BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas ujian dalam Kepaniteraan
Klinis Psikiatri Program Pendidikan Profesi Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan bisa menjadi sumber informasi bagi mahasiswa
untuk menambah wawasan tentang gangguan waham, dan juga bisa dimanfaatkan
sebagai bahan referensi bagi siapapun atau institusi lain dalam bidang hal
pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1.2. Epidemiologi
Prevalensi gangguan waham di Amerika Serikat akhir-akhir ini diperkirakan
0,025- 0,03%. Oleh karena itu gangguan waham lebih jarang daripada skizofrenia,
yang mempunyai prevalensi 1 persen, dan gangguan mood adalah 1-3 kasus baru
per 100.000 orang. Berdasarkan DSM-VI-TR, gangguan waham menyebabkan
hanya 1-2% dari semua pasien yang datang ke fasilitas kesehatan mental rawat
inap. Usia rata-rata adalah sekitar 40 ahun, tetapi kisaran awitan dimulai dari 18-
90an. Terdapat sedikit kecenderungan bahwa perempuan lebih sering terkena.
Laki-laki lebih mungkin mengalami waham paranoid daripada perempuan, yang
lebih mungkin mengalami waham erotomania.1.9
Awitan gangguan berkisar dari remaja sampai orang dewasa (18-80 tahun),
tetapi sebagian besar kasus terdiagnosis pada usia pertengahan (40-45 tahun).1.9
Penyebab gangguan waham tidak dikethui. Pasien yang saat ini digolongkan
mengalami gangguan waham mungkin mengalami sekelompok keadaan heterogen
dengan waham sebgai gejala yang menonjol.1.
Faktor Biologis
Substansi dan keadaan medis nonpskiatri dalam kisaran luas termasuk faktor
biologis yang nyata dapat menyebabkan waham, tetapi tidak setiap penderita
tumor otak, misalnya mempunyai waham. Faktor yang unik dan masih belum
dipahami dalam otak dan kepribadian pasien mungkin relevan dengan
patofisiologi spesifik gangguan waham.1.
Keadaan neurologis yang paling sering disertai waham adalah keadaan
yang mengenai sistem limbik dan ganglia basalis. Pasien yang wahamnya
disebabkan penyakit neurologis dan yang tidak memperlihatkan gangguan
intelektual cenderung mengalami waham kompleks yang serupa dengan penderita
gangguan waham. Sebaliknya, penderita gangguan neurologis dengan gangguan
intelektual sering mengalami waham sederhana tidak seperti waham pada pasien
dengan gangguan waham. Oleh karena itu, gangguan waham dapat melibatkan
sistem limbik atau ganglia basalis pada pasien yang mempunyai fungsi korteks
serebri intak.1.
Gangguan waham dapat timbul sebagai respons normal terhadap
pengalaman abnormal pada lingkungannya, system saraf tepi atau system saraf
pusat. Oleh karena itu, jika pasien mengalami pengalaman sensorik salah yaitu
merasa diikuti (misalnya mendengar langkah kaki), pasien percaya bahwa mereka
sebenarnya diikuti). Hipotesis tersebut bergantung adanya pengalaman seperti
halusinasi perlu dijelaskan. Adanya pengalaman halusinasi tersebut pada
gangguan waham tidak terbukti.1.
Faktor Psikodinamik
Praktisi mempunyai impresi klinis kuat terhadap banyak pasien dengan gangguan
waham yang secara sosial terisolasi dan mencapai tingkat pencapaian kurang
diharapkan. Teori psikodinamik spesifik mengenai penyebab dan evolusi gejala
waham melibatkan anggapan mengenai orang hipersensitif dan mekanisme ego
spesifik : pembentukn reaksi, proyeksi dan penyangkalan.1.
4
D. Jika episode manik depressive atau besar telah terjadi, ini telah relatif singkat
untuk durasi periode delusi.
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat secara langsung
atau kondisi medis lain dan tidak dapat dijelaskan dengan gangguan mental
lain, seperti sebagai gangguan dismorfik tubuh atau gangguan obsesif-
kompulsif.
2.1.8. Penanganan
Penanganan Biologis
Terapi Obat (Farmakoterapi). Perkembangan terpenting dalam terapi untuk
skozofrenia adalah penemuan obat-obatan pada tahun 1950-an yang secara
kolektif disebut obat-obatan antipsikotik, yang juga disebut neuroleptik karena
menimbulkan efek samping yang sama dengan simtom-simtom penyakit
neurologis.10.
Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan
waham. Pada kondisi gawat darurat, pasien yang teragitasi parah, harus diberikan
obat antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika pasien gagal berespon
dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari
kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering
adalah ketidakpatuhan pasien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh
dokter dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu
penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.10.
Penanganan Psikologis
Psikoterapi. Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan
saling percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis
8
tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-
menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan
membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah
hubungan yang kuat dan saling percaya dengan pasien. Kepuasan yang berlebihan
dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan pasien karena disadari bahwa
tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada pasien
bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan
mengganggu kehidupan konstruktif. Bila pasien mulai ragu-ragu dengan
wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.10.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal
klien, dan harus mampu menampung semua ungkapan perasaan pasien, misalnya
dengan berkata : Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui,
tanpa menyetujui setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya
ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu pasien memiliki
keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan
kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat
klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan
terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.10.
BAB III
KESIMPULAN