia


meninggalkan/melupakan nilai-nilai ajaran yang telah mereka anut sejak kecil bersama
dengan keluarga dan teman-teman mereka, untuk menjadi anggota perekrutan agama dan
politik3. Di Indonesia, ini sudah terjadi sejak tahun 2001. Sejak tahun tersebut, NII mulai
merekrut mahasiswa sebagai tambang emas untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan untuk
kegiatan NII. Gerakan NII membuat resah karena mahasiswa yang sudah menjadi anggota
biasanya bermasalah dengan bidang akademis dan pergaulannya sehari-hari, sebab mereka
sibuk bekerja untuk menutupi uang infaq biaya pembangunan negara yang harus disetor tiap
bulan4.

Diantara para korban, ada yang terkena jerat program Qiradh dan lddikhar (tabungan),
sampai sebanyak 250 gram emas, bahkan salah seorang pejabat Bank Indonesia (sekarang
mantan) sampai rela menyerahkan 2,5 kg emas dan dua orang putranya pun, sempat pula
menjadi perampok, yang untuk itu mereka harus merelakan tulang iganya putus lantaran demi
untuk menyelamatkan diri dari kejaran masa, hanya karena mengejar target setoran yang
harus dibayarkan kepada jamaah. Dana umat yang disedot oleh NII struktural sudah lebih
dari satu triliyun yang kemudian diwujudkan dalam bentuk bangunan mewah Mahad Al
Zaytun. Untuk bisa mencapai nilai yang begitu tinggi tersebut, dibutuhkan banyak sekali
anggota. Jumlah anggota NII sendiri dari tahun 1993 s/d tahun 2000 adalah sebanyak 60.000
orang, sekalipun banyak keterangan dari mantan NII yang menyatakan bahwa jumlah
anggotanya sekarang lebih dari 100.000 orang, namun diperkirakan terjadi banyak pula yang
keluar ataupun yang masuk5. NII sadar mereka butuh strategi untuk menjerat banyak orang
agar mau masuk ke dalam jaringannya, yaitu dengan cuci otak. Fenomena cuci otak seperti
yang dilakukan NII merupakan suatu hal yang bisa saja terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
tentunya dengan intensitas yang berbeda-beda. Cuci otak bisa terjadi setiap saat tanpa
disadari oleh orang yang mengalami.

Berdasarkan fenomena tersebut, yang menjadi fokus permasalahan jurnal ini adalah
pada proses komunikasi persuasi yang dilakukan pihak NII dengan cara brainwash terhadap
calon anggota NII. Juga pada bagaimana individu anggota warga negara bisa terpersuasi
selama proses perekrutan NII. Apa saja pesan-pesan yang disampaikan, juga bagaimana cara

3
James Brian Stiff, Persuasive Communication, (The Guilford Press, 2003), hal. 8
4
Alia Prima Dewi dalam skripsi Fenomena NII di Kalangan Mahasiswa, (Universitas Indonesia,
2007), xii abstrak
5
Al-Ustadz Hartono Ahmad, Bukti Kesesatan Negara Islam Indonesia,
http://moslemsunnah.wordpress.com, 2011. Diakses pada 3 Januari 2014, pukul 17.03

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


8

penyampaiannya, sehingga individu bisa terpersuasi. Dengan fakta bahwa korban NII
adalah siswa dan mahasiswa, tentunya ada teknik dan strategi tertentu yang digunakan, serta
alasan-alasan mendasar mengapa korbannya adalah remaja umur 15-22 tahun.

TINJAUAN TEORITIS

1. Brainwash
Brainwash atau cuci otak adalah sebuah invasi privasi dimana pelaku berusaha untuk
mengendalikan bukan hanya bagaimana orang lain bertindak, tetapi juga apa yang mereka
pikirkan. Hal tersebut membangkitkan rasa takut yang terdalam akan hilangnya kebebasan
dan bahkan identitas. Istilah itu sendiri mengacu pada program politik di Komunis Cina dan
Korea. Cuci otak dilakukan diberbagi aspek kehidupan, diantaranya agama, politik, iklan dan
media, pendidikan, kesehatan mental, militer, sistem peradilan pidana, kekerasan dalam
rumah tangga, dan penyiksaan6. Menurut Edward Hunter, tujuan brainwash adalah untuk
mengubah pikiran secara radikal sehingga korban menjadi boneka hidup atau robot manusia.
Brainwash dilakukan untuk menciptakan keyakinan baru dan proses berpikir baru yang
diajarkan ke dalam pikiran korban agar menjadi mekanisme yang mendarah daging.

2. Persuasive communication

Komunikasi persuasi sebagai pesan yang ditujukan untuk membentuk, menguatkan,


atau mengubah respons seseorang7. Keefektifan persuasi sangat bergantung pada beberapa
hal, diantaranya adalah kualitas dari sumber atau komunikator yang menyampaikan pesan,
kemudian konten yang disampaikan, bagaimana cara menyampaikan pesan persuasi tersebut,
dan terakhir adalah tujuan dan kemampuan dari objek sasaran.

