Anda di halaman 1dari 12

PENGUJIAN BETON

A. Pengujian tanpa merusak ( non destructive test).


Dengan melaksanakan berbagai pengujian termasuk pengujian tak merusak
Dalam proses produksi dari bahan industri, kemungkinan adanya cacat bahan sangat kecil,
tetapi tidak mungkin mempunyai bahan yang bebas dari cacat. Maka telah dikembangkan
cara pengujian tak merusak untuk produk akhir dilakukan untuk menjamin kualitas juga
jaminan tidak adanya cacat yang membahayakan penggunaan. Pengujian tanpa merusak
terdiri dari:
1. Hammer Test
Concrete Hammer Test atau Schmidt Hammer Test merupakan suatu metode uji
yang mudah dan praktis untuk memperkirakan mutu beton. Untuk memperkirakan
Kekuatan Tekan Beton dengan pengujian Palu Beton schmidt hammer test. Alat yang
digunakan untuk Uji Kekuatan Beton dengan Hammer Test seperti pada gambar
berikut:

Prinsip kerja Concrete Hammer adalah dengan memberikan beban impact


(tumbukan) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan
dengan menggunakan energy yang besarnya tertentu. Karena timbul tumbukan antara
massa tersebut dengan permukaan beton, massa tersebut akan dipantulkan kembali.
Jarak pantulan massa yang terukur memberikan indikasi kekerasan permukaan beton.
Kekerasan beton dapat memberikan indikasi kuat tekannya.
Gambar berikut mengilustrasikan prinsip kerja Concrete Hammer atau Schmidt
Hammer:

Persiapan dan Tata Cara Pengujian Beton


1. Persiapan.
a. Menyusun rencana jadwal pengujian, mempersiapkan peralatan-peralatan serta
perlengkapan- perlengkapan yang diperlukan.
b. Mencari data dan informasi termasuk diantaranya data tentang letak detail
konstruksi, tata ruang dan mutu bahan konstruksi selama pelaksanaan bangunan
berlangsung.
c. Menentukan titik test.
d. Titik test untuk kolom diambil sebanyak 5 (lima) titik, masing-masing titik test
terdiri dari 8 (delapan) titik tembak, untuk balok diambil sebanyak 3 (tiga) titik test
masing-masing titik terdiri dari 5 (lima) titik tembak sedang pelat lantai diambil
sebanyak 5 (lima) titik test masing-masing terdiri dari 5 (lima)titik tembak.
2. Tata Cara Pengujian.
a. Sentuhan ujung plunger yang terdapat pada ujung alat hammer test pada titik-titik
yang akan ditembak dengan memegang hammer sedemikian rupa dengan arah tegak
lurus atau miring bidang permukaan beton yang akan ditest.
b. Plunger ditekan secara periahan-lahan pada titik tembak dengan tetap menjaga
kestabilan arah dari alat hammer. Pada saat ujung plunger akan lenyap masuk
kesarangnya akan terjadi tembakan oleh plunger terhadap beton, dan tekan tombol
yang terdapat dekat pangkal hammer.
c. Lakukan pengetesan terhadap masing-masing titik tembak yang telah ditetapkan
semula dengan cara yang sama.
d. Tarik garis vertikal dari nilai pantul yang dibaca pada grafik 1 yaitu hubungan antara
nilai pantul dengan kekuatan tekan beton yang terdapat pada alat hammer sehingga
memotong kurva yang sesuai dengan sudut tembak hammer.
e. Besar kekuatan tekan beton yang ditest dapat dibaca pada sumbu vertikal yaitu hasil
perpotongan garis horizontal dengan sumbu vertikal. Oleh karena itu mutu beton
yang dinyatakan dengan kekuatan karakteristik α bk didasarkan atas kekuatan tekan
beton yang diperoleh pada saat pengetesandilaksanakan perlu dikonversi menjadi
kekuatan tekan beton umur 28 hari.
Cara Penggunaan Hammer Test
Karena prinsip kerja dan cara penggunaan alat sangat mudah, maka secara luas
alat ini banyak digunakan untuk memperkirakan mutu beton, terutama pada struktur
bangunan yang sudah jadi. Dan dengan proses uji yang cepat maka alat inipun secara
praktis dapat menguji secara keseluruhan struktur bangunan ataupun bagian struktur
secara luas untuk mengindikasikan keseragaman mutu beton.
Sebagai catatan karena alat ini hanya membaca kekerasan beton pada lapisan
permukaan (+4 cm), sehingga untuk elemen struktur dengan dimensi yang besar,
concrete hammer test hanya menjadi indikasi awal bagi mutu dan keragaman mutu.
Selain itu pada saat pengujian permukaan beton yang akan diuji harus
dibersihkan dan diratakan karena alat ini peka terhadap variasi yang ada di permukaan
beton. Contoh pembersihan dan perataan permukaan seperti pada gambar berikut:
Hubungan Empirik dari Nilai Hammer Rebound dengan kuat tekan seperti ditunjukkan
pada grafik berikut.

