Anda di halaman 1dari 13

A.

Definisi
Sindrom mielodiplastik (MDS; myelodyplastic syndrome) merupakan kelompok
kelainan sel tunas klonal yang ditandai oleh hematopoiesis yang tidak efektif dan
peningkatan resiko transformasi menjadi AML (Acute Myeloid Leukimia). Sebagian atau
seluruh sumsum tulang digantikan oleh progeni klonal sebuah sel tunas multipoten yang
mutan tetapi masih mempertahankan kemampuannya untuk berdiferensiasi menjadi sel
darah darah merah, granulosit dan trombosit kendati dengan cara yang tidak efektif dan
menyimpang. Biasanya sumsum tulang tersebut tampak hiperseluler atau normoseluler
tetapi darah tepinya memperlihatkan pansitopenia.
Sindrom myelodiplastik (myelodyplastic syndrome) adalah kelainan darah langka
dan berpotensi fatal yang terjadi karena produksi abnormal sel-sel darah di sumsum
tulang. Sel darah yang dihasilkan menjadi mati dan abnormal begitu mereka memasuki
aliran darah, sehingga tidak dapat menjalankan fungsi normal dan penting seperti
mengangkut oksigen melalui tubuh (eritrosit) dan melawan infeksi (leukosit). Pada tahap
awal pemyakit, hanya ada sedikit gejala. Seiring waktu, perdarahan yang tidak biasa,
bintik-bintik kulit merah dan anemia dapat terjadi. Individu dengan sindrom
myelodiplastik cenderung memiliki infeksi berulang (kamuskesehatan.com).

B. Etiologi
MDS timbul dalam dua keadaan yang berbeda:
1. MDS idiopatik atau primer terutama terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50
tahun dan sindrom ini sering berkembang secara perlahan.
2. MDS yang berkaitan dengan terapi merupakan komplikasi terapi dengan obat yang
bersifat mielosupresif atau radioterapi dan biasanya sindrom ini baru muncul dalam
waktu 2 hingga 8 tahun sesudah terapi.
Semua bentuk MDS dapat bertransformasi menjadi AML; transformasi terjadi paling
cepat dan dengan frekuensi paling tinggi pada apsien MDS yang terkait terpai.
Perubahan morfologi yang khas terlihat dalam sumsum tulang dan darah tepi; analisis
sitogenik dapat membantu menegakkan diagnosis.
Meskipun patogenesisnya sebagian besar masih belum diketahui, namun MDS secara
khas muncul dengan latar belakang kerusakan sel tunas. Baik MDS primer maupun MDS
yang terkait terapi memiliki korelasi dengan kelainan kroosom klonal yang sama,
termasuk monosomi 5 dan monosomi 7, delesi 5q dan 7q, trisomi 8 dan delesi 20q.

1
C. Klasifikasi
Penggolongan MDS menurut kriteria FAB adalah:
1. Refractory Anemia (RA)
2. Refractory Anemia with Ringed Sideroblast (RARS)
3. Refractory Anemia with Excessive Blast (RAEB)
4. RAEB in Transformation to Leukemia (RAEBt)
5. Chronic Myelo-Monocytic Leukemia (CMML).

Jenis MDS Darah tepi Sumsum Harapan hidup


tulang rata2 (bulan)

Anemia refrakter Blas <1% Blas <5% 50

RA dengan Blas <1% Blas <5% 50


cincin sideroblas Sideroblas
(RARS) cincin
>15%
eritroblas
total

RA dengan Blas <5% Blas 5- 11


kelebihan blas 20%
(RAEB)

RAEB dalam Blas >5% Blas 20- 5


transformasi 30% atau
(RAEB-t) terdapat
batang
Auer

Leukimia Seperti Seperti 11


mielomonositik salah satu salah satu
kronik (CMML) diatas deng diatas
an monosit dengan
>1 x109/L promonosit

D. Patofisiologi
MDS disebabkan paparan lingkungan seperti radiasi dan benzene yang merupakan
faktor resikonya. MDS sekunder terjadi pada toksisitas lama akibat pengobatan kanker
biasanya dengan kombinasi radiasi dan radiomimetik alkylating agent seperti bisulfan,
nitrosourea atau procarbazine ( dengan masa laten 5-7 tahun) atau DNA topoisomerase

2
inhibitor (2tahun). Baik anemia aplastik yang didapat yang diikuti dengan pengobatan
imunosupresif maupun anemia Fanconis dapat berubah menjadi MDS.
MDS diperkirakan berasal dari mutasi pada sel sumsum tulang yang multipoten
tetapi defek spesifiknya belum diketahui. Diferensiasi dari sel prekursor darah tidak
seimbang dan ada peningkatan aktivitas apoptosis sel di sumsum tulang. Ekspansi klonal
dari sel abnormal mengakibatkan sel yang telah kehilangan kemampuan untuk
berdiferensiasi. Jika keseluruhan persentasi dari blas sumsum berkembang melebii batas
(20-30%) maka ia akan bertransformasi menjadi AML. Pasien MDS akan menderita
sitopenia pada umumnya seperti anemia parah. Tetapi dalam beberapa tahun pasien akan
menderita kelebihan besi. Komplikasi yang berbahaya bagi mereka adalah pendarahan
karena kurangnya trombosit atau infeksi karena kurangnya leukosit.
Beberapa penlitian menyebutkan bahwa hilangnya fungsi mitokondria
mengakibatkan akumulasi dari mutasi DNA pada sel sitem hematopoietik dan
meningkatkan insiden MDS pada pasien yang lebih tua. Dan adanya akumulasi dari besi
mitokondria yang berupa cincin sideroblas merupakan bukti dari disfungsi mitokondria
pada MDS.

E. Manifestasi klinik
MDS sering ditemukan pada pasien usia lanjut antara umur 60-75 tahun, dan pada
sebagian kasus pada umur < 50 tahun; laki-laki sedikit lebih sering daripada
perempuan. Keluhan dan gejala secara umum:
- Cepat lelah, lesu yang disebabkan anemia.
- Perdarahan dan mudah memar karena trombositopenia
- Infeksi atau demam yang dikaitkan dengan leukopenia/neutropeni.
- Pada sebagian kecil dan sangat jarang dari pasien terjadi splenomegali atau
hepatomegali.
Pada beberapa pasien, anemia yang tergantung transfusi mendominasi perjalanan
penyakit sedangkan pada pasien lainnya infeksi rekuren atau memar dan pendarahan
spontan merupakan masalah klinis utama. Neutrofil, monosit, dan trombosit seringkali
terganggu secara fungsional sehingga dapat terjadi infeksi spontan pada beberapa
kasus atau memar/pendarahan yang tidak sebanding dengan beratnya sitopenia. Limpa
biasanya tidak membesar kecuali pada CMML pada keadaan ini juga dapat terjadi
hipertrofi gusi dan limfadenopati.

3
F. Pemeriksaan Laboratorium
1. Penurunan kadar Hb, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit.
2. Hasil pemeriksaan yang paling khas adalah kelainan diferensiasi (displasia) yang
mengenai ketiga garis-turunan sel darah (eritroid, mieloid dan megakariosit).
- Garis turunan eritroid:
Sideroblas bercincin, eritroblas dengan mitokondria yang penuh zat besi dan
terlihat sebagai granul perinuklear pada pewarnaan Prussian blue.
Maturasi megaloblastoid yang menyerupai gambaran yang terlihat pada defisiensi
vitamin B12 atau folat.
Kelainan pembentukan tunas nukleus yang memproduksi nukleus salah bentuk
dan sering dengan garis polipoid.
- Garis turunan granulositik:
Sel-sel neutrofil dengan berkurangnya jumlah granul sekunder, granulasi toksik
atau Dohle bodies (badan Dohle).
Sel-sel pseudo-Pelger-Huet (sel-sel neutrofil dengan dua lobus nukleus saja).
Mieloblas mungkin meningkat tetapi berdasarkan definisi terdiri kurang dari 20%
keseluruhan selularitas sumsum tulang.
- Garis turunan megakariositik: megakariositik dengan lobus nukleus yang tunggal
atau nukleus multiple yang terpisah (megakariosit pawn ball).
- Darah perifer: darah perifer sering mengandung sel-sel pseudo-Pelger-Huet,
trombosit raksasa, makrosit, poikilosit dan monositosis relatif atau absolut.
Biasanya mieloblas membentuk kurang dari 10% leukosit perifer (1).