3. Credibility

Kredibel didefinisikan secara luas sebagai kualitas atau kebenaran bukti8. Seorang
komunikator yang dinilai kredibel, dalam artian, dapat dipercaya pesan-pesan yang
disampaikan, akan jauh lebih bisa mempengaruhi objeknya. Suatu kredibilitas dapat dicapai

6
Kathleen Taylor, Brainwashing: The Science of Thought Control, (Oxford University Press Inc., 2004),
preface
7
James Brian Stiff, Persuasive communication, (The Guilford Press, 2003), hal. 4
8
Brown/Campbell, The Cambridge Handbook of Forensic Psychology, ( Cambridge University Press,
2010), hal. 155

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


9

dengan banyak cara, misalnya gelar pendidikan, cara penyampaian, dan lain sebagainya.
Expertise dan trustworthiness adalah contoh dari aspek kredibel.

Beberapa aspek kredibilitas menurut Johnson adalah sebagai pribadi dia dapat
menunjukkan sifat-sifat yang bisa diandalkan, bisa diharapkan, dan konsisten. Seseorang juga
harus memiliki intensi atau motif yang baik. Ungkapannya bersikap hangat dan bersahabat.
Memiliki predikat atau cap yang telah diberikan masyarakat menyangkut sifat-sifatnya yang
bisa dipercaya. Bersifat dinamis, yaitu proaktif, agresif, dan empatik9.

4. Expertise

Expertise atau keahlian didefinisikan secara berbeda-beda di berbagai disiplin ilmu.


Di dalam ilmu Psikologi keahlian didefinisikan sebagai kemampuan kognitif manusia yang
diperoleh dengan cara berulang kali melakukan tugas-tugas. Orang-orang yang memiliki
keahlian dalam suatu topik tertentu disebut ahli atau expert. Seorang individu dapat memiliki
berbagai tingkat keahlian dalam topik atau subjek yang berbeda-beda10. Komunikator yang
berwawasan luas dan mengerti betul tentang apa yang mereka sampaikan, mampu dengan
mudah mentransfer pesan tersebut kepada pendengarnya dan tak jarang berujung pada
perubahan sikap. Berbeda dengan orang-orang yang hanya asal bicara tanpa mengacu pada
suatu sumber tertentu. Seseorang yang melakuan rapid speech dan dapat dengan cepat
mengungkapkan inti-inti dari pesan yang hendak disampaikan, memberikan efek pengaruh
yang lebih besar dibanding orang-orang dengan slower speech atau pengutaraan pesan yang
bertele-tele. Sebab, slower speech dinilai kurang meyakinkan, kurang usaha yang kuat untuk
mencapai makna pesan, dan bodoh11.

5. Trustworthiness

Trust atau kepercayaan mutlak diperlukan agar suatu relasi tumbuh dan berkembang.
Untuk membangun sebuah relasi, dua orang harus saling mempercayai. Hal ini dilakukan
pada saat menentukan dimana mereka harus mengambil resiko dengan cara saling
mengungkapkan lebih banyak tentang pikiran, perasaan, dan reaksi mereka terhadap situasi
yang tengah mereka hadapi, atau dengan cara saling menunjukkan penerimaan, dukungan,
dan kerja sama.

9
A. Supratiknya, Tinjauan Psikologis: Komunikasi Antarpribadi, (Penerbit Kanisius, 1995), hal. 35
10
Jun Zhang dalam disertasi Understanding and Augmenting Expertise Networks, (The University of
Michigan, 2008), hal. 3
11
Ann L. Webber, Social Psychology, (Harpercollins, 1992), hal. 138

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


10

Trustworthy atau dapat dipercaya berarti rela menanggapi orang lain yang mengambil
resiko dengna cara yang menunjukan jaminan bahwa orang lain tersebut akan menerima
akibat-akibat yang menguntungkan12.

Seorang komunikator akan lebih dinilai kredibel jika dia memiliki karakteristik
trustworthy atau bisa dipercaya. Sumber yang terpercaya adalah mereka yang dianggap tulus
dan jujur dalam menyampaikan pesan. Karena value atau nilai dari kepercayaan tersebut,
seseorang yang sebenarnya nonexpert atau tidak ahli, dapat menjadi komunikator yang
kredible13.

6. Fear Appeal

Fear atau rasa takut umumnya terangsang ketika situasi dianggap sebagai sesuatu
yang mengancam fisik atau psikologis seseorang dan berada diluar kendali seseorang14. Fear
appeal adalah upaya menakut-nakuti komunikan untuk melakukan perilaku yang diinginkan
komunikator15. Strategi yang menjadi faktor penting untuk bisa mempersuasi seseorang
adalah emotional appeal. Konsep ini menggambarkan bahwa pesan dapat lebih efektif
mempengaruhi penerima jika pesan itu membangkitkan respon emosional yang kuat pada
penerima. Rasa takut merupakan suatu bentuk emosi. Pesan yang memperingatkan akan
bahaya atau kesulitan jika objek tidak mengikuti apa yang ditawarkan oleh komunikator,
akan menimbulkan ketakutan di diri objek yang membuat mereka berpikir untuk menerima
tawaran si komunikator16.

Gambar 1.1

Diagram tersebut menunjukkan bahwa pesan yang mengandung ancaman terhadap


rasa takut lawan bicara, akan berpengaruh pada perubahan perilaku17.