Pada grafik diatas terlihat beberapa hubungan korelasi antara Nilai Hammer
Rebound, yang tergantung dari arah beban impact ke struktur beton, A, B atau C.
Berikut adalah beberapa dokumentasi aplikasi uji Schmidt Hammer dengan beberapa
arah impact hammer ke beton.
1. Arah A (0 derajat)

2. Arah B (-90 derajat)


3. Arah C (90 derajat)
Proses Assesment dengan Hammer test di Restauran Sanur Jakarta Pusat

2. Ultrasonic Pulse Velocity Test (UPVT)


UPVT atau banyak juga menyebutnya dengan UPV Test, bekerja berdasarkan
pengukuran waktu tempuh gelombang ultrasonik yang menjalar dalam struktur beton.

Gelombang ultrasonik disalurkan dari transmitter transducer yang ditempatkan


dipermukaan beton melalui material beton menuju receiver transducer dan waktu
tempuh gelombang tersebut diukur oleh Read-Out unit PUNDIT (Portable Unit Non
Destructive Indicator Tester) dalam m detik.

Uji dan Pengukuran Kedalaman Retak Beton


Kedua transducer tersebut dapat ditempatkan secara direct, semi
direct atau indirect. Karena jarak antara kedua transducer ini telah diketahui, maka
kecepatan gelombang ultrasonik dalam material beton dapat dihitung, yaitu tebal beton
dibagi dengan waktu tempuh.
Peralatan yang digunakan untuk Uji Retak Beton dengan Ultrasonic Pulse Velocity
Test ini terdiri dari :
1. Satu buah Read-out Unit PUNDIT (Portable Unit Non Destructive Indicator
Tester)
2. Dua buah Transducer 54 Hz (masing-masing sebagai transmitter dan receiver).
3. Satu buah Calibration Bar serta kabel-kabel dan connector

Alat untuk melakukan UPVT seperti pada gambar berikut:

Ultrasonic Pulse Velocity Test dilaksanakan berdasarkan (BS 1881-203; ASTM C597).
Pengukuran dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut:
 Direct Method yaitu transmitter dan receiver berada pada dua permukaan yang paralel.
 Semi-direct Method, yaitu transmitter dan receiver berada pada dua permukaan yang
saling tegak lurus.
 Indirect Method dimana kedua transducer berada pada permukaan yang sama.
Seperti ditunjukkan pada gambar berikut:

Untuk estimasi kedalaman keretakan metode yang digunakan adalah Indirect


Method yang digunakan untuk mengukur waktu perambatan gelombang dari
transmitter ke receiver pada satu bidang permukaan yang mana bila melewati garis
keretakan terjadi loncatan waktu.
Untuk mengetahui kedalaman keretakan dilakukan 2 (dua) kali pengukuran
rambatan gelombang. Yang pertama adalah transmitter dan receiver diletakan
berseberangan dalam satu bidang permukaan dengan jarak yang sama dari garis
keretakan permukaan, yaitu pada jarak X1, dan selanjutnya pada jarak X2. Ilustrasi
pengukuran seperti pada gambar berikut:

