KATA PENGANTAR
Bencana tanah longsor merupakan fenomena alam, yang terjadi karena dipicu oleh proses
alamiah dan aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam. Proses
alamiah sangat tergantung pada kondisi curah hujan, tata air tanah (geohidrologi), struktur
geologi, jenis batuan, geomorfologi, dan topografi lahan. Sedangkan aktivitas manusia
terkait dengan perilaku dalam mengeksploitasi alam untuk kesejahteraan manusia, sehingga
akan cenderung merusak lingkungan, apabila dilakukan dengan intensitas tinggi dan kurang
terkendali.
Pemanfaatan ruang sebagai salah satu bentuk aktivitas manusia, dalam wujud penguasaan,
penggunaan, serta pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya. Dalam
Keppres No.32 Tahun 1990 kawasan rawan bencana longsor telah ditetapkan sebagai
kawasan lindung, namun dalam prakteknya telah terjadi pelanggaran dalam
pemanfaatannya, sehingga diperlukan upaya pengendalian terhadap pemanfaatan ruang
pada kawasan tersebut. Pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan rawan bencana
longsor, dilakukan dengan mencermati konsistensi, baik kesesuaian dan keselarasan antara
rencana tata ruang dengan pemanfaatan ruang.
Kedudukan pedoman adalah sebagai bagian dan pelengkap dari Kepmen KIMPRASWIL
No.327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan dan Peninjauan Kembali RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota, dan bersama-sama dengan pedoman lain dapat digunakan sebagai
petunjuk operasional awal bagi pemerintah daerah, dalam pengendalian pemanfaatan ruang
di wilayahnya. Selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih operasional dan tepat
sasaran, pedoman ini diharapkan dapat ditindaklanjuti dan dikembangkan oleh pemerintah
daerah, sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing.
Demikian pedoman ini disusun dengan harapan dapat bermanfaat dan dikembangkan lebih
lanjut.
Junius Hutabarat
i
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1-1
1.2 Tujuan dan Sasaran Pedoman ..................................................... 1-1
1.3 Manfaat Pedoman ..................................................................... 1-2
1.4 Sistematika Pedoman .................................................................. 1-2
ii
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
LAMPIRAN
L.1 KLASIFIKASI DAN FAKTOR PENYEBAB BENCANA LONGSOR
iii
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
DAFTAR GAMBAR
iv
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
DAFTAR TABEL
v
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
BAB 1 PENDAHULUAN
Bencana tanah longsor terjadi karena proses alamiah dalam perubahan struktur
muka bumi, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab:
a. Fenomena alam, seperti curah hujan, tata air tanah, struktur geologi,
b. Aktivitas manusia (Proses Man-Made) yang tidak terkendali dalam
mengeksploitasi alam, yang mengakibatkan kondisi alam dan lingkungan
menjadi rusak.
Tujuan pedoman ini adalah sebagai rujukan dan pegangan bagi stakeholders
pembangunan di wilayah provinsi dan kota/kabupaten, dalam rangka:
1- 1
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
BAB 1 PANDAHULUAN
Memuat penjelasan tentang latar belakang penyusunan pedoman, tujuan
dan sasaran, manfaat pedoman, serta sistematika pedoman.
1- 2
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
1- 3
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
2.1 Pengertian
3. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang
udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya
hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya;
4. Tata Ruang adalah wujud dari struktur dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak direncanakan;
8. Pola Pemanfaatan Ruang adalah tata guna tanah, air, udara, dan sumber
daya alam lainnya dalam wujud penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya;
10. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya;
11. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup, yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan;
12. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan;
2- 1
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
13. Zona adalah kawasan dengan peruntukan khusus yang memiliki potensi atau
permasalahan yang mendesak untuk ditangani dalam mewujudkan tujuan
perencanaan dan pengembangan kawasan;
16. Bencana Alam adalah fenomena atau proses alamiah, yang sering
dipengaruhi oleh aktivitas manusia, yang mengakibatkan terjadinya korban
jiwa atau kerugian pada manusia;
17. Kawasan Rawan Bencana Alam adalah kawasan yang sering atau
berpotensi tinggi mengalami bencana alam;
20. Daerah Berpotensi Longsor adalah daerah dengan kondisi terrain dan
geologi tidak menguntungkan, dan sangat peka terhadap gangguan luar,
baik yang bersifat alami maupun aktivitas manusia sebagai faktor pemicu
gerakan tanah;
21. Longsoran Setempat adalah longsoran lokal yang tidak mencakup daerah
luas, dan umumnya sederhana;
22. Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah kesatuan wilayah tata pengairan
sebagai pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai;
23. Daerah Pengaliran Sungai (DPS) adalah kesatuan wilayah tata air yang
terbentuk secara alamiah, dimana air meresap dan/atau mengalir ke
permukaan tanah melalui sungai, anak sungai dalam wilayah tersebut;
2- 2
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
15. Pengelolaan Sumber Daya Air adalah semua upaya untuk merencanakan,
melaksanakan, menyelenggarakan, mengendalikan, menggunakan,
mengeksploitasi, memelihara, dan mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air, serta
mewujudkan ketersediaannya di setiap waktu, pada lokasi yang diperlukan,
dengan jumlah yang memadai, dengan mutu yang memenuhi syarat, dan
memberikan manfaat pada masyarakat;
16. Konservasi Sumber Daya Air adalah semua upaya untuk mengawetkan,
melindungi, mengamankan, mempertahankan, melestarikan, dan
mengupayakan keberlanjutan keberadaan sumber daya air yang serasi,
seimbang, selaras dan berguna sepanjang masa;
19. Peran Serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul
atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat
dan bergerak dalam penyelenggaraan tata ruang;
20. Ijin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perorangan atau Badan
Hukum/ Perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka
penanaman modal, yang berlaku pula sebagai ijin pemindahan hak atas
tanah dan untuk menggunakan tanah sesuai dengan tata ruang wilayah;
21. Prasarana dan Sarana adalah bangunan fisik yang terkait dengan
kepentingan umum dan keselamatan umum, seperti prasarana dan sarana
perhubungan, prasarana dan sarana sumber daya air, prasarana dan sarana
permukiman, serta prasarana dan sarana lainnya.
2- 3
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
2- 4
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Gambar 2.1
Kedudukan Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan
Rawan Bencana Longsor Dalam Penataan Ruang
UNDANG-UNDANG
NO.24 TAHUN 1992
Kepmen Kimpraswil
No.327/KPTS/M/2002
Pedoman
Penyusunan dan
Peninjauan Kembali RTRW
Provinsi/Kabupaten/Kota
Pedoman
Rencana Detail Tata Pengendalian Pemanfaatan
4 3
2 1 Ruang (RDTR) Ruang di Kawasan Rawan
Bencana Longsor
1.4
Rencana Tenis
1.3
1.2 Ruang (RTR)
1.1
2- 5
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Pada Gambar 3.1 disajikan konsep pembagian ruang untuk kawasan yang
mempunyai potensi rawan bencana banjir dan longsor, yaitu:
3- 1
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Gambar 3.1
Pembagian Ruang Kawasan Potensi Rawan Bencana Banjir dan Longsor
Rencana tata ruang berisi kebijakan pokok pemanfaatan ruang berupa struktur
dan pola pemanfaatan ruang dalam kurun waktu tertentu. Pola pemanfaatan
ruang disusun untuk mewujudkan keserasian dan keselarasan pemanfaatan ruang
bagi kegiatan budidaya dan non budidaya (lindung). Sedangkan struktur ruang
dibentuk untuk mewujudkan susunan dan tatanan pusat-pusat permukiman yang
secara hirarkis dan fungsional saling berhubungan.
3- 2
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Sehubungan dengan kedudukannya sebagai bagian dari rencana tata ruang, maka
konsep dasar pengelolaan kawasan rawan bencana longsor mengacu pada :
1. Kawasan rawan bencana longsor yang mutlak harus dilindungi, kebijakan
harus secara ketat mempertahankan fungsi kawasan tersebut sebagai kawasan
lindung;
2. Kawasan rawan bencana longsor yang tidak mengganggu fungsi lindung dan
masih dapat dibudidayakan dengan kriteria dan persyaratan tertentu,
kebijakan harus memberi peluang bagi masyarakat untuk memanfaatkan
kawasan tersebut untuk kegiatan budidaya, dengan tetap memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang berlaku dan tetap mempertahankan kawasan
tersebut sebagai kawasan yang mempunyai fungsi lindung.
3- 3
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Permasalahan banjir dan longsor yang terjadi selama ini, sangat terkait dengan
adanya fenomena alam dan perilaku manusia dalam penyelenggaraan/
pengelolaan alam. Konsep dasar yang harus dipahami dalam penyelenggaraan/
pengelolaan longsor adalah:
1. Perlu adanya pemahaman dasar terkait dengan pengertian dan ruang
lingkup keseimbangan ekosistem, yang mempunyai limitasi pemanfaatan;
2. Diperlukan pola pengelolaan ruang kawasan rawan bencana longsor,
sebagai langkah nyata dalam mendukung upaya pengendalian;
3. Terjadinya penyimpangan terhadap konsistensi, terkait dengan kesesuaian
dan keselarasan, antara rencana tata ruang dengan pemanfaatannya, baik
pada kawasan hulu maupun hilir.
