Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kontraktur adalah pendekatan jaringan secara permanen sehingga
menyebabkan deformitas atau distorsi fungsi. Kontraktur dapat terjadi pada
kehilangan kulit yang luas dan diikuti dengan kontraksi miofibroblas serta dengan
deposisi kolagen. Kontraktur lebih sering terjadi pada parut hipertrofik terutama
jika mengenai persendian. Posisi yang nyaman bagi pasien merupakan posisi yang
menjurus ke kontraktur, oleh sebab itu harus dilakukan pembidaian pada posisi
yang melawan kecendrungan kontraktur dan mobilisasi sendi yang bersangkutan.1
Teknik Z-plasty dapat diterapkan untuk membebaskan kontraktur. Pada
kontraktur yang cukup lebar sehingga teknik Z-plasty tidak dapat diterapkan,
setelah kontraktur dibebaskan, luka dapat ditutup dengan skin graft. Pembedahan
membebaskan kontraktur, pembidaian pada posisi tertentu, ditambah latihan gerak
akan memberi hasil yang baik berupa perbaikan kisaran gerak.1
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Kata anestesi
diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang menggambarkan
keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan
untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi yang
sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi), yaitu: Hipnotik (hilang
kesadaran), Analgetik (hilang perasaan sakit), Relaksan (relaksasi otot-otot).2
Anestesi umum atau general anesthesia merupakan suatu keadaan dimana
hilangnya kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh
akibat pemberian obat-obatan anestesi dan bersifat reversible. Anestesi umum
dapat diberikan secara intravena, inhalasi dan intramuskular.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anestesi


Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Kata anestesi
diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang menggambarkan
keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan
untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi yang
sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi), yaitu :2
a. Hipnotik, hilang kesadaran
b. Analgetik, hilang perasaan sakit
c. Relaksan, relaksasi otot-otot

2.2 Anestesi Umum


Anestesi umum atau general anesthesia merupakan suatu keadaan dimana
hilangnya kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh
akibat pemberian obat-obatan anestesi dan bersifat reversible. Anestesi umum
dapat diberikan secara intravena, inhalasi dan intramuskular2.
Indikasi anestesi umum : 3
Pada bayi dan anak-anak
Pembedahan pada orang dewasa dimana anestesi umum lebih disukai oleh
ahli bedah walaupun dapat dilakukan dengan anestesi lokal
Operasi besar
Pasien dengan gangguan mental
Pembedahan yang lama
Pembedahan yang dengan lokal anestesi tidak begitu praktis dan memuaskan
Pasien dengan obat-obatan anestesi lokal pernah mengalami alergi.

2
Teknik anestesi umum ada 3, yaitu :
a. Anestesi umum intravena merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke
dalam pembuluh darah vena.
b. Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang
berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap dengan obat-obat pilihan
yaitu N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Sevofluran, Desfluran dengan
kategori menggunakan sungkup muka, Endotrakeal tube nafas spontan,
Endotrakeal tube nafas terkontrol.
c. Anestesi berimbang merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan
kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi
inhalasi atau kombinasi teknik anestesi umum dengan analgesia regional
untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang.

Sebelum dilakukan tindakan anestesi, sebaiknya dilakukan persiapan pre-


anestesi. Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum
pasien menjalani suatu tindakan operasi. Persiapan-persiapan yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut:3
a. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau
sesak nafas.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi, tindakan buka mulut, lidah yang relatif besar
sangat penting untuk mengetahui apakah akan menyulitkan tindakan
laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang
keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.

3
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan
dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan laboratorium rutin yang
sebaiknya dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap (Hb, leukosit, masa
perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis.Pada pasien yang berusia di
atas 50 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan foto toraks dan EKG.
d. Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA) :2
ASA 1 : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia
ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas
ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat tidak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap
saat
ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
kehidupannya tidak akan lebih dari 24 jam.
ASA 6 : pasien dengan kematian batang otak dan organnya siap untuk
ditransplantasi.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan
mencantumkan tanda darurat (E: EMERGENCY), misalnya ASA IE atau
IIE.