Maka kedalaman retak dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Dimana:
X1 = jarak antar tranducer (transmitter dan receiver) pada pengukuran pertama
X2 = jarak antar tranducer (transmitter dan receiver) pada pengukuran kedua
t1 = waktu yang perambatan gelombang dari transmitter ke receiver pada pengamatan
pertama
t2 = waktu yang perambatan gelombang dari transmitter ke receiver pada pengamatan
kedua
Jika pada pengukuran pertama jarak antara posisi retak dengan transmitter adalah b,
dan jarak antara receiver dengan posisi retak juga b dengan arah yang berlawanan,
maka X1 = 2b.
Selanjtnya jika pada pengukuran kedua jarak antara posisi retak dengan transmitter
adalah 2b, dan jarak antara receiver dengan posisi retak juga 2b dengan arah yang
berlawanan, maka X2 = 4b. Maka ilustrasi pengukuran dapat digambarkan menjadi:

Dan persamaan (1) diatas akan menjadi:


Pengukuran dengan menggunakan “Proceq Pundit Lab plus” dapat dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
b. Pengujian yang merusak (destuctive test)
Pengujian dengan cara merusak merupakan alat uji pada meterial yang diuji cobakan
dengan cara merusaknya. Tujuan dari destructive testing adalah untuk memahami ketahanan
suatu material dengan cara merusak agar dapat mengetahui apakah material kuat jika di tekan,
tarik, dan di lengkungkan dsb sehingga menciptakan material yang berkualitas nantinya.

1. Core Test
Core drill adalah suatu metoda pengambilan sampel beton pada suatu struktur bangunan.
Sampel yang diambil (bentuk silinder) selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan
pengujian seperti Kuat tekan, Karbonasi dan Pullout test. Pengujian kuat tekan(ASTM C-39)
dari sampel tersebut diatas biasanya lebih dikenal dengan pengujian “Beton Inti”. Alat uji yang
digunakan adalah mesin tekan dengan kapasitas dari 2000 kN sampai dengan 3000 kN.

