Makalah Pembakaran Hutan MK Kimia Lingkungan
Makalah Pembakaran Hutan MK Kimia Lingkungan
PEMBAKARAN HUTAN
Disusun Oleh:
Kelompok :2
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan atas karunia-Nya
juga kami dapat menyelesaikan Makalah ini sebagaimana mestinya.
Adapun maksud dari Makalah yang berjudul Pembakaran Hutan, ini adalah syarat
untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Kimia Lingkungan. Oleh karena itu,
penyusunan Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan para
pembaca tentang beberapa hal yang dibahas dalam Makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang selalu memberi
banyak masukan sehingga Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan juga kepada
teman teman yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini, meskipun namanya
tidak dapat disebutkan oleh kami satu persatu. Kami sangat berharap semoga Makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian dan manfaat hutan di Indonesia
1.3.2 Mengetahui kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia dan penyebabnya
1.3.3 Mengetahui pengertian dan jenis-jenis kebakaran hutan
1.3.4 Mengetahui penyebab dan dampak kebakaran hutan
1.3.5 Mengetahui cara pencegahan dan penaggulangan kebakaran hutan
1.3.6 Mengetahui beberapa kasus kebakaan hutan
BAB II
PEMBAHASAN
Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan). Sedangkan menurut Ensiklopedia Indonesia, hutan adalah suatu
areal yang dikelola untuk produksi kayu dan hasil hutan lainnya dipelihara bagi
keuntungan tidak langsung atau dapat pula bahwa hutan sekumpulan tumbuhan yang
tumbuh bersama.
Pemanfaatan sekaligus perlindungan hutan di Indonesia diatur dalam UUD 45,
UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun
1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA
dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Menurut beberapa peraturan tersebut,hutan merupakan
sumberdaya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman
hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur
tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya.
Luas hutan di Indonesia berkisar 122 juta hektar, yang persebarannya di Pulau
Jawa hanya sekitar 3 juta Ha, terdiri atas 55% hutan produksi dan 45% hutan lindung.
Persebaran hutan di Indonesia kebanyakan berjenis hutan hujan tropis yang luasnnya
mencapai 89 juta hektar. Daerah-daerah hutan hujan tropis antara lain terdapat di pulau
Sumatera, Kalimantan, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Irian. Hutan hujan tropis
anggotanya tidak pernah menggugurkan daun, liananya berkayu, pohon-pohonnya lurus
dapat mencapai rata-rata 30 meter.
2.3 Manfaat Hutan di Indonesia
Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang memiliki
dampak negatif. Kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, atau kebakaran semak, adalah
sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat memusnahkan rumah-rumah
dan lahan pertanian disekitarnya. Selain itu, kebakaran hutan dapat didefinisikan sebagai
pembakaran yang tidak tertahan dan menyebar secara bebas dan mengonsumsi bahan
bakar yang tersedia di hutan,antara lain terdiri dari serasah, rumput, cabang kayu yang
sudah mati, dan lain-lain. Istilah Kebakaran hutan di dalam Ensiklopedia Kehutanan
Indonesia disebut juga Api Hutan. Selanjutnya dijelaskan bahwa Kebakaran Hutan atau
Api Hutan adalah Api Liar yang terjadi di dalam hutan, yang membakar sebagian atau
seluruh komponen hutan. Dikenal ada 3 macam kebakaran hutan, Jenis-jenis kebakaran
hutan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Api Permukaan atau Kebakaran Permukaan yaitu kebakaran yang terjadi pada
lantai hutan dan membakar seresah, kayu-kayu kering dan tanaman bawah. Sifat
api permukaan cepat merambat, nyalanya besar dan panas, namun cepat padam.
Dalam kenyataannya semua tipe kebakaran berasal dari api permukaan.
2. Api Tajuk atau Kebakaran Tajuk yaitu kebakaran yang membakar seluruh tajuk
tanaman pokok terutama pada jenis-jenis hutan yang daunnya mudah terbakar.
