Anda di halaman 1dari 10

ADAB SAAT BERMEDSOS, BANTU SATUKAN UMAT ISLAM UNTUK

MANCAPAI KEJAYAAN KEMBALI

LOMBA ESAI NASIONAL


JATINANGOR ISLAMIC FESTIVAL ESSAY COMPETITION
(JIFEC)
2019

“Persatuan dan kesatuan ummat sebagai pondasi kejayaan Islami”

Disusun oleh:
NUR IRENE SISWANDARI
Universitas Negeri Malang

2019
Pendahuluan

Pemuda merupakan generasi penerus yang menjadi ujung tombak dari


kejayaan suatu bangsa atau kaum. Indonesia sebagai negara dengan jumlah
penduduk terbesar ke-empat di dunia tentu memiliki jumlah pemuda yang tak dapat
dikatakan sedikit. Sesuai data demografi Indonesia yang diperoleh Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2014 menyebutkan bahwa jumlah pemuda di Indonesia
sebanyak 61,8 juta orang atau sekitar 24,5% dari jumlah total penduduk Indonesia
yang mencapai 252 juta orang. Lalu siapa saja yang dapat dikatakan sebagai
pemuda?, sesuai UU No. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, semua warga negara
Indonesia dengan rentang usia antara 16-30 tahun dapat dikatakan sebagai pemuda.
Secara kuantitas tentu angka 24,5% terbilang besar. Tahun 2020 sampai
2035, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi berupa jumlah usia produktif
yang berada pada grafik tertinggi dalam sejarah bangsa ini, yaitu mencapai 64%
dari jumlah total penduduk Indonesia sebesar 297 juta jiwa (Pengelola web
Kemendikbud, 2016). Jumlah tersebut tentu merupakan jumlah yang sangat
fantastis. Bayangkan apabila seluruh pemuda dalam jumlah tersebut memiliki
kualitas yang bagus, Indonesia pasti dapat mencopot predikat sebagai negara
berkembang. Sebagai negara dengan jumlah penganut agama Islam terbesar di
dunia, para pemuda muslim seharusnya juga dapat mengembalikan kejayaan Islam
yang sempat meredup.

Pemuda dalam Berbagai Sudut Pandang

Menurut Naafs & White (2012), pemuda sebagai generasi orang-orang


muda merupakan aktor kunci dalam sebagian besar proses perubahan baik dalam
bidang ekonomi maupun sosial. Sebagai contoh, di Indonesia ada dua tema penting
yang sering dikajian mengenai perubahan sosial, meliputi proses urbanisasi
(pergerakan spasial populasi) dan de-agrarianisasi (pergeseran sektoral dalam
pekerjaan). Banyak yang melupakan bahwa kedua pergeseran ini kebanyakan
dilakukan oleh pemuda. Jadi, pemuda memiliki peran sebagai promotor atau

