Anda di halaman 1dari 12

PEWARNAAN ALIZARIN RED

Oleh:
Nama : Faza Haitami
NIM : B1J013067
Rombongan : III
Kelompok : 2
Asisten : Sumana

LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alizarin Red merupakan suatu metode pewarnaan untuk mendeteksi


keberadaan mineral kalsium dalam matriks tulang sehingga dapat digunakan untuk
mengamati proses kalsifikasi pada tulang embrio. Tulang yang telah mengalami
kalsifikasi akan berwarna merah setelah diwarnai oleh Alizarin.Alizarin merupakan
senyawa berwarna merah-orange yang memiliki rumus molekul C14H8O4. Senyawa ini
merupakan turunan dari anthraquinon, dengan gugus hidroksil tersubstitusi pasa posisi
1 dan 2. Alizarin terdapat secara alami sebagai glukosida pada tanaman Rubia
tinctorum.

Gambar 1. Struktur Alizarin (Mahanthesha et al., 2009)


Metode pewarnaan menggunakan Alizarin Red dimulai dengan fiksasi
jaringan. Tahapan fiksasi memakan waktu yang cukup lama tergantung ukuran tubuh
preparat yang digunakan Bahan fiksatif yang biasa digunakan adalah larutan alkohol.
Selanjutnya dilakukan pembilasan menggunakan air destilasi, yaitu akuades kira-kira
selama lima sampai sepuluh menit. Struktur jaringan lainnya yang berlekatan dengan
tulang ditiadakan warnanya hingga transparan menggunakan larutan NaOH atau KOH.
Tahap selanjutnya yaitu pewarnaan matriks tulang menggunakan Alizarin Red.
Kalsium yang berhasil terikat dengan senyawa alizarin akan memperlihatkan warna
orange sampai merah tua pada tulang. Keberhasilan pewarnaan kalsium pada matriks
tulang suatu fetus hewan bergantung pada usia fetus, lama waktu pentransparanan dan
pewarnaan, serta komposisi Alizarin yang digunakan. Tahapan terakhir, yaitu
penjernihan dari sisa-sisa larutan yang digunakan dan pengawetan Alizarin Red
merupakan suatu metode pewarnaan untuk mendeteksi keberadaan mineral kalsium
dalam matriks tulang sehingga dapat digunakan untuk mengamati proses kalsifikasi
pada tulang embrio. Tulang yang telah mengalami kalsifikasi akan berwarna merah
setelah diwarnai oleh Alizarin (Puchtler et al., 1968).
Tulang sejati hanya terdapat pada ikan dan vertebrata. Tulang merupakan hasil
perkembangan dari kartilago atau lanjutan dari sel-sel mesenkim embrional (membran
tulang). Kartilago dan sel-sel mesenkim embrional tersebut diproduksi oleh sel-sel
tulang (osteoblast). Tulang dilapisi oleh fibrous periosteum yang berfungsi untuk
pertumbuhan dan perbaikan sel. Substansi mineralnya disimpan dalam lapisan tipis
atau lamela. Lamela-lamela bentuk silindris membentuk sistem-sistem harversi, yang
bagian tengahnya terdapat Canal Haversi (Storer, 1989). Matriks tulang dapat
diklasifikasikan menjadi lamella, bagian dari struktur lapisan atau serabut tulang.
Serabut tulang terbentuk selama proses embrionik, perbaikan tulang, dan sisi mekanik
yang menerima stimulasi dari 3,000 mikrostrain berlebih. Tulang lamella
menggantikan serabut tulang pada saat pembentukannya (Huffman, 2007).
Junqueira dan Carneiro (1992) menyatakan bahwa jaringan tulang berkembang
melalui dua cara, yaitu osifikasi intra membranosa dan osifikasi endokondral.
Osifikasi intra membranosa diawali dengan diferensiasi kelompok fibroblast menjadi
osteoblast, kemudian terjadi sintesis osteoid dan kalsifikasi sehingga terjadi
penyelubungan osteoblast yang kemudian menjadi osteosit. Sel membran jaringan
penyambung membelah diri sehingga menghasilkan lebih banyak osteoblast yang
selanjutnya berperan dalam pertumbuhan pusat osifikasi. Beberapa pusat osifikasi
tulang tumbuh secara radial dan akhirnya bersatu sehingga menggantikan jaringan
penyambung awal (Junqueira dan Carneiro, 1992).
Osifikasi endokondral yaitu proses pembentukan tulang yang terjadi dimana
sel-sel mesenkim berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago kalsifikasi pada
(jaringan rawan) lalu berubah menjadi jaringan tulang, misal proses pembentukan
tulang panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis (Djuhanda,1981). Osifikasi
endokondral terdiri dari dua proses. Proses pertama adalah hipertropi dan destruksi
kondrosit model tulang tersebut, sehingga menghasilkan lakuna-lakuna yang meluas
dan dipisahkan oleh septum matriks tulang rawan yang mengalami kalsifikasi. Proses
kedua ditandai dengan tunas osteogenik yang menembus ruang-ruang yang
ditinggalkan oleh kondrosit yang mengalami degenerasi. Sel yang belum
berdiferensiasi menghasilkan osteoblast yang membentuk matriks tulang pada sisa-
sisa matriks tulang rawan yang telah mengalami kalsifikasi. Septum jaringan tulang
rawan yang mengalami kalsifikasi akan bertindak sebagai penyokong untuk permulaan
kalsifikasi (Junqueira dan Carneiro, 1992). Perbedaan antara kedua proses itu terletak
dalam kenyataan bahwa pada osifikasi endokondral, tiap spikula diendapkan sekeliling
pecahan matriks tulang rawan yang telah mengapur, sedangkan pada spikula tulang
intra membran tidak terdapat kerangka semacam itu. (Yatim, 1984).
Praktikum Alizarin red ini menggunakan ikan Nilem dikarenakan ukuran
ikan yang tidak terlalu besar ataupun kecil (berukuran sedang). Selain itu ikan Nilem
mudah didapatkan, dan juga mudah dalam pengamatan.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah mengerjakan prosedur pewarnaan


