Anda di halaman 1dari 29

PANDUAN MAHASISWA KEPERAWATAN

Kumpulan Asuhan
Keperawatan
(Askep Alzheimer)

2012

WWW.SAKTYAIRLANGGA.WORDPRESS.COM
Definisi
Penyakit Alzheimer adalah Penyakit yang progresif, degenerative yang
nenyerang sel saraf di otak yang mengakibatkan hilangnya memori, dan perubahan
pada kemampuan berbicara, berfikir dan berperilaku.
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguandegeneratif
otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuanuntuk merawat diri.( Suddart,
& Brunner, 2002 ).
Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat,
intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatanditujukan untuk menghentikan
progresivitas penyakit dan meningkatkankemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk,
2008). Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama
menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofisiologi : konsep klinis proses- proses penyakit,
juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan
menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut
dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal
1003)

Etiologi
1. Dimensia
Demensia sering disebabkan oleh beberapa penyakit sebagai berikut:
a. Penyakit Alzheimer
Proses penyakit ini tidak terlihat atau tersembunyi. Biasanya penyakit ini
menyerang memori terlebih dahulu selanjutnya menyerang pada kemampuan
berbicara dan kemampuan spasial. Setelah beberapa tahun penyakit ini akan
memberikan dampak ke segala aspek untuk fungsi intelektual akan terkena
dampak dari penyakit ini yaitu lemah dan mudah goyah dalam pengambilan
keptusan.
b. Demensia dengan lewy bodies

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 2


Terdapat kesamaan dengan AD untuk gejala intelektual namun penyakit
ini memiliki arah perkembangan mirip Parkinson, halusinasi visual dan
episode kebingungan. Pada penyakit ini neuron yang terkena akan mmbentuk
lewy body
c. Vascular Dementia
Kebanyakan disebabkan oleh Hipertensi, diabetes, penyakit pembuluh
darah kecil di otak. Pasien ini ditandai dengan kegagalan dalam menentukan
dan menjelaskan suatu hal diikuti dengan lemahnya daya ingat penurunan
kemampuan berbicara lalu gangguan cara berjalan serta emosi yang labil.
d. Tumor lobus frontal dan temporal ada kalanya bisa cukup membesar dan
mampu menyebabkan kelemahan intelektual secara signifikan.
e. Pasien dengan subdural hematom kronik
Biasanya adalah pasien lansia, pecandu alcohol, dan terdapat
antikoagulan. Pasien dengan subdural hematom kronik memiliki gejala klinis
berupa, mudah mengantuk, mudah lupa disebabkan adanya timbunan darah di
bagian luar di otak.
f. CJD (Creutzfeldt-Jakob Disease)
CJD menyebabkan demensia yang progressif dan merusak serta
dibarengi dengan ataxia. Kesehatan pasien rata-rata memburuk hari demi hari
dan kebanyakan tidak bisa ditolong lagi. Segala proses yg menyebabkan
hidrosepalus perlahan - lahan bisa membuat penderita kehilangan
kemampuan mengingat, gangguan berperilaku, mengantuk, lambat berfikir,
dan sering kali dijumpai pasien CJD dengan gangguan cara berjalan,
inkontinensia urin dan sakit kpala.
g. Severe multiple sclerosis bisa menyebabkan demensia, sering kali dijumpai
juga adanya emosi yg labil.

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 3


h. HIV & AIDS bisa menyebabkan demensia, baik itu lewat penyakit HIV
encephalitis atau komplikasi dari imunodefisiensi saraf pusat seperti
toxoplasm, meningitis dan limpoma
2. Alzheimer
Penyebab penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi ada
beberapa faktor yang diperkirakan dan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bukti yang sejalan, yaitu:
a. Usia
Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko paling penting
seseorang menderita penyakit Alzheimer. Walaupun begitu penyakit Alzheimer ini
dapat diderita oleh semua orang pada semua usia. Namun 96% diderita oleh
individu yang berusia 40 tahun keatas (Dr. Iskandar Japardi, 2002). Semakin
bertambahnya usia seorang manusia, banyaknya plak beta amiloid yang
dipunyainya, prevalensi terbesar terdapat pada umur 85 keatas namun ada juga
yang di mulai ketika umur 65.
b. Genetik

Faktor genetik merupakan faktor resiko penting kedua setelah faktor usia.
Individu yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita beresiko
dua kali lipat untuk terkena Alzheimer. Pada penderita early onset umumnya
disebabkan oleh faktor turunan. Tetapi secara keseluruhan kasus ini mungkin
kurang dari 5% dari semua kasus Alzheimer. Sebagian besar penderita Downs
Syndrome memiliki tanda-tanda neuropatholigic Alzheimer pada usia 40 tahun.

c. Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita
Alzheimer lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan pria. Hal ini mungkin
disebabkan karena usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan dengan
pria (Dr. Iskandar Japardi, 2002).