3- 4
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
3- 5
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Dalam kawasan ini sering dijumpai alur-alur dan mata air, yang pada umumnya
berada di lembah-lembah dekat sungai. Kawasan dengan kondisi seperti di atas,
pada umumnya merupakan kawasan yang subur, sehingga banyak dimanfaatkan
untuk kawasan budidaya, terutama pertanian dan permukiman. Kurangnya
pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait dengan tingkat kerentanan
kawasan terhadap longsoran, mengakibatkan masyarakat kurang siap dalam
mengantisipasi bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan apabila terjadi
bencana longsor, akan menjadi lebih besar.
Daerah Tekuk Lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke lereng landai,
yang ada permukimaannya, karena berdasarkan penelitian pada kondisi
hidrologi lereng, (Karnawati, 2000) menjelaskan bahwa daerah tekuk lereng
cenderung menjadi zona akumulasi air yang meresap dari bagian lereng yang
lebih curam. Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami
peningkatan tekanan air pori, yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-
butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsoran.
4- 1
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Penjelasan klasifikasi dan faktor penyebab bencana longsor, disajikan secara rinci
pada Lampiran L.1.
(1) Tipologi A
3. Curah Hujan
a. Curah hujan yang tinggi (dapat mencapai 100 mm/hari atau 70 mm per
jam) dengan curah hujan tahunan lehih dari 2500 mm.
b. Curah hujan kurang dari 70 mm/ jam, tetapi berlangsung menerus selama
lebih dari dua jam, hingga beberapa hari.
4. Keairan lereng.
Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng, terutama
pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih
permeabel.
4- 2
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
5. Kegempaan.
Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan tanah.
1. Lereng ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat, misalnya ditanami
tanaman berakar serabut, dimanfaatkan sebagai sawah./ ladang dan hutan
pinus.
2. Dilakukan penggalian/ pemotqngan lereng, misal untuk jalan atau bangunan
dan penambangan, tanpa memperhatikan struktur perlapisan tanah / batuan
pada lereng dan tanpa perhitungan analisis kestabilan lereng.
3. Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya air
kolam ke dalam lereng.
4. Sistem drainase tidak memadai.
5. Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu besar.
(2) Tipologi B
Daerah kaki bukit/perbukitan, atau kaki gunung/pegunungan.
4- 3
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
1. Jenis gerakan tanah yapg terjadipada kawasan ini umumnya berupa rayapan
tanah yang mengakibatkan retakan dan amblesan tanah.'
2. Kecepatan gerakan lat;nbat hlngga .menengah (kecepatannya kurang dari 2 m
per hari).
(3) Tipologi C
Daerah tebing/lembah sungai.
1. Lereng ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat, misalnya ditanami
tanaman berakar serabut, dimanfaatkan sebagai sawah/ ladang dan hutan
pinus.
4- 4
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
kondisi alam (dalam hal ini kemiringan lereng, lapisan tanah/batuan, struktur
geologi, curah hujan, dan geohidrologi lereng),
pemanfaatan lereng,
kepadatan penduduk dalam suatu kawasan, serta
kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor.
Pedoman ini disusun secara khusus untuk kawasan rawan bencana longsor, yaitu
mencakup kawasan yang rentan mengalami gerakan tanah, tetapi masih
dimanfaatkan untuk kegiatan atau kepentingan manusia, yang tingkat
kewaspadaan dan kesiapan untuk mengantisipasi terjadinya bencana longsor,
masih relatif rendah.
4- 5
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Sesuai dengan tipologi dan tingkat kerawanannya, lebih lanjut kawasan rawan
bencana longsor dapat dibedakan menjadi:
(1) Tipologi A
a. Tingkat Kerawanan Tinggi
b. Tingkat Kerawanan Menengah
c. Tingkat Kerawanan Rendah
(2) Tipologi B
a. Tingkat Kerawanan Tinggi
b. Tingkat Kerawanan Menengah
c. Tingkat Kerawanan Rendah
(3) Tipologi C
a. Tingkat Kerawanan Tinggi
b. Tingkat Kerawanan Menengah
c. Tingkat Kerawanan Rendah.
4- 6
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4- 7
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4- 8
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4- 9
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 10
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 11
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 12
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 13
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 14
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 15
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 16
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
(1) Industri/Pabrik
Tidak layak dibangun.
4 - 17
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
(4) Pertambangan
Dapat dimanfaatkan dengan syarat meliputi:
a. Memperhatikan kestabilan lereng dan lingkungan
b. Didukung dengan upaya reklamasi lereng
4.6.1 Umum
4 - 18
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 19
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
2.b. Ijin Penggunaan Bangunan (IPB) atau Ijin Layak Huni (ILH)
4 - 20
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Pada Gambar 4.1 disajikan skema prosedur ijin lokasi, sedangkan pada Gambar
4.2 ditampilkan diagram prosedur umum pengurusan IMB di Kabupaten/Kota.
4 - 21
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 22
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 23
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Secara rinci prioritas pemanfaatan lahan pada kawasan rawan bencana longsor
dengan tingkat kerawanan tinggi, meliputi:
4 - 24
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 25
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 26
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 27
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 28
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 29
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 30
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
2.a. Industri/Pabrik
Tidak diijinkan.
2.d. Pertambangan
Persyaratan pendukung untuk mekanisme perijinan pemanfaatan kawasan
rawan bencana longsor untuk pertambangan, meliputi:
a. Memenuhi persyaratan sesuai dengan mekanisme perijinan umum, yang
dapat dilihat pada sub bab sebelumnya.
4 - 31
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4.7.1 Pemerintah
Mengingat dalam aspek penertiban harus melibatkan multi instansi yang ada,
maka penguatan kelembagaan dilakukan dengan meningkatkan kemampuan
lembaga melakukan koordinasi (sinergi) dengan lembaga lain, baik intern maupun
ekstern. Dalam kegiatan penertiban pemanfaatan ruang yang telah menyimpang
dari rencana tata ruang, maka lembaga terkait yang berwenang harus melakukan
operasi yang multikompleks secara terkoordinasi.
4 - 32
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikaji kembali tugas pokok fungsi
(Tupoksi) lembaga pengelola penataan ruang, kemudian diangkat dan diperjelas
tugasnya berkaitan dengan kondisi lapangan di wilayah masing-masing.
Peningkatan kemampuan sumber daya manusia selaku pelaksana pengendalian
pemanfaatan ruang perlu terus ditingkatkan, mengingat permasalahan
pemanfaatan ruang semakin kompleks dan sulit diatasi, sehingga dapat diperoleh
hasil yang optimal.
Hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang, adalah terdiri dari
beberapa aspek sebagai berikut.
4 - 33
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 34
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Rekayasa Teknik memuat uraian terkait dengan langkah tindak untuk mendukung
pengendalian pemanfaatan ruang secara optimal, dengan memasukkan terapan
teknologi yang sesuai untuk wilayah masing-masing. Bentuk rekayasa teknik
disampaikan dalam bentuk umum, dan pedoman spesifik dan detail dapat
diperoleh dari Pedoman maupun Petunjuk Teknis, secara khusus pada Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/KPTS/1987 Lampiran Nomor 1 tentang
Petunjuk Perencanaan Penanggulangan Longsoran.
a. Penyelidikan geologi teknik, analisis kestabilan lereng, dan daya dukung tanah.
Dengan pelaksanaan kegiatan ini, lebih lanjut zona-zona kritis dalam kawasan
tersebut serta daya dukung kawasan dapat diketahui, sehingga upaya
antisipasi resiko dalam pemanfaatan ruang pada kawasan tersebut dapat
dilakukan. Terkait dengan analisis kestabilan lereng yang akan dimanfaatkan
sebagai kawasan budidaya, perlu dimasukkan Faktor Keamanan, seperti yang
disajikan pada Tabel 4.8.
4 - 35
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Tabel 4.8
Faktor Keamanan Minimum Kemantapan Lereng
(KepMen PU. No.378/KPTS/1987)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan, terkait dengan sistem drainase lereng
adalah:
Jika terjadi rembesan-rembesan pada lereng, berarti air dalam tanah pada
lereng sudah berkembang tekanannya. Untuk kasus ini disarankan agar
segera dibuat saluran/sistem drainase bawah tanah, yaitu dengan
menggunakan pipa/bambu/paralon, untuk menguras atau mengurangi
tekanan air. Langkah ini hanya efektif dilakukan pada lereng yang tersusun
oleh tanah gembur, dan jangan dilakukan pada saat hujan atau sehari
setelah hujan, karena sangat mungkin gerakan massa tanah (longsoran)
dapat terjadi dan membahayakan keselamatan pekerja.
Jika telah muncul retakan-retakan tanah berbentuk lengkung agak
memanjang (berbentuk tapal kuda), maka retakan tersebut harus segera
disumbat dengan material kedap air, atau lempung yang tidak mudah
mengembang apabila kena air. Hal ini dilakukan untuk menghindari air
4 - 36
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
4 - 37
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Tabel 4.9
Persyaratan Kemiringan Lereng Untuk Berbagai Peruntukan
Budidaya (Marsh, W.M., 1991)
4 - 38
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
pada lereng dengan kemiringan lebih dari 40o, dapat menambah pembebanan
pada lereng sehingga menambah gaya penggerak tanah pada lereng.
i. Perlu diterapkan sistem terasering dan drainase yang tepat pada lereng
Pengaturan sistem terasering bertujuan untuk melandaikan lereng, sedangkan
sistem drainase berfungsi untuk mengontrol air agar tidak membuat jenuh
massar tanah pada lereng. Hal ini mengingat kondisi air yang berlebihan pada
lereng akan mengakibatkan peningkatan bobot massa pada lereng, atau
tekanan air pori yang dapat memicu terjadinya longsoran.
Sistem drainase dapat berupa drainase permukaan untuk mengalirkan air
limpasan hujan menjauhi lereng, dan drainase bawah permukaan untuk
mengurangi kenaikan tekanan air pori dalam tanah.