2.3 Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi. Tujuan
premedikasi:3
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anestesi
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Mengurangi refleks yang tidak diharapkan

4
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi rasa sakit
Menghilangkan efek samping dari obat sebelum dan selama anestesi
Menurunkan basal metabolisme tubuh

Obat-obat premedikasi, dosisnya disesuaikan dengan berat badan dan


keadaan umum pasien. Biasanya premedikasi diberikan intramuskuler 1 jam
sebelumnya atau per oral 2 jam sebelum anestesi.
Beberapa ahli anestesi menghindari penggunaan opium untuk premedikasi
jika anestesinya mencakup pernapasan spontan dengan campuran eter/udara. Obat
yang banyak digunakan:

Analgetik opium : - Morfin 0,15 mg/kgbb, intramuskuler


- Petidin 1,0 mg/kgbb, intramuskuler
Sedatif : - Diazepam 0,15 mg/kgbb, oral/intramuskuler
- Pentobarbital 3 mg/kgbb per oral atau, Dewasa
1,5 mg/kgbb intramuskuler
- Prometazin 0,5 mg/kgbb per oral Anak
- Kloral hidrat sirup 30 mg/kgbb
Vagolitik antisialagog ue: - Atropin 0,02 mg/kgbb, intramuskuler atau
intravena pada saat induksi maksimal 0,5 mg
Antasida : - Ranitidine 150 mg per oral setiap 12 jam dan
2 jam sebelum operasi
- Omeprazole 40 mg, 3-4 jam sebelum operasi
- Metoclopramide 10 mg per oral sebelum operasi

Sebelum induksi anastesi


Sebelum memulai, periksalah jadwal pasien dengan teliti. Tanggung jawab
untuk pemeriksaan ulang ini berada pada ahli bedah dan ahli anatesi. Periksalah
apakah pasien sudah dipersiapkan untuk operasi dan tidak makan/minum
sekurang-kurangnya 6 jam sebelumnya, meskipun bayi yang masih menyusui

5
hanya dipuasakan 3 jam (untuk induksi anastesi pada operasi darurat, lambung
mungkin penuh). Ukurlah nadi dan tekanan darah dan buatlah pasien relaks sebisa
mungkin. Asisten yang membantu induksi harus terlatih dan berpengalaman.
Jangan menginduksi pasien sendirian saja tanpa asisten.

Pemeriksaan Alat
Penting sekali bila kita memeriksa alat-alat sebelum melakukan anastesi,
karena keselamatan pasien tergantung pada hal ini. Kita harus mempunyai daftar
hal-hal yang harus diperiksadan gantungkan pada alat anastesi yang sering
digunakan.
Pertama yakinlah bahwa alat yang akan dipergunakan bekerja dengan
baik. Jika kita menggunakan gas kompresi, periksalah tekanan pada silinder yang
digunakan dan silinder cadangan. Periksalah apakah vaporizer sudah disambung
dengan tepat tanpa ada yang bocor, hilang atau terlepas, sistem pernapasan dan
aliran gas ke pasien berjalan dengan baik dan aman. Jika kita tidak yakin dengan
sistem pernapasan, cobalah pada diri kita (gas anastesi dimatikan). Periksalah
fungsi alat resusitasi (harus selalu ada untuk persiapan bila terjadi kesalahan aliran
gas), laringoskop, pipa dan alat penghisap.
Kita juga harus yakin bahwa pasien berbaring pada meja atau kereta
dorong yang dapat diatur dengan cepat ke dalam posisi kepala dibawah, bila
terjadi hipotensi mendadak atau muntah. Persiapkan obat yang akan digunakan
dalam spuit yang diberi label, dan yakinkan bahwa obat itu masih baik
kondisinya. Sebelum melakukan induksi anastesi, yakinkan aliran infus adekuat
dengan memasukkan jarum indwelling atau kanula dalam vena besar, untuk
operasi besar infus dengan cairan yang tepat harus segera dimulai.