Apabila tajuk hutan cukup rapat, maka api yang terjadi cepat merambat dari satu
tajuk ke tajuk yang lain. Hal ini tidak terjadi apabila tajuk-tajuk pohon penyusun
tidak saling bersentuhan.
3. Api Tanah adalah api yang membakar lapisan organik yang dibawah lantai hutan.
Oleh karena sedikit udara dan bahan organik ini, kebakaran yang terjadi tidak
ditandai dengan adanya nyala api. Penyebaran api juga sangat lambat, bahan api
tertahan dalam waktu yang lama pada suatu tempat.
Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar yang sama
tetapi mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran indentik dengan kejadian yang tidak
disengaja sedangkan pembakaran identik dengan kejadian yang sengaja diinginkan tetapi
tindakan pembakaran dapat juga menimbulkan terjadinya suatu kebakaran. Penggunaan
istilah kebakaran hutan dengan pembakaran terkendali merupakan suatu istilah yang
berbeda. Penggunaan istilah ini sering kali mengakibatkan timbulnya persepsi yang salah
terhadap dampak yang ditimbulkannya.
Kebakaran-kebakaran yang sering terjadi digeneralisasi sebagai kebakaran hutan,
padahal sebagian besar (99,9%) kebakaran tersebut adalah pembakaran yang sengaja
dilakukan maupun akibat kelalaian, baik oleh peladang berpindah ataupun oleh pelaku
binis kehutanan atau perkebunan, sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir,
larva gunung berapi). Saharjo (1999) menyatakan bahwa baik di areal HTI, hutan alam
dan perladangan berpindah dapat dikatakan bahwa 99% penyebab kebakaran hutan di
Indonesia adalah berasal dari ulah manusia, entah itu sengaja dibakar atau karena api
lompat yang terjadi akibat kelalaian pada saat penyiapan lahan. Bahan bakar dan api
merupakan faktor penting untuk mempersiapkan lahan pertanian dan perkebunan.
Pembakaran selain dianggap mudah dan murah juga menghasilkan bahan mineral yang
siap diserap oleh tumbuhan. Banyaknya jumlah bahan bakar yang dibakar di atas lahan
akhirnya akan menyebabkan asap tebal dan kerusakan lingkungan yang luas. Untuk itu,
agar dampak lingkungan yang ditimbulkannya kecil, maka penggunaan api dan bahan
bakar pada penyiapan lahan haruslah diatur secara cermat dan hati-hati. Untuk
menyelesaikan masalah ini maka manajemen penanggulangan bahaya kebakaran harus
berdasarkan hasil penelitian dan tidak lagi hanya mengandalkan dari terjemahan textbook
atau pengalaman dari negara lain tanpa menyesuaikan dengan keadaan lahan di
Indonesia.
Kebakaran hutan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
1. Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang panjang.
Yang dimaksud dengan lingkungan biologi yaitu segala sesuatu di sekitar manusia yang
berupa organisme hidup selain dari manusia itu sendiri seperti hewan, tumbuhan, dan
decomposer. Dampak yang ditimbulkan dari adanya kebakaran hutan khususnya terhadap
lingkungan biologis antara lain sebagai berikut:
Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak kesimbangan alam
sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu,
terbakarnya hutan akan membuat Hilangnya sejumlah spesies; selain membakar aneka
flora, kebakaran hutan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Berbagai
spesies endemik (tumbuhan maupun hewan) terancam punah akibat kebakaran hutan.
Selain itu, kebakaran hutan dapat mengakibatkan terbunuhnya satwa liar dan musnahnya
tanaman baik karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat. Kebakaran juga
dapat menyebabkan banyak spesies endemik/khas di suatu daerah turut punah sebelum
sempat dikenali/diteliti.
Beberapa dampak kebakaran tehadap hewan dan tumbuhan antara lain sebagai berikut:
Bangsa Binatang
Kebakaran hutan akan mengakibatkan banyak binatang yang akan kehilangan tempat
tinggal yang digunakan untuk berlindung serta tempat untuk mencarimakan. Dengan
demikian, hewan yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan baru setelah terjadinya
kebakaran tersebut akan mengalami penurunan jumlah bahkan dapat mengalami
kepunahan.
