Anda di halaman 1dari 5

MASALAH ETIKA PROFESI HUKUM NASIONAL

Hubungan etika dengan profesi hukum,bahwa etika profesi adalah sebagai sikap hidup,yang
mana berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan professional di bidang hukum terhadap
masyarakat dengan keterlibtan penuh dan keahliaan sebagai pelayanan dalam rangka
melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan
hukum dengan disertai refleksi yang seksama.

Seorang jaksa dan hakim misalnya merupakan profesi yang bergerak di bidang hukum yang
seharusnya dan sepatutunya memberikan sikap profesinal dalam bidang hukum terhadap
masyarakat.Sebagai bagian dari pengegak hukum,mereka harus menunjukkan etika yang
memberikan kepercayaan kepada masyarakat,bagaimana hukum itu harus ditegakkan.Bukan
malah berbuat pelanggaran hukum yang dapat menjadi hal yang unik di masyarakat,seperti
misalnya salah satu jaksa di negeri kita.

Kode etik profesi jaksa diatur dalam peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-
067/A/ JA/07/2007, tentang Kode Etik Perilaku Jaksa. Pada prinsipnya dalam melaksanakan
tugas profesi, jaksa wajib :

1. Menaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan, dan peraturan kedinasan yang


berlaku.
2. Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
3. Mendasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan dan kebenaran.
4. Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan atau ancaman opini publik secara langsung
atau tidak langsung.
5. Bertindak secara objektif dan tidak memihak.
6. Memberitahukan dan/atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka atau terdakwa
maupun korban.
7. Membangun dan memelihara hubungan fungsional antara aparat penegak hukum dalam
mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu.
8. Mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau
keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis
secara langsung atau tidak langsung.
9. Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan.
10. Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan.
11. Menghormati dan melindungi hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan sebagaimana yang
tertera dalam peraturan perundang-undangan dan instrumen hak asasi manusia yang diterima
secara universal.
12. Menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana.
13. Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
14. Bertanggung jawab secara eksternal kepada publik sesuai kebijakan pemerintah dan aspirasi
masyarakat tentang keadilan dan kebenaran.
Kode Etik Profesi Hakim berdasarkan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung R.I. dan
Ketua Komisi Yudisial R.I. Nomor 047/KMA/SK/IV/2009 - 02/ SKB/P.KY /IV/2009 Tentang
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim :
a. Berintegritas Tinggi
b. Berperilaku Adil
c. Berperilaku Jujur
d. Berperilaku Arif dan Bijaksana
e.Menjunjung Tinggi Harga Diri
f.Profesionalitas

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 Tentang


Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik Dan Perilaku Hakim Konstitusi :

a. Prinsip Integritas
b. Prinsip Kepantasan dan Kesopanan

CONTOH MASALAH ETIKA PROFESI HUKUM NASIONAL


1. Jaksa Hamzah Tadza

Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung, Hamzah Tadza, menyatakan bahwa jaksa
yang menangani kasus Gayus Tambunan telah melakukan pelanggaran berat. Hamzah
menegaskan, karena ditemukan indikasi kesengajaan, tidak menutup kemungkinan akan
berujung pada pemberhentian tidak hormat. Pemberhentian tidak hormat akan menunggu seluruh
hasil pemeriksaan selesai dilakukan dengan juga melakukan konfrontir dengan Gayus
Tambunan, penyidik kepolisian, serta pengacara Gayus.

Pelanggaran berat yang dilakukan oleh jaksa yang menangani perkara Gayus
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 30/1980. PP itu menyebutkan bahwa setiap
pegawai negeri harus disiplin, yakni disiplin dalam ucapan, tulisan, dan perbuatan baik di
dalam maupun di luar jam kerja. Hamzah menegaskan, jika kemudian ditemukan ada indikasi
pidana, yakni menerima uang alias gratifikasi dalam menangani perkara, maka mengacu pada PP
No. 20/2008, Jaksa Agung berhak memberhentikan sementara statusnya sebagai jaksa
berdasarkan rekomendasi Jaksa Agung Muda Pengawasan. Apabila nanti ada salah seorang
jaksa terbukti pidana Jaksa Agung berhak memberhentikan,tandasnya.
Kejaksaan Agung sendiri telah telah menetapkan lima orang aparaturnya sebagai terlapor
dugaan pelanggaran etika profesi dalam kasus pajak Gayus Halomoan Tambunan. Para terlapor
itu adalah jaksa P16 selaku peneliti Cirus Sinaga, Fadil Regan, Eka Kurnia Sukmasari, dan Ika
Savitrie Salim dan jaksa P16A Nazran Aziz dari Kejari Tangerang, sebagai jaksa sidang.

Para pejabat struktural yang turut diperiksa adalah Kasubbag Tata Usaha pada Direktorat
Prapenuntutan Rohayati, karena mengetahui alur administrasinya, Kasubdit Kamtibum dan
TPUL pada Direktorat Prapenuntutan Jampidum Mangiring, yaitu tempat berkas masuk. Tak
lupa, Direktur Prapenuntutan Poltak Manullang, Direktur Penuntutan Pohan Lasphy, juga ikut
diperiksa. Hamzah menegaskan, dalam pemeriksaan yang dilakukan tersebut yang paling
bertanggungjawab adalah Ketua Jaksa Peneliti Berkas Cirus Sinaga yang sekarang menjadi
Asisten Pidana Khusus di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah serta Direktur Prapenuntutan Poltak
Manulang yang menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku. Dalam kasus ini keduanya yang
paling bertanggung jawab,tegasnya. Hamzah bilang, jabatan struktural keduanya kini sudah
resmi dicopot.

2. Hakim Suhartoyo
Presiden Jokowi melantik dua hakim Mahkamah konstitusi salah satunya adalah Hakim
Suhartoyo. Namun, Hakim Suhartoyo masih dalam penyelidikan atas pelanggaran Kode etik
yang dilakukannya. Hakim ini diduga terlibat dalam perkara korupsi. Suhartoyo telah resmi di
lantik menjadi hakim konstitusi awal januari 2015 lalu. Hakim ini diduga telah melakukan
pelanggaran etik terkait pembebasan terpidana kasus dana talangan bantuan likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) senilat Rp. 2,2 trilyun saat perkara itu disidangkan di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan.
Pelanggaran itu diduga dilakukan oleh suhartoyo saat masih menjabat sebagai ketua
pengadilan negeri Jakarta selatan. Suhartoyo di indikasi menerima suatu hadiah atau janji dari
pihak lain yang sedang berpekara dan hakim suhartoyo pernah berpergian ke singapura kurun
waktu sehari pada saat menangani kasus Sudijono Timan didalam perkara peninjauan kembali.
Diduga hakim suhartoyo menerima suap untuk kasus tersebut. pelanggaran yang dilakukan oleh
hakim tersebut merupakan pelanggaran etik dimana suhartoyo mengajukan Peninjauan Kembali
(PK) atas nama Sudijono Timan sedangkan Sudijono tengah menjadi buron saat kejaksaan
hendak mengeksekusi Sudijono yang telah di vonis 15 Tahun penjara dan denda Rp
50.000.000,- serta uang pengganti Rp. 369 Milyar Rupiah.
Analisis Pelanggaran Kode Etik
Pelanggaran yang dilakukan :
Berdasarkan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung R.I. dan Ketua Komisi Yudisial R.I.
Nomor 047/KMA/SK/IV/2009 - 02/ SKB/P.KY /IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim :
a. Berintegritas Tinggi
b. Berperilaku Adil
c. Berperilaku Jujur
d. Berperilaku Arif dan Bijaksana
e. Menjunjung Tinggi Harga Diri
f. Profesionalitas

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 Tentang


Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik Dan Perilaku Hakim Konstitusi :

a. Prinsip Integritas
b. Prinsip Kepantasan dan Kesopanan
Dari analisis pelanggaran kode etik diatas dapat disimpulkan bahwa hakim suhartoyo di
duga melanggar kode etik dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung R.I. dan Ketua
Komisi Yudisial R.I. Nomor 047/KMA/SK/IV/2009 - 02/ SKB/P.KY /IV/2009 Tentang Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, melanggar etika Berintegeritas tinggi, Berperilaku Adil,
Berperilaku Jujur, Berperilaku Arif dan Bijaksana, Menjunjung Tinggi Harga Diri, dan
Profesionalitas. Setelah ia menjabat sebagai hakim konstitusi didalam Peraturan Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 Tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode
Etik Dan Perilaku Hakim Konstitusi, kasus ini termasuk dalam pelanggaran prinsip integritas dan
prinsip kepantasan dan kesopanan.
Dalam perkara ini, seharusnya hakim suahrtoyo tidak dilantik terlebih dahulu sebagai
hakim konstitusi, mengingat ia masih dalam proses pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik
yang masih dalam proses pencarian bukti-bukti atas pelanggaran yang ia lakukan. Seharunya
pemeriksaan pelanggaran kode etik terlebih dahulu di selesaikan untuk mengetahui apakah
memang hakim suhartoyo layak dan pantas untuk menjabat sebagai hakim konstitusi yang
seharusnya meruoakan hakim yang bersih dan tidak pernah melakukan tindakan-tindakan
pelanggaran etik profesi hakim. Dalam hal ini, proses pemeriksaan pelanggaran kode etik masih
di lakukan oleh Komisi Yudisial meninggat tidak adanya daluwarsa untuk proses pemeriksaan
tersebut. apabila terbukti melakukan pelanggaran kode etik hakim pada saat ia masih menjadi
hakim di pengadilan negeri maka sanksi yang di berikan dalam pasal 19 berupa sangksi sedang
poin c. penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu) tahun atau poin f. pembatalan atau
penangguhan promosi dimana pelantika ia sebagai hakim konstitusi ketika statusnya benar-benar
bersih dan terbukti tidak melakukan pelanggaran kode etik.
MASALAH ETIKA PROFESI HUKUM
NASIONAL

Harning Dyah Esti N.


3015210159

Anda mungkin juga menyukai