2.4 Induksi Anestesi


Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan.
Sebelum memulai induksi anestesi, selayaknya disiapkan peralatan dan obat-
obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi

6
dengan lebih cepat dan lebih baik. Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya
kita ingat kata STATICS:3
S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih
bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup
terang.
T = Tubes
Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia< 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun
dengan balon (cuffed).
A = Airway
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar
untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas
T = Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I = Introducer
Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C = Connector
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi.
S = Suction
Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

Induksi intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah
terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena
hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan lembut dan terkendali.
Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama
induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan
selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

7
Tiopental (tiopenton, pentotal) diberikan secara intravena dengan
kepekatan 2,5% dan dosis antara 3-7 mg/kgBB. Keluar vena menyebabkan nyeri.
Pada anak dan manula digunakan dosis rendah dan dewasa muda sehat dosis
tinggi.
Propofol (recofol, diprivan) intravena dengan kepekatan 1% menggunakan
dosis 2-3 mg/kgBB.
Ketamin intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB. Pasca anestesi dengan
ketamin sering menimbulkan halusinasi, karena itu sebelumnya dianjurkan
menggunakan sedative seperti midazolam. Ketamin tidak dianjurkan pada pasien
dengan tekanan darah tinggi (tekanan darah >160 mmHg). Ketamin menyebabkan
pasien tidak sadar, tetapi dengan mata terbuka.
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis
tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan
untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anesthesia opioid digunakan
fentanil dosis induksi 20 50 mg / kg dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,3-1
mg/kg/menit.

Induksi Intamuskular
Sampai sekarang hanya ketamin yang dapat diberikan secara
intramuskular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

Induksi inhalasi
Induksi inhalasi hanya dapat dilakukan apabila jalan napas bersih sehingga
obat anestesi dapat masuk. Jika jalan napas tersumbat, maka obat anestesi tidak
dapat masuk dan anestesi didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga anestesi akan
dangkal. Jika hal ini terjadi, bersihkan jalan napas. Induksi inhalasi juga
digunakan untuk anak-anak yang takut pada jarum.

8
2.5 Intubasi Endotrakeal
Yang dimaksud dengan intubasi endotrakeal ialah memasukkan pipa
pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu pernafasan
penderita atau waktu memberikan anestesi secara inhalasi.5

Gambar 2.1: Intubasi Endotrakeal

Indikasi intubasi endotrakeal :3


1. Menjaga jalan nafas yang bebas oleh sebab apapun
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
4. Operasi-operasi pada kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan
5. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernapasan yang tenang dan
tak ada ketegangan
6. Pada operasi intrathorakal, supaya jalan nafas selalu terkontrol
7. Untuk mencegah kontaminasi trakea
8. Bila dipakai controlled ventilation maka tanpa pipa endotrakeal dengan
pengisian cuffnya dapat terjadi inflasi ke dalam gaster
9. Pada pasien-pasien yang mudah timbul laringospasme
10. Pada pasien-pasien dengan fiksasi vocal cord2

9
Keberhasilan intubasi tergantung pada 3 hal penting yaitu :2
Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala, leher dan laring yang
cukup
Posisi kepala dan leher yang tepat
Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur tersebut

Alat-alat yang digunakan dalam intubasi endotrakeal :3


a. Pipa endotrakea
Berfungsi mengantar gas anestesik langsung ke dalam trakea dan biasanya
dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea
dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil dan dewasa berbeda,
penampang melintang trakea bayi dan anak kecil di bawah usia 5 tahun hampir
bulat sedangkan dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi dan anak kecil
digunakan tanpa cuff dan untuk anak besar dan dewasa dengan cuff supaya tidak
bocor. Pipa endotrakea dapat dimasukkan melalui mulut atau melalui hidung.

Gambar 2.2: Endotracheal Tube

Cara memilih pipa endotrakea untuk bayi dan anak kecil :


Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4 + umur (thn)
Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + umur (thn)
Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + umur (thn)

10
b. Laringoskop
Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop ialah
alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat
memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua
macam laringoskop :
Bilah lurus (straight blades/ Magill/ Miller)
Bilah lengkung (curved blades/ Macintosh)

Gambar 2.3: Laringoskop

11
Penilaian Mallampati
Dalam anestesi, skor Mallampati digunakan untuk memprediksi
kemudahan intubasi. Hal ini ditentukan dengan melihat anatomi rongga mulut,
khusus, itu didasarkan pada visibilitas dasar uvula, pilar faucial. Klasifikasi
tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal
menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade:6
Grade I : Pilar faring, uvula dan palatum mole terlihat jelas
Grade II :Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar faring
tidak terlihat
Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat
Grade IV : Pilar faring, uvula dan palatum mole tidak terlihat.

Gambar 2.4: Grade Mallampati

Kesulitan dalam teknik intubasi:3


Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap
Mandibula yang menonjol.
Gigi incisivum atas yang menonjol (rabbit teeth)

12
Kesulitan membuka mulut
Uvula tidak terlihat (mallampati 3 dan 4)
Gerak sendi temporo mandibular terbatas
Gerak vertebra servikal terbatas.

Komplikasi pada intubasi endotrakeal :3


Memar & oedem laring
Strech injury
Non specific granuloma larynx
Stenosis trakea
Trauma gigi geligi
Laserasi bibir, gusi dan laring
Aspirasi, spasme bronkus

2.6 Obat-Obat Anestesi Umum


Obat-obat yang sering digunakan dalam anestesi umum adalah:3
I. Gas Anestesi
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek
klinik ialah N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Desfluran, dan
Sevofluran.Mekanisme kerja obat anestetik inhalasi sangat rumit, sehingga masih
menjadi misteri dalam farmakologi modern.
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya :
1. Ambilan oleh paru
2. Difusi gas dari paru ke darah
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya.
Berikut adalah jenis gas anestetik inhalasi, diantaranya:
1. N2O
N2O merupakan salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau manis, tak
iritasi, tak terbakar, dan pemberian anestesi dengan N2O harus disertai oksigen
minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir
anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,

13
sehingga terjadi pengenceran oksigen dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen 100% selama 5-10 menit.
2. Halotan
Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan
napas, maka sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O.
Halotan merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, dimana induksi
dan tahapan anestesi dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun
setelah anestetik dihentikan. Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2
vol% dan pada napas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan
dengan klinis pasien.
3. Isofluran
Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi
menyebabkan pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi
dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat
intravena untuk mempercepat induksi.Tanda untuk mengamati kedalaman anestesi
adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan
frekuensi denyut jantung. Menurunkan laju metabolisme pada otak terhadap
oksigen, tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
4. Desfluran
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat
absorben dan tidak korosif untuk logam.Karena sukar menguap, dibutuhkan
vaporiser khusus untuk desfluran.Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah
singkat atau bedah rawat jalan.Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan
batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk induksi.
Desfluran bersifat kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi
17 kali lebih poten dibanding N2O.
5. Sevofluran
Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin.
Peningkatan kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat
untuk induksi inhalasi yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa.
Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen dapat

14
dicapai dalam 1-3 menit. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan
napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
Setelah pemberian dihentikan, sevofluran cepat dieliminasi dari tubuh.

II. Obat-obat Anestesi Intravena


Yang dimaksud dengan intravenous anestesi adalah anestesi yang
diberikan dengan cara suntikan zat (obat) anestesi melalui vena2.
A. Hipnosis
1. Golongan barbiturat (pentotal)
Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan
induksinya cepat (30-40 detik) dengan suntikan intravena tetapi dalam
waktu singkat kerjanya habis, seperti zat anestesi inhalasi, barbiturat
ini menyebabkan kehilangan kesadaran dengan jalan memblok kontrol
brainstem.
Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg, kemudian
sebagai induksi diteruskan dengan pemberian 150-300 mg selang
waktu pemberian 15-20 detik (untuk orang dewasa).
2. Benzodiazepin
Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat
toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman
yang lebar, dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepin
telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi
dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi.
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-
aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak.
Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA melainkan
meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter
penghambat. Dosis : Diazepam : induksi 0,2 0,6 mg/kg IV, Midazolam :
induksi : 0,15 0,45 mg/kg IV.

15
3. Propofol
Propofol (diprivan, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak bewarna
putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1 ml= 10 mg). Suntikan
intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya
diberikan lidokain 1-2 mg/kgBB intravena.
Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kgBB, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total 4-12 mg/kgBB/jam dan dosis sedasi untuk perawatan
intensif 0.2 mg/kgBB. Pengenceran propofol hanya boleh dengan
dekstrosa 5%. Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak < 3 thn dan
pada wanita hamil tidak dianjurkan.
4. Ketamin
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestestik dan kataleptik dengan
kerja singkat. Efek anestesinya ditimbulkan oleh penghambatan efek
membran dan neurotransmitter eksitasi asam glutamat pada reseptor N-
metil-D-aspartat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik,
tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamin tidak menyebabkan relaksasi
otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Dosis
ketamin adalah 1-2 mg/kgBB IV atau 3-10 mg/kgBB IM. Anestesi dengan
ketamin diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik pertama,
kadang sampai halusinasi. Keadaan ini dikenal sebagai anestesi disosiatif.
Disosiasi ini sering disertai keadaan kataleptik berupa dilatasi pupil,
salivasi, lakrimasi, gerakan-gerakan tungkai spontan, peningkatan tonus
otot. Kesadaran segera pulih setelah 10-15 menit, analgesia bertahan
sampai 40 menit, sedangkan amnesia berlangsung sampai 1-2 jam.

B. Analgetik
1. Morfin
Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif,
yakni tidak begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa
getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahkan persepsi nyeripun
tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi.

16
Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ; (1) morfin
meninggikan ambang rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaharui
emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul dikorteks
serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari
thalamus ; (3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang
rangsang nyeri meningkat.
Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang
adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg
intravena dan dapat diulang sesuai yamg diperlukan.
2. Fentanil
Dosis fentanyl adalah 2-5 mcg/kgBB IV. Fentanyl merupakan opioid
sintetik dari kelompok fenilpiperidin dan bekerja sebagai agonis reseptor
. Fentanyl banyak digunakan untuk anestetik karena waktu untuk
mencapai puncak analgesia lebih singkat, efeknya cepat berakhir setelah
dosis kecil yang diberikan secara bolus, dan relatif kurang mempengaruhi
kardiovaskular.
3. Meridipin
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa
keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang
lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk
menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik, untuk
menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan dengan morfin, meperidin
kurang karena menyebabkan depresi nafas pada janin.
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25
mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml.
Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis
untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.

17
C. Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant)
Obat pelumpuh otot adalah obat/ zat anestesi yang diberikan kepada pasien
secara intramuskular atau intravena yang bertujuan untuk mencapai relaksasi dari
otot-otot rangka dan memudahkan dilakukannya operasi.
a. Pelumpuh otot depolarisasi
Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah saraf otot
tidak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sipnatik,
sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi
otot lurik.Yang termasuk golongan ini adalah suksinilkolin, dengan dosis 1-2
mg/kgBB IV.
b. Pelumpuh otot non-depolarisasi
Pelumpuh otot non-depolarisasi berikatan dengan reseptor nikotinik-
kolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi
asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak dapat bekerja.

Dosis (mg/kgBB) Durasi (menit)


Long Acting
1. D-tubokurarin 0,4-0,6 30-60
2. Pankuronium 0,08-0,12 30-60
3. Metakurin 0,2-0,4 40-60
4. Pipekuronium 0,05-0,12 40-60
5. Doksakurium 0,02-0,08 45-60
6. Alkurium 0,15-0,3 40-60
Intermediate Acting
1. Gallamin 4-6 30-60
2. Atrakurium 0,5-0,6 20-45
3. Vekuronium 0,1-0,2 25-45
4. Rokuronium 0,6-1,2 30-60
5. Cistacuronium 0,15-0,2 30-45

18
Short Acting
1. Mivakurium 0,2-0,25 10-15
2. Ropacuronium 1,5-2 15-30

2.7 Pemulihan Pasca Anestesi


Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi baik
dari anestesi umum atau analgesia regional secara rutin dikelola di kamar pulih
atau, unit perawatan pasca anestesi (RR, Recovery Room atau PACU, Post
Anestesia Care Unit).
Sebagai ahli anastesi, anda bertanggung jawab terhadap perawatan pasien
pada saat pemulihan. Lakukan observasi dengan mengukur nadi, tekanan darah
dan frekuensi pernafasan secara teratur dan perhatikan bila ada keadaan abnormal
dan perdarahan yang berlanjut.
Pada jam pertama setelah anestesi , merupakan saat yang paling berbahaya
bagi pasien. Reflek perlindungan jalan napas masih tertekan, walaupun pasien
tampak sudah bangun, dan efek sisa obat yang diberikan dapat mendepresi
pernapasan. Nyeri pada luka khususnya pada thoraks dan abdomen bagian atas,
akan menghambat pasien untuk mengambil napas dalam atau batuk. Ini dapat
menyebabkan berkembangnya infeksi di dada atau kolaps dasar paru dengan
hipoksia lebih lanjut. Pasien yg masih belum sadar betul, sebaiknya dibaringkan
dalam posisi miring, tetapi pasien dengan insisi abdomen, bila sudah benar-benar
sadar, biasanya pernafasannya lebih enak dalam keadaan duduk atau bersandar.
Oksigen harus selalu diberikan secara rutin pada pasien yang sakit dan pasien yg
menjalani operasi yang lama. Cara yang paling ekonomis untuk memberikan
oksigen selama masa pemulihan adalah melalui kateter nasofaring lunak 0,5-1
L/menit, yang akan menghasilkan udara inspirasi dengan konsistensi oksigen 30-
40%. Jika dibutuhkan analgetik kuat, misalnya opium, berikan dosis pertama
secara intravena, sehingga anda dapat menghitung dosis yg diperlukan untuk
melawan rasa sakit dan juga bisa mengobservasi bila terjadi depresi
pernapasan.Bila dibutuhkan, dosis intravena tersebut kemudian dapat diberikan
secara intramuskular.

19
Tempat pemulihan
Tempat yang terbaik untuk masa pemulihan adalah kamar operasi itu
sendiri, dimana semua peralatan dan obat-obatan yang diperlukan untuk resusitasi
tersedia. Akan tetapi biasanya pasien dipindahkan ke ruang pemulihan, sehingga
kamar operasi dapat dibersihkan dan digunakan untuk operasi berikutnya. Ruang
pemulihan harus bersih, dekat dengan kamar operasi sehingga anda bisa cepat
melihat pasien bila terjadi sesuatu. Alat penghisap harus selalu tersedia, juga
oksigen dan peralatan resusitasi. Pasien yang tidak sadar jangan dikirim ke
bangsal.
Sebelum pasien meninggalkan ruang pemulihan, kita harus melakukan
penilaian pemulihan pasca anestesi. Salah satunya berdasarkan Aldrete Score.
Nilai 2 1 0
Kesadaran Sadar, orientasi Dapat Tidak dapat
baik dibangunkan dibangunkan
Warna Merah muda Pucat kehitaman, Sianosis, dengan
(pink), tanpa O2, perlu O2, O2 SaO2 tetap
SaO2 92% SaO2>90% <90%
Aktivitas 4 ekstremitas 2 ekstremitas Tidak ada
bergerak bergerak ekstremitas
bergerak
Respirasi Dapat bernapas Napas dangkal Apnue atau
dalam Sesak napas obstruksi
Batuk
Kardiovaskular Tekanan darah Berubah 20-30 % Berubah >50%
berubah <20%
Kriteria pindah dari unit perawatan pasca anestesi jika nilai 9 atau 10.

20
2.8 Kontraktur
Kontraktur adalah keadaan yang ditimbulkan oleh proses kontraksi tersebut.
Sel-sel yang menyebabkan proses kontraksi adalah miofibribroblas, sedangkan
serat kolagen hanya memelihara apa yang dihasilkan oleh aktivitas miofibroblas
tersebut. Mekanisme yang pasti mengenai proses kontraksi pada luka memang
belum jelas, tapi kenyataannya luka dengan kerusakan permukaan kulit dengan
dasar luka yang lemah (misalnya kelopak mata, bibir atau pipi) akan
menimbulkan kontraksi. Sedangkan di daerah dahi atau kepala dimana kulit
relative lebih erat hubungannya dengan tulang di bawahnya, proses kontraksi pada
luka lebih terbatas.4

2.9 Penyembuhan Luka


Tahap I (Fase Inflamasi):
Dimulai saat luka terjadi sampai hari ketiga. Jaringan yang rusak
dan mast cell mensekresi histamine dan enzim yang menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan eksudasi serum serta lekosit ke dalam luka.
Tahap II (Fase destruksi)
Dimulai hari ke-2 sampai hari ke-5. Sel-sel polimorfonuklear dsn
makrofag akan membersihkan luka dari jaringan nekrotik dan
bakteri.
Tahap III (Fase fibroplasti/proliferasi)
Dimulai dari haru ke-3 sampai hari ke-24. Pada fase ini fibroblas
memproduksi kolagen. Aktivitas fibroblas ini mencapai puncaknya
pada hari ke-5 sampai hari ke-7.
Tahap IV (Fase maturasi)
Mulai hari ke-24 sampai satu tahun. Pada fase ini terjadi
pengurangan vaskularisasi dalam jaringan parut, pengerutan dari
fibroblas serta reorientasi serat kolagen dan penambahan tensile
strength.4
Kontraksi akan terjadi pada hari ke-4 dimana proses in berhubungan
dengan epitelisasi dan proses biokimia dan seluler dari penyembuhan luka.4

21
Fraktur fleksi dapat terjadi hanya karena kehilangan lapisan superficial
dari kulit. Biasanya dengan dilakukan eksisi di jaringan parut yang tidak elastis ini
akan menyebabkan sendi dapat ekstensi penuh kembali.4
Pada luka bakar yang lebih dalam, jaringan yang banyak mengandung
kolagen akan meliputi neurovascular bundles dan ensheated flexor tendons. Juga
permukaan volar dari sendi akan mengalami kontraksi atau perlengketan sehingga
akan membatasi range of motion.4
Kontraktur yang berat karena jaringan parut yang hipertropik dapat
dipulihkan dan sendi dibawahnya dapat ekstensi kembali dengan traksi untuk
beberapa minggu dengan beban yang ringan. Tetapi kontraktur yang diebabkan
oleh hilangnya kulit, tidak akan member respons terhadap traksi. Karena itu
kehilangan kulit atau luka bakar derajat III pada daerah persendian harus segera
dilakukan skin grafting.4

2.10 Pencegahan Kontraktur


Pada luka dengan kehilangan kulit, atau pada luka bakar derajat III di
daerah persendian perlu dilakukan skin grafting. Pada daerah resipien yang masih
segar, kemungkinan timbulnya kontraksi akan minimal. Tapi bila daerah resipien
sudah menjadi jaringan granulasi, kemungkinan timbulnya kontraksi sangat besar.
Pada luka dengan kehilangan sebagian kulit atau pada luka bakar derajat
II di daerah persendian perlu dilakukan pembidaian. Dengan pembidaian , maka
proses kontraksi yang akan terjadi pada luka akan ditahan oleh bidai tersebut.
Pembidaian ini terus-menerus pada persendian hanya boleh selama tiga minggu,
untuk mencegah timbulnya kekakuan sendi. Setelah itu dilanjutkan dengan
pembidaian pada malam hari (night splint) sampai proses penyembuhan luka
berakhir. Dengan kata lain pembidaian dihentikan setelah luka menjadi matang
(mature), yaitu dimana luka sudah lemas dan pucat.4

2.11 Penanggulangan
Jenis kontraktur menurut jaringan yang terlibat adalah:
1. Kontraktur dermatogen

22
Hanya terbatas pada kulit saja.
2. Kontraktur desmogen
Mengenai jaringan di bawah kulit, misalnya: tendon dan lain-lain.
3. Kontraktur artrogen
Sudah mengenai sebagian dari sendi.
Sedangkan menurut bentuknya, kontraktur dibagi atas:
1. Kontraktur linier
2. Kontraktur difusa.4

Kontraktur linier
1. Berbentuk garis lurus
2. Di pinggir garis ini terdapat web yang merupakan kelebihan kulit.
3. Pada penanggulangannya dibuat desain Z-plasty, yaitu dua buah flap
segitiga yang saling dipindahkan tempatnya. Dengan desain ini makin
garis kontraktur tersebut akan diperpanjang dengan memanfaatkan
kelebihan kulit pada sisi-sisi garis kontraktur tersebut.4

Kontraktur difusa
1. Berbentuk difusa pada persendian
2. Pada penanggulangannya, dilakukan pelepasan dari kontraktur, dan
kekurangan kulit yang ditutup dengan Full Thickness Skin Graft (FTSG).4
Pada skin graft terjadi dua jenis proses kontraksi:
1. Kontraksi primer
Segera sekelah skin graft diambil, maka skin graft ini akan mengalami
kontraksi sehingga luas skin graft akan mengecil. Makin tebal skin
graft maka kontraksinya semakin kuat.
2. Kontraksi sekunder
Maturasi dari jaringan parut yang ada di antara skin graft dengan
recipient bed akan menimbulkan kontraksi pada skin graft, dan secara
permanen akan mengurangi luas permukaan skin graft tersebut. Makin

23
tebal skin graft makin kecil timbulnya kontraksi sekunder ini, karena
itu FTSG yang dipilih untuk menanggulangi kontraktur.4

Bila tendon sudah ikut memendek dapat dilakukan tendonplasti untuk


memperpanjang tendon tersebut, atau dilakukan tendon graft. Tindakan yang lain
dapat dilakukan yaitu tendon transfer yaitu fungsi tendon tersebut diambil alih
atau disambung dengan tendon lain.
Bila kontraktur sudah melibatkan sendi misalnya kontraktur fleksi pada
jari, maka dapat dilakukan pemotongan kapsul sendi bagian volar (kapsulotomi).
Atau kalau perlu dilakukan eksisi sebagian dari kapsul sendi bagian volar
(kapsulektomi). Bila permukaan sendi sudah berubah atau rusak maka untuk
stabilitas sendi dilakukan artrodesis yaitu penyatuan ujung-ujung tulang pada
sendi tersebut seingga sendi tersebut menjadi kaku.4

24
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pemeriksaan pra anastesi memegang peranan penting pada setiap operasi.
Pemeriksaan pra anastesi ini memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan
memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantipasinya.
Pada makalah ini menyajikan kasus penatalaksanaan anastesi umum Laparatomy
Surgical Staging pasien wanita, usia 34 tahun, status fisik ASA II, dengan
diagnosis Tumor Adnexa Supek Malignansi dan menggunakan teknik General
Anesthesia EndoTracheal Tube (GA-ETT).
Selama operasi keadaan pasien stabil. Observasi dilanjutkan pada pasien
post operasi di lantai V, dimana dilakukan pemantauan tanda vital meliputi
tekanan darah, nadi, respirasi dan saturasi oksigen.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anastesi berlangsung
dengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu diperhatikan.

4.2 Saran
Untuk mencapai hasil maksimal dari anastesi sebaiknya permasalahan
yang ada diantipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi
anastesi dapat diminimalisir.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat H, Karnadihardja W, Praasetyono TOH dkk., 2002. Buku


Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta

2. Mangku, Gede. 2010. Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta : PT Indeks.

3. Latif, Said, dkk. 2007. Anestesiologi. Jakarta: FK UI.

4. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. FK UI. Jakarta. 2008.

26

Anda mungkin juga menyukai