Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

EFISIENSI PADA SEKTOR PUBLIK DAN METODE


PENGUKURAN EFISIENSI

2.1. Konsep Efisiensi

Efisiensi saat ini merupakan isu utama dalam bidang ekonomi dalam
hubungannya dengan penentuan posisi strategis pada era globalisasi dunia.
Semakin tingginya tingkat kompetisi dan meningkatnya kelangkaan sumber daya,
yang berarti semakin tingginya harga faktor produksi, menuntut setiap pelaku
ekonomi untuk melakukan berbagai inovasi dalam meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya.
Secara terminologi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efisiensi
adalah ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak
membuang waktu, tenaga, biaya); kedayagunaan; ketepatgunaan; kesangkilan.
Dalam The Concise of Encyclopedia of Economics (Paul Heyne), pengertian
efisiensi adalah :
efficiency is a relationship between ends and means. When we call a
situation inefficient, we are claiming that we could achieve the desired
ends with less means, or that the means employed could produce more of
the ends desired. Less and more in this context necessarily refer to less
and more value. Thus, economic efficiency is measured not by the
relationship between the physical quantities of ends and means, but by the
relationship between the value of the ends and the value of the means.

Menurut Darnton dan Darnton (1997 : 201), suatu aktifitas dikatakan


relatif lebih efisien dibanding aktifitas lain yang sama dan sejenis, jika
membutuhkan lebih sedikit input atau memproduksi output lebih banyak untuk
mencapai tujuan tertentu. Efisiensi yang dimaksud disini terdiri dari efisiensi
teknis (technical efficiency) yang merefleksikan kemampuan untuk
memaksimalkan output dengan input tertentu dan efisiensi alokatif (allocative
efficiency) yang merefleksikan kemampuan untuk memanfaatkan input secara
optimal dengan tingkat harga yang telah ditetapkan. Kedua ukuran ini kemudian
dikombinasikan untuk menghasilkan efisiensi ekonomi. Sehingga efisiensi dapat
diinterpretasikan sebagai suatu titik atau tahapan dimana tujuan dari pelaku
ekonomi secara penuh telah dimaksimalkan.
11 Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


12

Namun, kemungkinan pelaku ekonomi tidak dapat mencapai tujuan


maksimalnya adalah sesuatu yang bersifat umum. Dengan kata lain, efisiensi dan
in-efisiensi merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupan. Dinamika
kehidupan yang ditandai dengan perubahan lingkungan teknis dan ekonomis
secara terus menerus, menuntut pelaku ekonomi untuk menyesuaikan keputusan-
keputusan alokatifnya agar tetap tanggap terhadap perubahan tersebut. Pada
kondisi seperti ini pelaku ekonomi sebenarnya secara terus menerus berada pada
keadaan dis-ekuilibrium.
Penjabaran efisiensi secara teoritis dapat dijelaskan melalui pendekatan
fungsi produksi sebagai berikut :
Misalkan fungsi produksi, f(x), menjelaskan transformasi input menjadi
output dan menggambarkan output maksimal yang dapat diperoleh dari
berbagai vektor input. Pada tingkat teknologi tertentu, produksi tersebut
menggunakan n input, x = (x1, x2 , x3 xn), yang dibeli pada harga tetap
w = (w1, w2 , w3 wn)' > 0, untuk memproduksi input tunggal y.
Dengan persyaratan tertentu, fungsi ini secara ekivalen dapat pula
digambarkan oleh fungsi biaya, C (y, w) = minx {w'x | f(x) = y, x = 0}.
Fungsi ini mendefinisikan biaya minimal yang diperlukan untuk
memproduksi tingkat output tertentu y, pada tingkat harga input w.
Implikasi yang timbul dari penggunaan fungsi biaya untuk
mendeskripsikan teknologi secara akurat adalah spesifikasi dari fungsi
biaya tersebut harus ekivalen dengan spesifikasi fungsi produksi. Fungsi
biaya dapat dikatakan sebagai dual dari fungsi produksi karena semua
informasi ekonomis yang relevan dengan teknologi bersangkutan dapat
diperoleh dari fungsi produksi.
Misalkan suatu produksi melaksanakan kegiatannya berdasarkan rencana
produksi, (y0, x0). Rencana ini dikategorikan efisien secara teknis jika y0
= f(x0), namun diklasifikasikan in-efisien secara teknis jika y0 < f(x0). In-
efisiensi teknis terutama disebabkan oleh penggunaan input berlebih,
yang mengimplikasikan w'x0 = c (y0, w).
Dengan asumsi bahwa f dapat didiferensiasikan, rencana (y0, x0)
dikategorikan efisien secara alokatif jika fi(x0) / fj(x0) = wi / wj , namun
Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


13

diklasifikasikan in-efisien secara alokatif jika fi(x0) / fj(x0) w i / wj .


Dalam kasus ini, biaya tidak dapat diminimalkan karena produksi tersebut
menggunakan input dalam proporsi yang kurang tepat, sehingga w' x0 = c
(y0, w).
Jika suatu produksi dapat berlaku efisien baik secara teknis maupun
alokatif, maka w' x0 = c (y0, w). Sementara itu, suatu produksi
dikategorikan in-efisien secara teknis dan alokatif jika w' x0 > c (y0, w).
Perbedaan yang mungkin timbul antar produksi dapat disebabkan oleh in-
efisiensi teknis atau in-efisiensi alokatif, atau bahkan kombinasi diantara
keduanya. Penggunaan input x0 akan memotong atau menyinggung
permintaan input yang meminimalkan biaya, x(y0, w), jika dan hanya jika
produksi bersangkutan efisien secara teknis dan alokatif. Sedangkan
kombinasi antara in-efisiensi teknis dan alokatif dapat menyebabkan x0i >
xj (y0, w) untuk sebagian input, tetapi juga dapat mengakibatkan x0j = x0
(y0 , w) untuk input lainnya.
Penjelasan lebih lanjut mengenai analisis efisiensi dikembangkan oleh
Debreu (1951) dan Farrel (1957) dengan menggunakan dua pendekatan yaitu
efisiensi berorientasi input dan efisiensi berorientasi input (Coelli, Rao, and
Battese (1998) : 134-139).

2.1.1 Efisiensi Berorientasi Input (Input Oriented Measures/Input-


Conserving Orientation)
Misalkan suatu perusahaan menggunakan dua jenis input x1 dan x2 untuk
memproduksi satu output (y). Dengan asumsi constant returns to scale, maka
fungsi isoquant pada fully efficient firm ditunjukkan oleh kurva SS pada gambar
2.1. Jika perusahaan menggunakan sejumlah input tertentu (titik P) untuk
memproduksi sejumlah output, maka in-efisiensi teknis perusahaan tersebut
direpresentasikan oleh garis QP. In-efisiensi teknis perusahaan dapat dirumuskan
sebagai rasio QP/OP, yang menunjukkan persentase input yang harus dikurangi
untuk mencapai efisiensi teknis produksi. Sehingga efisiensi teknis (TE)
perusahaan adalah OQ/OP atau (1 QP/OP).
Jika AA' merupakan rasio harga input atau garis isocost maka efisiensi
alokatif (AE) adalah OR/OQ, dimana garis RQ menunjukkan pengurangan biaya
Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


14

produksi yang dapat dilakukan. Titik Q menunjukkakan efisiensi secara teknis


dan alokasi, sedang titik Q menunjukkan efisiensi secara teknis tetapi in-efisiensi
secara alokatif.

Gambar 2.1 Efisiensi Berorientasi Input

Fungsi produksi yang menunjukkan fully efficient firm (SS) dalam


kenyataan tidak diketahui, karena itu perlu diestimasi melalui sampel observasi
dari beberapa perusahaan dalam satu industri. Menurut Farrel (1957), untuk
mengestimasi fungsi produksi tersebutdapat dilakukan dengan dua cara yaitu : (1)
Non parametric piecewise linear convex isoquant, dan (2) fungsi parametrik
seperti bentuk Cobb-Douglas.

2.1.2 Efisiensi Berorientasi Output (Output Oriented Measures/Output-


Augmenting Orientation)
Misalkan suatu perusahaan menghasilkan dua jenis output (y1 dan y2)
dengan menggunakan satu input (x). Jika jumlah input yang akan digunakan telah
ditetapkan pada suatu level tertentu, maka kurva ZZ pada gambar 2.2
menunjukkan kurva kemungkinan produksi (production possibility curve), yaitu
kurva batas atas produksi yang dapat dilakukan perusahaan. Titik A merupakan
Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


15

titik in-efisiensi karena tidak terletak pada ZZ dan AB merupakan in-efisiensi


secara teknis, dimana output masih bisa ditingkatkan tanpa adanya tambahan
input. Sehingga perhitungan efisiensi teknis adalah rasio dari OA/OB.

Gambar 2.2 Efisiensi Berorientasi Output

Jika garis DD merupakan isorevenue, yaitu garis yang menggambarkan


kombinasi output yang dihasilkan oleh perusahaan dengan tingkat pendapatan
yang sama, maka efisiensi alokatif diperoleh melalui rasio OB/OC. Sehingga titik
B dan titik B menggambarkan efisiensi secara teknis karena terletak pada
isoquant ZZ tetapi hanya titik B yang efisien secara alokatif karena terletak pada
isorevenue DD.
2.2. Efisiensi dalam Perspektif Sektor Publik

Sektor publik secara legal definition meliputi organisasi pemerintah dan


organisasi yang tunduk pada hukum publik (Kuhry and van der Torre, 2002).
Dalam pengertian ini sektor publik termasuk organisasi yang seluruh atau
sebagian keuangannya dibiayai dari anggaran negara.
Organisasi publik dalam melakukan aktifitasnya tidak semata-mata
bertujuan keuntungan sebagaimana perusahaan-perusahaan swasta, melainkan

Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


16

juga sebagai alat bagi pemerintah untuk mengejar kemaslahatan umum pada
tujuan-tujuan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Karakteristik spesifik organisasi
publik yang membedakannya dengan organisasi umum dikemukakan oleh Azhar
Kasim (1993 : 20) sebagai berikut :
a) Organisasi (institusi) publik tidak sepenuhnya otonom tetapi dikuasai oleh
faktor-faktor eksternal;
b) Organisasi publik secara resmi menurut hukum diadakan untuk pelayanan
masyarakat;
c) Organisasi publik tidak dimaksudkan untuk berkembang menjadi besar
dengan merugikan organisasi publik lainnya;
d) Kesehatan organisasi publik diukur melalui kontribusinya terhadap tujuan
politik (political impact) dan kemampuan mencapai hasil maksimal
dengan sumber daya yang tersedia;
e) Kualitas pelayanan masyarakat yang buruk membawa pengaruh politik
yang negatif (merugikan)
Bertitik tolak pada perbedaan tersebut, Ben dan Gauss (Assifie, 2004 : 13)
mengatakan bahwa kinerja sektor publik lebih diukur oleh kriteria kesejahteraan
yang bersifat komunal dan keterbukaan pada akuntabilitas publik (public
scrunity), kedudukan sektor publik bukan sebagai representasi individu melainkan
agen masyarakat. Antony dan Herzlinger (Assifie, 2004 : 13) menyatakan bahwa
garis demarkasi antara sektor publik dan sektor swasta adalah bahwa sektor publik
bertujuan untuk menghasilkan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dengan
menggunakan sumber daya yang dimiliki dan kinerja sektor publik dilihat dengan
tolok ukur berapa banyak pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan
bagaimana kualitas dari pelayanan tersebut.
Lenvine (Agus Dwiyanto, 1999) mengemukakan tiga konsep yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yakni :
a) Responsivitas (responsiveness) : menggambarkan kemampuan organisasi
publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Penilaian responsivitas bersumber pada data
organisasi dan masyarakat, data organisasi dipakai untuk mengidentifikasi
jenis-jenis kegiatan dan program organisasi, sedangkan data masyarakat
Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


17

pengguna jasa diperlukan untuk mengidentifikasi demand dan kebutuhan


masyarakat.
b) Responsibilitas (responsibility): pelaksanaan kegiatan organisasi publik
dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau
sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit atau eksplisit.
Responsibilitas dapat dinilai dari analisis terhadap dokumen dan laporan
kegiatan organisasi. Penilaian dilakukan dengan mencocokan pelaksanaan
kegiatan dan program organisasi dengan prosedur administrasi dan
ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi.
c) Akuntabilitas (accountability): menunjuk pada seberapa besar kebijakan
dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang
dipilih oleh rakyat. Data akuntabilitas dapat diperoleh dari berbagai
sumber, seperti penilaian dari wakil rakyat, para pejabat politis, dan oleh
masyarakat.
Pengukuran kinerja organisasi (sektor publik dan swasta) secara umum
terdiri dari dua komponen yaitu (1) efisiensi, yang menggambarkan bagaimana
suatu organisasi menggunakan sumber daya dalam produksi, ini berhubungan
dengan kombinasi input yang aktual dan optimal untuk menghasilkan sejumlah
output tertentu, doing the thing right, dan (2) efektifitas, menunjukkan tingkat
pencapaian produksi terhadap tujuan dan kebijakan yang ingin dicapai, doing the
right thing.
Pengukuran efisiensi suatu organisasi pada intinya adalah berusaha
menganalisa hubungan antara output yang dihasilkan dengan input yang
digunakan. Untuk organisasi yang menghasilkan hanya satu jenis output dari satu
jenis input, pengukuran efisiensi relatif mudah dilakukan. Namun, dalam
kenyataannya kebanyakan organisasi publik dan swasta memproduksi
beragam jenis output yang dihasilkan oleh lebih dari satu jenis input. Perusahaan
swasta yang menjual output yang dihasilkannya pada pasar yang kompetitif
(competitive market), output yang beragam dapat diagregasi dengan menggunakan
harga observasi (lihat Diewert, 1992 : hal 211-248). Tapi organisasi sektor publik
umumnya menghasilkan output yang tidak diperjualbelikan pada pasar kompetitif

Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


18

dan bersifat non-rivalry. Hal ini akan menyulitkan dalam agregasi output,
sehingga pengukuran efisiensi sektor publik menjadi lebih kompleks.
Untuk menyempurnakan pengukuran efisiensi sektor publik yang lebih
akurat, Thompson (Assifie, 2004 : 17) menyatakan bahwa menetapkan kriteria
efisiensi kepada sektor publik tergantung kepada dua hal yaitu : Pertama, tingkat
kejelasan (clarity) dan keterukuran (measurability) dari sasaran-sasaran yang
ingin dicapai; dan Kedua, sejauh mana hubungan sebab akibat dalam proses
organisasional dapat diketahui. Dengan dua ukuran ini maka sektor publik dapat
diklasifikasikan dengan matriks berikut :

Tabel 2.1. Matriks Kriteria Efisiensi Sektor Publik


Kejelasan Tujuan
TINGGI RENDAH
Hubungan PASTI A : Efisiensi C : Legitimasi
Sebab Ekonomi Kelembagaan
Akibat TIDAK B : Kriteria D : Legitimasi
PASTI Judmental Kelembagaan

Jika sebuah organisasi publik termasuk dalam tipe A, artinya memiliki


tujuan-tujuan terdefinisi jelas serta pola hubungan sebab akibat yang diketahui
secara pasti dalam proses produksi public goods yang dihasilkannya, maka kriteria
efisiensi ekonomi dapat diterapkan dalam kasus ini. Namun apabila kasus yang
dihadapi adalah selain tipe A, maka kriteria efisiensi ekonomi tidak bisa
diterapkan dengan mudah.

2.3. Metode Pengukuran Efisiensi

Ada berbagai metode yang dapat dilakukan untuk mengukur efisiensi


seperti menggunakan statistik, akuntansi, dan keuangan. Untuk pengukuran
dengan statistik ada dua metode pengukuran yang umum digunakan yaitu metode
non-parametrik dan parametrik. Metode non-parametrik meliputi Data
Envelopment Analysis (DEA) dan Free Disposal Hull (FDH), sedang metode
parametrik meliputi Stochastic Frontier Analysis (SFA), Thick Frontier Approach
(TFA), dan Distribution Free Approach (DFA).
Dari berbagai penelitian empiris mengenai pengukuran efisiensi, metode
pengukuran yang sangat berkembang dan paling banyak digunakan adalah DEA
Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


19

dan SFA. Dalam tesis ini hanya akan dipaparkan mengenai Stochastic Frontier
Analysis (SFA) yang merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengukur
efisiensi. Sebagai pembanding, akan dijelaskan pula secara singkat mengenai
Data Envelopment Analysis (DEA) berikut keunggulan dan kelemahan DEA
dibanding SFA .

2.3.1 Stochastic Frontier Analysis

Fungsi produksi frontier pertama kali dikembangkan oleh Aigner et al.


(1977) dan Meeusen dan Van den Broek (1977). Fungsi ini menggambarkan
produksi maksimum yang berpotensi dihasilkan untuk sejumlah input produksi
yang dikorbankan. Greene (1993) menjelaskan bahwa dengan model produksi
frontier dimungkinkan mengestimasi atau memprediksi efisiensi relatif suatu
kelompok atau perusahaan tertentu yang didapatkan dari hubungan antara
produksi dan potensi produksi yang diobservasi.
Model stochastic frontier mengasumsikan bahwa output dibatasi
(bounded) oleh suatu stochastic function yang disebut Stochastic production
frontier. Stochastic production frontier adalah suatu frontier yang
menggambarkan maximum output yang bisa dihasilkan dari faktor input, aktual
output akan tepat berada pada frontier bila faktor input digunakan secara efisien.
Bila tidak, maka aktual output akan berada dalam frontier, semakin besar
gap/selisih antara frontier dengan aktualnya berarti semakin tidak efisien dalam
penggunaan faktor input.
Karakteristik yang cukup penting dari model Stochastic production
frontier untuk mengestimasi efisiensi teknik adalah adanya pemisahan dampak
dari exogenous variable shock terhadap output dengan kontibusi variasi dalam
bentuk efisiensi teknik (Giannakas et al. 2003). Dengan kata lain, aplikasi metode
ini dimungkinkan untuk mengestimasi ketidakefisienan suatu proses produksi
tanpa mengabaikan kesalahan baku dari modelnya. Hal ini dimungkinkan karena
kesalahan baku (error term) dalam model terdiri dari dua kesalahan baku yang
keduanya terdistribusi normal yaitu : (1) komponen simetrik yang memungkinkan
keragaman acak dari frontier antar pengamatan dan menangkap pengaruh

Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


20

kesalahan pengukuran, kejutan acak, dsb., dan (2) komponen satu-sisi (one-sided)
menangkap pengaruh in-efisiensi.
dari simpangan yang menangkap
Pada model ini, simpangan yang mewakili gangguan statistik (statistical
noise) diasumsikan independen dan identik dengan distribusi normal. Distribusi
yang paling sering diasumsikan adalah setengah-normal (half-normal). Jika dua
simpangan diasumsikan independen satu sama lain serta independen terhadap
input, dan dipasang asumsi distribusi spesifik (normal dan setengah-normal
secara berturut-turut), maka fungsi likelihood dapat didefinisikan dan penduga
maximum likelihood (maximum likelihood estimators)
estimators) dapat dihitung.

2.3.1.1 Model Frontier dengan Data Panel

Aigner, Lovell dan Schmidt (1977) mengembangkan model stochastic


frontier production function yang secara signifikan memberikan kontribusi pada
model ekonometrik untuk produksi dan etimasi untuk technical efficiency
perusahaan. Selanjutnya Schmidt dan Sickles (1984) mengembangkan model
stochastic frontier production function dengan panel data sebagai berikut:
(2.1)

dimana Yit merupakan produksi untuk observasi t-th (t = 1,2,,T) untuk


perusahaan (firm) i-th (i =1,2,,N); Xit adalah vektor (1xk) nilai fungsi diketahui
(known function) input produksi yang berkorelasi dengan firm i-th di periode t-th
observasi; adalah vektor (k x 1) parameter tidak diketahui (unknown parameter)
yang akan diperkirakan; Vit diasumsikan sebagai iid N (0, s 2V) random eror,
menyebarkan Uit secara bebas (independent)
independent) yaitu variabel acak non-negatif,
terkait dengan technical inefficiency produksi; Uit tersebar bebas(independent),
sehingga Uit diperoleh dari distribusi normal truncation dengan mean, Zitd, dan
varian, s 2; Zit adalah vektor (1 x m) variabel firm-specific yang berubah-ubah
berubah
sepanjang waktu; dan d adalah vektor (mx1) koefisien tidak diketahui variabel
inefisiensi tetap-tertentu (firm-specific inefficiency variable).
Walaupun diasumsikan ada periode waktu T dimana observasi berlaku
bagi paling tidak salah satu dari perusahaan-perusahaan (firms) N yang terlibat,
tidak perlu semua perusahaan
perusahaan diteliti selama periode T.

Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


21

Persamaan 2.1 menentukan stochastic frontier production function


(misalnya stochastic frontier production function Cobb-Douglass atau bentuk
transcendental-logaritma) dalam hal nilai produksi awal (original). Namun,
technical inefficiency effects, Uit, diasumsikan sebagai fungsi sejumlah variabel
penjelas, Zit, dan sebuah vektor koefisien tidak diketahui, d. Variabel penjelas
dalam inefficiency model diduga akan melibatkan variabel lain yang menjelaskan
mengapa observ asi produksi tidak mencukupi nilai produksi batas stokastik yang
observasi
berkorelasi , exp (Xit + Vit). Zit-vectors kemungkinan memiliki elemen pertama
yang setara dengan satu, termasuk beberapa variabel input yang ada dalam fungsi
antara variabel firm-specific dan variable input.
produksi dan/atau interaksi antara
Persamaan 2.1 merupakan bentuk baku pada literature panel data, dan
dapat diestimasi dengan metode standar, seperti GLS atau Hausman dan Taylor
instrumental variables estimator. Selain itu, juga dapat dies timasi menggunakan
diestimasi
MLE (Maximum Likelihood Estimator) dengan asumsi particular distribution
untuk one side error uit dalam persamaan (2.1). Keuntungan dari penggunaan
panel data yaitu kita dapat memilih apakah menggunakan asumsi particular
distribution untuk v dan u atau menggunakan asumsi bahwa technical inefficiency
tidak berkorelasi dengan input.
Dalam rangka melepas asumsi bahwa firm effects merupakan time-
invariant, namun keunggulan dari panel data tetap diperoleh, kita akan mengganti
firm effect dalam persamaan 2.1 dengan parameterisasi fungsi waktu yang
fleksible serta parameter yang bervariasi antar perusahaan. Bentuk fungsi yang
digunakan yaitu fungsi kuadratik sebagai berikut:
(2.2)

dimana persamaan (2.2) merupakan linear dalam elemen ij(j=1,2,3).

Bila model yang kita susun dalam bentuk persamaan berikut:

(2.3)

Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


22

dimana di = d0 + uit , W memiliki koefisien tergantung pada i, jika W konstan,


maka akan berbentuk model panel data dengan intercept bervariasi antar
invidvidual atau pe rusahaan, maka kita memasukan persamaan 2.2 ke dalam
perusahaan,
bentuk W pada persamaan 2.3, dan kita akan memiliki Wit = [ 1, t, t2 ] dan di =
[ i1, i2, i3 ] dengan menggunakan persamaan (2.1) dapat dituliskan sebagai
berikut:
(2.4)

Secara jelas spesifikasi pada persamaan ((2.2)


2.2) bermakna bahwa level output
bervariasi baik antar perusahaan maupun antar waktu. Sebaliknya, pengukuran
produktifitas difokuskan pada variasi yang bersifat temporal dan model dapat
memberikan rate dari produktivitas menjadi bervariasi antar perusahaan.
Time-varying firm productivity dan level efisiensi dan rate dari
produktifitas dapat diturunkan dari residual berdasarkan within, GLS, dan efficient
instrumental variables estimators
estimators.. Menurut Schmidt dan Sickles (1984)

menggunakan model persamaan (2.1), residual merupakan estimasi


dari (vit uit) dan firm effect diestimasi dengan cara merata-ratakan residualnya

antar waktu. Secara spesifik, estimasi dari a i sebagai berikut:


(2.5)

Estimasi tersebut konsisten dengan T 8


Prosedur untuk model ini yaitu dengan melakukan estimasi di dengan

melakukan regresi residual untuk perusahaan i pada Wit dengan


konstan, waktu dan kuadrat waktu. Nilai fitted dari regresi ini memberikan
estimasi dari a it pada persamaan (2.3) dimana konsisten (untuk semua i dan t)

dengan T 8 . Dalam Schmidt dan Sickles, frontier intercept a dan firm specific
level of inefficiency untuk perusahaan ke i diestimasi sebagai berikut:

(2.6)

Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


23

Prosedur di sini dilakukan untuk mengestimasi frontier intercept pada waktu t dan
firm specific level dari technical inefficiency untuk perusahaan ke i pada waktu t
sebagai berikut:

(2.7)

2.3.1.2 Model Inefficiency Effect

Sejumlah studi yang dilakukan Pitt dan Lee (1981), Kalirajan (1981),
Kalirajan dan Shand (1989), Mester (1997), telah menyelidiki faktor penyebab in-
efisiensi di sejumlah industri dengan meregresi prediksi efek in-efisiensi yang
diperoleh dari estimasi stochastic frontier atas vaktor faktor-faktor spesifik
perusahaan seperti : tingkat persaingan, kualitas input dan output, faktor
manajerial, dan lain-lain dengan menggunakan pendekatan dua tahap (two-stage
approach). Kelemahan pendekatan ini adalah tidak konsistennya asumsi mengenai
kebebasan efek in-efisiensi dalam estimasi. Sehingga pendekatan ini tidak
mungkin memperoleh nilai estimasi efek in-efisiensi yang sama dengan yang
(single step).
diperoleh estimasi dengan satu tahap (singl
Dalam rangka menyempurnakan pendekatan ini, Kumbhakar, Ghosh, dan
McGulkin (1991), serta Reisfscneider dan Stevenson (1991), menawarkan model
stochastic frontier di mana efek in-efisiensi dinyatakan sebagai suatu fungsi
eksplisit suatu vektor dari faktor-faktor spesifik perusahaan dan suatu kesalahan
acak (random error). Lebih lanjut, Battese dan Coelli (1993,1995)
mengembangkan model Kumbhakar, Ghosh, dan McGulkin (1991) dengan
pengecualian bahwa efisiensi alokatif dikenakan, kondisi maksimisasi laba
dihilangkan, dan mengizinkan penggunaan data panel.
Battese dan Coelli (1993,1995) mendefinisikan efek in-efisiensi uit sebagai
variabel acak non negatif yang diasumsikan sebagai fungsi variabel in-efisiensi
yang menjelaskan in-efisiensi perusahaan secara spesifik setiap tahun zit dengan
koefisien vektor parameter yang diestimasi d. Explanatory variable dalam model
in-efisiensi bisa berasal dari beberapa variabel input dalam model stochastic
frontier yang diduga menyebabkan efek in-efisiensi yang stochastic. Spesifikasi
model persamaan sebagai berikut :
uit = zitd + wit (2.8)
Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


24

2
Dimana wit didefinisikan dengan truncated normal distribution N(0, v ) dimana
wit = -zitd.
Jika variabel z pertama mempunyai nilai satu dan koefisien variabel z
lainnya bernilai nol, maka model tersebut dispesifikasi sesuai model Stevenson
(1980) dan Battese dan Coelli (1988,1992). Jika seluruh elemen vektor d sama
dengan nol, maka efek in-efisiensi teknis tidak berhubungan dengan variabel z
dan model ini sesuai dengan distribusi half-normal yang diperkenalkan Aigner,
Love, dan Scmidt (1977). Jika interaksi antara variabel spesifik perusahaan dan
variabel input dimasukkan dalam variabel z, maka model dispesifikasi sebagai
non-neutral stochastic frontier yang diperkenalkan Huang dan Liu (1994).
Perlu diingat bahwa inefficiency frontier model persamaan 2.1 dan 2.8
bukanlah generalisasi model Battese dan Coelli (1992) untuk time-varying
inefficiencies, sekalipun inefficiency effects adalah invarian waktu. Model Battese
dan Coelli (1992) menetapkan bahwa inefficiency effects adalah hasil fungsi
eksponensial waktu dan variabel acak firm-specific non-negatif yaitu Uit = {exp [-
(t T)]}Ui, dimana adalah parameter tak diketahui dan Uis adalah truncations
non-negatif distribusi N ( , s 2). Model ini tidak menentukan inefficiency effects
dalam hal variabel penjelas tetap-tertentu (firm-specific explanatory variables).
Lebih jauh, model Battese dan Coelli (1992) menetapkan struktur terkorelasi
dengan baik untuk inefficiency effects sepanjang waktu untuk firms (perusahaan)
tertentu.
Ketika model dalam persamaan 2.1 diperoleh, technical efficiency
produksi untuk firm i-th pada observasi t-th ditentukan dengan persamaan 2.9.
TE it = exp (-Uit) = exp (-zitd Wit) (2.9)
Karena Zitd + Wit > Zi t d + W i t jika i i tidak berarti menyiratkan bahwa Zit d +
Wit > Zi t d + W i t jika t t, maka berikutnya perlakuan yang sama pada firms
dalam hal technical efficiency produksi tidak berlaku untuk semua periode waktu,
seperti dalam model Battese dan Coelli (1992).
Inefficiency frontier production function persamaan 2.1 dan 2.8 berbeda
dengan inefficiency frontier production function Reifschneider dan Stevenson
(1991) oleh karena variabel w-random tidak disebarkan secara identik, seperti
dalam paper terakhir. Refschneider dan Stevenson (1991) menyatakan bahwa
Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


25

variabel w-random dalam inefficiency model adalah variabel acak non-negatif


gamma, eksponensial, atau half-normal. Dalam model
yang memiliki distribusi gamma,
kita, variabel w-random bisa saja negatif jika Zitd>0, yaitu Wit = -z itd, tetapi
variabel w-random merupakan truncations independen distribusi normal dengan
mean dan varian nol, s2.
Inefficiency model persamaan 2.1 dan 2.8 terkait erat dengan model Huang
dan Liu (1992), oleh karena inefficiency model persamaan 2.1 dan 2.8 merupakan
pengembangan langsung dari model Huang dan Liu untuk menghitung data panel.
Pengembangan data time-series ini memiliki asumsi
asumsi distribusi yang sama seperti
ditambahnya dimensi cross-sectional data. Namun, dalam model data panel kita
akan ada perhatian khusus pada perilaku technical efficiencies produksi panel
perusahaan (firms) sepanjang waktu.

2.3.2 Data Envelopment Analysis

Data Envelopment
Envelopment Analysis (DEA) adalah sebuah teknik pemrograman
matematis non-parametrik yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif
dari sebuah kumpulan unit-unit pembuat keputusan (decision making unit/DMU),
dalam mengelola sumber daya (input) dengan jenis yang sama, sehingga menjadi
hasil (output) dengan jenis yang sama pula, dimana hubungan bentuk fungsi dari
input ke output tidak diketahui. Istilah DMU dalam metode DEA ini dapat
bermacam-macam unit seperti bank, rumah sakit, perusahaan, dan apa saja yang
memiliki kesamaan karakteristik operasional (Siswadi dan Purwantoro, 2006)
Model matematis umum metode DEA yang biasa digunakan dalam
mengukur efisiensi relatif suatu DMU sejenis yang dituliskan sebagai berikut :

Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


26

dimana :
n = jumlah DMU
m = jumlah input
s = jumlah output
xij = nilai input ke-i DMU ke-j
yrj = nilai output ke-r DMU ke-j
j = bobot DMU ke-j untuk DMU yang dihitung
Beberapa isu penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan DEA
adalah sebagai berikut (Purwantoro, 2003) :
a) Positivity, DEA menuntut semua variabel input dan output bernilai
positif
b) Isotonicity, variabel input dan output harus punya hubungan
isotonicity yang berarti untuk setiap kenaikan pada variabel input
apapun, harus menghasilkan kenaikan setidaknya satu variabel output
dan tidak ada variabel output yang mengalami penurunan.
c) Jumlah DMU, dibutuhkan setidaknya DMU untuk setiap variabel
input dan output yang digunakan dalam model untuk memastikan
adanya degree of freedom.
d) Windows analysis, analisa perlu dilakukan jika terjadi pemecahan
data DMU (misalnya tahunan menjadi triwulanan) yang biasanya
dilakukan untuk memenuhi syarat jumlah DMU. Analisis ini dilakukan
untuk menjamin stabilitas nilai produktifitas dari DMU yang bersifat
time independent.
e) Penentuan bobot, walaupun DEA menentukan bobot yang seringan
mungkin untuk setiap unit relatif terhadap unit yang lain dalam 1 set
data, terkadang dalam kenyataan manajemen dapat menentukan bobot
sebelumnya.
f) Homogenity, DEA menuntut seluruh DMU yang dievaluasi memiliki
variabel input dan output yang sama jenisnya.

Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


27

2.3.3 Perbandingan Stochastic Frontier Analysis dengan Data Envelopment


Analysis

Prosedur parametrik untuk melihat hubungan antara input dan output


diperlukan informasi yang akurat untuk harga input dan variabel eksogen lainnya.
Pengetahuan mengenai bentuk fungsi yang tepat dari frontier dan struktur dari an
on-sided error, dan ukuran sampel yang cukup dibutuhkan untuk menghasilkan
kesimpulan secara statistik (statistical inference). Pendekatan non-parametrik
tidak menggunakan informasi yang akurat sehingga data yang dibutuhkan, lebih
sedikit asumsi yang diperlukan dan sampel yang lebih sedikit dapat digunakan.
Namun demikian, kesimpulan secara statistik tidak dapat diambil jika
menggunakan metode non-parametrik.
Perbedaan utama lainnya adalah bahwa pendekatan parametrik
memasukkan random error pada frontier, sementara pendekatan non-parametrik
tidak memasukkan random error. Sebagai konsekuensinya, pendekatan non-
parametrik tidak dapat memperhitungkan faktor-faktor seperti perbedaan harga
antar daerah, perbedaan peraturan, perilaku baik buruknya data, observasi yang
ekstrim, dan faktor-faktor ketidakefisienan. Satu data outlier dalam pendekatan
non-parametrik dapat secara signifikan mempengaruhi perhitungan dari efisiensi
setiap perusahaan.
Pendekatan non-parametrik mempunyai beberapa keuntungan relatif
dibanding pendekatan parametrik. Dalam mengukur efisiensi, pendekatan non-
parametrik mengidentifikasi unit yang digunakan sebagai referensi yang dapat
membantu untuk mencari penyebab dan jalan keluar dari ketidakefisienan, yang
merupakan keuntungan utama dalam aplikasi manajerial. Selain itu, DEA tidak
memerlukan spesifikasi yang lengkap dari bentuk fungsi yang menunjukkan
hubungan produksi dan distribusi dari observasi. Sedang pendekatan SFA sangat
tergantung pada asumsi mengenai data produksi dan distribusi.
Secara umum, keunggulan pendekatan DEA adalah tidak diperlukannya
bentuk fungsional tertentu untuk menganalisis data yang tersedia. Sedangkan
kelemahan pendekatan ini adalah: (1) mengandung asumsi constant returns to
scale yang sangat mengikat/membatasi, sementara itu pengembangannya untuk
teknologi non-constant returns to scale ternyata sangat kompleks, dan (2)
Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


28

pendekatan ini mengkomputasi frontier dari subset pengamatan (dari contoh),


sehingga sangat rentan terhadap pengamatan ekstrim dan kesalahan pengukuran.
Keunggulan pendekatan SFA adalah dilibatkannya disturbance term yang
mewakili gangguan, kesalahan pengukuran dan kejutan eksogen yang berada di
luar kontrol unit produksi. Sementara itu, beberapa kelemahan dari pendekatan
ini adalah (1) teknologi yang dianalisis harus digambarkan oleh struktur yang
cukup rumit/besar, (2) distribusi dari simpangan satu-sisi harus dispesifikasi
sebelum mengestimasi model, (3) struktur tambahan harus dikenakan terhadap
distribusi in-efisiensi teknis, dan (4) sulit diterapkan untuk perusahaan yang
memiliki lebih dari satu output.

2.4. Studi Empiris Pengukuran Efisiensi dengan Perangkat DEA dan SFA

Pengukuran efisiensi dengan menggunakan stochastic frontier analysis dan


data envelopment analysis banyak diterapkan tidak hanya pada sektor
privat/swasta tapi juga pada sektor publik. Berikut ini beberapa hasil studi empiris
pengukuran efisiensi di sektor publik dengan menggunakan SFA dan DEA.
No Penulis Judul Model Output, Input, Hasil Penelitian
explanatory variable
1 Carlos Pestana Performance SFA Operational cost; Majority of the
Barros (2005) Measurement Total Tax Collected; tax office
In Tax Offices Price of labor (dividing analysed (Lisbon,
With A salary expenditure by Portugal) are
Stochastic the number of efficient, while of
Frontier equivalent employees); them display
Model Price of capital (proxied inefficiencies to
by ratio of rent by the be overcome.
area of the office);
Price of capital (proxied
by dividing total
personal taxes by
population in of the
office area);
Clear up rate (include
legal disputes,
administrative disputes,
excecutive act)

2 Raghbendra Tax Effciency SFA Tax capacity factors are Many states
Jha1, M. S. In Selected represented by (i) state showing
Mohanty, Indian States domestic product (SDP) lackluster
Somnath to represent the level of performance with
Chatterjee, economic activity; (ii) respect to tax
Puneet proportion of effiency and the
Chitkara agricultural income to overall tax
(1998) performance of
Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


29

total SDP (AGY) to Indian states has


proxy the low tax been
intensity of agricultural disappointing
income; and (iii) per
capita real rural
household consumption
expenditure (CO) to
proxy the state of
poverty conditions and
its impact on tax
potential.
The share of central
government grants in
total state government
expenditure (GTOE)
3 Luky Estimating SFA Tax ratio of province to None local
Alfirman Stochastic represent tax potential governments have
Frontier Tax Number of high school optimally used
Potential : Can student per capita of their tax potential.
Indonesian province to represent All Java and Bali
Local stage of development provinces
Governments Shares of agricultural have a very high
Increase Tax sector of province to local tax potential.
Revenues represent ease of tax
Under collection
Decentralizati Labor Force
on? Participation Rate of
province to represent tax
base
Ratio of total export
plus import to GRDP of
province to represent
level of openness
Dummy variable for
Java and Rich provinces
to represent region
specific
4 Jaume Puig- Technical SFA Gross state product (Y) The majority of
Junoy (2000) Inefficiency and Total employment (L), U.S. states
And Public DEA total private capital (K) operate close to
Capital In total public capital (G) maximum
U.S. States: A technically
Stochastic feasible
Frontier production levels.
Approach
5 Moosen Wim Measuring and DEA The number of audited The efficiency
and Persoon Explaining the return of each category; estimates are
Annick (2002) Productive The number of audited positively related
Efficiency of return of each category to the scale of the
Tax Offices : a that increase in tax base tax office.
Non- Personnel express in full
Parametric time equivalent
Best Practice Dummy TITU to
Frontier capture the management
Approach position which has the
value one if the person

Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


30

in charge has the


required qualifications.
The internal monitoring
of a tax office may also
be reflected in the
number of fines (FINE)
and the number of
official assessments
(OFFIC), which are
associated with its
"eagerness".
The number of control
visits in loco (LOCO)
Tax offices benefit from
the services of a Central
Tax Office (CTO),
the number of people
liable for the personal
income tax per tax
office (LIATAX).
6 Carlos Pestana Technical and DEA The per-capita GDP of All offices are
Barros allocative the municipality where technically
(2007) efficiency of the office is situated. efficient, but
tax offices: dummy variable for only 14 achieve
a case study urban that is one if the Allocative
tax office is situated in a Effciency,
urban area and zero if it meaning that
is situated in a rural price efficiency
area, to account for the is the main
higher concentration of explanation for
tax payers in urban the offices
areas; economic
the ratio of salaries paid inefficiency.
by the office relative to
costs, to account for the
cost structure of the
office;
Municipal expenditure
of the municipality
where the office is
situated;
dummy variable for
partisan which is one for
right-of-centre political
parties incumbent in the
municipality where the
office is situated.

Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009


31

7 Andrew Performance DEA Population, area, Case for


Worthington Indicators and proportion of population exogenous factors
(1999) Efficiency NESB, aged, or student, and scale effects
Measurement proportion of non- to be incorporated
in Public residential borrowers, into DEA.
Libraries socio-economic index,
gross library
expenditure.
Library issues.
Library expenditure and
issues per capita,
geographic categories.
8 Erwinta Aplikasi DEA Jumlah Penabung, Terdapat
Siswadi dan Metode DEA Jumlah Giran, Jumlah perbedaan kinerja
R. Nugroho dengan Deposan, Jumlah antara kantor
Purwantoro Klasifikasi Debitur, Pendapatan cabang yang
(2006) DMU untuk Jumlah tenaga kerja dipengaruhi
Pengukuran Biaya Operasional kondisi
Kinerja Saluran distribusi lingkungan
Operasional cabang dimana cabang
Kantor Kriteria cabang bank bank tersebut
Cabang Bank beroperasi
9 Eugenia Efisiensi SFA Pembentukan Modal Efisiensi bank
Mardanugraha Perbankan di Tetap Domestik Bruto swasta dan bank
(2005) Indonesia Time saving deposit on asing lebih baik
Dipelajari domestic banks daripada bank
Melalui Claimc on private sector pemerintah
Pendekatan on domestic banks
Fungsi Biaya Pengeluaran konsumsi
Parametrik rumah tangga
Time deposit rate
Average lending rate
10 Irfan J. DJ. Skala dan SFA Output tenaga listrik Pembelian tenaga
Eksan (2006) Efisiensi yang dibangkitkan dan listrik dari pihak
Biaya Suplai didistribusikan kepada luar memiliki
Tenaga Listrik pelanggan struktur biaya
Indonesia : Harga input modal yang lebih rendah
Analisa Model Harga input tenaga kerja dibandingkan
Biaya Harga input pembelian dengan sistem
Stokastik listrik dari pihak luar pengadaan tenaga
Frontier Faktor kapasitas listrik milik PLN
dengan Trend waktu sendiri.
Menggunakan
Susut tegangan
Panel Data
Densitas output
Faktor beban
Dummy krisis ekonomi

Universitas Indonesia

Analisis efisiensi kantor..., Idham Ismail, FE UI, 2009

Anda mungkin juga menyukai