Alizarin dan menerangkan proses kalsifikasi tulang pada embrio.

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Alizarin red adalah cawan petri, bak
preparat, 8 botol sampel, kertas label, spuit injeksi tanpa jarum dan pipet tetes.
Bahan yang digunakan dalam praktikum Alizarin red adalah ikan Nilem
(Osteochillus hasselti), larutan alkohol 96%, larutan KOH 1%, larutan KOH 2%,
larutan pewarna Alizarin red, akuades, NaCl fisiologis dan larutan penjernih A, B dan
C, tissue.Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:


1. Ikan diletakkan dalam mangkuk berisi air dingin/es agar cepat mati.
2. Kemudian setelah mati ikan diletakkan di container dan direndam dalam larutan
alkohol 96% selama 12 jam.
3. Setelah 12 jam, larutan alkohol dibuang dan diganti dengan akuades direndam
selama 10 menit
4. Setelah 10 menit akuades dibuang dan KOH 1 % dimasukkan selama 3 jam.
5. Setelah itu larutan KOH 1 % dibuang dan larutan alizarin red dimasukkan, ikan
direndam selama 5 jam.
6. Setelah 12 jam, alizarin red dibuang lalu KOH 2 % dimasukkan dan ikan direndam
selama 1 jam.
7. Dibuang KOH 2 % tersebut, lalu Larutan A dimasukkan, dan ikan direndam selama
1 jam.
8. Setelah 1 jam, larutan A dibuang dan larutan B dimasukkan selama 1 jam.
9. Larutan B dibuang dan larutan C dimasukkan selama 1 jam.
10. Tulang-tulangnya diamati.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

(A) (B)
(C) (D)

(E) (F)

(G)

Keterangan:
A. Foto preparat sebelum diberi perlakuan
B. Foto preparat setelah dimasukkan alkohol 96%
C. Foto preparat setelah dimasukkan akuades
D. Foto preparat setelah dimasukkan KOH 1%
E. Foto preparat setelah dimasukkan Alizarin Red
F. Foto preparat setelah dimasukkan Larutan Penjernih B
G. Foto preparat setelah dimasukkan Larutan Penjernih C
H. Gambar tulang ikan sebagai berikut:
Tabel 1. Data Pengamatan Tulang yang Terkalsifikasi
No. Kelompok Tulang yang Terwarnai
1. Kelompok 1 Rongga insang, sirip dada, sirip belakang, tengkorak, rongga
mata, tulang belakang, sirip punggung, sirip ekor.
2. Kelompok 2 Tengkorak, rongga insang, tulang punggung, sirip
punggung, sirip ekor, rongga mata, tulang rusuk, sirip perut.
3. Kelompok 3 Tulang engkorak, sirip dorsal, dan sirip caudal.
4. Kelompok 4 Rongga mata, tengkorak, sirip caudal, tulang rusuk (tidak
terlalu jelas).
5. Kelompok 5 Tengkorak, tulang belakang, rongga mata, tulang rusuk,
rongga insang.
6. Kelompok 6 Rongga mata, Tulang belakang, tulang ekor.
A. Pembahasan

Alizarin sering disebut juga natrium alizarin sulfonat, dengan rumus molekul
C6H7O7SNA, yang merupakan golongan antraquinik dan banyak digunakan dalam
industria (Storer, 1989). Alizarin adalah suatu campuran dapat larut dalam air karena
alasan ini, kita manyatukan suatu water-insoluble format dari indikator ini, Alizarin S-
Ctab Merah pasangan ion lipophilic, yang mana penggunaan di dalam PVC sensor
.Pewarnaan alizarin ini digunakan untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang.
Tulang yang diwarnai dengan alizarin red akan berwarna merah tua apabila tulang
tersebut mengalami kalsifikasi. Warna ini akan muncul karena zat warna yang
diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang. Tulang yang pertama terwarnai
adalah tulang tengkorak (tulang kepala). Tulang tengkorak merupakan tulang dibentuk
dengan cara osifikasi intermembran. Proses ini berasal dari serat kolagen dimasuki zat
ossin (protein tulang), kemudian fibroblast pembentuk mengalami transformasi
menjadi osteoblast dan osteoblast. Osteoblast pembentuk tulang, osteoblast peresap
zat yang akan dirombak menjadi tulang (Kalthoff, 1996).
Proses pewarnaan alizarin dimulai dengan ikan nilem (Osteochilus hasselti),
direndam di dalam air es yang berfungsi untuk melumpuhkan/mematikan ikan,
kemudian direndam dalam alkohol 96% yang berfungsi sebagai fiksatif (untuk
mematikan sel tanpa merusak selnya) sebelum diberi larutan pewarna alizarin red
terlebih dahulu. Setelah 12 jam larutan alkohol diganti dengan akuades selama 10
menit untuk menetralkan, setelah itu diberi larutan KOH 1% yang menyebabkan
jaringan otot menjadi transparan dan skeletonnya terlihat jelas.
Perendaman ikan nilem di dalam KOH 1% dilakukan selama 3 jam, kemudian
larutan KOH 1% diganti dengan larutan pewarna alizarin red selama 5 jam yang
fungsinya agar skeleton berwarna merah tua atau ungu, Setelah itu diberi penjernih A,
B, dan C masing-masing selama 1 jam, hal ini dilakukan terutama untuk mengurangi
kelebihan pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot menjadi tampak
jernih dan transparan. Ikan dipindahkan ke dalam botol jernih yang berisikan larutan
gliserin, fungsi dari larutan gliserin adalah untuk mengawetkan spesimen. Setelah ikan
mujair direndam alkohol 96% selama 12 jam warna tubuh ikan menjadi pucat, namun
setelah direndam akuades selama 10 menit warna tubuh ikan masih terlihat pucat
karena akuades hanya bersifat untuk penetralan dari alkohol. Setelah ikan direndam
KOH 1 % selama 3 jam, tubuh ikan terlihat lebih lunak. Lalu ikan direndam alizarin
red selama 12 jam, terlihat warana alizarin red melekat pada preparat, kemudian ikan
diberi pewarna alizarin red selama 5 jam, terlihat pewarna alizarin red melekat pada
preparat, Setelah diberi larutan penjernih A, ikan mulai terlihat kalsifikasi tulang dan
terlihat limbah berwarna kuning kecoklatan. Setelah pemberian larutan penjernih B,
ikan mulai terlihat kalsifikasi tulang serta sedikit skeleton, limbah berwarna ungu.
Setelah pemberian larutan penjernih C terlihat tulang-tulang yang mulai terlihat jelas..
Dari hasil data pengamatan rombongan III, rata-rata tulang yang terwarnai adalah
tulang belakang, tengkorak, rongga mata, tulang rusuk dan rongga insang, sedangkan
untuk bagian yang tidak terwarnai adalah semua bagian sirip (sirip punggung, sirip
dada, sirip perut, sirip belakang dan sirip ekor) .
Berdasarkan hasil percobaan pada kelompok 2 dapat dilihat bahwa pada ikan
nilem tersebut sudah terjadi kalsifikasi. Terlihat pada ikan tersebut warna kekuningan
yang menandakan telah terjadinya kalsifikasi. Hasil pengamatan tulang yang
mengalami kalsifikasi adalah pada bagian tengkorak, rongga mata, tulang belakang
dan rongga insang, tulang rusuk, sirip ekor, sirip perut. Warna ini muncul karena zat
warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang. Namun pada bagian
vertebratanya tidak terwarnai dengan sempurna. Hal ini dikarenakan proses
pengikatan zat warna tidak seimbang antara kalsium dan fosfor sehingga
mempengaruhi penyerapan warna alizarin red pada tulang.
Menurut Wahyu (1982), kalsium unsur yang sangat penting dibutuhkan oleh
tubuh, mineral ini sangat berfungsi dalam metabolisme dan pembentukan tulang,
selain berperan dalam proses osifikasi, mineral kalsium juga dibutuhkan dalam proses
pembekuan darah, kontraksi otot, dan aktivitas enzim.
Matriks tulang mengandung unsur-unsur yang sama seperti jaringan-jaringan
penyambung lainnya, serat-serat dan bahan dasar. Pengendapan matriks ini oleh
osteoblast disebut osifikasi. Pengendapan garam-garam kalsium dalam matriks ini
disebut kalsifikasi (pengapuran), suatu proses yang terjadi normal pada tulang tetapi
dapat terjadi patologis dalam jaringan penyambung lain, seperti tulang rawan dan
dinding pembuluh darah. Jika kalsifikasi belum terjadi dalam matriks tulang, daerah
itu disebut osteoid (Bevelander & Ramaley, 1988).
Kurang maksimalnya pewarnaan tulang dapat disebabkan oleh beberapa faktor
kemungkinan, di antaranya. Kurang lamanya waktu perendaman fetus dalam larutan
KOH 1% dan pewarnaan oleh larutan Alizarin, yang membuat jaringan ototnya tidak
terlalu transparan sehingga menyulitkan larutan pewarna Alizarin terserap pada tulang-
tulang yang mengalami klasifikasi. Komposisi yang terkandung dalam larutan
pewarna Alizarin juga dapat mempengaruhi keberhasilan proses pewarnaan tulang-
tulang yang terkalsifikasi (Mahanthesha et al., 2009).
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan


bahwa :
1. Alizarin Red merupakan suatu metode pewarnaan matriks tulang sehingga dapat
digunakan untuk mengamati proses kalsifikasi pada tulang embrio. Tulang-tulang
yang berhasil terwarnai, antara lain Tengkorak, rongga insang, tulang punggung,
sirip punggung, sirip ekor, rongga mata, tulang rusuk, sirip perut.
2. Proses pembentukan tulang dapat melalui dua cara, yaitu osifikasi intra membran
dan osifikasi endokondral. Osifikasi intra membran merupakan proses
pembentukan tulang dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang, sedangkan
pada osifikasi endokondral, sel-sel mesenkimnya berdiferensiasi lebih dulu
menjadi kartilago (jaringan rawan) lalu berubah menjadi jaringan tulang.

B. Saran

Sebaiknya lama waktu dari setiap perlakuan harus lebih diperhatikan lagi, agar
mendapatkan hasil pewarnaan tulang yang lebih maksimal.
DAFTAR REFERENSI

Bevelander, G. dan Ramaley, J. A. 1988. Dasar-Dasar Histologi. Erlangga, Jakarta.


Djuhanda, T. 1981. Embriologi Perbandingan. CV Armico, Bandung.

Huffman, 2007. Comparative Embriology of the Vertebrates. The Mac Millan


Company, New York.

Junqueira, L. C., Carneiro, Jose, Kelly R. O. 1992. Basic Histology. 7th ed. Appleton
and Lange, USA.

Kalthoff, K. 1996. Analysis of Biological Development. McGraw-Hill Inc, New York.

Mahanthesha K. R., Swamy, B. E. K., Chandra, U., Bodke, Y. D., Pai, K. V. K. and
Sherigara, B. S. 2009. Cyclic voltammetric investigations of Alizarin at carbon
paste electrode using surfactants. Int. J. Electrochem. Sci., 4: 1237 1247.

Puchtler, H., Meloan, S. N., and Terry, M. S. 1968. On the history and mechanism of
Alizarin and Alizarin Red s stains for calcium. The Journal of Histochemistry
and Cytochemistry. Vol. 17. No. 2 : 110-124.

Storer, T. 1989. General Zoology. McGraw-Hill Inc, New York.

Wahyu, Juju. 1982. Ilmu Nutrisi Unggas. Penerbit Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Yatim, W. 1984. Embriologi. Tarsito, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai