Anda di halaman 1dari 26

Konversi Biomassa

untuk Energi
Alternatif di
Indonesia

Indonesia

Tinjauan Sumber Daya,


Teknologi, Manajemen,
dan Kebijakan
Judul: Konversi biomassa untuk energi alternatif di Indonesia tinjauan sumber daya,
teknologi, manajemen dan kebijakan

Jumlah Halaman: 234


Penerbit: LIPI Press
Jenis Buku: Bunga rampai tentang peran biomassa sebagai energy alternatif
Desain Buku dan Jenis Kertas: kertas storenso, sehingga lebih ringan dan mudah untuk
dibawa kemana saja.

Kekurangan: Perlu ditambahkan pembatas buku, sehingga kertas buku tidak rusak karena
lipatan, untuk menandai batas bacaan
ISI BUKU:

Redaksional: tata bahasa yang digunakan sangat baik, karena template atau tatacara
penulisan menggunakan standar jurnal ilmiah, sehingga mudah dipahami isi nya.
Buku juga memiliki daftar isi, daftar gambar, daftar tabel serta daftar singkatan, yang
memudahkan pembaca untuk mencari bab/sub bab dari isi buku tersebut.

Subtansial: pembahasan cukup sistematis, aktual dan ditulis dengan sumber-sumber yang
terpercaya.
Pembahasan terbagi menjadi tiga bagian

MANAJEMEN & KEBIJAKAN


POTENSI SUMBER DAYA BIOMASS TEKNOLOGI DALAM PENGELOLAAN
PENGELOLAAN BIOMASSA UNTUK
UNTUK ENERGI BIOMASSA UNTUK ENERGI
ENERGI
Renewable Resource Biomass

Paper waste Cattle manure


Food waste Rice straw
Wastes Waste oil Rice husk
(plastics, Municipal Energy crops
tire) wastes (forestry,
herbaceous &
Black liquor aquatic biomass
Wood
residues

Definisi energi biomass di Jepang


Kondisi ke energian Indonesia

+ pertumbuhan konsumsi energi rata-rata 7% per tahun.


- belum diimbangi dengan pasokan energy yang cukup
+ kebutuhan listrik Indonesia sebesar 9,2% pertahun dan elastisitas 1,65%
- sampai tahun 2012 terdapat 23,44% rumah tangga yang belum teraliri listrik hingga
akhir 2014

Update dari BPS = 15,4% atau lebih dari 12 ribu desa dan kelurahan di Indonesia yang
belum teraliri listrik hingga akhir 2014

Salah satu penyebab krisis energi adalah kecenderungan terjadinya jumlah penduduk
yang berkorelasi positif dengan peningkatan konsumsi energi terutama bahan bakar
minyak dan listrik
Konsumsi energi terbesar termasuk biomassa (BOE)

Pengguna Konsumsi Total % Konsumsi


(termasuk biomassa unit Biomassa
(BOE)) (Ribu Ton)
Industri 359.686.797 32,26% 19.032
Rumah tangga 320.369.268 28,74% 102.242
Komersial 34.077.140 3,07% 598
Transportasi 277.404.656 24,8% -
Sektor lainnya 24.861.386 2,23% -
non energy 98.412.712 8,82% -
utilization
Penggunaan Energi Terbarukan di Negara Maju (2010)
Negara Produk Energi
Swedia 14% dari energi yang ada berasal dari
biomassa
Finlandia 21% dari total konsumsi energi berasal
dari sector industry kehutanan
Amerika Serikat 9 juta watt listrik diproduksi dari biomassa
Jerman 68,9% total konsumsi energi berasal dari
biomassa

Indonesia??

Menurut kementrian ESDM dan FAO dalam forest watch Indonesia 2001, Indonesia
diperkirakan memproduksi biomassa padat sebanyak 14 milliar ton per tahun, atau
setara 49.807,43 MW
Potensi Sumber Daya Biomassa
untuk Energi
Potensi Biomassa Sektor Pertanian,
Perkebunan, dan Sampah Kota

POTENSI LIMBAH PERTANIAN

Potensi Limbah Per Tahun Potensi


Jenis Limbah (Ton) Teknologi yang sebagai
Pemanfaatan Saat ini
Tumbuhan digunakan Sumber
2008 2009 2010 Energi

bioetanol,
gasifikasi,
briket,
Bahan bakar Tungku, rekayasa
LIMBAH JAGUNG 16.317.252 17.629.748 18.327.636 biodiesel,
pakan ternak bioproses,
pembangkit
biokonversi
listrik
pembangkit
LIMBAH PADI bahan bakar tungku,
18.031.689 listrik,
sekam 16.891.259
321.994.45
18.611.430 bahan kemasan, pakan gasifikasi
301.629.625 332.346.970 bioetanol,
jerami 0 ternak
briket
bioetanol,
likuifikasi,
kayu bakar, pakan biodiesel,
LIMBAH UBI KAYU 20.405.593 20.631.316 22.134.494 sakarifikasi,
ternak gasohol,
distilasi, dehidrasi
biofuel
Potensi Sumber Daya Biomassa
untuk Energi
Potensi Biomassa Sektor Pertanian,
Perkebunan, dan Sampah Kota

POTENSI LIMBAH
PERKEBUNAN

Potensi Limbah Per Tahun (Ton)


Potensi sebagai
Jenis Limbah Tumbuhan Pemanfaatan Saat ini
2008 2009 2010 Sumber Energi

bahan bakar industri, kayu bakar, minyak biji


KARET 2.751.286 2.440.347 2.734.854
karet
biodiesel

KELAPA SAWIT 17.539.788 19.324.294 20.783.017 CPO/bahan baku industri pangan dan kosmetik biodiesel, bioetanol

TEBU 2.668.428 2.517.374 2.290.116 bahan pangan, bumbu, molases bioetanol, biodiesel

bioetanol (dari tetes tebu),


KELAPA (kopra kering) 3.239.673 3.257.702 3.166.666 bahan pangan sabun dan farmasi/obat
biodiesel

biodiesel, bahan bakar


JARAK PAGAR (Biji Kering) 7.197 6.851 14.107 pakan, obat, biogas
biogas
Potensi Sumber Daya Biomassa
untuk Energi
Potensi Biomassa Sektor Pertanian,
Perkebunan, dan Sampah Kota

Rata-rata Timbulan Sampah


Harian berbagai kota besar di
Indonesia
Jumlah Penduduk (Jiwa) Rata-rata Timbulan Sampah (m3/hari)
Jenis Limbah Tumbuhan
2006 2007 2009 2006 2007 2009

Medan 2.068.400 2.067.288 2.101.864 4.382 4.985 5.436

Surabaya 2.740.490 2.809.679 3.182.351 6.234 9.560 8.700

Banjarmasin 572.300 602.725 653.676 900 1.200 1.634

Makassar 1.179.024 1.223.540 1.371.904 Tidak ada data 3.662 3.680


+ pengelolaan kesinambungan sumber daya energi, kesiapan sumber daya manusia,
teknologi yang efektif & efisien untuk mengelola biomassa, penyediaan dana/pembiayaan
untuk energi biomassa, kurangnya kordinasi antar pemangku kepentingan yang terkait
dengan pembangunan energi terbarukan

+ Permen No.25/2013 tentang kaharusan penggunaan biodiesel, bioethanol dan minyak


nabati murni sebagai bahan campuran BBM harus dikawal
Sumber daya hutan untuk
energi terbarukan, bioenergi
berbasis biomassa hutan
1. Pellet Kayu
Swedia, AS, Denmark, Rusia & Jerman, merupakan produsen dan juga sebagai
konsumen pelet, sedangkan di Asia ada China dan Korea Selatan
2. Pembangkit listrik Tenaga Uap
Korea Selatan adalah salah satu Negara yang paling agresif untuk mensubtitusi
batubara/BBM PLTUnya dengan limbah sawit (cangkang) & pellet kayu
3. Biometanol
Negara yang paling maju dalam membangun pabrik biomentanol berbasis biomasa
hutan adala AS & Swedia. Biometanol tersebut digunakan untuk transportasi & listrik
4. Biohidrogen
Jerman Barat adalah Negara yang mempropagandakan hydrogen economy, dimana
pada tahun 2030, energi primer dan nuklir 33% akan disubtitusi dengan EBT, dengan
rincian 67% nya berbasis biomassa.
Sumber daya hutan untuk
energi terbarukan, bioenergi
berbasis biomassa hutan
Potensi Alga Tropikal untuk
Biofuel

