Anda di halaman 1dari 14

Kegiatan Praktikum VI

PEWARNAAN ALIZARIN RED

Hari : Kamis
Tanggal : 9 Oktober 2018

Nama : Arlina Setyoningtyas


NIM : B1AO17150
Rombongan : C2
Kelompok :3
Asisten : Dinda Himawari

LABORATORIUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN


FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerangka hewan terdiri dari satu set struktur hidup yang tumbuh, beradaptasi
dan memperbaiki diri. Jaringan tulang hadir di hampir semua bagian tubuh, dan di
karakteristik kerangka terbagi sangat beragam dalam hal morfologi dan arsitektur
jaringan (Vieira, 2007) . Tulang adalah jaringan ikat khusus. Dalam hal ini matriks
tulang dimineralisasi oleh garam organik, terutama kalsium fosfat. Kalsium hidroksi
apatite yang khusus membentuk kekuatan tulang dan membuat tulang menjadi
kokoh. Komponen matriks eksternal utama yang berperan dalam proses pengerasan
tulang adalah garam kalsium. Proses pengendapan garam-garam kalsium terjadi
secara berangsur-angsur. Tulang merupakan komponen utama dalam rangka tubuh.
Tulang sifatnya keras dan kaku, tetapi tulang juga mempunyai sifat elastis tertentu.
Tulang membantu rangka tubuh dengan kekuatan yang penting untuk fungsinya
sebagai tempat perlekatan dan pengungkit otot serta menyokong tubuh melawan
gravitasi. Rangka tubuh mempunyai fungsi pelindung penting, sebab melindungi
otak dan medula spinalis, dan mengelilingi sebagian organ-organ pelvis dan toraks
sebagai baju pelindung.
Tulang maupun tulang rawan adalah bentuk jaringan penyambungan padat
yang terspesialisasi yang matriksnya lentur dan luwes. Kedua jaringan itu melakukan
fungsi kerangka yang bersifat struktural dan menanggung beban di dalam tubuh.
Tulang secara arsitektur direncanakan sebagai jaringan yang ringan tapi luar biasa
kuat untuk menanggung beban yang garis kekuatannya mengikuti
garis tekanan yang diakibatkan oleh dukungan beban. Tulang rawan sel sel batangna
proliferasi dan membentuk kondrosit kondrosit yang cepat mengelilingi mereka
dengan matriks. Pada tulang sel sel batangnya mula mula berkembang menjadi
osteoblas, sel pembentuk matriks yang luar biasa aktif yang lambat laun mengurung
diri sendiri dalam suatu lakuna dan menjadi osteosit. Matriks tulang
mengandung unsur yang sama seperti jaringan - jaringan penyambung yang lainnya.
Pengendapan ini oleh osteoblas disebut osifikasi (Soeminto, 2002).
Alizarin red merupakan suatu metode untuk mengetahui pembentukan tulang
pada embrio atau metode untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio.
Tulang embrio yang terwarnai alizarin red akan terlihat berwarna merah tua. Warna
merah tersebut muncul karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada
matriks tulang. Pemberian alizarin red dapat dilakukan secara bertahap pada
berbagai jenjang umur embrio, pada umumnya tulang yang terbentuk secara intra
membran mengalami osifikasi lebih cepat dibandingkan tulang yang terbentuk secara
endrokondral (Mardanung, 1985). Alizarin merupakan senyawa yang dapat larut
dalam air, menyintesis bentuk yang tidak dapt larut air dari suatu indicator, Alizarin
Red S-CTAB merupakan pengikat ion liphophilic yang membuat dapat digunakan
dalam sensor PVC (Gupta et al., 2009).
Pewarna alizarin red dipilih karena merupakan salah satu zat warna organik
yang bersifat biodegradable. Pewarnaan alizarin ini dilakukan untuk melihat tulang
pada suatu embrio. pada praktikum kali ini di pilih fetus mencit untuk mengetahui
tulangnya menggunakn metode alizarin red. Alizarin red sering disebut natrium
alizarin sulfonat. Selain digunakan untuk mengetahui pembentukan tulang, alizarin
red juga bisa digunakan dalam berbagai macam hal. Alizarin red bisa digunakan
sebagai pH indikator dimana pada pH 0-6,4 alizarin red akan berwarna kuning,
sedangkan pada pH kisaran 6,4-12 alizarin red akan berwarna merah. Selain itu
alizarin red bisa juga digunakan sebagai pengujian kadar suatu logam misalnya
mengidentifikasi kandungan zat kapur dalam suatu jaringan (tulang) (Shakhashiri,
1989).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum Alizarin Red adalah dapat mengerjakan prosedur