1
penggerak perubahan. Dalam Islam, pemuda juga memiliki peran yang sama
sebagai agen perubahan, untuk membawa kembali kejayaan Islam.
Banyak peneliti Indonesia maupun peneliti asing yang sangat fokus pada
“defektologi kepemudaan”. Tentang apa yang salah dengan pemuda bangsa, apa
yang harus dilakukan untuk “membenahi” hal tersebut. Sebagai kontribusi untuk
kebijakan pemerintah (yaitu “tata kelola” kepemudaan yang lebih baik). Sebuah
kecenderungan yang belum diimbangi dengan eksplorasi kritis tentang tata kelola
pemuda sebagai sebuah dimensi “sikap kepemerintahan” (governmentality)
Indonesia kontemporer (Naafs & White, 2012).
Pemerintah sendiri masih kurang dalam memfasilitasi bakat para pemuda
Indonesia, padahal bakat dan kemampuan mereka dapat menjadi sumbangsih yang
berpengaruh bagi negara. Memang sudah banyak dana yang dikeluarkan
pemerintah untuk beasiswa para pemuda, namun fakta di lapangan menunjukkan
bahwa pemberian beasiswa tersebut masih belum tepat sasaran. Terkadang pemuda
yang dapat dikatakan berada bisa mendapatkan beasiswa sementara pemuda lain
yang benar-benar membutuhkan tidak mendapatkan kuota beasiswa. Peran
pemerintah dalam membuat kebijakan terkait pemuda masih terbilang kurang.
Belum lagi era globalisasi membawa banyak pemuda terjerumus dalam pergaulan
bebas yang membawa mereka pada pemakaian barang haram dan seks bebas yang
dilarang oleh agama Islam. Miris memang, tapi itulah kenyataan yang terjadi,
terlebih kebebasan dalam penggunaan teknologi informasi membuat para pemuda
dengan bebas mengakses konten yang berbau pornografi. Lalu apa saja dimensi
kepemudaan yang harusnya menjadi fokus pemuda saat ini?.
Lebih jauh lagi, Naafs & White (2012) menambahkan bahwa dimensi
kepemudaan meliputi: pemuda sebagai generasi (hubungan pemuda dengan orang
dewasa, pemuda dan perubahan sosial atau politik, serta pemuda dan negara);
kepemudaan sebagai identitas; pemuda sebagai pencipta dan konsumen budaya
(termasuk bahasa, gaya hidup, pemuda dan media baru, identitas dan praktik
agama); kepemudaan sebagai transisi (dari sekolah ke kerja, dari keadaan
bergantung ke otonomi, mobilitas pemuda, termasuk mengatasi atau merespons
“problem” transisi); serta pemuda dan “perilaku berisiko” (kesehatan, seksualitas,
narkoba, kriminalitas, kekerasan, problem “defektologi” pemuda). Naafs dan White

2
mencoba untuk mengelompokkan dimensi tersebut ke dalam tiga bagian utama,
tentang “pemuda sebagai generasi”, “kepemudaan sebagai transisi”, dan “pemuda
sebagai pencipta dan konsumen budaya”.
Makna kata “pemuda” sendiri memang dapat meliputi berbagai hal, akan
tetapi dalam Islam yang jelas pemuda memiliki peran untuk menyebarluaskan
ajaran agama Islam. Mungkin pada zaman sekarang tak banyak pemuda yang mau
merambah dunia dakwah, banyak yang berpikiran bahwa hal tersebut merupakan
ranah generasi yang lebih tua. Padahal generasi muda memiliki lebih banyak ide
kreatif untuk berdakwah dan membangun agama Islam. Seperti saat ini, pemuda
sebenarnya dapat berdakwah melalui internet atau akun media sosial mereka
masing-masing. Hal tersebut justru dapat dilakukan oleh setiap pemuda, yang
terpenting mereka benar-benar mencari tahu kebenaran perkara yang didakwahkan
bukan asal mem-posting tanpa mengetahui ilmunya.

Efek Dunia Maya pada Persatuan Islam

Pada era Milenial seperti saat ini, hampir seluruh remaja atau pemuda
Indonesia pasti sudah memiliki akun media sosial. Bukan hanya sekadar memiliki
saja, para pemuda bahkan dapat dikatakan sudah kecanduan media sosial yang
menghiasi gawai mereka. Menurut Pandie & Weismann (2016), media sosial
(Medsos) merupakan suatu bentuk dari kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi. Menggunakan medsos pula, berbagai macam informasi dapat
disebarluaskan dengan mudah dan cepat sehingga dapat memengaruhi cara
pandang, gaya hidup, serta budaya suatu bangsa. Namun, tidak dapat dipungkiri
bahwa pesan yang ditayangkan melalui media elektronik dapat mengarahkan
pendapat atau pandangan masyarakat, baik ke arah perilaku prososial maupun
antisosial. Menurut riset yang dilakukan situs jejaring sosial Yahoo, pengguna
internet paling banyak di Indonesia adalah remaja berusia 15-19 tahun dengan
kisaran sebesar 64%.
Data tersebut menunjukkan betapa besar antusiasme masyarakat Indonesia
terhadap perkembangan teknologi informasi. Akan tetapi, tetap ada hal yang harus
diwaspadai terkait penggunaan internet. Masyarakat Indonesia terutama para
pemuda harus dapat menyaring informasi yang didapat.