1. Brasil
Negara Brasil membuat etanol generasi pertama dengan menggunakan sumber
material menggunakan jagung dan tebu. Namun memiliki banyak kekurangan, diantaranya
mengganggu keamanan pangan, penggunaan air yang berlebihan, tidak ada kontribusi
dalam pengurangan emisi gas karbon, harganya tidak kompetitif dibanding dengan energi
fosil.
2. Cina, Amerika dan beberapa Negara di Eropa
beberapa Negara tersebut mengembangkan generasi kedua yaitu pemanfaatan
selulosik untuk biodiesel. Namun masih memiliki beberapa kekurangan yaitu tidak
ekonomis, menghasilkan karbondioksida, membutuhkan lahan serta air yang banyak

Melalui bioenergy generasi kedua, kemudian berkembang bioenergy generasi ketiga


dengan menggunakan alga sebagai bahan bakunya dan disebut paling mutakhir karena
memiliki kelebihan, diantaranya: tidak bersaing dengan pangan, menggunakan sedikit air
dan lahan, berkontribusi terhadap penurunan gas CO2
Potensi Alga Tropikal untuk
Biofuel

1. Brasil
Negara Brasil membuat etanol generasi pertama dengan menggunakan sumber
material menggunakan jagung dan tebu. Namun memiliki banyak kekurangan, diantaranya
mengganggu keamanan pangan, penggunaan air yang berlebihan, tidak ada kontribusi
dalam pengurangan emisi gas karbon, harganya tidak kompetitif dibanding dengan energi
fosil.
2. Cina, Amerika dan beberapa Negara di Eropa
beberapa Negara tersebut mengembangkan generasi kedua yaitu pemanfaatan
selulosik untuk biodiesel. Namun masih memiliki beberapa kekurangan yaitu tidak
ekonomis, menghasilkan karbondioksida, membutuhkan lahan serta air yang banyak

Melalui bioenergy generasi kedua, kemudian berkembang bioenergy generasi ketiga


dengan menggunakan alga sebagai bahan bakunya dan disebut paling mutakhir karena
memiliki kelebihan, diantaranya: tidak bersaing dengan pangan, menggunakan sedikit air
dan lahan, berkontribusi terhadap penurunan gas CO2
Potensi Alga Tropikal untuk
Biofuel

Energi berbasis alga sangat potensi untuk dilakukan di Indonesia karena memiliki
kecukupan sinar matahari untuk berfotosintesis juga memiliki suhu yang relative
rentangnya tidak besar antara siang dan malam.

Kendala terbesar dari produk berbasis alga adalah harga bioproses yang belum ekonomis
untuk beberapa jenis alga yang potensial, penciptaan pasar multiproduk dan korelasi antar
sumber informasi kepada industri
Potensi Alga Tropikal untuk
Biofuel

Peran alga sebagai bahan bakar yang diharapkan merupakan sumber energi alternative
berkelanjutan, aman dan murah. Diantaranya:
- Biodiesel
- Bioavtur
- Biohidrogen
- Bioetanol

Penggunaan energi dari potensi alga, dapat diterapkan pada area-area tertentu seperti di
daerah-daerah pulau terisolasi dan area dekat laut serta dapat mendukung program energi
self-sufficient village (ESSF) yang dicangkan oleh pemerintah. Hal lain yang penting adalah
pemanfaatan teknologi mandiri dan original untuk pengembangan energi alga tersebut.
Implementasi teknik energi biomassa di tingkat Industri di Indonesia

Teknologi energi biomassa


Secara umum teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
Pembakaran secara langsung dengan mengubah biomassa menjadi briket atau
pellet
Konversi thermokimiawi (Gasifikasi, pirolisis, liquification)
Konversi Biokimiawi (biokimia, transesfikasi)
Ada 4 jenis teknologi yang digunakan oleh industri dalam skala besar dan menengah
untuk menghasilkan energi terbarukan di Indonesia, yaitu:
1. Teknologi kombusi untuk menghasilkan panas dan listrik
2. Teknologi gasifikasi untuk menghasilkan listrik
3. Teknologi digester untuk menghasilkan biogas
4. Teknologi fermentasi untuk menghasilkan bioethanol dan
5. Teknologi ekstraksi/transesfikasi untuk menghasilkan biodiesel
Aspek Manajemen dan Kebijakan
pengelolaan biomassa untuk energi

Aspek manajemen di tinjau dari integrasi rantai pasokan untuk pengembangan


industri bioethanol berkelanjutan
Pada tahun 2010 & 2011, pertamina tidak melakukan
penyaluran bio premium dan bio pertamax karena
pasokan etanol anhydrous tidak ada atau sangat kurang.
Terhentinya pasokan bahan baku etanol secara umum
salah satunya disebabkan oleh kurangnya pasokan
R.I.P bahan baku. Integrasi antar petani & pabrik perlu
2006 dilakukan agar kapasitas pabrik pembuat etanol dat
Bio Premium - terpenuhi.
Bioentanol 2009 Masalah lain adalah tidak sesuainya harga produk etanol
Bio
dengan harga yang dibeli oleh pemerintah, sehingga
Pertamax pepemrintah perlu mengeluarkan kebijakan yang
mendorong penggunaan bioethanol dengan menaikkan
harga indeks pasar (HIP) dan memberikan insentif pada
perusahaan yang memproduksi bioethanol untuk bahan
bakar premium
Aspek Manajemen dan Kebijakan
pengelolaan biomassa untuk energi

Aspek mengenai policy action pemerintah terhadap pengembangan bioenergy


nasional
Tindakan dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan bioenergy nasional melalui
kebijakan pokok pengembangan dan implementasi bioenergy di Indonesia.
1. UU no.30 tahun 2007 tentang energi
Prioritas penyediaan dan pemanfaatan EBT salah satunya BBN
2. Peraturan presiden no. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional
Target BBN pada tahun 2025 sebesar 5% dari bauran energi
3. Instruksi presiden no.1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan BBN (biofuel) sebagai bahan bakar
lain
Instruksi kepada menteri terkait, gubernur dan bupati/walikota untuk mengambil langkah-langkah dalam
rangka mempercepat penyediaan dan pemanfaatan BBN
4. Peraturan menteri ESDM no.32 tahun 2008 tentang penyediaan, pemanfaatan & tata niaga BBN (biofuel)
sebagai bahan bakar lain
Mandatori pemanfaatan BBN pada sector transportasi, industri, komersial, dan pembangkitan listrik.
5. Peraturan menteri ESDM no.25 tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan menteri ESDM no.32 tahun 2008
Percepatan dan peningkatan mandatory pemanfaatan BBN
6. Peraturan menteri ESDM no.4 tahun 2012 & no.9 tahun 2013 tentang usaha penyediaan tenaga listrik
Harga pembelian tenaga listrik oleh PT.PLN dari PLT Biomassa, biogas dan samapah kota
Aspek Manajemen dan Kebijakan
pengelolaan biomassa untuk energi

Tindakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah ternyata tidak hanya bersifat
penetapan pengaturan (regulatory) saja, tetapi sdah menyentuh pada tindakan
mempengaruhi atau mendorong terjadinya perubahan penggunaan bioenergy secara
nasional. Walaupun masih terdapat catatan dimana konsistensi tindakan kebijakan yang
diambil oleh pemerintah terkait dengan pengembangan bioenergy masih sangat kurang,
terlebih hanya terdapat enam kebijakan pengaturan yang level kebijakannya pun masih
setingkat peraturan menteri, sehingga daya atur dan daya tekan kebijakan kurang kuat
dibandingkan dalam bentuk peraturan pemerintah.