Contoh dampak kebakaran hutan bagi beberapa hewan antara lain sebagai berikut:
Geobin : seluruh daur hidupnya di dalam tubuh tanah (Ciliophora, Rhizopoda &
Mastigophora, dll)
Geofil : sebagian daur hidupnya di dalam tubuh tanah (serangga)
Bangsa Tumbuhan
Kehidupan tumbuhan berhubungan erat dengan hutan yang merupakan tempat hidupnya.
Kebakaran hutan dapat mengakibatkan berkurangnya vegetasi tertentu.
Contoh dampak kebakaran hutan terhadap tumbuhan adalah sebagai berikut:
Tumbuhan tingkat tinggi (akar pohon, semak atau rumput)
Tumbuhan tingkat rendah (bakteri, cendawan dan Ganggang)
Terjadinya kebakaran hutan akan menghilangkan vegetasi di atas tanah, sehingga apabila
terjadi hujan maka hujan akan langsung mengenai permukaan atas tanah, sehingga
mendapatkan energi pukulan hujan lebih besar, karena tidak lagi tertahan oleh vegetasi
penutup tanah. Kondisi ini akan menyebabkan rusaknya struktur tanah.
Kebakaran hutan membawa dampak yang besar pada keanekaragaman hayati. Hutan
yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan.
Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan
tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana
banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat
banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.
3. Terhadap mikroorganisme
Upaya untuk menangani kebakaran hutan ada dua macam, yaitu penanganan yang
bersifat represif dan penanganan yang bersifat preventif. Penanganan kebakaran hutan
yang bersifat represif adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi
kebakaran hutan setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis ini, contohnya
adalah pemadaman, proses peradilan bagi pihak-pihak yang diduga terkait dengan
kebakaran hutan (secara sengaja), dan lain-lain.
Sementara itu, penanganan yang bersifat preventif adalah setiap usaha, tindakan
atau kegiatan yang dilakukan dalam rangka menghindarkan atau mengurangi
kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Jadi penanganan yang bersifat preventif ini ada
dan dilaksanakan sebelum kebakaran terjadi. Selama ini, penanganan yang dilakukan
pemerintah dalam kasus kebakaran hutan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja,
lebih banyak didominasi oleh penanganan yang sifatnya represif. Berdasarkan data yang
ada, penanganan yang sifatnya represif ini tidak efektif dalam mengatasi kebakaran hutan
di Indonesia.
Hal ini terbukti dari pembakaran hutan yang terjadi secara terus menerus. Sebagai
contoh : pada bulan Juli 1997 terjadi kasus kebakaran hutan. Upaya pemadaman sudah
dijalankan, namun karena banyaknya kendala, penanganan menjadi lambat dan efek yang
muncul (seperti : kabut asap) sudah sampai ke Singapura dan Malaysia. Sejumlah pihak
didakwa sebagai pelaku telah diproses, meskipun hukuman yang dijatuhkan tidak
membuat mereka jera. Ketidakefektifan penanganan ini juga terlihat dari masih terus
terjadinya kebakaran di hutan Indonesia, bahkan pada tahun 2008 ini. Oleh karena itu,
berbagai ketidakefektifan perlu dikaji ulang sehingga bisa menghasilkan upaya
pengendalian kebakaran hutan yang efektif.
Menurut UU No 45 Tahun 2004, pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan
secara terpadu dari tingkat pusat, provinsi, daerah, sampai unit kesatuan pengelolaan
hutan. Ada kesamaan bentuk pencegahan yang dilakukan diberbagai tingkat itu, yaitu
penanggungjawab di setiap tingkat harus mengupayakan terbentuknya fungsi-fungsi
berikut ini :
1. Mapping : pembuatan peta kerawanan hutan di wilayah teritorialnya masing-
masing. Fungsi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, namun yang lazim
digunakan adalah 3 cara berikut:
pemetaan daerah rawan yang dibuat berdasarkan hasil olah data dari masa lalu
maupun hasil prediksi.
pemetaan daerah rawan yang dibuat seiring dengan adanya survai desa
(Partisipatory Rural Appraisal)
pemetaan daerah rawan dengan menggunakan Global Positioning System atau
citra satelit.
2. Informasi : penyediaan sistem informasi kebakaran hutan.
Hal ini bisa dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning
system) di setiap tingkat. Deteksi dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara berikut :
o analisis kondisi ekologis, sosial, dan ekonomi suatu wilayah
o pengolahan data hasil pengintaian petugas
3. Sosialisasi : pengadaan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat.
Penyuluhan dimaksudkan agar menginformasikan kepada masyarakat di
setiap wilayah mengenai bahaya dan dampak, serta peran aktivitas manusia yang
seringkali memicu dan menyebabkan kebakaran hutan. Penyuluhan juga bisa
menginformasikan kepada masayarakat mengenai daerah mana saja yang rawan
terhadap kebakaran dan upaya pencegahannya. Pembinaan merupakan kegiatan
yang mengajak masyarakat untuk dapat meminimalkan intensitas terjadinya
kebakaran hutan. Sementara, pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat,
khususnya yang tinggal di sekitar wilayah rawan kebakaran hutan,untuk melakukan
tindakan awal dalam merespon kebakaran hutan.
4. Standardisasi : pembuatan dan penggunaan SOP (Standard Operating Procedure).
Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan program pencegahan kebakaran hutan
maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan, diperlukan standar yang
baku dalam berbagai hal berikut :
Metode pelaporan
Untuk menjamin adanya konsistensi dan keberlanjutan data yang masuk,
khususnya data yang berkaitan dengan kebakaran hutan, harus diterapkan sistem
pelaporan yang sederhana dan mudah dimengerti masyarakat. Ketika data yang
masuk sudah lancar, diperlukan analisis yang tepat sehingga bisa dijadikan
sebuah dasar untuk kebijakan yang tepat.
Peralatan
Standar minimal peralatan yang harus dimiliki oleh setiap daerah harus
bisa diterapkan oleh pemerintah, meskipun standar ini bisa disesuaikan kembali
sehubungan dengan potensi terjadinya kebakaran hutan, fasilitas pendukung, dan
sumber daya manusia yang tersedia di daerah.
Metode Pelatihan untuk Penanganan Kebakaran Hutan
Standardisasi ini perlu dilakukan untuk membentuk petugas penanganan
kebakaran yang efisien dan efektif dalam mencegah maupun menangani
kebakaran hutan yang terjadi. Adanya standardisasi ini akan memudahkan
petugas penanganan kebakaran untuk segera mengambil inisiatif yang tepat dan
jelas ketika terjadi kasus kebakaran hutan
5. Supervisi : pemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang berkaitan
langsung dengan hutan. Pemantauan adalah kegiatan untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya perusakan lingkungan, sedangkan pengawasan adalah
tindak lanjut dari hasil analisis pemantauan. Jadi, pemantauan berkaitan langsung
dengan penyediaan data,kemudian pengawasan merupakan respon dari hasil olah
data tersebut. Pemantauan, menurut kementerian lingkungan hidup, dibagi menjadi
empat, yaitu :
Pemantauan terbuka : Pemantauan dengan cara mengamati langsung objek yang
diamati. Contoh : patroli hutan
Pemantauan tertutup (intelejen) : Pemantauan yang dilakukan dengan cara
penyelidikan yang hanya diketahui oleh aparat tertentu.
Pemantauan pasif : Pemantauan yang dilakukan berdasarkan dokumen, laporan,
dan keterangan dari data-data sekunder, termasuk laporan pemantauan tertutup.
Pemantauan aktif : Pemantauan dengan cara memeriksa langsung dan
menghimpun data di lapangan secara primer. Contohnya : melakukan survei ke
daerah-daerah rawan kebakaran hutan. Sedangkan, pengawasan dapat dilihat
melalui 2 pendekatan, yaitu :
Penanggulangan hutan di Indonesia telah di atur dengan jelas di dalam Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-Ii/2009 Tentang Pengendalian Kebakaran Hutan.
Adapun upaya penanggulangan yang dimaktub tersebut antara lain:
Upaya penanggulangan kebakaran hutan ini tentunya harus sinkron dengan upaya
pencegahan. Sebab walau bagaimanapun, pencegahan jauh lebih baik dari
memanggulangi. Ada beragam cara yang bisa dilakukan dalam rangka mencegah
kebakaran hutan khususnya yang disebabkan oleh perbuatan manusia seperti membuang
punting rokok di wilayah yang kering, kegiatan pembukaan lahan dan juga api unggun
yang lupa dimatikan. Upaya pencegahannya adalah dengan meningkatkan kesadaran
masyarakat khususnya mereka yang berhubungan langsung dengan hutan. Masyarakat ini
biasanya tinggal di wilayah hutan dan memperluas area pertaniannya dengan membakar.
Pemerintah harus serius mengadakan sosialisi agar hal ini bisa dicegah.
Pada dasarnya upaya penanggulangan kebakaran hutan juga bisa disempurnakan jika
pemerintah mau memanfaatkan teknologi semacam bom air. Atau bisa juga lebih lanjut
ditemukan metode yang lebih efisien dan ampuh menaklukkan kobaran api di hutan.
Langkah yang paling baik adalah dengan mengikutsertakan para perangkat pendidikan
agar merancang teknologi maupun metode yang membantu pemerintah di level praktis.
Sokongan dana dari pemerintah akan membuat program tersebut lebih baik dan terarah.
Kejadiannya beberapa hari lalu saat tim melakukan patroli udara dan darat, kata Humas
BNPB Agus Wibowo di Pekanbaru, Minggu (21/7) seperti dikutip Antara.
Dia menjelaskan, pelaku yang teriindikasi sebagai petani pemilik lahan di Kabupaten
Siak ini diamankan oleh tim pemantau yang terdiri atas pasukan Tentara Nasional
Indonesia (TNI), masyarakat dan Polri.
Sampai saat ini patroli masih terus berjalan dengan dikoordinir Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Riau, katanya
Dengan tertangkapnya seorang pelaku pembakar hutan ini, maka total jumlah pembakar
lahan perorangan ada sebanyak 25 orang. Saat ini Polda Riau juga tengah melakukan
penyelidikan terhadap 12 kasus dan 5 kasus penyidikan dengan tersangka 24 orang dan
satu korporasi.
Hingga saat ini dilaporkan situasi di Riau semakin kondusif meskipun pada peristiwa
pembakaran hutan tersebut dua orang dicatat meninggal yang mana satu orang bahkan
turut terbakar.
Saksi ahli yang rencana didatangkan ada beberapa, di mana menurut informasi kepolisian
saksi tersebut dari pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan akademisi.
Polda Riau sebelumnya juga telah memeriksa sebanyak 16 saksi dari kalangan karyawan
dan pejabat perusahaan diduga pembakar lahan.
Langit di atas pelabuhan kota Sydney berubah menjadi memerah pada Kamis kemarin
akibat kebakaran hutan di sebagian besar area di negara bagian New South Wales (NSW),
Australia. Menurut laporan petugas pemadam kebakaran, terdapat hampir 100 titik api
yang ada di Australia bagian tenggara itu.
Kantor berita BBC, Kamis 17 Oktober 2013, melansir, sebanyak 200 rumah diperkirakan
ikut terbakar dalam insiden tersebut. Jumlah itu masih dapat terus bertambah, karena
petugas pemadam kebakaran hingga kini masih menghitung.
Akibat kebakaran tersebut, satu orang dilaporkan tewas saat sedang berusaha melindungi
rumahnya di Danau Munmorah di Central Coast agar tidak ikut terbakar. Korban tewas
adalah pria berusia 63 tahun dan meregang nyawa akibat serangan jantung pada Kamis
sore waktu setempat. Tiga pemadam kebakaran terluka.
Dugaan sementara, kebakaran disebabkan suhu udara yang sangat panas dan angin
kencang. Kendati suhu udara dan kecepatan angin sudah mulai menurun, namun
kebakaran masih terus terjadi di pinggiran kota Sydney.
Menurut laporan BBC, sekitar dua ribu petugas pemadam kebakaran dikerahkan ke
seluruh negara bagian untuk mengendalikan si jago merah. Namun, masih banyak titik
api yang di luar kendali mereka.
Wakil Kepala Layanan Pemadam Kebakaran Pedesaan NSW, Rob Rogers, mengatakan
ini merupakan kondisi kebakaran terparah yang pernah dia lihat dalam satu dekade
terakhir. Ada ribuan kilometer area yang terbakar api dan harus kami padamkan, ujar
Rogers.
Hal serupa turut diperkuat kesaksian petugas pemadam kebakaran lainnya yang menyebut
ketinggian api mencapai 20 hingga 30 meter.
Perdana Menteri, Tony Abbott, yang mengetahui soal bencana ini, berkunjung ke daerah
Blue Mountain, area terparah yang terkena bencana. Abbott mengaku salut terhadap
upaya para petugas pemadam kebakaran. Orang-orang ini adalah sosok yang pada hari
biasa bersama-sama mendukung dan melindungi sesama warga Australia, ungkap
Abbott.
Untuk sementara ini, api memang dapat dikendalikan, namun suhu panas diprediksi akan
kembali melanda NSW mulai pekan depan. Menurut laporan Dailymail, kebakaran hutan
kerap terjadi di Negeri Kangguru saat suhu udara tinggi.
Aksi kebakaran terparah lainnya pernah terjadi di tahun 2009 silam yang menyebabkan
173 orang tewas dan melalap dua ribu rumah di Negara Bagian Victoria.
Kebakaran hutan di California telah menghanguskan lebih dari 100 bangunan, termasuk
11 rumah, dan menghanguskan areal hutan seluas 155 kilometer persegi.
Petugas pemadam kebakaran yang berjuang mengatasi kebakaran besar di negara bagian
California yang telah menghanguskan hutan luas di salah satu taman nasional terkenal
mengatakan mereka seharusnya akan memadamkan kebakaran itu sepenuhnya minggu
ini.
Jay Millier, ekolog senior kebakaran hutan hari Kamis memberitahu Associated Press
kebakaran besar itu telah membuat wilayah mirip permukaan bulan yang dinuklir di
pegunungan Sierra Nevada yang lebih besar dari wilayah manapun yang pernah terbakar
dalam ratusan tahun. Dia mengatakan tidak ada lagi yang tersisa di hampir 40 persen
wilayah lokasi kebakaran kecuali lahan hangus.
Pemerintah Amerika pekan lalu mengatakan Lingkar Api itu disebabkan oleh seorang
pemburu yang tidak dapat mengendalikan api unggun ilegal yang dinyalakannya pada
tanggal 17 Agustus.
Dinas Kehutanan Amerika mengatakan belum ada orang yang ditahan dalam kasus itu.
Kebakaran itu telah menghanguskan lebih dari 100 bangunan, termasuk 11 rumah, dan
membuat area seluas 155 kilometer persegi dalam keadaan mati semuanya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya karena
didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber
hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta
kesuburan tanah, dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan dan perlindungannya diatur
oleh Undang-undang dan peraturan pemerintah.
Kebakaran merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap sumberdaya hutan
dan akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang
sangat besar dan dampaknya sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain
upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan
hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang
terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
3.2 Saran
Melihat dari akibat kebakaran hutan diatas, maka dari itu kita sebagai manusia
hendaknya bisa menjaga hutan dengan sebaik-baiknya, agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak di inginkan
DAFTAR PUSTAKA
Waliadi, Suhada, dan Dedi. 2005. Mengelola Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan.
Palangkaraya: CARE International Indonesia