12
A. Supratiknya, Tinjauan Psikologis: Komunikasi Antarpribadi, (Penerbit Kanisius, 1995), hal. 26
13
Ann L. Webber, Social Psychology, (Harpercollins, 1992), hal. 138
14
James Price Dillard, Michael Pfau, The Persuasion Handbook: Developments in Theory and Practice,
(Sage Publications, 2002), hal. 291
15
Ibid, hal. 49
16
Ann L. Webber. Op.Cit. hal. 142
17
James Brian Stiff, Persuasive communication, (The Guilford Press, 2003), hal. 33

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


11

7. Channel: Personal Contact

Channel adalah sarana atau media yang digunakan sender untuk menyampaikan pesan
kepada receiver18. Ada tiga jenis channel yang digunakan untuk menyampaikan pesan,
diantaranya interpersonal, non-verbal, dan mass media (baik elektronik, ataupun nirkabel). Di
dalam channel interpersonal terhadap komunikasi satu lawan satu antara sender dan receiver.
Saat penyampaian pesan secara interpersonal, termasuk juga di dalamnya komunikasi verbal
dan non-verbal. Ini adalah bentuk pertama dari komunikasi antarmanusia. Ada pula yang
disebut Channel Noise, yaitu gangguan atau hambatan yang terjadi ketika penyampaian
pesan. Noise banyak terjadi di komunikasi massal, sehingga terkadang pesan yang sender
berusaha sampaikan, tidak sesuai dengan apa yang receiver terima. Oleh karena itu, cara
terbaik untuk menyampaikan pesan adalah dengan kontak personal langsung dengan receiver.

Proses persuasi akan lebih terjamin tingkat keefektivannya jika komunikator


melakukan kontak langsung atau secara personal dengan objek atau penerima. Teknik ini
termasuk juga ke dalam salah satu teknik marketing yang disebut door to door marketing19.
Dinilai akurat untuk mempersuasi objek karena dengan menggunakan teknik kontak personal
ini, akan sulit bagi objek untuk menolak atau menyanggah pesan yang disampaikan oleh
komunikator. Dijelaskan bahwa Door to door marketing shows that turning off the radio is
easier than turning away a living person.

8. Selective Exposure & Needs

Selective exposure adalah perilaku yang sengaja dilakukan untuk mencapai dan
mempertahankan kontrol persepsi dari stimulus tertentu20. Exposure terjadi ketika salah satu
dari lima stimuli berada di dalam jangkuan penerimaan utama dari objek atau penerima
pesan. Stimuli-stimuli tersebut adalah penglihatan, pendengaran, indra perasa, peraba, dan
penciuman. Jika komunikator bisa menguasai setidaknya satu dari kelima stimuli tersebut,
maka keempat lainnya akan dilupakan sejenak oleh objek, dan akan fokus menerima pesan-
pesan yang mengenai salah satu stimuli tadi21. Dengan menguasai stimuli yang dimiliki oleh
lawan bicara, maka komunikator akan mampu menyampaikan pesan dengan baik dan lawan
bicara pun akan bisa menerima pesan tersebut juga. Kemudian berhubungan dengan selective

18
Uma Narula, Communication Models, (Atlantic Publishers, 2006), hal. 5
19
Ann L. Webber, Social Psychology, (Harpercollins, 1992), hal. 145
20
Dolf Zillmann, Jennings Bryant, Selective Exposure to Communication, (Routledge, 2008), ch. 1
21
Johan Botha, Cornelius Bothma, Annekie Brink, Introduction to Marketing, (Paarl Printing, 2004),
hal. 44

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


12

exposure adalah needs atau kebutuhan. Sebuah pesan akan lebih persuasif dipihak objek
apabila objek merasa membutuhkan pesan tersebut, bisa tawaran, jasa, atau barang. Ada satu
kebutuhan yang dimiliki oleh objek, sehingga mempengaruhinya untuk menggunakan atau
memakai jasa/barang yang ditawarkan. Beberapa pesan persuasif juga bisa diciptakan untuk
membangkitkan kebutuhan, menghubungkan mereka ke masalah sederhana, dan menjanjikan
solusi dengan produk/tindakan tertentu.

9. Age

Popular culture often portrays children and remaja as gullible dan labil, quickly
changin their loyalties, open to new ideas.22. Kriteria umur ini digunakan seseorang untuk
mengidentifikasi objek yang ingin dipersuasi. Jika mau berhasil, maka kriteria umur harus
dikuasi betul. Seorang komunikator harus tau siapa target objeknya dengan menyesuaikan
dengan cara dia menyampaikan pesan. Remaja dan young adults memiliki sifat yang labil dan
perilaku cenderung berubah-ubah. Sedangkan orang dewasa lebih konservatif dan cenderung
menolak inovasi. Dengan mengetaui hal ini, maka agar bisa merubah perilaku seseorang dan
melakukan persuasi, bijaknya dilakukan kepada remaja dan young adults. Sementara itu, ada
pula konsep yang dinamakan impressionable years hypothesis yang menjelaskan bahwa
anak-anak dan young adults dengan kisaran umur 18 sampai dengan 25 memiliki sikap atau
attitude yang tidak stabil dibanding individu dengan range umur lain. Ini artinya, attitude
mereka lebih cenderung sering berubah untuk menanggapi pengalaman-pengalaman baru,
sama halnya dengan pengaruh sosial, seperti persuasi.