4 - 39
Gambar 4.1
Prosedur Ijin Lokasi (PMNA/KBPN No.2 tahun 1999)
RTR
PMA KANTOR KAB/KOTA
PERTANAHAN/
PEMOHON SEKRETARIAT
UU SURVEI
NO.11/1970 IDENTIFIKASI
LAPANGAN
PROSES SK PENERTIBAN SK
IJIN LOKASI (IL) IJIN LOKASI (IL)
Gambar 4.2
Digram Prosedur Pengurusan IMB di Kabupaten/Kota
PENELITIAN
PERSYARATAN
TIDAK
LENGKAP
PEMOHON DINAS TEKNIS RTRW
TERKAIT Kabupaten/
Kota SURVEI
LENGKAP PROSES IDENTIFIKASI
LAPANGAN
Advis
Planning
DITOLAK DAN
MEMENUHI
DIKEMBALIKAN
MEMBAYAR
RETRIBUSI
IMB
Tabel 4.2
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI A - DAERAH LERENG BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Tipologi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 19
1. Daerah lereng A.1. Tinggi Tidak layak untuk Dapat dibangun Tidak layak untuk Tidak layak untuk Tidak layak untuk Tidak layak untuk Tidak layak untuk Diutamakan
bukit, lereng (potensi terjadi dibangun dengan syarat: dibangun dibangun dibangun dibangun dibangun untuk
perbukitan, longsoran tinggi, (pemotongan dan - Dipilih jenis dan (pemotongan dan (pemotongan dan (pemotongan dan (pemotongan dan (pemotongan dan kawasan
lereng gunung, serta ada resiko penggalian lereng pola tanam yang penggalian lereng penggalian lereng penggalian lereng penggalian lereng penggalian lereng hutan lindung
dan lereng korban jiwa dan harus dihindari) tepat harus dihindari) harus dihindari) harus dihindari) harus dihindari) harus dihindari)
pegunungan atau kerusakan - Pemotongan
bangunan dan penggalian
penting/mahal) lereng harus
dihindari
A.2. Menengah Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun
s.d. Rendah dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat:
(potensi terjadi - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Menggunakan
longsoran tinggi pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang sistem terasering
namun kecil tepat tepat tepat tepat tepat tepat - Transportasi
resiko atau tidak - Menggunakan - Menggunakan - Menggunakan - Menggunakan - Menggunakan - Menggunakan untuk kendaraan
beresiko sistem terasering sistem terasering sistem terasering sistem terasering sistem terasering sistem terasering roda 4
mengakibatkan dan drainase dan drainase dan drainase dan drainase dan drainase dan drainase - Ternak dengan
korban jiwa dan lahan yang tepat lahan yang tepat lahan yang tepat lahan yang tepat lahan yang tepat lahan yang tepat sistem kandang
atau kerusakan - Transportasi - Transportasi - Transportasi
bangunan; untuk kendaraan untuk kendaraan untuk kendaraan
atau potensi roda 4 roda 4 roda 4
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
Tabel 4.2
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI A - DAERAH LERENG BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Lanjutan ..
Tipologi
1. Daerah lereng A.1. Tinggi Tidak layak untuk Tidak layak untuk Tidak layak untuk Tidak layak untuk - Dapat dibangun Tidak layak untuk Tidak layak untuk Diutamakan
bukit, lereng (potensi terjadi dibangun dibangun dibangun dibangun sebagai Hutan Wisata dibangun dibangun untuk
perbukitan, longsoran tinggi, (pemotongan dan (pemotongan dan (pemotongan dan (pemotongan dan - Pemotongan dan (pemotongan dan (pemotongan dan kawasan
lereng gunung, serta ada resiko penggalian lereng penggalian lereng penggalian lereng penggalian lereng penggalian lereng harus penggalian lereng penggalian lereng hutan lindung
dan lereng korban jiwa dan harus dihindari) harus dihindari) harus dihindari) harus dihindari) dihindari harus dihindari) harus dihindari)
pegunungan atau kerusakan - Transportasi bagi
bangunan pejalan kaki dan
penting/mahal) dilengkapi dengan
prasarana yang
memadai
- Tidak mengganggu
kestabilan lereng
dan lingkungan
A.2. Menengah Dapat dibangun Dapat ditambang Tidak layak untuk Tidak layak untuk Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun dengan
s.d. Rendah dengan syarat: dengan syarat: dibangun dibangun dengan syarat: dengan syarat: syarat:
(potensi terjadi - Menggunakan - Tidak (pemotongan dan (pemotongan dan - Tidak - Telah dilakukan - Telah dilakukan
longsoran tinggi sistem terasering mengganggu penggalian lereng penggalian lereng mengganggu penyelidikan geologi penyelidikan geologi
namun kecil dan drainase kestabilan lereng harus dihindari) harus dihindari) kestabilan lereng teknik, analisis teknik, analisis
resiko atau tidak lahan yang tepat dan lingkungan dan lingkungan kestabilan lereng kestabilan lereng
beresiko - Transportasi - Didukung dengan - Dilengkapi dan daya dukung dan daya dukung
mengakibatkan untuk kendaraan upaya reklamasi dengan sistem tanah/lereng tanah/lereng
korban jiwa dan roda 4 lereng drainase yang - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan
atau kerusakan - Dipilih konstruksi tepat untuk sistem drainase yang sistem drainase yang
bangunan; kolam dan meminimalkan tepat untuk tepat untuk
atau potensi sistem drainase penjenuhan pada meminimalkan meminimalkan
terjadi longsoran yang tepat untuk lereng penjenuhan pada penjenuhan pada
rendah namun meminimalkan - Diperlukan lereng lereng
ada resiko korban penjenuhan pada perkuatan lereng/ - Diperlukan - Diperlukan
jiwa dan atau lereng tebing dan atau perkuatan lereng/ perkuatan lereng/
kerusakan sistem terasiring tebing dan atau tebing dan atau
bangunan) - Bangunan tidak sistem terasiring sistem terasiring
boleh > 2 lantai - Bangunan tidak - Lintasan jalan
boleh > 2 lantai mengikuti pola
kontur lereng
Tabel 4.3
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI B - DAERAH KAKI BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Karakteristik
Tingkat
No Kawasan Rawan Keterangan
Kerawanan
Bencana Longsor *) Hutan Produksi Hutan Kota Hutan Rakyat Pertanian Sawah Pertanian Semusim Perkebunan Peternakan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 19
2. B Daerah kaki B.1. Tinggi Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Tidak layak untuk Diutamakan
bukit, kaki (potensi terjadi dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dibangun untuk kawasan
perbukitan, longsoran tinggi, - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan (pemotongan dan pertanian dan
kaki gunung, serta ada resiko pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang penggalian lereng pariwisata
dan kaki korban jiwa dan tepat tepat tepat tepat tepat tepat harus dihindari) terbatas
pegunungan atau kerusakan - Pemotongan - Pemotongan - Pemotongan - Menggunakan - Menggunakan - Menggunakan
bangunan dan penggalian dan penggalian dan penggalian sistem terasering sistem terasering sistem terasering
penting/mahal) lereng harus lereng harus lereng harus dan drainase dan drainase dan drainase
dihindari dihindari dihindari lahan yang tepat lahan yang tepat lahan yang tepat
- Transportasi - Transportasi - Transportasi
untuk pejalan untuk pejalan untuk pejalan
kaki kaki kaki
B.2. Menengah Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun
s.d. Rendah dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat:
(potensi terjadi - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Menggunakan
longsoran tinggi pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang sistem terasering
namun kecil tepat tepat tepat tepat tepat tepat - Transportasi
resiko atau tidak - Pemotongan - Pemotongan - Pemotongan - Menggunakan - Menggunakan - Menggunakan untuk kendaraan
beresiko dan penggalian dan penggalian dan penggalian sistem terasering sistem terasering sistem terasering roda 4
mengakibatkan lereng harus lereng harus lereng harus dan drainase dan drainase dan drainase - Ternak dengan
korban jiwa dan dihindari dihindari dihindari lahan yang tepat lahan yang tepat lahan yang tepat sistem kandang
atau kerusakan - Transportasi - Transportasi - Transportasi
bangunan; untuk kendaraan untuk kendaraan untuk kendaraan
atau potensi roda 4 roda 4 roda 4
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
Tabel 4.3
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI B - DAERAH KAKI BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Lanjutan ..
Karakteristik
Tingkat
No Kawasan Rawan Keterangan
Kerawanan
Bencana Longsor *) Perikanan Pertambangan Peruntukan Industri Industri Pariwisata Permukiman Transportasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 19
2. B Daerah kaki B.1. Tinggi Tidak layak untuk Tidak layak untuk Tidak layak untuk Tidak layak untuk - Dapat dibangun Tidak layak untuk Tidak layak untuk Diutamakan
bukit, kaki (potensi terjadi dibangun dibangun dibangun dibangun sebagai Hutan Wisata dibangun dibangun untuk kawasan
perbukitan, longsoran tinggi, (pemotongan dan (pemotongan dan (pemotongan dan (pemotongan dan - Pemotongan dan (pemotongan dan (pemotongan dan pertanian dan
kaki gunung, serta ada resiko penggalian lereng penggalian lereng penggalian lereng penggalian lereng penggalian lereng penggalian lereng penggalian lereng pariwisata
dan kaki korban jiwa dan harus dihindari) harus dihindari) harus dihindari) harus dihindari) harus dihindari harus dihindari) harus dihindari) terbatas
pegunungan atau kerusakan - Transportasi bagi
bangunan pejalan kaki dan
penting/mahal) dilengkapi dengan
prasarana yang
memadai
- Tidak mengganggu
kestabilan lereng
dan lingkungan
B.2. Menengah Dapat dibangun Dapat ditambang Tidak layak untuk Tidak layak untuk Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun
s.d. Rendah dengan syarat: dengan syarat: dibangun dibangun dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat:
(potensi terjadi - Menggunakan - Tidak (pemotongan dan (pemotongan dan - Tidak - Telah dilakukan - Telah dilakukan
longsoran tinggi sistem terasering mengganggu penggalian lereng penggalian lereng mengganggu penyelidikan penyelidikan
namun kecil dan drainase kestabilan lereng harus dihindari) harus dihindari) kestabilan lereng geologi teknik, geologi teknik,
resiko atau tidak lahan yang tepat dan lingkungan dan lingkungan analisis analisis
beresiko - Transportasi - Didukung dengan - Dilengkapi kestabilan lereng kestabilan lereng
mengakibatkan untuk kendaraan upaya reklamasi dengan sistem dan daya dukung dan daya dukung
korban jiwa dan roda 4 lereng drainase yang tanah/lereng tanah/lereng
atau kerusakan - Dipilih konstruksi tepat untuk - Dilengkapi - Dilengkapi
bangunan; kolam dan meminimalkan dengan sistem dengan sistem
atau potensi sistem drainase penjenuhan pada drainase yang drainase yang
terjadi longsoran yang tepat untuk lereng tepat untuk tepat untuk
rendah namun meminimalkan - Diperlukan meminimalkan meminimalkan
ada resiko korban penjenuhan pada perkuatan lereng/ penjenuhan pada penjenuhan pada
jiwa dan atau lereng tebing dan atau lereng lereng
kerusakan sistem terasiring - Diperlukan - Diperlukan
bangunan) - Bangunan tidak perkuatan lereng/ perkuatan lereng/
boleh > 2 lantai tebing dan atau tebing dan atau
sistem terasiring sistem terasiring
- Lintasan jalan
mengikuti pola
kontur lereng
Tabel 4.4
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI C - DAERAH TEBING SUNGAI)
Karakteristik
Tingkat
No Kawasan Rawan Keterangan
Kerawanan
Bencana Longsor *) Hutan Produksi Hutan Kota Hutan Rakyat Pertanian Sawah Pertanian Semusim Perkebunan Peternakan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 19
3. C Daerah Tebing C.1. Tinggi Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Tidak layak untuk Diutamakan
Sungai (potensi terjadi dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dibangun untuk kawasan
longsoran tinggi, - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan (pemotongan dan hutan lindung
serta ada resiko pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang penggalian lereng atau kawasan
korban jiwa dan tepat tepat tepat tepat tepat tepat harus dihindari) pertanian
atau kerusakan - Pemotongan - Pemotongan - Pemotongan - Menggunakan - Menggunakan - Menggunakan terbatas
bangunan dan penggalian dan penggalian dan penggalian sistem terasering sistem terasering sistem terasering
penting/mahal) lereng harus lereng harus lereng harus dan drainase dan drainase dan drainase
dihindari dihindari dihindari lahan yang tepat lahan yang tepat lahan yang tepat
- Transportasi - Transportasi - Transportasi
untuk pejalan untuk pejalan untuk pejalan
kaki kaki kaki
C.2. Menengah Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun
s.d. Rendah dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat:
(potensi terjadi - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Dipilih jenis dan - Menggunakan
longsoran tinggi pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang pola tanam yang sistem terasering
namun kecil tepat tepat tepat tepat tepat tepat - Transportasi
resiko atau tidak - Pemotongan - Pemotongan - Pemotongan - Menggunakan - Menggunakan - Menggunakan untuk kendaraan
beresiko dan penggalian dan penggalian dan penggalian sistem terasering sistem terasering sistem terasering roda 4
mengakibatkan lereng harus lereng harus lereng harus dan drainase dan drainase dan drainase - Ternak dengan
korban jiwa dan dihindari dihindari dihindari lahan yang tepat lahan yang tepat lahan yang tepat sistem kandang
atau kerusakan - Transportasi - Transportasi - Transportasi
bangunan; untuk kendaraan untuk kendaraan untuk kendaraan
atau potensi roda 4 roda 4 roda 4
terjadi longsoran
rendah namun
ada resiko korban
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
Tabel 4.4
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI C - DAERAH TEBING SUNGAI)
Lanjutan ..
Karakteristik
Tingkat
No Kawasan Rawan Keterangan
Kerawanan
Bencana Longsor *) Perikanan Pertambangan Peruntukan Industri Industri Pariwisata Permukiman Transportasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 19
3. C Daerah Tebing C.1. Tinggi Dapat dibangun Tidak layak untuk Tidak layak untuk Tidak layak untuk Dapat dibangun Tidak layak untuk Tidak layak untuk Diutamakan
Sungai (potensi terjadi dengan syarat: dibangun dibangun dibangun dengan syarat: dibangun dibangun untuk kawasan
longsoran tinggi, - Menggunakan (pemotongan dan (pemotongan dan (pemotongan dan - Tidak mengganggu (pemotongan dan (pemotongan dan hutan lindung
serta ada resiko sistem terasering penggalian lereng penggalian lereng penggalian lereng kestabilan lereng penggalian lereng penggalian lereng atau kawasan
korban jiwa dan dan drainase harus dihindari) harus dihindari) harus dihindari) dan lingkungan harus dihindari) harus dihindari) pertanian
atau kerusakan lahan yang tepat - Dilengkapi dengan terbatas
bangunan - Dipilih konstruksi sistem drainase yang
penting/mahal) kolam dan tepat untuk penjenuhan
sistem drainase pada lereng
yang tepat untuk - Diperlukan
meminimalkan perkuatan lereng/
penjenuhan pada tebing dan atau
lereng sistem terasiring
C.2. Menengah Dapat dibangun Dapat ditambang Tidak layak untuk Tidak layak untuk Dapat dibangun Dapat dibangun Dapat dibangun
s.d. Rendah dengan syarat: dengan syarat: dibangun dibangun dengan syarat: dengan syarat: dengan syarat:
(potensi terjadi - Menggunakan - Tidak (pemotongan dan (pemotongan dan - Tidak - Telah dilakukan - Telah dilakukan
longsoran tinggi sistem terasering mengganggu penggalian lereng penggalian lereng mengganggu penyelidikan penyelidikan geologi
namun kecil dan drainase kestabilan lereng harus dihindari) harus dihindari) kestabilan lereng geologi teknik, teknik, analisis
resiko atau tidak lahan yang tepat dan lingkungan dan lingkungan analisis kestabilan lereng
beresiko - Transportasi - Didukung dengan - Dilengkapi kestabilan lereng dan daya dukung
mengakibatkan untuk kendaraan upaya reklamasi dengan sistem dan daya dukung tanah/lereng
korban jiwa dan roda 4 lereng drainase yang tanah/lereng - Dilengkapi dengan
atau kerusakan - Dipilih konstruksi tepat untuk - Dilengkapi sistem drainase yang
bangunan; kolam dan meminimalkan dengan sistem tepat untuk
atau potensi sistem drainase penjenuhan pada drainase yang meminimalkan
terjadi longsoran yang tepat untuk lereng tepat untuk penjenuhan pada
rendah namun meminimalkan - Diperlukan meminimalkan lereng
ada resiko korban penjenuhan pada perkuatan lereng/ penjenuhan pada - Diperlukan perkuatan
jiwa dan atau lereng tebing dan atau lereng lereng/tebing dan atau
kerusakan sistem terasiring - Diperlukan sistem terasiring
bangunan) - Bangunan tidak perkuatan lereng/ - Lintasan jalan
boleh > 2 lantai tebing dan atau mengikuti pola
sistem terasiring kontur lereng
Tabel 4.2
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI A - DAERAH LERENG BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Lanjutan .
Kawasan Rawan
No Arahan Kebijakan
Bencana Longsor
*) Tinggi Menengah Rendah Tinggi Menengah Rendah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. A Daerah lereng - Hutan Produksi - Hutan Kota - Fungsi tidak berubah - Tidak diijinkan untuk kegiatan - Diijinkan untuk kegiatan pariwisata - Fungsi tidak berubah/diubah seba- - Jika fungsi tidak berubah sebagai kawasan hutan
bukit, lereng - Pertanian Sawah - Pariwisata (Hutan Lindung) budidaya seperti disebutkan pada dengan syarat: gai Hutan Lindung lindung, maka akan diberikan insentif dan disinsentif
perbukitan, - Pertanian Semusim kolom 4 a. Rekayasa teknis - Diperlukan kegiatan pengawasan bagi kawasan lindung dan sekitarnya, melalui pola
lereng gunung, - Peternakan - Diijinkan untuk kegiatan pariwisata b. Jenis wisata alam secara efektif terkait dengan pola bagi hasil
dan lereng - Perikanan terbatas dengan syarat: c. Jenis usaha wisata pondokan, pemanfaatan ruang - Perlu dirumuskan pola dan mekanisme kerjasama
pegunungan - Pertambangan a. Rekayasa teknis camping ground, pendaki - Ijin tidak diberikan untuk kegiatan antar wilayah administrasi, yang tercakup dalam
- Peruntukan Industri b. Jenis wisata alam gunung budidaya kesatuan fisik SWS
- Industri c. Jenis usaha wisata pondokan, - Diijinkan untuk kegiatan hutan - Dirumuskannya konsep insentif bagi pendukung
- Permukiman camping ground, pendaki kota dan hutan rakyat, dgn syarat: upaya pengendalian pemanfaatan ruang kawasan
- Transportasi gunung a. Rekayasa teknis rawan bencana, serta desinsentif kepada para
- Hutan Rakyat - Diijinkan untuk kegiatan hutan b. Pemilihan jenis vegetasi pelanggar ketentuan
- Perkebunan kota dengan syarat: c. Jenis kegiatan penelitian - Sosialisasi kepada stakeholder terkait dengan
a. Rekayasa teknis - Diijinkan untuk kegiatan perkebunan arah pengendalian pemanfaatan ruang dan
b. Pemilihan jenis vegetasi yang dengan syarat: kawasan rawan bencana longsor
mendukung fungsi daerah resap- a. Rekayasa teknis
an dan kelestarian lingkungan b. Pemilihan jenis vegetasi yang
c. Untuk jenis kegiatan penelitian sesuai, serta mendukung konsep
- Diijinkan untuk kegiatan perkebunan kelestarian lingkungan
dengan syarat:
a. Rekayasa teknis
b. Pemilihan jenis vegetasi yang
sesuai, serta mendukung konsep
kelestarian lingkungan
- Untuk kawasan yang tidak konsisten
dalam pemanfaatan, akan dikem-
balikan kepada kondisi dan fungsi
semula secara bertahap
Tabel 4.3
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI B - DAERAH KAKI BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Lanjutan .
Kawasan Rawan
No Arahan Kebijakan
Bencana Longsor
*) Tinggi Menengah Rendah Tinggi Menengah Rendah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2. B Daerah kaki - Peternakan - Hutan Produksi - Fungsi tidak berubah - Tidak diijinkan untuk kegiatan - Diijinkan untuk kegiatan pariwisata - Fungsi tidak berubah/diubah seba- - Jika fungsi tidak berubah sebagai kawasan hutan
bukit, kaki - Perikanan - Hutan Kota (Hutan Lindung) budidaya seperti disebutkan pada dengan syarat: gai Hutan Lindung lindung, maka akan diberikan insentif dan disinsentif
perbukitan, - Pertambangan - Hutan Rakyat kolom 4 a. Rekayasa teknis - Diperlukan kegiatan pengawasan bagi kawasan lindung dan sekitarnya, melalui pola
kaki gunung, - Peruntukan Industri - Pertanian Sawah - Diijinkan untuk kegiatan pariwisata b. Jenis wisata alam tinggi terhadap pemanfaatan ruang bagi hasil
dan kaki - Industri - Pertanian Semusim terbatas dengan syarat: c. Jenis usaha wisata pondokan, - Ijin tidak diberikan untuk kegiatan - Perlu dirumuskan pola dan mekanisme kerjasama
pegunungan - Permukiman - Perkebunan a. Rekayasa teknis camping ground, pendaki budidaya antar wilayah administrasi, yang tercakup dalam
- Transportasi - Pariwisata b. Jenis wisata alam gunung kesatuan fisik SWS
c. Jenis usaha wisata pondokan, - Diijinkan untuk kegiatan hutan - Dirumuskannya konsep insentif bagi pendukung
camping ground, pendaki kota dan hutan rakyat, dgn syarat: upaya pengendalian pemanfaatan ruang kawasan
gunung a. Rekayasa teknis rawan bencana, serta desinsentif kepada para
- Diijinkan untuk kegiatan hutan kota, b. Pemilihan jenis vegetasi pelanggar ketentuan
hutan rakyat dan hutan produksi c. Jenis kegiatan penelitian - Dukungan rekayasa teknik sebagai standar/kriteria
dengan syarat: - Diijinkan untuk kegiatan perkebunan pemanfaatan ruang
a. Rekayasa teknis dengan syarat: - Sosialisasi kepada stakeholder terkait dengan
b. Pemilihan jenis vegetasi yang a. Rekayasa teknis arah pengendalian pemanfaatan ruang dan
mendukung fungsi daerah resap- b. Pemilihan jenis vegetasi kawasan rawan bencana longsor
an dan kelestarian lingkungan contoh : karet, kayu jati
c. Untuk jenis kegiatan penelitian
- Diijinkan untuk kegiatan pertanian
a. Rekayasa teknis
b. Pemilihan jenis vegetasi dan
teknik pengelolaan
- Untuk kawasan yang tidak konsisten
dalam pemanfaatan, akan dikem-
balikan kepada kondisi dan fungsi
semula secara bertahap
Tabel 4.4
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI C - DAERAH TEBING SUNGAI)
Lanjutan .
Kawasan Rawan
No Arahan Kebijakan
Bencana Longsor
*) Tinggi Menengah Rendah Tinggi Menengah Rendah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3. C Daerah Tebing - Peternakan - Hutan Produksi - Fungsi tidak berubah - Tidak diijinkan untuk kegiatan - Diijinkan untuk kegiatan peternakan - Fungsi tidak berubah/diubah seba- - Jika fungsi tidak berubah sebagai kawasan hutan
Sungai - Pertambangan - Hutan Kota (Hutan Lindung) budidaya seperti disebutkan pada dengan syarat: gai Hutan Lindung lindung, maka akan diberikan insentif dan disinsentif
- Peruntukan Industri - Hutan Rakyat kolom 4 a. Rekayasa teknik - Diperlukan kegiatan pengawasan bagi kawasan lindung dan sekitarnya, melalui pola
- Industri - Pertanian Sawah - Diijinkan untuk kegiatan hutan kota, b. Menjaga kelestarian lingkungan tinggi terhadap pemanfaatan ruang bagi hasil
- Permukiman - Pertanian Semusim hutan rakyat dan hutan produksi - Diijinkan untuk kegiatan - Ijin tidak diberikan untuk kegiatan - Perlu dirumuskan pola dan mekanisme kerjasama
- Transportasi - Perkebunan dengan syarat: pertambangan dengan syarat: budidaya antar wilayah administrasi, yang tercakup dalam
- Perikanan a. Rekayasa teknik a. Rekayasa teknik kesatuan fisik SWS
- Pariwisata b. Pemilihan jenis vegetasi yang b. Menjaga kelestarian lingkungan - Dirumuskannya konsep insentif bagi pendukung
mendukung fungsi daerah resap- c. Pengendalian kegiatan tambang upaya pengendalian pemanfaatan ruang kawasan
an dan kelestarian lingkungan sesuai peraturan yang ada rawan bencana, serta desinsentif kepada para
c. Untuk jenis kegiatan penelitian - Diijinkan untuk permukiman dengan pelanggar ketentuan
- Diijinkan untuk kegiatan pertanian syarat: - Dukungan rekayasa teknik sebagai standar/kriteria
dan perkebunan, dgn syarat: a. Rekayasa teknis/rumah panggung pemanfaatan ruang
a. Rekayasa teknik b. Pemilihan tipe bangunan rendah - Sosialisasi kepada stakeholder terkait dengan
b. Pemilihan jenis vegetasi dan hingga sedang arah pengendalian pemanfaatan ruang dan
teknik pengelolaan c. Menjaga kelestarian lingkungan kawasan rawan bencana longsor
- Diijinkan untuk kegiatan pariwisata - Diijinkan untuk transportasi dengan
dengan syarat: syarat:
a. Rekayasa teknis a. Rekayasa teknis
b. Jenis wisata air b. Mengikuti pola kontur
- Untuk kawasan yang tidak konsisten
dalam pemanfaatan, akan dikem-
balikan kepada kondisi dan fungsi
semula secara bertahap
Tabel 4.5
MEKANISME PERIJINAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI A - DAERAH LERENG BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Tipologi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Daerah lereng A.1. Tinggi Tidak diijinkan - Memenuhi Tidak diijinkan Tidak diijinkan Tidak diijinkan Tidak diijinkan Tidak diijinkan - Pengawasan ketat
bukit, lereng (potensi terjadi persyaratan dengan melibatkan
perbukitan, longsoran tinggi, sesuai dengan persyaratan teknik
lereng gunung, serta ada resiko mekanisme yang lebih ketat
dan lereng korban jiwa dan perijinan umum - Untuk kemudahan
pegunungan atau kerusakan - Dilengkapi dalam monitoring,
bangunan dengan AMDAL perlu dilakukan
penting/mahal) pembaharuan ijin
secara periodik (1 th)
A.2. Menengah - Memenuhi - Memenuhi - Memenuhi - Memenuhi - Memenuhi - Memenuhi - Memenuhi dengan biaya
s.d. Rendah persyaratan persyaratan persyaratan persyaratan persyaratan persyaratan persyaratan retribusi yang
(potensi terjadi sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan meningkat
longsoran tinggi mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme
namun kecil perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum
resiko atau tidak - Dilengkapi - Dilengkapi - Dilengkapi - Dilengkapi - Dilengkapi - Dilengkapi - Dilengkapi
beresiko dengan AMDAL dengan AMDAL dengan AMDAL rencana perkuat- rencana perkuat- rencana perkuat- rencana perkuat-
mengakibatkan - Dilengkapi - Dilengkapi - Dilengkapi an lereng, sistem an lereng, sistem an lereng, sistem an lereng, sistem
korban jiwa dan rencana perkuat- rencana perkuat- rencana perkuat- drainase dan drainase dan drainase dan drainase dan
atau kerusakan an lereng, sistem an lereng, sistem an lereng, sistem pembuatan pembuatan pembuatan pembuatan
bangunan; drainase dan drainase dan drainase dan terasering terasering terasering terasering
atau potensi pembuatan pembuatan pembuatan - Jenis tanaman - Jenis tanaman - Jenis tanaman - Dilengkapi dgn
terjadi longsoran terasering terasering terasering dan pola tanam dan pola tanam dan pola tanam rencana jalan
rendah namun sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan yang mengikuti
ada resiko korban peruntukan peruntukan peruntukan pola kontur
jiwa dan atau lahan lahan lahan
kerusakan - Dilengkapi dgn - Dilengkapi dgn - Dilengkapi dgn
bangunan) rencana jalan rencana jalan rencana jalan
yang mengikuti yang mengikuti yang mengikuti
pola kontur pola kontur pola kontur
Tabel 4.5
MEKANISME PERIJINAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI A - DAERAH LERENG BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Lanjutan .
