Anda di halaman 1dari 3

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Budaya atau kesenian Lulo merupakan kesenian daerah suku Tolaki yang menjadi khasanah
yang memperkaya budaya Sulawesi Tenggara. Sebagai kesenian daerah, Lulo juga telah
menjadi salah satu atribut budaya yang membedakan Sultra dengan daerah lain. Menurut M.
Oktrisman Balagi Kepala Bidang Pesona Seni Budaya Badan Pariwisata dan Kebudayaan
Sultra, tarian lulo menggambarkan kebersamaan masyarakat Tolaki dalam keberagaman
dengan meninggalkan sekat yang membedakan kaya dan miskin serta status sosial lainnya.
Jika menelusuri awal munculnya kesenian lulo menurut Trisman, mungkin bisa dilihat dari
bagaimana memakna gerakan-gerakan lulo itu sendiri saat ini. Pada zaman dahulu, masyarakat
suku Tolaki yang notabene mengkonsumsi sagu dan beras dalam memenuhi kebutuhan
konsumsinya, sering menggunakan teknik menghentakkan kaki untuk menghaluskan rumbia
menjadi sagu yang bisa dimakan dan menggunakan teknik yang sama dalam melepaskan bulir
padi dari tangkainya. Kebiasaan ini kemudian dilakukan secara terus-menerus dan secara
bergotong royong agar prosesnya lebih cepat. Dari kebiasaan inilah masyarakat menemukan
gerakan-gerakan yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah seni tari yang kini kita kenal
dengan sebutan Tarian Lulo. Pada awalnya, tari ini diadakan dalam rangka pesta perkawinan,
syukuran panen, dan acara-acara khusus lainnya. Tujuannya adalah sebagai sarana untuk
mempererat tali silaturahmi dan tidak jarang juga dimanfaatkan sebagai ajang untuk mencari
jodoh. Namun pada perkembangannya, tarian ini juga diadakan ketika ada pejabat atau tamu
penting yang datang berkunjung ke Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam tarian ini, dihadirkan
penari-penari cantik yang mendampingi sekaligus membimbing para pejabat atau tamu penting
untuk ikut serta menari.

Tari lulo juga dapat dikatakan sebagai olahraga malam, karena setelah kita melakukan tari lulo,
badan kita menjadi segar.

1.2 Tujuan

Agar kita mengetahui kebudayaan Sulawesi Tenggara.

Agar kita mengetahui bahwa di Indonesia sangat beragam seni budayanya

Agar kita ketahui apa tari lulo itu ?


BAB II : RUMUSAN MASALAH.

Belakangan ini banyak terjadi perkelahian dan perselisihan ketika orang-orang atau anak-anak
muda sedang menari lulo. Sehingga akibatnya, Tari Lulo sudah jarang dilakukan pada malam
ketika acara perkawinan. Padahal, Tari Lulo sangat nikmat dilakukan pada malam hari.

BAB III : TRI ARGUMENTASI

Ada tiga pendapat orang-orang mengenai Tari Lulo, yaitu :

Menurut M. Oktrisman Balagi Kepala Bidang Pesona Seni Budaya Badan Pariwisata dan
Kebudayaan Sultra, tarian lulo menggambarkan kebersamaan masyarakat Tolaki dalam
keberagaman dengan meninggalkan sekat yang membedakan kaya dan miskin serta status
sosial lainnya.

Menurut Trisman, bahwa Lulo mampu bertahan karena upaya masyarakat dan pemerintah yang
terus melakukan inovasi gerakan lulo. Lulo dikembangkan dengan adaptasi konsep dan variasi
gerakan. Lima dasar gerakan lulo yaitu Lulo biasa, lulo pata-pata, Moleba (lompat-lompat),
Pinetabe (penghormatan), dan lulo Hada (monyet) semakin disesuaikan dan dikreasi
gerakannya agar tetap lebih up to date sesuai dengan perkembangan waktu.
Menurut Trisman, yang terpenting dari proses menjaga dan melestarikan tarian tradisional lulo
adalah harapan bahwa tarian lulo merupakan mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki adalah
masyarakat yang cinta damai dan mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam
menjalankan aktifitas kesehariannya. Selalu bersatu, bergotong royong dan saling tolong-
menolong samaturu, medulu ronga mepokoaso.

BAB IV : PEMBAHASAN

4.1 Pemahaman Tentang Tari Lulo.

Dahulu kala, ketika Tari Lulo menjadi sarana untuk mencari jodoh, terdapat tata atur yang
sangat ketat. Ketika akan masuk ke dalam arena tarian misalnya, para penari harus masuk dari
depan dan tidak diperbolehkan masuk dari belakang. Selain itu, ketika akan mengajak calon
pasangan untuk menari, terutama pasangan pria yang mencari pasangan wanita, hendaknya
mencari wanita yang sedang berpasangan dengan wanita. Jadi, seorang pria tidak
diperbolehkan mengajak seorang wanita yang sudah berpasangan dengan pria lain. Hal ini
untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kesalah pahaman ketika tarian berlangsung. Ada juga
aturan lain yang cukup menarik untuk diketahui, seperti ketika terjadi penolakan dari calon
pasangan. Apabila seorang pria yang mencari pasangan ditolak oleh si wanita, maka pria
tersebut dikenai denda adat, yaitu seekor kerbau ditambah dua lembar sarung (toloa). Akan
tetapi, denda ini tidak berlaku sebaliknya kepada pihak wanita. Seiring perjalanan waktu, tata
atur yang berlaku dalam tarian ini sudah mulai ditinggalkan. (Mardiati, 2012)

4.2 Cara menari Lulo

Tari Lulo memiliki gerakan yang sederhana dan teratur, sehingga memberikan kemudahan bagi
siapa saja untuk melakukannya. Tari Lulo dilakukan dengan saling bergenggaman tangan,
melangkahkan kaki dua kali ke kiri, dua kali ke kanan, ke depan dan belakang sambil
menghentakkan kaki mengikuti irama musik memberikan nilai seni tersendiri bagi mereka yang
melakukannya. Di samping itu ada yang perlu diperhatikan dalam tarian lulo ini seperti posisi
tangan saat bergandengan tangan, untuk pria posisi telapak tangan di bawah menopang tangan
wanita. Ini dilakukan supaya gerakan tari bisa berjalan secara harmonis, dan bagian atas tubuh
wanita tidak tersentuh oleh pasangannya ketika menari. Selain itu merupakan wujud simbolisasi
dari kedudukan, peran, etika kaum pria dan wanita dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya,
tarian ini dilakukan dengan gerakan yang teratur dan berputar dalam satu lingkaran. (Mardia,
2000)
4.3 Perkembangan Tari Lulo

Seiring perkembangan waktu, kesenian lulo sendiri ikut mengalami perkembangan. Hadirnya
hiburan lain dalam masyarakat modern seperti diskotik, pub, dan konser-konser musik dengan
penampilan artis-artis lokal maupun nasional tidak membuat kesenian Lulo ditinggalkan
masyarakat. Melainkan lulo semakin saja tumbuh subur dengan iklimnya sendiri bahkan dengan
gaya dan caranya yang khas. Saat ini Tarian Lulo sendiri telah mengalami proses penyesuaian
dalam berbagai bentuk. Lulo yang dulunya hanya dilakukan dengan mengikuti irama alat musik
tradisional seperti gong telah berubah dengan menggunakan alat musik elektornik electone
atau organ. Di tengah perkembangan peradaban yang terus melaju membentang membentuk
simpul modernisasi zaman dengan segala hal yang dibuatnya memukau, lulo ternyata mampu
bertahan dan tidak kehilangan pesona. Tidak hanya itu Lulo pun terus tumbuh dengan geliatnya
yang kuat mengikuti lajur ngilu perkembangan massa. Hal ini dijelaskan Trisman, bahwa Lulo
mampu bertahan karena upaya masyarakat dan pemerintah yang terus melakukan inovasi
gerakan lulo. Lulo dikembangkan dengan adaptasi konsep dan variasi gerakan. Lima dasar
gerakan lulo yaitu Lulo biasa, lulo pata-pata, Moleba (lompat-lompat), Pinetabe
(penghormatan), dan lulo Hada (monyet) semakin disesuaikan dan dikreasi gerakannya agar
tetap lebih up to date sesuai dengan perkembangan waktu. Menurut Trisman, yang terpenting
dari proses menjaga dan melestarikan tarian tradisional lulo adalah harapan bahwa tarian lulo
merupakan mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki adalah masyarakat yang cinta damai dan
mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam menjalankan aktifitas kesehariannya.
Selalu bersatu, bergotong royong dan saling tolong-menolong samaturu, medulu ronga
mepokoaso. (Mardiati, 2012)

BAB V : PENUTUP

5.1 Kesimpulan.

Tari lulo adalah salah satu kebudayaan Sulawesi Tenggara. Tari lulo merupakan tempat
pencarian jodoh, teman, dan merupakan olaraga malam. Tari Lulo dapat dilakukan semua umur,
dari anak-anak sampai orang tua. Tari Lulo juga dapat mempererat tali silaturahmi antara
sesama.

5.2 Kritik dan Saran

Kritik dan saran yang membangun sangat saya perlukan untuk memperbaiki karya ilmiah yang
saya buat ini, karena sesungguhnya karya ilmiah yang saya buat ini sangat jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat banyak kesalahan-kesalahan baik dalam bentuk tulisan
maupun dari sisi lain.

Anda mungkin juga menyukai