PENDAHULUAN
Eropa karena terkenal subur akan jenis tanaman apapun termasuk rempah-
rempah. 2
yang lengkap antara pejabat di daerah dengan pusat di Batavia dalam sistem
1
Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) merupakan serikat kongsi
dagang milik Belanda di Asia Timur yang didirikan pada 20 Maret 1602.
Kerjasama antar kongsi ini dianggap perlu untuk menentang bersama-sama
kekuasaan Spanyol-Portugis, lihat Dr. D. H. Burger dalam Sedjarah Ekonomis
Sosiologis Indonesia Jilid Pertama. Djakarta: Pradnjaparamita, 1962, hlm. 51.
2
Capt. R. P. Suyono, Seks dan Kekerasan pada Zaman Kolonial:
Penelusuran Kepustakaan Sejarah. Jakarta: Grasindo, 2005, hlm. 1.
3
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah
Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2009, hlm. 30.
1
2
dipilih Pieter Both 6 sebagai rendez-vous atas perintah dari De Heeren XVII.
Belanda di Nusantara selama 350 tahun, dan karena itu menjadi tungku masak
pegawai pun banyak didatangkan dari negeri Belanda untuk bekerja di tanah
kolonial Belanda ini. Tidak hanya orang luar yang berkepentingan sebagai
4
Reggie Baay, Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda, Jakarta:
Komunitas Bambu. 2010, hlm. 1.
5
Rendez-vous adalah sebutan untuk pangkalan tetap bagi kapal-kapal
dagang VOC.
6
Gubernur Jenderal VOC yang pertama, diangkat pada 27 November
1609. De Heeren XVII-lah yang menyuruh Pieter Both menjadikan Jayakarta
sebagai tempat rendez-vous itu, lihat Parakitri T. Simbolon dalam Menjadi
Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006, hlm. 36.
7
Parakitri T. Simbolon, Menjadi Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2006, hlm. 36.
3
penduduk lain dari luar Nusantara yang dibawa masuk adalah serdadu sewaan
asal Jepang dan budak-budak. 8 Sejak para pegawai laki-laki VOC banyak
Belanda.
tangga orang kolonial tetapi juga tidur dengannya dan pada banyak kasus
menjadi ibu dari anak-anaknya. 9 Sebutan nyai adalah bagi mereka perempuan-
Belanda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, gundik berarti istri tidak
resmi, perempuan piaraan, bini gelap, sedangkan nyai berarti panggilan untuk
perempuan yang belum atau sudah kawin, panggilan untuk orang perempuan
yang usianya lebih tua daripada orang yang memanggil, atau juga beraryi
gundik orang asing (terutama orang Eropa). Kata Nyai sendiri didapat dari
bahasa Bali, bahasa Sunda, dan bahasa Jawa dengan pengertian perempuan
menagere, dan meid. Di tanah Melayu, istilah gundik atau munci umum
8
Ibid., hlm. 42.
9
Reggie Baay, loc.cit.
10
Tineke Hellwig, Citra Kaum Perempuan di Hindia Belanda, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. 2007, hlm. 36.
4
selanjutnya sebutan tersebut juga digunakan bagi gundik dari kelompok lain,
misalnya bangsa Cina. Sebutan nyai dan gundik memunculkan istilah kata
Seorang nyai dapat disuruh pergi kapan pun sang lelaki menginginkannya,
meskipun hubungan itu telah menghasilkan seorang anak. Pada masa VOC,
hubungan seksual sesaat, yang kurang lebih dilakukan dengan siapa saja
Sedangkan dalam pernyaian, terdapat rentang waktu yang cukup lama antara
si perempuan dengan lelaki dalam hal pemuas kebutuhan biologis bagi sang
11
Ibid.
12
Thanh dan Dam Truong, Seks, Uang dan Kekuasaan: Pariwisata dan
Pelacuran di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES, 1992, hlm. 15.
5
lelaki. Ada interaksi yang cukup intensif antara keduanya, bahkan hampir
seperti selayaknya suami istri. Tak jarang ditemui pasangan laki-laki Eropa
mencintai.
yang berbeda, baik itu dalam pengambilan seorang nyai atau perlakuan
dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.
warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini.
Budaya bangsa Eropa yang datang ke Hindia Belanda inilah yang djadikan
6
mata uang yang beredar, bahasa, bangunan, budaya, serta gaya hidup.
Modernisasi ini terjadi melalui proses perubahan yang tidak mudah, dengan
Saat ini, sosok nyai tidak begitu diketahui oleh masyarakat Indonesia
pernyaian ini sama dengan pelacuran. Pelacuran ini hingga sekarang masih
praktik kumpul kebo 13 yang dianggap sebagai perbuatan zina oleh sebagian
peranan nyai tersebut dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia hingga kini.
yang saat ini menjadi idola publik dan menjadi lahan yang menguntungkan di
dalam dunia hiburan, tidak banyak orang tahu bahwa seorang nyai ini
jajahan. Beberapa budaya yang kini diklaim sebagai budaya asli Indonesia pun
kompeni.
Batasan temporal skripsi ini adalah antara tahun 1870 hingga 1942,
dimana pada tahun 1870 modernisasi mulai dirasakan oleh rakyat Jawa. Hal
13
Kumpul kebo merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat
Indonesia dalam menyebut pasangan laki-laki dan perempuan yang hidup bersama
selayaknya suami istri, tetapi tidak ada ikatan pernikahan yang sah secara hukum
maupun agama.
8
mengenal tulisan. Dampak dari politik balas budi ini ternyata bukan hanya
dirasakan oleh kalangan elite saja, justru seorang nyai yang dipandang sebelah
Hindia dalam skala besar. 17 Pada masa ini banyak terjadi kebimbangan para
14
Politik ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Agraria
pada masa liberal yang isinya antara lain diperbolehkan menyewakan tanah oleh
orang-orang Indonesia kepada orang-orang bukan Indonesia, lihat Dr. D. H.
Burger dalam Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia Jilid Pertama. Jakarta:
Negara Pradnjaparamita, 1962, hlm. 220-221.
15
Politik Ethis dicetuskan oleh salah seorang kaum ethis bernama Van
Deventer. Politik ini menggunakan tiga sila sebagai slogannya, yaitu Irigasi,
Edukasi, dan Emigrasi, lihat Sartono Kartodirdjo dalam Pengantar Sejarah
Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai
Nasionalisme Jilid 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999, hlm. 30-32.
16
Linda Christanty, Nyai dan Masyarakat Kolonial Hindia Belanda,
Prisma No. 10, 1994, hlm. 34.
17
Elsbeth Locher-Scholen, dalam Linda Christanty, Nyai dan
Masyarakat Kolonial Hindia Belanda, Prisma No. 10, 1994, hlm. 35.
9
tidak diterima.
B. Rumusan Masalah
rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
sejarah.
yang berkualitas.
2. Tujuan Khusus
10
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pembaca
2. Bagi Penulis
1870-1942.
yang objektif.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah telaah terhadap pustaka atau literatur yang menjadi
wanita Eropa di Hindia Belanda yang tidak sesuai, dimana laki-laki Eropa
rakyat pribumi masih menjadi hal tabu bagi pihak Belanda maupun pihak
pribumi sendiri. Sebut saja J. P. Coen, salah satu Gubernur Jenderal VOC
18
Jurusan Pendidikan Sejarah, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Skripsi.
Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri
Yogyakarta, 2006, hlm. 3.
12
literatur antara lain, buku karya Reggie Baay berjudul Nyai dan Pergundikan
digunakan oleh penulis untuk penulisan karya ilmiah. Buku setebal 297
inilah yang kemudian menjadi ibu dari orang-orang Mestizo 19. Penulis buku
belum mempunyai istri, dalam penantiannya terhadap calon istri Eropa yang
Dalam banyak kasus, mereka tidak hanya mengurusi rumah tangga orang
kolonial tetapi juga tidur dengannya, bahkan menjadi ibu dari anak-anaknya.
19
Sebutan bagi anak dari perkawinan campuran antara orang Eropa
dengan pribumi, biasa disebut juga Indo-Eropa atau Eurasia.
13
pergundikan itu sempat ditolak dan diberantas keras oleh beberapa Gubernur
Jenderal Hindia Belanda. Sebut saja Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-4,
atau lebih gundik di rumah, tempat tinggal atau tempat lain, dengan
penjagaan apapun yang terjadi. Larangan ini mulai berlaku pada 11 Desember
kolonial.
waktu itu, sehingga penulis dapat membandingkan antara fakta dengan kisah
khususnya nyai.
Semakin lama pernyaian menjadi hal yang biasa ditemui di tanah jajahan.
Orang Eropa mempunyai seorang nyai yang diambil dari kalangan pribumi
20
Reggie Baay, op. cit., hlm. 2.
14
Masa Kolonial karya John Ingleson. Buku ini lebih banyak memaparkan
pribumi, terdapat proporsi yang tinggi untuk jumlah laki-laki Eropa yang
21
John Ingleson, Perkotaan, Masalah Sosial dan Perburuhan di Jawa
Masa Kolonial. Jakarta: Komunitas Bambu, 2004, hlm. 214.
15
tangsi-tangsi militer.
Keberadaan nyai bukan tidak ada artinya sama sekali bagi pihak kolonial
Belanda atau pun dari pihak bangsa Indonesia. Keberadaan seorang wanita
yang hidup bersama lelaki Eropa menjadi salah satu perjalananan sejarah
bangsa hingga terbentuk satu bangsa Indonesia dengan ciri khas budayanya.
Nyai dimanfaatkan lelaki Eropa untuk bisa bertahan hidup di negara tropis,
panas dari negara asalnya, sampai cara berinteraksi dengan rakyat pribumi.
Interaksi yang intensif dengan tuan Eropanya menjadi awal kemajuan bagi
tuan Eropanya. Akhirnya, ada satu ciri khas tersendiri dari sang nyai yang
membuatnya mudah dikenali sebagai seorang nyai, baik dari gaya berbusana,
penulis dapatkan dari beberapa buku, antara lain buku terjemahan yang
1942 oleh Dr. Frances Gouda. Pada bagian awal buku ini lebih menekankan
pribumi. Begitulah yang terjadi pada masa kecil sang penulis, terkadang sang
ibu mengucap kata-kata yang tidak ia pahami. Barulah ketika dewasa ia tahu
bahwa itu bahasa yang dibawa dari Hindia Belanda. Orang-orang Eropa itu
tak pernah sedikitpun mau mengakui budaya Eropa mereka yang telah
harinya.
detail dipaparkan dalam Bab 5, yaitu Jender, Ras, dan Seksualitas. Bab pada
halaman 276-343 ini tidak hanya memaparkan kisah para gundik orang Eropa
saja, tapi juga kehidupan wanita-wanita Eropa di Hindia Belanda yang hidup
pribumi, namun kedekatan fisik dengan para pelayan membuat mereka takut
tidak dapat dipercaya atau kotor, bahkan terkadang keras kepala dan tidak
17
dapat diatur di rumah mereka sendiri. Tidak hanya di buku panduan domestik,
seperti novel.
Hal terbalik justru terjadi ketika seorang perempuan pribumi dinikahi atau
latar belakang yang kaya, dapat mengalah dari seorang mantan gadis pasar
yang diam-diam ia hina dengan sebutan murahan dan vulgar, hanya karena
suami gadis itu dapat lebih cepat naik jabatan di perkebunan karet.
merupakan hal yang dianggap biasa dan normal. Tidak hanya ras kulit putih
dan kulit berwarna yang bersatu, budaya kedua ras tersebut juga saling silang.
22
Frances Gouda, Dutch Culture Overseas: Praktik Kolonial di Hindia
Belanda. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 1995, hlm. 291.
18
Jadi dapat dijelaskan bahwa penyatuan antara dua ras dalam hubungan
yakni percampuran antar dua gen yang berbeda, tetapi juga berakibat pada
Persekutuan aneh yang dimaksud dalam buku ini adalah telah terjadi apa yang
Belanda dengan Cina di Batavia. Hubungan itu baik bersifat pribadi atau
golongan. Persekutuan aneh ini menjadi pertanda, tidak sedikit dari para
buku ini lebih menekankan pada perempuan etnis Cina, bukan perempuan
merdeka di Batavia.
namun semua perempuan baik itu dari kalangan pribumi, atau bukan (semisal
etnis Cina, Jepang, atau Filipina). Tuan-tuan yang mengambil seorang nyai
19
untuk melayaninya juga tidak hanya di kalangan tuan Eropa saja, tetapi juga
dalam buku karya Djoko Soekiman yang berjudul Kebudayaan Indis: Dari
Zaman Kompeni sampai Revolusi. Tidak hanya tentang seni bangunan saja, di
baik orang Belanda totok 23, orang keturunan Belanda yang lahir di Hindia
universal, yaitu: (1) Bahasa, (2) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia,
23
Totok digunakan untuk orang Belanda atau orang Eropa asli.