Karakteristik
No Kawasan Rawan Tingkat Kerawanan Keterangan
Bencana Longsor *) Perikanan Pertambangan Peruntukan Industri Industri Pariwisata Permukiman Transportasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Daerah lereng A.1. Tinggi Tidak diijinkan Tidak diijinkan Tidak diijinkan Tidak diijinkan - Memenuhi Tidak diijinkan Tidak diijinkan - Pengawasan ketat
bukit, lereng (potensi terjadi persyaratan sesuai dengan melibatkan
perbukitan, longsoran tinggi, dengan mekanisme persyaratan teknik
lereng gunung, serta ada resiko perijinan umum yang lebih ketat
dan lereng korban jiwa dan - Dilengkapi - Untuk kemudahan
pegunungan atau kerusakan dengan AMDAL dalam monitoring,
bangunan - Dilengkapi dgn perlu dilakukan
penting/mahal) laporan hasil pembaharuan ijin
penyelidikan secara periodik (1 th)
geologi teknik, dengan biaya
analisa kestabilan retribusi yang
lereng dan daya meningkat
dukung tanah
A.2. Menengah - Memenuhi - Memenuhi Tidak diijinkan Tidak diijinkan - Memenuhi - Memenuhi - Memenuhi
s.d. Rendah persyaratan persyaratan sesuai persyaratan persyaratan persyaratan
(potensi terjadi sesuai dengan dengan mekanisme sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan
longsoran tinggi mekanisme perijinan umum mekanisme mekanisme mekanisme
namun kecil perijinan umum - Dilengkapi rencana perijinan umum perijinan umum perijinan umum
resiko atau tidak - Dilengkapi perkuatan lereng, - Dilengkapi dgn - Dilengkapi dgn - Dilengkapi dgn
beresiko rencana perkuat- sistem drainase laporan hasil laporan hasil laporan hasil
mengakibatkan an lereng, sistem - Dilengkapi dengan penyelidikan penyelidikan penyelidikan
korban jiwa dan drainase dan laporan hasil geologi teknik, geologi teknik, geologi teknik,
atau kerusakan pembuatan penyelidikan analis kestabilan analis kestabilan analis kestabilan
bangunan; terasering geologi teknik, analisis lereng dan daya lereng dan daya lereng dan daya
atau potensi - Dilengkapi dgn kestabilan lereng dan dukung lereng dukung lereng dukung lereng
terjadi longsoran rencana jalan daya dukung lereng - Dilengkapi - Dilengkapi - Dilengkapi
rendah namun yang mengikuti - Data rencana rencana perkuat- rencana perkuat- rencana perkuat-
ada resiko korban pola kontur reklamasi lereng an lereng, sistem an lereng, sistem an lereng, sistem
jiwa dan atau - Estimasi volume drainase, dan drainase, dan drainase
kerusakan galian dan timbunan gambar gambar - Dilengkapi
bangunan) - Rencana bangunan > 2 lt bangunan > 2 lt rencana lintasan
penanggulangan serta fasilitas (alinemen) jalan
lahan longsor lainnya
Tabel 4.6
MEKANISME PERIJINAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI B - DAERAH KAKI BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Karakteristik
No Kawasan Rawan Tingkat Kerawanan Keterangan
Bencana Longsor *) Hutan Produksi Hutan Kota Hutan Rakyat Pertanian Sawah Pertanian Semusim Perkebunan Peternakan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2. B Daerah kaki B.1. Tinggi - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan Tidak diijinkan - Diutamakan untuk
bukit, kaki (potensi terjadi sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan kawasan pertanian
perbukitan, longsoran tinggi, mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme - Pengawasan
kaki gunung, serta ada resiko perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum ketat
dan kaki korban jiwa dan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan
pegunungan atau kerusakan AMDAL AMDAL AMDAL - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana
bangunan - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana perkuatan lereng, perkuatan lereng, perkuatan lereng,
penting/mahal) perkuatan lereng, perkuatan lereng, perkuatan lereng, sistem drainase dan sistem drainase dan sistem drainase dan
sistem drainase dan sistem drainase dan sistem drainase dan pembuatan terasering pembuatan terasering pembuatan terasering
pembuatan terasering pembuatan terasering pembuatan terasering - Jenis tanaman dan - Jenis tanaman dan - Jenis tanaman dan
- Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan pola tanam sesuai pola tanam sesuai pola tanam sesuai
rencana jalan yang rencana jalan yang rencana jalan yang dengan peruntukan dengan peruntukan dengan peruntukan
mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur lahan lahan lahan
khusus pejalan kaki khusus pejalan kaki khusus pejalan kaki - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan
rencana jalan yang rencana jalan yang rencana jalan yang
mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur
khusus pejalan kaki khusus pejalan kaki khusus pejalan kaki
B.2. Menengah - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan
s.d. Rendah sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan
(potensi terjadi mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme
longsoran tinggi perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum
namun kecil - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana
resiko atau tidak AMDAL AMDAL AMDAL perkuatan lereng, perkuatan lereng, perkuatan lereng, perkuatan lereng,
beresiko - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana sistem drainase dan sistem drainase dan sistem drainase dan sistem drainase dan
mengakibatkan perkuatan lereng, perkuatan lereng, perkuatan lereng, pembuatan terasering pembuatan terasering pembuatan terasering pembuatan terasering
korban jiwa dan sistem drainase dan sistem drainase dan sistem drainase dan - Jenis tanaman dan - Jenis tanaman dan - Jenis tanaman dan - Dilengkapi dengan
atau kerusakan pembuatan terasering pembuatan terasering pembuatan terasering pola tanam sesuai pola tanam sesuai pola tanam sesuai rencana jalan yang
bangunan; - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan dengan peruntukan dengan peruntukan dengan peruntukan mengikuti pola kontur
atau potensi rencana jalan yang rencana jalan yang rencana jalan yang lahan lahan lahan
terjadi longsoran mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan
rendah namun rencana jalan yang rencana jalan yang rencana jalan yang
ada resiko korban mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
Tabel 4.6
MEKANISME PERIJINAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI B - DAERAH KAKI BUKIT/PERBUKITAN DAN GUNUNG/PEGUNUNGAN)
Lanjutan .
Karakteristik
No Kawasan Rawan Tingkat Kerawanan Keterangan
Bencana Longsor *) Perikanan Pertambangan Peruntukan Industri Industri Pariwisata Permukiman Transportasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2. B Daerah kaki B.1. Tinggi Tidak diijinkan Tidak diijinkan Tidak diijinkan Tidak diijinkan - Memenuhi persyaratan Tidak diijinkan Tidak diijinkan - Diutamakan untuk
bukit, kaki (potensi terjadi sesuai dengan kawasan pertanian
perbukitan, longsoran tinggi, mekanisme - Pengawasan
kaki gunung, serta ada resiko perijinan umum ketat
dan kaki korban jiwa dan - Dilengkapi dengan
pegunungan atau kerusakan laporan hasil
bangunan penyelidikan geologi
penting/mahal) teknik, analisis
kestabilan lereng dan
daya dukung lereng
- Dilengkapi rencana
perkutan lereng,
sistem drainase, dan
gambar bangunan
> 2 lt serta fasilitas
lainnya
B.2. Menengah - Memenuhi - Memenuhi persyaratan Tidak diijinkan Tidak diijinkan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan
s.d. Rendah persyaratan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan
(potensi terjadi sesuai dengan mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme
longsoran tinggi mekanisme perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum
namun kecil perijinan umum - Dilengkapi rencana - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan
resiko atau tidak - Dilengkapi perkuatan lereng, laporan hasil laporan hasil laporan hasil
beresiko rencana perkuat- sistem drainase penyelidikan geologi penyelidikan geologi penyelidikan geologi
mengakibatkan an lereng, sistem - Dilengkapi dengan teknik, analisis teknik, analisis teknik, analisis
korban jiwa dan drainase dan laporan hasil kestabilan lereng dan kestabilan lereng dan kestabilan lereng dan
atau kerusakan pembuatan penyelidikan geologi daya dukung lereng daya dukung lereng daya dukung lereng
bangunan; terasering teknik, analisis - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana
atau potensi - Dilengkapi dgn kestabilan lereng dan perkutan lereng, perkutan lereng, perkutan lereng,
terjadi longsoran rencana jalan daya dukung lereng sistem drainase, dan sistem drainase, dan sistem drainase
rendah namun yang mengikuti - Data rencana gambar bangunan gambar bangunan - Dilengkapi rencana
ada resiko korban pola kontur reklamasi lereng > 2 lt serta fasilitas > 2 lt serta fasilitas lintasasn (alinemen)
jiwa dan atau - Estimasi volume lainnya lainnya jalan
kerusakan galian/timbunan - Lintasan jalan
bangunan) - Rencana mengikuti pola kontur
penanggulangan lereng
lahan longsor
Tabel 4.7
MEKANISME PERIJINAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI C - DAERAH TEBING SUNGAI)
Karakteristik
No Kawasan Rawan Tingkat Kerawanan Keterangan
Bencana Longsor *) Hutan Produksi Hutan Kota Hutan Rakyat Pertanian Sawah Pertanian Semusim Perkebunan Peternakan
Bencana Longsor ) Hutan Produksi Hutan Kota Hutan Rakyat Pertanian Sawah Pertanian Semusim Perkebunan Peternakan
T
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3. C Daerah Tebing C.1. Tinggi - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan Tidak diijinkan - Diutamakan
Sungai (potensi terjadi sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan untuk
longsoran tinggi, mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme kawasan
serta ada resiko perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum hutan lindung
korban jiwa dan - Dilengkapi - Dilengkapi - Dilengkapi - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana atau
atau kerusakan dengan AMDAL dengan AMDAL dengan AMDAL perkuatan lereng, perkuatan lereng, perkuatan lereng, kawasan
bangunan - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana sistem drainase dan sistem drainase dan sistem drainase dan pertanian
penting/mahal) perkuatan lereng, perkuatan lereng, perkuatan lereng, pembuatan terasering pembuatan terasering pembuatan terasering terbatas
sistem drainase dan sistem drainase dan sistem drainase dan - Jenis tanaman dan - Jenis tanaman dan - Jenis tanaman dan - Pengawasan
pembuatan terasering pembuatan terasering pembuatan terasering pola tanam sesuai pola tanam sesuai pola tanam sesuai ketat
- Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan dengan peruntukan dengan peruntukan dengan peruntukan
rencana jalan yang rencana jalan yang rencana jalan yang lahan lahan lahan
mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan
khusus pejalan kaki khusus pejalan kaki khusus pejalan kaki rencana jalan yang rencana jalan yang rencana jalan yang
mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur
khusus pejalan kaki khusus pejalan kaki khusus pejalan kaki
C.2. Menengah - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi
s.d. Rendah sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan persyaratan
(potensi terjadi mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme sesuai dengan
longsoran tinggi perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum mekanisme
namun kecil - Dilengkapi - Dilengkapi - Dilengkapi - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana perijinan umum
resiko atau tidak dengan AMDAL dengan AMDAL dengan AMDAL perkuatan lereng, perkuatan lereng, perkuatan lereng, - Dilengkapi
beresiko - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana sistem drainase dan sistem drainase dan sistem drainase dan rencana perkuat-
mengakibatkan perkuatan lereng, perkuatan lereng, perkuatan lereng, pembuatan terasering pembuatan terasering pembuatan terasering an lereng, sistem
korban jiwa dan sistem drainase dan sistem drainase dan sistem drainase dan - Jenis tanaman dan - Jenis tanaman dan - Jenis tanaman dan drainase dan
atau kerusakan pembuatan terasering pembuatan terasering pembuatan terasering pola tanam sesuai pola tanam sesuai pola tanam sesuai pembuatan
bangunan; - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan dengan peruntukan dengan peruntukan dengan peruntukan terasering
atau potensi rencana jalan yang rencana jalan yang rencana jalan yang lahan lahan lahan - Dilengkapi dgn
terjadi longsoran mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan rencana jalan
rendah namun khusus untuk khusus untuk khusus untuk rencana jalan yang rencana jalan yang rencana jalan yang yang mengikuti
ada resiko korban pejalan kaki pejalan kaki pejalan kaki mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur mengikuti pola kontur pola kontur
jiwa dan atau
kerusakan
bangunan)
Tabel 4.7
MEKANISME PERIJINAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN RAWAN BENCANA LONGSOR
(TIPOLOGI C - DAERAH TEBING SUNGAI)
Lanjutan .
Karakteristik
No Kawasan Rawan Tingkat Kerawanan Keterangan
Bencana Longsor *) Perikanan Pertambangan Peruntukan Industri Industri Pariwisata Permukiman Transportasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3. C Daerah Tebing C.1. Tinggi - Memenuhi persyaratan Tidak diijinkan Tidak diijinkan Tidak diijinkan - Memenuhi persyaratan Tidak diijinkan Tidak diijinkan - Diutamakan
Sungai (potensi terjadi sesuai dengan sesuai dengan untuk
longsoran tinggi, mekanisme mekanisme kawasan
serta ada resiko perijinan umum perijinan umum hutan lindung
korban jiwa dan - Dilengkapi rencana - Dilengkapi dengan atau
atau kerusakan perkuatan lereng, laporan hasil kawasan
bangunan sistem drainase dan penyelidikan geologi pertanian
penting/mahal) pembuatan terasering teknik, analisis terbatas
- Dilengkapi dengan kestabilan lereng dan - Pengawasan
rencana jalan yang daya dukung lereng ketat
mengikuti pola kontur - Dilengkapi rencana
perkuatan lereng,
sistem drainase dan
gambar bangunan
> 2 lt, serta fasilitas
lainnya
C.2. Menengah - Memenuhi - Memenuhi persyaratan Tidak diijinkan Tidak diijinkan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan - Memenuhi persyaratan
s.d. Rendah persyaratan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan sesuai dengan
(potensi terjadi sesuai dengan mekanisme mekanisme mekanisme mekanisme
longsoran tinggi mekanisme perijinan umum perijinan umum perijinan umum perijinan umum
namun kecil perijinan umum - Dilengkapi rencana - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan - Dilengkapi dengan
resiko atau tidak - Dilengkapi perkuatan lereng, laporan hasil laporan hasil laporan hasil
beresiko rencana perkuat- sistem drainase penyelidikan geologi penyelidikan geologi penyelidikan geologi
mengakibatkan an lereng, sistem - Dilengkapi dengan teknik, analisis teknik, analisis teknik, analisis
korban jiwa dan drainase dan laporan hasil kestabilan lereng dan kestabilan lereng dan kestabilan lereng dan
atau kerusakan pembuatan penyelidikan geologi daya dukung lereng daya dukung lereng daya dukung lereng
bangunan; terasering teknik, analisis - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana - Dilengkapi rencana
atau potensi - Dilengkapi dgn kestabilan lereng dan perkuatan lereng, perkuatan lereng, perkuatan lereng,
terjadi longsoran rencana jalan daya dukung lereng sistem drainase dan sistem drainase dan sistem drainase
rendah namun yang mengikuti - Data rencana gambar bangunan gambar bangunan - Dilengkapi rencana
ada resiko korban pola kontur reklamasi lereng > 2 lt, serta fasilitas > 2 lt, serta fasilitas lintasan (alinemen)
jiwa dan atau - Estimasi volume lainnya lainnya jalan yang mengikuti
kerusakan galian/timbunan pola kontur lereng
bangunan) - Rencana
penanggulangan
lahan longsor
LAMPIRAN L.1
1. Klasifikasi
Material dibagi menjadi dua kelas yaitu batuan dan tanah. Tanah selanjutnya
dibagi menurut ukuran butirannya yaitu bahan rombakan (tanah berbutir kasar)
dan tanah berbutir halus.
1.1 Runtuhan
Runtuhan batuan adalah runtuhan massa batuan yang lepas dari batuan induknya.
Runtuhan bahan rombakan adalah runtuhan yang terdiri dari fragmen-fragmen
lepas sebelum runtuh.
Termasuk pada tipe runtuhan ini adalah runtuhan kerikil (ukuran kurang dari 20
mm), runtuhan kerakal (ukuran dari 20 mm - 200 mm), dan runtuhan bongkah
(ukuran lebih dari 200 mm).
Runtuhan tanah dapat terjadi bila material yang di bawah lebih lemah (antara lain
karena tererosi, penggalian) dari pada lapisan di atasnya. Runtuhan batuan dapat
terjadi antara lain karena adanya perbedaan pelapukan, tekanan hidrostatis
karena masuknya air ke dalam retakan, serta karena perlemahan akibat struktur
geologi (antara lain kekar, sesar, perlapisan).
L1 - 2
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
1.2 Jungkiran
Jungkiran adalah jenis gerakan memutar ke depan dari satu atau beberapa blok
tanah/batuan terhadap titik pusat putaran di bawah massa batuan oleh gaya
gravitasi dan atau gaya dorong dari massa batuan di belakangnya atau gaya yang
ditimbulkan oleh tekanan air yang mengisi rekahan batuan (lihat Gambar L.1-2).
Jungkiran ini biasanya terjadi pada tebing-tebing yang curam dan tidak
mempunyai bidang longsoran.
1.3 Longsoran
Longsoran adalah gerakan yang terdiri dari regangan geser dan perpindahan
sepanjang bidang longsoran di mana massa berpindah melongsor dari tempat
semula dan terpisah dari massa tanah yang mantap.
Dalam hal ini, keruntuhan geser tidak selalu terjadi secara serentak pada suatu
bidang longsoran, tapi dapat berkembang dari keruntuhan geser set em pat. Jenis
longsoran dibedakan menurut bentuk bidang longsoran yaitu rotasi (nendatan)
dan translasi, dan dapat dibagi lagi : (a) material yang bergerak relatif utuh dan
terdiri dari satu atau beberapa blok dan (b) material yang bergerak dan sangat
berubah bentuknya atau terdiri dari banyak blok yang berdiri sendiri. (Lihat
Gambar L.1-3 dan L.1-4).
Longsoran translasi umumnya ditentukan oleh bidang lemah seperti sesar, kekar
perlapisan dan adanya perbedaan kuat geser antar lapisan atau bidang kontak
antara batuan dasar dengan bahan rombakan di atasnya.
Untuk translasi berantai gerakannya menjalar secara bertahap, ke atas lereng
akibat tanah di belakang gawk sedikit demi sedikit diperlemah oleh air yang
mengisi retakan-retakan.