G. Prognosis
Kesintasan hidup rata-rata penderita bervariasi dari 9 hingga 29 bulan kendati
sebagian pasien dapat hidup selama 5 tahun atau lebih. Faktor-faktor yang menandai
hasil akhir yang buruk meliputi:
- Perkembangan tumor sesudah terapi sitotoksik. Pasien MDS yang terkait terpai
memiliki sitopenia yang lebih berat dan sering berkembang dengan cepat menjadi
AML; pasien ini memiliki kesintasan hidup rata-rata hanya 4 hingga 8 bulan.
- Peningkatan jumlah blas di dalam sumsum tulang atau darah.
- Kelainan kromosom klonal yang multipel.
- Trombositopenia yang berat.

4
H. Penatalaksanaan medis
Beberapa regimen terapi telah digunakan pada pasien MDS, tetapi sebagian besar
tidak efektif di dalam merubah perjalanan penyakitnya. Karena itu pengobatan pasien
MDS tergantung dari usia, berat ringannya penyakit dan progresivitas penyakitnya.
Pasien dengan klasifikasi RA dan RAEB pada umumnya bersifat indolent sehingga tidak
perlu pengobatan spesifik, cuma suportif saja.
1. Cangkok Sumsum Tulang (Bone Marrow Transplatation)
Cangkok sumsum tulang alogenik merupakan pengobatan utama pada MDS
terutama dengan usia < 30 tahun, dan merupakan terapi kuratif, tetapi masih
merupakan pilihan < 5% dari pasien.
2. Kemoterapi
Pada fase awal dari MDS tidak dianjurkan untuk diberikan kemoterapi, umumnya
diberikan pada tipe RAEB, RAEB-T, CMML. Sejak tahun 1968 pengobatan ARA-C
dosis rendah yang diberikan pada pasien MDS dapat memberikan response rate antara
50 75 % dan respons ini tetap bertahan 2 14 bulan setelah pengobatan. Dosis
ARA-C yang direkomendasikan adalah 20 mg/m2/hari secara drip atau 10 mg/m2/hari
secara subkutan setiap 12 jam selama 21 hari.
3. GM-CSF atau G-CSF
Pada pasien MDS yang mengalami pansitopeni dapat diberikan GM-CSF atau G-
CSF untuk merangsang diferensiasi dari hematopoetic progenitor cells. GM-CSF
diberikan dengan dosis 30 500 mcg/m2/hari atau G-CSF 50 1600 mcg/m2/hari (0,1
0,3 mcg/kgBB/hari/subkutan) selama 7 14 hari.

Piridoksin, androgen, danazol, asam retinoat dapat digunakan untuk pengobatan pasien
MDS. Piridoksin dosis 200 mg/hari selama 2 bulan kadang-kadang dapat memberikan
respon pada tipe RAEB walaupun sangat kecil. Danazol 600 mg/hari/oral dapat
memberikan response rate 21 33 % setelah 3 minggu pengobatan. Tujuan pengobatan
adalah mengontrol gejala, meningkatkan kualitas hidup (Qol), meningkatkan survival,
dan mengurangi transformasi menjadi AML.

Pada sindrom mielodisplastik resiko rendah


Pasien yang memiliki jumlah sel blas kurang dari 5% dalam sumsum tulang
didefinisikan sebagai penderita sindrom mielodisplastik resiko rendah. Sehingga
ditangani dengan konservatif dengan transfusi eritrosit, trombosit, atau pemberian

5
antibiotik sesuai keperluan. Upaya memperbaiki fungsi sumsum dengan faktor
pertumbuhan hemopoietik sedang dilakukan. Eriotropoietin dosis tinggi dapat
meningkatkan konsentrasi Hb sehingga transfusi tidak perlu dilakukan. Siklosporin atau
globulin antilimfosit (GAL) kadang membuat pasien lebih baik terutama pasien dengan
sumsum hiposelular. Untuk jangka panjang penimbunan besi transfusi berulang harus
diatasi dengan chelasi besi setelah mendapat transfusi 30-50unit. Pada pasien usia muda
kadang transplantasi alogenik dapat memberikan kesembuhan permanen.
Perlu diperhatikan pada pasien yang memerlukan banyak transfusi RBC adalah level
serum ferritin yang dapat berakibat disfungsi organ dan harus dikontrol <1000mcg/L.
Dan ada 2 macam chelasi besi seperti deferoxamine IV dan deferasirox per oral. Pada
kasus yang jarang, deferasirox dapat menyebabkan gagal ginjal dan hati yang berakhir
pada kematian.
Pada sindrom mielodisplastik resiko tinggi
Pada pasien yang memiliki jumlah sel blas lebih dari 5% dalam sumsum dapat diberi
beberapa terapi:

1. Perawatan suportif umum sesuai diberikan untuk pasien usia tua dengan masalah
medis mayor. Transfusi eritrosit dan trombosit, terapi antibiotik dan obat anti jamur
diberikan sesuai kebutuhan.
2. Kemoterapi agen tunggal hidroksiurea, etopasid, merkaptopurin, azasitidin, atau
sitosin arabinosida dosis rendah dapat diberikan dengan sedikit manfaat pada pasien
CMML atau anemia refrakter dengan kelebihan sel blas (RAEB) atau RAEB dalam
transformasi dengan jumlah leukosit dalam darah yang tinggi.
3. Kemoterapi intensif seperti pada AML. Kombinasi fludarabin dengan sitosin
arabinosida (ara-C) dosis tinggi dengan faktor pembentuk koloni granulosit (G-
CSF)(FLAG) dapat sangat bermanfaat untuk mencapai remisi pada MDS. Topetecan,
ara-C, dan G-CSF(TAG) juga dapat membantu. Remisi lengkap lebih jarang
dibandingkan pada AML de novo dan resiko pembeerian kemoterapi intensif seperti
untuk AML lebih besar karena dapat terjadi pansitopenia berkepajangan pada
beberapa kasus tanpa regenerasi hemopoietik yang normal, diperkirakan karena tidak
terdapat sel induk yang normal.
4. Transplantasi sel induk. Pada pasien berusia lebih muda (kurang dari 50-55tahun)
dengan saudara laki-laki atau perempuan yang HLA nya sesuai atau donor yang tidak
berkerabat tetapi sesuai HLAnya. SCT memberikan prospek kesembuhan yang

6
lengkap dan biasanya dilakukan pada MDS tanpa mencapai remisi lengkap dengan
kemoterapi sebelumnya, walaupun pada kasus resiko tinggi dapat dicoba kemoterapi
awal untuk mengurangi proporsi sel blas dan resiko kambuhnya MDS. SCT hanya
dapat dilaksanakan paa sebagian kecil pasien karena umumnya pasien MDS berusia
tua.
Tiga agen yang diterima oleh FDA sebagai pengobatan MDS :
1. 5-azacytidine: rata-rata bertahan hidup 21 bulan.
2. Decitabine: Respons komplit dilaporkan setinggi 43% dan pada AML decitabine
lebih efektif apabila dikombinasika dengan asam valproat.
3. Lenalidomide: efektif dalam mengurangi transfusi sel eritrosit pada pasien MDS
dengan delesi kromosom 5q.

I. Nursing Care Planning


1. Pengkajian
Pendekatan pengkajian fisik Head to toe (kepala ke kaki):
Pendekatan ini dilakukan mulai dari kepala dan secara berurutan sampai ke kaki.
Mulai dari : keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, mata, telinga, hidung,
mulut dan tenggorokan, leher, dada, paru, jantung, abdomen, ginjal, punggung,
genetalia, rectum, ektremitas.
Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu :
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

1 Perfusi jaringan tidak efektif NOC : NIC :


b/d penurunan konsentrasi Circulation status Intrakranial Pressure (ICP)
Monitoring (Monitor tekanan
Hb dan darah, suplai Tissue Prefusion : intrakranial)
oksigen berkurang cerebral - Berikan informasi kepada keluarga
Kriteria Hasil : - Set alarm
- Monitor tekanan perfusi serebral
1. mendemonstrasikan
- Catat respon pasien terhadap stimuli
status sirkulasi yang - Monitor tekanan intrakranial pasien
ditandai dengan : dan respon neurology terhadap
Tekanan systole aktivitas
dandiastole dalam - Monitor jumlah drainage cairan
serebrospinal
rentang yang
- Monitor intake dan output cairan

7
diharapkan Restrain pasien jika perlu
-
Monitor suhu dan angka WBC
-
Tidak ada
Kolaborasi pemberian antibiotik
-
ortostatikhipertensi Posisikan pasien pada posisi
-
Tidak ada tanda tanda semifowler
peningkatan tekanan - Minimalkan stimuli dari lingkungan
intrakranial (tidak Peripheral Sensation Management
lebih dari 15 (Manajemen sensasi perifer)
mmHg) - Monitor adanya daerah tertentu yang
2. mendemonstrasikan hanya peka terhadap
kemampuan panas/dingin/tajam/tumpul
kognitif yang - Monitor adanya paretese
ditandai dengan: - Instruksikan keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada lsi atau
berkomunikasi dengan
laserasi
jelas dan sesuai
- Gunakan sarun tangan untuk proteksi
dengan kemampuan
- Batasi gerakan pada kepala, leher
menunjukkan perhatian, dan punggung
konsentrasi dan - Monitor kemampuan BAB
orientasi - Kolaborasi pemberian analgetik
memproses informasi - Monitor adanya tromboplebitis
membuat keputusan - Diskusikan menganai penyebab
dengan benar perubahan sensasi

3. menunjukkan
fungsi sensori
motori cranial yang
utuh : tingkat
kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter

2. Intoleransi aktivitas b/d NOC : NIC :


fatigue Energy conservation Energy Management

Definisi : Ketidakcukupan Self Care : ADLs Observasi adanya pembatasan


energu secara fisiologis klien dalam melakukan aktivitas
Kriteria Hasil :
maupun psikologis untuk Dorong anal untuk
Berpartisipasi dalam
meneruskan atau mengungkapkan perasaan
aktivitas fisik tanpa
menyelesaikan aktifitas terhadap keterbatasan
disertai
yang diminta atau Kaji adanya factor yang
peningkatan
aktifitas sehari hari. menyebabkan kelelahan
tekanan darah, nadi
Batasan karakteristik : dan RR Monitor nutrisi dan sumber energi
a. melaporkan secara Mampu melakukan tangadekuat
verbal adanya kelelahan aktivitas sehari hari Monitor pasien akan adanya
atau kelemahan. (ADLs) secara mandiri kelelahan fisik dan emosi secara
b. Respon abnormal dari berlebihan
tekanan darah atau nadi Monitor respon
terhadap aktifitas kardivaskuler terhadap

8
c. Perubahan EKG yang aktivitas
menunjukkan aritmia Monitor pola tidur dan lamanya
atau iskemia tidur/istirahat pasien
d. Adanya dyspneu atau Activity Therapy
ketidaknyamanan saat Kolaborasikan dengan Tenaga
beraktivitas. Rehabilitasi Medik
Faktor factor yang dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
berhubungan :
Bantu klien untuk mengidentifikasi
Tirah Baring atau aktivitas yang mampu
imobilisasi dilakukan
Kelemahan menyeluruh Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
Ketidakseimbangan
kemampuan fisik, psikologi dan
antara suplei oksigen social
dengan kebutuhan
Bantu untuk mengidentifikasi dan
Gaya hidup yang mendapatkan sumber yang
dipertahankan. diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social
dan spiritual

3. Resiko infeksi NOC : NIC :


Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
Definisi : Peningkatan
Bersihkan lingkungan setelah dipakai
resiko masuknya organisme Risk control
pasien lain
patogen Kriteria Hasil : Pertahankan teknik isolasi
Faktor-faktor resiko : Klien bebas dari tanda Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif dan gejala infeksi Instruksikan pada pengunjung untuk
Menunjukkan mencuci tangan saat berkunjung dan
- Ketidakcukupan setelah berkunjung meninggalkan pasien
kemampuan untuk
pengetahuan untuk Gunakan sabun antimikrobia untuk
mencegah timbulnya
menghindari paparan cuci tangan
infeksi
patogen Cuci tangan setiap sebelum dan
Jumlah leukosit dalam

9
- Trauma batas normal sesudah tindakan kperawtan
Menunjukkan perilaku Gunakan baju, sarung tangan sebagai
- Kerusakan jaringan dan alat pelindung
peningkatan paparan hidup sehat
Pertahankan lingkungan aseptik selama
lingkungan pemasangan alat
- Ruptur membran amnion Ganti letak IV perifer dan line central
dan dressing sesuai dengan petunjuk
- Agen farmasi umum
(imunosupresan) Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
- Malnutrisi
Tingktkan intake nutrisi
- Peningkatan paparan
Berikan terapi antibiotik bila perlu
lingkungan patogen
Infection Protection (proteksi terhadap
- Imonusupresi infeksi)
- Ketidakadekuatan imum Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
buatan
Monitor hitung granulosit, WBC
- Tidak adekuat pertahanan Monitor kerentanan terhadap infeksi
sekunder (penurunan Hb, Batasi pengunjung
Leukopenia, penekanan Saring pengunjung terhadap penyakit
respon inflamasi) menular
- Tidak adekuat pertahanan Partahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
tubuh primer (kulit tidak
Pertahankan teknik isolasi k/p
utuh, trauma jaringan,
Berikan perawatan kuliat pada area
penurunan kerja silia, cairan
epidema
tubuh statis, perubahan
Inspeksi kulit dan membran mukosa
sekresi pH, perubahan terhadap kemerahan, panas, drainase
peristaltik) Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
- Penyakit kronik Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif

4. Resiko Injury b/d NOC : Risk Kontrol NIC : Environment Management


(Manajemen lingkungan)
kecenderungan perdarahan Kriteria Hasil :
Sediakan lingkungan yang aman untuk
sekunder Klien terbebas dari pasien
cedera Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
Klien mampu sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
menjelaskan cara/metode kognitif pasien dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
untukmencegah
Menghindarkan lingkungan yang

10
injury/cedera berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
Klien mampu
Memasang side rail tempat tidur
menjelaskan factor resiko
dari lingkungan/perilaku Menyediakan tempat tidur yang nyaman
dan bersih
personal
Menempatkan saklar lampu ditempat
Mampumemodifikasi yang mudah dijangkau pasien.
gaya hidup Membatasi pengunjung
untukmencegah injury
Memberikan penerangan yang cukup
Menggunakan fasilitas Menganjurkan keluarga untuk menemani
kesehatan yang ada pasien.
Mampu mengenali Mengontrol lingkungan dari kebisingan
perubahan status Memindahkan barang-barang yang dapat
kesehatan membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.

11
Daftar Pustaka

Richard N. Mitchel. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Jakarta :
EGC.

NANDA. (2005). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2005-2006. Philadelphia:


NANDA International.

McCloskey, Joanne C., Bullechek, Gloria M. (1996). Nursing Interventions Classification


(NIC). St. Loui: Mosby.

http://kamuskesehatan.com/arti/sindrom-myelodisplastik/ diperoleh tanggal 13 Oktober 2014


pukul 18.00

Wicaksono, Emirza Nur. 6 April 2014. Myelodisplasia Sindrom (Myelodysplastic Syndrome.


http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2014/04/06/myelodisplasia-sindrom/
diperoleh tanggal 13 Oktober 2014 pukul 18.30

12
13

Anda mungkin juga menyukai