Uji core drill atau bor inti ialah cara uji beton keras dengan cara mengambil contoh
silinder beton dari daerah yang kuat tekannya diragukan. Pengambilan contoh dilakukan
dengan alat bor yang mata bornya berupa “pipa” dari intan, sehingga diperoleh contoh beton
berupa silinder. Silinder beton yang diperoleh tergantung ukuran diameter mata-bornya,
umumnya antara 50mm sampai 150 mm. Namun sebaiknya diameter silinder tidak kurang dari
3 kali ukuran maksimum agregat betonnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk Core
Drill Test:
Jika uji bor inti dipilih maka beberapa hal yang perlu diperhatikan (SK SNI-61-1990-03):
1 Umur beton minimal 14 hari.
2 Pengambilan contoh silinder beton dilakukan di daerah yang kuat tekannya diragukan,
biasanya berdasarkan data hasil uji contoh beton dari masing-masing bagian struktur.
Dari satu daerah beton diambil satu titik pengambilan contoh.
3 Dari satu pengambilan contoh (daerah beton yang diragukan mutunya) diambil 3 titik
pengeboran. Pengeboran harus ditempat yang tidak membahayakan struktur, misalnya
jangandekat sambungan tulangan, momen maksimum, dan tulangan utama.
4 Pengeboran harustegak lurus dengan permukaan beton.
5 Lubang bekas pengeboran harus segera diisi dengan beton yang mutunya minimal
sama.
Bila beton yang diambil berada dalam kondisi kering selama masa layannya, benda
ujisilinder beton (hasil bor inti) harus diuji dalam kondisi kering. Bila beton yang diambil
berada dalam kondisi sangat basah selama masa layannya, maka silinder harus direndam
dahulu minimal 40 jam dan diuji dalam kondisi basah.
Kuat tekan beton pada titik pengambilan contoh (daerah beton yang diragukan)
dapatdinyatakan tidak membahayakan jika kuat tekan 3 silinder beton (minimum 3 silinder
beton)yang diambil dari daerah beton tersebut memenuhi 2 (dua) persyaratan sebagai berikut:
1 Kuat tekan rata-rata dari 3 silinder betonnya tidak kurang dari 0,85 fc’
2 Kuat tekan masing-masing silinder betonnya tidak kurang dari 0,75 fc’
Mengambil Sampel Perkerasan dengan Core Drill Test
Untuk menentukan atau mengambil sebuah sampel pada perkererasan di lapangan
sehingga dapat diketahui tebal perkerasannya serta untuk dapat mengetahui karakteristik
sebuah campuran perkerasan.
Perlengkapan Core Drill Test Yang Dibutuhkan
1 Mesin Core Drill Test
2 Alat untuk menutup lubang bekas pengeboran
Pelaksanaan Core Drill Test Yang Dilakukan:
1 Alat akan diletakan pada lapisan perkerasan sebuah beton atau aspal yang akan
dilakukan pengujian dengan posisi datar.
2 Lalu kemudian harus menyediakan air dengan alat yang ada sistem pompanya.
3 Kemudian air tersebut dimasukkan ke alat Core Drill dengan selang kecil pada tempat
yang sudah disediakan pada alat tersebut yang digunakan sehingga alat tersebut tidak
akan mengalami kerusakan terutama pada mata bor yang berbentuk silinder selama
masa proses pengujian coring beton atau coring aspal.
4 Jika semua sudah siap lalu dihidupkan dengan alat tersebut dengan menggunakan tali
yang dililitkan pada starter alat dan ditarik hingga hidup.
5 Kemudian alat tersebut akan hidup mata bor diturunkan secara perlahan pada titik yang
sudah ditentukan sebelumnya hingga kedalaman tertentu, kemudian setelah masuk pada
kedalaman yang sudah ditentukan maka alat dimatikan dan mata bor dinaikkan keatas.
6 Lalu hasil dari pengeboran yang sudah dilakukan diambil dengan menggunakan
penjapit yang sudah tersedia, dan setelah itu dilakukan pengukuran tebal dan
dimensinya serta diamati sampel tersebut apakah perkerasan tersebut sudah layak untuk
digunakan atau tidak.
Pemeriksanaan diatas dilakukan bertujuan untuk mengetahui secara tepat dan detail
susunan struktur dari sebuah konstruksi jalan, jenis perkerasan, persentase susunan atau dapat
juga untuk memeriksa perubahan dari struktur jalan, serta cara kerja alat dari mesin coring.
Dalam melakukan uji alat atau core drill test atau seperti jasa coring beton dan jasa coring
aspal perlu diperhatikan kontinuitas dari pemakaian air karena jika ada keterlambatan dari
pemberian air pada ujung mata bor maka akan menyebabkan terjadinya kerusakan dari mesin
coring beton atau mesin coring aspal tersebut. Dari hasil pengeboran tersebut juga dapat
diketahui komposisi dari lapisan perkerasan.

2. Pull out test


Pull out test adalah metode yang digunakan untuk mengukur besarnya gaya maksimum yang
dibutuhkan untuk mencabut logam/besi yang ditanam ke dalam suatu beton. Logam ini dapat
ditanam sebelum maupun sesudah proses casting.

Menurut Malhotra (1991) kuat tekan beton yang dihasilkan oleh pull out test adalah ± 20%
dari kuat tekan yang dihasilkan oleh uji compression. Compressive Strength, Mpa 24 Standar
atau prosedur dalam menggunakan metode ini dapat dilihat pada ASTM C 900, dimana
disyaratkan :
1. Kedalaman penanaman logam (embement depth) dan ukuran diameter head (d1)
haruslah sama, tetapi tidak ada persyaratan mengenai berapa besarnya.
2. Besarnya diameter antara kedua reaction ring (d2) bisa antara 2 sampai 2,4 kali dari
besarnya head.
3. Dari kedua syarat di atas, dapat diketahui bahwa apex anglenya berkisar antara 540 dan
700.
Ilustrasi pull out test
REFERENSI

Darmawan, Siliq. 2011. https://blog.ub.ac.id/sidiqdarmawan/2011/12/12/destructive-test-and-


non-destructive-test/. 23 Oktober 2019.
Hesa. 2015. https://hesa.co.id/uji-kekuatan-beton-dengan-hammer-test/. 23 Oktober 2019.
Hesa. 2017. https://hesa.co.id/uji-retak-beton-dengan-ultrasonic-pulse-velocity-test/. 23
Oktober 2019.

Anda mungkin juga menyukai