L1 - 3
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
b. Gerakan yang mencakup retakan dan penyebaran material yang relatif utuh
(batuan dasar atau tanah), akibat pencairan (liquefaction) atau almn plastis
material di bawahnya. Blok di atasnya dapat ambles, melongaor, memutar,
hancur me~air daD mengalir. Mekanisme gerakan ini ~idak saja rotasi dan
translasi tetapi juga aliran. Karena itu penyebaran lateral ini dapat bersifat
majemuk (Iihat gambar L.1-6.2).
1.5 Aliran
Aliran adalah jenis gerakan tanah di mana kuat geser tanah kecil sekali atau boleh
dikatakan tidak ada, dan material yang bergerak berupa material kental. Termasuk
dalam tipe ini adalah gerakan yang lambat, berupa rayapan pada massa tanah
plastis yang menimbulkan retakan tarik tanpa bidang longsoran.
Rayapan di sini dianggap sama dengan arti rayapan pada mekanika bahan yaitu
deformasi yang terjadi terus menerus di bawah tegangan yang konstan. Pada
material yang tidak terkonsolidasi, gerakan ini umumnya berbentuk aliran, baik
cepat atau lambat, kering at au basah. Aliran pada batuan sangat sulit dikenali
karena gerakannya sangat lambat dengan retakan.retakan yang rapat dan tidak
saling berhubungan yang menimbulkan lipatan, lenturan atau tonjolan. Aliran
dapat dibedakan dalam dua tipe menu rut materialnya yaitu aliran tanah
(termasuk bahan rombakan) dan aliran batuan (lihat Gambar L.1-7).
1.6 Majemuk
Majemuk merupakan gabungan dua atau lebih tipe gerakan tanah seperti
diterangkan di atas (lihat Gambar L.1-8).
Gerakantanah untuk tipe runtuhan, longsoran, dan aliran dapat dikenali secara
visual di lapangan dengan memperhatikan ciri-ciri dari masing-masing tipe seperti
yang tercantum dalam Tabel L1-1.
Setiap tipe gerakan tanah mempunyai mekanisme yang berbeda satu terhadap
lainnya, sehingga setiap tipe gerakanpun menampakkan cirinya yang khusus.
Gerakan pada massa tanah menunjukkan ciri yang berbeda dengan gerakan
massa batuan, walaupun tipe gerakannya sama, karena perbedaan sifat fisik dan
L1 - 4
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
teknik antara massa tanah dan batuan. Oleh karena itu dalam mempelajari tipe
gerakan pertama kali harus dikenali dahulu jenis materialnya, yaitu : tanah atau
batuan.
Setelah mengenali betul jenis materialnya selanjutnya harus diamati secara teliti
massa yang ber. gerak dan massa yang stabil di sekelilingnya. Setiap bagian dari
kedua massa tersebut menampakkan ciri yang berbeda. Massa yang bergerak
perlu diamati dan dicatat tenting segala kenampakan di bagian kepala, badan,
kaki, dan ujung kaki; sedangkan massa yang stabil perlu diamati di bagian
mahkota, gawir utama, dan sayapnya.
Dengan mengenali jenis material massa gerakan dan ciri-ciri yang nampak di
setiap bagian tersebut di atas, maka dapatlah diperkirakan tipe gerakan tanah
yang terjadi.
3. Faktor Penyebab
(1) Getaran yang ditimbulkan oleh antara lain: gempa bumi, peledakan, kereta
api, dapat mengakibatkan gerakantanah sebagai contoh : gempa bumi Tes di
Sumatera Selatan pada tahun 1952 dan getaran yang ditimbulkan oleh kereta
api Jakarta - Yogyakarta di dekat Purwokerto tahun 1947.
(2) Pembebanan tambahan, temtama disebabkan oleh aktivitas manusia, misal-
nya adanya bangunan atau timbunan di atas tebing.
(3) Hilangnya penahan lateral, dapat disebabkan antara lain oleh pengikisan
(erosi sungai, pantai), aktivitas manusia (penggalian). Sebagai contoh :
penggalian tras di tepi jalan Bandung - Lembang (Pasirjati), erosi sungai
pada jalan Pacitan - Ponorogo, erosi pantai Bengkulu.
(4) Hilangnya tumbuhan penutup, dapat menyebabkan timbulnya alur pada
beberapa daerah tertentu. Erosi makin meningkat dan akhimya tejadi
gerakan tanah.
(1) Hilangnya rentangan permukaan : selaput air yang terdapat diantara butir
tanah memberikan tegangan tarik yang tidak kecil. Sebaliknya jika air
merupakan lapisan tebal, maka akibatnya akan berlawanan. Karena itu makin
banyak air masuk ke dalam tanah, parameter kuat gesemya makin
berkurang.
L1 - 5
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
(2) Naiknya berat massa tanah batuan : masuknya air ke dalam tanah menye-
babkan terisinya rongga antarbutir sehingga massa tanah bertambah.
(3) Pelindian bahan perekat, air mampu melarutkan bahan pengikat butir yang
membentuk batuan sedimen. Misalnya perekat dalam batu pasir yang
dilarutkan air sehingga ikatannya hilang.
(4) Naiknya muka air tanah : muka air dapat naik karena rembesan yang masuk
pada pori antar butir tanah. Tekanan air pori naik sehingga kekuatan
gesernya turun.
(5) Pengembangan tanah : rembesan air dapat menyebabkan tanah
mengembang terutama untuk tanah lempung tertentu,jika lempung
semacam itu terdapat di bawah lapisan lain.
(6) Surut cepat ; jika air dalam sungai atau waduk menurun terlalu cepat, maka
muka air tanah tidak dapat mengikuti kecepatan menurunnya muka air.
(7) Pencairan sendiri dapat terjadi pada beberapa jenis tanah yang jenuh air,
seperti pasir halus lepas hila terkena getaran (dikarenakan gempa bumi,
kereta api dan sebagainya).
FK = S l tm
Di mana:
FK = faktor keamanan terhadap longsoran
= 1 kritis
> 1 mantap/aman
< 1 longsor
S = kuat geser tanah
tm = tegangan geser yang bekerja.
Gangguan luar terjadi karena meningkatnya tegangan geser yang bekerja dalam
tanah (T m) sehingga FK < 1. Berdasarkan keadaan ini dapat diuraikan :
(1) Tegangan horizontal (aw menurun - kondisi seperti ini terjadi hila kaki lereng
tererosi oleh aliran air, akibat galian atau pembongkaran - tembok penahan.
Gambar L.1-9 memperlihatkan secara terinci lereng tererosi, lereng galian
dan tembok penahan dibongkar.
L1 - 6
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Pada keadaan semula tegangan yang bekerja pada elemen adalah sebesar
h dan h = Ko V0 dengan FK = q1 /qf1. Setelah penggerusan, galian atau
pembongkaran tembok penahan maka tegangan horisontal berubah. men-
jadi h - h, sedangkan - FK2 = q2/qf2 yang lebih kecil dari FK. Ini berarti
kemantapan akan terganggu, lihat Gambar L.1-10.
(2) Tegangan vertikal meningkat; - kondisi ini terjadi hila air hujan tertahan di
atas lereng, timbunan, bangunan dan lain-lain. Gambar L.1-11 memper-
lihatkan suatu lereng slam yang diatasnya ditimbun. Pada keadaan semula
tegangan yang bekerja pada elemen A adalah v dan h = Ko h. Setelah
penimbunan tegangan menjadi v + v dan h + h. . Bila perubahan ini
digambarkan dengan "stress path" dari keadaan 3 sampai 4, maka terlihat
bahwa FK3 = q3/qf3 lebih besar bila dibanding dengan FK4 = q4/qf4 yang
menunjukkan bahwa faktor keamanan menurun setelah pembebanan.
(3) Tekanan horizontal meningkat; kondisi ini terjadi karena adanya pengisian air
pada retakan (Gambar L.1-12).
(4) Tegangan siklik, kondisi ini terutama akibat gaya gempa dan gaya vibrasi
ledakan mesiu. Pada keadaan gcmpa bumi, 2 (dua) bush gelombang naik
daTi bawah ke at as permukaan tanah. Sebelum mencapai permukaan tanah,
rambatan gelombang melewati berbagai lapisan sehingga menimbulkan
perubahan pada sistem tegangan semula.
(1) Sifat bawaan; meliputl komposisi, struktur geologi dan geometri lereng.
Komposisi, kondisi material dapat menjadi lemah (weak) pada pening-
katan kadar air. Hal ini teljadi pada tanah lempung terkonsolidasi lebih
(OC) dan terkonsolidasi sangat lebih (HOC) dan tanah lempung organik.
L1 - 7
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
(3) Perubahan tekanan air pori dan be rat isi, antara lain berupa :
Berat isi bertambah karena penjenuhan. Daya apung pada kondisi jenuh
menurunkan tegangan efektif pada butir, sehingga kuat geser menurun
(Gambar L.1-15).
Muka air tanah naik karena air hujan, kolam waduk dan lainnya (Gambar
L.1-16).
L1 - 8
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
L1 - 9
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
L1 - 10
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
L1 - 11
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
L1 - 12
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
L1 - 13
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Menurun
L1 - 14
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
L1 - 15
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
L1 - 16
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Gambar L.1-15 Perubahan Kekuatan Geser Tanah Pada Waktu Hujan Akibat
Peningkatan Muka Air Tanah & Penjenuhan Perlapisan Tanah
L1 - 17
Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Gambar L.1-16 Peningkatan Tekanan Air Pori Pada Bidang Longsoran Karena
Perubahan Muka Air Tanah Bebas Waktu Pengisian Air Waduk
L1 - 18