10. Repetition

Repetisi adalah suatu informasi yang diulang-ulang, cepat atau lambat, bila kita tidak
hati-hati dan sadar, akan kita terima sebagai suatu kebenaran. Cara ini paling banyak
digunakan untuk menanam bibit pikiran dan belief suatu produk. Tujuan repetisi atau
pengulangan adalah menembus filter mental yang ada di pikiran sadar, sehingga unit
informasi bisa masuk ke pikiran bawah sadar23. Manusia dibombardir dengan pesan-pesan
persuasi dari media atau perorangan untuk mempromosikan barang, jasa, ataupun orang.
Penelitian menunjukan bahwa pesan persuasi adalah bagian dari komunikasi persuasif. Dan
jika pesan-pesan tersebut diulang dengan frekuensi yang terus menerus, maka lambat laun

22
Ann L. Webber, Social Psychology, (Harpercollins, 1992), hal. 147
23
Adi W. Gunawan, The Secret of Mindset, (PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal. 37

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


13

subjek pun akan terpengaruh untuk mengikuti apa yang komunikator inginkan 24. Repetisi
sangat penting karena merupakan salah satu upaya terbaik untuk bisa merubah perilaku
seseorang. Tanpa repetisi, pesan yang berbobot sekalipun tidak akan memberi efek berarti
pada objek. Dengan melakukan repetisi penyampaian pesan, perlahan-lahan terbentuklah
sebuah pola diotak objek sesuai dengan apa yang komunikator inginkan. Dan saat itulah
attitude change dapat tercapai.

11. The Power of Commitment

Komitmen didefinisikan sebagai tindakan mengikat diri sendiri, baik secara


intelektual maupun emosional, pada serangkaian kegiatan yang bermakna25. Komitmen tidak
bergantung pada keadaan. Apapun situasi dan kondisinya, seseorang akan terus berjalan
karena adanya komitmen26. Tidak semua komunikator mengetahui pentingnya melakukan
sebuah komitmen untuk menegaskan perubahan perilaku. Semua proses perubahan perilaku
akan sia-sia jika tidak ditutup dengan sebuah komitmen. Sebuah komitmen mengikat
komunikator dengan objek terhadap suatu hal yang sudah disepakati bersama. Tanpa adanya
komitmen, objek yang sudah terpengaruh dan berubah perilakunya, bisa kembali lagi ke
perilaku semula. Tetapi dengan dilakukannya komitmen, sudah dipastikan komunikator akan
bisa mengikat objek pada kesepakatan yang sudah dibuat27.

PEMBAHASAN

Persuasi secara harafiah berarti hal membujuk, hal mengajak, atau hal meyakinkan28.
Persuasi adalah influence yang dibatasi dengan hanya komunikasi, baik komunikasi verbal
(dengan menggunakan kata-kata), maupun komunikasi non-verbal (dengan menggunakan
gerakan atau bahasa tubuh)29.

Kebanyakan perilaku individu dipengaruhi oleh lingkungannya. Meski demikian,


tidak mudah untuk mempengaruhi, apalagi merubah perilaku seseorang. Perubahan perilaku
terjadi karena individu menerima informasi dan pengalaman-pengalaman baru. Selain itu,

24
Ann L. Webber, Social Psychology, (Harpercollins, 1992), hal. 148
25
Fidelis E.Waruwu, Membangun Budaya Berbasis Nilai, (PT Alex Media Computindo, 2010), hal. 129
26
Madaliem Lembong H, Treasure: Secret Mining Hidden Potensials, (Penerbit Kanisius, 2006), hal. 98
27
Ann L. Webber. Op.Cit. hal. 151
28
Onong Uchjana Effendy, Human Relations dan Public Relations, (Mandar Maju, 1993), hal. 103
29
Purnawan E.A, Dynamic Persuasion: Persuasi Efektif dengan Bahasa Hipnosis, (PT Gramedia Pustaka
Utama, 2002), hal. 15

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


14

perubahan perilaku juga termasuk hasil dari persuasi komunikasi, merupakan bentuk dari
pengaruh yang ditujukan untuk merubah kepercayaan, perasaan, dan perilaku seseorang.
Untuk mampu merubah kepercayaan dan perilaku seseorang, haruslah melalui suatu proses
persuasi komunikasi. Teknik inilah yang digunakan pihak NII dalam membujuk dan
mengajak calon korban untuk menjadi anggota.

Dalam sebuah artikel berita berjudul Beginilah Cara NII Merekrut Saya30 seorang
mantan calon korban NII menguraikan detail prosesi dia direkrut oleh NII, mulai dari awal
bertemu dengan agen NII, sampai perjumpaannya dengan Presiden NII.

Peristiwa tersebut terjadi pada HD, inisial samaran, pada tahun 2006, sesaat
sebelum dia resmi menjadi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di kawasan Depok, Jawa
Barat. HD bertemu dengan salah seorang dari agen NII di sebuah toko buku. Agen itu
menegur HD, mengajak berbincang dan kemudian meminta HD menjadi responden dari
sebuah penelitian tentang mahasiswa baru yang menurutnya sedang ia lakukan. Dewi,
demikian agen itu memperkenalkan diri, mengaku sebagai mahasiswi dari kampus yang
hendak HD masuki. Mereka bertukar nomor telepon dan janjian bertemu lagi keesokan
harinya. Besoknya, mereka kembali bertemu di sebuah tempat makan di sebuah pusat
perbelanjaan di Kota Depok. Awalnya, Dewi memperlakukan HD layaknya responden
penelitian. Ia menanyakan sejumlah pertanyaan sesuai kuesioner. Setelah pertanyaan
kuesioner habis, Dewi membuka pembicaraan tentang hal lain. Ia bercerita tentang seorang
kawannya yang mengikuti seminar agama di Malaysia. Kepada Dewi, temannya itu
bercerita, seminar tersebut membahas seputar penerjemahan kitab suci Al Quran.
Berdasarkan cerita temannya, tutur Dewi, kaum Islam akan kembali bangkit pada suatu hari.
Kebangkitan Islam dimulai dari sebuah negara yang dilintasi garis khatulistiwa. Negara itu,
kata Dewi, adalah Indonesia. Sejak inilah, HD lantas tertarik dengan cerita Dewi dan kerap
bertanya terus. Dewi akhirnya melakukan penawaran untuk bertemu dengan teman Dewi
yang mengikuti seminar itu. Teman Dewi menjelaskan sambil membuka-buka Al Quran
lengkap dengan terjemahannya. Awalnya, ia menceritakan kebangkitan Islam. Ujungnya, ia
bercerita tentang konsep hijrah. Dengan menggunakan penggalan ayat-ayat Al Quran, ia
menjelaskan konsep hijrah. Seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad, katanya, hijrah itu
diperlukan untuk mengubah nasib menjadi lebih baik. Lalu, bagaimana caranya hijrah di
zaman sekarang? Dengan gaya lugas dan meyakinkan, lelaki itu melanjutkan, hijrah dapat

30
Heru Margianto dalam artikel Beginilah Cara NII Merekrut Saya, Kompas, 2011. Diakses pada 28
Desember 2013 pukul 20.39

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


15

dilakukan dengan berpindah negara. Dari negara Republik Indonesia ke Negara Islam
Indonesia. HD mengaku makin penasaran dengan penjelasannya itu. Apalagi saat si lelaki
itu bercerita bahwa NII itu berada di dalam NKRI. Namun, ideologi negara itu, katanya,
bukan Pancasila. Jika ingin hijrah, maka harus berpindah ideologi dari Pancasila ke
ideologi Islam. HD sempat memberondongnya dengan sejumlah pertanyaan. "Kalau begitu,
hijrah ini gerakan ekstrem kanan, dong? Berusaha mengubah ideologi? Bagaimana bisa di
dalam suatu negara ada negara lain? Seperti apa negaranya? Bagaiamana warganya?
Enggak masuk akal." Lelaki itu menjawab, "Ibaratnya goa yang gelap, jika ingin melihat apa
yang ada di dalam goa, maka Anda harus masuk dulu ke dalam goa."Dalam pertemuan itu,
tak habis-habis pertanyaan HD ungkapkan kepadanya. Lelaki itu pun memutuskan untuk
mengajak HD bertemu langsung dengan Kepala Negara Islam Indonesia. Kepala negara
tersebut, kata dia, akan menjelaskan lebih jauh tentang konsep hijrah.

Hijrah dilakukan tidak sekedar pindah tempat dari Makkah ke Madinah, bahkan tidak
sekedar mendapatkan tujuan duniawi, tapi ada tujuan utama yaitu untuk mencari keridhaan
Allah dan Rasul-Nya31. NII mengadaptasi konsep ini untuk menggambarkan perpindahan
kewarganegaraan dari Indonesia ke NII. Semua warga NII harus sudah hijrah, karena kalau
tidak, amal ibadahnya akan percuma.

NII mempercayai dan menakut-nakuti korban (fear appeals) bahwa sebesar apapun
amalan yang dilakukan di negara Indonesia, tidak akan diijabah atau diterima oleh Yang
Maha Kuasa, karena negara tersebut sudah kotor dan dipenuhi dosa-dosa. Jadi, kalau mau
amal ibadahnya diterima, harus pindah ke negara yang masih suci. Setelah setuju dengan
konsep tersebut, selanjutnya calon warga negara harus mengganti namanya dengan nama
islami. Terakhir, jika sudah benar-benar yakin akan bergabung, calon tersebut harus
membayarkan sejumlah uang, sekurang-kurangnya dua juta rupiah, untuk pendanaan negara.
Jika calon tidak punya uang, maka bisa dilakukan proses negosiasi harga. Lalu petinggi NII
menawarkan program cicilan tiga bulan. Tetapi jika calon masih juga tidak menyanggupi,
petinggi NII menyarakan untuk mengambil uang dari keluarga, saudara, kerabat, atau intinya
orang lain.

Keberhasilan seseorang (dalam hal ini pihak NII), untuk mempengaruhi calon korban
sampai pada tahap perubahan perilaku membutuhkan suatu analisis bukan saja dari pihak

31
Shobahussurur dalam artikel Islam dan Perobahan, Jakarta, 2011. Diakses pada 3 Januari 2014
pukul 18.46

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


16

korban namun juga analisis dari sisi pelakunya. Dampak yang ditimbulkan pada korban itu
merupakan hasil dari strategi komunikasi persuasi yang dilakukan pelaku. Ketika tujuan dari
pelaku adalah melakukan cuci otak, maka perlu suatu strategi khusus agar bisa efektif. Proses
cuci otak yang dialami setiap individu tidak sama dan akan berbeda dengan individu lain
tergantung dengan latarbelakang sasaran korbannya. Kriteria yang menjadi acuan sasaran
adalah antara lain dari segi umur, jenis kelamin, dan latar belakang pendidikan. Kemudian
dari sisi calon korban, ada suatu proses pula yang dialami sampai pada tahap perubahan
perilaku dan sikap. Tahapan-tahapan tersebut mulai dari channel, atau media, yang digunakan
pelaku sebagai kontak person, misalnya menggunakan orang terdekat dari calon korban atau
yang dekat dengan lingkungan sosial calon korban, seperti anggota keluarga, teman dari
lingkungan kampus, kerabat, atau teman sepermainan. Setelah mendapatkan orang yang tepat
sebagai perantara, tahapan selanjutnya adalah melakukan pendekatan melalui hobi atau
kegiatan yang sering dilakukan korban (selective exposure). Pembicaraan dari pihak NII ini
akan selalu mengaitkan dengan hobby korban, sehingga obrolan berlangsung santai dan
korban tidak curiga. Dengan melakukan selective exposure, sekaligus aspek atensi atau
perhatian calon korban untuk menjadi anggota baru NII juga dapat tercapai.

Semua itu tidak akan berhasil kalau hanya dilakukan sekali, tetapi harus berkali-kali,
sesuai dengan konsep persuasive communication agar bisa mencapai suatu perubahan
perilaku pada diri korban. Kalau pelaku bisa berhasil merubah perilaku korban, dengan
sendirinya korban menjadi anggota baru NII. Disitulah, korban harus melakukan komitmen.
Tujuan komitmen dilakukan diawal perekrutan ini karena pihak NII tahu betul bahwa
komitmen berperan sangat besar. Seseorang yang sudah melakukan komitmen masuk ke
dalam anggota NII, maka tidak bisa keluar lagi. Berdasarkan dari semua konsep tersebut
diatas, maka kasus tersebut dapat dianalisis lebih dalam lagi.

Credibility: Expertise dan Trustworthiness

Agen-agen yang diturunkan NII ke lapangan untuk merekrut dan menjerat calon
korban memiliki tingkat keahlian dan tingkat kepercayaan yang tidak perlu diragukan lagi.
Agen-agen ini dalam menyampaikan pesannya selalu merujuk pada ayat-ayat Al-Quran
sehingga sulit bagi calon korban untuk menyanggah ajakan untuk bergabung dalam NII.
Bahkan, jika perlu, Presiden NII sendiri yang turun tangan langsung menghasut calon korban.
Seperti penggalan lanjutan artikel berikut:

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


17

HD berada seorang diri di kamar, menunggu sang kepala negara mengetuk pintu.
Tak lama, terdengar suara ketukan pintu. Tanpa menoleh, HD berdiri, menyambut
kedatangan sang kepala negara. Kemudian tampak di hadapan HD seorang lelaki muda
sekitar 30 tahun mengenakan safari, berdasi, dan memakai peci hitam. Sekilas
penampilannya tampak seperti mantan Presiden Soekarno. Lelaki yang berkulit agak gelap
dan bermata sayu itu adalah sang kepala negara.

Tak heran, calon korban tunduk dan menurut pada presiden NII. Baru dari sisi
pakaiannya saja, komunikator sudah menimbulkan efek segan dan percaya. Sudah dipastikan
isi pesan yang disampaikan oleh komunikator juga berbobot dan kredibel. Dengan aksesoris
peci hitam yang bernuansa Islamiyah, apapun yang komunikator bicarakan berkenaan dengan
ajaran agama Islam, yang juga mengacu pada Al-Quran, bisa dengan cepat diterima oleh
objek. Apalagi objek cuma mahasiswa biasa yang notabene tidak lebih berpengalaman
dibanding komunikator untuk urusan agama Islam. Objek pun terpengaruh karena merasa
bahwa komunikator adalah orang yang ahli dibidangnya, sehingga argumennya tak perlu
diragukan lagi. Dalam tahap ini saja, objek mendapati dirinya terpengaruh oleh komunikator.

Fear Appeals

Respon emosional yang diterima oleh HD sebagai objek adalah mengetahui bahwa
seluruh kegiatan ibadah yang dia selama ini lakukan di negara Indonesia sia-sia dan tidak
akan terhitung sebagai amalan ibadah, sebab negara Indonesia sudah kotor dan tempat
berbuat maksiat semua warganya. Apalagi, kalau HD tidak hijrah ke NII, maka kegiatan
ibadahnya sampai akhir hayat juga tidak akan dianggap sah. Di sini jelas HD mengalami
disonansi, yaitu dimana ketika informasi dari luar pendiriannya mempengaruhi pendiriannya.
HD merasa apakah benar-benar perlu untuk hijrah ke NII. Hal sensitif mengenai agama ini
jelas memberi pengaruh emosional yang terkadang tak bisa dijelaskan dengan logika.
Ditambah lagi, Dewi sebagai agen komunikator NII terus menginformasikan dampak-dampak
negatif dan kerugian jika tidak bergabung dengan NII, membuat HD takut. Dia kemudian
berpikir bahwa apa yang agen NII katakan adalah benar. Terlebih, persuasi agen NII dengan
strategi ini diikuti dengan rekomendasi saran dan solusi, yaitu hijrah ke NII. HD merasa
bahwa ada solusi bagi ketakutan dan kekhawatirannya (amal ibadahnya tidak diijabah
Tuhan), maka dia pun terpengaruh untuk menerima tawaran itu.

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


18

Channel: Personal Contact

Ini dipraktikan oleh agen NII yang benar-benar mendatangi langsung calon korban
mereka. Perkara usaha mereka berhasil atau tidak, itu urusan belakangan. Yang penting
mereka melakukan kontak personal dengan calon korban tersebut. Jadi, tidak salah kalau
banyak korban berjatuhan dibawah teknik persuasi NII ini. Hubungan langsung dengan
korban akan sangat jitu untuk mempersuasi mereka. Seperti yang dijelaskan di tinjauan teori,
akan lebih sulit untuk melawan orang secara langsung, dibanding membuang flyer atau
mematikan radio. Agen NII yang diterjunkan pun tidak semata-mata orang asing (selective
exposure). Terkadang ada dari mereka yang teman dekat atau tempat satu tempat kuliah sang
calon korban, sehingga pesan yang disampaikan akan lebih bisa diterima oleh calon korban.
NII mengerti betul bahwa menggunakan channel seperti media massa tidak akan bisa berhasil
merekrut banyak anggota karena banyaknya channel noise, sehingga cara yang ditempuh
adalah interpersonal communication.

Selective Exposure

Cara NII untuk mempersuasi korban adalah dengan melakukan pendekatan selective
exposure dimana hanya hal-hal yang terkait dengan kegiatan dan kegemaran korban saja yang
akan diekspos oleh mereka. Misalnya menggunakan pendekatan hobi dan minat dari korban.
Sehingga ketika mengobrol, agen NII dan calon korban tidak canggung dan bisa langsung
akrab. Kegemaran dan kegiatan calon korban pun menjadi refrensi agen NII untuk
mempersuasi. Kalau calon korban suka datang ke seminar-seminar, maka agen NII akan
menawarkan calon korban untuk ikut ke seminar. Dan dalam kasus HD, HD yang mahasiswa
diajak mengisi kuisioner yang notabene tugas sehari-hari anak kuliahan. HD tidak sadar
bahwa itu adalah jembatan bagi agen NII untuk menjeratnya.

Kriteria Umur Calon Korban

NII mengerti betul target objek yang akan dia jaring untuk menjadi anggota NII.
Korban NII rata-rata anak sekolahan dan kuliahan dengan rentang umur 18-24. Umur tersebut
mengidentifikasi kelabilan dan keterbukaan akan pengalaman-pengalaman baru. Remaja

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


19

cenderung suka eksplorasi dan memiliki keingintahuan yang tinggi. Itu sebabnya, ketika agen
NII melakukan persuasi untuk bergabung, mereka secara terbuka mengiyakan. Agen NII
tidak menjaring orang dewasa sebagai korbannya, bukan karena alasan lain, tetapi semata-
mata karena usaha tersebut akan sia-sia. Sebab orang dewasa tertutup pada invoasi dan
pengalaman baru.

Repetition

NII mengerti bahwa untuk bisa mencapai sebuah perubahan perilaku, penyampaian
pesan harus secara terus menerus, tidak bisa hanya sekali. Maka agen-agen NII pun setelah
mendapat kontak calon korban, langsung membuntuti sang korban agar tidak lolos dari
jeratan. Secara berkala, agen NII berkomunikasi dan mengajak bertemu. Terkadang hanya
untuk dimintai tolong mengisi kuisioner, sampai datang ke seminar tertentu. Pada intinya,
agen NII ingin meningkatkan keakraban kepada calon korban agar calon korban merasa
nyaman berada di dekat agen NII. Dengan demikian, dapat dengan mudah agen NII
mengajaknya bergabung. Pesan-pesan repetisi ketika sudah diterima oleh calon korban, akan
sangat sulit untuk ditolak.

The Power of Commitment

Dan semua tahapan di atas tidak akan sempurna tanpa adanya komitmen dari HD
untuk bergabung dengan NII. Dalam kasus ini, HD menolak. Karena dia mulai merasa
adanya ketidaklogisan dalam negara tersebut dan cara-caranya yang menghalalkan perbuatan
tercela. Berikut adalah komitmen yang ditawarkan oleh NII sebelum HD bergabung:

1. Mengganti nama HD dengan nama islami.


2. HD harus membayar sejumlah uang untuk biaya pembangunan negara.
3. HD harus menandatangi surat-surat perjanjian anggota.