3
Usia pengguna internet paling banyak di Indonesia pada rentang 18-25
tahun, yaitu sebesar 49% serta tingkat pendidikan pengakses internet terbanyak
adalah tingkat SMA sederajat yaitu sebesar 64,7 %. Hasil data survei yang
dilakukan APJII menunjukkan bahwa ada tiga alasan utama orang Indonesia
menggunakan internet. Tiga alasan itu adalah untuk mengakses sarana sosial atau
komunikasi (72%), sumber informasi harian (65%), dan mengikuti perkembangan
jaman (51%) (Survei APJII 2014).

Persentase
87%

69%

60%

60%
JEJARING MENCARI INSTANT MENCARI
SOSIAL INFORMASI MESSAGING BERITA TERKINI

Grafik aplikasi penggunaan internet


Menurut hasil survei (APJII 2014), tiga alasan utama tersebut diaplikasikan melalui
empat kegiatan utama, yaitu menggunakan jejaring sosial, mencari informasi,
instant messaging, dan mencari berita terkini. Dapat dilihat dari grafik bahwa media
sosial sangat mendominasi pola penggunaan internet masyarakat Indonesia. Seperti
halnya teknologi informasi yang lain, media sosial juga memiliki sisi positif
maupun negatif.
Salah satu sisi negatif yang kerap terjadi di media sosial adalah
cyberbullying, sebuah kosakata yang menjadi viral di media sosial belakangan ini.
Menurut Pandie & Weismann (2016), Cyberbullying merupakan sebuah istilah
yang ditambahkan ke dalam kamus OED pada tahun 2010. Istilah ini merujuk pada
penggunaan teknologi informasi untuk menggertak orang dengan mengirim atau
mem-posting teks yang bersifat mengintimidasi atau mengancam. OED juga
menunjukkan penggunaan pertama dari istilah cyberbullying pertama kali di
Canberra pada tahun 1998, tetapi istilah ini sudah ada pada Artikel New Yorks Time

4
1995 di mana banyak sarjana dan seorang penulis Besley yang meluncurkan website
cyberbullying tahun 2013 dengan istilah coining. Cyberbullying adalah teknologi
internet yang digunakan untuk menyakiti orang lain secara sengaja dan dilakukan
berulang. Cyberbullying adalah bentuk intimidasi yang dilakukan untuk
melecehkan korban melalui perangkat teknologi.
Cyberbullying merupakan salah satu ancaman untuk persatuan dan kesatuan
baik bagi bangsa Indonesia maupun umat muslim. Berawal dari sebuah komentar
yang berkonotasi negatif, memancing pandangan masyarakat ke arah yang sama.
Hal tersebut menimbulkan banyak perdebatan dan berujung pada perpecahan. Islam
sendiri mengajarkan untuk tidak berkata buruk atau berkonotasi negatif. Rasulullah
selalu mengajarkan untuk berhati-hati dalam berbicara, bahkan saat bermain
medsos pun harusnya juga menggunakan adab yang baik. Abu Hurairah
menyatakan bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda, “Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia
diam.” (H.R. Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47). Imam An-
Nawawi menyebutkan dalam Syarah Arbain, bahwa Imam Syafi’i mengatakan,
“Jika seseorang hendak berbicara maka hendaklah berpikir terlebih dahulu. Jika ia
merasa bahwa ucapan tersebut tidak merugikan, silakan diucapkan. Jika dia merasa
ucapan tersebut ada mudharatnya atau ia ragu, maka hendaklah ia tahan (jangan
bicara)” (Mustajab, 2014).
Pada era digital saat ini, media sosial sangat memengaruhi pemikiran
masyarakat, yang tentunya juga dapat menyulut perpecahan antar umat beragama
maupun perpecahan dalam umat Islam. Apalagi mengingat bahwa Islam di
Indonesia memiliki banyak pandangan yang berbeda antara satu golongan dengan
golongan yang lain. Apabila umat Islam gampang terpengaruh oleh opini
berkonotasi negatif di media sosial, maka Islam akan sangat rentan terhadap
perpecahan. Padahal kita sebagai sesama umat Islam adalah saudara yang tak
seharusnya saling menghujat satu sama lain hanya karena beberapa pandangan yang
berbeda, maka dari itu diperlukan adab yang baik ketika menggunakan medsos.
Memang benar bahwa akidah dan ibadah tidak dapat ditoleransi, akan tetapi sebagai
sesama muslim harusnya kita dapat lebih memahami perbedaan sudut pandang
yang ada di setiap golongan. Terutama sebagai pemuda yang akan menjadi tonggak

5
penerus ajaran agama Islam, dengan bersikap lebih bijak lagi di dunia nyata maupun
di dunia maya.

Strategi Menjaga Kesatuan Umat Islam

Indonesia adalah negara dengan segudang keberagaman yang


membutuhkan toleransi tinggi untuk menjaga persatuan dan kesatuan di dalamnya.
Terlebih umat Islam di Indonesia memiliki perbedaan suku, bahasa, budaya, dan
memiliki berbagai sudut pandang yang berbeda terkait pelaksanaan syari’at agama.
Maka dari itu, sangat penting untuk menjaga keutuhan umat Islam yang sangat
rentan terhadap perpecahan. Sebagai bangsa dan umat muslim, perlu ada langkah
konkret untuk merekatkan kembali persatuan dan kesatuan umat untuk kejayaan
bangsa dan umat Islam.
Menurut Sari (2017), ada beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan
untuk mejaga persatuan di era modern saat ini. Hal yang pertama adalah dengan
menjadi netizen cerdas. Menjadi netizen cerdas berarti dapat bersikap bijak dan
selektif saat mem-posting atau berbagi informasi melalui media sosial.
Menghindari perbincangan atau topik yang menyulut isu SARA dan membuat
konten positif dapat meminimalisasi konflik dan perpecahan. Perkara yang pertama
ini berlaku untuk semua golongan, terutama umat Islam agar menghindari konflik
antar golongan yang dapat memicu runtuhnya persatuan dan kesatuan umat Islam.
Kedua, mengawal jalannya pembangunan negeri. Pemerataan ini penting
untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah. Mengapresiasi kinerja pemerintah
dan kebijakan publik yang berdampak positif bagi masyarakat, menyampaikan
kritik dan saran secara santun merupakan salah satu cara mengawal jalannya
pembangunan Indonesia. Ketiga, menghargai perbedaan yang ada. Perlu disadari
bahwa negeri ini memiliki jumlah penduduk lebih dari 240 juta jiwa. Interaksi sosial
di dunia maya maupun nyata memungkinkan terjadinya gesekan. Beberapa sikap
yang harus diperhatikan untuk menghindari gesekan dan konflik sosial yakni
toleransi, fleksibel, dan pandai menempatkan diri dalam segala situasi. Keempat,
Gemakan literasi keberagaman lewat berbagai cara. Kelima, menjelajah dan
berinteraksi dengan orang, hal baru dapat membuat pikiran terbuka. Dengan
menikmati keindahan alam dan keberagaman yang ada di berbagai pelosok

6
Indonesia, kita dapat turut berkontribusi terhadap geliat pariwisata dan ekonomi
(Sari, 2017).
Rasa toleransi yang tinggi amatlah penting untuk menjaga kesatuan dan
persatuan umat Islam. Tidak mudah memang mengingat ada banyak golongan
dalam agam Islam di Indonesia yang dapat menimbulkan gesekan satu sama lain.
Tetapi, satu hal yang harus diingat adalah bagaimanapun kita adalah satu, yaitu
umat Islam. Para pemuda muslim pun harusnya juga bersatu untuk membangun
Islam dan mengembalikan kejayaan Islam yang sempat tertidur selama puluhan
tahun silam.

Penutup

Persatuan Islam merupakan tujuan syari’at yang diutamakan dalam Islam.


Rasulullah senantiasa mengajarkan umat Islam untuk bersatu, karena pada
hakikatnya kita semua adalah saudara seiman. Sebagaimana firman Allah SWT.
dalam Surah Ali Imran ayat 103, yang berbunyi demikian:

Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara;
dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari
padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk.
Menurut Pratisti (2017), ada lima hal yang dapat dilakukan untuk menjaga
persatuan dan kesatuan umat Islam, yaitu:

7
1. Menyamakan visi keimanan yaitu hanya menghambakan diri kepada Allah
SWT.
2. Menghindari perselisihan dan perbedaan pendapat yang mengarah pada
perpecahan
3. Jika terjadi perbedaan pendapat di antara orang beriman, maka Allah SWT.
menuntun umat Islam untuk mengembalikan perkara tersebut pada Allah SWT.
dan Rasul-Nya
4. Menyadari bahwa menjaga persatuan dan kesatuan itu wajib
5. Menghormati perbedaan yang muncul
Allah menciptakan makhluknya berbeda antara satu dengan yang lain,
sehingga adanya perbedaan merupakan hal yang mutlak baik antar individu maupun
antar golongan. Semua itu tergantung bagaimana kita menyikapi sebagai umat
Islam. Rasa toleransi yang besar diperlukan untuk persatuan dan kesatuan umat
Islam, baik ketika berinteraksi secara langsung maupun melalui media sosial di
dunia maya. Sebagai generasi muda, kita harus dapat bijak dan menggunakan adab
yang baik dalam menggunakan media sosial untuk menyebarkan kebaikan di dunia
maya. Bukan memaparkan ujaran kebencian yang dapat merusak persatuan umat
Islam.
Pada hakikatnya media sosial memang memliki dua sisi yang saling
bertolak belakang. Sebagai generasi penerus, pemuda dapat mengambil manfaat
medsos sebagai sarana untuk menyebarkan kebaikan dan ajaran Islam serta
menghindari ujaran kebencian terhadap pihak lain. Karena komentar yang
berkonotasi negatif di medsos hanya merugikan pihak yang ter-bully dan sekali lagi
dapat menimbulkan perpecahan. Sesama pemuda muslim kita harus bersatu untuk
membangun Islam, dan bukan terpecah belah karena suatu ungkapan negatif dari
oknum yang kurang bertanggung jawab.

8
Daftar Pustaka

Al-Atsari , Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi. 2010. Persatuan dalam Islam.
(Online), (https://almanhaj.or.id/2651-persatuan-dalam-islam.html), diakses
15 Januari 2019.
APJII. 2014. Profil Pengguna Internet Indonesia 2014. Jakarta: Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.
Mustajab, Athirah. 2014. Bicara Baik atau Diam. (Online),
(https://muslimah.or.id/5118-bicara-baik-atau-diam.html), diakses tanggal
15 Januari 2019.
Naafs, Suzanne dan White, Ben. 2012. Generasi Antara: Refleksi tentang Studi
Pemuda Indonesia. Jurnal Studi Pemuda. 1(2): 90, 92-93.
Pandie, Mira Marleni dan Weismann, Ivan Th. J. 2016. Pengaruh Cyberbullying di
Media Sosial Terhadap Perilaku Reaktif Sebagai Pelaku Maupun Sebagai
Korban Cyberbullying pada Siswa Kristen SMP Nasional Makassar.
JURNAL JAFFRAY. 14(1): 44-45.
Pengelola Web Kemendikbud. 2016. Pemuda Indonesia Menatap Dunia. (Online),
(https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/10/pemuda-indonesia-
menatap-dunia), diakses tanggal 15 Januari 2019.
Pratisti, Pramestiyana Ratih. 2017. Pentingnya Menjaga Persatuan dan Kesatuan
Umat Islam. (Online), (http://griyaquran.org/khazanah/pentingnya-menjaga-
persatuan-dan-kesatuan-umat-islam), diakses 17 Januari 2019.
Sari, Arinta Setia. 2017. Refleksi #HUTRI72: Meruwat Bhineka, Merawat
Indonesia. (Online), (https://geotimes.co.id/submission/hutri72/refleksi-
hutri72-meruwat-bhinneka-merawat-indonesia/) diakses tanggal 15 Januari
2019

Anda mungkin juga menyukai