Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Rumah konstruksi kayu adalah bangunan rumah dengan menggunakan

sistem struktur rangka pemikul dari bahan kayu, biasa disebut sebagai rumah

kayu, ciri-cirinya yaitu seluruh komponen struktur atap, balok dan kolom serta

dinding yang digunakan adalah kayu.

Rumah Panggung Kayu merupakan salah satu rumah tradisional yang

berbentuk persegi empat memanjang ke belakang. Konstruksi bangunan

rumah ini dibuat secara lepas-pasang (knock down) sehingga dapat

dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.

Secara sederhana konsep rumah panggung merupakan bangunan

berkaki dimana dasar bangunan diangkat keatas sehingga tidak menyentuh

tanah. Jika dahulu rumah panggung dikonsep oleh orang orang terdahulu

agar hunian mereka terhindar dari binatang liar, sekarang rumah panggung

bisa dikonsep sebagai alternatif untuk meminimalkan dampak akibat banjir

dan gempa.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang konstruksi rumah panggung

kayu bahwa zaman dahulu orang membangun kontruksi kayu hanya

berdasarkan logika tanpa memikirkan tingkat keamanan dan tingkat ekonomis

dari penggunanaan kayu tersebut, sehingga terlihat boros dalam penggunaan

kayu, sehingga dalam tugas besar ini akan memaparkan mengenai tata cara

perencanaan konstruksi rumah panggung yang benar dan aman.


1.2.Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dan manfaaat dalam Tugas Besar ini adalah :

1. Mengetahui tata cara perencanaan rumah panggung yang benar dan

aman

2. Dapat digunakan sebagai acuan untuk pembangunan rumah panggung

modern.

3. Sebagai persyaratan akademik di fakultas Teknik Universitas

Sumbawa.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian rumah panggung

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) rumah panggung

adalah rumah yang tinggi dan bertiang. Rumah panggung merupakan salah

satu kanstruksi bangunan yang bahan dasar material terbuat dari kayu.

Kayu mempunyai kuat tarik dan kuat tekan relatif tinggi, berat yang

relatif rendah, mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan

listrik, dapat dengan mudah untuk dikerjakan, relatif murah, dapat mudah

diganti dan bisa didapat dalam waktu singkat.

Kayu sampai saat ini masih banyak dicari dan dibutuhkan orang. Dari

segi manfaatnya bagi kehidupan manusia, kayu dinilai mempunyai sifat-sifat

utama, yaitu sifat-sifat yang menyebabkan kayu tetap selalu dibutuhkan

manusia

2.2.Bagian-bagian rumah panggung

2.2.1 Struktur atap

Komponen utama dari struktur atap adalah kuda-kuda. Konstruksi

kuda-kuda kayu umumnya merupakan suatu konstruksi penyanggah

atau pendukung utama dari atap. Beban-beban atap yang harus diterima

konstruksi kuda-kuda kayu melalui gording-gording yang sedapat mungkin

disalurkan / diterima tepat pada titik buhul. Adapun bagian-bagian dari

kontruksi atap sebagai berikut :

a). Penutup atap


Berat serta jenis penutup atap sangat mempengaruhi beban

kerja dari kontruksi atap itu sendiri, adapun jenis-jenis penutup atap

yang digunakan pada konstruksi kuda-kuda kayu pada umumnya

sebagai berikut :

Table 2.1 Jenis penutup atap

No Jenis atap Berat (Kg/m2)


1 Genteng tanah liat 50
2 Spandek 20
3 Genteng pres beton 58
4 Seng gelombang 10
5 Asbes gelombang ( 5 mm) 11
6 Sirap 40
Sumber : PPB1 1983

b). Bubungan (nok)

Bubungan merupakan sisi atap teratas, selalu dalam keadaan

datar dan umumnya menentukan arah bangunan.

c). Reng

Reng merupakan komponen penting dalam konstruksi kuda-

kuda yang berfungsi sebagai penyangga dari penutup atap, dimensi

kayu yang digunakan sebagai reng yaitu kayu 2x3 dan 3x4 cm.

d). Kasau

Kasau adalah komponen atap yang terletak diatas gording

dan menjadi dudukan untuk reng, dimensi kayu yang digunakan

sebagai kasau yaitu 4x6 dan 5x7 cm.

e). Gording

Gording merupakan balok atap yang berfungsi sebagai

pengikat dan penghubung antar kuda-kuda. Gording juga menjadi


dudukan untuk kasau. Didalam konstruksi kuda-kuda gording

tergolong ke dalam jenis beban mati (dead load). Dimensi kayu yang

digunakan sebagai gording yaitu 8x12 cm.