pewarnaan Alizarin Red dan menerangkan proses kalsifikasi tulang pada embrio.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi
Alat-alat yang digunakan pada acara praktikum ini adalah dalam praktikum
Pewarnaan Alizarin Red adalah gelas arloji, 8 plastik kecil penampung cairan, tissue,
spuit dan satu kotak kecil.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan, larutan
alkohol, larutan pewarna alizarin red, larutan penjernih A, B dan C, larutan KOH
1%, larutan KOH 2%,, dan akuades.
A. Metode

Metode yang dilakukan dalam praktikum ini adalah :

1. Ikan diletakan pada gelas arloji


2. Kemudian, ikan dipindahkan ke dalam kotak kecil yang diberi penutup.
3. Diberi larutan akuades, kemudian ditunggu selama 10 menit.
4. Setelah 10 menit, akuades diganti dengan larutan alkohol 96% selama 12 jam.
5. Setelah 12 jam, larutan alkohol diganti dengan akuades, kemudian ditungggu
selama 10 menit.
6. Setelah 10 menit, akuades diganti dengan larutan KOH 1% selama 7 jam.
Penggantian larutan digunakan spuit.
7. Setelah 7 jam, larutan KOH 1% diganti dengan larutan Alizarin Red, ditungggu
selama 10 jam.
8. Setelah 10 jam, larutan Alizaarin Red diganti dengan larutan A selama 30 menit.
9. Setelah 30 menit, larutan A diganti dengan larutan B, kemudian ditunggu selama
30 menit.
10. Setelah 30 menit, larutan B diganti dengan larutan C.
11. Amati perubahan yang terjadi pada ikan, pada tiap-tiap penggantian larutan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Data Pengamatan Pemindahan Larutan Alizarin Red

NO JAM LARUTAN KONDISI PREPARAT


1 09.35 Akuades Ikan masih segar
2 09.45 Alkohol 96% Warna ikan pucat, mata putih
3 21.45 Akuades Warna ikan pucat, mata putih dan
menggembung
4 21.55 KOH 1% Mata menjadi hitam, bagian perut transparan
sebagian dan struktur ikan lembek
5 04.55 Alizarin Red Sisik rontok, ikan menjadi transparan dan
teksturnya menjadi lebih lembek
6 14.55 Larutan A Sebagian dari daging ikan lepas, ekor
terwarnai, sisik terwarnai dan tubuh menjadi
rapuh
7 15.25 Larutan B Mata berwarna hitam, tubuh transparan,
warna keunguan pada bagian tulang makin
jelas dan ekornya terpisah-pisah.
8 15.55 Larutan C Mata warna hitam, tubuh transparan, warna
ungu sudah terwarnai pada hamper semua
tulang kecuali tulang belakang dan rongga
mata
Gambar 3.1. Perlakuan Akuades Gambar 3.2. Perlakuan Alkohol
selama 10 menit. selama 12 jam.

Gambar 3.3 Perlakuan Akuades Gambar 3.4. Perlakuan KOH selama 7


selama 10 menit jam.

Gambar 3.5. Perlakuan Alizarin Red Gambar 3.6. Perlakuan Larutan A


selama 10 jam. selama 30 menit.
Gambar 3.7. Perlakuan Larutan B Gambar 3.8. Perlakuan Larutan C
selama 30 menit. selama 30 menit.

2. Data Pengamatan Tulang yang Terwarnai

NO KELOMPOK TULANG YANG TERWARNAI

Tulang tengkorak, sirip punggung, rongga insang, sirip dada,


1 3
sirip perut, sirip belakang, sirip ekor serta tulang rusuk.

Rongga mata, rongga insang, tengkorak, sirip perut, sirip


2 1
perut, sirip ekor dan sirip punggung.

Tengkorak, rongga insang, dan ekor terwarnai tapi


3 2
terdegradasi.

4 4 Tengkorak, rongga insang dan bagian lain berwarna ungu.

5 5 Tengkorak, rongga insang, vertebrae sedikit dan rongga mata.


B. Pembahasan
Data menunjukkan bahwa bahwa ikan hancur meskipun bagian-bagian ikan
yang terkalsifikasi masih bisa diamati. Tulang yang terwarnai pada ikan dari adalah,
tulang rongga insang, tulang tengkorak, tulang sirip abdominal, tulang sirip
punggung, tulang rusuk, tulang sirip ekor, tulang sirip belakang, sirip dada, dan sirip
belakang. Namun, terjadi perbedaan hasil tulang-tulang yang terwarnai pada ikan
yang berbeda. Perbedaan penyerapan zat warna dimungkinkan kadar kalsium pada
masing masing tulang berbeda sesuai ukuran dan umur ikan. Menurut Huffman
(2012), tulang merupakan jaringan vaskuler unik yang mengalami mineralisasi
sebagai bagian dari proses perkembangannya. Selain itu, tulang yang diwarnai
menggunakan alizarin red akan berwarna merah apabila tulang tersebut telah
mengalami kalsifikasi. Warna ini muncul karena zat warna yang diberikan terikat
oleh kalsium pada matriks tulang (Jasin, 1989). Osteoklas merupakan bagian tulang
yang penting dalam pewarnaan alizarin karena bagian inilah yang mampu menyerap
zat warna jika dilakukan perlakuan pewarnaan (Thanh To, 2015).
Pewarnaan Alizarin Red diawali dengan perendaman larutan akuades selama
10 menit, kondisi yang terjadi pada ikan setelah perendaman larutan akuades selama
10 menit adalah kondisi ikan masih segar. Ikan direndam larutan alkohol 96% selama
12 jam, kondisi preparat setelah pemberian larutan alcohol 96% adalah warna ikan
menjadi pucat dan mata putih. Ikan direndam larutan akuades selama 10 menit,
kondisi preparat menunjukkan ikan pucat, mata putih dan perut menggenmbung.
Ikan direndam larutan KOH 1% selama 7 jam, kondisi preparat menunjukkan ikan
berada dalam mata menjadi hitam, bagian perut transparan sebagian dan struktur ikan
menjadi lembek. Ikan direndam dengan larutan Alizarin Red selama 10 jam, kondisi
preparat menunjukkan sisik ikan rontok, ikan menjadi transparan dan tekstur ikan
menjadi lebih lembek. Ikan direndam dengan larutan A selama 30 menit, kondisi
preparat menunjukkan sebagian dari daging ikan lepas, ekor terwarnai, sisik
terwarnai dan tubuh ikan menjadi rapuh.Ikan direndam dengan larutan B selama 30
menit, kondisi preparat menunjukkan mata ikan berwarna hitam, tubuh ikan
transparan, warna keunguan pada bagian tulang semakin jelas dan ekor ikan terpisah-
pisah. Ikan direndam dengan larutan C selama 30 menit, kondisi preparat
menunjukkan mata ikan berwarna hitam, tubuh transparan, warna ungu sudah
terwarnai pada hampir semua bagian tulang ikan kecuali tulang belakang dan rongga
insang. Fungsi dari ke tiga larutan penjernih tersebut adalah untuk mengurangi
kelebihan pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga jaringan otot
menjadi lebih transparan (Bevalender, 1988). Untuk penyimpanan jangka panjang,
larutan diganti dengan menggunakan gliserin murni yang berfungsi sebagai fiksatif
atau pengawet sehingga ikan tidak akan mudah hancur (Soeminto, 2002). Hancurnya
ikan diindikasikan karena perendaman yang terlalu lama pada larutan KOH.
Berdasarkan referensi, metode alizarin ini memiliki keuntungan yaitu lebih praktis
dan hemat karena jenis bahan kimia yang digunakan hanya sedikit, dapat mengamati
tulang-tulang pada embrio atau hewan secara utuh tanpa terpisah dan merusak bentuk
bagiannya, dan juga dapat melihat bentuk kelainan tulang pada embrio. Namun
kelemahan dari metode ini adalah hanya tulang keras saja yang terwarnai sedangkan
tulang rawan tidak terwarnai sehingga tidak dapat mengamati tulang rawan
yang terbentuk dan tidak bisa membedakan tulang rawan dan tulang keras
pada embrio, proses pengerjaannya memakan waktu yang cukup lama sehingga tidak
efisien waktu, dan mudah rusak karena embrio yang diwarnai dengan metode alizarin
akan sangat lunak serta mudah hancur jika terkena getaran yang cukup keras. Hal ini
karena pada pewarnaan alizarine red menggunakan KOH 1 % dan KOH 2 % (tingkat
penggunaan KOH tinggi dan dalam rentang waktu yang lama) (Somasundaran,
1986). Pewarnaan tulang adalah suatu cara untuk mengetahui perkembangan
penulangan (osifikasi) pada tulang embrio ayam mulai dari awal perkembangan
hingga menjadi sempurna. Pembuatan pewarnaan tulang terdapat 2 metode
pewarnaan tulang, yaitu: a) pewarna tulang keras, b) pewarna yang digunakan pada
pewarnaan tulang umumnya adalah alizarin Red. Alizarin Red berguna sebagai
pendeteksi adanya proseskalsifikasi di daerah tulang yang terwarnai. Penggunaan
alizarin Red sebagaipewarna tulang membutuhkan biaya yangmahal.Alizarin Red
mampu terserap oleh osteum(tulang keras), bersifat asam memberikan warna merah
keunguan pada tulang.Hal ini dikarenakanadalah perbedaan muatan pada alizarin
Red sebagai pewarna dan osteum sehingga osteum dapat terwarnai (Puspitasari,
Budiono , & Suparno, 2015).
Matriks tulang mengandung unsur-unsur yang sama seperti jaringan-
jaringan penyambung lainnya, serat-serat dan bahan dasar. Pengendapan matriks ini
oleh osteoblast disebut osifikasi. Pengendapan garam-garam kalsium dalam matriks
ini disebut kalsifikasi (pengapuran), suatu proses yang terjadi normal pada tulang
tetapi dapat terjadi patologis dalam jaringan penyambung lain, seperti tulang rawan
dan dinding pembuluh darah. Kalsifikasi belum terjadi dalam matriks tulang, daerah
itu disebut osteoid (Yatim, 1983).
Tulang rawan (L. cartilago, tulang muda) merupakan jaringan ikat
penahan-berat yang relatif padat, tetapi tidak sekuat tulang. Kehidupan pasca lahir
sesudah tidak tumbuh lagi, jaringan ini hanya ditemukan pada dua jenis tempat.
Tempat pertama, sejumlah bangunan tulang rawan ekstra-skeletal terdapat dalam
tubuh. Sebagai contoh ialah cincin-cincin tulang rawan berbentuk tapal kuda pada
dinding trakea. Peranan cincin ini ialah mencegah dinding trakea, yang sebenarnya
hanya terdiri atas jaringan ikat biasa, agar tidak kolaps saat udara dihirup memasuki
paru. Bangunan tulang rawan berbentuk tidak beraturan juga terdapat pada dinding
jalan napas yang lebih kecil yang menunju paru. Juga terdapat lempeng-lempeng
tulang rawan pada laring, hidung, dan dinding bagian medial tuba auditori (yang
menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring dan memungkinkan terjadinya
keseimbangan tekanan udara antara kedua rongga itu). Tulang rawan juga terdapat
pada tulang iga (yang menghubungkan ujung anterior iga dengan sternum), berupa
bagian yang menghubungkan iga-iga dengan sternum yang kuat namun cukup
fleksibel sehingga memungkinkan kerangka iga meluas pada gerakan respirasi.
Tempat kedua tertinggalnya tulang rawan seumur hidup ialah pada persendian (
Kalangi, 2014)
Metode untuk mengamati proses perkembangan organ tertentu dapat
digunakan pewarnaan khusus, misalnya pewarnaan alizarin untuk mendeteksi
pengendapan mineral kalsium pada proses pembentukan tulang pada embrio atau
untuk mendeteksi proses osifikasi pada tulang embrio. Mineralisasi sel sangat
penting, karena dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan
jaringan tulang. Tulang yang diwarnai oleh alizarin red akan berwarna merah tua,
yang menandakan bahwa tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna merah
tua karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang (Jasin,
1989).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses kalsifikasi, yaitu:
1. Hormon paratiroid, kalsitonin, dan vitamin D yang bertanggung jawab terhadap
tingkat kadar kalsium darah yang normal, yang akan mempengaruhi proses
kalsifikasi. Kalsitonin adalah hormon yang berasal dari sel-sel parafolikuler dari
kelenjar tiroid. Hormon tersebut mempunyai aksi dalam menurunkan kadar
kalsium darah dan menghambat resorpsi tulang sehingga mempengaruhi proses
kalsifikasi.
2. Makanan juga berpengaruh dalam proses kalsifikasi. Hal ini khususnya berlaku
terhadap cukupnya persediaan dan tersedianya mineral-mineral seperti kalsium
dan fosfor, yang merupakan komponen-komponen anorganik utama dari tulang.
Kekurangan kalsium atau fosfor dalam makanan mengakibatkan pelanggaran dan
kerapuhan tulang. Dalam situasi dimana kalsium cukup tetapi vitamin D kurang,
terjadilah gangguan dalam penyerapan mineral dan mineralisasi pada tulang yang
sedang tumbuh (diantaranya tahap kalsifikasi) menjadi terhambat (Geneser,
1993).
Jika matriks dan sel sudah terbentuk, jaringan mengalami kalsifikasi
(pengapuran), yaitu mineral diendapkan dalam bentuk hidroksi apatit
(Ca3[PO4]2)3-Ca(OH)2. Disamping itu, mineral tulang juga dapat mengandung
kation-kation lain seperti natrium, magnesium, karbonat dan sitrat. Mekanisme
pengendapan garam-garam tulang tidak diketahui, meskipun banyak teori telah
dikembangkan untuk menerangkan prosesnya. Kesulitan utama untuk
menerangkan bagaimana tulang dan unsure-unsur lain bermineralisasi. Kenyataan
bahwa cara sebenarnya untuk mentranspor mineral-mineral itu dari cairan jaringan
ke matriks yang mengalami mineralisasi itu, sampai sekarang belum terungkap
(Junquiera & Carneiro, 1982). Matriks tulang mengandung unsur-unsur yang
sama seperti jaringan-jaringan penyambung lainnya, serat-serat dan bahan dasar.
Pengendapan matriks ini oleh osteoblast disebut osifikasi. Pengendapan garam-
garam kalsium dalam matriks ini disebut kalsifikasi (pengapuran), suatu proses
yang terjadi normal pada tulang tetapi dapat terjadi patologis dalam jaringan
penyambung lain, seperti tulang rawan dan dinding pembuluh darah.
Jika kalsifikasi belum terjadi dalam matriks tulang, daerah itu disebut
osteoid (Junquiera & Carneiro, 1982). Kalsium (Ca) merupakan salah satu mineral
esensial terbanyak dalam tubuh. Tulang sebagian besar tersusun dari kalsium,
lebih dari 90% kalsium dalam tubuh terdapat dalam tulang. Kalsium berperan
penting dalam sejumlah aktivitas enzim pada penyaluran atau impuls saraf dan
kontraksi otot. Kalsium juga berperan pada koagulasi Darah. Translokasi kalsium
di usus melalui stimulasi sintesis calcium binding protein (CaBP) sehingga
hormon kortisol akan meningkatkan mobilisasi tulang melalui peningkatan
kalsium serum. Kalsium serum berperan pada proses kalsifikasi yaitu terjadinya
endapan mineral kalsium phosphat dalam jaringan osteosid. Kalsifikasi
bergantung pada kadar kalsium ekstraseluler (Setiawati, Sukamto, & Wahyuni,
2017). Tulang merupakan bagian tubuh yang memiliki fungsi membentuk rangka
dan melindungi organ-organ dalam. Kalsium merupakan sumber mineral yang
penting bagi tulang. Nutrisi yang dibutuhkan untuk tulang tidak hanya berupa
asupan kalsium yang cukup, tetapi juga harus mempertimbangkan efisiensi
penyerapan kalsium. Perubahan kalsium dipengaruhi oleh lemak yang berperan
sebagai pelarut vitamin D (Suhartatik, Yuniwarti, & Djaelani, 2017). Semua
vertebrata, tulang terdiri dari tiga basa komponen: sel [osteocytes, osteoblas,
tulang-lapisan sel-sel (osteoblas tidak aktif di permukaan tulang) dan osteoklas]
matriks organik (jaringan dominan tipe serat kolagen dan proteoglikan) dan
mineral fase (platelet nano apatit). Tulang sering terjadi vaskularisasi, dan
diserahkan ke resorpsi dan rekonstruksi, yang disebut pemodelan atau remodeling
tulang proses (Lepr, Azais, Trichet, & Sire, 2017).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan


bahwa :
1. Pewarnaan Alizarin red digunakan untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada
tulang ikan. Prosedur urutan pewarnaan alizarin red pada ikan dimulai dari
penambahan Laruta akuades selama 10 menit , alkohol 96% selama 12 jam,
KOH 1% selama 7 jam, Alizarin Red selama 10 jam, kemudian dengan larutan
penjernih A, B dan C dengan masing-masing waktu 30 menit.
2. Proses kalsifikasi atau terbentuknya tulang terjadi dengan 2 cara yaitu melalui
osifikasi intra membran dan osifikasi endokondral.
B. Saran

Pergantian larutan harus dilakukan dengan hati-hati agar perut ikan tidak
terkena suntikan injeksi, pengamatan harus dilakukan dengan teliti sehingga tahu
kapan waktu pergantian larutan dilakukakn, dan jangan salah memasukan ke dalam
larutan supaya percobaan tidak gagal, serta melakukan perhitungan waktu dengan
cermat dan tepat agar percobaan yang dilakukan berhasil.
DAFTAR REFERENSI

Bevalender. 1988. Dasar-dasar Histologi. Jakarta: Erlangga.


Geneser, Finn. 1993. Textbook of Histology. Copenhagen: Munksgaard.
Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Surabaya: Sinar
Wijaya.
Junqueira, L. C and Carneiro, J. 1982. Histologi Dasar Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Kalangi, S. J. (2014). Tinjauan Hostologik Tulang Rawan. Jurnal Biomedik, 17-26.
Lepr, A., Azais, T., Trichet, M., & Sire, J. Y. (2017). Vertebral Development and
Ossification in The Siberian Sturgeon with New Insight on Bone Histology
and Ultrastructure of Vertebral Elements and Scutes. Journal of Anatomical
Record, 437-449.
Puspitasari, D., Budiono , J. D., & Suparno, G. (2015). Kunyit (Curcuma Domestica
Val.) Sebagai Pewarna Alternatif Pewarnaan Tulang Embrio Ayam. Jurnal
BioEdu, 827-831.
Setiawati, D., Sukamto, B., & Wahyuni, H. I. (2017). Pengimbuhan Enzim Fitase
dalam Ransum Ayam Pedaging Meningkatkan Pemanfaatan Kalsium untuk
Pertumbuhan Tulang dan Berat Badan. Jurnal Veteriner, 468-476.
Suhartatik, Yuniwarti, E. Y., & Djaelani, M. A. (2017). Efek Pemberian Virgin
Coconut Oil Dan Olive Oil Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Tulang
Femur Tikus Putih Jantan. Jurnal Bioma, 89-94.

Thanh To, Thuy, Witten, P Eckhard, Huysseune A, Winkler, Christoph. 2015. An


Adult Osteopetrosis Model in Medaka Reveals The Importance of Osteoclast
Function For Bone Remodeling in Teleost Fish. Comparative Biochemistry and
Physiology, Part C. -.

Yatim, W. 1983. Embryologi. Tarsito, Bandung

Anda mungkin juga menyukai