Anda di halaman 1dari 2

PKPT IPNU IPPNU UNTUK NUSANTARA

Oleh : Dina Madaniah

Bismillahirrahmanirrahim

Syubbanul Yaum Rijalul Ghod, begitu istilah yang sering didengungkan untuk
memotivasi kaum muda untuk terus belajar dan berjuang. Pemuda sebagai subset
dari masyarakat, salah satunya memiliki peranan sebagai agent of change dan
agent of control. Artinya pemuda harus siap menjadi andalan bangsa dalam
mengejar keterbelakangan dan mengawal perubahan menuju Indonesia yang lebih
baik lagi.

Dalam tataran istitusi, setiap kelompok ketika didirikan memiliki visi dan misi
yang ideal, bahkan dilandasi dengan ideologi yang disepakati bersama. Visi misi
tersebut kemudian diterjemahkan berdasarkan kebutuhan dan kemanfaatan baik
bagi kelompok, pelaku dalam kelompok hingga kemanfaatan yang lebih luas bagi
publik, agama, bangsa dan negara.

IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) dan IPPNU (Ikatan Pelajar Putri
Nahdlatul Ulama) sebagai organisasi kemasyarakatan Pemuda yang bergerak di
bidang keagamaan, keterpelajaran, pengkaderan serta kebangsaan harus turut serta
mengambil peranannya sesuai kapasitas dan segmentasinya. Dalam segmentasi
keanggotannya IPNU IPPNU terbagi dalam 3 segmen, yakni pelajar, santri dan
mahasiswa.

Mahasiswa terhimpun dalam PKPT IPNU IPPNU. Dalam sejarahnya PKPT


diawali dari kemunculan Departemen Perguruan Tinggi yang diamini ketika
Muktammar ke 3 di cirebon tahun 1958. PKPT merupakan satu dari sekian ikhtiar
bersama dalam menghimpun mahasiswa-mahasiswa NU dan menjaga tradisi ke NU
an di kalangan mahasiswa.

Mempersiapkan kader–kader intelektual sebagai penerus perjuangan bangsa


merupakan salah satu misi IPPNU yang harus ditransformasikan ke dalam berbagai
bentuk kegiatan sehingga mampu mengantarkan anggotanya, khususnya
mahasiswa pada tataran insan intelektual yang berkarakter. Dalam era desruptif ini,
mahasiswa tidak hanya dihadapkan pada persoalan pertarungan prestasi tetapi juga
pertarungan ideologi.
Pertama, dalam pengembangan sumber daya anggota, PKPT perlu
memperhatikan pola pengembangan mahasiswa yang merujuk pada kecerdasan
sprirutual, emosional, intelektual, sosial dan kinestetik. Pengembanan kecerdasan
tersebut akan lebih menarik jika branding dan packagingnya melibatkan dunia
digital. Millenials yang notabenenya generasi Y dan generasi Z ini memiliki ciri-ciri 2
diantaranya yakni, mencintai kebebasan dan dekat dengan digital dan teknologi
informasi.

Dalam sisi digital, Elizabeth (kumparan.com : 2017) mengatakan, "Mereka ini


lebih memilih berkomunikasi melalui dunia maya dan media sosial dibanding
menghabiskan waktu bertatap muka dengan orang lain. Sisi positifnya, mereka ini
menjadi bagian dari komunitas berskala besar dalam sebuah jaringan media dan
teknologi tanpa mengenal satu sama lain melalui internet. Namun, sisi negatifnya
mereka memiliki kemampuan komunikasi publik yang cukup rendah."

Kedua, saat ini pertarungan Ideologi tak lagi melulu melalui debat tatap muka,
buku menjawab buku, tetapi sudah pada celotehan-celotehan dan cuitan-cuitan
sosial media yang sepersekian detik bisa merubah pemikiran dan sudut pandang
seseorang. Narasi-narasi kekerasan jika tidak dilawan akan mengubah ideologi
dasar menjadi ideologi abang ijo kuning. Dua hal ini merupakan cikal bakal lahirnya
ekstrimisme dan radikalisme.

Generasi millenial cenderung berpikir secara kritis, logis dan tampak nyata.
Jika kritis tidak dibarengi dengan pemahaman dasar yang benar dan universal,
maka analitis logis akan berbalik kepada intoleran dan bermuara pada ekstrimisme.
Oleh karenanya PKPT adalah solusi solutif pemangkas pemikiran analitis logis
ekstremisme untuk mengembangkan dan melestarikan Aswaja an Nadhliyah atau
Islam Nusantara yang menjunjung tinggi toleransi dan kehidupan yang berkeadaban

Jika ada istilah, "Mahasiswa takut dosen, dosen takut menteri, menteri takut
presiden dan presiden takut pada mahasiswa", artinya mahasiswa bukan makhluk
dengan peran yang biasa-biasa saja.

Wallahu a'lam Bi Showab

Anda mungkin juga menyukai