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 4


d. Trauma Kepala

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara penyakit


Alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang
menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak
neurofibrillary tangles (Dr. Iskandar Japardi, 2002). Terdapat kesamaan formasi
NFT yang ada pada DP dengan AD dan sulit untuk dibedakan. Mekanisme formasi
NFT yg terjadi stelah terjadi trauma kepala atau akhir tingkatan DP dengan
mekanisme formasi yang ada pada AD bisa jadi memiliki kesamaan pula. ditandai
Dengan adanya plak amiloid menyebabkan munculnya NFT pada kedua penyakit
tersebut. Namun NFT yg muncul pada daerah trtentu di otak justru lebih mengarah
ke DP karena terdapat trauma pada daerah tersebut.

Pada otak yang sehat ukuran cortex dan hippokampus adalah normal dan
serat-serat saraf masih berfungsi dengan baik. Namun pada otak penderita

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 5


Alzheimer terdapat atropi kortikal dan hippokampus serta perbesaran ventricle.
Hal ini disebabkan karena terdapatnya plak amyloid dan kusutnya serabutt-
serabutt saraf (neurofibrilallry tangles) yang mengakibatkan protein tau berubah
lilitannya menjadi kusut (tangles). Ketika hal ini terjadi, microtubules mengalami
ketidak mampuannya dalam berfungsi dengan baik dan mengalami hal seperti
kehancuran. Akibatnya adalah melemahnya komunikasi antar cell saraf dan bisa
mengakibatkan kematian sel.

Patofisiologi
Secara makroskopik, perubahan otak pada Alzheimer Disease melibatkan
kerusakan berat neuron korteks dan hipokampus, serta penimbunan amiloid dalam
pembuluh darah intrakranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologis
(struktural) dan biokimia pada neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari dua
ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenerasi soma (badan)
dan/atau akson dan dendrit neuron. Satu tanda lesi pada Alzheimer Disease adalah
kekusutan neurofibrilaris, yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut,
melintir, yang sebagian besar terdiri dari protein yang disebut protein tau. Dalam
sistem saraf pusat (SSP), protein tau sebagian besar telah dipelajari sebagai
penghambat pembentuk struktural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus, dan
merupakan komponen penting dari sitoskleton (kerangka penyangga interna) sel
neuronal. Di dalam neuron-neuron, mikrotubulus membentuk struktur yang
membawa zat-zat makanan dan molekul lain dari badan sel menuju ujung akson,
sehingga terbentuk jembatan penghubung dengan neuron lain. Pada neuron
seseorang yang terserang Alzheimer Disease, terjadi fosforilasi abnormal dari
protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada protein tau sehingga tidak
dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. protein tau yang abnormal
terpuntir masuk kefilamen heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka.
Dengan kolapsnya sistem transpor internal, hubungan interselular adalah yang

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 6


pertama kali tidak berfungsi, dan akhirnya diikuti oleh kematian sel. Pembentukan
neuron yang kusut dan rusaknya neuron berkembang bersamaan dengan
berkembangnya Alzheimer Disease. (Ishihara dkk, 1999)
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta)
yang terbentuk dalam cairan jaringan disekeliling neuron bukan dalam sel neuronal.
A-beta adalah fragmen protein besar disebut protein prosekusor amiloid (APP),
yang dalam keadaan normal melekat pada membran neuronal dan berperan dalam
pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh
protease, dan salah satu fragmennya adalah A-beta lengket yang berkembang
menjadi gumpalan yang dapat terlarut. Gumpalan tersebut akhirnya tercampur
dengan bagian dari neuron dan sel-sel glia (khususnya mikroglia dan astrosit).
Setelah beberapa waktu, campuran A-beta membeku menjadi fibril-fibril yang
membentuk plak yang matang, padat, tidak dapat larut,dan diyakini beracun bagi
neuron yang utuh. (Medscape, 2000)
Protein utama dalam plak neuritik adalah amyloid -peptide (A, peptida
amiloid ) yang secara proteilitis berasal dari suatu protein membran, protein
prekursor amiloid- (-amyloid precursor protein, APP). Dalam biakan neuron,
APP berinteraksi dengan matriks ekstrasel dan mendorrong pertumbuhan neurit.
Bukti genetik menunjukan peran A dalam patogenesis penyakit Alzheimer.
Hampir semua pasien dengan trisomi 21 (Sindrom Down) mengalami perubahan
patologis yang tidak dapat dibedakan dari perubahan yang ditemukan pada penyakit
alzheimer, yang menunjukkan bahwa kepemilikan salinan tambahan gen APP
meningkatkan metabolisme APP menjadi A. Sekitar 10% kasus penyakit alzheimer
bersifat familial, dengan awitan dini (usia dibawah 65 tahun) dan pewarisan
autosominal dominan.(Stephen J, 2011)
Mutasi APP menyebabkan peningkatan produksi semua bentuk A yang
dapat membentuk agregat sendiri dan mendorong pembentukan plak. A bersifat
toksik bagi biakan neuron dan merangsang pembentukan sitokin dari sel mikroglia.

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 7


A juga memicu pelepasan glutamat dari sel glia yang dapat mencederai neuron
melalui eksitotoksisitas. Bukti ini mengaitkan peningkatan pembentukan A dengan
penyakit alzheimer dan mengisyaratkan bahwa A menyebabkan neurodegenerasi.
(Stephen J, 2011)

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 8


WOC

proses metabolisme Hilangnya kemampuan selektif sel Gangguan PD otak, ex: Benturan langsung/tidak
dikorteks serebral stroke dikepala
Proses degeneratif

ALZHEIMER

Hilangnya sel cholinergik Lesi pada jaringan otak


Neuritic plague
(bercak penuaan)
Neurofibrillary
produksi neurotransmier
tangles
asetilkolin
Penumpukan di frontal korteks
dan hipokampus
Timbul massa
Gangguan fungsi kognitif ex:
fibrosa disel saraf
kemampuan berbahasa dan orientasi
fungsi di otak tersebut

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 9


Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada pasien Alzheimer dibagi menjadi tiga tingkatan :
1. Tingkatan I (masa 1-3 tahun)
a. Gangguan memori jangka pendek, tetapi kemungkinan memori jangka
panjang masih baik. Memori sesaat (meningat setelah beberapa detik),
memori jangka pendek (beberapa menit sampai beberapa jam), memori jangka
panjang (mengingat beberapa tahun)
b. Ketidaksabaran
c. Ketidakmampuan mempertimbangkan sesuatu
d. Perubahan kepribadian dan perilaku
e. Gangguan penerimaan informasi baru
2. Tingkatan II (masa 2-10 tahun)
a. Kebingungan
b. Kehilangan memori
c. Kerusakan kognitif (anomia, agnosia, apraxia, aphasia)
d. Kesulitan dalam pengambilan keputusan
e. Kesulitan berbahasa
3. Tingkatan III (masa 8-12 tahun)
a. Kerusakan beberapa fungsi kognitif (kerusakan intelektual, komplit
disorientasi waktu, tempat dan kejadian)
b. Kerusakan fisik karena gangguan neurologik seperti kejang, tremor, ataxia
c. Ketidakmampuan melakukan perawatan diri
d. Ketidakmampuan dalam berkomunikasi. (Tarwoto, dkk. 2007)
Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan
Kriteria awal untuk diagnosis CT scan pada penyakit Alzheimer adalah
cerebral atrofi difus dengan pembesaran sulci kortikal dan ukuran ventrikel yang
meningkat. Sejumlah studi menunjukkan bahwa atrofi otak secara signifikan lebih

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 10


besar pada pasien dengan penyakit Alzheimer dibandingkan pada pasien yang
menua tanpa penyakit Alzheimer. Luasnya atrofi serebral ditentukan dengan
menggunakan pengukuran linier, khususnya diameter dari bifrontal dan bicaudate
dan diameter dari ventrikel ketiga dan lateral.
Terjadi perubahan struktur otak yakni cerebral atrofi difus dengan sulci melebar dan
dilatasi ventrikel lateral. Atrofi yang tidak proporsional dari lobus medial temporal,
terutama dari volume formasi hippocampal (<50%) dapat dilihat. Penggunaan skala
penilaian nonquantitative menunjukkan sensitivitas 81% dan spesifisitas 67% dalam
membedakan 21 pasien dengan penyakit Alzheimer dengan demensia moderat dari
21 subyek kontrol usia yang sama dan volume hippocampus dalam sampel yang
berukuran sama.
2. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat dianggap sebagai pemeriksaan
neuroimaging yang lebih disukai untuk penyakit Alzheimer karena pengukuran yang
akurat dari volume 3-dimensi (3D) struktur otak, terutama ukuran hippocampus dan
daerah terkait.
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa atrofi otak secara signifikan
lebih besar pada pasien dengan penyakit Alzheimer dibandingkan pada orang tanpa
itu. Namun, variabilitas atrofi dalam proses penuaan normal membuatnya sulit untuk
menggunakan MRI sebagai teknik diagnostik definitif. Hasil pemeriksaan dengan
MRI Axial T2 scan otak menunjukkan perubahan atrofi di lobus temporal, celah
Sylvian melebar akibat berdekatan dengan kortikal yang atrofi terutama di sisi kanan.
MRI Axial T1 scan menunjukkan celah Sylvian membesar disebabkan oleh atrofi
korteks yang berdekatan, atrofi korteks bilateral dengan sulci kortikal.
Fungsional MRI (fMRI) adalah teknik yang digunakan untuk mengukur
perfusi serebral. Kerentanan kontras dinamis (DSC) MRI terdiri dari perjalanan bolus
terkonsentrasi agen kontras paramagnetik yang cukup mendistorsi medan magnet
lokal yang akan menyebabkan kehilangan transien sinyal, terutama T2. Bagian dari

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 11


bahan kontras dicitrakan dari waktu ke waktu oleh pencitraan cepat berurutan dari
bagian yang sama. Teknik-teknik yang cukup sensitif dan spesifik dalam
membedakan penyakit Alzheimer dari perubahan akibat penuaan normal dan studi
dengan konfirmasi patologis menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang baik
dalam membedakan penyakit Alzheimer dari demensia lainnya. Teknik ini juga dapat
digunakan untuk mendeteksi kelainan pada individu asimtomatik atau
presymptomatic dan mereka dapat membantu dalam memprediksi penurunan untuk
demensia.
3. SPECT Scanning
Single-photon emisi computed tomography (SPECT) scanning
menggunakan foton-emitting isotop bukan radioisotop. Isotop SPECT memiliki rata-
rata paruh 6-12 jam. Instrumentasi SPECT sangat bervariasi, karena itu penggunaan
scanner SPECT dengan resolusi yang buruk dapat menghasilkan kinerja klinis yang
buruk.. Pencitraan SPECT ini paling sering digunakan untuk pengukuran aliran
darah.
Penurunan aliran darah dan penggunaan oksigen dapat ditemukan di
neokorteks temporal dan parietal pada pasien dengan penyakit Alzheimer sedang
sampai gejala berat. SPECT scan tidak umum digunakan untuk menilai penyakit
Alzheimer. SPECT scan berguna dalam penilaian diagnostik penyakit Alzheimer jika
teknik standar dan semikuantitatif digunakan pula. Dibandingkan dengan subyek
kontrol sehat, pasien dengan penyakit Alzheimer memiliki CBF relatif rendah di
parietal dan korteks prefrontal. Holman et al menemukan bahwa hipoperfusi
temporoparietal bilateral memiliki nilai prediksi positif 82% untuk penyakit
Alzheimer. Penggunakan xenon-133 (133 Xe) hirup dan penyuntikkan teknesium-
99m [99m Tc] hexamethylpropyleneamine oxime, dilaporkan memiliki sensitivitas
dari 76 % dan spesifisitas 73%. Studi ini dapat membantu dalam diagnosis awal dan
akhir dari penyakit Alzheimer dan dengan diagnosis banding demensia.

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 12


4. PET Scanning
PET scan adalah teknik pencitraan yang kuat untuk kuantifikasi noninvasif
aliran darah otak, metabolisme, dan pengikatan reseptor. Positron-emission
tomography (PET) scanning menggunakan pelacak yang mengukur daerah
metabolisme glukosa. PET scan membantu dalam memahami patogenesis penyakit,
membuat diagnosis yang benar, dan memantau perkembangan penyakit dan respon
terhadap pengobatan.
PET scanning melibatkan pengenalan pelacak radioaktif ke dalam tubuh
manusia, biasanya dengan suntikan intravena. Pelacak pada dasarnya adalah senyawa
biologis bunga yang diberi label dengan isotop pemancar positron, seperti karbon-11
(11 C), fluor-18 (18 F), atau oksigen-15 (15 O). Isotop ini digunakan karena mereka
memiliki waktu paruh yang relatif singkat (dari menit sampai kurang dari 2 jam) yang
memungkinkan pelacak untuk mencapai keseimbangan dalam tubuh tanpa
memaparkan subyek terhadap radiasi yang berkepanjangan. Meskipun perbedaan
teknis, hasil dari PET dan SPECT scan sebanding. Data menunjukkan bahwa PET
scan lebih sensitif dibandingkan SPECT scan. Pada PET atau SPECT scan, penyakit
Alzheimer ringan mungkin lebih sulit untuk dideteksi dari penyakit sedang atau berat.
(Ramachandran, 2012)

Penatalaksanaan
Penanganan simptomatik dan suportif diperlukan untuk memberikan rasa
nyaman, puas pada pasien dan keluarga. Penatalaksanaan medis pada penyakit
Alzheimer berupa pemberian obat-obatan. Obat tersebut diantaranya:
1. Cholinesterase inhibitor
Obat ini membantu penyampaian informasi di otak, yang termasuk golongan
obat ini ialah Donepezil, Rivastigmine, dan Dalantamine yang bekerja dengan
meningkatkan kadar neurotransmitter di otak. Donepezil telah disetujui oleh Food
and Drug Administration untuk pengobatan Alzheimer tingkat ringan, sedang, dan

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 13


parah. Donepezil bekerja selektif menghambat enzim asetilkolinesterase dan bersifat
reversible (Wibowo, 1999). Tacrinedan donepezil (aricept) mampu memperlambat
perkembangan Alzheimer dan memberikan peningkatan kemampuan ingatan
dankognitif padatingkat ringan hingga berat. Cara kerjanya dengan menghambat
fungsi asetilkolinesterase, kemudian mengurainya sehingga membuat
neurotransmitter bertahan lebih lama selama proses transmisi di otak.
2. Ginkgo biloba
Ginkgo biloba mengandung senyawa flavonoid atau terpenoid yang bertindak
sebagai antioksidan. Konsumsi ginkgo biloba diyakini dapat meningkatkan sirkulasi
darah mikrovaskuler, menangkal radikal bebas, dan membantu memperbaiki
konsentrasi serta memori. Dibuat dalam bentuk ekstrak yang mengandung beberapa
senyawa berpengaruh positif untuk sel otak. Bars (1997) dalam Journal of The
American Medical Association melaporakan perbaikan kognisi, aktivitas sehari-hari,
dan perilaku social pasien yang menggunakan ginko biloba. Beberapa efek
sampingnya ialah penurunan kemampuan pembekuan darah yang dapat menimbulkan
perdarahan internal.
3. Golongan Obat-Obat yang Bekerja pada Reseptor Kanal Ion
Contohnya adalah Memantine yang bekerja sebagai antagonis lemah dan
bekerja dengan cara memodulasi kanal ion Ca2+ pada reseptor NMDA (N-methyl D
Aspartate) serta tidak memblokade secara penuh, sehingga memungkinkan aliran Ca2+
yang secara normal masih dibutuhkan sel, yang akhirnya juga akan mengurangi efek
samping yang mungkin timbul jika aliran Ca2+ yang melalui reseptor NMDA sama
sekali dihambat (Lipton, 2002).
4. Golongan Obat-Obat yang Bekerja pada GPCR (G-protein couple reseptors)
Agonis lain yang sedang dikembangkan adalah Xanomelin dan Talsaklidin
untuk pengobatan penyakit Alzheimer. Diketahui, penyakit Alzheimer ditandai
dengan kemunduran kognisi dan memori yang disebabkan karena defisiensi
asetilkolin di otak. Karena itu, salah satu terapinya adalah dengan mengaktifkan

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 14


reseptor asetilkolin yang terkait (M1) dengan suatu agonis. Xanomeline merupakan
agonis reseptor M1 yang mempunyai afinitas tinggi pada reseptor M1 dan tidak terlalu
tinggi atau kurang pada subtype reseptor muskarinik lainnya. Berdasarkan penelitian
pada cynomolgus monkeys diketahui bahwa senyawa tersebut dapat melintasi sawar
darah otak dan secara khusus mengikat striatum dan neokorteks (Lilly, 2006).
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan:
1. Mendukung kemampuan pasien dalam hal mengganti kemampuan yang hilang.
2. Melakukan komunikasi efektif dengan pasien maupun keluarga untuk membantu
mereka menyesuaikan diri dengan kemampuan kognitif pasien yang berubah.
3. Menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien.
4. Mendorong pasien untuk tetap berolah raga untuk mempertahankan mobilitasnya.

Komplikasi
Komplikasi Alzheimer erat kaitannya dengan gangguan immobilisasi seperti :
a. Pneumonia
Pneumonia adalah salah satu infeksi paling umum pada orang dengan
penyakit Alzheimer. Saat ini kondisi sedang dalam stadium lanjut, mungkin sulit
bagi orang untuk menelan dengan benar, karena otot-otot di tenggorokan mereka
tidak dapat berfungsi dengan baik. Karena cacat ini, itu berarti mereka dapat
menghirup sebagian kecil dari makanan atau minum mereka sedang makan dan ini
dapat menyebabkan infeksi pneumonia. Sangat sering orang dengan penyakit
Alzheimer meninggal dari infeksi radang paru-paru ketika mereka berada di tahap
akhir dari penyakit, karena tubuh mereka tidak dapat mengatasi jenis infeksi
b. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Inkontinensia adalah gejala umum dari tengah dan penyakit tahap akhir
Alzheimer. Pada saat seseorang mengalami penurunan fungsi kandung kemih,
kateter urin kadang-kadang digunakan. Kateter yang terlalu lama akan
menimbulkan bakteri di dalam tubuh menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK).

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 15


Gejala ISK termasuk urin gelap berwarna kuning, bau yang kuat dari urin,
sedimen dalam urin dan penurunan buang air kecil. Pasien Alzheimer tidak dapat
mengkomunikasikan rasa sakit atau ketidaknyamanannya terkait dengan Infeksi
Saluran Kemih. Tanda pasien Alzheimer mengalami Infeksi Saluran Kemih
menurut Dr Monika Karlekar dari Vanderbilt University diantaranya
kebingungan, lesu dan gelisah.
c. Cidera karena jatuh
Orang yang kemudian tahap penyakit Alzheimer sering jatuh saat mereka
mulai kehilangan kendali atas fungsi tubuh dan / atau menjadi mudah mengalami
disorientasi. Falls adalah penyebab umum dari cedera kepala serius, patah tulang
pinggul dan lengan atau cedera kaki. Niagara juga dapat menyebabkan perdarahan
di otak (jika cukup serius)
d. Dekubitus (Tarwoto, 2007)

Prognosis
Pemeriksaan klinis pada 42 orang yang diduga mengidap penyakit
Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostic penyakit tersebut bergantung pada
tiga faktor, yaitu:
1. Derajat keparahan penyakit
2. Variasi gambaran klinis
3. Perbedaan antar individu, seperti factor usia, keturunan, dan jenis kelamin

Ketiga factor ini diuji secara statistic, dan ternyata faktor pertama paling mempengaruhi
prognosis penyakit. Psien memiliki angka harapan hidup rerata 4-10 tahun sesudah
diagnose dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder. (Agoes, 2008)

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 16


ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Tuan K, usia 69 tahun masuk RS dengan keluhan penurunan fungsi kognitif dan
rasa cemas yang berlebihan. Dari hasil diagnose didapatkan Alzheimer tahap 3 dan
Dimensia. Tuan K dapat obat donepezil 1x10 mg, 1x sehari ekstrak gingko bloba.
Pengkajian
1. Anamnesa
Nama : Tn. K
Alamat : Surabaya
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 69 tahun
2. Keluhan Utama : Penurunan fungsi kognitif dan rasa cemas berlebih
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan keluarga dengan gejala yang sama dengan pasien.
b. Riwayat penggunaan obat-obatan dan terpapar lingkungan polusi.
c. Riwayat trauma kepala.
d. Riwayat penyakit karena virus.
e. Riwayat kejadian, lamanya, tandadan gejala.
4. Pemeriksaan fisik
Perubahan kognitif, kemampuan dalam :
- Perhatian dan konsentrasi.
- Penganbilan keputusan dan persepsi.
- Belajar dan mengingat.
- Komunikasi dan bahasa.
- Kecepatan menerima informasi.
a. Perubahan kepribadian dan perilaku
- Tingkah laku agresif.
- Perubahan koping, cepat marah, takut.

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 17


- Depresi.
b. Perubahan dalam merawat diri
- Menurunnya kemampuan dalam merawat diri.
- Kurang perhatian dalam menjaga penampilan.
- Ketidakmampuan mengontrol bowel dan bladder.
- Menurunnya nafsu makan.
c. Kemampuan pergerakan
- Menurunnya aktivitas dan pergerakan.
- Perubahan cara jalan.

Analisa Data

Data Etiologi Masalah


DS: Alzheimer Perubahan proses pikir
- Ketidaksesuaian kognitif
- Keluarga mengatakan Kehilangan kemampuan
interpretasi lingkungan menyelesaikan masalah
tidak akurat
Perubahan mengawasi keadaan
DO: yang kompleks dan berpikir
- Distraktibilitas abstrak
- Egosentris
- Kewaspadaan kurang Perubahan proses pikir
- Defisit/masalah memori

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 18


DS: Alzheimer Resiko tinggi cidera
- Keluarga mengatakan klien
pelupa Disorientasi
Resiko tinggi cidera
DO:
- Klien bingung
- Tingkah laku aneh dan
kacau

DS: Alzheimer Ketidakefektifan koping


- Klien mengatakan keluarga
mengungkapkan perhatian Pelupa
keluhannya pada keluarga.
Membantu dan memberikan
DO: dukungan ke klien
- Keluarga tidak bisa
memberikan bantuan atau Kurang pengetahuan
dukungan.
Ketidakefektifan koping
keluarga

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 19


DS : Alzheimer Gangguan komunikasi
- Keluarga mengatakan verbal
klien tidak mampu Kerusakan intelektual
berkomunikasi
DO : Tidak dapat mengingat kata-
- Klien tidak dapat berbicara kata sedrhana
- Ketika berbicara pelo
Gangguan komunikasi verbal

DS: Alzheimer Defisit perawatan diri


- Pasien mengatakan tidak
mandi, sikat gigi Pelupa
- Pasien mengatakan tidak
bisa makan sendiri Tidak bisa merawat diri sendiri

DO: Defisit perawatan diri


- Ketidakmampuan untuk
membersihkan tubuh atau
anggota tubuh

Diagnosa dan Intervensi

1. Gangguan proses pikir berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori dan
kehilangan memori.
Data pendukung :
1. Kehilangan memori
2. Menurunnya kosentrasi
3. Kebinguangan

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 20


4. Disorientasi
5. Menurunnya kemampuan memecahkan masalah
6. Gelisah
Kriteria hasil :
Pasien dapat menunjukkan kemampuan meningkatkan memori, orientasi dan
berkurangnya gelisah
Intervensi Rasional
1. Jelaskan pada pasien dan keluarga 1. Keluarga dan pasien mampu secara
karakteristik gangguan ini dan mandiri mengamati perkembangan dari
jelaskan bahwa hal ini progresif pasien
2. Bicara dengan irama lembut 2. Memudahkan pasien untuk memahami
pembicaraan
3. Pertahankan suasana tenang dan 3. Membuat pasien lebih rileks dan tidak
hindari sikap terburu buru membuat pasien menjadi bingung
4. Gunakan konsistensi dan 4. Memudahkan pasien untuk memahami
pengulangan pada pasien perkataan dari pasien
5. Berikan instruksi tunggal dan 5. Tidak membingungkan pasien untuk
sederhana mencerna perkataan

Orientasi :
1. Perkenalkan namanya 1. Membantu mengingatkan hal yang
penting atau mendasar
2. Buat jadwal kegiatan 2. Pasien dapat mengingat kegiatan dan
waktu
3. Pajang foto keluarga, teman, rumah 3. Untuk memudahkan memori dan
mengingat diri dan keluarga
4. Pengunjung dibuatkan papan nama 4. Mencoba mengidentifiksi orang
5. Catat rencana kunjungan keluarga dan 5. Mencoba mengingatkan kembali

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 21


nama dalam kalender rencana kunjungan keluarga
6. Lakukan latihan memori yang 6. Mencoba mengingatkan memori pasien
sederhana
7. Dokumentasikan kemampuan memori 7. Mengetahui perkembangan memori
pasien

Kaji orientasi :
1. Kaji orientasi pasien 1. Mengidentifikasi kemampuan orientasi
pasien
2. Panggil pasien dengan namanya 2. Mengingat namanya sendiri
3. Perkenalkan semua pemberi 3. Pasien mungkin tidak ingat kembali
perawatan dengan menggunakan
nama setiap waktu, ulangi secara
teratur
4. Orientasikan pasien pada hari, jam 4. Mengingatkan dan mengorientasikan
dan lokasi dengan sering waktu kepada pasien
5. Pemberi perawatan sebaiknya orang 5. Mudah mengingat dan lebih kooperatif
yang sama
6. Lakukan pekerjaan yang mudah 6. Melatih orientasi pasien
secara rutin
7. Buatkan kalender dengan ukuran 7. Mengorientasikan waktu
besar dan jam besar agar dapat dilihat

2. Resiko cidera berhubungan dengan kemunduran fungsi fisiologis dan kognitif,


kehilangan memori, orientasi, agitasi, kerusakan motorik, kerusakan komunikasi,
resiko kejang.
Data pendukung :

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 22


1. Pasien mengatakan kesulitan begrerak, tremor
2. Kerusakan memori, orientasi
3. Gangguan komunikasi
4. Kesulitan keseimbangan
5. Hasil CT Scan atau test diagnosa lainnya
Kriteria hasil :
1. Cidera dapat dicegah
2. Tidak terjadi cidera
3. Bebas cidera
4. Menunjukkan tidak ada tanda cidera fisik
Intervensi Rasional
1. Monitor fungsi motorik dan 1. Menetapkan kemungkinan jatuh
keseimbangan berjalan
2. Bantu ambulasi sesuai kebutuhan dan 2. Mencegah resiko jatuh
temani pasien selama tindakan dan
prosedur
3. Lakukan tindak keselamatan 3. Untuk meminimalkan resiko jatuh
dan cidera
4. Berikan alat bantu tongkat, walkers, 4. Membantu melakukan pergerakan
kursi roda sesuai kebutuhan dan mengurangi resiko jatuh
5. Jelaskan pada pasien untuk merubah 5. Postural hipotensi kemungkinan
posisi dengan pelan pelan terjadi sehingga dapat
mengakibatkan pasien jatuh
6. Jelaskan pada pasien untuk bangun tidur 6. Menghindari resiko jatuh
tidak langsung melakukan pergerakan
7. Gunakan kursi, kamar mandi yang ada 7. Mengurangi resiko jatuh
pegangannya
8. Penerangan yang cukup dan lantai tidak 8. Menghindari terjadinya cidera

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 23


licin serta pemakaian alas kaki tidak
licin
9. Tidak membingungkan pasien dan
9. Letakkan benda benda pada tempat
meningkatkan daya ingat
semula dan hindari merubah rubah
tempat

3. Ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan efek kemunduran proses


penyakit jangka panjang
Data pendukung :
Kriteria hasil :
1. Keluarga dan orang terdekat mempunyai koping yang efektif dalam hal
manajemen rumah tangga dan menggunakan sumber daya yang tepat untuk
memenuhi kebutuhan perawatan pasien, konseling, dan bantuan finansial.
Intervensi Rasional
1. Berikan dukungan emosi 1. Untuk meminimalkan ansietas dan stress
2. Rujuk keluarga pada kelompok 2. Meningkatkan semangat pasien
pendukung
3. Rujuk pada pelayanan sosial untuk 3. Membantu dalam menyelesaikan
masalah finansial dan potensial masalah finansial dan potensial
penempatan penempatana
4. Rujuk pada pelayanan perawatan 4. Untuk memperoleh bantuan
dirumah pemeliharaan dan manajemen keluarga
5. Pastikan kebutuhan perawatan diri 5. Membantu dalam pemenuhan perawatan
pemberi perawatan utama terpenuhi diri
6. Pastikan keluarga dan orang terdekat 6. Mampu secara mandiri melakukan
mendapat informasi tentang proses perawatan pendukung bagi pasien
penyakit dan instruksi dokter tentang
perawatan pendukung

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 24


4. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan funfgsi kognitif
Data pendukung :
1. Tidak atau tidak dapat berbicara
2. Kesulitan dalam berbicara atau mengungkapkan dengan kata kata
3. Bicara gagap
4. Bicara pelo
Kriteria hasil :
1. Mampu mengkomunikasikan kebutuhan untuk staf dan keluarga dengan frustasi
minimal
Intervensi Rasional
1. Libatkan pasien dan keluarga dalam 1. Pasien dan keluarga mampu
mengembangkan rencana komunikasi meningkatkan perawatan pasien secara
mandiri
2. Gunakan penerjemah keluarga atau 2. Memahami secara mudah perkataan yang
orang penting atau dari rumah sakit, dilontarkan oleh pasien yang tidak terlalu
sesuai kebutuhan jelas.
3. Berikan perawatan dalam sikap yang 3. Memberikan perasaan rileks dan pasien
rileks, tidak terburu buru, dan tidak tidak merasakan kebingungan
dihakimi
4. Mengulangi beberapa kali pertanyaan 4. Memudahkan pasien untuk memahami
yang dilontarkan ke pasien pertanyaan yang diajukan kepada pasien

5. Defisit perawatan diri: higiene, nutrisi dan atau eleminasi berhubungan dengan
ketergantungan psikologis dan atau fisiologis, kerusakan kognitif, sensori persepsi,
kehilangan memori, gangguan keseimbangan dan koordinasi, paresis, menurunnya
tonus otot
Data pendukung :

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 25


1. Ketidakmampuan melakukan ADL
2. Ketidakmampuan mandi, makan, keramas, sikat gigi
3. Kerusakan memori
4. Gangguan pergerakan
5. Kerusakan kognitif
6. Gangguan keseimbangan
Kriteria hasil :
1. Kebutuhan ADL terpenuhi
2. Keadaan pasien bersih dan rapi
3. Asupan nutrisi adekuat
4. Kebutuhan eliminasi terpenuhi
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat kebutuhan perawatan diri 1. Untuk menetapkan bantuan dasar dari
pemberi perawatan
2. Sediakan kebutuhan higiene fisik : 2. Memenuhi kebutuhan pasien
mandi, keramas, perawatan kulit, dan
mulut.
3. Beri kesempatan pasien untuk 3. Melatih bersikap mandiri dalam
melakukan perawatan dirinya jika perawatannya dirinya
mungkin
4. Bekerja sama dengan fisioterapi dan 4. Bekerja tim untuk melatih kemampuan
occupational terapi untuk menentukan pasien dan teknik adaptasi
metode terbaik dalam melakukan
aktivitas
5. Latih pasien untuk melakukan ADL 5. Melatih secara bertahap kemampuan
dari yang paling ringan sampai ke ADL
tahap komplek
6. Bantu pasien seminimal mungkin 6. Terpenuhinya kebutuhan sehari hari

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 26


untuk memenuhi kebutuhan sehari pasien
hari
7. Berikan diet seimbang yang tepat dan
7. Untuk mempertahankan status nutri
sesuai program
yang adekuat
8. Bantu pasien memotong makanan
8. Untuk memudahkan asupan diet yang
sesuai kebutuhan
adekuat
9. Tetapkan kebiasaan defekasi reguler
9. Untuk meminimalkan kemungkinan
konstipasi atau diare
10. Tentukan pola defekasi normal pasien
10. Untuk membantu menentukan waktu
dan dorong defekasi sesuai jadwal
defekasi
11. Kenali tanda impaksi dan diskusikan
11. Untuk mencegah obstruksi usus
tindakan untuk impaksi : laksatif,
supo-situria, enama
12. Untuk meminimalkan kemungkinan
12. Tetapkan tindakan untuk berkemih
inkontinensia noktural
secara rutin
13. Mengetahui kemajuan pasien
13. Catat perkembangan kemampuan
pasien dalam melakukan ADL

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 27


PENUTUP

Kesimpulan
Demensia merupakan sekumpulan sindrom yang disebabkan oleh matinya sel-sel
otak secara berangsur-angsur. Hilngnya kemampuan kognitif akbat penyakit ini adalah
melemahnya daya ingat, berbicara, berperilaku. Penyakit Alzhaimer adalah penyakit
degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama
menyerang orang berusia 65 tahun keatas. Penyakit Alzhaimer ditandai oleh hilangnya
ingatan dan fungsi kognitif secara progresif. Salah satu etiologi dari dimensia dalah
Alzheimer.

Penyakit Alzheimer ini penyebabanya belum diketahui secara pasti, tetapi ada
beberapa faktor yang diperkirakan dan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bukti
yang sejalan, yaitu : Usia, genetik, jenis kelamin, trauma kepala.

Saran
Kita sebagai perawat dalam melakukan perencanaan tindakan keperawatan pada
pasien dengan Alzheimer harus disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan pasien serta
mampu dalam melakukan tindakan keperawatan yang tepat dan maksimal bagi pasien, agar
tidak terjadi komplikasi selanjutnya.

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 28


DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Azwar. 2008. Penyakit di Usia Tua. Jakarta:EGC

Corwin.J.Elisabet.2004. Patofisiologi untuk Perawat. EGC,Jakarta

Doenges. E. Marylin Dkk, 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta
Martyn dan Gale. 2002. Seri kesehatan bimbingan dokter pada pikun dan pelupa.
Palembang:dian rakyat

McPhee, Stephen J., dkk. 2011. Pathophysiology of disease : An introduction tp clinical


medicine 5th edition. McGraw-Hill Companies.Inc:California

Muttaqin, Arief. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta:Salemba Medika

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC


Price, Sylvia A, dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. EGC : Jakarta

Pangkalan Ide. 2008. Tune up: Gaya HidupPenghambat Alzheimer. Jakarta: PT. Gramedia.

Ramachandran, Tarakad S.2012. Alzheimer Disease Imaging. Diakses pada 25 mei 2012
melalui Medscape reference web site: http://emedicine.medscape.com/article/336281-
overview.

Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare.2001. KMB vol 3. Hal.2194 BAB 60 UNIT
15.EGC.Jakarta.

Tarwoto, dkk. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta:
sugeng seto
Tucker, susan martin. 2008. Volume 2 Standart Perawatan Pasien Perencanaan
Kolaboratif & Intervensi Keperawatan Edisi 7. Jakarta: EGC

Kumpulan Asuhan Keperawatan Page 29

Anda mungkin juga menyukai