Anda di halaman 1dari 17

C.

Prioritas Masalah dan Faktor Penyebab


Setelah mengidentifikasi masalah pada pelaksanaan JKN di Puskesmas
Sungai Besar Banjarbaru, maka dilanjutkan untuk menentukan prioritas masalah.
Permasalahan yang ada pada program JKN akan dianalisis dengan menggunakan
metode Bryant.
Masalah adalah kesenjangan antara apa yang diharapkan Expected
dengan apa yang aktual terjadi Observed Idealnya, semua permasalahan yang
timbul harus dicarikan jalan keluarnya. Namun, karena keterbatasan sumber
daya,dana, dan waktu menyebabkan tidak semua permasalahan dapat dipecahkan
sekaligus. Untuk itu perlu ditentukan masalah yang menjadi prioritas. Setelah
pada tahap awal merumuskan masalah, maka dilanjutkan dengan menetapkan
prioritas masalah yang harus dipecahkan. Prioritas masalah didapatkan dari data
atau fakta yang ada secara kualitatif, kuantitatif, subjektif, objektif serta adanya
pengetahuan yang cukup .Dalam penetapan prioritas masalah, digunakan teknik
skoring dan pembobotan. Untuk dapat menetapkan kriteria, pembobotan dan
skoring perlu dibentuk sebuah kelompok diskusi. Agar pembahasan dapat
dilakukan secara menyeluruh dan mencapai sasaran, maka setiap anggota
kelompok diharapkan mempunyai informasi dan data yang tersedia. Salah satu
langkah yang dilakukan dalam penetapan prioritas masalah pada pelaksanaan
program JKN di Puskesmas Sungai Besar yaitu dengan menggunakan Metode
Bryant (teknik skoring), sehingga dapat ditentukan pemecahan masalah yang
menjadi prioritas masalah. Melalui langkah-langkah sebagai berikut :

D. Identifikasi Masalah
Dari kegiatan praktek skill lapangan di Puskesmas Sungai Besar, maka
dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut;
1. Status Puskesmas masih non BLUD, sehingga dana dan pembiayaan kesehatan
belum dapat sepenuhnya dikelola sendiri oleh Puskesmas.
2. Pembagian jasa pelayanan kapitasi menggunakan sistem poin, sehingga ada
kesenjangan pendapatan antara dokter dan tenaga medis lainnya di Puskesmas.
3. Penetapan kenaikan dan penurunan dana kapitasi oleh tim BPJS kesehatan.
Besaran dana kapitasi ditetapkan berdasarkan kunjungan pasien perbulan, jika
penetapan dana kapitasi lebih kecil dari kunjungan pasien/peserta BPJS
perbulan, dan kunjungan pasien lebih besar dari penetapan dana kapitasi oleh
tim BPJS, maka akan menyebabkan Puskesmas merugi.
4. Pengadaan obat dan bahan habis pakai (BHP) dari Dinkes yang terkadang
lambat, dikarenakan pengadaan tersebut melalui proses lelang dan pembelian
melalui e-katalog. Sehingga sangat memerlukan waktu. Ditambah status
Puskesmas yang non BLUD sehingga tidak berwenang dalam mengelola dan
membeli obat dan BHP tersebut.

E. Prioritas Masalah dan Faktor Penyebab


Setelah mengidentifikasi masalah pada pelaksanaan JKN di Puskesmas
Sungai Besar Banjarbaru, maka dilanjutkan untuk menentukan prioritas masalah.
Permasalahan yang ada pada program JKN akan dianalisis dengan menggunakan
metode Bryant.

Tabel 5.15 Penentuan Prioritas Masalah Program JKN


Di Puskesmas Sungai Besar Banjarbaru Tahun 2014
Kriteria PXSXCX Rangking
No Masalah
P S C M M

1 Status Puskesmas non BLUD 5 3 3 3 135 II

Pembagian jasa pelayanan kapitasi I


2 5 3 4 4 240
berdasarkan sistem poin
Penetapan kenaikan dan penurunan dana III
3 4 3 2 4 96
kapitasi oleh tim BPJS
Pengadaan dan distribusi obat dan BHP IV
4 4 3 3 2 72
lambat

Keterangan :
P : Besarnya Masalah (Prevalence)

1 = Menyatakan masalah tidak besar

2 = Menyatakan masalah kurang besar

3 = Menyatakan masalah cukup besar

4 = Menyatakan masalah besar

5 = Menyatakan masalah sangat besar

S : Kegawatan Masalah (Seriousness)

1 = Menyatakan masalah tidak serius

2 = Menyatakan masalah kurang serius

3 = Menyatakan masalah cukup serius

4 = Menyatakan masalah sangat serius

C : Kepedulian Komunitas (Community Concern)

1 = Menyatakan kepedulian terhadap masalah sangat tinggi

2 = Menyatakan kepedulian terhadap masalah tinggi

3 = Menyatakan kepedulian terhadap masalah cukup tinggi

4 = Menyatakan kepedulian terhadap masalah rendah

5 = Menyatakan kepedulian terhadap masalah tidak ada

M : Ketersediaan Sumber Daya (Manageability)

1 = Menyatakan sumber daya untuk penanggulangan sangat besar

2 = Menyatakan sumber daya untuk penanggulangan besar

3 = Menyatakan sumber daya untuk penanggulangan cukup besar


4 = Menyatakan sumber daya untuk penanggulangan kurang besar

5 = Menyatakan sumber daya untuk penanggulangan tidak besar

Berdasarkan tabel penentuan prioritas masalah dengan metode Bryant di atas dapat dibuat
urutan masalah berdasarkan peringkat sebagai berikut :

1. Pembagian jasa pelayanan kapitasi berdasarkan sistem poin


Analisis Masalah :
Dari hasil wawancara dengan kepala Puskesmas Sungai Besar yaitu
Pak Suhartono, SKM. MM bahwa salah satu masalah internal dalam
pelaksanan JKN adalah masalah mengenai pembagian jasa pelayanan dari dana
kapitasi. Karena pembagian jasa menggunakan sistem poin, maka
menyebabkan ketidakpuasan bagi tenaga medis seperti perawat, bidan, dan
tenaga lainnya berbanding dengan jumlah jasa yang didapatkan oleh dokter.
Pada sistem poin yang diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 Pasal 4, bahwa dokter mendapatkan 150
poin, Nurs/s2 100 poin, strata sarjana 60 poin, kepala puskesmas 60 poin + 30
poin (tanggung jawab sebagai kepala), Perawat dan bidan 40 poin, dan tenaga
non medis 15 poin. Terlihat sangat jauh range antara dokter dengan tenaga
lainnya.
Penyusunan permenkes ini hanya ditinjau dari pembagian ijazah, dan
juga jabatan, tanpa memperhatikan beban kerja dan juga kinerja setiap pegawai
di puskesmas. Bahkan setidaknya melupakan bahwa pekerjaan pelayanan di
PPK tingkat I yaitu Puskesmas adalah pekerjaan Tim dan setidaknya rentang
perbedaan poin tidaklah harus dibuat terlalu jauh.
Masalah ini bisa menjadi saran bagi pemangku kepentingan untuk
tidak sekedar membuat Permenkes tanpa memperhatikan kesejahteraan profesi
lain secara bersama-sama dan tentu memberikan sikap adil bagi seluruh
karyawan di puskesmas. Bukan karena hasil yang diterima masih kurang,
sebenarnya penilaian poin berdasarkan ijazah bukanlah patokan yang
signifikan untuk menentukan pembagian dana kapitasi BPJS.
2. Status Puskesmas non Badan layanan umum daerah (BLUD)
Analisa Masalah :
Dari hasil wawancara dengan kepala Puskesmas Sungai Besar yaitu Pak
Suhartono, SKM. MM. bahwa status Puskesmas yang non BLUD membuat dana
kapitasi tidak dapat diserap penuh untuk pembiayaan kesehatan di Puskesmas. Dana
kapitasi tersebut hanya mampu diserap sebanyak 60% dari 100%. Adapun sisa dana
40% disimpan dalam kas negara oleh Pemerintah kota/ Dinas Kesehatan. Sehingga
apabila persediaan obat dan BAKHP telah habis di Puskesmas, maka Puskesmas wajib
mengajukan permintaan obat dan perbekalan kesehatan kepada Dinas Kesehatan Kota
sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Tugas Dinas Kesehatan adalah
menghitung rencana kebutuhan obat untuk satu tahun anggaran yang disusun dengan
menggunakan pola konsumsi atau epidemiologi. Biarpun telah direncanakan
sedemikian detail, pastilah ada beberapa kekosongan obat dan bahan habis pakai di
Dinkes, sehingga apabila terjadi kekosongan di Puskesmas, Dinkes tidak bisa
langsung menyediakan bahan yang diminta oleh Puskesmas, karena pengadaan
biasanya dilakukan secara lelang dan pembelian melalui e-katalog. Pembelian bahan-
bahan tersebut oleh Dinkes memerlukan waktu. Sehingga akan terjadi kelangkaan obat
dan bahan habis pakai jenis tertentu di Puskesmas, tentunya hal demikian akan
menghambat kinerja Puskesmas, serta menyebabkan pelayanan di Puskesmas
terganggu. Lain halnya, jika status Puskesmas sudah BLUD maka dapat meringankan
beban Puskesmas, karena dana kapitasi untuk pembiayaan kesehatan dapat dikelola
sendiri oleh Puskesmas sesuai PP RI No.23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum.

3. Penetapan kenaikan dan penurunan dana kapitasi oleh tim BPJS


Analisa Masalah :
Dari hasil wawancara dengan kepala Puskesmas Sungai Besar yaitu
Pak Suhartono, SKM. MM bahwa salah satu masalah internal dalam
pelaksanan JKN selain pembagian jasa dengan sistem poin salah satunya yaitu
penetapan kenaikan dan penurunan dana kapitasi oleh tim BPJS. Misalnya
Puskesmas Sungai Besar ditetapkan mempunyai kapitasi sebesar 2 ribu orang
dengan harga Rp. 6000/ orang, maka setiap bulan puskesmas akan menerima
12 juta setiap bulan, selama 1 tahun sebesar Rp.144.000.000. Bila jumlah
kapitasi ini ditambah maka secara otomatis, penghasilan Puskesmas akan
semakin besar. Puskesmas akan rugi jika kunjungan pasien lebih besar dari
kapitasi yang ditetapkan. Sehingga jika ditemukan hal demikian maka untuk
bulan berikutnya kapitasi akan dinaikan kembali oleh tim BPJS. Biasanya yang
menjadi kendala adalah kapitasi ditetapkan sebesar 2 ribu orang, tetapi karena
kunjungan sedikit, pada bulan berikutnya diturunkan menjadi 1500 orang. Nah,
pada bulan tersebut misalnya kunjungan lebih dari 1500 orang, maka
Puskesmas akan merugi.

4. Pengadaan dan distribusi obat dan bahan habis pakai lambat (BHP)
Analisis Masalah :
Dari Dari hasil wawancara dengan kepala Puskesmas Sungai Besar yaitu Pak
Suhartono, SKM. MM. bahwa salah satu masalah internal di Puskesmas Sungai
Besar yaitu lambatnya pengadaan dan distribusi obat dari Dinkes, masalah
tersebut dapat terjadi karena sistem pengadaan obat dan bahan habis pakai
harus melalui pelelangan dan pembelian melalui e-katalog. Pastinya pengadaan
obat tersebut memerlukan waktu sehingga akan terjadinya kekosongan obat
dan BHP jenis tertentu di Puskesmas, terutama reagen untuk pemeriksaan
laboraturium. Akibatnya pelayanan menjadi terganggu dan pasien tidak dapat
menggunakan fasilitas layanan tersebut. Ditambah status Puskesmas yang non
BLUD sehingga ada keterbatasan dalam memanfaatkan dana kapitasi untuk
pembiayaan kesehatan.
Diagram 5.3 Diagram Tulang Ikan (Fish Bone)

Dana Sumber Daya Manusia Pembagian Jasa


(SDM) Pelayanan
Berdasarkan
Sistem Poin

Beban kerja dan kinerja SDMK


Pemerintah kurang memperhatikan dan Non SDMK tidak
kompensasi atas jasa pelayanan yang diperhitungkan dalam
diberikan oleh SDM Kesehatan di pembagian jasa pelayanan
PKM

Kebijakan Permenkes No. 19 tahun 2014 Tentang


Pembagian jasa pelayanan dianalisis Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan
berdasarkan ijazah, dan juga jabatan,
tanpa memperhatikan beban kerja dan
juga kinerja setiap pegawai di
puskesmas Tidak ada kebijakan dari Pemerintah Daerah tentang
besaran nilai kapitasi yang cukup adil bagi SDM medis
dan SDM non medis.

Metode
Kebijakan
F. Rekomendasi Pemecahan Masalah
1. Faktor Resiko dan Alternatif Pemecahan Masalah

Tabel 5.16 Faktor Resiko dan Alternatif Pemecahan Masalah Pada Pelaksanaan
Program JKN di Puskesmas Sungai Besar Tahun 2014
N0 Faktor Resiko Pemecahan Masalah

1 DANA

Pemerintah kurang memperhatikan kompensasi atas Menelaah kembali peraturan Permenkes No.19 Tahun 2014,
jasa pelayanan yang diberikan oleh SDM tentang pembagian jasa pelayanan berdasarkan sistem poin,
Kesehatan di PKM karena kompensasi dianggap belum adil bagi sebagian tenaga
medis dan non medis

2 SUMBER DAYA MANUSIA

Beban kerja dan kinerja tenaga medis dan non Menghitung dan menganalisis beban kerja tenaga medis dan
medis tidak diperhitungkan dalam pembagian jasa non medis
pelayanan

3 METODE

Pembagian jasa pelayanan dianalisis berdasarkan Menambahkan Variabel penilaian yang dalam perhitungan
ijazah, dan juga jabatan, tanpa memperhatikan jasa pelayanan kesehatan yaitu dengan menambahkan status
beban kerja dan juga kinerja setiap pegawai di kepegawaian (PNS atau Non PNS), dan lamanya masa kerja
puskesmas
pegawai

4 KEBIJAKAN

Kebijakan Permenkes No. 19 tahun 2014 Tentang Menerbitkan Peraturan daerah oleh masing-masing
Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Pemerintah Daerah. Dengan penambahan point-point
penilaian terhadap kinerja baik kesehatan dan non kesehatan
Tidak ada kebijakan dari pemerintah daerah tentang
besaran nilai kapitasi yang cukup adil bagi SDM
medis dan SDM non medis.
2. Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah

Tabel 5.17 Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah Pada Pelaksanaan


Program JKN di Puskesmas Sungai Besar Tahun 2014
No. Pemecahan Masalah Kriteria Nilai Rangking
P S C M Komposit
1 Menelaah kembali peraturan Permenkes No.19 4 4 2 3 96 IV
Tahun 2014, tentang pembagian jasa pelayanan
berdasarkan sistem poin, karena kompensasi
dianggap belum adil oleh sebagian tenaga medis
dan non medis
2 Menghitung dan menganalisis beban kerja tenaga 4 4 4 3 192 II
medis dan non medis
3 Menambahkan Variabel penilaian yang dalam 4 4 3 3 144 III
perhitungan jasa pelayanan kesehatan yaitu
dengan menambahkan status kepegawaian (PNS
atau Non PNS), dan lamanya masa kerja pegawai
4 Menerbitkan Peraturan daerah oleh masing- 4 4 4 4 256 I
masing Pemerintah Daerah. Dengan penambahan
point-point penilaian terhadap kinerja baik
kesehatan dan non kesehatan

Keterangan :

P : Besarnya Masalah (Prevalence)

1 = Menyatakan masalah tidak besar

2 = Menyatakan masalah kurang besar

3 = Menyatakan masalah cukup besar

4 = Menyatakan masalah besar

5 = Menyatakan masalah sangat besar

S : Kegawatan Masalah (Seriousness)


1 = Menyatakan masalah tidak serius

2 = Menyatakan masalah kurang serius

3 = Menyatakan masalah cukup serius

4 = Menyatakan masalah sangat serius

C : Kepedulian Komunitas (Community Concern)

1 = Menyatakan kepedulian terhadap masalah sangat tinggi

2 = Menyatakan kepedulian terhadap masalah tinggi

3 = Menyatakan kepedulian terhadap masalah cukup tinggi

4 = Menyatakan kepedulian terhadap masalah rendah

5 = Menyatakan kepedulian terhadap masalah tidak ada

M : Ketersediaan Sumber Daya (Manageability)

1 = Menyatakan sumber daya untuk penanggulangan sangat besar

2 = Menyatakan sumber daya untuk penanggulangan besar

3 = Menyatakan sumber daya untuk penanggulangan cukup besar

4 = Menyatakan sumber daya untuk penanggulangan kurang besar

5 = Menyatakan sumber daya untuk penanggulangan tidak besar

Berdasarkan nilai skor pada tabel penentuan alternatif pemecahan masalah di atas
diperoleh urutan sebagai berikut :

1. Pemberian insentif remunerasi yang berdasar pada kinerja. Dasar hukum


dapat dipayungi oleh Peraturan Daerah
2. Menghitung dan menganalisis beban kerja tenaga medis dan non medis
3. Menambahkan Variabel penilaian yang dalam perhitungan jasa
pelayanan kesehatan yaitu dengan menambahkan status kepegawaian
(PNS atau Non PNS), dan lamanya masa kerja pegawai
4. Menelaah kembali peraturan Permenkes No.19 Tahun 2014, tentang
pembagian jasa pelayanan berdasarkan sistem poin, karena kompensasi
dianggap belum adil oleh sebagian tenaga medis dan non medis

3. Analisis Prioritas Pemecahan Masalah Utama


Adapun analisis mendalam mengapa perlu Menerbitkan
Peraturan daerah oleh masing-masing Pemerintah Daerah. Dengan
penambahan point-point penilaian terhadap kinerja baik kesehatan dan
non kesehatan
Dari keluarnya Perpres No. 32 tahun 2014 kemudian
dikeluarkanlah Peraturan Menteri Kesehatan No 19 Tahun 2014 pada
tanggal 24 April 2014, PMK ini mengatur penggunaan Dana Kapitasi
Jaminan Kesehatan Nasional untuk Jasa Pelayanan kesehatan dan
Dukungan Biaya operasional Pada FKTP Milik Pemerintah yang
didalamnya lebih membahas pembagian jasa pelayanan kepada tenaga
kesehatan dan non kesehatan, dengan mempertimbangkan variabel : (1)
jenis ketenagaan dan atau jabatan dan (2) kehadiran. Dalam regulasi ini
pun dirasa kurang adil karena aturan ini hanya menggambarkan kinerja
tenaga kesehatan yang dinilai dari jenis ketenagaan/jabatan dan jumlah
kehadiran nya saja namun tidak ditambahkan variabel lain sebagai nilai
tambah untuk penilaian masing- masing tenaga baik kesehatan maupun
non kesehatan.
Bisa diambil contoh penyusunan permenkes ini hanya ditinjau
dari pembagian ijazah, dan juga jabatan, tanpa memperhatikan beban
kerja dan juga kinerja setiap pegawai di puskesmas. Bahkan setidaknya
melupakan bahwa pekerjaan pelayanan di PPK tingkat I yaitu Puskesmas
adalah pekerjaan Tim dan setidaknya rentang perbedaan poin tidaklah
harus dibuat terlalu jauh.
Sebagai contoh antara dokter, dokter gigi, dengan perawat setara
S1 atau DIV, dokter dengan poin 150 sedangkan para perawat S1 dan D4
hanya mendapatkan nilai 60, dan lagi untuk para perawat dengan ijazah
masih D3 dengan poin hanya 40 saja (tidak ada separuhnya, bahkan
sepertiganya dari jasa poin yang diberikan oleh BPJS untuk dokter).
Tentu ini akan menimbulkan kesenjangan yang akan mengganggu kerja
tim di PPK tingkat I. Padahal semua tim membantu kelangsungan dalam
rangka upaya preventif, promotif dan kuratif.
Dari kedua regulasi terkait Kapitasi BPJS yang telah dikeluarkan
oleh pemerintah pusat sepertinya juga harus diturunkan kembali dengan
diterbitkannya Peraturan daerah oleh masing-masing Pemerintah Daerah
bila perlu diperkuat dengan SK dari Kepala SKPD terkait dalam hal ini
Dinas Kesehatan baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota, karena variabel
dalam penilaian kinerja yang terdapat dalam peraturan tersebut belum
terurai secara terperinci. Dengan adanya penambahan point-point
penilaian terhadap kinerja baik kesehatan dan non kesehatan.
Variabel penilaian yang ditambahkan dalam perhitungan jasa
pelayanan kesehatan yaitu dengan menambahkan status kepegawaian
(PNS atau Non PNS), lama nya masa kerja pegawai, variabel kinerja
diantaranya: tugas administrative (sebagai Kepala puskesmas, kepala Tata
Usaha, atau bendahara), kompetensi dinilai dengan jumlah pelatihan yang
diikuti selama bulan yang berjalan dan beban kerja pegawai dinilai
dengan seberapa banyak program yang dipegang oleh petugas, juga
variabel penambah dan pengurangan dengan penilaian prestasi dan
tingkat kedisiplinan pegawai yang dinilai langsung oleh kepala
puskesmas.
Hal ini bisa menjadi saran bagi pemangku kepentingan untuk
tidak sekedar membuat Permenkes tanpa memperhatikan kesejahteraan
profesi lain secara bersama-sama dan tentu memberikan sikap adil bagi
seluruh karyawan di puskesmas. Bukan karena hasil yang diterima masih
kurang, tapi ini menjelaskan bahwa sebenarnya penilaian poin
berdasarkan ijazah bukanlah patokan yang signifikan untuk menentukan
pembagian dana kapitasi BPJS.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam kegiatan praktek skill lapangan di Puskesmas Sungai
Besar, diketahui bahwa dalam pelaksanaan program JKN berjalan cukup
baik di Puskesmas, kriteria baik tersebut sudah dapat dilihat secara
langsung dari pelaksanaan program, data-data kuantitatif yang telah
dikumpulkan, serta wawancara secara langsung dengan Kepala Puskesmas.
Berjalannya program JKN di Puskesmas tidak lepas dari beberapa faktor
pendukung seperti; fasilitas/sarana yang sudah memadai, tenaga kesehatan
yang cukup dan telah memenuhi syarat, struktur organisasi Puskesmas
yang jelas, serta adanya tim promkes yang dibentuk untuk memberikan
informasi mengenai BPJS kesehatan kepada masyarakat. Selain itu
kepesertaan BPJS semakin meningkat dari tahun ke tahun, pada bulan
desember 2014 peserta BPJS berjumlah 5.919 peserta dan kini meningkat
menjadi 6.062 peserta pada bulan april 2015. Bila dibandingkan dengan
jumlah penduduk, proporsi kepesertaan masih cukup jauh yaitu 36,15%
(6.062) dari jumlah penduduk sebanyak 16.768 jiwa.
Dalam hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas Sungai
Besar, diketahui bahwa dalam pelaksanaan program JKN, ada beberapa
kendala yang menghambat pelaksanaan program JKN di Puskesmas yaitu;
1. Pembagian jasa pelayanan kapitasi berdasarkan sistem poin
2. Status Puskesmas non Badan layanan umum daerah (BLUD)
3. Penetapan kenaikan dan penurunan dana kapitasi oleh tim BPJS
4. Pengadaan dan distribusi obat dan bahan habis pakai lambat (BHP)
Adapun yang menjadi masalah utama dalam pelaksanaan JKN di
Puskesmas Sungai Besar yang diidentifikasi faktor resiko dengan
menggunakan teknik skoring yaitu metode Bryant, maka ditemukan
permasalahan yaitu Pembagian jasa pelayanan berdasarkan sistem poin.
Setelah ditemukan permasalahan utama, maka diidentifikasi dengan
menggunakan diagram tulang ikan (Fish Bone), untuk mengetahui sebab-
sebab terjadinya masalah utama. setelah itu diberikanlah alternatif
pemecahan masalah utama dengan metode Bryant. Adapun rekomendasi
yang dapat diberikan yaitu Menerbitkan Peraturan daerah oleh masing-
masing Pemerintah Daerah. Dengan penambahan point-point penilaian
terhadap kinerja baik kesehatan dan non kesehatan.

B. Saran
1. Puskesmas
- Mengusulkan kepada Pemerintah daerah untuk menjadikan
Puskesmas menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD),
sehingga dana kapitasi dapat dikelola sepenuhnya
- Mengadakan pertemuan dengan para pengambil kebijakan seperti
walikota dan gubernur membahas masalah pembagian jasa pelayanan
nakes yang ditentukan dengan menggunakan sistem poin, yang
bertujuan untuk mengurangi range yang cukup jauh antara dokter dan
nakes lainnya yang dapat menyebabkan kecemburuan dalam
pembagian jasa
- Tim Promosi Kesehatan Puskesmas, agar lebih aktif memberikan
informasi mengenai program JKN kepada masyarakat. Mengingat
proporsi kepesertaan BPJS hanya 36,15% bahkan belum mencapai
setengah atau 50% dari jumlah penduduk
- Menyediakan dan memperbanyak media informasi berupa poster,
brosur, dan spanduk tentang program JKN di Puskesmas. Posisikan
media tersebut di tempat yang strategis dan mudah dibaca oleh
masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas, sehingga alur informasi
dapat berjalan dengan baik
- Menerapkan sistem informasi Puskesmas (SIMPUS), agar pelayanan
dapat dilakukan dengan cepat, sehingga efektif dan efisien bagi
konsumen/pengguna jasa pelayanan. Otomatis juga dapat mendukung
program JKN di Puskesmas
- Menyediakan dana khusus/cadangan untuk pembelian obat atau
bahan habis pakai yang terkadang habis di Puskesmas, dan
pengadaan yang sering terlambat dari Dinas Kesehatan
2. Dinas Kesehatan
- Memperbaiki sistem pengadaan dan distribusi obat ke Puskesmas,
sehingga bila ada permintaan obat dari Puskesmas, maka obat yang
diminta sudah tersedia di gudang logistik obat Dinkes
- Mendukung Perda untuk menjadikan status Puskesmas menjadi
BLUD
3. BPJS Kesehatan
- Membentuk tim pengawas atau monitoring, untuk mengawasi dana
kapitasi yang mengendap sementara di Dinkes, sehingga tidak terjadi
penyimpangan kepada dana tersebut
- Memonitoring program JKN di Puskesmas, apakah sudah berjalan
dengan baik ataukah tidak
- Harus melihat situasi dan kondisi saat ingin menaikkan atau
menurunkan dana kapitasi, agar Puskesmas tidak mengalami
kerugian
4. Pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat
- Variabel yang dijadikan tolok ukur pembagian jasa pelayanan sesuai
dengan Permenkes No. 19 Tahun 2014 pasal 4 ayat 2 tidak boleh
hanya didasarkan pada pendidikan dan jam kehadiran pegawai, akan
tetapi harus pula mengacu pada masa kerja, beban kerja, prestasi
kerja (kinerja) dan jabatan
- Menetapkan Puskesmas menjadi Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD), namun jika tidak bisa maka dapat menggunakan alternatif
lain, yaitu Pemberian insentif remunerasi yang berdasar pada kinerja.
Dasar hukum dapat dipayungi oleh peraturan bupati atau bahkan
perda yang dapat digodog bersama dengan legislatif, yaitu pemberian
jasa pelayanan berdasarkan pada rasio utilisasi dan rasio rujukan
puskesmas. Hal ini akan meningkatkan nominal jasa pelayanan
sehingga mengatasi beban kerja petugas kesehatan. Sehingga
walaupun dana kapitasi masih mengendap di kas daerah akan tetapi
kesejahteraan petugas kesehatan dan mutu yankes di puskesmas tetap
meningkat.

Anda mungkin juga menyukai