f). Kaki kuda-kuda

Kaki kuda-kuda merupakan komponen utama dari konstruksi

kuda-kuda kayu ataupun konstruksi baja, dimensi kayu yang biasa

digunakan yaitu 8x12 cm. Kaki kuda-kuda berfungsi sebagai

penopang penutup atap dan memperkuat kuda-kuda secara

keseluruhan. Panjang kaki kuda-kuda tergantung dari bentang

konstruksi itu sendiri.

g). Balok tarik

Balok tarik merupakan balok melintang yang mengikat

diantara kaki kuda-kuda,Batang tarik adalah kekuatan atau daya

tahan kayu terhadap dua buah gaya yang bekerja dengan arah yang

berlawanan dan gaya ini bersifat tarik Tegangan tarik masih

diizinkan bila tidak timbul suatu perubahan atau bahaya pada kayu.

Tegangan ini disebut dengan tegangan tarik yang diizinkan dengan

notasi Ft (MPa).

h). Balok penyokong (sekur)

Balok sokong merupakan balok penyangga dari kaki kuda-

kuda dan yang berada diatasnya, balok sokong

berfungsi sebagai menahan beban dari atas agar tidak terjadi

lendutan yang berlebihan.


i). Balok gapit

Berfungsi untuk menggapit rangka kuda-kuda agar tidak

melentur ke samping dan tidak muntir.

j). Kolom

Balok kayu yang digunakan dalam konstruksi rumah kayu

biasa berdimensi 8/12 cm. Demikian halnya dengan kolom juga

menggunakan dimensi 13/13 cm. Fungsi kolom (kolom struktur)

sebagai penyalur beban dari atas (atap) ke pondasi ke tanah. Fungsi

balok ring (ring balok) sebagai pengikat kolom. Kolom adalah

struktur utama dalam kontruksi rumah kayu.

2.2.2 Struktur fondasi

Fondasi merupakan struktur yang sangat penting dalam suatu bangunan,

seperti halnya dengan rumah panggung. Jenis pondasi yang digunakan adalah

fondasi Umpak yang berfungsi untuk menahan gaya dari atas (atap) dan agar tiang

tidak berhubungan langsung dengan lantai, sehingga kotoran, rembesan air,

kelembaban tanah yag berasal dari bawah tidak merusak Saka (Tiang)

selain itu juga untuk memperindah bangunan. Umpak berbentuk Bulat

dan Segi n ( Segi 4, Segi 5, dst dimana semakin banyak seginya akan

semakin menambah keindahan ) dengan motif utama berupa Padma /

Seroja / teratai yang merupakan lambang kesucian sehingga diharapkan

bangunan yang didirikan senantiasa kokoh.

2.3. Pembebanan pada rangka struktur

Beban nominal adalah beban yang ditentukan di dalam Pedoman

Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, SKBI-1.3.53.1987,


atau penggantinya. Pembebanan pada atap dipengaruhi oleh beberap faktor

beban diantaranya :

2.4.1. Beban mati atap (D)

Beban mati adalah beban yang diakibatkan oleh berat sendiri

konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi

tetap, dan tangga. Beban mati pada atap meliputi :

a). Berat penutup atap

Jenis penutup atap yang digunakan akan mempengaruhi

besar beban yang diterima oleh kolom rumah panggung. Berat

penutup atap ditentukan dari jenis material atap yang digunakan

yang kemudian dikalikan dengan jarak gording.

b). Dimensi gording

Berat sendiri gording ditentukan dari dimensi serta berat

jenis kayu yang digunakan. Rumus dalam menghitung berat

sendiri gording yaitu :

Berat sendiri gording

q = b x h x ........................................................ (2.1)
b
h

dimana :

q = Berat sendiri gording (kg/m)

b = lebar penampang (cm)

h = tebal penampang (cm)

= berat jenis kayu (kg)


Berdasarkan SNI xxx 2000 Untuk penetapan mutu

kayu yang digunakan sebagai gording adalah :

Ew = 16000 G 0,71 ............................................................................


(2.2)

dimana :

Ew = Elastisitas lentur terkoreksi (Mpa)

G = Berat jenis kayu

Gording yang berfungsi untuk menyalurkan beban yang

dari tutup atap ke kuda-kuda seperti pada gambar,,, bahwa sumbu

X gording adalah sumbu yang lemah sehingga akibat uraian gaya

dalam sumbu X mengakibatkan gording mengalami lenturan yang

besar. Untuk memperkecil lendutan arah X maka dipasang

gording dengan jarak tergantung dari kemiringan atap atau dengan

jarak kuda kuda.

Gambar.2.1 Gaya gaya dalam gording

Dengan demikian beban yang bekerja pada gording berupa

beban merata menggunakan rumus

qx = qd x sin ........................................................... (2.3)

qy = qd x cos .......................................................... (2.4)

dimana :

qd = beban mati gording

= sudut kemiringan atap


Momen yang bekerja pada gording adalah :

Mx = 1/8 x ( qx )x L2 ............................................... (2.5)

My = 1/8 x ( qy ) x L2 .............................................. (2.6)

Dimana :

Mx = Momen lentur terhadap sumbu X

My = Momen lentur terhadap sunbu Y

qx = Gaya yang bekerja searah sumbu X

qy = Gaya yang bekerja searah sumbu Y

L = Jarak antar kuda kuda

Tinjauan tegangan yang dialami gording akibat beban

beban tersebut harus memenuhi persamaan :

Mux + Muy < 1.00


lf b Mx lf b Mx

dimana :

Mux = Momen ultimate searah sumbu X

Muy = Momen ultimate searah sumbu Y

b = Faktor reduksi tegangan lentur

l = Faktor waktu

Mx = Tahanan lentur terkoreksi terhadap sumbu x-x

My = Tahanan lentur terkoreksi terhadap sumbu y-y

Lendutan gording

Berdasarkan SNI 03 xxx 2000 lendutan yang

diizinkan untuk konstruksi terlindung seperti gording, kasau,

kusen, adalah :
F = L/200 (balok konstruksi terlindung) .......................... (2.8)

Lendutan akibat beban mati (D)

4
Fmaks = 5 x qx x L
384 x E x Iy ...................... (2.9)

Lendutan akibat beban hidup (L)

4
Fmaks = 1 x Px x L
48 x E x Iy ................... (2.10)

dimana :

q = Beban mati
E = Elastisitas kayu
L = Jarak antar kuda-kuda
P = Beban hidup

c). Rangka kuda kuda

Kontruksi kuda kuda ialah suatu susunan rangka batang

yang berfungsi untuk mendukung beban atap termasuk berat

sendiri dari kuda kuda tersebut.

Konstruksi batang pada kuda kuda dibagi menjadi dua

komponen yaitu :

Batang tekan

Komponen struktur tekan harus direncanakan untuk

memenuhi ketentuan sebagai berikut :

Pu l . fc . P ................................................................. (2.11)

dimana :

Pu = Gaya tekan terfaktor

l = Faktor waktu
fc = Faktor tahanan tekan sejajar serat

P = Tahanan tekan terkoreksi

Berdasarkan SNI 03 xxx 2000 Tahanan batang tertekan

ditentukan dengan :

P = Cp x Pc ....................................................................(2.12)

dimana :

P = Tahanan tekan terkoreksi

Cp = Faktor kestabilan kolom

Pc = Faktor tekan terkoreksi

Berdasarkan SNI 03 xxx 2000 faktor kestabilan batang,

Cp, dihitung dengan rumus :

2
Cp = 1 + ac - 1 + ac - ac
2c 2c c ...... (2.13)

dimana :

Cp = Faktor kestabilan batang

Ac = Faktor tahanan

c = Faktor koreksi batang masif

Menghitumg faktor beban terkoreksi berdasarkan SNI 03 xxx

2000 dengan mengalikan semua faktor koreksi yaitu :

Fc = Fb x CM x Ct x Cpt x Cf ........................................... (2.14)

dimana :

Ct = Faktor koreksi tempratur

Cf = Faktor koreksi ukuran


Cpt = Faktor pengawetan kayu

Fb = Faktor kuat lentur

CM = Faktor layan basah

Batang tarik

Batang tarik merupakan batang dari struktur kuda

kuda yang menerima gaya tarik baik sejajar serat maupun

tegak lurus serat.

Komponen struktur tarik harus direncanakan untuk

memenuhi ketentuan sebagai berikut :

Tu l . ft . T ................................................................. (2.15)

dimana :

Tu = Gaya tarik terfaktor

l = Faktor waktu

ft = Faktor tahanan tarik sejajar serat

T = Tahanan tarik terkoreksi

Berdasarkan SNI 03 xxx 2000 tahanan tarik

terkoreksi komponen struktur tarik konsentris ditentukan pada

penampang tarik kritis yaitu dengan rumus :

T = Ft. An ...................................................................... (2.16)

dimana :

T = Tahanan tarik terkoreksi

Ft = kuat tarik sejajar serat terkoreksi

An = luas penampang netto


2.4.2. Beban hidup atap (L)

Beban hidup adalah beban yang ditimbulkan oleh penggunaan

gedung, termasuk pengaruh kejut. Berdasarkan PPURG 1987 beban

hidup yang diakibatkan oleh pekerja diambil 100 kg.

Dengan demikian beban yang bekerja pada gording berupa

beban merata menggunakan rumus

Px = P x sin ............................................................ (2.17)

Py = P x cos ........................................................... (2.18)

dimana :

qd = beban mati gording (N/m)

= sudut kemiringan atap

momen yang bekerja pada gording adalah :

Mx = 1/4 x ( Px )x L2 .............................................. (2.19)

My = 1/4 x ( Py ) x L2 ............................................. (2.20)

dimana :

Mx = Momen lentur terhadap sumbu X

My = Momen lentur terhadap sumbu Y

Px = Gaya yang bekerja searah sumbu X

Py = Gaya yang bekerja searah sumbu Y

L = Jarak antar kuda kuda

2.4.3. Beban angin atap (W)

Arah angin memiliki dua komponen yaitu angin tekan dan

hisap tekan. Beban angin diperhitungkan dengan mengaanggap

adanya tekanan positif, tekanan angin yang bekerja tegak lurus pada
bidang atap, dengan demikian tekanan angin hanya bekerja pada

sumbu Y sedagkan X = 0. Adapun koefisien dari masing-masing arah

angin berdasarkan PPBI 1983 sebagai berikut :

Angin tekan = (0.02 0.4) ............................................(2.21)

Angin hisap = -0.4

dimana :

= sudut kemiringan atap ( 0 )

2.4.4. Beban balok lantai

Balok lantai merupakan konsruksi kayu terbawah untuk

menopang lantai. Berdasarkan Ir K.H. V Sungguno (1984) beban

lantai pada balok digunakan sebagai berikut :

a. Beban segitiga

Gambar 2.3 Skema beban lantai segitiga

Mmax beban segitiga = 1/12 x w x L2

Mmax beban merata = 1/8 (q x Heq) x L2

Dari penjabaran dari beban merata segitiga dan beban

merata biasa dapat ditarik persamaan sebagai berikut :

Mmaks segitiga = Mmaks Persegi

1/12 x w x L2 = 1/8 (q x Heq) x L2

Heq = 1/3 . Lx ........................................................................ (2.22)

dimana :
Heq = Tinggi ekivalen

Lx = Panjang bentang

b. Beban trapesium

Gambar 2.4 Skema beban lantai trapesium

Mmaks Trapesium = 1/24. W . (3ly2 4a2)

Mmax beban persegi = 1/8 (q x Heq) x L2

Dari penjabaran dari beban merata Trapesium dan beban merata

biasa dapat ditarik persamaan sebagai berikut :

1/8 (q x Heq) x L2 = 1/24. W . (3ly2 4a2)

Heq = 1/6. Lx. (3-4 ( lx/2.Ly) ................................................ (2.23)

dimana :

Heq = Tinggi ekivalen

Lx = Panjang bentang

Komponen struktur lentur balok harus direncanakan

sedemikian sehingga :

Mu < l . fb . Mx ............................................................... (2.24)

dimana :

Mu = Momen lentur terfaktor

l = Faktor waktu
Mx = Momen tahanan lentur terkoreksi

Dalam menghitung tahanan lentur terkoreksi berdasarkan SNI 03

xxx 2000 yaitu dengan persamaan :

Mx = Sx . Fbx .................................................................... (2.25)

dimana :

Mx = Momen tahanan lentur terkoreksi

Sx = Modulus penampang

Fbx = Tahanan lentur terkoreksi

Modulus elastisitas lentur yang digunakan dalam persamaan

persamaan ini adalah nilai persentil ke lima terkoreksi :

E05 = 0,69 x Ew ....................................................................... (2.26)

Dimana :

E05 = nilai modulus elastisitas lentur terkoreksi pada persentil ke

lima

Ew = Elastisitas lentur

Menghitung modulus penampang (Sx) batang menggunakan

rumus :

1/6 b h2 .................................................................................... (2.27)

Menghitumg kontrol tahanan lentur terkoreksi berdasarkan SNI 03

xxx 2000 dengan mengalikan semua faktor koreksi yaitu :

Fbx = Fb x CM x Ct x Cpt x Cf .............................................. (2.28)

dimana :

Ct = Faktor koreksi tempratur

Cf = Faktor koreksi ukuran


Cpt = Faktor pengawetan kayu

Fb = Faktor kuat lentur

CM = Faktor layan basah

Berdasarkan SNI 03 xxx 2000 Perencanaan tahanan

geser balok harus direncanakan sedemikian dengan rumus :

Vu < l . fv . V .................................................................... (2.29)

dimana :

Vu = Gaya geser terfaktor

l = Faktor waktu

fv = Faktor tahanan geser

V = Tahanan geser terkoreksi

Menghitung tahanan geser terkoreksi berdasarkan SNI

03 xxx 2000 yaitu dengan rumus :

V = 2/3 x Fv x b x d ............................................................. (2.30)

dimana :

V = Tahanan geser terkoreksi

Fv = tahanan geser

b = lebar penampang

d = Tinggi penampang

c. Lendutan balok

Berdasarkan SNI 03 xxx 2000 lendutan yang diizinkan

untuk balok balok pada struktur bangunan yang terlindung adalah:

Lendutan ijin = 1 x L ..................................................... (2.31)


300
dimana:

L = Jarak antar kuda kuda (m)

Kontrol lendutan untuk balok digunakan rumus :

= 5 x WL4 ........................................................ (2.32)


384 x EI
dimana :

W = Beban terfaktor

E = Elastisitas lentur

I = Inersia penampang

2.4.5. Beban kolom struktur

Kolom/tiang rumah panggung merupakan struktur utama

yang berfungsi sebagai penyanggah bangunan atap. Beban inti yang

diterima oleh kolom adalah beban maksimum dari atap itu sendiri.

Komponen struktur tekan harus direncanakan sedemikian

sehingga :

Pu < l . fc . P ...................................................................(2.33)

dimana :

Pu = gaya tekan terfaktor

l = Faktor waktu

fc = Faktor tahanan sejajar serat

P = Tahanan tekan terkoreksi

Ada beberapa faktor yang harus yang harus diperhatikan

dalam merencanakan batang kolom/batang tekan sebagai berikut :

a). Panjang efektif kolom

Panjang efektif kolom, le, untuk arah yang ditinjau


harus diambil sebagai Kel, di mana Ke adalah faktor panjang

tekuk untuk komponen struktur tekan. Ke tergantung pada

kondisi ujung kolom dan ada atau tidak adanya goyangan.

Untuk kolom tanpa goyangan pada arah yang ditinjau. faktor

panjang tekuk, Ke. harus diambil sama dengan satu kecuali

jika analisis memperlihatkan bahwa kondisi kekangan ujung

kolom memungkinkan digunakannya faktor panjang tekuk

yang lebih kecil daripada satu.

Nilai Kc untuk beberapa jenis kondisi kekangan ujung

dan untuk keadaan dengan goyangan serta tanpa goyangan

dapat ditentukan menggunakan hubungan pada Tabel.2.2

Tabel. 2.2 Nilai Ke untuk kolom-kolom dengan beberapa jenis kekangan


ujung.

Sumber : (SNI 03 xxx 2000).

b). Faktor kelangsingan

Faktor kelangsingan (l) merupakan faktor yang harus


diperhatikan dalam merencanakan batang tekan. Adapun cara

mencari angka kelangsingan yaitu:


l=
....................................................................(2.34)


min = ........................................................(2.35)

dimana :

l = angka kelangsingan
i
min = jari jari inersia.

I min = Momen inersia

Fbr = Luas tampang batang bruto

Dengan syarat batang l 175 (SNI 03 xxx 2000)

Tahanan tekan kolom ditentukan berdasarkan kelangsingan

penampang kolom pada arah yang paling kritis. Tahanan tekan

kolom terkoreksi ditetapkan sebagai berikut :

P = Cp x Pc ....................................................................(2.36)

dimana :

P = Tahanan tekan terkoreksi

Cp = Faktor kestabilan kolom

Pc = Faktor tekan terkoreksi

Factor kestabilan kolom, Cp, dihitung sebagai berikut :

2
Cp = 1 + ac - 1 + ac - ac
2c 2c c ...... (2.37)

dimana :

Cp = Faktor kestabilan batang


Ac = Faktor tahanan

c = Faktor koreksi batang masif

c). Faktor tekuk

Adapun cara mencari faktor tekuk batang tekan menurut

sebagai berikut :
.
............................................(2.38)

Dimana :

= Tegangan yang terjadi


S = Gaya batang
= Faktor tekuk
F bruto = Luas penampang kolom

Tabel. 2.3 Faktor tekuk dan tegangan tekuk yang di perkenankan untuk
batang tertekan

l
Fakt o r Tegangan t ek uk y ang diper k enank an unt uk k ay u dengan
t ekuk k elas k uat

I
kg / cm2
II
kg / cm2
III
kg / cm2
IV
kg / cm2
0 1,0 0 13 0 85 60 45
1 1,0 1 12 9 84 60 45
2 1,0 1 12 8 84 59 45
3 1,0 2 12 7 83 59 44
4 1,0 3 12 6 83 58 44
5 1,0 3 12 6 82 58 44
6 1,0 4 12 5 82 58 43
7 1,0 5 12 4 81 57 43
8 1,0 6 12 3 80 57 43
9 1,0 6 12 2 80 57 43
10 1,0 7 12 1 79 56 42
11 1,0 8 12 0 79 56 42
12 1,0 9 119 78 55 41
13 1,0 9 119 78 55 41
14 1,10 118 77 55 41
15 1,11 117 77 54 41
16 1,12 116 76 54 40
17 1,13 115 75 53 40
18 1,14 114 75 53 40
19 1,15 113 74 52 39
20 1,15 113 74 52 39
21 1,16 112 73 52 39
22 1,17 111 73 51 38
23 1,18 110 72 51 38
24 1,19 10 9 71 50 38
25 1,2 0 10 8 71 50 38
26 1,2 4 10 7 70 50 37
27 1,2 2 10 7 70 49 37
28 1,2 3 10 6 69 49 37
29 1,2 4 10 5 69 48 36
30 1,2 5 10 4 68 48 36
31 1,2 6 10 3 67 48 36
32 1,2 7 10 2 67 47 35
33 1,2 8 10 2 66 47 35
34 1,2 9 10 1 66 47 35
35 1,3 0 10 0 65 46 35
l Faktor tekuk Tegangan tekuk yang diperkenankan untuk kayu dengan kelas
I
kg/cm 2
II
kg/cm 2
III
kg/cm 2
IV
kg/cm 2
76 2,03 64 42 30 22
77 2,05 63 42 29 22
78 2,08 63 41 29 22
79 2,11 62 40 28 21
80 2,14 61 40 28 21
81 2,17 60 39 28 21
82 2,21 59 39 27 20
83 2,24 58 38 27 20
84 2,27 57 37 26 20
85 2,31 56 37 26 20
86 2,34 56 36 26 19
87 2,38 55 36 25 19
88 2,42 54 35 25 19
89 2,46 53 35 24 18
90 2,50 52 34 24 18
91 2,54 51 33 24 18
92 2,58 50 33 23 17
93 2,63 49 32 22 17
94 2,68 49 32 22 17
95 2,73 48 31 22 17
96 2,78 47 31 22 16
97 2,83 46 30 21 16
98 2,88 45 30 21 16
99 2,94 44 29 20 15
100 3,00 43 28 20 15
101 3,07 42 28 20 15
102 3,14 41 27 19 14
103 3,21 41 26 19 14
104 3,28 40 26 18 14
105 3,35 39 25 18 13
106 3,43 38 25 18 13
107 3,50 37 24 17 13
108 3,57 36 24 17 13
109 3,65 36 23 16 12
110 3,73 35 23 16 12
111 3,83 34 22 16 12
112 3,89 33 22 15 12
113 3,97 33 21 15 11
114 4,05 32 21 15 11
115 4,13 32 21 15 11
2.4.Kombinasi beban

Perencanaan struktur kayu harus memenuhi syarat kekuatan, kekakuan

dan kestabilan diasamping efisien dari segi ekonomis. Adapun metode

kombinasi beban yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

SNI 03 xxx 2000.

Kombinasi pembebanan berdasarkan SNI 03-xxx-2000 yaitu:

a). 1,4D ............................................................................. (2.39)

dimana :

D = beban mati (berat sendiri gording, berat penutup atap)

b). 1,2D + 1,6L + 0,5(La atau H) ...................................... (2.40)

dimana :

D = Beban mati (berat sendiri gording, berat penutup atap)

L = Beban hidup (beban orang, akibat air hujan)

La = Beban hidup di atap selama perawatan

H = Beban hujan (tidak termasuk genangan air)

c). 1,2D + 1,6(La atau H) + (0,5 L atau 0,8W) .................. (2.41)

dimana :

D = Beban mati (berat sendiri gording, berat penutup atap)

L = Beban hidup (beban orang, akibat air hujan)

La = Beban hidup di atap selama perawatan

H = Beban hujan (tidak termasuk genangan air)

W = Beban angin

d). 1,2D + 1,0W + L + 0,5(La atau H) ............................... (2.42)

dimana :
D = Beban mati (berat sendiri gording, berat penutup atap)

L = Beban hidup (beban orang, akibat air hujan)

La = Beban hidup di atap selama perawatan

H = Beban hujan (tidak termasuk genangan air)

W = Beban angin

e). 1,2D + 1,0E + L ........................................................... (2.43)

D = Beban mati (berat sendiri gording, berat penutup atap)

L = Beban hidup (beban orang, akibat air hujan)

E = Beban gempa

f). 0,9D + 1,0W ................................................................. (2.44)

D = Beban mati (berat sendiri gording, berat penutup atap

W = Beban angin

g). 0,9D + 1,0E ................................................................. (2.45)

D = Beban mati (berat sendiri gording, berat penutup atap)

E = Beban gempa

2.5. Ciri ciri dan jenis kayu

Kayu sebagai bahan bangunan, yang paling penting sekali yang harus

dikenal ialah mengenai sifat - sifat mekanis kayu, faktor - faktor yang

mengakibatkan mengurangnya kekuatan dan sifat - sifat yang menjadikan cara

penggunaan kayu ini berbeda sekali dari bahan - bahan lain untuk bangunan.

Kayu mengalami sifat higroskopis yaitu mudah menguapkan dan

mengisap air dari udara disekelilingnya, sampai banyaknya air di dalam kayu

setimbang dengan kadar air udara di sekelilingnya. Di Indonesia kadar air

kayu atau berat jenis kayu berkisar antara 12 20% dari kayu kering
mutlak. Kayu yang baru ditebang mempunyai kadar air 40% untuk kayu berat

hingga 200% untuk kayu ringan (Mujiana; 2010)

Mata kayu dan keretakan kayu mempengaruhi kekuatan kayu

disebabkan arah serat serat disini berubah. Lembaga Pusat Penyelidikan

Kehutanan membagi bagi kekuatan kayu Indonesia dalam lima kelas kuat

didasarkan kepada jenis kayu sebagai berikut:

Table. 2.5 Kekuatan lengkung dan kekuatan tekan kayu

Sumber : PKKI.(1961).

2.6. Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis

Pemilihan bahan material untuk konstruksi kayu dilakukan pemilahan secara

mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur dilakukan dengan mengikuti standar

pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti

tabel di bawah ini :


Table. 2.7. Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis
pada kadar air 15%

Kode Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat Tekan


Mutu Lentur Tarik Tekan Geser Tegak Lurus
Modulus (Fb) Sejajar Sejajar (Fv) Serat (Fv )
Elastisitas Serat (Ft) Serat
Lentur (Ew) (Fc)
E26 25000 66 60 46 6,6 24
E25 24000 62 58 45 6,5 23
E24 23000 59 56 45 6,4 22
E23 22000 56 53 43 6,2 21
E22 21000 53 50 41 6,1 20
E21 20000 50 47 40 5,9 19
E20 19000 47 44 39 5,8 18
E19 18000 44 42 37 5,6 17
E18 17000 42 39 35 5,4 16
E17 16000 38 36 34 5,4 15
E16 15000 35 33 33 5,2 14
E15 14000 32 31 31 5,1 13
E14 13000 30 28 30 4,9 12
E13 12000 27 25 28 4,8 11
E12 11000 23 22 27 4,6 11
E11 10000 20 19 25 4,5 10
E10 9000 18 17 24 4,3 9
(Sumber : SNI 03 xxx - 2000).

Faktor-faktor koreksi digunakan untuk menghitung nilai tahanan

terkoreksi. Nilai faktor koreksi yang digunakan dalam menghitung nilai tahanan

terkoreksi adalah sebagai berikut:


Tabel 2.8 Faktor koreksi layan basah, CM

Fb fb fv fc fc// E

Balok kayu 0,85 1,00 0,97 0,67 0,80 0,90

Balok kayu besar (125x125 mm


1,00 1,00 1,00 0,67 0,93 1,00
atau lebih besar)
Lantai papan kayu 0,85 - - 0,67 - 0,90

Glulam (kayu laminasi


0,80 0,80 0,67 0,53 0,73 0,83
struktural)

(Sumber : SNI 03 xxx - 2000).

Tabel 2.9 Faktor koreksi temperature, Ct

Kondisi Kadar air pada Ct

Acuan masa layan T 38oC 38oC < T 52oC 52oC < T 65oC

ft, E Basah atau kering 1,0 0,9 0,9

Kering 1,0 0,8 0,7


fb, fc, fv
Basah 1,0 0,7 0,5

(Sumber : SNI 03 - xxx - 2000).

2.7. Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual

Pemilahan secara visual harus mengikuti standar pemilahan secara

visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas

pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat

dapat dihitung dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Kerapatan p pada kondisi basah (berat dan volum diukur pada kondisi

basah, tetapi kadar airnya sedikit lebih kecil dari 30%) dihitung

dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m3 untuk p.


b) Kadar air, m% (m < 30), diukur dengan prosedur baku.

c) Hitung berat jenis pada m% (Gm) dengan rumus:

Gm = p/[1.000(1+m/100)]

d) Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus:

Gb = Gm/[1+0,265aGm] dengan a = (30-m)/30

e) Hitung berat jenis pada kadar air 15% (GI5) dengan rumus:

G15 = Gb/(1-0,133Gb)

f) Hitung estimasi kuat acuan dengan rumus-rumus pada Tabel 2.10

Tabel 2.10. Estimasi kuat acuan berdasarkan atas berat jenis pada kadar air

15% untuk kayu berserat lurus tanpa cacat kayu

Kuat Acuan Rumus estimasi


Modulus Elastisitas Lentur, Ew (MPa) 16.000G0,71
Catatan: G adalah berat jenis kayu pada kadar air 15%.

2.8. Sifat utama kayu

a). Menahan tarikan

Kekuatan tarikan terbesar yang dapat di tahan oleh kayu adalah

sejajar arah serat. Sedangkan kekuatan menahan tarik tegak lurus arah

serat, lebih kecil dari arah tarikan arah sejajar serat. Oleh karena itu kayu

lebih mudah di belah dalam arah ini.

b). Menahan lenturan

Besarnya daya tahan kayu terhadap lenturan tergantung antara

lain kepada jenis kayu, besar penampang kayu, berat badan, lebar

bentangan, tetapi satu hal yang perlu diketahui, bahwa ketahanan


terhadap lenturan ini memungkinkan kayu menerima beban tetap maupun

beban kejutan/pukulan.

c). Menahan tekanan

Kayu juga dapat menahan beban yang berupa tekanan, baik

tekanan sejajar serat maupun tekanan yang tegak lurus serat. Contoh

tekanan tegak lurus serat adalah kayu yang dipakai sebagai bantalan kereta

api. Daya tahan tegak lurus arah serat kayu labih kecil dari daya tahan

tekanan sejajar serat. Daya tahan tekanan ini mempunyai hubungan

dengan kekerasan kayu yang bersangkutan

2.9.Kelebihan dan kekurangan kayu

Beberapa kelebihan kayu sebagai bahan konstruksi bangunan sangat

menguntungkan dan ada beberapa kekurangan kayu yang sangat merugikan.

Adapaun kelebihan dan kekurangan kayu sebagai konstruksi bangunan

adalah:

Tabel. 2.11. Kelebihan dan kekurangan kayu

No Kelebihan Kayu kekurangan kayu


Berkekuatan tinggi dengan berat adanya sifat kayu yang kurang
1 homogen, cacat kayu (mata
jenis yang rendah
kayu,retak, dll)
2 Tahan terhadap pengaruh kimia Beberapa jenis kayu kurang awet
dan listrik

Relatif mudah dikerjakan dan Kekuatan sangat dipengaruhi oleh


3 jenis kayu, mutu, kelembaban, dan
diganti, serta mudah didapatkan
pengaruh waktu pembebanan.
4 Memiliki sisi keindahan yang khas

`
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang sudah dilakukan pada bab

sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1). Dari hasil perhitungan konstruksi atap dengan mempertimbangkan faktor

beban yang bekerja baik beban hidup, beban mati dan beban angin dapat

dihasilkan dimensi kayu dengan ukuran 8/12 cm dengan kuat kayu kelas

II.

2). Perencanaan rumah panggung diperhitungkan penggunaan kayu yang

sesuai dengan kebutuhan beban yang bekerja yang terlihat pada dimensi

balok dan kolom dari hasil perhitungan beban yang terjadi pada kontruksi

atap dan lantai didapat dimensi balok 8/12 cm dengan klasifikasi kuat

kayu kelas II.

3). Dari hasil perhitungan seluruh beban yang bekerja dapat dihasilkan

dimensi kolom dengan ukuran 20/20 cm dengan klasifikasi kuat kayu

kelas II.

4.2 SARAN

Dari kesimpulan kesimpulan diatas penulis memberikan saran yang

kiranya dapat berguna dalam hal perencanaan rumah panggung :

1). Dengan adanya Tugas Besar ini, diharapkan sebagai acuan atau referensi

dalam perencanaan konstruksi rumah panggung agar dapat mengetahui

kekuatan struktur dan ekonomis pada konstruksi rumah panggung.


2). Dalam perencanaan rumah panggung sebaiknnya mempertimbanagkan

penggunaan kelas kayu serta ukuran kayu agar didapat struktur konstruksi

yang aman.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim (1961), Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI) NI 5-1961

Departemen pekerjaan umum : Bandung

Anonim (2000), Tata Cara Perencanaan Struktur Kayu Untuk Bangunan Gedung

(SK SNI 03 xxx 2000 ) :Bandung

Anonim (2013), Spesifikasi Desain Untuk Konstruksi Kayu (SNI 7973-2013).

Badan standarisasi nasional : Jakarta

Anonim (1983), Peraturan Pembebanan Idonesia Untuk Bangunan Gedung,

Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan: Bandung

Anda mungkin juga menyukai