20
(3) Mata pencaharian hidup dan system ekonomi, (4) system kemasyarakatan,
sejarah sebagai suatu karya ilmiah perlu didukung oleh historiografi yang
sejarah tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Secara terminologi,
kajian historis yang mendahului sebuah penelitian dengan tema atau topik
karya lain yang telah ada sebelumnya. Historiografi yang relevan dapat berupa
24
Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis: Dari Zaman Kompeni sampai
Revolusi. Jakarta: Komunitas Bambu, 2011, hlm. 20.
25
Ankersmith, Refleksi tentang Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1984, hlm. 268.
26
Helius Sjamsudin dan Ismaun, Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta:
Depdikbud, 1996, hlm. 16.
21
antara lain:
sosial yang dihadirkan para nyai dalam keluarga Eropa atau Tionghoa. Sejak
awal kemunculan nyai di Batavia pada masa VOC, nyai telah memberikan
migrasi yang didominasi oleh laki-laki semakin besar ke Hindia Belanda pada
masa liberalisme yang tidak diikuti oleh para imigrasi perempuan berdampak
Tionghoa nyai memiliki kisah suka dan duka, kekerasan diterima apabila nyai
tidak melayani tuannya dengan baik. Kekerasan yang diterima oleh nyai pada
suatu waktu tidak direspon dengan biasa saja, namun terkadang terdapat
memiliki posisi yang rawan, tidak hanya direndahkan dalam status rasnya
tetapi juga dari gendernya. Seorang nyai sewaktu-waktu dapat diusir keluar
Perbedaan skripsi yang akan penulis susun dengan skripsi di atas adalah
penulis mencoba menulis eksistensi seorang nyai di suatu wilayah yang lebih
luas, yaitu di Jawa. Penulis juga akan memaparkan peranan nyai dalam
22
seorang nyai ini telah terbukti dalam berbagai wujud modernisasi khas
seorang nyai pada waktu itu. Wujud modernisasi inilah yang akan dibahas
Karet Sumatra Timur 1900-1940. Tesis yang terdiri dari 4 bab ini bertujuan
seorang perempuan sebagai tenaga buruh dalam proses produksi. Pada bab 4
ekonomi, akan tetapi juga kondisi sosial budaya para buruh perempuan
berasal dari luar Hindia Belanda maupun dari Jawa. Tidak hanya buruh
perempuan lajang yang diambil sebagai gundik, namun tidak jarang buruh
perempuan yang sudah mempunyai suami pun diambil para pegawai Eropa di
mendapat toleransi dari masyarakat kulit putih, sedangkan para buruh pribumi
Perbedaan skripsi yang akan penulis susun dengan tesis di atas adalah
orang kolonial kepada orang pribumi. Penulis memasuki ranah sosial budaya
saja, dimana pernyaian yang awalnya merupakan hal yang masih tabu dan
Jawa dalam hal status sosial mereka yang naik mengingat pada saat itu
perempuan Jawa hanya dipandang sebelah mata oleh laki-laki apalagi yang
hanya rakyat pribumi biasa atau bahkan berasal dari seorang budak.
harus rela dipingit pada usia 12 tahun. Pada masa yang sama para nyai justru
bisa banyak belajar dari tuan Eropanya mengenai berbagai hal, baik itu
kolonial, lebih khususnya ialah terhadap Sarina 27. Tulisan ini bertujuan untuk
27
Sarina merupakan sebutan bagi para pelayan perempuan yang berada di
dalam tangsi untuk mengurusi keperluan hidup tentara kolonial, dan sering
disebut sebagai pasangan mereka.
24
bagi para perempuan agar memiliki kekuatan lebih sehingga tidak lagi
menjadi korban budaya patriarki. Sarina ini merupakan salah satu wajah
Eropa dan Afrika atas pemberian izin kepada tentara kolonial pribumi untuk
kemudian mengikuti jejak yang sama yaitu membawa teman kencan mereka
masuk ke dalam tangsi. Tangsi militer pun menjadi tempat yang penuh dengan
seorang nyai untuk para tentara kolonial tetap melewati berbagai persyaratan
yang diberlakukan oleh pemerintah militer, namun pada akhirnya tidak ada
jaminan kehidupan yang lebih baik di masa depan mereka. Sarina tidak dapat
asalnya.
memfokuskan pada realitas kehidupan dari sang nyai yang menyakitkan dan,
penulis susun memfokuskan pada hasil daripada perjuangan hidup sang nyai.
mengungkapkan sisi lain dari kisah nyai yang ada di Jawa yaitu peranannya
menjadi salah satu ciri khas budaya dari Indonesia. Penulis juga tidak hanya
G. Metode Penelitian
Pemilihan tema adalah langkah pertama, tema yang dipilih dapat dipilih
sesuai dengan ketertarikan atau penguasaan tema. Tema apa yang paling
28
Nugroho Notosusanto, Norma-Norma dan Penulisan Sejarah. Jakarta:
Departemen Pertahanan dan Keamanan, 1971, hlm. 17.
26
meliputi sumber primer dan sekunder. Sumber primer yang penulis gunakan
meliputi buku-buku yang relevan, disertasi, tesis, skripsi, jurnal, atau majalah.
terdiri dari kritik intern dan kritik ekstern. Kritik ekstern dilakukan dengan
mengkaji sumber dari segi luarnya, yaitu usaha meneliti semua sumber yang
kritik ekstern bertujuan untuk meneliti keaslian sumber (kritik ekstern) maka
pembuatannya.
yang lain dapat berkaitan. Tahap ini juga menggunakan pendekatan dari
29
Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer.
Jakarta: Departemen Pertahanan dan Keamanan, 1978, hlm. 36.
27
H. Pendekatan Penelitian
artinya menyangkut segala aspek kehidupan manusia, oleh sebab itu dalam
30
Ibid.
31
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi
Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993, hlm. 87.
32
Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali,
1987, hlm. 464.
28
tanah Hindia Belanda. Jadi, suatu gejala sosial sangatlah wajar dan relevan
sejarah daerah manusia itu, lingkungan hidup, cara kehidupan keluarga, pola
antropologi mencakup juga ilmu kebudayaan yang mencakup cara berfikir dan
cara belaku yang menjadi ciri khas suatu bangsa atau masyarakat tertentu. Arti
analisa terkait gaya hidup para nyai, wujud-wujud modernisasi nyai, serta
setiap hari.
33
Sartono Kartodirdjo, op.cit., hlm. 144.
34
Ihromi, T.O., Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2006, hlm. 3.
35
Ibid.
29
nyai secara utuh. Bagaimana kehidupan seorang nyai yang awalnya dipaksa
begitu mudahnya dibuang secara sepihak oleh tuan-nya, tekanan seorang nyai
kehidupan nyai dengan anak-anak hasil hubungan dia dengan tuan Eropanya.
Seorang nyai tidak berhak atas anak-anaknya sehingga begitu mudah untuk
politik dalam skripsi ini digunakan untuk mengetahui bahwa praktik pernyaian
hubungan dua ras yang berbeda itu dijadikan alat untuk menjunjung jabatan
36
Ibid., hlm. 4.
30
I. Sistematika Penulisan
penelitian ini terdiri lima bab dengan garis besarnya sebagai berikut :
penulisan.
Eropa ke Hindia Belanda yang menjadi awal mula pernyaian di daerah koloni,
latar belakang timbulnya praktik pernyaian, dan sebutan nyai bagi para
Hindia Belanda.
pernyaian dalam tangsi-tangsi militer. Pada bab ini juga akan diulas
di Jawa pada tahun 1870-1942. Peranan nyai sebagai mediator budaya Jawa
dan Eropa yang terjadi di berbagai bidang, antara lain dalam bidang kebiasaan
31
makan, bahasa, gaya hidup, gaya berbusana, maupun gaya asuhan terhadap
anak-anaknya.