Angin segar dalam pengembangan bioenergy nasional dapat hadir apabila rancangan
peraturan pemerintah mengenai energi baru dan terbarukan dapat segera diterbitkan.
Rancangan peraturan pemerintah ini memberikan pengaturan dan penguat akan
pentingnya pengembangan bioenergy secara nasional.
BERITA KORAN KOMPAS (SENIN, 14 AGUSTUS 2017)

ENERGI TERBARUKAN (Pengembangan


Memerlukan Dukungan)

JAKARTA, KOMPAS Pengembangan energi


terbarukan di Indonesia perlu keberpihakan
pemerintah lewat kebijakan-kebijakan
menguntungkan secara ekonomis. Tanpa
terobosan, target porsi energi terbarukan 23% di
2025 dalam bauran energi nasional terbilang sulit
diwujudkan. Faktor murahnya harga minyak dunia
turut menjadi penghambat pengembangn energi
terbarukan di Indonesia. Menurut Direktur
Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi
Notonegoro, pengembangan energi terbarukan di
Indonesia sangat dipengaruhi oleh factor
keekonomian bisnis tersebut. Sementara itu,
factor keekonomian sangat bergantung pada
kebijakan yang dibuat pemerintah. Meneurut dia,
pengembangan energi terbarukan di Indonesia
saat ini belum bias diserahkan sepenuhnya pada
mekanisme pasar. masalahnya cukup mendasar,
yaitu keekonomian pengembangan energi
terbarukan itu sendiri. Turunannya adalah
dibutuhkan insentif tertentu dan dukungan kuat
pemerintah lewat kebijakan. Tanpa itu,
pengembangan energi terbarukan akan jalan di
tempat, kata Komaidi, Minggu (13/8), di Jakarta.
BERITA KORAN KOMPAS (SENIN, 14 AGUSTUS 2017)

ENERGI TERBARUKAN (Pengembangan


Memerlukan Dukungan)
Target 23% energi terbarukan dalam bauran
energi nasional pada 2025 setara dengan
pembangkit listrik 45.000 megawatt dari energi
terbarukan. Sementara itu, capaian porsi energi
terbarukan saat ini baru berkisar 7-8 persen.
Artinya, dalam kurun 8 tahun ke depan harus ada
peningkatan porsi energi terbarukan sebesar tiga
kali lipat dari sekarang. Jadi, memang diperlukan
kebijakan-kebijakan yang berpihak pada
pengembangan energi terbarukan, ujar Komaidi.
Menurut Direktur Institute for Essential Services
Reform Fabby Tumiwa, selain masalah kebijakan
atau insentif, pengembangan pembangkit listrik
energi terbarukan kurang ekonomis lantaran
skalanya kecil. Ia mencontohkan pembangunan
pembangkit listrik tenaga surya di Uni Emirat Arab
(UEA) yang kapasitasnya mencapai ribuan
megawatt. Dengan pengembangan sebesar itu,
harga jualnya bisa murah dan ekonomis bagi
pengembang. Di Indonesia belum bisa sebesar
itu. Paling hanya sekitar puluhan megawatt dan
letaknya pun tersebar. Akibatnya adalah kurang
ekonomis bagi pengembang karena biaya yang
dikeluarkan dengan pendapatan penjualan tenaga
listriknya tidak menguntungkan. Di UEA harga
jualnya bisa hanya 3 sen dollar AS per kilowatt
jam. Angka itu belum memungkinkan diterapkan
di Indonesia, ucap Fabby.
BERITA KORAN KOMPAS (SENIN, 14 AGUSTUS 2017)

ENERGI TERBARUKAN (Pengembangan


Memerlukan Dukungan)
Bahan bakar nabati
Nasib serupa dialami bahan bakar nabati,
terutama jenis bioetanol. Kebijakan pemerintah
lewat kewajiban pencampuran pada bahan bakar
minyak sebanyak 2 persen tidak berjalan. Bahkan,
peraturan menteri mengenai bioetanol, yaitu
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 12 Tahun 2015 tentang
Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan
Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain
dinyatakan dilonggarkan. Penyebabnya adalah
biaya pengembangan bioetanol lebih mahal
daripada bahan bakar minyak jenis premium.
Apabila bioetanol dicampurkan ke dalam
premium, harga jual premium akan membengkak.
TERIMA
Indonesia

KASIH

Anda mungkin juga menyukai