HD menolak untuk berkomitmen dan dia berhasil lolos sebelum akhirnya benar-benar
masuk ke dalam jerat NII. Seperti yang dijelaskan di tinjauan teori bahwa seberhasil apapun
semua tahapan untuk merubah perilaku seseorang, jika tidak diakhir dengan sebuah
komitmen dari kedua belah pihak, maka usaha tersebut akan sia-sia.

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


20

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa teknik perekrutan anggota NII adalah dengan


menggunakan teknik persuasi komunikasi, yaitu brainwash dengan tahapan-tahapan selective
exposure, fear appeals, repetition, dan commitment. Agen-agen yang diturunkan untuk
melakukan personal contact dengan calon korban dipilih yang kredibel secara trustworthiness
dan expertise, misalnya perempuan-perempuan berhijab rapi, atau laki-laki dengan pakaian
muslim lengkap, dan selalu mereferensikan ucapannya dengan kalimat-kalimat yang ada di
dalam kitab suci, sehingga mengobrol dengan agen NII saja sudah mampu membuat subjek
penasaran. Rasa penasaran inilah yang berkembang menjadi rasa ingin tahu dan akhirnya
menenggelamkan calon korban ke dalam lembah perekrutan NII yang kelam dan
menyesatkan.

NII menjerat korban dengan kisaran umur 18-25 tahun bukanlah tanpa alasan.
Rentang umur tersebut adalah fase dimana remaja dan mahasiswa sedang mencari jati diri
dan mempertanyakan tentang banyak hal. Mereka terbuka akan inovasi, hal-hal baru, dan
pengalaman-pengalaman baru, sehingga sangat mudah bagi NII untuk masuk ke dalam
idealisme mereka. Calon korban juga biasanya yang tidak memiliki latarbelakang agama
yang kuat. Ini semakin memudahkan NII untuk bisa mempersuasi calon korban. Apalagi NII
tetap mengutamakan trustworthiness dengan mengumbar ayat-ayat Al-Quran. Otomatis calon
korban akan percaya dan mengikuti prosesi perekrutan NII.

NII mendekati korban dengan teknik fear appeals dimana mengumbar hal-hal
menakutkan tentang agama dan amal ibadah yang tidak diterima di akhirat kepada korban.
Dengan meningkatnya rasa takut korban, disitulah NII menawarkan solusi berupa perekrutan
sebagai anggota. Cara ini dilakukan berulang kali. Pihak NII tidak segan mengikuti calon
korban dan membombardirnya dengan tawaran untuk bergabung. Sehingga lambat laun,
calon korban membenarkan informasi dan pesan-pesan dari NII dan bersedia bergabung. Dan
tahapan persuasi diakhiri dengna sebuah komitmen dari korban untuk berjanji dan mengabdi
pada NII sampai akhir hayat.

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


21

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Botha, Johan, Cornelius Bothma, Annekie Brink. Introduction to Marketing. Republic


of South Africa: Paarl Printing, 2004.
Campbell, Brown. The Cambridge Handbook of Forensic Psychology. USA: The
Cambridge
University Press, 2010.
Dillard, James Price, Michael Pfau. The Persuasion Handbook: Developments in Theory
and
Practice. United Kingdom: Sage Publications, Inc., 2002.
E. A., Purnawan. Dynamic Persuasion: Persuasi Efektif dengan Bahasa Hipnosis. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Effendy, Onong Uchjana. Human Relations dan Public Relations. Jakarta: Mandar Maju,
1993.
Gunawan, Adi W. The Secret of Mindset. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007.
H, Madaliem Lembong. Treasure: Secret Mining Hidden Potensials. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 2006.
Narula, Uma. Communication Models. New Delhi: Atlantic Publishers, 2006.
Stiff, James Brian. Persuasive communication. United States of America: The Guilford
Press, 2003.
Supratiknya, A. Tinjauan Psikologis: Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius,
1995.
Taylor, Kathleen. Brainwashing: The Science of Thought Control. United States: Oxford
University Press, Inc., 2004.
Waruwu, Fidelis E. Membangun Budaya Berbasis Nilai. Jakarta: PT Alex Media
Computindo,
2010.
Weber, L. Ann. Social Psychology. United Kingdom: Harpercollins, 1992.
Zillmann, Dolf, Jennings Bryant. Selective Exposure to Communication. New York:
Routledge, 2008.

SKRIPSI DAN DISERTASI

Alia Prima Dewi. Fenomena NII di Kalangan Mahasiswa. Depok: Universitas Indonesia,
2007.
Jun Zhang. Understanding and Augmenting Expertise Networks. United States: The
University of Michigan, 2008.

WEBSITE

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014


22

Haag, Michael. Does Brainwash Exist?


http://jonestown.sdsu.edu/AboutJonestown/JonestownReport/Volume10/Haag.htm,
2012.
Ahmad, Al-Ustadz Hartono. Bukti Kesesatan Negara Islam Indonesia.
http://moslemsunnah.wordpress.com/2011/04/25/bukti-kesesatan-nii-negara-islam-
indonesia/, 2011.
Margianto, Heru. Beginilah Cara NII Merekrut Saya. Kompas, 2011.
Shobahussurur. Islam dan Perobahan. Jakarta, 2009.

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai