Efisiensi saat ini merupakan isu utama dalam bidang ekonomi dalam
hubungannya dengan penentuan posisi strategis pada era globalisasi dunia.
Semakin tingginya tingkat kompetisi dan meningkatnya kelangkaan sumber daya,
yang berarti semakin tingginya harga faktor produksi, menuntut setiap pelaku
ekonomi untuk melakukan berbagai inovasi dalam meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya.
Secara terminologi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efisiensi
adalah ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak
membuang waktu, tenaga, biaya); kedayagunaan; ketepatgunaan; kesangkilan.
Dalam The Concise of Encyclopedia of Economics (Paul Heyne), pengertian
efisiensi adalah :
efficiency is a relationship between ends and means. When we call a
situation inefficient, we are claiming that we could achieve the desired
ends with less means, or that the means employed could produce more of
the ends desired. Less and more in this context necessarily refer to less
and more value. Thus, economic efficiency is measured not by the
relationship between the physical quantities of ends and means, but by the
relationship between the value of the ends and the value of the means.
Universitas Indonesia
juga sebagai alat bagi pemerintah untuk mengejar kemaslahatan umum pada
tujuan-tujuan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Karakteristik spesifik organisasi
publik yang membedakannya dengan organisasi umum dikemukakan oleh Azhar
Kasim (1993 : 20) sebagai berikut :
a) Organisasi (institusi) publik tidak sepenuhnya otonom tetapi dikuasai oleh
faktor-faktor eksternal;
b) Organisasi publik secara resmi menurut hukum diadakan untuk pelayanan
masyarakat;
c) Organisasi publik tidak dimaksudkan untuk berkembang menjadi besar
dengan merugikan organisasi publik lainnya;
d) Kesehatan organisasi publik diukur melalui kontribusinya terhadap tujuan
politik (political impact) dan kemampuan mencapai hasil maksimal
dengan sumber daya yang tersedia;
e) Kualitas pelayanan masyarakat yang buruk membawa pengaruh politik
yang negatif (merugikan)
Bertitik tolak pada perbedaan tersebut, Ben dan Gauss (Assifie, 2004 : 13)
mengatakan bahwa kinerja sektor publik lebih diukur oleh kriteria kesejahteraan
yang bersifat komunal dan keterbukaan pada akuntabilitas publik (public
scrunity), kedudukan sektor publik bukan sebagai representasi individu melainkan
agen masyarakat. Antony dan Herzlinger (Assifie, 2004 : 13) menyatakan bahwa
garis demarkasi antara sektor publik dan sektor swasta adalah bahwa sektor publik
bertujuan untuk menghasilkan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dengan
menggunakan sumber daya yang dimiliki dan kinerja sektor publik dilihat dengan
tolok ukur berapa banyak pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan
bagaimana kualitas dari pelayanan tersebut.
Lenvine (Agus Dwiyanto, 1999) mengemukakan tiga konsep yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yakni :
a) Responsivitas (responsiveness) : menggambarkan kemampuan organisasi
publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Penilaian responsivitas bersumber pada data
organisasi dan masyarakat, data organisasi dipakai untuk mengidentifikasi
jenis-jenis kegiatan dan program organisasi, sedangkan data masyarakat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dan bersifat non-rivalry. Hal ini akan menyulitkan dalam agregasi output,
sehingga pengukuran efisiensi sektor publik menjadi lebih kompleks.
Untuk menyempurnakan pengukuran efisiensi sektor publik yang lebih
akurat, Thompson (Assifie, 2004 : 17) menyatakan bahwa menetapkan kriteria
efisiensi kepada sektor publik tergantung kepada dua hal yaitu : Pertama, tingkat
kejelasan (clarity) dan keterukuran (measurability) dari sasaran-sasaran yang
ingin dicapai; dan Kedua, sejauh mana hubungan sebab akibat dalam proses
organisasional dapat diketahui. Dengan dua ukuran ini maka sektor publik dapat
diklasifikasikan dengan matriks berikut :
dan SFA. Dalam tesis ini hanya akan dipaparkan mengenai Stochastic Frontier
Analysis (SFA) yang merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengukur
efisiensi. Sebagai pembanding, akan dijelaskan pula secara singkat mengenai
Data Envelopment Analysis (DEA) berikut keunggulan dan kelemahan DEA
dibanding SFA .
Universitas Indonesia
kesalahan pengukuran, kejutan acak, dsb., dan (2) komponen satu-sisi (one-sided)
menangkap pengaruh in-efisiensi.
dari simpangan yang menangkap
Pada model ini, simpangan yang mewakili gangguan statistik (statistical
noise) diasumsikan independen dan identik dengan distribusi normal. Distribusi
yang paling sering diasumsikan adalah setengah-normal (half-normal). Jika dua
simpangan diasumsikan independen satu sama lain serta independen terhadap
input, dan dipasang asumsi distribusi spesifik (normal dan setengah-normal
secara berturut-turut), maka fungsi likelihood dapat didefinisikan dan penduga
maximum likelihood (maximum likelihood estimators)
estimators) dapat dihitung.
Universitas Indonesia
(2.3)
Universitas Indonesia
dengan T 8 . Dalam Schmidt dan Sickles, frontier intercept a dan firm specific
level of inefficiency untuk perusahaan ke i diestimasi sebagai berikut:
(2.6)
Universitas Indonesia
Prosedur di sini dilakukan untuk mengestimasi frontier intercept pada waktu t dan
firm specific level dari technical inefficiency untuk perusahaan ke i pada waktu t
sebagai berikut:
(2.7)
Sejumlah studi yang dilakukan Pitt dan Lee (1981), Kalirajan (1981),
Kalirajan dan Shand (1989), Mester (1997), telah menyelidiki faktor penyebab in-
efisiensi di sejumlah industri dengan meregresi prediksi efek in-efisiensi yang
diperoleh dari estimasi stochastic frontier atas vaktor faktor-faktor spesifik
perusahaan seperti : tingkat persaingan, kualitas input dan output, faktor
manajerial, dan lain-lain dengan menggunakan pendekatan dua tahap (two-stage
approach). Kelemahan pendekatan ini adalah tidak konsistennya asumsi mengenai
kebebasan efek in-efisiensi dalam estimasi. Sehingga pendekatan ini tidak
mungkin memperoleh nilai estimasi efek in-efisiensi yang sama dengan yang
(single step).
diperoleh estimasi dengan satu tahap (singl
Dalam rangka menyempurnakan pendekatan ini, Kumbhakar, Ghosh, dan
McGulkin (1991), serta Reisfscneider dan Stevenson (1991), menawarkan model
stochastic frontier di mana efek in-efisiensi dinyatakan sebagai suatu fungsi
eksplisit suatu vektor dari faktor-faktor spesifik perusahaan dan suatu kesalahan
acak (random error). Lebih lanjut, Battese dan Coelli (1993,1995)
mengembangkan model Kumbhakar, Ghosh, dan McGulkin (1991) dengan
pengecualian bahwa efisiensi alokatif dikenakan, kondisi maksimisasi laba
dihilangkan, dan mengizinkan penggunaan data panel.
Battese dan Coelli (1993,1995) mendefinisikan efek in-efisiensi uit sebagai
variabel acak non negatif yang diasumsikan sebagai fungsi variabel in-efisiensi
yang menjelaskan in-efisiensi perusahaan secara spesifik setiap tahun zit dengan
koefisien vektor parameter yang diestimasi d. Explanatory variable dalam model
in-efisiensi bisa berasal dari beberapa variabel input dalam model stochastic
frontier yang diduga menyebabkan efek in-efisiensi yang stochastic. Spesifikasi
model persamaan sebagai berikut :
uit = zitd + wit (2.8)
Universitas Indonesia
2
Dimana wit didefinisikan dengan truncated normal distribution N(0, v ) dimana
wit = -zitd.
Jika variabel z pertama mempunyai nilai satu dan koefisien variabel z
lainnya bernilai nol, maka model tersebut dispesifikasi sesuai model Stevenson
(1980) dan Battese dan Coelli (1988,1992). Jika seluruh elemen vektor d sama
dengan nol, maka efek in-efisiensi teknis tidak berhubungan dengan variabel z
dan model ini sesuai dengan distribusi half-normal yang diperkenalkan Aigner,
Love, dan Scmidt (1977). Jika interaksi antara variabel spesifik perusahaan dan
variabel input dimasukkan dalam variabel z, maka model dispesifikasi sebagai
non-neutral stochastic frontier yang diperkenalkan Huang dan Liu (1994).
Perlu diingat bahwa inefficiency frontier model persamaan 2.1 dan 2.8
bukanlah generalisasi model Battese dan Coelli (1992) untuk time-varying
inefficiencies, sekalipun inefficiency effects adalah invarian waktu. Model Battese
dan Coelli (1992) menetapkan bahwa inefficiency effects adalah hasil fungsi
eksponensial waktu dan variabel acak firm-specific non-negatif yaitu Uit = {exp [-
(t T)]}Ui, dimana adalah parameter tak diketahui dan Uis adalah truncations
non-negatif distribusi N ( , s 2). Model ini tidak menentukan inefficiency effects
dalam hal variabel penjelas tetap-tertentu (firm-specific explanatory variables).
Lebih jauh, model Battese dan Coelli (1992) menetapkan struktur terkorelasi
dengan baik untuk inefficiency effects sepanjang waktu untuk firms (perusahaan)
tertentu.
Ketika model dalam persamaan 2.1 diperoleh, technical efficiency
produksi untuk firm i-th pada observasi t-th ditentukan dengan persamaan 2.9.
TE it = exp (-Uit) = exp (-zitd Wit) (2.9)
Karena Zitd + Wit > Zi t d + W i t jika i i tidak berarti menyiratkan bahwa Zit d +
Wit > Zi t d + W i t jika t t, maka berikutnya perlakuan yang sama pada firms
dalam hal technical efficiency produksi tidak berlaku untuk semua periode waktu,
seperti dalam model Battese dan Coelli (1992).
Inefficiency frontier production function persamaan 2.1 dan 2.8 berbeda
dengan inefficiency frontier production function Reifschneider dan Stevenson
(1991) oleh karena variabel w-random tidak disebarkan secara identik, seperti
dalam paper terakhir. Refschneider dan Stevenson (1991) menyatakan bahwa
Universitas Indonesia
Data Envelopment
Envelopment Analysis (DEA) adalah sebuah teknik pemrograman
matematis non-parametrik yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif
dari sebuah kumpulan unit-unit pembuat keputusan (decision making unit/DMU),
dalam mengelola sumber daya (input) dengan jenis yang sama, sehingga menjadi
hasil (output) dengan jenis yang sama pula, dimana hubungan bentuk fungsi dari
input ke output tidak diketahui. Istilah DMU dalam metode DEA ini dapat
bermacam-macam unit seperti bank, rumah sakit, perusahaan, dan apa saja yang
memiliki kesamaan karakteristik operasional (Siswadi dan Purwantoro, 2006)
Model matematis umum metode DEA yang biasa digunakan dalam
mengukur efisiensi relatif suatu DMU sejenis yang dituliskan sebagai berikut :
Universitas Indonesia
dimana :
n = jumlah DMU
m = jumlah input
s = jumlah output
xij = nilai input ke-i DMU ke-j
yrj = nilai output ke-r DMU ke-j
j = bobot DMU ke-j untuk DMU yang dihitung
Beberapa isu penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan DEA
adalah sebagai berikut (Purwantoro, 2003) :
a) Positivity, DEA menuntut semua variabel input dan output bernilai
positif
b) Isotonicity, variabel input dan output harus punya hubungan
isotonicity yang berarti untuk setiap kenaikan pada variabel input
apapun, harus menghasilkan kenaikan setidaknya satu variabel output
dan tidak ada variabel output yang mengalami penurunan.
c) Jumlah DMU, dibutuhkan setidaknya DMU untuk setiap variabel
input dan output yang digunakan dalam model untuk memastikan
adanya degree of freedom.
d) Windows analysis, analisa perlu dilakukan jika terjadi pemecahan
data DMU (misalnya tahunan menjadi triwulanan) yang biasanya
dilakukan untuk memenuhi syarat jumlah DMU. Analisis ini dilakukan
untuk menjamin stabilitas nilai produktifitas dari DMU yang bersifat
time independent.
e) Penentuan bobot, walaupun DEA menentukan bobot yang seringan
mungkin untuk setiap unit relatif terhadap unit yang lain dalam 1 set
data, terkadang dalam kenyataan manajemen dapat menentukan bobot
sebelumnya.
f) Homogenity, DEA menuntut seluruh DMU yang dievaluasi memiliki
variabel input dan output yang sama jenisnya.
Universitas Indonesia
2.4. Studi Empiris Pengukuran Efisiensi dengan Perangkat DEA dan SFA
2 Raghbendra Tax Effciency SFA Tax capacity factors are Many states
Jha1, M. S. In Selected represented by (i) state showing
Mohanty, Indian States domestic product (SDP) lackluster
Somnath to represent the level of performance with
Chatterjee, economic activity; (ii) respect to tax
Puneet proportion of effiency and the
Chitkara agricultural income to overall tax
(1998) performance of
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia